Marx and EngelsSekilas, tampaknya publikasi ulang dari Manifesto Komunis membutuhkan sebuah penjelasan. Bagaimana seorang dapat membenarkan sebuah edisi baru dari sebuah buku yang ditulis hampir 150 tahun yang lalu? Akan tetapi, pada kenyataannya Manifesto Komunis adalah buku yang paling modern.

Kebenaran dari afirmasi ini dapat dengan mudah didemonstrasikan. Bila kita perhatikan setiap buku borjuis yang ditulis satu setengah abad yang lalu mengenai topik yang sama, akan dengan cepat menjadi jelas bahwa buku seperti ini hanya akan menjadi buku yang menarik untuk studi sejarah, tanpa aplikasi praktikal sama sekali. Sebaliknya, Manifesto Komunis memberikan kita sebuah analisa yang mendalam, yang, dengan jumlah kata yang luar biasa sedikit, menyediakan sebuah penjelasan yang brilian mengenai fenomena yang paling fundamental yang menarik perhatian kita dalam skala dunia hari ini.

Pada kenyataannya, Manifesto Komunis bahkan lebih benar hari ini ketimbang ketika pertama kali terbit pada 1848. Mari kita lihat satu contoh saja. Ketika Marx dan Engels menulis buku ini, dunia yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan multinasional raksasa masih merupakan gaung musik yang samar-samar di masa depan yang sangat jauh. Namun mereka menjelaskan bagaimana “pasar bebas” dan kompetisi niscaya akan menghasilkan konsentrasi kapital dan monopoli kekuatan-kekuatan produksi. Sungguh konyol kalau kita membaca pernyataan-pernyataan yang dibuat oleh para pembela kapitalisme mengenai kekeliruan Marx dalam hal ini, ketika pada kenyataannya ini justru adalah salah satu prediksinya yang paling brilian dan tak terbantahkan.

Selama periode 1980an, sungguh adalah sebuah mode untuk mengklaim bahwa “kecil itu indah”. Di sini bukanlah tempatnya untuk berdiskusi mengenai estetika relatif dari ukuran besar, medium, atau kecil, yang mana semua orang boleh punya pendapat mereka masing-masing. Tetapi yang menjadi fakta tak-terbantahkan adalah proses konsentrasi kapital yang telah diprediksi oleh Marx, yang telah berlangsung, sedang berlangsung, dan nyatanya telah mencapai level yang tak pernah terlihat dalam sepuluh tahun terakhir.

Di Amerika Serikat, di mana proses ini dapat dilihat secara sangat jelas, 500 monopoli besar bertanggung jawab untuk 92 persen dari semua pendapatan pada tahun 1994. Dalam skala dunia, 1000 perusahaan terbesar memiliki pendapatan sebenar 8 miliar dolar, yang setara dengan sepertiga dari total profit dunia. Di AS, 0,5 persen dari keluarga-keluarga terkaya memiliki setengah aset finansial dari semua orang. 1 persen yang terkaya meningkatkan bagian dari pendapatan nasional mereka dari 17,6 persen pada 1978 ke 36,3 persen pada 1989.

Proses sentralisasi dan konsentrasi kapital telah mencapai proporsi yang sampai sekarang tidak pernah terbayangkan. Jumlah pengambilalihan perusahaan telah menjadi epidemik di semua negeri-negeri industri maju. Pada 1998, jumlah pengambilalihan perusahaan mengalahkan semua rekor. Mitshubishi Bank dan Bank of Tokyo berfusi untuk membentuk bank terbesar di dunia. Merger antara Chase Manhattan dan Chemical Bank menciptakan grup perbankan terbesar di AS dengan cadangan gabungan sebesar 297 miliar dolar. Perusahaan entertainment terbesar dibentuk ketika Walt Disney membeli Capital Cities/ABC. Westinghouse membeli CBS dan Time Warner membeli Turner Broadcasting Systems. Di sektor farmasi, Glaxo membeli Wellcome. Pengambil alihan Scott Paper oleh Kimberly-Clark menciptakan produsen kertas tisu terbesar di dunia. Kegilaan pengambil alihan telah menyebar ke Eropa dengan rekor-rekor besar pada beberapa minggu terakhir. Bahkan Switzerland telah mengalami pengambilalihannya yang pertama yang memukulnya, yakni perusahaan kertas Holvis. Di Inggris, kita menyaksikan sejumlah take-over, seperti ketika Forte, perusahaan perhotelan Inggris yang terbesar, mengambil alih rivalnya, Granada, untuk 3,2 miliar pound. Dalam kebanyakan kasus, pengambilalihan macam ini terhubungkan dengan beragam praktek-praktek korup – insiderdealing, pemalsuan harga saham, dan berbagai  penipuan, seperti yang terungkap dalam skandal Guinness.

Tidaklah sulit untuk menyediakan lebih banyak statistik untuk membuktikan bahwa Marx dan Engels benar di dalam analisa mereka mengenai konsentrasi kapital. Konsentrasi kapital ini tidak berarti peningkatan produksi, tetapi sebaliknya. Di setiap kasus, tujuannya adalah bukan untuk berinvestasi dalam pabrik baru dan mesin-mesin baru, tetapi untuk menutup pabrik-pabrik yang ada dan kantor-kantor yang ada dan memecat sejumlah besar pekerja guna meningkatkan marjin profit tanpa meningkatkan produksi.

Momok Pengangguran

“Dan di sini menjadi jelas, bahwa kaum borjuasi sudah tidak lagi layak untuk menjadi kelas penguasa di dalam masyarakat, dan sudah tidak lagi layak untuk memaksakan syarat-syarat eksistensinya terhadap masyarakat sebagai sebuah undang-undang yang berkuasa. Ia tidak lagi pantas berkuasa karena ia tidaklah kompeten dalam menjamin penghidupan bagi para budaknya di dalam perbudakannya, karena ia tidak bisa tidak menenggelamkan para budaknya ke dalam keadaan yang sedemikian rupa, sehingga ia harus memberi makan budaknya, dan bukannya diberi makan oleh budaknya. Masyarakat sudah tidak bisa lagi hidup di bawah borjuasi ini.” (Manifesto Komunis)

Berkebalikan dengan ilusi-ilusi dari para pemimpin buruh di masa lalu, pengangguran massal telah kembali dan telah menyebar ke seluruh dunia seperti kanker yang menggerogoti perut masyarakat. Menurut PBB, pengangguran dunia berjumlah 120 juta. Akan tetapi, angka ini, seperti semua statistik pengangguran resmi, tidak merepresentasikan situasi yang sesungguhnya. Bila kita ikut sertakan orang-orang yang terpaksa melakukan beragam “pekerjaan” marjinal, maka angka pengangguran dan setengah-pengangguran dunia tidak akan kurang dari 1 miliar.

