facebooklogocolour

Bagaimana Partai Bolshevik Bertahan

Beberapa tahun terakhir, ada banyak usaha yang mencoba mengecilkan peran Bolshevik dalam gerakan buruh di Rusia. Salah satu studi yang lebih serius ini adalah bukunya Robert McKean, yang dokumentasinya sangat baik, dan ditujukan untuk meluruskan penggambaran sejarah Stalinis yang terlalu berbunga-bunga dan sederhana, yang menyajikan sejarah Bolshevisme seperti sebuah garis lurus menuju ke kemenangan besar. Partai tidak pernah membuat kesalahan, selalu tumbuh, selalu memimpin setiap pemogokan dan demonstrasi, dan seterusnya. Dari dongeng semacam ini, kita tidak akan pernah bisa mempelajari apapun dari proses pembangunan Partai Bolshevik. Dengan cara demikian, bukan hanya jalan ke masa lalu yang dirintangi, tetapi juga jalan ke masa depan. Kita harus memahami kebenaran mengenai masa lalu supaya bisa memetik pelajaran darinya. Walaupun McKean mungkin melebih-lebihkan, tidak ada alasan untuk meragukan bahwa Partai Bolshevik memang ada dalam kondisi yang sangat buruk pada awal perang. Ini sama sekali tidak mengejutkan. Kondisi objektif pada saat itu sangatlah sulit, seperti yang dipaparkan oleh McKean:

“Di pabrik Metal Petrograd, seorang penulis memoar mengingat, pada tahun pertama peperangan buruh tidak menunjukkan kepedulian pada gagasan anti-perang Bolshevik. Di pabrik senjata lainnya seperti Erikson dan Putilov, para buruhnya secara sukarela menyerahkan seperlima upah mingguan mereka untuk menyokong keluarga yang pencari nafkahnya telah direkrut untuk tugas militer. Pemogokan kerja sangatlah langkah sampai pada musim panas 1915. Para pemimpin Bolshevik di antara mereka sendiri, bila bukan secara tidak langsung, mengakui rintangan ini. Pada musim semi 1915, misalnya, mereka mengakui ‘ketidakmampuan mereka untuk menarik massa ke kamp sosialis lewat unjuk rasa anti-perang.’”

McKean mengutip seorang buruh dari distrik Vyborg di Petrograd yang mengatakan: “di pabrik-pabrik ... pada tahun pertama perang, suasananya jauh dari revolusioner.” Dia lalu menyimpulkan:

“Paling banter, keanggotaan partai [di Petrograd] tidak lebih dari 500. Dengan tidak adanya jaringan kota atau bahkan distrik, aktivitas terencana yang konsisten atau formulasi strategi menjadi mustahil. Kerja agitasi sangatlah terbatas. Dengan kondisi yang mencekik ini, pengaruh dari kira-kira 25 selebaran anti-perang yang diterbitkan pada musim panas 1915 dan koran Sotsial-Demokrat yang mencapai kota, yang jumlahnya tidak diketahui, kemungkinan sangatlah tidak signifikan.”

McKean membantah sejarawan Soviet yang mengklaim, sejak pecahnya perang lima perwakilan Bolshevik di Duma dan Kamenev membentuk Biro Komite Pusat Rusia. McKean tidak menemukan bukti dari arsip Okhrana untuk mendukung klaim ini. Tidak ada alasan untuk meragukan McKean, karena ditangkapnya Kamenev beserta para perwakilan Duma, dan kacau-balaunya komite-komite partai, menghentikan aktivitas partai. Absennya kepemimpinan, baik dari badan-badan kepemimpinan di dalam Rusia maupun di luar negeri, berarti semuanya tergantung pada insiatif buruh-Bolshevik di pabrik. Informasi rinci mengenai kerja dari pahlawan-pahlawan tak-bernama ini sulit didapat, terutama karena kondisi kerja bawah tanah yang ketat. Tetapi tidak adanya informasi ini bukan berarti orang-orang ini tidak eksis. Ini ditunjukkan oleh McKean yang menulis:

“Dengan absennya kepemimpinan efektif dari luar negeri atau dari Komite Petersburg, strategi dan taktik revolusioner diambil oleh militan sosialis akar-rumput selama tahun pertama perang.”

