dana mogokUntuk bisa membuka jalan ke revolusi, kita harus membangun organisasi revolusioner dengan tradisi Bolshevik. Dengan disiplin yang ketat, kita harus menetapkan gol-gol kita yang dipandu dengan perspektif politik yang jelas. Ide-ide fundamental dan metode organisasi yang merujuk pada partainya Lenin dan Trotsky adalah fondasi dari mana kita akan membangun organisasi. Sebuah organisasi adalah seperti gedung yang tinggi, yang memerlukan sebuah blueprint yang detail dan fondasi yang kuat. Salah satu pilar dari fondasi tersebut adalah keuangan yang independen.

Masalah keuangan adalah masalah politik. Perspektif politik memandu program organisasi kita, dan program organisasi kita lalu memandu seberapa besar keuangan yang kita butuhkan. Mencetak koran, pamflet/booklet, mengelola website, menerbitkan buku, menggaji fulltimer, menyewa sekretariat dan membeli mesin cetak, semua ini adalah kebutuhan riil dari organisasi revolusioner. Mereka akan jadi tolak ukur riil seberapa maju organisasi telah melangkah dan meluaskan pengaruh gagasannya di massa rakyat pekerja.

Keuangan independen lewat iuran anggota adalah tradisi yang harus dihidupkan kembali di tengah gempuran dana-dana NGO yang menghantui banyak organisasi kiri dan serikat-serikat buruh. Dulu, gerakan di era sebelum 65 punya tradisi keuangan yang begitu progresif. Gairah berorganisasinya pun lebih terlihat. Kaum buruh dan tani sebagian besar terlibat dalam organisasi dan membiayai organisasi-organisasi mereka dari kantongnya sendiri. Hal itu bisa dilihat dari seberapa masifnya penerbitan-penerbitan koran, pamflet dan sejenisnya. Namun tradisi itu sudah mati. Lebih dari 30 tahun sejak lahirnya Orde Baru, gerakan terputus dengan tradisi keuangan yang progresif tersebut.

Memang benar, tidak ada organisasi yang bebas dari kungkungan kapitalisme. Benar pula, butuh waktu untuk menghidupkan tradisi keuangan independen yang telah terkubur begitu lama. Tapi bukan berarti ini adalah hal yang sulit dan tidak bisa dilakukan. Bila bukan sekarang, kapan lagi kita memulai sebuah pembangunan tradisi finans mandiri yang menjadi fondasi berdirinya organisasi revolusioner?

Semaoen, dalam bukunya Penuntun Kaum Buruh yang ditulisnya lebih dari 90 tahun lalu (1920), sadar, bahwa modal pergerakan untuk memajukan organisasinya tidak datang dari langit, tapi dari kantong anggota-anggotanya. Keperluan untuk memperluas pengaruh organisasi dan mencapai gol-gol perjuangan pertama-tama datang dari kesadaran anggota untuk membayar iuran. Untuk itulah, bendahara organisasi tidak sekedar bertugas mengumpulkan iuran, namun juga memberikan perspektif politik tentang pentingnya iuran anggota dan upaya yang tengah dilakukan untuk membangun fondasi dan tradisi revolusioner tersebut. Walaupun Semaoen menulis mengenai tradisi finans serikat buruh, tetapi hal yang sama juga benar – bahkan seribu kali lebih benar – untuk organisasi revolusioner.

Akan sia-sia saja jika gol iurannya besar tapi tidak dijalankan secara reguler, apalagi tanpa pemahaman politik yang jelas mengapa anggota harus membayar iuran. Dalam kebanyakan kasus di dalam serikat buruh, anggota-anggota yang relatif baru, justru mengira bahwa dengan membayar iuran, mereka tidak perlu terlibat dalam aktivitas serikat buruh seperti rapat, aksi dan aktivitas lainnya. Dengan kata lain, anggota-anggota ini menganggap bahwa serikat buruh adalah sekedar badan advokasi kasus-kasus perburuhan. Di sisi lain, kita temui begitu banyak aktivis yang siap mengorbankan segala sesuatunya demi gerakan, bahkan nyawa mereka, tetapi tidak mampu membayar iuran secara reguler dan tidak mampu, atau lebih tepatnya tidak paham akan pentingnya membangun tradisi finans mandiri yang disiplin.

Apa saja yang akan kita capai dengan keuangan revolusioner adalah tergantung dari tujuan didirikannya sebuah organisasi. Kita menetapkan target-target yang dapat menjadi tolak ukur kemajuan kita dan target-target ini adalah turunan dari perspektif politik organisasi.  

Pertama, koran. Lenin dalam tulisannya, “Darimana Kita Mulai”, sedari awal menekankan pentingnya alat agitasi dan propaganda:

“.....titik tolak kegiatan kita, langkah pertama menuju organisasi yang dicita-citakan, atau, mari kita katakan, jalan utama yang, bila diikuti, memungkinkan kita secara pasti untuk mengembangkan, memperdalam dan memperluas organisasi tersebut, ialah pendirian sebuah koran politik yang menjangkau seluruh Rusia. Apa yang kita butuhkan adalah koran”.

Masih pada tulisan yang sama:

“Dengan bantuan koran dan melalui koran, sebuah organisasi yang permanen akan berkembang secara alamiah. Organisasi ini akan berperan tidak hanya pada aktivitas lokal, tetapi dalam pekerjaan umum yang reguler, dan akan melatih para anggotanya untuk mengamati peristiwa-peristiwa politik secara telaten, mengukur pengaruh mereka pada berbagai lapisan rakyat dan mengembangkan taktik-taktik efektif bagi partai revolusioner itu untuk mempengaruhi peristiwa-peristiwa tersebut...”