Menurut angka resmi, ada 18 juta penganggur di Eropa Barat saja – 10,6 persen dari populasi yang aktif. Angka di Spanyol 20 persen. Tetapi bahkan di Jerman, “strongman” Eropa, pengangguran mencapai 4,5 juta untuk pertama kalinya semenjak rejim Hitler. Di Jepang juga untuk pertama kalinya semenjak 1930 angka pengangguran telah melejit. Imej Jepang sebagai sebuah surga yang penuh dengan lapangan pekerjaan sekarang telah menjadi sejarah masa lalu. Menurut angka resmi, tingkat pengangguran Jepang telah mencapai 3 persen, tetapi ini tidak benar. Bila mereka menggunakan kriteria yang sama untuk mengukur pengangguran seperti negeri-negeri kapitalis maju lainnya, angka yang sebenarnya tidak akan kurang dari 8 persen atau bahkan 10 persen.

Tingkat pengangguran ini bukanlah pengangguran musiman yang biasanya dialami oleh pekerja, yang akan naik pada masa resesi dan akan menghilang ketika ekonomi membaik kembali. Sekarang tidak lagi seperti itu. Ketika artikel ini ditulis, boom ekonomi di AS telah berlangsung selama 6 tahun, tetapi tingkat pengangguran dunia tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan signifikan. Setiap hari koran mengabarkan penutupan pabrik dan pemecatan (“downsizing”, kalau kita menggunakan jargon sekarang ini), yang sering kali berhubungan dengan pengambilalihan yang kita sebut di atas. Ini bukanlah pengangguran musiman, atau bahkan apa yang disebut oleh Marx sebagai “pasukan cadangan tenaga kerja”, yang dari sudut pandang kapitalis memainkan peran yang berguna di masa lalu. Tidak. Ini adalah sebuah fenomena yang sungguh-sungguh baru – pengangguran yang organik, struktural, dan permanen, yang tidak menurun secara signifikan bahkan ketika ada “boom”.

Terlebih lagi, pengangguran ini menyentuh lapisan masyarakat yang sebelumnya tidak pernah tersentuh: guru, dokter, suster, pegawai negeri, pegawai bank, ilmuwan dan bahkan manajer. Mood ketidakpastian telah menjadi hal yang umum. Kata-kata Marx dan Engels yang dikutip di atas secara harfiah telah menjadi benar. Di setiap negeri kaum borjuasi berbicara hal yang sama: “Kita harus memotong anggaran publik!” Ini adalah slogannya Thatcher dan Major. Sekarang Tony Blair dan para pemimpin buruh sayap-kanan berjalan di jalan yang sama. Ini bukanlah sebuah kebetulan. Setiap pemerintah di dunia kapitalis, kanan maupun “kiri”, pada kenyataannya sedang mencanangkan kebijakan yang sama. Ini bukan karena keinginan pribadi dari tiap-tiap individu politisi, atau karena kebodohan mereka atau karena mereka jahat (walaupun banyak juga yang begitu), ini adalah ekspresi dari kebuntuan sistem kapitalisme.

Selama periode kebangkitan kapitalisme dari 1948 sampai 1973, kaum borjuasi berhasil, secara parsial dan sementara, mengatasi dua kontradiksi utama yang menjadi penghambat progres: kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan negara-bangsa. Kekuatan besar dari alat produksi yang telah dibangkitkan oleh kapitalisme telah sejak lama tumbuh melampaui batas-batas yang sempit ini. Inilah penjelasan sesungguhnya dari krisis hari ini. Menyusul Perang Dunia Kedua, kaum borjuasi berusaha untuk mengatasi ini, di satu pihak, dengan aplikasi metode-metode pembiayaan defisit (Keynesian), di pihak lain, dengan intensifikasi luar biasa divisi kerja, dan ekspansi perdagangan dunia. Akan tetapi, sekarang proses-proses ini telah mencapai limitnya. Aplikasi metode-metode Keynesian, yang diusung oleh kaum reformis Kiri, pada akhirnya menyebabkan ledakan inflasi dan defisit-defisit yang tidak dapat dipertahankan dimana-mana, seperti yang telah diprediksi sebelumnya oleh kaum Marxis. Marx telah menjelaskan dalam halaman-halaman Kapital bagaimana kapitalisme dapat melampaui batas-batasnya dengan menggunakan kredit. Tetapi ini juga adalah limitnya, seperti yang diketahui terlalu baik oleh Tn. Micawber [Tn. Micawber adalah tokoh dalam novel David Copperfield karya Dickens, yang dimasukkan ke penjara karena tidak mampu membayar hutangnya]. Sebagai hasilnya, sekarang mereka terpaksa memutar balik semua proses ini, memangkas anggaran publik guna merestorasi “finans yang sehat”. Dalam kata lain, untuk kembali ke kondisi-kondisi pada tahun 1920an dan 1930an, atau bahkan pada jaman Marx. Ini adalah resep untuk ledakan perjuangan kelas dimana-mana. Tetapi tidak hanya itu.

Dengan memotong anggaran publik, mereka juga secara bersamaan mengurangi permintaan dan memotong seluruh pasar, justru pada saat dimana bahkan para ekonom borjuis mengakui bahwa ada masalah serius over produksi (“over kapasitas”) dalam skala global. Dengan begitu, mereka sedang mempersiapkan sebuah kemerosotan masif di periode yang mendatang. Ini adalah hasil niscaya dari kenyataan bahwa para periode sebelumnya sistem kapitalis telah bergerak melampaui batas-batasnya. Seperti yang dijelaskan Marx, kaum kapitalis hanya bisa menyelesaikan krisis-krisis mereka “dengan membuka jalan untuk krisis-krisis yang lebih luas dan lebih destruktif, dan dengan mengurangi cara-cara untuk mencegah krisis ini.”

Sosialisme dan internasionalisme

Dalam beberapa tahun terakhir, para ekonom telah berbicara banyak mengenai “globalisasi”, dengan membayangkan kalau globalisasi ini adalah obat mujarab yang akan menghapus siklus boom dan slump untuk selamanya. Mimpi ini dihancurkan oleh keruntuhan bursa saham pada Oktober 1997 dan krisis Macan Asia. Bersamaan ketika saya sedang menulis baris-baris ini, ada berita yang baru keluar mengenai kolapsnya perusahaan finansial Jepang yang penting, Yamaichi Securities Co. Ini memiliki implikasi-implikasi yang dalam bagi seluruh dunia, karena kolaps finansial di Jepang dapat mendorong Amerika Serikat ke kemerosotan. Krisis di Asia mempengaruhi Jepang dengan sangat parah karena 44 persen ekspornya dijual di sana. Akibat dari anjloknya bursa saham, kelemahan dasar dari sistem perbankan Jepang menjadi terkuak, dan Jepang adalah peminjam terbesar di dunia. Diperkirakan kalau lima bank terbesar di Jepang insolven secara teknis. Menurut surat kabar harian terutama di Jepang, Nihon Keizai Shimbun, hutang-hutang buruk ke bank-bank Jepang sekarang telah menumpuk sampai 1,5 triliun yen. Bahaya keruntuhan finans ini diakui bahkan oleh seorang pejabat senior Bank Jepang yang mengatakan kepada majalah The Economist (22/11/97) bahwa “ada risiko yang sistemis”. Bila krisis semacam ini menyebabkan penarikan dana Jepang dari AS, hasilnya akan katastropik.