Untuk persiapan peringatan Minggu Berdarah pada 9 Januari 1915, Komite Petersburg berhasil menyebarkan selebaran yang menyerukan pemogokan. Tetapi responsnya rendah. McKean membandingkan respons rendah ini dengan aksi solidaritas besar Penembakan Lena pada 1912. Namun, tahun 1912 adalah awal kebangkitan kembali perjuangan kelas, tatkala buruh pulih dari kekalahan Revolusi 1905. Dalam konteks perang dan reaksi patriotik, kemampuan Komite Petersburg untuk menerbitkan selebaran dapat dilihat sebagai keberhasilan. 2000 buruh menanggapi seruan ini dan mogok. Ini kesuksesan kecil bila dibandingkan dengan jumlah pemogok sebelum perang, tetapi masih merupakan mogok yang signifikan di bawah kondisi yang ada. Ini menunjukkan massa masih menundukkan kepala mereka. Kegilaan reaksi masih belum berakhir. McKean menambahkan:

“Gelombang penggerebekan dan pencidukan oleh polisi pada akhir April secara efektif menggagalkan rencana May Day kaum revolusioner. Menurut laporan polisi, ‘Kerja kaum Leninis di sini sudah sepenuhnya hancur berantakan.’ Walaupun sisa-sisa Komite Petersburg berhasil menerbitkan selebaran sebelum May Day, selebaran yang jumlahnya sedikit itu kebanyakan tidak terdistribusikan. Hanya 600 buruh yang menolak melapor kerja pada hari itu.”[1]

 Namun, para agen Okhrana terlalu terburu-buru menyimpulkan. Leninisme belumlah hancur. Pendirian sebuah organisasi yang kokoh dan disiplin, yang beranggotakan kader-kader revolusioner, memungkinkan Bolshevik untuk selamat dari ujian besar ini. Mereka adalah satu-satunya kekuatan yang ada dalam posisi untuk mempertahankan kerja revolusioner di tengah kondisi bawah tanah yang keras. Sebaliknya, perang memorak-porandakan Partai Menshevik di tingkatan akar-rumput. Pada Januari 1916, Martov mengeluh: “Di Rusia, situasi sangatlah buruk bagi kami ... F.I. (Dan) takut bahwa semua yang masih hidup akan menyebrang ke kaum Leninis.”[2] Ini bukanlah kebetulan. Kelonggaran organisasional dan politik Menshevisme (keduanya adalah dua sisi dari koin yang sama) membuat mereka tidak siap beradaptasi dengan kondisi kerja bawah tanah yang sulit selama masa perang. Justru, mereka sebelumnya telah secara prinsipil membubarkan organisasi partai ilegal dan memilih melakukan aktivitas yang murni legal.

Pada kenyataannya, organisasi Menshevik hampir-hampir tidak eksis di Rusia pada saat ini. Ini diakui oleh sejarawan non-Marxis seperti Robert McKean:

“Komite Organisasional dan Grup Inisiatif Sentral [organisasi-organisasi Menshevik] tidak menunjukkan tanda-tanda aktivitas selama periode ini. .... Ketiadaan organisasi Menshevik dan penolakan kaum likuidasionis intelektual terhadap pemogokan sebagai bentuk protes membuat mereka sepenuhnya tidak peduli untuk menggunakan peluang hari-hari peringatan politik.”[3]

Tidak adanya ekspresi Bolshevisme yang terorganisir tidak lantas berarti kekuatan Bolshevisme tidak eksis. Bila Bolshevisme telah sepenuhnya terlikuidasi selama perang, bagaimana mungkin partai ini pulih dengan begitu cepat setelah Revolusi Februari 1917? Bagaimana Partai Bolshevik dapat mengambil kekuasaan hanya dalam waktu sembilan bulan? Bila kita menerima paparan McKean begitu saja, kita tidak akan menemukan jawaban untuk teka-teki ini. Tetapi, sesungguhnya ada jawaban yang sangat sederhana. Selama periode sebelum perang, 80 persen buruh terorganisir mendukung Bolshevik. Kebanyakan dari mereka tidak aktif di komite-komite partai, tetapi mereka adalah para pembaca Pravda yang berkolaborasi dengan kaum Bolshevik dalam satu cara atau lainnya. Ratusan ribu lainnya sudah pasti tersentuh oleh agitasi dan slogan Bolshevik. Gagasan partai hidup di benak mereka walaupun kepala mereka tertunduk. Ini adalah modal besar bagi partai, yang muncul kembali seiring dengan berubahnya kondisi dan memainkan peran kunci dalam Revolusi Februari 1917. Di surat yang sama ke Shlyapnikov, saat Lenin menggarisbawahi posisi partai yang sulit setelah ditangkapnya para perwakilan Duma, Lenin menekankan kekuatan sesungguhnya Bolshevisme, yakni di dalam lapisan buruh revolusioner yang telah dididik oleh partai selama periode 1912-14:

