facebooklogocolour

 

Revolusi 1905Celakalah Mereka yang Kalah

Orang Romawi kuno punya satu pepatah yang mengerikan untuk nasib orang-orang yang mereka taklukkan: “Vae victis!” – “Celakalah mereka yang kalah!” Nasib rakyat pekerja di setiap revolusi yang dipatahkan dalam sejarah mengkonfirmasikan pengamatan yang suram ini. Revolusi 1905 bukan pengecualian. Segera setelah rejim Tsar merasa bahwa bahaya sudah lewat, mereka langsung meningkatkan represi. Janji-janji demokratik dari Manifesto Oktober dengan cepat dibuang ke tong sampah. Rejim teror yang berdarah-darah diluncurkan di mana-mana – di daerah Baltik, Polandia, Kaukasus. Tentara rejim melakukan ekspedisi militer dari desa ke desa untuk menyebar teror, membunuh, memerkosa, dan membakar rumah-rumah. Orlando Figes menulis: “Dicekoki dengan Vodka, pasukan Cossack melakukan kekejaman-kekejaman yang mengerikan terhadap populasi tani. Perempuan dan gadis muda diperkosa di depan mata keluarga mereka. Ratusan petani digantung di pohon tanpa pengadilan. Secara keseluruhan, diperkirakan rejim Tsar mengeksekusi 15.000 orang, menembak atau melukai setidaknya 20.000 orang dan mendeportasi atau mengasingkan 45.000, dari pertengahan Oktober 1905 sampai pada pembukaan Duma pada April 1906.”

Selama berbulan-bulan, kegilaan reaksi menyebar bak api liar. Sampai pada April 1906, selain 15.000 yang telah ditembak mati atau digantung, 75.000 mendekam di penjara. Kereta-kereta khusus yang dijaga oleh pasukan eksekusi Tsar merayap di atas rel kereta Moskow-Kazan, menuju ke kedalaman Siberia yang dingin beku, untuk meluncurkan balas dendam yang kejam terhadap buruh. Kaum Bolshevik menderita lebih parah daripada tendensi-tendensi lain, karena mereka memiliki lebih banyak buruh militan revolusioner. Organisasi mereka di antara buruh kereta api Siberia disapu bersih. Di antara mereka yang terbunuh adalah A.I. Popov, anggota komite pusat dan pemimpin gerakan revolusioner di Siberia. Baris-baris berikut ini, yang ditulis untuk ibunya dari sel penjara, menyampaikan semangat para pejuang ini: “Saya meninggalkan dunia yang gelap dan penuh penindasan ini dengan perasaan yang damai, [karena saya telah] membuka jalan bagi generasi yang lebih muda. Bila kami telah meraih pencapaian sedikit saja, mereka akan menyelesaikan apa yang telah kami mulai. Saya mati dengan penuh keyakinan kalau tubuh-tubuh kami akan menyediakan fondasi yang kokoh yang mana di atasnya akan bangkit sebuah masa depan yang lebih baik bagi tanah airku yang telah lama menderita.”[2]

Di bawah pukulan keras reaksi, organisasi-organisasi Sosial Demokratik perlahan-lahan remuk. Banyak aktivis yang ditangkap atau dibunuh. Yang lainnya harus bersembunyi, keluar kota atau mengasing ke luar negeri. Untuk mencekik revolusi dengan lebih cepat, pemerintah menggunakan tenaga-tenaga tambahan yang direkrut dari barisan lumpenproletariat, yang disebut Marx sebagai “sampah yang membusuk”, yang lebih dari sekali telah digunakan untuk kontra-revolusi. Geng-geng Black Hundred menyebar teror ke desa-desa, biasanya dalam bentuk pogrom anti-Yahudi.

Kerensky, yang saat itu bekerja sebagai pengacara dan kadang-kadang membela para aktivis revolusioner yang tertangkap, mengingat bahwa: “Reaksi setelah Revolusi 1905 berlangsung dari akhir 1906 sampai awal 1909. Setelah pemberontakan-pemberontakan tani dan lainnya telah diremukkan oleh ekspedisi militer, rejim lalu memburu apa yang tersisa dari organisasi-organisasi revolusioner, yang disebut geng-geng kriminal oleh rejim. Para korban diserahkan ke pengadilan militer. Ini adalah kampanye teror yudisial yang sistematis.” Banyak kasus politik yang diadili oleh mahkamah militer daerah. Kepala jaksa militer saat itu, Jenderal Pavlov, adalah seorang yang kejam. Ia mengharapkan para hakim untuk memenuhi “tugas” mereka tanpa memperhatikan argumen pembelaan dari yang tertuduh. Pavlov tidak selamat untuk lama. Karena tahu akan ada usaha pembunuhan atas dirinya, dia sangat berhati-hati. Dia tidak pernah meninggalkan gedung Pengadilan Militer. Dalam gedung ini dia punya sebuah apartemen dengan pekarangan yang dikelilingi pagar tinggi. Ini tidak menyelamatkannya. Dia mati oleh peluru seorang teroris di pekarangannya sendiri. Tetapi terorisme individual adalah usaha yang impoten untuk melawan negara. Seorang penjabat yang reaksioner digantikan oleh pejabat reaksioner lainnya. Represi ditingkatkan lebih lanjut.

Balas dendam yang terutama keji dihantarkan ke daerah Baltik seperti Latvia dan Estonia, dimana pemberontakan buruh dan tani dalam melawan para tuan tanah Jerman sangatlah besar. Dimulai pada September [1906], dalam 6 bulan ekspedisi militer Tsaris membunuh 1200 orang, menghancurkan puluhan ribu rumah, dan memecut ribuan buruh dan tani. Pada akhir 1906 dan awal 1907, pengadilan Republik Tukum diselenggarakan di Riga. 15 tentara pasukan berkuda dibunuh selama pemberontakan di Tukum pada 1905. Kerensky, salah satu pengacara yang membela para tertuduh, mengingat apa yang terjadi. Seorang jenderal bernama Koshelev, salah satu hakim militer khusus di provinsi-provinsi Baltik, memimpin persidangan ini. Dia adalah seorang sadis yang punya kebiasaan melihat foto-foto pornografi selama proses pengadilan dimana yang tertuduh dapat dihukum hati. Selama pengadilan, menjadi jelas kalau Koshelev tidak tertarik untuk mencari kebenaran, tetapi hanya ingin memilih 15 orang dari para terdakwa sebagai balas dendam untuk tentara pasukan kuda yang mati. Semua 15 orang itu digantung.  Tsar sangatlah gembira dengan hasil dari ekspedisi di Baltik ini dan memuji para perwira mereka karena telah “memenuhi tugas mereka dengan sangat baik”.[3]

Kendati semua ini, dibutuhkan waktu 18 bulan untuk sepenuhnya melikuidasi gerakan revolusioner. Sangatlah sulit untuk memadamkan api pemberontakan. Baru saja ketertiban dipulihkan di satu daerah, lalu gerakan berkobar di tempat lain. Lapisan-lapisan yang baru terus memasuki arena perjuangan, sementara yang lain meninggalkan arena, letih dan remuk. Situasinya masih belum jelas sampai pada 1906. Pada awal 1906, gerakan pemogokan masihlah cukup besar, walaupun jumlahnya lebih kecil daripada akhir 1905. Terlebih lagi, dua pertiga dari pemogokan adalah pemogokan politik. Pada musim semi 1906, ada tanda-tanda kalau gerakan akan mengalami kebangkitan yang baru. Pada perempat kedua tahun 1906, gerakan pemogokan masih mengalami pasang naik, dengan 479.000 buruh mogok, lebih dari musim panas 1905. Lagi, ada pemogokan ekonomik dan politik. Dan tidak semuanya berakhir kalah. Dari 222.000 buruh yang melakukan mogok ekonomi, 86.000 menang, 58.000 berakhir dengan kompromi, dan hanya 78.000 yang mengalami kekalahan. Pada akhir musim panas 1906 intensitas gelombang pemogokan tampaknya semakin membesar dan bukannya menurun. Pada 1906 secara keseluruhan ada lebih dari 1 juta buruh yang terlibat dalam aksi mogok.