Semua ini menunjukkan sisi sebaliknya dari “globalisasi”. Sampai tingkatan dimana sistem kapitalisme mengembangkan perekonomian dunia, ia juga mempersiapkan kondisi-kondisi untuk sebuah kemerosotan global yang menghancurkan pada satu tahapan tertentu. Sebuah krisis di satu sektor ekonomi dunia (dalam hal ini Asia) akan dengan cepat menyebar ke bagian-bagian lain. Jauh dari menghapus siklus boom-slump, globalisasi memberikannya sebuah karakter yang bahkan lebih meledak-ledak dan universal.

Setiap orang yang membaca Manifesto Komunis dapat melihat bahwa Marx dan Engels-lah yang mengantisipasi situasi ini 150 tahun yang lalu. Mereka menjelaskan bahwa kapitalisme pasti akan berkembang menjadi sebuah sistem yang mendunia. Hari ini analisa ini telah secara brilian terkonfirmasi oleh peristiwa. Sekarang tidak ada lagi yang bisa menyangkal dominasi dari pasar dunia. Pasar dunia adalah fenomena yang paling menentukan di masa yang kita tinggali hari ini. Ini adalah epos ekonomi dunia, politik dunia, kebudayaan dunia, diplomasi dunia, dan mari kita jangan lupa, perang dunia. Pada abad ke-20 ini saja kita telah mengalami dua perang dunia akibat dari krisis kapitalis. Perang dunia yang kedua menelan korban 55 juta orang dan hampir menyebabkan kehancuran umat manusia.

Sosialisme memiliki karakter internasional, kalau tidak ia bukanlah apa-apa. Tetapi internasionalisme sosialis bukanlah sebuah produk dari perasaan sentimental. Ia bukan hanya sebuah “gagasan yang baik”. Internasionalisme ini mengalir dari analisa ilmiah Marx dan Engels yang menjelaskan bahwa penciptaan negara-bangsa, yang merupakan salah satu pencapaian historis yang progresif dari kaum borjuasi, secara tak-terelakkan mengarah pada sebuah sistem perdagangan dunia. Perkembangan luar biasa dari alat-alat produksi di bawah kapitalisme tidak dapat dibatasi di dalam limit-limit sempit negara-bangsa dan oleh karenanya semua kekuatan-kekuatan kapitalis, bahkan yang terbesar, terdorong untuk terus berpartisipasi dengan lebih besar di dalam pasar dunia.

Kontradiksi antara potensi besar dari kekuatan produksi dan belenggu mencekik dari negara-bangsa secara dramatis terekspos pada 1914 dan 1939. Peperangan yang berdarah-darah ini mendemonstrasikan fakta bahwa dari sudut pandang sejarah sistem kapitalis telah menghabiskan misi progresifnya. Akan tetapi, tidak ada yang namanya krisis final kapitalisme, dalam artian kapitalisme akan secara otomatis tumbang. Guna melakukan transformasi masyarakat, tidaklah cukup kalau sistem yang lama ada dalam krisis. Tidak peduli separah apa krisis ini, ada kepentingan-kepentingan yang kuat yang bersandar pada preservasi status quo untuk kekayaan, privilese, dan prestise, dan secara keras melawan semua usaha untuk mengubah masyarakat. Persis untuk alasan inilah Marx dan Engels menulis Manifesto Komunis, bukan sebagai sebuah dokumen abstrak tetapi sebagai seruan aksi, bukan sebagai buku teks sekolah tetapi sebagai sebuah program untuk meluncurkan partai revolusioner dan bukannya sebuah klub diskusi.

Guna menumbangkan kapitalisme, kelas buruh harus mengorganisir dirinya sebagai sebuah kelas untuk mempertahankan kepentingan-kepentingannya. Selama berpuluh-puluh tahun, kaum buruh dari semua negeri, terutama dari negeri-negeri kapitalis maju, telah menciptakan organisasi-organisasi yang kuat – partai dan serikat buruh. Tetapi organisasi-organisasi ini tidaklah eksis dalam vakum. Mereka berada di bawah tekanan kapitalisme yang menekan keras terutama lapisan atasnya.

Kebangkrutan nasionalisme secara umum, dan penyimpangan yang buruk yang disebut “sosialisme di satu negeri” khususnya, ditunjukkan oleh runtuhnya Stalinisme, dan bahkan sebelum itu di dalam partisipasi birokrasi China dan Rusia di dalam pasar dunia. Semua negeri-negeri Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang telah berjuang dan memenangkan kemerdekaan mereka dari kekuasaan langsung imperialisme sekarang menemukan diri mereka sekali lagi terantai pada Tuan lamanya melalui mekanisme perdagangan dunia.

Setiap orang yang bisa berpikir tahu bahwa perkembangan kekuatan produksi secara bebas mensyaratkan unifikasi ekonomi dari semua negeri melalui sebuah rencana bersama, yang akan memungkinkan penggunaan sumber daya planet kita secara harmonis untuk kepentingan semua orang. Ini sangatlah jelas sehingga diakui oleh para ilmuwan dan pakar yang tidak ada sangkut pautnya dengan sosialisme, yang geram pada kondisi-kondisi barbar yang dialami oleh dua pertiga umat manusia, dan khawatir akan efek-efek dari penghancuran lingkungan hidup. Sayangnya rekomendasi mereka yang datang dari maksud baik tidak didengar, karena rekomendasi mereka berkonflik dengan kepentingan dari perusahaan-perusahaan multinasional yang mendominasi ekonomi dunia dan yang perhitungannya tidak berdasarkan kesejahteraan umat manusia atau masa depan planet ini, tetapi hanya pada keserakahan dan pencarian profit di atas segala pertimbangan.

Pada dekade terakhir abad ke-20, kendali semua pembicaraan mengenai globalisasi, kontradiksi-kontradiksi nasional menjadi lebih intens. Sepuluh tahun yang lalu AS mengekspor nilai setara dengan 6 persen PDB. Sekarang angka ini mencapai 13 persen, dan Washington berniat untuk meningkatkannya sampai 20 persen pada tahun 2000. Ini merupakan deklarasi perang terhadap seluruh dunia, dimulai dengan Jepang – bukan perang militer, tetapi perang dagang. Benar, pada periode sebelumnya di masa lalu, ketegangan antara AS dan Jepang sudah akan memprovokasi sebuah perang. Tetapi keberadaan senjata nuklir berarti bahwa perang antara negeri-negeri kapitalis utama sekarang menjadi mustahil. Oleh karenanya, krisis sekarang tidak akan bisa diselesaikan seperti pada 1914 dan 1949. Di tengah absennya konflik militer, kontradiksi-kontradiksi internal di dalam tiap-tiap negeri kapitalis akan menjadi lebih intens. Kelas penguasa tidak memiliki pilihan lain selain meletakkan seluruh beban krisis ini di pundak kelas buruh.

