facebooklogocolour

 

trotsky redarm1RESIZEKetika kita berbicara mengenai Revolusi Oktober, kebanyakan dari kita hanya memikirkan penyerbuan Istana Musim Dingin pada 24 Oktober 1917 dan kemenangan proletariat dalam merebut kekuasaan. Akan tetapi satu pencapaian penting proletariat Rusia lainnya yang sama pentingnya adalah mempertahankan kemenangan revolusi tersebut, dalam Perang Sipil yang berkecamuk dari 1918 hingga 1921. Inilah yang dibenci dan ditakuti oleh kelas penguasa, bahwa untuk pertama kalinya kaum budak melawan, dan tidak hanya memang tetapi bahkan mempertahankannya. Inilah yang tidak pernah bisa dimaafkan oleh kelas penguasa.

Oleh karenanya, menjadi penting untuk mempelajari Perang Sipil, bukan aspek taktik-taktik militernya, tetapi kebijakan-kebijakan politik yang diambil oleh kaum Bolshevik selama perang tersebut. Ini karena Perang Sipil dimenangkan bukan dengan senapan dan bayonet semata, tetapi dimenangkan dengan gagasan politik yang tepat.

Selain itu, kita tidak akan bisa memahami perkembangan Revolusi Rusia dan kebijakan kaum Bolshevik pada tahun-tahun pertama Republik Soviet bila kita tidak memahami konteks Perang Sipil yang ada. Dari 1918 hingga 1921, perang melawan Tentara Putih dan pasukan imperialis dari 21 negara menentukan segalanya di Rusia.

Awal Revolusi, dari Oktober 1917 sampai Januari 1918

Perang Sipil Rusia adalah hasil langsung dan kelanjutan dari Revolusi Oktober, dan ia menandai tahapan baru dalam perjuangan kelas secara internasional. Insureksi Oktober sendiri tidak memakan banyak korban. Tidak lebih dari 10 orang yang mati ketika kaum proletariat Petrograd menyerbu Istana Musim Dingin dan memproklamirkan Soviet sebagai kekuasaan tertinggi di tanah Rusia.

Insureksi Oktober di Petrograd tidak menumpahkan darah karena kaum proletariat di bawah kepemimpinan Bolshevik sudah sangat terorganisir. Bolshevik telah memenangkan ke sisi mereka hampir semua buruh dan tentara di Petrograd dengan program sosialis mereka dan meyakinkan mereka akan perlunya perebutan kekuasaan. Ketika penyerbuan Istana Musim Dingin diluncurkan, ketika pos-pos strategis diduduki, tidak ada satupun orang yang ingin membela rejim lama. Rejim ini runtuh begitu saja tanpa perlawanan. 

Ceritanya sedikit berbeda di Moskow. Insureksi di Moskow tidak segesit dan “rapi” seperti di Petrograd. Ia memakan waktu 7-8 hari, dimana kaum reaksioner meluncurkan perlawanan yang sengit. Sekitar 700 orang kehilangan nyawanya. Perbedaannya terletak pada kesiapan kaum proletariat dan kepemimpinannya.

Revolusi Oktober kemudian menyebar ke kota-kota, desa-desa dan propinsi-propinsi lainnya. Intensitas benturan-benturan yang terjadi berbeda-beda, namun umumnya tanpa kekerasan yang berlebihan. Dalam kebanyakan kasus, soviet-soviet memproklamirkan kekuasaan mereka, yang memang sudah defakto jauh-jauh hari sebelumnya, dan para kapitalis dan tuan tanah tidak bisa melakukan apapun.

Namun tidak ada kelas penguasa yang begitu saja berpangku tangan dan menyerah ketika kekuasaan mereka direbut oleh sang budak. Walaupun awalnya kelas penguasa kocar-kacir kebingungan dan terkejut oleh Revolusi Oktober, mereka perlahan-lahan mulai mengorganisir perlawanan untuk mengambil kembali apa yang telah hilang dari mereka: tanah, pabrik, kekayaan, prestise dan posisi sosial mereka.