Apakah kekalahan Desember [1905] menandai titik-balik yang menentukan bagi Revolusi? Apakah garis umum gerakan sedang menanjak atau menurun? Dengan penglihatan ke belakang, jawabannya tampak jelas, tetapi tidak demikian pada saat itu. Gerakan massa tidaklah seragam. Desa-desa tertinggal di belakang kota-kota, dan hanya mulai bergerak dalam skala besar pada 1906. Represi berdarah-darah di desa-desa tidak mencegah meledaknya gerakan-gerakan tani yang baru -- Saratov, Chernigorsk, Kharkov, Mogilev, satu demi satu memasuki arena perjuangan. Salah satu faktornya adalah pulangnya para buruh yang dipecat ke desa-desa. Mantan petani yang terproletarianisasi, yang dididik di pabrik-pabrik dan tertempa oleh pengalaman pemogokan dan insureksi, menjadi pemicu gerakan di desa-desa dan mempengaruhi saudara-saudari desanya. Dengan hikmah penglihatan-ke-belakang (bentuk hikmah yang paling murah), ini hanyalah sisa-sisa gema dari sebuah gerakan yang telah melewati puncaknya. Tetapi ini sama sekali tidak jelas bagi mereka-mereka yang aktif berjuang pada saat itu. Terutama sayap gerakan yang paling revolusioner dan konsisten, yang diwakili oleh kaum Bolshevik, tidak terburu-buru ingin menandatangani akta mati Revolusi ini.

Kelas buruh masih punya kekuatan cadangan lainnya. Masalah kebangsaan, seperti yang diperkirakan oleh Lenin, dengan cepat terdorong ke depan dan menjadi sangat intens. Ketidakadilan nasional yang telah lama membara bagai api dalam sekam meledak di Polandia, Finlandia, Kaukasus, dan daerah Baltik. Semua ini membuat Lenin percaya bahwa revolusi belumlah menghabiskan potensinya. Pemahaman yang terperinci akan situasi yang ada, dinamika internal dan perspektifnya, adalah hal yang teramat penting supaya bisa mengedepankan taktik-taktik dan slogan-slogan yang tepat, guna menjaga dan memperkuat ikatan antara massa dan kaum pelopor proletariat. Tetapi tugas ini, yang memang tidak pernah mudah, menjadi seribu kali lebih sulit di tengah bara api revolusi, ketika mood massa dapat berubah secepat kilat. Pertanyaan inilah – “kita sedang melalui tahapan apa?” – yang memprovokasi konflik-konflik tajam di antara kaum revolusioner pada periode ini. Di antara kelas buruh ada mood-mood yang kontradiktif. Dapatkah gelombang revolusioner di desa memantik lagi gerakan di kota? Lenin tidak memiliki jawaban yang jelas untuk pertanyaan ini. Jelas Lenin menganggap bahwa ini adalah hal yang mungkin, dan merumuskan taktik-taktiknya sesuai dengan perspektif ini.

Perjuangan Melawan Pengangguran

Selama 1906, kelas buruh menemukan dirinya dalam posisi yang semakin hari semakin sulit. Mereka menghadapi tidak hanya represi fisik tetapi juga terorisme ekonomi. Setelah menenangkan diri mereka, kaum kapitalis segera menyerang dan membalas dendam untuk rasa takut yang mereka derita. Dengan lockout dan pemecatan para kapitalis merebut kembali pencapaian-pencapaian yang sebelumnya dimenangkan oleh buruh. Di situasi seperti ini, kita harus menggunakan setiap kesempatan, tidak peduli sekecil apapun, dan menggunakan setiap celah legalitas. PBSDR harus memberikan perhatian serius pada setiap organisasi legal yang dapat memberi mereka platform untuk agitasi dan propaganda: perhimpunan asuransi buruh, perhimpunan pendidikan, perhimpunan budaya, dsb. Yang terutama sangat krusial adalah kerja dalam serikat buruh. Terdorong ke posisi defensif, buruh lalu masuk ke serikat-serikat buruh legal. Ada peningkatan besar dalam jumlah anggota serikat buruh. Pada awal 1907, ada lebih dari 600 serikat buruh di Rusia, dengan 245.000 anggota. Di pihak lain, pengangguran menyebar karena krisis ekonomi, dan ini mengedepankan masalah lapangan pekerjaan di antara kaum penganggur.

Kaum kapitalis meluncurkan tindakan balas dendam yang keji guna menghancurkan pencapaian-pencapaian yang dimenangkan oleh buruh selama revolusi. Ada pemecatan massal yang menyentuh semua sektor dari 1907 sampai 1909. Sampai pada Januari 1908, 36 persen buruh di industri teknik telah dipecat. St. Petersburg Metal menutup pabriknya; galangan kapal Neva memecat 300 buruh pada 1908 dan 700 pada 1909. Pukulan terbesar dirasakan oleh lapisan buruh yang lebih terampil, terutama mereka-mereka yang berada di bawah pengaruh Sosial Demokratik. Kelompok yang kunci ini telah diawasi oleh para kapitalis selama lockout Oktober 1905, dan terus sampai April 1906. Lockout ini, yang diorganisir oleh kaum kapitalis St. Petersburg dan bersekongkol dengan otoritas, dilakukan dengan tujuan memberikan pelajaran keras kepada buruh St. Petersburg, dan terutama para pemimpin mereka.

Di bawah kondisi PHK massal menyusul kekalahan Desember [1905], perjuangan melawan pengangguran menjadi sangat penting. Kaum Sosial Demokrat berhasil mengorganisir sebuah gerakan melawan pengangguran, terutama di St. Petersburg dan juga sentra-sentra industri lainnya, seperti Moskow dan Odessa. Sementara kebanyakan sentra-sentra industri lainnya sudah diremukkan pada akhir 1906, gerakan di St. Petersburg hanya berhasil dipatahkan oleh polisi dan intel pada 1908. Di Petersburg, sebuah “dewan buruh penganggur” (Soviet bezrabotnykh) dibentuk oleh kaum Sosial Demokrat lokal, tetapi sejak awal soviet ini selalu terhubungkan dengan buruh-buruh  yang bekerja. Buruh dari pabrik-pabrik besar mengirim perwakilan mereka ke soviet ini. Dewan-dewan buruh penganggur yang lain dibentuk di Tiflis, Moskow, Tver, Kostroma, Kharkov, Baku, Taganrog. Tetapi yang menjadi panutan untuk yang lainnya adalah Dewan Buruh Penganggur St. Petersburg.

Kerja Dewan Buruh Penganggur Petersburg terdokumentasi dalam sebuah pamflet berjudul “Dewan Buruh Penganggur di St. Petersburg 1905” yang ditulis oleh seorang buruh Bolshevik, Sergei Malishev. Dia memainkan peran aktif dalam gerakan kaum buruh penganggur dan dipilih sebagai ketua Soviet Deputi Buruh di Kostroma pada 1905. Asal mula dewan ini dapat ditemui dari peristiwa-peristiwa pada 1905 ketika kaum kapitalis menggunakan senjata lockout untuk melawan gerakan pemogokan. Menyadari bahwa satu-satunya cara untuk memperjuangkan nasib kaum penganggur adalah dengan menghubungkan mereka dengan para buruh di pabrik-pabrik, maka Soviet Buruh Petersburg membentuk sebuah komisi pengangguran, dengan departemen-departemen terbuka di semua distrik buruh Petersburg. Kemudian komisi ini mengadopsi resolusi dari Soviet Buruh agar mengambil 1 persen dari gaji semua buruh untuk buruh yang menganggur. Mereka juga mengorganisir koleksi dana sukarela di semua pertemuan. Dengan demikian, perjuangan kaum penganggur secara erat terikat dengan perjuangan saudara-saudari mereka yang masih bekerja. Posisi ini, yang merupakan taktik utama Marxis dalam berjuang melawan pengangguran, diusulkan oleh Lenin. Menarik untuk melihat sikap Lenin terhadap kampanye pengangguran. Ketika Lenin mendengar mengenai inisiatif kampanye ini, dia awalnya merasa ragu kalau Dewan Pengangguran akan bisa memenuhi programnya dengan sendirinya.