Dengan kemampuan meninjau ke masa depan yang luar biasa, para penulis Manifesto Komunis mengantisipasi kondisi-kondisi yang sekarang sedang dialami oleh kelas buruh di seluruh negeri. Mereka menulis:

“Akibat penggunaan mesin yang ekstensif dan divisi kerja, maka kerja kaum proletariat telah kehilangan seluruh karakter individualnya, dan sebagai akibatnya hilanglah semua kegairahan kerja bagi si buruh. Dia semata-mata menjadi sebuah lampiran-tambahan dari mesin, dan yang dibutuhkan darinya hanyalah kecakapan yang paling sederhana, paling monoton, dan paling mudah dipelajari. Oleh sebab itu, biaya produksi dari seorang buruh terbatas  hampir seluruhnya pada ongkos keperluan hidup yang dibutuhkan olehnya untuk menghidupi dirinya dan untuk pembiakan jenisnya. Tetapi harga komoditas, dan oleh karenanya juga harga kerja, adalah sama dengan biaya produksinya. Oleh sebab itu sebanding dengan semakin meningkatnya penggunaan mesin dan divisi kerja, maka beban kerja juga meningkat, entah dengan memperpanjang jam kerja, dengan menuntut lebih banyak kerja dalam waktu tertentu, atau dengan meningkatkan kecepatan mesin, dsb.”

Hari ini AS menempati posisi yang sama seperti Inggris pada jaman Marx, yakni sebagai negeri kapitalis yang paling maju. Oleh karenanya, tendensi-tendensi umum kapitalisme terekspresikan di sana dalam bentuk yang paling jelas. Selama 20 tahun terakhir upah riil buruh Amerika telah menurun 20 persen, yang disertai dengan penambahan waktu kerja sebesar 10 persen. Dengan cara ini, boom hari ini berlangsung dengan mengorbankan kelas buruh. Pada masa sekarang, seorang buruh Amerika bekerja lembur rata-rata 168 jam per tahun – yang setara dengan satu bulan kerja. Ini terutama benar dalam industri otomobil di mana kerja 6 hari per minggu dan 9 jam per hari adalah hal yang lazim. Menurut serikat buruh Amerika, bila jam kerja dikurangi menjadi 40 jam per minggu di sektor ini saja maka 59 ribu pekerjaan akan tercipta.

Menurut sebuah artikel di majalah Time (24/10/94): “Para buruh mengeluh bahwa, bagi mereka, ekspansi ekonomi berarti keletihan. Di seluruh industri Amerika, perusahaan-perusahaan menggunakan lembur untuk memeras sebanyak mungkin kerja dari buruh di AS: jam kerja per minggu sekarang telah mendekati rekor 42 jam, termasuk 4,6 jam lembur.” Artikel yang sama mengutip kasus Joseph Kelterborn, seorang buruh di Fibre Optics, yang bekerja 4 jam lebur setiap harinya dan satu hari lembur setiap 3 minggu akibat pengurangan personel. Dia mengeluh, “Saat saya tiba di rumah, saya hanya punya waktu untuk mandi, makan dan tidur sebenar; tidak lama kemudian waktunya untuk bangun tidur dan memulai semua ini lagi.”

Tekanan yang buruk akibat kerja berlebihan ini, jatuhnya upahnya, ritme produksi yang meningkat, dsb. telah mengakibatkan pengaruh yang serius pada kualitas kehidupan keluarga kelas buruh. Di AS, seperti halnya di negeri-negeri lain, tingkat kelahiran telah menurun dari rata-rata 2,5 anak per keluarga pada awal 1960an menjadi 1,8 pada akhir 1980an. Angka perceraian meningkat dua kali lipat selama 1970an, sampai pada 60% pada tahun 1980. Bahkan harapan hidup yang telah meningkat sampai 1980an kini telah stagnan.

Situasi yang sama ada di Inggris, di mana di bawah pemerintahan Thatcher 2,5 juta pekerjaan dihancurkan di industri, namun tingkat produksi yang sama telah dipertahankan seperti tahun 1979. Ini telah dicapai, bukan dengan memperkenalkan mesin baru tetapi melalui eksploitasi lebih intens terhadap buruh Inggris. Pada 1995, Kenneth Calman, direktur umum kesehatan, memperingatkan bahwa “hilangnya pekerjaan seumur-hidup telah melepaskan epidemik penyakit stres.”

Pada 1994, 175 juta hari kerja hilang akibat sakit di Inggris – hampir 8 hari kerja per buruh. Jumlah resep obat meningkat 11,7 juta pada satu tahun (1995). “Stres, macet dan polusi sedang membunuhi para pengendara mobil profesional di Inggris,” tulis Record, koran dari serikat TGWU. Menurut sebuah studi yang dilakukan oleh serikat ini, 30 persen pengendara mobil mengakui pernah ketiduran saat menyetir, dan hampir 45 persen telah mengalami kecelakaan akibatnya. Contoh yang sama dapat diberikan untuk setiap negeri kapitalis.

Metode Marx

Akurasi yang luar biasa dari prediksi-prediksi yang dibuat di Manifesto Komunis bukanlah sebuah kebetulan. Ia mengalir dari metode ilmiah Marxisme, yakni dialektika materialisme, yang aplikasinya dalam sejarah dinamai materialisme historis. Dasar dari teori Marxis mengenai sejarah sudah dipaparkan di tulisan-tulisan awalnya seperti The Holy Family dan The German Ideology.

Kita harus ingat bahwa sosialisme dan komunisme tidaklah dimulai dengan Marx dan Engels. Ada banyak pemikir besar sebelum mereka yang telah mengajukan gagasan sebuah masyarakat tanpa kelas yang berdasarkan kepemilikan bersama: Robert Owen, Fourier, Saint Simon dan yang lainnya. Sejak awal abad ke-16, Thomas More menulis bukunya yang terkenal, Utopia, yang menjabarkan sebuah masyarakat komunis. Bahkan sebelum itu, kaum Kristen awal telah mengorganisir diri mereka di dalam komunitas-komunitas dimana kepemilikan pribadi disingkirkan, seperti yang dapat dibaca oleh siapapun di dalam Kisah Para Rasul

Marx dan Engels mengkarakterkan semua tendensi ini sebagai sosialisme utopis, sementara yang mereka anjurkan adalah sesuatu yang sangat berbeda – sosialisme ilmiah. Dimana letak perbedaannya? Bagi kaum utopis, sosialisme semata-mata adalah gagasan yang baik, sesuatu yang secara moral baik, dimana orang harus diyakinkan dengan menceramahinya. Dari sudut pandang ini, bila mereka benar, masyarakat baru semacam ini dapat saja dilahirkan 2000 tahun yang lalu, yang tentunya akan menyelamatkan umat manusia dari begitu banyak masalah!

