facebooklogocolour

lenin statueSemenjak runtuhnya Uni Soviet hampir semua orang mengatakan sosialisme sudah gagal. Krisis di Venezuela juga mendorong banyak orang untuk berteriak bahwa sosialisme tidak dapat bertahan. Dari semua pendapat yang mengalir ini apa yang ingin disampaikan adalah sistem kapitalisme, kendati semua keburukannya, merupakan sistem yang paling mungkin bagi umat manusia. Kejatuhan sosialisme Uni Soviet dianggap sebagai kegagalan dari teori di baliknya, yakni teori Marxisme.

Semenjak itu semua orang berbondong-bondong mencari-cari ‘ide-ide baru’. Mereka terus mencari perpaduan ideologi atau jalan tengah antara sosialisme dan kapitalisme. Dari ini kita mengenal ‘teori baru’ seperti teori Sosialisme Abad 21, yang mengklaim berbeda dengan sosialisme pendahulunya yang ada di Uni Soviet. Adalah Heinz Dieterich seorang sosiolog Frankfurt yang belajar dengan Adorno, Horkheimer dan Habermas yang memperkenalkan teori Sosialisme Abad 21. Heinz Dieterich, sang ‘penemu’ Sosialisme Abad 21, mengklaim bahwa revolusi dan perjuangan kelas sudah tidak lagi dibutuhkan. Dieterich menganggap  jika pasar mampu dijinakkan maka pasar akan memenuhi kebutuhan semua orang.

“Jika pasar tidak monopolistik dan jika Anda memiliki daya beli untuk barang yang Anda hasilkan dan untuk layanan, maka pasar berkoordinasi cukup baik. Anda dapat pergi ke negara raksasa, seperti Amerika Serikat, dan Anda dapat membeli apa saja, di mana saja di negara raksasa itu, kapan saja. Jadi, [pasar] itu berfungsi dengan baik, jika Anda memenuhi dua kondisi ini.” (Rekaman video Heinz Dieterich oleh O. Ressler, Jerman)

Faktanya pasar tidak pernah bisa dijinakkan. Pasar bersifat impulsif dan kacau. Bila saja pasar bisa dijinakkan tentu kapitalisme tidak akan pernah mengalami krisis dan Venezuela bisa berjaya berkat anjuran Dieterich. Tapi toh akhirnya teori Sosialisme Abad 21 juga tidak mampu bertahan di hadapan realitas. Venezuela mengalami krisis dan inflasi yang tajam justru karena ingin mempertahankan program-program kesejahteraan sembari tetap mengadopsi ekonomi pasar kapitalis. Dengan kata lain ekonomi Venezuela tidak pernah benar-benar menghapuskan kapitalisme.

Selain itu, dari semua kritik dan gagasan yang diajukan atas kegagalan sosialisme di Uni Soviet, tidak satupun dari mereka yang memahami Uni Soviet dan keruntuhannya. Kenyataannya, keruntuhan Uni Soviet merupakan produk dari keterisolasian Revolusi Rusia yang jauh telah diprediksi sebelumnya oleh Lenin dan Trotski. Lenin dan Trotski sejak awal telah menekankan bahwa tanpa revolusi di Eropa, terutama di Jerman waktu itu, maka Revolusi Rusia akan kalah. Prediksi ini terbukti benar. Keterisolasian dan kesulitan internal akibat warisan keterbelakangan ekonomi Rusia di masa lalu membangkitkan kembali sampah lama birokrasi yang telah diperangi oleh negara buruh ini. Proses degenerasi birokratik ini berlangsung untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya Stalinisme mengubur capaian-capaian Revolusi Oktober pada 1991.

Berkebalikan dengan Stalinisme yang birokratik, sosialisme sejatinya merupakan sebuah sistem dimana tuas-tuas ekonomi dimiliki dan dijalankan secara demokratik oleh kelas pekerja. Yang belakangan ini sangatlah penting, karena demokrasi buruh adalah oksigen bagi sosialisme. Tanpanya sosialisme akan tercekik.

Untuk mencegah agar negara buruh yang baru terbentuk dari revolusi sosialis tidak mengalami birokratisasi, Lenin menganjurkan empat kondisi yang harus dipenuhi oleh negara buruh: (1) Pemilu bebas untuk semua jabatan pemerintah dan setiap orang bisa direcall setiap saat; (2) Gaji pejabat pemerintah tidak boleh lebih tinggi daripada gaji buruh terampil; (3) semua posisi pemerintah harus digilir di antara rakyat pekerja, sehingga bila semua adalah birokrat maka tidak ada lagi birokrat; (4) Menghapus tentara tetap, dan menggantikannya dengan rakyat bersenjata. Lenin juga menambahkan bahwa negara buruh adalah negara yang akan akhirnya pupus dan menghilang. Tidak ada satupun kondisi ini yang dipenuhi oleh Uni Soviet di bawah Stalin dan penerus-penerusnya. Yang ada adalah negara birokratik dengan privilese-privilese bagi para pejabat dan mesin kekerasan yang kejam. Dari fakta ini, apa yang gagal di Rusia bukanlah sosialisme melainkan Stalinisme, sebuah karikatur sosialisme birokratis dan totaliter.

Bagaimanapun juga Revolusi Rusia telah memberikan pengalaman besar bagi kelas buruh bagaimana revolusi sosialis bisa dimenangkan. Mereka yang mengklaim mendirikan ‘ide-ide baru’ sosialisme minus revolusi dan perjuangan kelas hanyalah mengulang ide tua reformisme yang telah terbukti memimpin ke jalan buntu. Kelas pekerja hanya bisa berhasil menggulingkan kapitalisme dengan mempelajari pengalaman-pengalaman kelas mereka sendiri. Akhirnya, mempelajari Revolusi Rusia menjadi penting, bukan sebagai pengejaran terhadap kepentingan abstrak akademis tetapi sebagai jalan bagaimana memahami dunia dan lantas mengubahnya. Bukan sebagai ‘intelektual akademis’ tapi sebagai seorang revolusioner!