facebooklogocolour

Tidak lama setelah sebuah artikel yang mengekspos pemberangusan serikat oleh Samsung muncul di website SPAI-FSPMI, ratusan komentar langsung membanjiri artikel tersebut dengan serangan-serangan. Sekilas tampak banyak sekali buruh dan masyarakat yang tidak senang dengan aksi-aksi FSPMI dan serikat-serikat buruh lainnya di Bekasi. Para pemberi komentar ini mengaku sebagai buruh yang tersandera saat aksi sweeping, buruh yang kehilangan pekerjaan karena perusahaan tutup akibat aksi FSPMI, buruh yang hampir kena lemparan batu saat demo, buruh yang prihatin dengan kekerasan FSPMI dan ingin perjuangan buruh dilakukan dengan cara-cara yang katanya lebih “sopan”, “beretika”, “cerdas”, “beradab”, dan lain sebagainya. Ternyata, setelah diperiksa, lebih dari 130 komentar datang dari alamat internet (IP address) yang sama, yakni dari jaringan internet Samsung. Jadi ada segelintir orang yang menulis dengan nama berbeda-beda untuk memberikan kesan kalau ada opini publik yang menentang FSPMI dan gerakan buruh Bekasi.

Tidak puas dengan mengerahkan massa bayaran untuk mengobrak-abrik posko-posko buruh, para pemilik modal juga mengerahkan pengguna-web bayaran untuk menyerang website serikat buruh. Bukan sebuah kebetulan kalau serangan website ini berbarengan dengan serangan massa preman bayaran. Para pemilik modal sedang melakukan pukulan baik dari berbagai lini setelah mereka didera gelombang aksi dan mogok.

Ada pola-pola tertentu yang digunakan oleh para pemberi-komentar bayaran ini supaya terlihat seperti sungguh-sungguh. Pertama, mereka – atau profil-profil palsu ini – akan mengaku sebagai buruh, atau pihak tertindas, yang setuju dengan perjuangan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Namun mereka akan berkata bahwa mereka tidak setuju dengan metode yang digunakan, terutama metode yang memang efektif di dalam perjuangan. Dalam hal ini, mereka tidak setuju dengan metode aksi massa, metode demo dan mogok, metode sweeping dan geruduk pabrik. Mereka “prihatin” dan menginginkan metode yang lebih sopan, beretika, sesuai hukum. Dalam kata lain, mereka ingin agar serikat-serikat buruh menjadi serikat penurut yang hanya bernegosiasi di ruangan AC. Dengan cara ini mereka ingin membangun opini publik yang palsu untuk menekan para buruh supaya menjadi lebih penurut.

Yah, sering kali justru opini publik itu lebih ampuh daripada kekerasan untuk mematahkan perlawanan buruh. Banyak pemimpin serikat buruh – dan juga buruh-buruh anggota – yang menjadi “lembek” dan menentang aksi mogok (atau aksi massa lainnya) karena ia membaca berita di mana-mana yang katanya masyarakat luas dan bahkan buruh sendiri mengecam aksi massa. Opini publik adalah alat penekan yang sangat efektik. Ia menciptakan kesan-kesan palsu dan prasangka-prasangka di pikiran kita, sehingga ketika buruh mau mogok maka ia menjadi ragu.

Ketika internet lahir, banyak orang yang bersorak-sorai dan menyambutnya sebagai alat demokrasi yang paling luas. Mereka kira dengan internet maka rakyat akan tambah pintar karena bisa mendapatkan informasi dengan mudah. Rakyat juga katanya akan punya suara yang luas. Namun kenyataan bertolak belakang dengan harapan ini, karena pada akhirnya internet hanyalah salah satu media komunikasi – seperti halnya radio, TV, media cetak, dll. – dan para pemegang kekuasaan selalu punya kendali terhadap media komunikasi, apapun bentuknya. Pemilik modal dengan uangnya dapat membeli akses internet yang lebih luas dan dalam. Hari ini banyak sekali perusahaan-perusahaan Public Relation – yang disewa oleh pemilik modal – yang melakukan penetrasi lewat internet. Mereka menyebar komentar-komentar (dengan ratusan profil dan akun palsu) ke website-website berita, forum-forum, jejaring sosial, dll. Mereka juga menulis banyak artikel-artikel bias yang dimuat di berbagai website. Apapun pesan yang diinginkan oleh sang klien, perusahaan Public Relation ini dapat sebarkan. Opini publik menjadi komoditas, seperti halnya cinta pun bisa dijadikan barang dagangan di masyarakat kita.

Selain itu, orang-orang sayap kanan – bukan hanya orang-orang bayaran – juga  membombardir internet untuk menciptakan opini publik yang tampaknya mendukung gagasan konservatif mereka. Karena internet “bebas”, mereka bebas menggunakan berbagai nama palsu. Ini adalah taktik mereka, dan mereka tidak memperdulikan kebenaran atau kejujuran. Di dunia internet, mereka kerap disebut “troll”. Mereka bertujuan mengendalikan dialog di dunia maya.

Kaum buruh oleh karenanya harus cerdik ketika menggunakan internet dan jejaring sosial. Internet yang begitu mudah diakses kadang justru penuh dengan jebakan, karena siapapun dapat menulis apapun disana. Kebohongan dapat menyebar dengan cepat, dan juga mudah disebarkan oleh mereka-mereka yang punya uang. Banyak sekali sampah di internet ini. Kita harus dapat memilah kebenaran dari kebohongan.

Tetapi bagaimana caranya?

Media komunikasi sarat dengan kepentingan, yakni kepentingan ekonomi atau kelas. Ini karena kita hidup di masyarakat yang terbagi menjadi kelas-kelas. Oleh karenanya satu-satunya cara terbaik untuk bisa memilah kebenaran di internet adalah dengan paham akan kepentingan-kepentingan kelas yang ada di masyarakat ini. Ini mensyaratkan kita untuk belajar politik kelas, belajar sejarah perjuangan kelas, dan belajar eko-pol agar bisa paham kepentingan-kepentingan ekonomi di masyarakat kapitalis ini. Dengan pemahaman politik dan metode analisa politik kelas, kita akan selalu bisa menganalisa berita dan tulisan di internet dengan tepat.

Dengan selalu waspada ketika mencari informasi di internet – paham kalau di dalam masyarakat kapitalis maka internet adalah medianya kapitalis juga – maka kita akan bisa menavigasi internet dengan selamat. Tentunya kita tidak ingin menjadi paranoid, dan tidak percaya apapun yang kita baca di media kapitalis. Ini tidak akan menolong sama sekali. Media kapitalis dalam berbagai bentuk bisa kita gunakan untuk tujuan kita, selama kita punya sense of proportion (tahu kekuatan diri sendiri dan tahu apa-apa batasan yang ada).

Pertama kali terbit di www.spai-fspmi.or.id, 2 November 2012