Akan tetapi Marx dan Engels menjelaskan bahwa sosialisme memiliki basis material, yang terdiri dari level perkembangan kekuatan produksi – industri, pertanian, dan iptek. Materialisme historis menjelaskan bahwa perkembangan sejarah pada analisa terakhir berdasarkan perkembangan hal-hal ini. Afirmasi ini telah diserang oleh para musuh Marxisme, padahal kebenaran ini telah didemonstrasikan oleh seluruh sejarah umat manusia. Tetapi yang diserang bukanlah gagasan Marx dan Engels, tetapi karikatur kasarnya, yakni gagasan absurd bahwa di dalam Marxisme “semuanya direduksi ke ekonomi.” Para pengarang Manifesto Komunis telah menjawab absurditas ini berulang kali, seperti yang dapat kita lihat dengan jelas di dalam surat Engels untuk Bloch:

“Menurut konsepsi materialis mengenai sejarah elemen penentu dalam sejarah pada akhirnya adalah produksi dan reproduksi dalam kehidupan riil. Lebih dari ini Marx dan saya tidak pernah mengatakan apa pun. Oleh karenanya bila ada orang yang memelintir ini menjadi pernyataan bahwa elemen ekonomi adalah satu-satunya elemen penentu, dia mengubahnya menjadi sebuah frase yang tidak bermakna, abstrak, dan absurd. Situasi ekonomi adalah basisnya, tetapi berbagai elemen superstruktur – bentuk politik dari perjuangan kelas dan konsekuensi-konsekuensinya, konstitusi-konstitusi yang dibentuk oleh kelas yang menang setelah pertempuran, dsb – bentuk hukum – dan bahkan refleks-refleks dari semua perjuangan yang aktual di dalam benak-benak para pejuang: teori politik, legal, filsafat, gagasan religius dan perkembangan mereka yang lebih lanjut menjadi sistem dogma – juga memiliki pengaruh di dalam alur perjuangan sejarah dan di banyak kasus memilih pengaruh yang lebih besar dalam menentukan bentuk perjuangan sejarah.”

Jelas bahwa agama, politik, moralitas, filsafat, dsb. memainkan peran di dalam proses sejarah. Akan tetapi, di dalam analisa terakhir, keberhasilan dari sebuah sistem ekonomi-sosial tertentu akan tergantung pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar umat manusia. Sebelum mengembangkan agama, gagasan politik atau filsafat, manusia harus makan terlebih dahulu, mengenakan pakaian dan punya atap di atas kepalanya. Sejak awal manusia harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini, dan bahkan sekarang mayoritas besar manusia masih harus berjuang untuk ini.

Pada momen tertentu di dalam sejarah, divisi kerja lahir, yang terjadi bersamaan dengan awal dari pembagian masyarakat ke dalam kelas-kelas. Ini merupakan sebuah lompatan besar, yang memungkinkan penciptaan untuk pertama kalinya nilai surplus yang diambil oleh sebuah kelas yang dibebaskan dari keharusan bekerja, sebuah kelas penguasa yang hidup dari kerja orang lain: di jaman Kuno “orang lain” ini adalah budak; lalu di bawah Feodalisme, kaum hamba; dan akhirnya di Kapitalisme, kelas buruh.

Kendati semua keburukan, ketidakadilan dan penderitaan yang datang dengan masyarakat kelas, menurut pandangan Marxis, yakni pandangan ilmiah dan bukan moralistik, masyarakat kelas adalah sesuatu yang secara historis dibenarkan dan telah memainkan sebuah peran progresif dalam mendorong masyarakat maju ke depan. Pencapaian yang paling brilian dari sains, seni dan filsafat di Yunani dan Roma adalah hasil dari kerja para budak yang orang-orang Romawi sebut sebagai “instrumentumvocale” – “sebuah alat dengan suara” (dari sudut pandang para bos hari ini, para buruh modern tidaklah jauh berbeda). Surplus yang dihasilkan oleh kerja dari kelas-kelas yang tertindas cukup untuk membebaskan minoritas kaum penindas, tetapi tidak cukup untuk membebaskan mayoritas yang perbudakannya adalah syarat untuk bangkitnya peradaban, yang dimungkinkan oleh perkembangan alat-alat produksi.

Marx dan Engels menemukan hukum perkembangan sosial yang paling penting, yang dapat menjelaskan perkembangan sejarah manusia. Mereka menjelaskan bahwa sebuah bentuk masyarakat tertentu hanya dapat selamat selama ia mampu mengembangkan kekuatan-kekuatan produksi, dan tidak ada masyarakat yang akan hilang sebelum ia menghabiskan seluruh potensi perkembangan yang ada di dalamnya. Dalam pengertian ini, kita dapat membandingkan sebuah sistem sosio-ekonomi dengan sebuah organisme hidup. Ia bukanlah sesuatu yang statis dan diam selamanya, seperti yang dikatakan oleh para pembela kapitalisme ketika mereka membuat statemen-statemen konyol mengenai basis genetika dari ekonomi pasar. Seperti sistem sosial lainnya, kapitalisme lahir, berkembang, menjadi dewasa, dan akhirnya terbentur pada limit-limitnya dan sekarang telah memasuki masa penurunan yang fatal.

Bila kita mendasarkan diri kita pada sudut pandang ilmiah ini, maka untuk pertama kalinya kita akan bisa memahami sejarah bukan sebagai serangkaian peristiwa yang tidak masuk akal dan acak, yang ditentukan terutama oleh faktor-faktor keberuntungan, atau hasil dari aktivitas “tokoh-tokoh besar” (walaupun tentunya faktor subjektif di dalam sejarah dapat dan telah memainkan peran menentukan di dalam situasi tertentu), tetapi sebagai sebuah proses yang diatur oleh hukum-hukum yang dapat dipahami, seperti halnya alam.

Seperti halnya Charles Darwin menjelaskan bahwa spesies bukanlah sesuatu yang abadi dan tidak berubah, dan mereka memiliki masa lalu, masa kini, dan masa depan, yang berubah dan berevolusi, begitu juga Marx dan Engels menjelaskan bahwa sebuah sistem sosial tertentu bukanlah sesuatu yang abadi. Inilah adalah ilusi dari setiap epos. Setiap sistem sosial percaya bahwa ia mewakili satu-satunya bentuk keberadaan yang mungkin bagi umat manusia, bahwa institusinya, agamanya, dan moralitasnya adalah bentuk yang tertinggi. Inilah yang dipercaya sungguh-sungguh oleh para kanibal, para pendeta Mesir, Marie Antoinette dan Tsar Nicholas II. Dan inilah yang dipercaya oleh kaum borjuasi dan kaum apologisnya hari ini, yang ingin menunjukkan kepada kita dan meyakinkan kita, tanpa basis sama sekali, bahwa sistem “pasar bebas” ini adalah satu-satunya sistem yang mungkin, justru ketika ia mulai tenggelam.