“‘Melalui organisasi ini sendiri saja,’ kata Lenin, ‘kau tidak dapat mempengaruhi kaum borjuasi; kau tidak akan cukup kuat, dan para buruh penganggur juga mungkin tidak akan bisa mengembangkan kerja ini di atas basis kelas proletarian yang luas. Oleh karenanya, kau harus segera memperluas Dewan Pengangguran ini untuk mengikutsertakan perwakilan dari buruh-buruh yang bekerja di semua pabrik di St. Petersburg. Kau harus mulai beragitasi mengenai isu ini di pabrik-pabrik, dan segera menggelar pemilihan untuk perwakilan-perwakilan ini. Dewan Pengangguran harus terdiri dari tidak hanya 30 perwakilan kaum penganggur, tetapi 100 atau 150 perwakilan dari semua distrik, dari semua pabrik. Ini akan memberi kaum pengangguran sebuah badan kepemimpinan proletar yang sejati yang mampu secara berhasil menekan Duma Kota dan kaum borjuasi secara umum’.” Usulan Lenin untuk menghubungkan perjuangan kaum penganggur dengan perjuangan buruh yang masih bekerja diterima oleh Dewan dan membentuk basis dari taktik-taktiknya.

Dewan Buruh Penganggur St. Petersburg memimpin gerakan pengangguran, dimulai dengan mendaftar semua buruh yang terkena lockout. Menurut Malishev: “Pendaftaran ini mengungkapkan sebuah fakta yang menarik – bahwa 54 persen buruh yang terkena lockout adalah buruh yang sangat terampil, yakni buruh metal; 18 persen adalah tukang kayu, tukang batu, dan pekerjaan-pekerjaan terampil lainnya; dan hanya 21 persen adalah buruh biasa. Angka ini menunjukkan bahwa kaum kapitalis melepaskan amarah mereka pada mereka-mereka yang berjuang di barisan depan kelas buruh.”[4] Lapisan buruh yang paling terampil adalah lapisan yang sengaja diserang, dan fakta ini tercatat dengan baik. Sebuah survei yang dilakukan oleh Serikat Buruh Metal menunjukkan bahwa pada 1908 para kapitalis menggunakan dalih krisis ekonomi untuk memecat buruh-buruh metal yang paling terampil, digaji paling baik, dan bekerja paling lama, yang dianggap – dan anggapan ini tidak salah sama sekali – sebagai lapisan yang paling militan. Mendasarkan dirinya pada materi ini dan yang lainnya, Robert McKean menyimpulkan:

“Mereka melempar ke jalanan orang-orang yang tua, yang pesakitan, dan juga ‘para pembuat onar’. Selama 1908, pemecatan dan pembersihan personel menyebar ke industri tekstil dan percetakan. Pemotongan upah sebesar 30 persen atau lebih menyebar ke seluruh industri berat dan ringan pada tahun-tahun 1907 sampai 1911. Di antara buruh pembuat alat pengukur tekanan, di pabrik metal dan casting Langenzippen, upah dipotong setengah; di antara buruh mesin uap di galangan kapal Baltik, 40 persen. Komisi-komisi atau komite-komite buruh dibubarkan (seperti di galangan kapal Neva); perwakilan-perwakilan buruh ditangkap atau dipecat (di pabrik pipa); pertemuan buruh dilarang (pabrik metal St. Petersburg). Denda dan pemeriksaan, yang sungguh-sungguh dibenci oleh buruh, diperkenalkan kembali di banyak pabrik, sedini tahun 1907 dan 1908 – seperti di Perhimpunan Franco-Rusia, Odner, Galangan Kapal Neval, Pabrik Pipa, Obukhov, San Galli dan Pabrik Metal St. Petersburg. Yang lebih jarang terjadi adalah serangan  langsung terhadap 8 atau 9 jam kerja, pencapaian terbesar buruh dari revolusi.”[5]

Selama tahun 1906, posisi kaum pengangguran menjadi semakin buruk. Malishev memberikan gambaran yang grafik mengenai kondisi buruh penganggur St. Petersburg: “Berjalan di sepanjang jalan Nevsky, kami menyaksikan para borjuasi yang gemuk dan riang. Beberapa dari mereka – yang dari lapisan yang lebih tinggi – duduk nyaman di dalam kereta kuda yang mewah, dengan lambang perisai bangsawan dan dengan satu atau dua kuda yang gagah; yang lain, yang berasal dari lapisan yang lebih rendah, berjalan kaki di sepanjang jalan Gostin. Mereka memasuki toko-toko yang dipenuhi dengan barang-barang mewah, dan keluar dengan barang belanjaan mereka yang banyak. Dan anak-anak mereka, tangan penuh dengan belanjaan ini, pulang ke rumah mereka. Semua yang ada di toko-toko ini, yang diproduksi oleh kaum proletariat, dapat diakses dengan mudah oleh kaum borjuasi. Kami hanya dapat melihat ke dalam toko Soloviev. Kami tidak bisa masuk dan tidak bisa membeli bahkan seperempat pon sosis, karena penjaga toko Soloviev yang gemuk tidak mau menjual dengan jumlah sesedikit itu, dan terlebih lagi harga sosis itu tidak cocok dengan kantong kami. Untuk melepaskan rasa geram, kami mengumpat dengan keras, mengaitkan lengan kami dan memalingkan punggung kami ke Nevsky yang pongah itu. Kami berjalan menyusuri gang-gang yang sempit dan akhirnya, di Jalan Bassein, menemukan sebuah warung yang murah dimana kami berdua menyantap babat sampai kenyang hanya dengan dua kopek.”

Masalah terutama tentunya adalah kebanyakan buruh yang dipecat telah dimasukkan ke daftar hitam. Para “pengacau” ini tidak bisa mendapatkan pekerjaan di manapun. Semua baju dan barang-barang berharga yang mereka dimiliki telah habis dijual atau digadai. Situasi mereka dan keluarga mereka sangatlah mengenaskan. Dana-dana bantuan yang digalang oleh Soviet Buruh terlalu kecil dan tidak mampu mengubah apa pun secara fundamental. Dapur-dapur umum dibuka oleh Soviet Buruh dan sejumlah organisasi liberal di beberapa perkampungan buruh untuk melayani puluhan ribu buruh. Akan tetapi, setelah Manifesto Oktober, kaum liberal yang kaya mulai meninggalkan kegiatan kemanusiaan semacam ini dan mencampakkan buruh. Untuk memerangi masalah pengangguran, kelompok Bolshevik mulai mengorganisir sebuah kampanye untuk mendorong program pekerjaan umum dan tunjangan pengangguran.

Pendekatan kaum Bolshevik terhadap masalah pengangguran diekspresikan oleh seorang kamerad di sebuah kongres, seperti yang dikutip oleh Malishev: “‘Kelompok Bolshevik, yang saya wakili,’ ujar kamerad tersebut, ‘mendukung gerakan pengangguran dan membantu kami mengorganisir diri kami sendiri menjadi sebuah organisasi yang kuat. Kita harus mengorganisir semua kaum penganggur dan membentuk sebuah badan kepemimpinan – Dewan Buruh Penganggur. Dewan ini, dengan bantuan kaum penganggur, harus memulai sebuah perjuangan untuk memperbaiki kondisi kaum pengangguran tidak hanya melalui distribusi makan malam dan 30 kopek per hari, tetapi terutama dengan mendorong Duma [Parlemen] Kota untuk memulai proyek pekerjaan umum skala besar untuk para penganggur. Kaum penganggur bukan pengemis, dan mereka tidak menginginkan sedekah. Mereka menuntut roti dan kerja. Masalah ini harus dipaparkan sedemikian rupa sehingga tuntutan-tuntutan kita ke Duma Kota dapat memperoleh dukungan dari semua buruh di pabrik-pabrik. Kota harus mengorganisir proyek pekerjaan umum. Ada cukup banyak pekerjaan umum yang harus dikerjakan di dalam kota, dan pekerjaan ini diberikan kepada berbagai kontraktor yang menyuap pejabat kota. Buruh yang paling terampil dapat ditemui di antara para penganggur. Mereka dapat melakukan segala macam pekerjaan. Pemerintahan Kota punya sejumlah kontrak kerja yang esensial untuk kepentingan umum; misalnya, pembangunan rel kereta trem. Pemerintah Kota telah memutuskan untuk mengganti trem tenaga kuda dengan trem listrik, dan ini tidak akan bisa dilakukan kalau jalan-jalan tidak diaspal. Ini membuka kesempatan untuk pekerjaan umum bagi kaum penganggur. Kita harus mengambil langkah untuk memastikan agar pemerintahan Kota meluncurkan pekerjaan umum ini, dan oleh karenanya saya mengajukan agar semua proposal yang telah saya kedepankan diadopsi dan segera dilaksanakan, karena kelaparan dan kemiskinan tidak bisa menunggu.”[6]