“Bagaimanapun, kerja Partai kita sekarang telah menjadi 100 kali lebih sulit. Namun kita harus terus melangkah maju! Pravda telah melatih ribuan buruh sadar-kelas, yang, kendati semua kesulitan, akan membentuk kepemimpinan kolektif yang baru, Komite Pusat Partai di Rusia.”[4]

Peristiwa-peristiwa selanjutnya membuktikan Lenin benar, terlepas usaha McKean untuk menunjukkan yang sebaliknya. Pada Agustus 1915, ketika arus gerakan mulai berubah arah di Rusia, Lenin menulis ke Shlyapnikov, memintanya untuk membangun kembali organisasi:

“Sangatlah penting bagi kelompok-kelompok kepemimpinan untuk berhimpun di satu atau dua sentra (secara sangat rahasia), membangun komunikasi dengan kita, memulihkan Biro Komite Pusat (sepengetahuan saya, ada satu di Petersburg) dan Komite Pusat itu sendiri di Rusia. Mereka harus membangun hubungan erat dengan kita (bila perlu, satu atau dua kamerad harus dibawa ke Swedia untuk keperluan ini). Kita akan mengirim koran, selebaran, dsb. Yang paling penting adalah hubungan yang kokoh dan berkesinambungan.”[5]

Partai masih menapak jalan yang terjal. Organisasi-organisasi Partai di dalam Rusia masih sangat berantakan dan komunikasi dengan luar negeri masih sangat sulit. Namun, yang paling penting, seperti yang ditunjukkan oleh Lenin di surat di atas, adalah Partai masih hidup, kendati semua kesulitan: “Jelas bahwa lapisan buruh Pravda termaju, benteng Partai kita, telah selamat, kendati kehancuran parah di akar rumputnya.”

Komentar Lenin menohok jantung permasalahan. Persekusi, penangkapan dan penyusupan agen polisi ke dalam partai tidak akan bisa menghancurkan Bolshevisme. Selama masih ada kader-kader inti yang kokoh, yang terlatih dan terdidik dalam ide, program, metode dan tradisi partai, maka partai tidak akan mati. Trotsky menulis:

“Perang telah menghancurleburkan gerakan bawah tanah. Setelah ditangkapnya fraksi Duma, partai Bolshevik tidak punya organisasi partai yang terpusat. Komite-komite lokal kembang kempis, dan kerap tidak punya koneksi dengan distrik buruh. Hanya kelompok-kelompok, lingkaran-lingkaran, dan individu-individu yang berserakan yang melakukan semacam aktivitas. Namun, mulai hidupnya kembali gerakan pemogokan memberi mereka secercah semangat dan kekuatan dalam pabrik-pabrik. Perlahan mereka mulai saling menemukan dan membangun koneksi distrik. Kerja bawah tanah hidup kembali. Di Departemen Kepolisian, mereka menulis: ‘Sejak dimulainya perang, kaum Leninis, yang di Rusia memiliki mayoritas besar organisasi-organisasi sosial demokratik bawah tanah, telah menerbitkan di sentra-sentra mereka yang lebih besar (seperti di Petrograd, Moskow, Kharkov, Kiev, Tula, Kostroma, Provinsi Vladimir, Samara) cukup banyak selebaran revolusioner dengan tuntutan hentikan perang, tumbangkan pemerintahan yang ada, dan dirikan republik. Dan kerja ini telah memberikan hasil yang konkret dalam bentuk pemogokan dan demonstrasi buruh.’”[6]

Bencana di Garis Depan

Saat perang dimulai, angkatan bersenjata Rusia tampak seperti mesin militer yang tangguh – dengan massa serdadu yang jumlahnya tak terhingga, yang siap mengorbankan nyawa mereka untuk Tsar seperti pahlawan di opera Glinka. Jendral-jendral Jerman awalnya merasa kagum, yang lalu berubah menjadi jijik, oleh pemandangan hamparan luas serdadu bermantel abu-abu yang melangkah maju tanpa rasa takut di ladang terbuka, hanya lalu untuk diberondong senapan mesin Jerman. Tentunya, ini adalah angkatan bersenjata Rusia tua yang digambarkan oleh Tolstoy di War and Peace, yang terdiri dari petani-petani bodoh yang siap mematuhi perintah atasan mereka dengan kepatuhan buta, dan dengan pasrah, sabar dan tanpa perlawanan, menerima hukuman terkeji. Mitos mengenai rakyat Rusia, yang bahkan hari ini dimunculkan kembali sebagai “penjelasan” untuk kediktatoran Stalin, penjelasan yang jelas tidak ilmiah dan kuasi-rasis, dipatahkan oleh pengalaman sejarah 1914-17. Angkatan bersenjata Rusia tidak menjadi lebih tangguh dengan jumlah serdadu yang besar. Mereka sangat kekurangan perlengkapan. Bahkan suplai perlengkapan dasar seperti sepatu bot dan senapan sangat minim, apalagi tank, pesawat, artileri dan peluru artileri. Pada 1914, hanya ada 679 mobil (dan dua mobil ambulans!) untuk seluruh angkatan bersenjata.