Reformasi dan Revolusi

Sekarang ini gagasan “evolusi” telah secara umum diterima setidaknya oleh orang-orang yang terdidik. Gagasan-gagasan Darwin, yang begitu revolusioner pada jamannya, telah diterima hampir sebagai truisme. Akan tetapi, evolusi biasanya dipahami sebagai sebuah proses yang pelan dan gradual, tanpa interupsi atau guncangan yang keras. Dalam politik, argumen macam ini biasanya digunakan sebagai pembenaran reformisme. Malangnya ini berdasarkan kesalahpahaman. Mekanisme sesungguhnya dari evolusi bahkan sampai hari ini tidak dipahami oleh banyak orang. Ini bukanlah hal yang mengejutkan karena Darwin sendiri tidak memahaminya. Hanya pada dekade terakhir dengan penemuan-penemuan baru di dalam paleontologi yang dibuat oleh Stephen J. Gould, yang menemukan teori ekuilibrium patah (punctuatedequilibrium), telah dibuktikan bahwa evolusi bukanlah sebuah proses yang gradual. Ada periode yang panjang dimana tidak ada perubahan besar, tetapi pada momen tertentu, garis evolusi terpatah oleh sebuah ledakan, sebuah revolusi biologi yang dikarakterkan dengan kepunahan massal dari beberapa spesies dan kenaikan cepat dari yang lainnya.

Analogi antara masyarakat dan alam, tentu saja, hanyalah aproksimasi. Tetapi bahkan pengamatan yang paling superfisial atas sejarah menunjukkan bahwa interpretasi gradual tidak punya dasar. Masyarakat, seperti alam, mengalami masa-masa panjang perubahan yang pelan dan gradual, dan di sini juga garis ini diinterupsi oleh perkembangan-perkembangan yang eksplosif – perang dan revolusi, dimana proses perubahan dipercepat dengan sangat besar. Pada kenyataannya, peristiwa-peristiwa seperti inilah yang merupakan motor penggerak utama perkembangan sejarah. Dan akar penyebab revolusi adalah kenyataan bahwa sebuah sistem sosio-ekonomi tertentu telah mencapai limitnya dan tidak mampu lagi mengembangkan kekuatan produksi seperti sebelumnya.

“Sejarah dari semua masyarakat yang ada hingga sekarang adalah sejarah perjuangan kelas,” tulis Manifesto Komunis dalam salah satu kalimatnya yang paling terkenal. Tetapi apa itu perjuangan kelas? Perjuangan kelas tidak lain adalah perjuangan untuk memperebutkan nilai surplus yang diproduksi oleh kelas buruh. Dan perjuangan ini akan selalu tak terelakkan, selama kekuatan produksi belum mencapai tingkatan perkembangan yang memadai untuk memungkinkan penghapusan kemiskinan dan kemelaratan bagi semua orang. Sosialisme, oleh karenanya, bukan semata-mata “gagasan yang baik” yang dapat diwujudkan di setiap situasi selama orang menginginkannya. Sosialisme memiliki sebuah basis material yang tergantung pada tingkat perkembangan industri, pertanian, dan iptek.

Di The German Ideology, yang ditulis pada 1845 dan 1846, Marx dan Engels sudah menjelaskan bahwa “perkembangan kekuatan produksi ini (yang dengan sendirinya berarti eksistensi empiris yang aktual dari umat manusia di dalam keberadaan mereka yang dunia-historis, dan bukan lokal) adalah sebuah premis praktis yang sungguh-sungguh diperlukan, karena tanpanya kemiskinan akan menjadi umum, dan dengan kemiskinan maka perjuangan untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup dan semua sampah lama akan datang kembali...”

Yang dimaksud Marx dan Engels dengan “semua sampah lama” adalah ketidaksetaraan, eksploitasi, penindasan, korupsi, birokrasi, negara dan semua keburukan di dalam masyarakat kelas. Hari ini, setelah jatuhnya Stalinisme di Rusia, para musuh sosialisme mencoba menunjukkan bahwa gagasan Marxisme tidak dapat dipraktekkan. Mereka melupakan satu detil kecil bahwa Rusia sebelum 1917 adalah sebuah negeri yang jauh lebih terbelakang dibandingkan India hari ini. Lenin dan kaum Bolshevik, yang mengenal cukup baik tulisan-tulisan Marx, sangat tahu bahwa tidak ada kondisi-kondisi material untuk sosialisme di Rusia. Tetapi Lenin dan Trotsky tidak pernah menggagaskan ide revolusi nasional atau “sosialisme di satu negeri”, dan terutama di sebuah negeri terbelakang seperti Rusia.

Kaum Bolshevik merebut kekuasaan pada tahun 1917 dengan perspektif sebuah revolusi dunia. Revolusi Oktober adalah sebuah dorongan yang kuat bagi seluruh Eropa, dimulai dari Jerman dimana revolusi bisa saja menang kalau bukan karena kepengecutan dari para pemimpin sosial demokratik yang menyelamatkan kapitalisme. Dunia membayar harga yang mahal untuk kejahatan ini, dengan kekacauan ekonomi dan sosial selama 2 dekade di antara Perang Dunia, kemenangan Hitler di Jerman, perang sipil di Spanyol dan akhirnya horor dari Perang Dunia II.

Ini bukanlah tempatnya untuk menganalisa seluruh proses yang terjadi setelah 1945. Singkatnya, kapitalisme berhasil untuk sementara, dengan cara-cara yang telah kita sebutkan sebelumnya, untuk membangun kembali kestabilan relatif, setidaknya di negeri-negeri kapitalis maju di Eropa, Jepang, dan AS. Tetapi bahkan di dalam periode ini kontradiksi-kontradiksi dasar kapitalisme tidak menghilang. Bagi dua pertiga umat manusia, ini adalah tahun-tahun yang dipenuhi kelaparan, kesengsaraan, perang, revolusi dan kontra-revolusi. Akan tetapi, setidaknya di negeri-negeri industrial maju semua orang bekerja, ada negara kesejahteraan dan ada kenaikan taraf hidup secara umum.

