Tugu Proklamasi pada Minggu 24 Maret 2013 menjadi saksi dideklarasikannya Manifesto Politik Sekber Buruh. 3000 buruh dari berbagai serikat dan federasi, berkumpul, menjadi saksi pembacaan sikap politik organisasi aliansinya. Dengan berpakaian merah, para buruh menunjukkan semangat perlawanan mereka. Serikat-serikat, federasi-federasi, dan organisasi-organisasi politik yang tergabung dalam Sekber Buruh antara lain: KPO-PRP, PPR, Perempuan Mahardhika, Pembebasan, FPBJ, SBTPI, Politik Rakyat.

Pergerakan buruh di tahun sebelumnya telah mendobrak keterputusan sejarah pergerakan buruh paska remuknya gerakan di tangan Soeharto, dan baru menemukan ekspresi politiknya kembali setelah runtuhnya Orde Baru. Setelah hampir 15 tahun, reformasi tidak juga memberi solusi atas penderitaan rakyat, buruh, tani dan kaum miskin kota. Kini rakyat pekerja menuntut digantinya sistem yang setengah-setengah terhadap perubahan dan tidak becus menuntaskan persoalan kebangsaan yang sudah berlarut-larut hingga membusuk. Kaum buruh mulai melihat diri mereka sebagai satu-satunya kelas yang bisa memimpin seluruh bangsa ini keluar dari keterpurukan kapitalisme.

Ada dua poin penting yang patut dicatat dalam manifesto politik Sekber Buruh: 1). Kekuasaan ekonomi politik borjuis harus diganti dengan persatuan perjuangan rakyat, 2). Sekber Buruh tidak akan memberikan dukungan terhadap semua partai dalam Pemilu 2014. Kedua poin penting tersebut menyiratkan sebuah sikap politik tegas, yang menunjukkan keengganan kaum buruh untuk bersekutu secara politik terhadap kelas borjuis dan memilih untuk bersatu dengan perjuangan rakyat. Selain itu, Sekber Buruh menegaskan, tidak akan mendukung partai manapun dan dalam bentuk apapun pada pemilu 2014.

Tidak diragukan kalau setelah gebrakan buruh satu tahun belakangan ini yang mulai menunjukkan bobot politik mereka, akan ada banyak partai politik borjuasi yang akan mencoba membeli dukungan serikat-serikat buruh dengan berbagai tawaran kontrak politik. Entah itu dengan memberikan sejumlah posisi di partainya kepada para pemimpin serikat, mencalonkan sejumlah pemimpin buruh dalam pemilu, atau iming-iming lainnya. Tidak sedikit buruh yang mungkin akan mendukung serikatnya untuk bekerja sama dengan partai-partai politik borjuasi, dengan harapan tulus kalau suara mereka mungkin akan tersampaikan di gedung DPR dan mereka bisa memenangkan sejumlan konsensi. Kita harus menjelaskan kepada kawan-kawan buruh kita bahwa mereka tidak boleh bersandar pada kekuatan lain selain kekuatan mereka sendiri, apalagi kekuatan borjuasi. Gelombang pemogokan dan aksi buruh satu tahun belakangan ini telah menunjukkan bahwa buruh punya kekuatan yang besar, dan kalau ini digunakan untuk membangun kendaraan politik mereka sendiri maka sungguh tidak mustahil kalau buruh akan bisa punya partai buruh sebagai kekuatan politik riil. Seruan untuk tidak mendukung partai manapun dalam pemilu mendatang harus disertai dengan seruan perlunya membangun partai buruh. Kalaupun secara logistik ini belum memungkinkan, para buruh harus mulai disiapkan secara ideologi. Yang menghalangi buruh untuk membentuk partai buruh bukanlah hambatan-hambatan logistik dan administratif, tetapi tembok di dalam pikiran mereka yang harus dihancurkan dengan pendidikan politik.

Dalam acara rapat akbar ini, ada juga upaya penyebaran gagasan yang dilakukan oleh Toko Buku Buruh Membaca, sebuah toko buku yang menyediakan bacaan-bacaan bermuatan politik untuk membangun kesadaran kritis di antara kaum buruh. Militan mengamati beberapa proses diskusi singkat antara buruh yang hendak membeli buku dengan TB Buruh Membaca. Antusiasme kawan-kawan buruh dalam membeli buku tidak hanya dilandasi oleh keinginan menambah koleksi bacaan, namun juga didorong oleh semangat membaca dan berpolitik, seperti slogan yang dikumandangan oleh Sekber Buruh, “Saatnya Buruh Berpolitik! Ada kehausan gagasan di antara kaum buruh. Buruh sudah tidak perlu lagi slogan-slogan sederhana untuk menjelaskan betapa buruknya hidup mereka di bawah kapitalisme, tetapi mereka memperlukan penjelasan-penjelasan mendalam mengenai kapitalisme dan bagaimana menumbangkannya. Mereka butuh teori revolusioner. Saatnya buruh berpolitik, dan saatnya buruh berteori.