Selama perang, bala tentara Rusia diharapkan memainkan peran umpan meriam untuk Sekutu. Maka, rencana awal staf jendral Rusia adalah meluncurkan ofensif ke Front Barat Daya, menyerang pasukan Austria yang lebih lemah, sementara mempertahankan Front Barat Laut dari serangan pasukan Jerman yang lebih kuat. Tetapi di bawah tekanan dari Prancis, rencana ini diubah menjadi ofensif penuh di kedua Front, dengan tujuan memaksa Jerman memindahkan pasukannya dari medan peperangan di Barat dan dengan demikian meringankan pasukan Prancis. Ofensif ini, yang tampaknya berlangsung baik awalnya, berakhir dengan bencana besar di Tannenberg, di mana pada akhir Agustus pasukan Samsonov dikepung dan digempur selama 4 hari dalam pembantaian yang mengerikan. 70 ribu serdadu Rusia mati atau terluka, dan 100 ribu lainnya jadi tahanan perang. Sebaliknya, Jerman hanya menderita korban (mati dan luka-luka) 15 ribu. Menjawab belasungkawa dari perwakilan Prancis, Grand Duke Nikolai, panglima perang Rusia, menjawab dengan enteng: “Kami bahagia dapat membuat pengorbanan semacam ini untuk sekutu-sekutu kami.” Pada akhir 1914, total korban jiwa dan luka-luka Rusia sudah mencapai 1,8 juta.

Semua ini dengan perlahan-lahan mengubah psikologi dan semangat juang serdadu, seperti tetesan air yang melubangi batu. Seperti halnya kelas buruh Rusia kebanyakan tidak punya jiwa patriotik, begitu juga massa tani berseragam yang tidak antusias dengan perang yang tidak mereka pahami dan tidak mereka rasakan relevan bagi mereka. Mitos kepatuhan kaum tani Rusia segera retak dihantam oleh berbulan-bulan dan bertahun-tahun kesengsaraan dan kematian. Orlando Figes mengiyakan ini: “Serdadu Rusia, kebanyakan, tidaklah akrab dengan sentimen patriotisme.”

Untuk menggarisbawahi poin ini, dia mengutip beberapa contoh:

“Seorang pakar masalah pertanian dari Smolensk, yang bergabung dengan garnisun belakang, mendengar komentar-komentar seperti ini dari para serdadu tani selama minggu-minggu pertama perang:”

“‘Setan apa yang membawa perang ini ke kita? Kita tengah ikut campur urusan orang lain.’”

“‘Kami telah mendiskusikannya di antara diri sendiri; bila Jerman ingin ganti rugi, lebih baik membayar 10 rubel per kepala daripada membunuh orang.’”

“‘Apa bedanya dengan rejim Tsar sekarang? Hidup tidak mungkin lebih buruk di bawah Tsar Jerman.’”

“‘Biarkan mereka sendiri yang pergi berperang. Tunggu saja nanti, kita akan bereskan kalian.’”

“Sikap-sikap semacam ini menjadi semakin umum di antara serdadu seiring berjalannya perang. Jendral Aleksei Brusilov mengeluh:”

“‘Rekrut-rekrut baru yang didatangkan dari pedalaman Rusia tidak paham sama sekali mengapa perang ini ada hubungannya dengan mereka. Lagi dan lagi, saya bertanya pada para serdadu saya di parit-parit, mengapa mereka berperang; jawaban bodoh mereka adalah ada Pangeran tertentu dan istrinya yang dibunuh dan sebagai akibatnya Austria ingin mencoba membuat malu Serbia. Praktis tidak ada seorang pun yang tahu siapa orang-orang Serbia ini; mereka juga sama ragunya, siapa itu orang Slav. Mengapa Jerman ingin memerangi kita karena Serbia, tidak ada yang tahu ... Mereka tidak pernah mendengar ambisi Jerman; mereka bahkan tidak tahu ada negara Jerman.’”