Semua ini memberikan kesan kepada para pemimpin buruh (yang di Kiri maupun yang di Kanan) bahwa kapitalisme telah menyelesaikan problem-problemnya, bahwa pengangguran massal adalah hal masa lalu, bahwa perjuangan kelas telah selesai dan (tentu saja) Marxisme adalah ajaran yang kuno. Betapa ironisnya pemikiran seperti ini pada hari ini! Dengan lebih dari 30 juta pengangguran di negeri-negeri OECD dan penyerangan yang kejam terhadap taraf hidup kaum buruh, kontradiksi-kontradiksi antar kelas menjadi semakin intens. Di Eropa telah terjadi pemogokan demi pemogokan, di Prancis, Jerman, Spanyol, Italia, Belgia. Di Amerika, pemogokan luar biasa dari pekerja UPS berakhir dengan kemenangan dan merupakan peringatan bahwa kaum buruh Amerika tidak akan duduk diam menerima upah murah dan kondisi kerja yang buruk demi kepentingan profit. Di Inggris, kemenangan Partai Buruh setelah 18 tahun kekuasaan Tory adalah indikasi adanya perubahan fundamental di dalam mood masyarakat.

“Keberadaan sosial menentukan kesadaran.” Ini adalah gagasan yang membentuk dasar dari materialisme historis. Cepat atau lambat, kondisi-kondisi sosial akan menghasilkan perubahan di dalam kesadaran orang. Akan tetapi, relasi antara proses-proses yang terjadi di dalam masyarakat dan bagaimana ini tercerminkan di dalam benak manusia bukanlah hal yang otomatis. Bila demikian maka kita sudah tiba di sosialisme sejak dulu! Pikiran manusia secara umum tidaklah progresif tetapi sangatlah konservatif. Dalam “periode-periode” normal, orang cenderung melekat pada hal-hal yang lazim dikenalnya. Mereka memilih untuk percaya pada gagasan-gagasan, moralitas, institusi-institusi, partai-partai dan pemimpin-pemimpin yang sudah biasa mereka lihat dan kenal.

Engels pernah mengatakan ada periode di dalam sejarah dimana 20 tahun lewat dalam 24 jam. Untuk waktu yang lama tampaknya tidak ada perubahan. Akan tetapi, di bawah permukaan yang tenang, terkumpul kekecewaan, kemarahan, frustrasi dan kegeraman. Pada waktu tertentu, ini akan menghasilkan sebuah ledakan sosial. Di momen-momen krisis, orang-orang akan mulai berpikir untuk dirinya sendiri, untuk bertindak seperti manusia bebas, seperti protagonis dan bukan korban yang pasif. Mereka akan berorganisasi dan mencari cara mengekspresikan diri mereka, menjadi aktif di serikat-serikat buruh dan di partai-partai massa guna mengubah masyarakat.

Ada bagian penting di dalam Manifesto Komunis, yang belumlah cukup dipahami:

“Bagaimana hubungan antara kaum Komunis dan kaum proletar umumnya? Kaum Komunis tidak membentuk sebuah partai tersendiri yang bertentangan dengan partai-partai kelas buruh lainnya. Mereka tidak memiliki kepentingan-kepentingan yang tersendiri dan terpisah dari kepentingan-kepentingan proletariat secara keseluruhan. Mereka tidak menciptakan prinsip-prinsip sektarian mereka sendiri, yang dijadikan pola untuk membentuk gerakan proletar.

“Kaum Komunis dibedakan dari partai-partai kelas buruh lainnya hanya dengan ini: 1. Dalam perjuangan nasional dari kaum proletar di berbagai negeri, kaum Komunis menunjukkan serta mengedepankan kepentingan bersama dari seluruh proletariat, terlepas dari semua nasionalitas. 2. Di dalam berbagai tahapan perkembangan yang harus dilalui oleh perjuangan kelas buruh dalam melawan borjuasi, kaum Komunis selalu dan dimana pun mewakili kepentingan gerakan secara keseluruhan.

“Oleh karenanya kaum Komunis, pada satu pihak, pada prakteknya adalah bagian yang paling maju dan tegas dari partai-partai kelas buruh di setiap negeri, bagian yang mendorong maju semua bagian yang lainnya; di pihak lain, dibandingkan massa luas proletariat mereka memiliki keunggulan dalam memahami garis perjuangan, kondisi-kondisi, dan hasil-hasil umum terakhir dari gerakan proletariat.”

Baris-baris ini sangatlah penting karena mereka menunjukkan metode Marx dan Engels, yang selalu bergerak dari gerakan kelas buruh yang aktual dan bukan seperti yang kita idamkan. Metode ini seribu tahun lebih maju daripada sektarianisme dari “sekte-sekte” revolusioner yang mengais eksistensi mereka di pinggiran gerakan buruh. Mereka tidak mampu membangun hubungan yang organik dengan gerakan buruh yang sesungguhnya.

Bagi kaum Marxis, sebuah partai pertama-tama adalah program, gagasan, metode, dan tradisi, dan hanya setelah itu sebuah organisasi untuk membawa gagasan-gagasan ini ke kelas buruh. Di dalam perjalanan sejarahnya, kelas buruh menciptakan organisasi-organisasi massa untuk membela kepentingan-kepentingan mereka dan mengubah masyarakat. Dimulai dari serikat buruh, yakni organisasi dasar kelas buruh, kaum buruh mulai paham bawah perjuangan untuk tuntutan-tuntutan ekonomi parsial dalam dirinya sendiri tidaklah memadai. Di dalam kondisi sekarang ini, kesimpulan ini adalah tak terelakkan. Tanpa perjuangan sehari-hari untuk reforma di bawah kapitalisme revolusi sosialis adalah hal yang mustahil. Melalui pengalaman pemogokan dan demonstrasi kelas buruh belajar mengenai kekuatan mereka sendiri. Tetapi ini saja tidak cukup. Bahkan pemogokan yang paling solid dan sukses tidak akan menyelesaikan masalah-masalah fundamental yang dihadapi oleh kelas buruh. Terlebih lagi, untuk setiap pemogokan yang berhasil akan ada lebih banyak kekalahan. Bahkan bila perjuangan berakhir menang, kenaikan gaji akan terkikis oleh inflasi. Apa yang diberikan dengan tangan kiri oleh kapitalis akan direbutnya kembali dengan tangan kanan. Dalam periode krisis kapitalis, reforma digantikan dengan kontra-reforma, seperti yang kita saksikan sekarang dengan pemerintah Blair. Ini memiliki logikanya tersendiri. Bila kita menerima sistem kapitalisme, maka kita harus menerima hukum-hukum kapitalisme. Bila kita mengatakan “A” maka harus juga mengatakan “B”, “C” dan “D”. Pengangguran, privatisasi, pemotongan anggaran sosial, semua mengalir dari krisis umum kapitalisme. Ini adalah masalah politik yang tidak dapat diselesaikan dengan aksi-aksi industrial belaka, walaupun tentunya aksi-aksi ini penting. Kita harus melampaui batas-batas aktivitas serikat buruh dan bergerak ke ranah perjuangan politik.