Kontra-revolusi mulai mengorganisir diri mereka. Biasanya ini hanya terdiri dari beberapa lusin atau ratus kaum reaksioner, yang terdiri dari anak-anak bangsawan, pelajar dan mahasiswa (karena pada saat itu hanya kaum kaya yang bisa mengenyam sekolah), dan perwira-perwira militer menengah dan tinggi. Kekuatan reaksioner ini biasanya tidak terlalu kuat dan mudah ditumpas cukup dengan mengerahkan Milisi Merah (Red Guards), yang diorganisir seadanya secara spontan. Milisi Merah adalah unit buruh dan tentara yang diimprovisasi, dengan struktur yang longgar.

Misalnya Kerensky, yang setelah melarikan diri dari Petrograd langsung mengorganisir pasukan untuk merebut Petrograd kembali. Di bawah komando Jenderal Krasnov, mereka menyerbu dari selatan kota, tetapi dihadang oleh buruh-buruh bersenjata (Milisi Buruh Merah). Kaum buruh melakukan agitasi di antara tentaranya Krasnov untuk bergabung dengan revolusi, dan akhirnya Krasnov ditangkap oleh tentaranya sendiri dan diserahkan ke Bolshevik. Cerita serupa bisa ditemui di banyak tempat, dimana perlawanan balik dari kelas penguasa awalnya lemah dan mudah ditumpas.

Di sini Revolusi masih menunjukkan kemurahan hatinya, yang sangatlah naif dan harus dibayar mahal di kemudian hari. Jenderal Krasnov setelah ditangkap lalu dibebaskan oleh Bolshevik, dengan janji kalau dia tidak akan lagi mengorganisir pemberontakan bersenjata. Krasnov membalas kebaikan hati Bolshevik ini dengan kembali ke wilayah Don dan mengorganisir Tentara Putih selama Perang Sipil. Revolusi yang masih naif, yang mengira kalau mereka telah menang, membiarkan banyak sekali musuh mereka bebas, memberi mereka amnesti dengan janji kalau mereka tidak akan lagi menentang Soviet. Musuh-musuh ini lalu akan mengorganisir pembantaian yang paling mengerikan terhadap kaum Bolshevik dan Tentara Merah selama Perang Sipil nanti, dan tidak ada secuilpun kemurahan hati yang ditunjukkan pada

Dari Milisi Merah ke Tentara Merah

Pada bulan-bulan pertama setelah Revolusi Oktober, tidak banyak benturan senjata besar. Kekuatan kontra-revolusi luluh lantak begitu saja di hadapan revolusi. Yang ada hanya pemberontakan-pemberontakan kecil dari selapisan perwira militer dan mahasiswa. Mereka dapat ditumpas relatif mudah hanya dengan mengerahkan detasemen Milisi Merah yang diorganisir seadanya.

Milisi Merah adalah unit buruh dan tentara bersenjata yang diimprovisasi sesuai kebutuhan. Kebanyakan dari mereka adalah komunis. Organisasinya lepas dengan struktur komando yang longgar. Kebanyakan unit ini bergerak sendiri-sendiri, dan ini juga sesuai dengan kondisi yang ada dimana perlawanan kontra-revolusi masih bersifat sporadis.

Dengan struktur seperti ini, Milisi Merah cukup kuat untuk menumpas kekuatan kontra-revolusi. Pada Februari dan Maret 1918, Milisi Merah menyerbu wilayah Don dan memukul balik pasukannya Jenderal Kornilov, mengejarnya sampai Kuban dan akhirnya berhasil membunuh Kornilov. Lenin mengira dengan hancurnya pasukan Kornilov maka perang sipil telah berakhir. Sungguh keliru dia. Kelas penguasa baru saja mulai.

Satu episode yang sungguh menunjukkan kelemahan Republik Soviet yang muda – yakni ketiadaan angkatan bersenjata – adalah penandatanganan perjanjian perdamaian Brest-Litovsk antara Soviet dan Jerman pada 3 Maret 1918. Soviet terpaksa menandatangani perjanjian yang merugikan ini karena ancaman militer Jerman. Ini mengekspos kelemahan Soviet, yakni ketiadaan angkatan bersenjata untuk mempertahankan dirinya dari agresi militer besar. Setelah Revolusi Oktober, seluruh angkatan bersenjata yang ada bubar. Tidak ada lagi tentara yang ingin memanggul senjata untuk perang imperialis. Detasemen Milisi Merah tidak punya kemampuan untuk melawan tentara profesional yang terorganisir dengan persenjataan modern mereka.