Angkatan bersenjata selalu merefleksikan masyarakat yang ada. Divisi kelas dalam angkatan bersenjata Tsar, disiplin kejam, korupsi dan ketidakefisienan, sikap abai para perwira terhadap penderitaan dan pembantaian yang dialami para serdadu bawahan, semua ini diketahui baik oleh serdadu tani, bahkan yang paling bodoh sekalipun. Komandan-komandan Sekutu saja begitu terkejut dengan kebusukan staf jendral Rusia, yang tidak lebih dari cerminan langsung kebusukan rejim Tsaris-Rasputin. Sang Panglima Tinggi, Grand Duke Nikolai, tidak pernah mengambil bagian dalam pertempuran serius dan tidak lebih dari pemimpin titular. Mengenai Grand Duke Nikolai, sejarawan Figes menulis: “Jendral Yanushkevich, Kepala Staf Jendral Tsar, tidak punya keahlian khusus apapun kecuali dia adalah orang dekat Tsar Nicholas, yang telah mengenalnya sebagai seorang Pengawal muda di Istana. Dia [Jendral Yanushkevich] bahkan tidak pernah memimpin sebuah batalion. Kolonel Knox, atase militer Inggris di Stavka, mendapat ‘kesan bahwa dia lebih seperti orang istana daripada seorang tentara’.” Kebusukan ini mengakar dari atas hingga bawah. “Jendral-jendral aristokrat ini melakukan begitu banyak blunder (satu dari mereka bahkan mendapat kehormatan memberi perintah kepada pasukan artilerinya untuk menembaki parit-parit infanterinya sendiri).”

Semangat pemberontakan terus tumbuh dan tercerminkan dalam pernyataan-pertanyaan para serdadu:

“‘Tengok bagaimana perwira tinggi kami hidup, para tuan tanah yang selalu kami layani,’ tulis seorang serdadu tani untuk koran lokal di desanya. ‘Mereka makan enak, keluarga mereka diberi apapun yang mereka butuhkan, dan walaupun mereka tinggal di Garis Depan, mereka tidak tinggal di parit-parit di mana kami berada, hanya empat atau lima kilometer jauhnya.’”

Semua pemberontakan serdadu biasanya dipimpin oleh perwira non-komisi. “Para pemimpin organik” ini biasanya dipilih dari lapisan serdadu yang paling energetik dan pintar. Mereka bertanggung jawab atas fungsi sehari-hari angkatan bersenjata, dan mereka kerap membenci para perwira tinggi. 60 persen perwira non-komisi di dalam angkatan bersenjata Tsar adalah petani, kebanyakan berumur 20an dan pendidikannya rendah. Tetapi seperti yang ditulis Figes:

“Perang adalah ... pembawa demokrasi, yang memberi peluang bagi jutaan anak-anak petani untuk naik pangkat. Simpati mereka ada dengan para serdadu jelata, dan harapan mereka untuk membangun jembatan antara para perwira aristokrat dengan serdadu jelata adalah harapan yang naif. Mereka [perwira non-komisi] adalah kelompok militer yang radikal – terdidik, dapat menaiki tangga sosial, mengalami disorientasi sosial, dan terbrutalisasi oleh perang – yang akan memimpin pemberontakan serdadu saat Revolusi Februari, memimpin komite-komite serdadu revolusioner, dan akhirnya mendorong Soviet ke kekuasaan pada 1917. Kebanyakan komandan Tentara Merah yang terbaik (misalnya Chapaev, Zhukov, dan Rokossovsky) adalah perwira non-komisi di dalam bala tentara Tsaris, seperti halnya marsekal-marsekal perang Napoleon memulai kariernya dari lapisan bawah tentara Raja.”

Salah satu sersan dalam bala tentara Tsaris, seorang petani bernama Dmitry Os’kin, yang di kemudian hari bergabung dengan Sosialis Revolusioner, menulis di catatan hariannya, April 1915:

“Mengapa kita berperang? Beberapa ratus orang sudah bergabung dengan peleton saya dan setidaknya setengah dari mereka mati di medan perang atau terluka. Apa yang akan mereka dapatkan setelah perang ini usai? ... Satu setengah tahun saya di militer, hampir setahun di Garis Depan, ini telah membuat saya berhenti berpikir mengenai ini, karena tugas komandan peleton menuntut disiplin ketat dan ini berarti, di atas segalanya, tidak membiarkan para serdadu bebas berpikir untuk dirinya sendiri. Tetapi ini adalah hal-hal yang harus kita pikirkan.”[7]

Dari materi-materi seperti inilah revolusi dibangun.