Serikat buruh dan partai buruh diciptakan oleh kelas buruh lewat perjuangan dan pengorbanan generasi-generasi terdahulu. Semua sejarah menunjukkan bahwa kaum buruh tidak akan mencampakkan organisasi massa tradisional mereka sebelum mengujinya lagi dan lagi. Hampir seratus tahun yang  lalu serikat-serikat buruh membentuk Partai Buruh untuk mewakili kelas buruh di parlemen. Partai Buruh dibentuk sebagai ekspresi politik dari serikat-serikat buruh. Tetapi organisasi massa tidak eksis dalam vakum. Mereka terus berada di bawah tekanan kelas penguasa yang memiliki di tangannya metode-metode persuasi yang kuat – pers, televisi, Gereja, dan 1001 cara untuk menekan, mempengaruhi dan membuat para perwakilan Partai Buruh korup. Skandal baru-baru ini mengenai donasi satu juga pound kepada Partai Buruh dari seorang pengusaha hanyalah ujung dari sebuah batu es yang besar. Pengusaha tidak memberikan donasi yang begitu besar secara cuma-cuma! Bahkan bila kita mengabaikan korupsi, tekanan dari bisnis-bisnis besar terhadap Partai Buruh sangatlah besar. Para pemimpin sayap Kanan tidak punya masalah mengakomodasi diri mereka pada tekanan ini karena mereka sendiri sepenuh hati memeluk sistem kapitalis. Sungguh ironis ketika mereka menyanyikan lagu puji untuk “pasar” justru pada saat sistem pasar ini mulai retak. Para pemimpin sayap kanan ini mencoba mendasarkan diri mereka pada bentuk kapitalisme yang sudah tidak lagi eksis. Mereka mewakili masa lalu dan bukannya masa depan. Walaupun mereka melihat diri mereka sebagai kaum realis yang hebat, pada kenyataannya mereka adalah kaum utopis yang paling parah. Cengkeraman mereka terhadap Partai Buruh akan hancur di atas basis peristiwa-peristiwa pada periode ke depan.

Akan tetapi posisi kaum reformis Kiri juga tidak lebih baik. Walaupun mereka menentang kebijakan kontra-reforma yang diusung oleh sayap Kanan, dalam prakteknya mereka tidak menawarkan alternatif yang riil. Sementara menerima sistem kapitalisme, mereka menginginkan kapitalisme yang lebih baik dan halus. Ini seperti meminta seekor harimau untuk makan rumput dan bukannya daging! Bila semua pemerintah mencanangkan program pemotongan, ini bukan karena pilihan mereka, tetapi ini adalah ekspresi dari kenyataan bahwa kapitalisme sedang memasuki krisis yang dalam. Sebuah usaha untuk kembali ke kebijakan-kebijakan pembiayaan-defisit Keynesian akan memprovokasi sebuah ledakan inflasi. Dan bagi kelas buruh, memilih antara deflasi dan inflasi adalah memilih antara mati digantung atau mati dipanggang di atas api. Kita tidak menginginkan keduanya. Kita menginginkan solusi yang riil, yakni transformasi sosialis.

Satu-satunya Jalan

Ketika Marx dan Engels menulis Manifesto, mereka adalah dua orang muda, berumur 29 dan 27. Mereka menulis di dalam periode reaksi gelap. Kelas buruh tampaknya tidak bergerak. Manifesto Komunis sendiri ditulis di Brussels, dimana pengarangnya terpaksa mengasing sebagai pengungsi politik. Namun, ketika Manifesto Komunis terbit pada Februari 1848, revolusi telah meledak di jalan-jalan Paris, dan dalam bulan-bulan selanjutnya menyebar seperti api liar ke hampir seluruh Eropa.

Bila sejarah mengajarkan kita satu hal, ini adalah bahwa tidak ada satu hal pun dan tidak ada seorangpun yang bisa meremukkan kehendak tidak-sadar dari kelas buruh untuk mengubah masyarakat. Benar, sudah banyak sekali kekalahan-kekalahan yang tragis, seperti kekalahan revolusi 1848, Komune Paris, dan sekarang likuidasi final sisa-sisa terakhir dari Revolusi Oktober di Rusia. Walaupun demikian, di setiap kasus, kaum buruh selalu pulih dari setiap kegagalan dan kembali ke jalan perjuangan, dan untuk alasan yang baik, karena tidak ada alternatif lain. Secara retrospektif, bahkan kekalahan yang paling buruk sekali pun hanya merupakan salah satu episode di dalam perjuangan kelas buruh yang panjang untuk mencapai emansipasi akhirnya.

Akan tetapi, sejarah juga mengajarkan kita satu hal lagi. Untuk berhasil, tidak cukup hanya memiliki kehendak untuk berjuang. Kita juga harus berjuang secara sadar, dengan dipersenjatai dengan program yang ilmiah dan sebuah perspektif. Tanpa ini, kemenangan akan selalu luput dari kita. Tetapi hal-hal demikian tidak jatuh dari langit. Mustahil untuk mengimprovisasi program, taktik dan program ketika massa sudah mulai bergerak untuk melawan tatanan yang ada. Hal-hal ini harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Kita harus memenangkan satu dan dua, untuk mendidik dan melatih kader-kader Marxis, mengintegrasikan mereka di setiap pabrik, tambang, kantor, sekolah dan universitas, aktif di setiap ranting serikat buruh dan Partai Buruh, di setiap komite pendamping buruh (shopsteward) dan dewan buruh. Kita harus melakukan kerja persiapan agitasi dan propaganda secara sabar, menghubungkan perjuangan sehari-hari buruh dan kaum muda pada perspektif umum sosialisme. Dengan cara ini kita mempersiapkan arena untuk peristiwa-peristiwa dramatik yang akan datang, tidak hanya di Inggris, tetapi juga di Eropa dan seluruh dunia.

Kendati semua usaha dari para musuhnya, Marxisme hari ini masih mempertahankan validitasnya, sebagai sebuah analisa yang akurat mengenai masyarakat hari ini dan sebuah sebuah program perjuangan untuk mengubahnya. Akan ada detil ini atau itu yang telah berubah, tetapi secara umum gagasan-gagasan fundamental Manifesto Komunis masihlah relevan dan benar hari ini seperti ketika ia pertama kali ditulis. Bahkan hari ini ia lebih relevan. Revolusi 1848 menyapu seluruh Eropa, dan hanya memiliki gaung yang kecil di luarnya. Gelombang revolusi yang besar yang dimulai dari Revolusi Oktober pada 1917 mempengaruhi tidak hanya Eropa tetapi juga China, India, Persia dan Turki. Tetapi sekarang, penyatuan seluruh dunia oleh kapitalisme dunia sedang mempersiapkan perkembangan yang jauh lebih dramatis. Tingkat keterhubungan sudah mencapai level yang sedemikian rupa sehingga dengan penuh keyakinan kita dapat memprediksikan bahwa kemenangan kelas buruh di sebuah negeri yang signifikan akan dengan cepat mengakibatkan penumbangan kapitalisme dari satu negeri ke negeri lain, yang akan meletakkan fondasi untuk pembentukan Inggris Sosialis, Perserikatan Eropa Sosialis, dan Federasi Sosialis sedunia.

London, 26 November 1997