Militan mengucapkan selamat atas dideklarasikannya Manifesto Politik Sekber Buruh ini. Berikat di bawah ini adalah Deklarasi Politik Sekretariat Bersama Buruh. Selamat membaca, dan mari berpolitik!

 

DEKLARASI SIKAP POLITIK SEKBER BURUH DAN HAKIKAT AKSI MASSA JUTAAN BURUH INDONESIA DALAM PERINGATAN MAYDAY 1 MEI 2013

SEKARANG DAN DIMASA DEPAN ELIT POLITIK DAN PEMODAL ADALAH MUSUH RAKYAT;  SAATNYA RAKYAT BERSATU UNTUK BERKUASA!

 

Setelah 14 tahun, 10 bulan, 3 hari, inilah yang dilakukan oleh Kekuaasan Elit Indonesia semenjak Soeharto jatuh 21 Mei 1998

1. Kekuasaan Elit menggadaikan kekayaan Alam pada Modal Swasta (Internasional dan Nasional) demi kemakmuran diantara mereka.

- "Sekitar 42 juta hektar pertambangan dikuasai asing, 95 juta hektar minyak dan gas dikuasai asing, 32 juta hektar kehutanan, dan 9 juta hektar perkebunan sawit. Luas keseluruhan mencapai 178 hektar sebagian besar dikontrol oleh perusahaan asing. Padahal luas daratan Indonesia sekitar 195 juta hektar,"

- "Sedikitnya 95 persen kegiatan investasi mineral dikuasai dua perusahaan Amerika Serikat yaitu PT Freeport Mc Moran dan PT Newmont Corporation. 48 persen migas dikuasi oleh Chevron," ujarnya.

2. Kekuasaaan Elit bertumpu pada hutang luar negri, dan rakyat yang harus membayar

Utang Indonesia memang luar biasa. Pemerintahan Orde Lama (Orla) tercatat mewariskan utang ke negeri ini sebesar Rp 794 miliar atau setara dengan 2,4 miliar dollar Amerika Serikat atau 29 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada waktu itu.

Di tahun 2011, Total utang tersebut adalah utang luar negeri Indonesia ke negara-negara maju. Namun, ternyata, dalam empat dekade, utang Indonesia justru bukannya menurun, akan tetapi justru meningkat. Hingga akhir semester 1 tahun lalu, dari jumlah sekitar Rp 794 miliar pada tahun 1969, membengkak menjadi Rp 1.723 triliun atau equivalen 200,5 miliar dollar AS atau 26,1 persen terhadap PDB.

Peningkatan utang yang sangat tajam justru terjadi pada akhir periode Orde Baru (Orba). Waktu itu, total utang dari Rp 552,5 triliun atau 57 persen terhadap PDB pada akhir 1998 meningkat menjadi Rp 939,5 triliun atau 85 persen terhadap PDB pada akhir 1999.

Dari data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan yang dikutip, Selasa (19/2/2013), total utang pemerintah Indonesia hingga Januari 2013 mencapai Rp 1.979,75 triliun dengan rasio 24% terhadap PDB.

Dari jumlah tersebut, Rp 603,76 triliun merupakan utang luar negeri yang didapat dari beberapa negara dan juga lembaga-lembaga multilateral. Utang luar negeri ini turun Rp 9 triliun dibandingkan akhir 2012 yang sebesar Rp 612,52 triliun

3. Kekuasaan Elit melanggengkan pelanggaran HAM dan Melindungi Para Pelanggar Ham

4. Kekuasaan Elit menghambat kebebasan rakyat untuk berserikat, berkumpul dan berkepresi.

- Dalam catatan Setara Institut, ada sekitar 299 kasus peristiwa pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi pada tahun 2011 lalu.

- Koordinator Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) Haris Azhar mengatakan, selama Januari sampai pertengahan Februari 2013 saja sudah terjadi delapan kasus kekerasan terhadap minoritas. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah, seiring dengan suhu politik yang semakin memanas.

- Direktur Yayasan Denny JA, Novriantoni Kahar, mengatakan sepanjang 1998-2004 (era pra-SBY) terjadi 915 kasus kekerasan diskriminasi atau 150 kali dalam setahun. Sementara, sepanjang 2005-2012 di era kepemimpinan SBY, kekerasan terdahap kaum minoritas meningkat sebanyak 14.083 kasus.