Dari Mei sampai September 1915, Jerman menghantarkan serangkaian pukulan yang menghancurkan terhadap pasukan Tsaris. Rusia dipaksa mundur 300 mil, menyerahkan wilayah lebih luas dari Prancis. Tiga perempat juta serdadu Rusia tertangkap, dan sepuluh juta penduduk jadi pengungsi. Jumlah korban militer, yang mati, terluka, dan menghilang, sekitar 7,2-8,5 juta orang, atau sekitar 45-53 persen dari semua rekrut. Satu juta serdadu menyerah pada pasukan Jerman dan Austria selama Great Retreat[8]. “Pasukan sudah bukan lagi mundur tetapi lari tunggang-langgang,” ujar Menteri Perang Polivanov. “Kepercayaan diri pada kekuatannya sendiri sudah hancur lebur ... Mabes sudah jadi linglung. Perintah-perintah yang simpang siur, kebimbangan di sana sini, pergantian pemimpin silih berganti, dan kebingungan yang merajalela, yang membuat orang yang paling berani pun menjadi takut ... Kebingungan di dalam mabes sudah bukan lagi rahasia dan membuat tentara semakin demoralisasi.”

Pada akhir Juli, Menteri Pertanian Krivoshein, mengatakan ini ke Dewan Menteri:

“Kelaparan dan kemiskinan menyebabkan kepanikan di mana-mana, dan memadamkan semua antusiasme bulan-bulan pertama Perang. [Para pengungsi] membludak, mereka menapak ladang-ladang sawah, merusak padang rumput dan hutan ... Rel kereta api padat; bahkan pergerakan kereta militer dan pengangkutan bahan makanan dalam waktu dekat akan menjadi mustahil. Saya tidak tahu apa yang terjadi di daerah-daerah yang jatuh ke tangan musuh, tetapi yang saya tahu barisan belakang tentara kita, yang dekat maupun yang jauh, sudah hancur, luluh lantak ... Adalah tugas saya untuk menyatakan, sebagai salah satu anggota dewan menteri, bahwa migrasi rakyat kedua, yang diperintahkan oleh markas besar, akan membawa Rusia ke dalam jurang pekat, ke revolusi dan ke kehancuran.”[9]

Kaum Bolshevik di dalam Angkatan Bersenjata

Peluang melakukan kerja revolusioner di dalam angkatan bersenjata jelas bahkan lebih terbatas dibandingkan area kerja lainnya, walaupun situasi mulai berubah setelah 1915. Partai tidak pernah punya kebijakan menolak bergabung dengan angkatan bersenjata atau ikut perang, tetapi kebijakannya adalah menemani kelas buruh dan melakukan kerja revolusioner di barak-barak dan parit-parit. Namun, komposisi kelas tentara Rusia, yang mayoritas besar adalah petani, awalnya menciptakan kondisi yang tak kondusif untuk aktivitas revolusioner. Kaum Bolshevik melakukan kerja di dalam angkatan bersenjata, terutama di antara kelasi – karena angkatan laut secara tradisional memiliki komposisi kelas buruh. Di tahapan perang selanjutnya, ada radikalisasi dan pergolakan yang semakin menajam di dalam armada laut. Makanan dan kondisi kerja yang buruk, dan kerja berlebihan, memicu pemberontakan yang secara kejam ditumpas pada Oktober 1915. Kapal perang adalah seperti pabrik mengapung, dan kru kapal terdiri dari cukup banyak buruh terampil – montir, juru api, tukang listrik, dan lainnya – yang direkrut dari pabrik-pabrik. Kebanyakan para kelasi ini telah berpartisipasi dalam gerakan revolusioner sebelum perang dan pernah bergabung dengan Bolshevik atau setidaknya tersentuh oleh propaganda Bolshevik. Di Armada Baltik, hampir setiap kapal besar ada kelompok Sosial Demokratik. Bukanlah kebetulan para kelasi memainkan peran kunci dalam Revolusi 1917, atau mayoritas mendukung Bolshevik.

Di antara mereka yang aktif di Armada Baltik adalah F.F.I. Iyin – yang dikenal dalam sejarah dengan nama Raskolnikov – yang memainkan peran penting dalam revolusi. Biografi politiknya cukup tipikal. Lahir dari keluarga miskin, dia menemukan gagasan Marx dan Engels saat remaja dan bergabung dengan PBSDR pada 1910 ketika tengah kuliah di Institut Politeknik St. Petersburg, di mana Vyacheslav Molotov adalah salah satu kameradnya di dalam organisasi mahasiswa Bolshevik. Saat Pravda diluncurkan pada 1912, Raskolnikov (sekarang dia telah menyandang nama Partai) adalah salah satu tim editorial awalnya, bekerja sebagai sekretaris. Dia lalu tertangkap dan dihukum tiga tahun pembuangan di provinsi Arkhangelsk yang jauh di utara itu. Karena permohonan dari ibunya yang sudah menjanda, hukumannya dikurangi menjadi pengusiran dari Rusia. Raskolnikov berangkat ke Paris di mana dia berharap melanjutkan kerja revolusionernya dengan kaum Bolshevik, tetapi ditangkap di Jerman dengan tuduhan mata-mata dan dikembalikan ke Rusia. Pada 1913, dia diamnesti dan kembali ke Petersburg di mana dia melanjutkan kerjanya di Pravda sampai pecahnya perang, dan lalu bergabung ke angkatan laut sebagai seorang kadet. Dalam situasi inilah Raskolnikov menemukan dirinya ketika Revolusi Februari meledak. Ada banyak Raskolnikov di armada laut Tsar.