Pada saat yang sama kekuatan kontra-revolusioner mulai mengorganisir Tentara Putih, dengan bantuan dari negara-negara imperialis lainnya. Di sini kekurangan dan kelemahan Milisi Merah mulai terkuak, dan kebutuhan untuk membentuk sebuah angkatan bersenjata yang sistematis, terorganisir rapi, dengan struktur komando terpusat, dan profesional menjadi nyata. Milisi Merah cukup untuk melawan pemberontakan kontra-revolusi yang sporadis dan kecil. Tetapi ketika ini sudah menjadi sebuah operasi militer luas dengan tentara reguler dan persenjataan modern, ditambah dengan partisipasi dari 21 negeri imperialis, maka metode Milisi Merah dan perang gerilya tidak lagi memadai.

Tentara Professional versus Milisi Merah dan Perang Gerilya

Dalam periode ini ada diskusi sengit dalam Partai Bolshevik mengenai metode militer yang harus digunakan oleh pemerintahan revolusioner. Di satu sisi adalah kelompok “Komunis Kiri” dan yang lainnya (Sosial Revolusioner Kiri, anarkis, dsb.) yang berpendapat kalau Milisi Merah dan perang gerilya harus jadi metode militer Soviet. Menurut mereka, karena Soviet adalah pemerintahan sosialis maka seluruh strukturnya dan metode kerjanya harus sepenuhnya berbeda dari apa yang ada sebelumnya di bawah kapitalisme. Tetapi ini dimulai dari pemahaman yang keliru, bahwa rejim Soviet yang ada, yang baru saja lahir ini, sudah mencapai sosialisme. Pada kenyataannya rejim Soviet ini adalah rejim transisional dari kapitalisme ke sosialisme. Kelas buruh baru saja merebut kekuasaan, tetapi belum punya waktu untuk mengkonsolidasikan dirinya untuk mulai membangun sosialisme. Ini diperparah oleh kenyataan bahwa ia harus mulai dari level produksi, teknologi, dan kebudayaan yang rendah.

Sosialisme tidak bisa diisap keluar dari jempol, tapi harus dibangun di atas pencapaian-pencapaian konkret yang telah dicapai oleh kapitalisme. Dalam ranah militer, terutama pada masa Perang Sipil, ini menjadi masalah hidup mati dan kelas buruh yang baru berkuasa tidak punya waktu untuk menggunakan metode uji-coba(trialanderror).

Selain itu taktik perang gerilya bukanlah taktik yang secara inheren revolusioner. Pada dasarnya perang gerilya adalah metodenya kelas borjuis kecil, terutama kaum tani. Taktik ini berakar dari watak pedesaan kaum tani, dan kenyataan bahwa mereka tidak mengendalikan kota-kota dan sentra-sentra urban, yang merupakan sentra produksi dan politik. Menggunakan perang gerilya di Rusia pada saat itu berarti Soviet harus meninggalkan kota-kota untuk bersembunyi di daerah pedesaan, kota-kota yang sudah dimenangkan Revolusi Oktober dan menjadi pusat revolusi. Tidak seperti kaum tani, metode peperangan kelas proletariat tidak berpusat di daerah pedesaan dan tidak berdasarkan pasukan-pasukan gerilya. Metode peperangan proletariat berdasarkan kota, pabrik dan teknik-teknik industrial modern yang tersentralisir.

Dari basis inilah Tentara Merah dibangun oleh Leon Trotsky. Tentara Merah menggabungkan pencapaian teknik perang tertinggi kapitalisme dengan semangat revolusioner kelas buruh. Dalam praktek konkretnya, ini berarti Tentara Merah menggunakan jasa perwira-perwira militer dari rejim Tsar sebelumnya. Ini karena merekalah yang punya pengetahuan mengenai teknik modern perang yang diperlukan untuk menang dalam Perang Sipil. Hal yang sama diimplementasi dalam industri dan pemerintah, dimana Soviet mempekerjakan banyak teknisi, insinyur, dan orang-orang terpelajar dari rejim sebelumnya. Namun ini disandingkan dengan kontrol buruh, yakni setiap mantan perwira Tsaris (setiap teknisi) dibayangi oleh seorang Komisar Komunis supaya tidak ada sabotase. Soviet-soviet, yang merupakan ekspresi demokrasi buruh, terus mengawasi dan mengontrol para tenaga ahli ini, entah di industri ataupun militer.