- Kekuasaan SBY sejak tahun 2004 hingga sekarang, telah terjadi 618 konflik agraria di seluruh wilayah Republik Indonesia, dengan areal konflik seluas 2.399.314,49 hektar, sedikitnya lebih dari 731.342 KK harus tergusur dari tanahnya, menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik berkepanjangan. Sebaran konflik agraria ini terjadi di 28 provinsi, 350 kota/kabupaten dan 750 desa/kecamatan. Korban langsung akibat pengunaan cara-cara represif dan barbar yang telah dilakukan oleh aparat kepolisian dan militer dalam penanganan konflik dan sengketa agraria yang melibatkan rakyat di desa, kota dan komunitas adat telah mengakibatkan 941 orang ditahan, 396 mengalami luka-luka, 63 orang diantaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, serta meninggalnya 44 pejuang-pejuang agraria di wilayah-wilayah konflik tersebut selama periode 2004 – 2012. (Laporan Akhir Tahun Konsorsium Pembaruan Agraria, 2012) .

5. Kekuasaan Elit terus melakukan perampasan upah buruh dan hak bekerja secara layak

- Januari 2013, Suryamin menjelaskan secara rill, upah memang menurun dikarenakan lebih kecil dari inflasi Desember sebesar 0,54 persen. "Karena lebih kecil dari inflasi, maka secara riil turun 0,14 persen," jelasnya.

- Sedangkan, untuk upah nominal harian buruh bangunan naik 1,08 persen dari Rp66.279 menjadi Rp66.998. Meski demikian, jika dilihat secara riil upah mengalami kenaikan sebesar 0,54 persen.

6. Kekuasaan Elit terus melakukan perampasan tanah rakyat dan penggusuran

- Sepanjang kekuasaan Soeharto mulai 1967 hingga kekuasaan rezim SBY sampai tahun 2012 Konsorsium Pembaruan Agraria menemukan 2371 konflik agraria yang bersifat struktural. Sawit Watch juga menyebutkan sekitar 660 kasus terjadi di perkebunan kelapa sawit, dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat konflik agraria sektor perikanan sepanjang 2012 melibatkan sekitar 60.000 nelayan.

7. Kekuasan Elit terus mendikriminasikan perempuan, dan bahkan ikut melakukan kekerasan terhadap perempuan

8. Kekuasaan Elit merampas hak hidup rakyat---jaminan pangan, kesehatan, perumahan dan pendidikan.

9. Kekuasaan Elit menghancurkan alam sebagai sumber kehidupan manusia

Maka, jalan keluarnya adalah :

KEKUASAN EKONOMI POLITIK BORJUIS HARUS DIGANTI DENGAN PERSATUAN PERJUANGAN RAKYAT

Dengan fakta-fakta di atas, maka tidak ada jalan lain bagi rakyat Indonesia – Jika ingin sejahtera, adil, beradab, dan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kekuasaan borjuis harus diganti dengan Persatuan Perjuangan Rakyat yang anti Penghisapan kaum modal yang akan mampu menghadirkan keadilan produksi bagi rakyat Indonesia

Persatuan Perjuangan Rakyat adalah cara berpolitik rakyat yang dilaksanakan dengan tegas dalam bentuk tindakan dan program-program demi menjawab problem pokok rakyat, yakni rakyat pada waktu ini ialah tidak mau dijajah lagi, karena telah diproklamirkan kemerdekaan dan konsekuensinya adalah mengusir musuh, melawan tiap bentuk penindasan yang berkembang di Republik ini, tentu saja menegaskan program-program kerakyatan yang anti penindasan dan pengisahapan dengan menampilkanya di dalam bentuk kebijakan nasional.

Tentu saja, agar rakyat sanggup membangun kekuasaan politiknya maka langkah pertama yang harus dilakukan oleh Rakyat Indonesia adalah mempersiapkan dan membentuk sebuah alat perjuangan politik secara nasional yang terutama berlandaskan kekuatan kaum Buruh bersama kaum Tani, kaum miskin kota, pemuda-pemudi, dan seluruh rakyat yang menghendaki perubahan mendasar di Republik ini.

Mungkin bagi sebagian orang –apalagi oleh Kaum Elit—kesanggupan rakyat membangun alat perjuangan politik adalah sesuatu yang mustahil. Namun, kebangkitan pergerakan buruh Indonesia di tahun-tahun belakangan ini terutama ketika terjadi pemogokan nasional 03 Oktober 2012 dan perlawanan kaum tani yang militan diberbagai daerah juga perlawanan kaum miskin kota serta perlawanan pemuda-pemudi (terutama mahasiswa) sejatinya merupakan energi yang sangat besar untuk melahirkan sebuah alat politik rakyat.