Untuk mengorganisir kampanye pengangguran, diputuskan untuk membentuk Dewan Buruh Pengangguran dengan melakukan pemilihan di dapur-dapur umum dimana kaum penganggur mendapatkan jatah makan malam mereka. Sekelompok buruh Bolshevik ditugaskan untuk melakukan agitasi di sana dan mengorganisir pemilihan. Dewan Pengangguran merancang sebuah program tuntutan ke Duma Kota. Diputuskan untuk mengikutsertakan 30 delegasi dari pabrik-pabrik besar di Dewan Buruh Pengangguran, dan pemilihan dilaksanakan di antara kaum buruh di semua pabrik. Untuk setiap 250 buruh, dipilih 1 orang delegasi. Mereka membentuk Dewan-dewan Distrik. Dewan-dewan ini menjalankan dapur-dapur umum, menggalang dana dari pabrik-pabrik, mendaftar buruh yang menganggur, menyediakan bantuan materi dan umumnya meluncurkan kampanye mengenai masalah pengangguran, dengan slogan “Roti dan Kerja!” Dewan Buruh Pengangguran mengajukan sebuah petisi ke Dewan Kota St. Petersburg, dan petisi ini ditulis dengan nada yang sangat mendesak. Petisi ini didiskusikan oleh Dewan Buruh Pengangguran, divoting, dan dikirim ke semua pabrik di St. Petersburg dan sekitarnya untuk didiskusikan oleh buruh, yang lalu diminta untuk menandatanganinya.

Petisi tersebut berbunyi: “Karena pengangguran, banyak sekali keluarga buruh yang sekarang tidak memiliki roti. Kami tidak menginginkan sedekah. Kami menuntut pekerjaan. Para kapitalis menolak memberi kami pekerjaan. Mereka beralasan mereka tidak punya kontrak. Tetapi Pemerintahan Kota punya kontrak dan bisa menyediakan pekerjaan bagi kaum pengangguran. Menurut kami, cara Pemerintah Kota menggunakan anggaran sangatlah memalukan. Anggaran publik harus digunakan untuk kepentingan publik dan kebutuhan kami hari ini adalah kerja. Oleh karenanya, kami menuntut agar Duma Kota segera memulai pekerjaan umum. Kami tidak menuntut sedekah, tetapi kami menuntut hak kami dan kami tidak akan puas dengan sedekah. Proyek pekerjaan umum yang kami tuntut harus segera dimulai. Semua kaum penganggur St. Petersburg harus diperbolehkan bekerja; setiap buruh yang menganggur harus menerima upah yang layak. Kami dikirim ke sini untuk mendesak dipenuhinya tuntutan-tuntutan kami. Massa buruh yang mengirim petisi ini tidak akan puas kalau tuntutan-tuntutan ini tidak dipenuhi. Bila kalian tidak mendengarkan tuntutan-tuntutan kami, kami akan melaporkan penolakan kalian kepada para penganggur, dan kalian tidak akan berhadapan dengan kami, tetapi dengan mereka yang mengirim kami, massa buruh penganggur.”[7]

Para agitator dikirim ke semua pabrik-pabrik utama untuk menjelaskan petisi ini. Mereka berbicara dengan buruh saat istirahat makan siang atau saat pergantian shift. Mereka juga mengorganisir pertemuan di depan gerbang pabrik untuk mendiskusikan masalah pengangguran. Setelah pemecatan hanya buruh yang kesadaran kelasnya lebih rendah yang masih bekerja. Kendati demikian, petisi ini mendapatkan dukungan dan simpati luas. Tujuan utama dari kampanye anti-pengangguran ini adalah untuk menghubungkan para buruh penganggur dengan saudara-saudari mereka yang masih bekerja, karena merekalah satu-satunya yang punya kekuatan untuk menyelesaikan masalah mereka. Selain itu, Dewan Buruh Pengangguran mencoba mencari dukungan dari lapisan kelas menengah.

Taktik Revolusioner

 Sementara kaum Bolshevik mendekati perjuangan anti-pengangguran dari sudut pandang revolusioner dan kelas, kaum Menshevik, secara tipikal, mencoba menumpulkan tuntutan-tuntutan gerakan pengangguran agar tidak mengasingkan kawan-kawan liberal mereka. Mereka menuntut dihapuskannya paragraf terakhir petisi tersebut, yang mereka anggap agak bernada mengancam. Mereka juga meminta agar para perwakilan pengangguran jangan memasuki gedung Duma Kota. Mereka juga menentang keras pemilihan perwakilan dari pabrik-pabrik ke dalam Dewan Buruh Pengangguran. Namun, terjadi perpecahan di antara anggota Menshevik, sehingga memberikan mayoritas pada pendukung petisi. Pada 12 April, 1906, 30 perwakilan dari Dewan Buruh Penganggur (15 dari buruh pabrik dan 15 dari para penganggur) diterima di Duma Kota St. Petersburg. Pada saat itu, gelombang revolusioner masih belum pupus sepenuhnya, sehingga Duma belum memiliki cukup keberanian dan kepercayaan diri untuk menolak menemui para delegasi. Karena takut terhadap reaksi massa, Duma Kota memutuskan untuk menerima kelompok delegasi tersebut dan memenuhi tuntutan mereka sebisa mungkin. Akan tetapi, keputusan ini tidak diketahui oleh para delegasi ketika mereka memasuki ruang rapat dewan kota. Para delegasi tidak melunakkan bahasa mereka: “‘Kami tidak meminta apapun dari kalian; kami menuntut!’ ujar salah satu delegasi. ‘Menurut kami semua uang yang ada di tangan kalian adalah milik kami. Bila kalian tidak memberi pekerjaan kepada para penganggur, maka tidak ada lagi yang tersisa bagi kami selain merampok kalian,’ ujar seorang delegasi lainnya. ‘Kalian belum pernah bertemu dengan penganggur,’ tegas salah satu delegasi, seorang buruh muda. ‘Saya hidup bersama mereka, dan saya dapat memberitahu kalian bagaimana mereka hidup, saya dapat memberitahu kalian apa yang mereka, yang mengirim kami ke sini, katakan: ‘Pergi, berbicaralah dengan para anggota dewan kota dan Duma Kota, dan bila mereka tidak mendengarkan kalian, kami sendiri yang akan menghampiri mereka dan mencekik leher mereka’.”[8]

Karena takut akan terjadi kekacauan, para anggota dewan kota terpaksa diam saja mendengar pidato-pidato keras seperti ini. Ketika “tamu-tamu” mereka telah selesai, mereka meminta agar para delegasi meninggalkan ruang rapat dewan kota. Tetapi para delegasi buruh ini menyatakan bahwa mereka tidak akan pergi sampai mereka mendapatkan jawaban untuk tuntutan-tuntutan mereka. Kemudian para anggota dewan kota mengumumkan reses, mengusir publik dari ruang sidang, dan melanjutkan sidang dengan para delegasi pengangguran. Akhirnya, di bawah tekanan aksi massa, para tuan-tuan terhormat Duma Kota memutuskan untuk memenuhi semua tuntutan kaum penganggur. Sejumlah besar kaum penganggur tidak bisa membayar uang sewa rumah mereka dan diusir dari rumah mereka. Mereka harus tinggal di penginapan dan anak-anak mereka dititip ke kawan-kawan buruh lain yang masih bekerja, dan sebagai akibatnya keluarga menjadi terpecah belah. Salah satu tuntutan dari para delegasi buruh adalah membantu kaum penganggur membayar uang sewa rumah mereka. Masalah membantu kaum penganggur menebus barang-barang mereka dari rumah gadai, terutama mesin jahit dan celana dalam, juga dibicarakan di Duma dan dipenuhi.