Saat Lenin menulis tulisan ini pada 1901, kaum buruh Rusia terpencar-pencar di banyak wilayah dan sulit untuk mengorganisir mereka tanpa koran. Hal yang sama bisa kita lihat di Indonesia dengan jumlah 250 juta penduduk. Koran politik kita akan dapat menjangkau mereka dan membawa mereka melompati gagasan-gagasan umum. Koran semacam ini akan selalu bicara tentang perjuangan kelas, jalan menuju revolusi, dan pengalaman-pengalaman perjuangan gerakan buruh.

Namun, koran ini tidak akan bertahan lama tanpa dukungan dari keuangan revolusioner yang independen dari kantong anggota organisasinya. Secara riil kita membutuhkan biaya untuk pencetakan koran dan mengirim koran-koran yang sudah cetak ke daerah-daerah tempat kita mengorganisir. Sama halnya seperti website, pamflet, booklet dan selebaran, semuanya dimaksudkan untuk memenangkan massa ke sisi kita. Namun tidak cukup hanya memenangkan, namun juga mendorong mereka untuk bergerak lebih jauh atas dasar ide-ide ini. Koran akan berperan sebagai jembatan antara teori dan praktek. Menggabungkan pengalaman-pengalaman perjuangan, menghadirkan apa yang prinsip dan memandu tugas-tugas berikutnya. Pekerjaan penting ini tidak bisa dilakukan secara kontinu bila tidak ada dukungan finans yang kuat dan tradisi yang mendalam dari sebuah Partai.

Capaian selanjutnya dari organisasi politik yang serius adalah memiliki fulltimer (staf penuh organisasi). Tanpa fulltimer, atau seorang revolusioner profesional, sebuah organisasi akan terus menjadi sebuah organisasi amatiran. Seorang fulltimer partai revolusioner adalah seorang kader yang paling tertempa secara ideologi dan organisasional. Ia bukanlah ‘bos’, dan bukan pula seorang aktivis yang berayun dari satu kampanye ke kampanye lain. Ia juga bukan seorang kamerad yang lebih aktif dari semua kamerad lain. Seorang fulltimer bukan seorang petugas administrasi, dan bukan pula pemimpin divisi advokasi.

Tugas fulltimer terutama adalah melatih kamerad-kamerad lainnya, sembari meningkatkan level politiknya sendiri. Ia harus bisa melatih kamerad-kamerad lainnya, terutama secara ideologi, agar mereka mampu membangun organisasi tanpa bantuan darinya. Dengan kata lain, seorang tugas Fulltimer adalah bukan membuat dirinya tidak tergantikan, tapi untuk memastikan bahwa dia menjadi bisa-tergantikan setelah satu periode tertentu.

Pada tulisan yang sama, “Penuntun Kaum Buruh, Bab X: Propaganda dan Pengurus Yang Terlantar”, Semaoen mengingatkan kita mengenai pentingnya fulltimer. Walaupun dia berbicara mengenai fulltimer untuk serikat buruh tetapi hal yang sama juga benar untuk partai revolusioner:

“Serikat-serikat buruh yang .... tidak menyediakan uang untuk membayar pemimpin yang merdeka [baca: fulltimer], akan cepat mati atau menjadi kurus dan terus sakit-sakitan. Pemimpin tersebut bekerja rangkap untuk mempertahankan hidupnya, sehingga ia tidak mendapat mengurus organisasi secara baik.”

Yah, tanpa fulltimer, sebuah partai akan cepat mati atau menjadi kurus dan terus sakit-sakitan.

Ada keperluan untuk melakukan perombakan besar-besaran dalam cara kita mendanai organisasi revolusioner. Cara-cara lama harus segera ditinggalkan, terutama kebiasaan mendapatkan dana dari NGO atau organisasi semacamnya (dan bahkan juga dari seorang dua orang donatur kaya misalnya). Dana NGO biasanya datang dengan syarat-syarat yang mengikat. Tetapi, bahkan bila dana ratusan juta dari NGO mungkin saja tidak memiliki ikatan yang membatasi kerja revolusioner kita, metode pendanaan semacam ini tidaklah kondusif untuk membangun tradisi keuangan yang mandiri di antara anggota. Ia menciptakan ketergantungan dan mentalitas cari jalan pintas. Lebih baik kita mendasarkan organisasi kita pada sepeser dua peser dari kantong anggota-anggota kita, karena dengan demikian organisasi dipaksa untuk menaruh perhatian yang sangat besar pada profesionalisasi finans dan pada pendidikan politik anggota supaya mereka paham akan pentingnya iuran. Dengan demikian partai memiliki sense of proportion, yakni tidak tampak besar di permukaan karena suntikan dana ratusan juta dari luar tetapi sebenarnya kopong di dalam. Situasi finans organisasi jadi alat ukur atau indikator yang akurat akan keadaan organisasi yang sebenarnya.

Dalam kata lain, tidak ada jalan pintas, tidak peduli bahkan bila jalan pintas tersebut tampak tidak berbahaya. Dana NGO yang kita tolak hari ini adalah harga yang harus kita bayar untuk bisa membangun organisasi revolusioner yang akan mampu menumbangkan kapitalisme. Hanya dengan keuangan yang independen, dan tradisi yang begitu mengakar, yang akan membawa kita lebih dekat pada pembangunan Partai dan cita-cita penumbangan kapitalisme, dan membawa sosialisme ke bumi Indonesia dan mengantarkan kaum proletariat untuk siap merebut kekuasaan. Tentunya tradisi dan metode finans yang mandiri bukanlah obat ajaib yang akan menyelesaikan semua permasalahan yang ada. Seperti yang kita katakan di atas, masalah finans adalah masalah politik. Ini berarti kita harus memiliki gagasan politik yang tepat, yang menjadi landasan organisasi.