Sikap Kaum Buruh Dan Rakyat Indonesia terhadap Pemilu Elit 2014

Pemilu yang seyogyanya dapat menghadirkan “wakil rakyat” ternyata juga jauh dari tujuan “perwakilan” sesungguhnya karena mereka lebih tepat disebut sebagai wakil kaum modal dalam struktur parlemen borjuis. Maka sangat wajar, jika mereka yang menggadang-gadang diri sebagai wakil rakyat terpilih tidak menjalankan perannya. Pemilu hanya sebatas prosedural, parpol dijadikan kendaraan politik untuk kekuasaan dan mempertegas tata kuasa dominasi kaum modal di republik. Skandal korupsi kelas hiu yang menyeret anggota legislatif dalam dua tahun terakhir menjadi salah satu bukti dari tidak berjalannya fungsi perwakilan sejatinya.

Adalah sebuah taktik yang keliru dalam situasi sekarang—jika ini dianggap taktik--ketika kaum aktivis gerakan dan kalangan rakyat menjadi calon legislative atau masuk dalam struktur dan menjadi anggota partai Elit yang jelas-jelas menindas rakyat.

Menjadi anggota DPR/DPRD dengan “menumpang” pada partai penindas, sejatinya justru menguatkan penindasan itu sendiri, sebab partai-partai penindas ini akan menggunakan trade record para aktivis yang baik sebagai bumper untuk menutupi kejahatan-kejahatan mereka di masa lalu—ataupun yang akan mereka lakukan di masa depan—sehingga rakyat masih bisa ditipu untuk mendukung partai-partai penindas ini.

Itulah sebabnya, Sekber Buruh tidak akan memberikan dukungan dalam bentuk apapun terhadap semua partai—yang nota bene semuanya adalah partai bandit--dalam pemilu 2014 nanti.

Sekber Buruhpun tidak mengambil jalan sekedar GOLPUT— yang tidak punya pengaruh politik, selain sekedar masuk sebagai catatan, karena sebasar apapun angka GOLPUT, tetap saja kekuasaan yang terbentuk melalui pemilu 2014 dianggap sah dan legitimit--

Lalu apakah parpol tidak dibutuhkan di negeri ini? Jawabannya parpol tetap dibutuhkan terlebih dalam sistem demokrasi dalam pengertian yang sesungguhnya, parpol memegang peranan penting. Di Indonesia, keberadaan parpol cenderung hanya sebagai peserta pemilu. Parpol parpol yang (relatif) baru mesti mengeluarkan dana yang terhitung besar agar dapat mempertahankan eksistensinya di dunia politik. Mulai dari menyiapkan kepengurusan di setiap provinsi di Indonesia dan 75% dari jumlah kabupaten/kota dan paling sedikit 50% dari jumlah kecamatan pada kabupaten/kota yang bersangkutan dan termasuk proses pendaftaran parpol menjadi badan hukum.

Momen yang paling menentukan adalah pendaftaran parpol ke KPU sebagai peserta pemilu. Bagi yang lolos verifikasi, pertarungan masih belum selesai, sementara bagi yang gagal, pilihannya hanya dua, berhenti total atau berusaha terus dengan melakukan merger diantara sesama parpol yang gagal. UU parpol yang ada saat ini sangat kuat mengkondisikan parpol didirikan hanya untuk kepentingan pemilu semata. Dengan prasyarat yang disebutkan diatas, persoalan utama dan pertama yang dipikirkan adalah besarnya dana yang dibutuhkan untuk mendirikan parpol.

Sehingga pendirian parpol tidak didasarkan pada ideologi mendasar yang ingin menjawab berbagai persoalan pokok terutama yang membelit rakyat. Negeri ini tidak mengkondisikan sebuah parpol berdiri agar bisa bekerja untuk rakyat tanpa harus dipusingkan dengan persoalan administrasi yang cenderung memberatkan. Tetapi hal tersebut sengaja di-luput-kan begitu saja oleh mereka yang berada dalam posisi pemegang kekuasaan. Kebijakan yang berkaitan dengan pendirian parpol selalu saja menguntungkan pihak-pihak yang memiliki modal besar dalam berpolitik.

Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera.

Hanya dengan Persatuan Perjuanganlah program-program mendesak ini bisa dijalankan dan menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Antara lain:

1. Buka ruang demokrasi yang seluasnya bagi rakyat.

2. Rombak UU dan Kebijakan lainya yg pro pasar menjadi Pro Rakyat.

3. Nasionalisasi Aset aset vital untuk rakyat.

4. Industrilaisasi Nasional dibawah kontrol rakyat.

5. Pembaruan Agraria.

6. Pendidikan, Kesehatan dan Transportasi Gratis.

7. Laksanakan Politik Upah Layak Secara Nasional.

8. Hapuskan Sistem Kerja Kontrak dan Outsourching.

9. Perumahan layak dan gratis bagi rakyat.

10. Buka lapangan kerja seluasnya untuk rakyat.

SERUAN KITA,

LAWAN KAPITALISME, GULINGKAN ELIT POLITIK BOURJUASI,

BANGUN KEKUATAN POLITIK RAKYAT.