Kemurahan hati Duma Kota bukanlah sesuatu yang tanpa motivasi. Bahkan pada saat ini gerakan pemogokan yang baru sedang berkembang di St. Petersburg. Aksi-aksi mogok ini kebanyakan memiliki karakter politik, dan bukannya ekonomi. Solidaritas antara buruh dan penganggur membuahkan hasil yang penting, dimana yang belakangan secara aktif berpartisipasi dalam aksi mogok buruh. Sebagai balas budi untuk solidaritas yang ditunjukkan oleh buruh dalam kampanye anti-pengangguran, bersama-sama dengan pemogok di distrik Vyborg, kaum penganggur mengorganisir bantuan keuangan untuk para pemogok. Akan tetapi, dengan menurunnya gerakan pemogokan, kelompok Black Hundred dan kaum liberal mulai menjadi berani kembali dan secara sistematis mulai menyabot reforma-reforma yang sebelumnya dimenangkan. Program pekerjaan umum dihalang-halangi sebisa mungkin dan dananya perlahan-lahan dikeringkan. Dewan Pengangguran lalu mengajukan daftar tuntutan yang baru ke Duma Kota: 1) 8-jam kerja; 2) Pelarangan lembur; 3) Pencanangan upah harian; 4) Perbaikan kondisi sanitasi dan kebersihan di tempat kerja; 5) Pekerjaan diberikan kepada kaum penganggur yang terdaftar di Dewan Pengangguran; 6) Hak untuk mengatur semua masalah internal di tempat kerja oleh perwakilan buruh.

Agitasi untuk tuntutan-tuntutan ini dilakukan oleh kaum Bolshevik lewat koran mereka, Volna (Ombak) yang secara sistematis mengekspos partai Kadet dan kaum liberal. Namun Duma menolak memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut. Ada rumor kalau Menteri Dalam Negeri telah mengirim instruksi kepada Duma Kota untuk tidak memberikan terlalu banyak konsesi kepada kaum penganggur. Ketidaksabaran dan kegeraman kaum penganggur menjadi semakin besar. Pada 10 Juni, 1906, Dewan Buruh Pengangguran menerbitkan sebuah selebaran yang mengecam situasi ini:

“Dewan Buruh Pengangguran tidak menyembunyikan apapun dari rakyat. Duma terus mengulur-ulur waktu, bermain-main dengan para penganggur dan tidak punya niat sama sekali untuk menepati janji-janjinya. Tetapi Dewan Buruh Pengangguran belum menganulir kontraknya dengan Duma, karena melakukan itu berarti termakan oleh jebakan dari pihak-pihak yang ingin memprovokasi buruh untuk melakukan aksi yang prematur. Inilah yang ditunggu-tunggu oleh para musuh dari kelas buruh, yang haus akan darah kaum proletar.”

“Pada saat ini, provokasi terhadap kaum penganggur telah mencapai tingkatan yang paling tinggi. Menteri Dalam Negeri telah memberikan perintah khusus kepada Duma dan para anggota dewan kota untuk tidak memberikan konsesi kepada kaum penganggur. Tujuannya jelas – untuk memprovokasi kaum penganggur mengambil aksi yang prematur ketika kamerad-kamerad buruh mereka belumlah siap untuk membantu mereka, dan tentu saja Duma siap melakukan apa yang diperintahkan oleh Menteri. Akan tetapi, kita tidak boleh memperbolehkan diri kita terprovokasi oleh Duma.”[9]

Tujuan selebaran di atas adalah untuk melawan pengaruh elemen-elemen ultra-kiri (kaum anarkis dan Sosialis Revolusioner) yang ingin mengambil kesempatan dari perasaan frustrasi yang dirasakan oleh kaum penganggur untuk menyerukan aksi-aksi provokatif yang dapat berakhir buruk. Dengan menekan Duma lewat aksi massa, Dewan Pengangguran berhasil memenangkan lebih banyak konsesi. Pekerjaan Umum yang digulirkan membantu keutuhan kelas buruh dan mencegah disintegrasi yang lebih parah ketika reaksi telah mencapai titik tergelapnya. Pada saat yang sama, taktik-taktik Bolshevik yang tepat berhasil mengembangkan kesadaran revolusioner kelas buruh. Namun, tak terelakkan, kemenangan-kemenangan ini berumur pendek. Pada paruh kedua 1907, reaksi mulai memunculkan kepalanya. Mayoritas kaum Bolshevik ditangkap. Yang lainnya terpaksa mengasingkan diri ke luar negeri. Mayoritas organisator dan pemimpin Dewan Pengangguran juga ditangkap atau harus bersembunyi. Dari sel penjaranya pada paruh pertama 1908, Sergei Malishev mendapat berita bahwa pemerintahan Tsar telah menghentikan rencana-rencana Pekerjaan Umum di St. Petersburg. Ketika pemerintah menutup galang kapal Kagarinsky, mereka harus menyiapkan artileri ringan untuk mendukung kerja para polisi, kalau-kalau ada perlawanan dari buruh.

Reunifikasi

Kendati laju reaksi yang kejam, PBSDR masih mempertahankan struktur organisasinya dan kader-kader utamanya masih utuh selama 1906 dan bahkan masih mempertahankan bentuk organisasi terbuka. Di memoarnya, Osip Piatnitsky menggambarkan organisasi Moskow dimana ia bekerja pada 1906. Dari memoar tersebut jelas bahwa prinsip pemilihan masih dipertahankan saat itu: “Beberapa distrik dibagi menjadi sejumlah sub-distrik. Distrik dan sub-distrik dihubungkan dengan pertemuan-pertemuan pabrik (sekarang sel-sel) dan dengan komite-komite dan komisi-komisi pabrik (sekarang biro-biro sel). Perwakilan dari komite-komite distrik pabrik mendengarkan laporan dari komite distrik dan Komite Moskow, memilih sebuah komite distrik dan mengirim perwakilan mereka ke konferensi-konferensi kota, dimana Komite Moskow dipilih dari 1906 sampai akhir 1907.”[10]

Di bawah kondisi-kondisi yang ada, pentingnya kerja legal dan semi-legal dalam berbagai bentuk menjadi jelas. Partai berpartisipasi dalam berbagai macam kerja, tidak hanya dalam serikat-serikat buruh, tetapi juga dalam koperasi-koperasi, kelompok-kelompok asuransi buruh dan juga aktivitas-aktivitas kebudayaan yang berfungsi untuk menjaga hubungan partai dengan massa buruh. Kaum Bolshevik dan Menshevik menggunakan klub-klub buruh dengan sangat baik, yang menjadi front bagi kerja kaum revolusioner. Eva Broido, salah satu pemimpin Menshevik, menulis di memoarnya: “Di klub-klub ini kami mengkonsentrasikan semua aktivitas propaganda kami: propaganda kami disebarkan dari klub-klub ini, dan kemudian buruh datang untuk mendengarkan ceramah mengenai situasi politik terkini. Di sana juga anggota-anggota kami di Duma melaporkan kerja mereka. Hampir semua kerja organisasional dipusatkan di klub-klub ini – pertemuan umum dan khusus partai diselenggarakan di sana, literatur partai disebarkan dari sana, klub-klub ini adalah ‘alamat’ ranting-ranting distrik dan sub-distrik, di sana semua berita daerah dikumpulkan, dari sana pembicara dikirim ke pertemuan-pertemuan pabrik. Dan di sana juga adalah tempat dimana buruh-buruh yang maju – laki-laki dan perempuan – dapat bertemu untuk bertukar pikiran dan membaca buku dan koran. Semua klub berusaha keras untuk membangun perpustakaan yang baik. Dan mereka juga mendorong kesenian, kelompok-kelompok musik dan sebagainya.”

Revolusi membangkitkan rasa ingin tahu buruh. Mereka menjadi haus akan segala macam gagasan, tidak hanya gagasan politik dalam makna yang sempit, tetapi juga sains, sastra, kesenian dan kebudayaan secara umum. Broido menjelaskan: “Awalnya klub-klub ini bersifat politik saja. Tetapi dengan cepat karakter mereka berubah. Pertemuan-pertemuan propaganda berubah menjadi tempat ceramah dan diskusi mengenai topik-topik yang lebih umum. Klub-klub ini berubah menjadi ‘kampus’ Marxisme. Perwakilan dari semua komite-komite klub bekerja sama merancang modul pendidikan yang lebih sistematis, menyediakan dan mendistribusikan buku-buku yang diperlukan, dan menyuplai katalog-katalog buku. Tidak lama kemudian, sekelompok buruh menuntut pelajaran-pelajaran sains. Dan pada musim dingin 1906-1907, program pendidikan sudah meliputi fisika, matematika, dan teknologi, bersandingan dengan ekonomi, materialisme historis dan sejarah sosialisme dan gerakan buruh. Selain klub-klub, ada banyak ‘sekolah-sekolah malam’, yang jumlahnya bertambah karena klub-klub semakin menarik perhatian polisi dan sering kali ditutup. Sekolah-sekolah malam ini juga memberikan sejumlah pelajaran untuk buruh yang buta huruf dan sering dihadiri oleh buruh-buruh yang sudah memainkan peran besar dalam gerakan.” Klub-klub ini terus ada dalam eksistensi yang tak pasti dan semi-legal sampai pecahnya Perang Dunia Pertama.