Selain itu Tentara Merah dibangun di atas dasar disiplin ketat yang tersentralisir. Tidak mungkin tiap-tiap unit atau detasemen bergerak sendiri-sendiri dan tiap-tiap tentara bisa menolak komando dari atasannya. Dalam menghadapi Tentara Putih dan pasukan dari 21 negeri imperialis ini akan berarti kekalahan. Tidak sedikit yang memprotes: “Bukankah demokrasi dalam angkatan bersenjata adalah salah satu tuntutan utama Revolusi?” Kaum “Komunis Kiri” ini lupa bahwa tuntutan demokrasi buruh adalah alat untuk melemahkan angkatan bersenjata kapitalis yang digunakan untuk perang imperialis. Ketika kelas buruh sudah merebut kekuasaan – lewat Revolusi Oktober – ini berarti demokrasi buruh sudah terwujud lewat kekuasaan Soviet. Di sini maka watak angkatan bersenjata sudah berubah. Ia sudah bukan lagi angkatan bersenjata kapitalis, tetapi angkatan bersenjata buruh. Ia tidak lagi digunakan untuk perang imperialis, tetapi untuk perang revolusioner. Di sini, Republik Soviet punya hak untuk memutuskan secara demokratis bahwa ia membutuhkan angkatan bersenjata profesional yang tersentralisir untuk membela dirinya dari kontra-revolusi.

Walau dalam teknik dan metode Tentara Merah yang dibangun tampak sama dengan angkatan bersenjata kapitalis lainnya, ada satu hal krusial yang membedakannya, yakni basis kelasnya. Tentara Merah adalah alat perjuangan kelas buruh, dimana para tentaranya bergabung dengan kesadaran untuk memperjuangkan perubahan nasib bagi kelasnya. Ini berbeda dengan angkatan bersenjata kapitalis, yang ditopang hanya dengan nasionalisme (sebuah semangat yang cepat luntur), ancaman hukuman, dan kebiasaan patuh. Moral Tentara Merah oleh karenanya lebih tinggi. Mereka lebih siap mati. Ini adalah perbedaan krusial yang menentukan kemenangan Tentara Merah atas Tentara Putih, kendati fakta bahwa Tentara Putih memiliki sumber daya yang jauh lebih besar. Moral tentara dalam peperangan adalah faktor penentu.

Kemenangan

Peran besar Leon Trotsky dalam membangun Tentara Merah tidak diragukan lagi. Tentara Merah harus dibangun secara politik, yakni dengan fondasi ideologi yang kuat. Ia tidak dibangun dengan senapan dan bayonet semata, atau dengan komando dari atas. Ia dibangun terutama di atas kesadaran politik akan tujuan dari Tentara Merah, yakni membantu mengobarkan revolusi proletariat di seluruh dunia. Di sinilah letak peran Trotsky sebagai pemimpin dan pendiri Tentara Merah, sebagai sosok yang meletakkan fondasi ideologisnya.

Kemenangan Tentara Merah mengejutkan seluruh dunia. Bagaimana mungkin sebuah Republik yang baru saja berdiri, yang mewarisi kehancuran ekonomi besar akibat Perang Dunia Pertama, yang angkatan bersenjatanya harus dibangun dari nol, dapat mengorganisir kekuatan untuk menangkal serangan dari 21 pasukan imperialis? Berita kemenangan ini menyebar luas dan menjadi inspirasi bagi seluruh rakyat pekerja dunia.

Perang Sipil menjadi pembenaran terbesar untuk keabsahan Revolusi Oktober yang konon menurut banyak pengamat politik dan sejarah adalah hasil kudeta Lenin dan segelintir koleganya. Bila memang Revolusi Oktober adalah kudeta dan tidak punya dukungan massa, mana mungkin massa buruh dan tani dalam jumlah jutaan mau bergabung ke Tentara Merah dan menumpahkan darahnya untuk Republik Soviet? Jawabannya jelas. Ini karena untuk pertama kalinya ada sebuah pemerintahan yang bukanlah milik tuan tanah dan kapitalis, tetapi milik buruh dan tani. Inilah yang dipertahankan oleh Tentara Merah, angkatan bersenjata kelas buruh yang pertama di dunia.