Mustahil untuk tahu dengan persis berapa kaum Bolshevik yang aktif di dalam angkatan bersenjata, untuk alasan yang jelas. Kerja semacam ini akan sangatlah klandestin. Istoriya (buku sejarah PKUS yang terbit selama kepemimpinan Khrushchev) mengklaim eksistensi lebih dari 80 sel partai di Armada Baltik dan 30 atau lebih di Front Barat. Angka ini hampir pasti dibesar-besarkan. Tetapi tidak bisa dibantah kalau kaum Bolshevik aktif di dalam angkatan bersenjata, terutama di angkatan laut. Pentingnya para agitator serdadu-kelasi Bolshevik ini tidak bisa diremehkan, tetapi angka yang dikutip oleh Istoriya dijelaskan sebagai “perkiraan”, dan tidak ada sumbernya, jadi kita harus menafsirnya dengan hati-hati. Situasinya jelas jauh lebih kompleks. Alexander Shlyapnikov, yang memainkan perang kepemimpinan dalam Partai Bolshevik di Rusia selama perang, menjelaskan, walaupun banyak anggota Bolshevik dan organisasi partai di dalam armada laut, komunikasi mereka dengan kepemimpinan partai sangatlah renggang. Di bawah kondisi perang yang sulit, komite-komite kelasi PBSDR bekerja secara independen dari satu sama lain, walaupun aktivitas mereka mengkhawatirkan pihak otoritas yang berusaha menghancurkan mereka dengan penangkapan dan represi.

Tumbuhnya kekuatan tendensi revolusioner di antara kelasi, terutama di Armada Laut Baltik, ditunjukkan secara tidak langsung oleh gelombang penangkapan terhadap para kelasi di Petersburg, Kronstadt, dan Helsinki, bersamaan dengan gelombang pemogokan di Petersburg pada 1916. Persidangan besar “Organisasi Militer Komite PBSDR Petersburg” digelar. Tuntutan setebal 50 halaman ketik diserahkan oleh Okhrana ke pengadilan, yang menjabarkan kerja kaum Sosial Demokrat di angkatan laut secara rinci. Polisi rahasia Tsaris, yang agen-agennya mengawasi semua kegiatan subversif di dalam angkatan bersenjata, melaporkan:

“Sejak musim gugur 1915, markas besar polisi militer Kronstadt mulai menerima laporan adanya peningkatan signifikan dalam aktivitas organisasi-organisasi tendensi sosial demokratik di antara awak kapal-kapal Armada Baltik. Mereka berniat menempatkan sebanyak mungkin pendukung mereka ke dalam kapal-kapal, yang akan melatih awak kapal untuk aksi-aksi yang bertujuan memperjuangkan beragam tuntutan setelah perang berakhir. Aktivitas ini, walaupun tidak berhasil mengorganisasi propaganda sistematis, punya pengaruh kuat terhadap keresahan para kelasi dan pada akhirnya meluap menjadi pemberontakan besar di kapal perang Hangut pada 19 Oktober, 1915. Para partisipan pemberontakan ini, 26 kelasi, dihukum oleh Pengadilan Militer Angkatan Laut pada 17 Desember pada tahun yang sama dan menerima hukuman yang sepantasnya.”

“Pada saat yang sama, pemberontakan serupa meledak di kapal perang Riurik.”

“Keberadaan propaganda dikonfirmasi oleh para partisipan dan oleh pemberontakan di kapal-kapal lain yang disebabkan oleh ketidakpuasan awak dengan makanan mereka dan dengan para komandan yang menyandang nama Jerman.”

“Departemen Keamanan Petersburg telah menerima laporan-laporan mengenai munculnya organisasi militer Partai Sosial Demokratik Rusia di antara awak kapal dan pelabuhan Armada Baltik.”

“Menurut laporan-laporan ini, lingkaran-lingkaran sosial demokratik telah dibentuk di setiap kapal perang, yang dipimpin oleh awak-awak yang duduk di komite pengarahan umum. Mereka menggelar pertemuan saat berlabuh di warung-warung teh dan warung-warung makan, dan memusatkan aktivitas mereka terutama untuk menjelaskan kepada para kelasi berita-berita terkini dengan cara yang ditujukan untuk menciptakan keresahan di antara mereka.”