Revolusi mendorong buruh dari kedua faksi PBSDR untuk bersatu. Selama paruh kedua 1905 ada proses persatuan dari bawah yang terus berlangsung dan spontan. Tanpa menunggu instruksi dari atas, organisasi-organisasi Partai Bolshevik dan Menshevik bersatu. Fakta ini selain mengekspresikan insting alami buruh untuk bersatu juga menunjukkan bagaimana para pemimpin Menshevik telah terdorong ke kiri oleh tekanan dari anggota akar rumput mereka. Pada Desember 1905, kedua kepemimpinan ini secara efektif telah bersatu kembali. Sekarang ada satu Komite Pusat. Kongres unifikasi diumumkan dan nomor pertama dari koran bersama mereka diterbitkan, dengan nama Partiniye Izvestiya (Berita Partai). Di dalam dewan redaksinya adalah tiga Bolshevik (Lenin, Lunacharsky, dan B.A. Bazarov), dan tiga Menshevik (Dan, Martov dan Martynov). Tetapi peristiwa Desember memukul semangat berjuang dari para pemimpin Menshevik, yang mulai bergerak ke kanan dan mempertanyakan prospek persatuan mereka dengan Bolshevik.

Lenin setuju dengan persatuan organisasional, tetapi sama sekali tidak mencampakkan perjuangan ideologi barang semenitpun dan terus mempertahankan posisi yang tegas dalam semua masalah perspektif. Ini adalah metode pendekatan Lenin – fleksibilitas dalam semua masalah organisasional dan taktik, dikombinasikan dengan sikap yang teramat tegas dalam semua masalah prinsip dan teori. Akan tetapi, kita harus hati-hati dalam membaca sejarah Bolshevisme. Selama berpuluh-puluh tahun, sejarah resmi dari Soviet (Stalinis) mempresentasikan Lenin sebagai seorang Pemimpin yang mahatahu dan memiliki mata Ilahi, yang bisa memprediksikan segalanya dan memandu partai dengan penuh keyakinan menuju ke kemenangan akhir. Dari sejarah orang suci seperti ini, kita tidak akan bisa memahami Lenin yang sesungguhnya. Seluruh sejarah Bolshevisme, yang disebarkan oleh rejim Soviet Stalinis, adalah seperti dongeng atau mitos religius. Namun pada kenyataannya, pada saat itu Lenin sendiri masih sangat bimbang mengenai apa yang akan terjadi. Tentu saja dia sangat yakin akan perlunya berdiri teguh di atas gagasan dan prinsip Marxisme revolusioner, dan juga perlunya mempertahankan Bolshevik sebagai sayap revolusioner dari PBSDR. Tetapi dukungannya terhadap reunifikasi dengan Menshevik bukanlah dukungan yang palsu atau manuver semata. Di atas basis revolusi, kaum Menshevik telah bergerak jauh ke kiri, dan masih belum jelas bagaimana ini akan berakhir. Masih belum jelas di pikiran Lenin kalau Bolshevik harus pecah sepenuhnya dari Menshevik, dan Lenin hanya mencapai kesimpulan ini pada 1912.

Pada kenyataannya, walaupun PBSDR secara formal bersatu, tetapi sejak awal partai ini sudah terpecah menjadi dua tendensi yang saling berlawanan: tendensi oportunis dan tendensi revolusioner. Reformasi atau Revolusi, kolaborasi kelas atau kebijakan proletar mandiri, ini adalah permasalahan fundamental yang memisahkan Bolshevisme dan Menshevisme. Perbedaan ini segera mencuat dalam masalah menyikapi Duma dan partai-partai borjuis. Kaum Menshevik berkapitulasi dengan kaum borjuasi liberal yang dalam praktik telah menyebrang ke Monarki Konstitusional dan menyerah pada autokrasi. Selama dua bulan ada perdebatan yang panas mengenai sejumlah resolusi. Ini adalah sebuah partai yang sangatlah berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Bahkan debat-debat pada Kongres Ketiga setahun sebelumnya sekarang sudah seperti sejarah kuno. Seluruh epos seperti telah dipadatkan menjadi 12 bulan. Struktur dan mentalitas lingkaran kecil sama sekali tidak bisa dipertahankan lagi. Para perangkat komite-komite partai semakin tersikut keluar oleh kaum buruh dan kaum muda segar yang baru masuk. Revolusi memobilisasi jutaan orang di seputar panji Sosial Demokrasi. Struktur yang lama, dimana delegasi dipilih oleh sekelompok kecil kaum revolusioner profesional (perangkat partai), sudah tidak mungkin lagi dipertahankan. Sekarang Partai harus diorganisir di atas basis yang lebih luas, dan dengan prinsip demokratis. Partai menjadi sangat besar dan di Kongres Partai Keempat setiap delegasi mewakili 300 anggota.

Kongres “Persatuan” Keempat diselenggarakan pada 10-25 April 1906 di kota Stockholm, dimana mereka diundang oleh kaum Sosial Demokrat Swedia. Situasi reaksi di Rusia menghasilkan distorsi dalam jumlah perwakilan dari tiap-tiap faksi rival. Sejumlah sel Bolshevik tidak bisa mengirim delegasi karena kesulitan keuangan. Represi menciptakan kesulitan yang lain. Umumnya, daerah-daerah yang didominasi oleh Menshevik, yakni kota-kota industri skala-kecil, tidak mengalami represi separah kota-kota industri besar. Penangkapan dan pembubaran sel-sel partai berarti kaum Bolshevik tidak terwakili secara penuh di Kongres Keempat ini, yang didominasi oleh kaum Menshevik. Total ada 112 delegasi dengan hak voting penuh dan 22 delegasi dengan hak suara konsultatif, yang mewakili 62 organisasi. Hadir juga adalah perwakilan dari organisasi-organisasi nasional Sosial Demokratik (Polandia, Lituania, Latvia, Finlandia, Ukraina, Bund, dan Bulgaria). Bolshevik memiliki 46 delegasi, Menshevik 62. Selain itu ada sejumlah kaum konsiliator. Trotsky dipenjara. Di antara delegasi Bolshevik adalah A.I. Rykov, A.P. Smirnov, Frunze, Dzerzhinsky, dan seorang dari Georgia dengan nama alias Koba, yang lalu dikenal di sejarah dengan nama Stalin.

Isu utama yang diperdebatkan di kongres Stockholm adalah program agraria, situasi politik hari ini dan tugas kaum proletariat, sikap terhadap Duma, pemberontakan bersenjata, gerakan partisan, serikat buruh, watak dari organisasi-organisasi Sosial Demokratik, dan AD/RT Partai. Kaum Menshevik langsung menggunakan mayoritas mereka. Dalam laporan kongres dari Lenin pada Mei 1906, dia menulis: “Pengambilan-pengambilan suara di Kongres selesai hanya dalam beberapa menit saja. Semuanya telah disetel sebelum kongres. Kaum Menshevik mendapatkan semua lima kursi dewan redaksi Organ Sentral. Untuk Komite Pusat, kami setuju memilih 3 Bolshevik, dan 7 lainnya diisi oleh Menshevik. Apa posisi dari tiga anggota komite pusat ini, sebagai semacam pengawas dan penjaga hak-hak kubu oposisi, adalah sesuatu yang hanya bisa kita lihat nanti.”[11]

Perdebatan Mengenai Masalah Agraria

Yang sentral dari seluruh diskusi di Kongres adalah masalah agraria, sebuah isu yang menentukan seluruh nasib Revolusi Rusia. Pengalaman Revolusi 1905 menunjukkan tidak memadainya program agraria yang lama, yang berdasarkan otrezki (mengembalikan tanah petani yang kena serobot karena UU Reforma Tani 1861). Lenin mendukung mengadopsi program agraria yang lebih radikal: penyitaan tanah milik tuan tanah feodal. Slogan ini sangatlah sentral bagi perspektif Revolusi Rusia yang dipegang oleh Lenin. Ini adalah slogan “revolusi rakyat” – sebuah transformasi revolusioner yang menyeluruh, yang dipimpin oleh kelas buruh yang beraliansi dengan kaum tani miskin. Tugas dasarnya adalah solusi radikal terhadap masalah tanah yang dimiliki oleh para tuan tanah, dengan cara revolusi agraria yang menyeluruh yang menjurus ke penyitaan tanah oleh komite-komite tani guna menghancurkan kekuasaan tuan tanah; dan tergantung pada situasi, misalnya kemenangan pemberontakan bersenjata, menjurus juga ke pembentukan sebuah republik demokratik dan nasionalisasi tanah.

Lenin mengajukan sebuah revolusi untuk membersihkan semua sampah feodalisme yang menumpuk. Ini berdasarkan perspektif perjuangan revolusioner melawan autokrasi dan pemberontakan bersenjata, bukan kolaborasi kelas dengan kaum liberal dan parlementerisme yang kerdil. Kaum Menshevik tidak setuju dengan slogan penyitaan tanah oleh petani, dan hanya mendukung reforma remeh temeh yang paling menyedihkan. Alih-alih inisiatif revolusioner dari massa, mereka memilih menggunakan manuver-manuver parlementer dan politik dagang sapi dengan kaum liberal di belakang punggung rakyat. Kebijakan agraria mereka ini mengalir dari reformisme mereka. Sebaliknya, Lenin menunjukkan bahwa masalah agraria hanya bisa diselesaikan melalui revolusi, atau tidak sama sekali. Lenin menentang tuntutan munisipalisasi tanah[12] yang reformis (kiranya munisipalisasi tanah ini akan dicanangkan oleh rejim autokrasi!), dan sebagai gantinya dia memajukan tuntutan nasionalisasi tanah. Akan tetapi, Lenin dengan hati-hati menunjukkan bahwa nasionalisasi tanah adalah tuntutan borjuis [tuntutan revolusi borjuis demokratik], yang dalam dirinya sendiri tidak menandai penghapusan kepemilikan borjuis, tetapi hanya penghapusan relasi properti pertuantanahan feodal. Ini berkebalikan dengan prasangka kaum Narodnik yang mengira tuntutan nasionalisasi tanah berarti penumbangan kapitalisme. Mengenai kekuatan-kekuatan kelas untuk revolusi ini, Lenin menjabarkan ini ribuan kali: kaum borjuasi liberal adalah kekuatan yang kontra-revolusioner. Revolusi borjuis demokratik hanya dapat dilaksanakan oleh sebuah aliansi antara buruh dan kaum tani miskin (massa semi-proletar di kota dan pedesaan). Nasionalisasi tanah dalam konteks revolusi borjuis demokratik adalah langkah paling radikal untuk “membersihkan jalan” untuk perkembangan kapitalisme yang seluas-luasnya. Dengan menumbangkan rejim autokrasi secara revolusioner, dan menggantinya dengan Majelis Konstituante yang dipilih secara demokratik, ini akan berarti terbentuknya sebuah rejim borjuis demokratik di bawah kondisi-kondisi yang paling menguntungkan bagi kelas buruh. Kemungkinan memenuhi revolusi sosialis di Rusia yang terbelakang sebelum Eropa Barat tidak pernah terbayangkan oleh Lenin – atau siapapun pada saat itu, kecuali Trotsky.

Plekhanov juga secara tegas menolak tuntutan nasionalisasi. Dengan menggunakan argumen-argumen demagogis, Plekhanov menuduh Lenin mengajukan argumen yang sama seperti kaum Sosialis Revolusioner. Plekhanov berargumen bahwa tuntutan membagi-bagikan tanah milik tuan tanah besar adalah reaksioner:

“Saya mengatakan bahwa gagasan kaum tani untuk mendistribusikan tanah adalah fitur yang reaksioner. Dan persis karena fitur yang reaksioner ini, yang telah dibantah sepanjang sejarah politik kita, saya menentang nasionalisasi tanah. Tetapi bagaimana mungkin fitur reaksioner ini sekarang dikutip sebagai bukti untuk melawan saya? Lenin sedang melihat nasionalisasi dari mata seorang Sosialis Revolusioner. Dia bahkan telah mulai menggunakan terminologi mereka – misalnya, dia berbicara mengenai kreativitas rakyat.”

Dengan nada ironinya, Plekhanov melanjutkan:

“Sungguh menyenangkan hati untuk mengingat kawan-kawan lama, tetapi sungguh tidak mengenakkan hati melihat kaum Sosial Demokrat membela posisi kaum Narodnik. Sejarah agraria Rusia lebih mirip dengan sejarah India, Mesir, Tiongkok dan despotisme Timur lainnya, dibandingkan dengan sejarah Eropa Barat... Untuk menghancurkan despotisme, kita harus menghancurkan basis ekonominya. Oleh karenanya saya sekarang menentang nasionalisasi. Ketika dulu kita menentang kaum Sosialis Revolusioner, Lenin mendukung argumen saya ini. Lenin mengatakan ‘kita akan membuat nasionalisasi tidak berbahaya’, tetapi, untuk membuat nasionalisasi tidak berbahaya, kita harus mencari jaminan agar tidak ada restorasi. Tetapi jaminan semacam ini tidak ada dan tidak akan pernah bisa ada. Ingat sejarah Perancis; ingat sejarah Inggris; di dua negeri ini restorasi menyusul setelah revolusi. Hal yang sama dapat terjadi di Rusia, dan program kita harus sedemikian rupa sehingga dalam pelaksanaannya akan menyebabkan kerugian yang paling kecil bila terjadi restorasi.”

Dan Plekhanov menyimpulkan:

“Dan inilah mengapa saya menolak nasionalisasi. Draf Lenin terhubungkan secara erat dengan utopia perebutan kekuasaan oleh kaum revolusioner, dan inilah mengapa kami-kami yang menolak utopia semacam ini harus menentangnya. Munisipalisasi adalah hal lain.”[13]

Komentar Plekhanov setidaknya jelas. Ketika dia menuduh Lenin menghubungkan program agrarianya yang radikal dengan perebutan kekuasaan oleh kaum revolusioner, dia tidak jauh dari kebenaran, walaupun dia menyajikannya dalam bentuk karikatur. Esensi dari solusi Lenin terhadap masalah agraria adalah revolusi dimana kaum proletariat akan mendasarkan dirinya pada sebuah revolusi tani yang menyeluruh untuk menumbangkan Tsarisme dan mendirikan sebuah republik demokratik. Ini menuntut partai untuk berdiri di atas program tuntutan-tuntutan demokratik revolusioner yang paling radikal, dan terutama di atas segalanya sebuah solusi revolusioner untuk masalah agraria. Sebaliknya, Plekhanov dan kaum Menshevik mencoba menakut-nakuti Partai dengan gagasan filistin bahwa revolusi niscaya menghasilkan kontra-revolusi. Di sini kita saksikan bentuk ekstrem dari gagasan bahwa kelas buruh sebaiknya jangan “memprovokasi” kontra-revolusi, dan dengan demikian harus mengekor kaum liberal. Lenin menjawab bahwa satu-satunya jaminan pasti dari bahaya restorasi adalah kemenangan penuh revolusi. Dalam episode kecil ini termaktub dua perspektif yang sungguh-sungguh bertentangan, bahkan dua psikologi yang sangatlah berbeda.

Dalam balasannya terhadap diskusi masalah agraria, Plekhanov meringkas posisi Menshevik. Dia menuduh Lenin melakukan kesalahan Blanquisme:

“Masalahnya demikian – antara Lenin dan saya ada persilangan-persilangan pendapat yang teramat serius. Persilangan-persilangan ini tidak boleh diabaikan begitu saja. Mereka harus diklarifikasi dalam semua signifikasi dan cakupannya. Partai kita sedang melalui sebuah momen yang penting. Keputusan-keputusan yang akan kalian ambil hari ini atau esok hari mengenai masalah-masalah yang sedang diperdebatkan ini akan menentukan secara signifikan nasib seluruh partai kita dan dengan demikian nasib seluruh bangsa kita. Dan persis untuk alasan itu draf Lenin mengekspresikan tidak hanya opini pribadinya mengenai masalah agraria, tetapi juga seluruh karakter dari pemikiran revolusionernya.

“Blanquisme atau Marxisme – inilah pertanyaan yang akan kita putuskan hari ini. Kamerad Lenin sendiri mengakui bahwa draf agraria dia terikat erat dengan gagasan perebutan kekuasaannya. Dan saya sangat menghargai kejujurannya.”

Di sini lalu terungkap semuanya. Plekhanov menjelaskan sikap kaum Menshevik mengenai perebutan kekuasaan oleh buruh dan tani dengan kata-kata ini:

“Setelah 17 Oktober, perebutan kekuasaan sudah bukan lagi utopia, kamerad Lenin? Tetapi kau berbicara mengenai ini bahkan sebelum 17 Oktober, dan saya juga sudah menjawabnya sebelum 17 Oktober. 17 Oktober tidak mengubah apapun dalam evaluasi kita mengenai perebutan kekuasaan. Pendirian kita adalah demikian, bahwa perebutan kekuasaan adalah wajib bagi kita kalau kita sedang meluncurkan revolusi proletarian. Tetapi karena revolusi yang akan datang hanya bisa menjadi revolusi borjuis kecil, kita harus menolak merebut kekuasaan.”[14]

Begitulah argumen kaum Menshevik pada 1906-07. Revolusi di Rusia adalah revolusi borjuis: tugas-tugasnya adalah borjuis-demokratik; syarat-syarat untuk sosialisme di Rusia tidak ada. Oleh karenanya, semua usaha oleh buruh untuk merebut kekuasaan adalah avonturisme; tugas kaum buruh adalah membentuk aliansi dengan partai-partai borjuis dan borjuis-kecil, untuk membantu mereka memenuhi revolusi borjuis.

Bagaimana Lenin menjawab Plekhanov? Dia tidak menyangkal kalau revolusi di Rusia adalah borjuis-demokratik. Dia tidak membantah bahwa mustahil untuk membangun sosialisme di Rusia dengan sendirinya. Semua kaum Marxis Rusia, kaum Menshevik, Lenin dan Trotsky setuju mengenai ini. Adalah ABC Marxisme kalau tidak ada syarat-syarat untuk transformasi sosialis di Rusia, sementara syarat-syarat ini sudah matang di Barat. Menjawab peringatan Plekhanov mengenai “bahaya restorasi”, Lenin menjelaskan:

“Bila kita berbicara mengenai jaminan ekonomi yang sesungguhnya dan efektif sepenuhnya untuk menghadang bahaya restorasi, yakni sebuah jaminan yang akan menciptakan kondisi-kondisi ekonomi yang menihilkan restorasi, maka kita harus mengatakan ini: satu-satunya jaminan terhadap restorasi adalah revolusi sosialis di Barat. Tidak ada jaminan lainnya selain ini dalam artian kata yang sesungguhnya. Tanpa kondisi ini, bagaimanapun juga masalah ini diselesaikan (lewat munisipalisasi, pembagian tanah, dsb.) restorasi tidak hanya akan mungkin terjadi tetapi niscaya akan terjadi.”

Sejak awal Lenin membayangkan Revolusi Rusia sebagai pembukaan untuk revolusi sosialis di Barat. Dia mengikat nasib Revolusi Rusia dalam sebuah ikatan yang tak terputuskan dengan nasib revolusi sosialis internasional, yang tanpanya Revolusi Rusia akan takluk pada reaksi internal:

“Saya akan memformulasikan proposisi saya seperti ini: Revolusi Rusia bisa mencapai kemenangan dengan tenaganya sendiri, tetapi ia tidak akan mungkin bisa mempertahankan dan mengkonsolidasikan pencapaian-pencapaiannya dengan tenaganya sendiri. Rusia tidak akan mampu melakukan ini kecuali kalau ada revolusi sosialis di Barat. Tanpa kondisi ini maka restorasi adalah sesuatu yang tak terelakkan, tidak peduli dengan program munisipalisasi, atau nasionalisasi, atau pembagian tanah; karena di balik setiap bentuk kepemilikan dan properti pemilik kecil [borjuis kecil] akan selalu bersembunyi bahaya restorasi. Setelah kemenangan mutlak revolusi demokratik, kaum pemilik kecil [borjuis kecil] pasti akan berpaling menentang proletariat, dan semakin cepat musuh bersama kaum proletariat dan borjuis kecil, seperti kaum kapitalis, tuan tanah, borjuis finansial, dan yang lainnya, ditumbangkan, maka semakin cepat pertentangan ini akan terjadi. Republik demokratik kita hanya bisa mendapatkan dukungan dari proletariat sosialis di Barat.”[15]

Dalam laporan Kongresnya, Lenin berkomentar:

“Sayap kanan Partai kita tidak percaya pada kemenangan mutlak kaum tani, dalam kata lain revolusi borjuis demokratik di Rusia. Mereka takut pada kemenangan ini. Mereka terus terkecoh oleh gagasan yang secara esensial keliru, yang sesungguhnya adalah vulgarisasi terhadap Marxisme, yakni hanya kaum borjuasi yang bisa secara mandiri ‘menciptakan’ revolusi borjuis, dan hanya kaum borjuasi yang boleh memimpin revolusi borjuis. Peran kaum proletariat sebagai pelopor dalam perjuangan untuk mencapai kemenangan penuh dan menentukan dari revolusi borjuis tidaklah jelas bagi kaum Sosial Demokrat sayap Kanan ini.”[16]

Perbedaan antara Bolshevisme dan Menshevisme menjadi sangat jelas di sini. Meskipun demikian, ada juga perbedaan dan keraguan di antara kaum Bolshevik sendiri mengenai isu ini. Di antaranya, Suvorov, Bazarov, dan juga Stalin menentang nasionalisasi tanah dan mendukung “pembagian” tanah di antara kaum tani. Tuntutan ini mencerminkan tendensi borjuis kecil, yang jauh sekali dari posisi Lenin. Stalin mengatakan:

“Karena kita sedang membentuk sebuah persekutuan revolusioner yang temporer dengan kaum tani yang sedang berjuang maka kita tidak bisa mengabaikan tuntutan-tuntutan kaum tani, kita harus mendukung tuntutan-tuntutan tersebut, bila, secara keseluruhan dan secara umum, mereka tidak bertentangan dengan tendensi-tendensi perkembangan ekonomi dan dengan progres revolusi. Kaum tani menuntut pembagian tanah; pembagian tanah tidaklah bertentangan dengan fenomena yang disebut di atas; oleh karenanya, kita harus mendukung penyitaan penuh dan pembagian tanah. Dari sudut pandang itu, nasionalisasi dan munisipalisasi sama-sama tidak bisa diterima.”[17]

Demi mengalahkan kubu “munisipalisasi”, Lenin terpaksa menarik mundur resolusinya sendiri dan memberikan suaranya pada para pendukung “pembagian tanah”. Di bawah kondisi-kondisi tertentu, pembagian tanah dapat menjadi sebuah langkah maju, tetapi tuntutan Lenin untuk nasionalisasi adalah satu-satunya tuntutan revolusioner yang konsisten. Pada akhirnya, resolusi final yang tercapai adalah sebuah kompromi yang tidak memuaskan.

 _________

Catatan Kaki:

[1] O. Figes, A People’s Tragedy, hal. 202.

[2] Dikutip di Istoriya KPSS, vol. 2, hal. 164.

[3] A. Kerensky, Memoirs. Russia and History’s Turning Point, hal. 76.

[4] S. Malishev, The Unemployed Councils in St Petersburg 1906, hal. 16 dan 8.

[5] R.B. McKean, St Petersburg between the revolutions, hal. 8-9.

[6] S. Malishev, The Unemployed Councils in St. Petersburg 1906, hal. 11-2 dan 14.

[7] Dikutip di Malishev, op. cit., hal. 18.

[8] Ibid., hal. 23.

[9] Ibid., p. 40.

[10] O. Piatnitsky, op. cit., hal. 101-2.

[11] LCW, Report on the Unity Congress of the RSDLP, vol. 10, hal. 375.

[12] Transfer hak kepemilikan tanah ke tangan pemerintahan lokal.

[13] Congress Minutes, Chertvyortiy S’yezd RSDRP, Protokoly, hal. 59-60 dan 60-1.

[14] Ibid., hal. 139 dan 142.

[15] LCW, Unity Congress of RSDLP, vol. 10, hal. 280 (penekanan saya).

[16] LCW, Report on the Unity Congress of the RSDLP, vol. 10, hal. 377-8.

[17] Congress Minutes, Chertvyortiy S’yezd RSDRP, Protokoly, hal. 79.