Laporan ini melanjutkan dengan nada birokratik yang kaku, yang secara tidak sadar membuat orang tertawa:

“Pendekatan ini ternyata berhasil memenangkan sejumlah pengaruh di antara para kelasi, dan menciptakan di antara mereka keresahan yang amat besar, yang tidak beralasan sama sekali.

Sungguh sebuah mutiara kebijaksanaan polisi-birokratik yang tak ternilai! Para kelasi Armada Baltik dihadapkan dengan kondisi mengenaskan, makanan buruk, komandan autokratik, dan perang reaksioner yang berdarah-darah, dan polisi-polisi dungu ini tidak tahu datang dari mana “keresahan” ini, selain dari aktivitas jahat para penghasut. Setiap polisi selalu mengira bahwa semua pemogokan dan unjuk rasa disebabkan oleh agitasi segelintir penghasut, karena mereka percaya bahwa rakyat pekerja tentunya bahagia bekerja dengan jam kerja panjang, dalam kondisi buruk dan upah rendah, demi kemuliaan Tuhan dan sistem kapitalis!

Setelah meraih pemahaman mendalam akan hukum yang menjelaskan semua hal ihwal, dengan cara yang bisa dipahami tingkat kecerdasan polisi, laporan ini lalu menyangkalnya:

“Walaupun lingkaran-lingkaran ini terbentuk di kapal-kapal secara independen dan di luar pengaruh Komite Partai Buruh Sosial Demokratik di Petersburg, komite kepemimpinan organisasi angkatan laut ini sejak kelahirannya telah mencoba bergabung dengan ‘Komite Petersburg’, yang tercapai lewat salah satu pemimpin aktif gerakan buruh yang adalah perwakilan distrik partai Vyborg di Komite Petrograd, sang petani Ivan Fedorovich Orlov.”[10]

Di sini, secara tidak disengaja, hubungan sesungguhnya antara Partai Bolshevik dan gerakan pemberontakan yang tengah berkembang ini digambarkan dengan cukup akurat. “Keresahan” para kelasi disebabkan oleh kondisi-kondisi objektif, yang bukan diciptakan oleh kaum revolusioner, tetapi oleh rejim Tsar dan perang imperialis, dan ini pada gilirannya adalah produk kontradiksi yang tak tertanggungkan dari kapitalisme dunia. Keresahan yang mentah ini, yang intens dan terus menajam, menemukan ekspresi sadarnya pada tahapan tertentu melalui segelintir orang yang memiliki pengalaman aktivitas politik sebelum perang, dan yang mampu mengekspresikan aspirasi tidak sadar massa luas. Secara tak terelakkan, mood ini berusaha menemukan ekspresi terorganisirnya, dan pada akhirnya menemukannya dalam organisasi rahasia yang dibentuk oleh kaum kelasi revolusioner, yang, lalu berusaha menjalin kontak dengan Partai Bolshevik, satu-satunya sumber referensi mereka. Hanya di titik ini lalu Okhrana menerima informasi yang meyakinkan mereka akan keberadaan sebuah persekongkolan besar dan jahat dari sebuah organisasi revolusioner yang maha-kuat, yang secara ajaib mengubah para kelasi yang jujur dan takwa-pada-Tuhan ini menjadi kaum subversif.

Kebangkitan gerakan buruh di St. Petersburg menemukan gaungnya di Armada Laut Baltik. Pada musim gugur 1915, sepertinya ada sebuah organisasi Sosial Demokratik yang cukup kuat di sana, dengan komite-komite di semua kapal perang besar dan barak-barak pelabuhan di Kronstadt, Helsingfors, Petersburg, dan lokasi-lokasi lain di sepanjang pesisir Baltik, yang semuanya terhubungkan dengan “Komite Pusat Organisasi Militer Kronstadt”. Pada 19 Oktober, kegeraman mengenai makanan buruk dan rejim yang sewenang-wenang di atas kapal meledak dalam sebuah protes di kapal perang Hangut. Para kelasi menangkapi sejumlah perwira dan menghubungi kapal-kapal lain untuk meminta bantuan. Ini adalah ledakan tak terorganisir yang ingin dicegah oleh kaum Bolshevik. Gerakan ini dengan cepat terisolasi dan ditumpas secara kejam. 26 orang disidang dan seluruh peleton ditransfer ke tugas pelabuhan dan dibubarkan. Di persidangan Desember 1915, 2 kelasi dihukum mati dan 14 lainnya dihukum kerja paksa. Tetapi hukuman semacam ini tidak dapat memadamkan api pemberontakan. Protes-protes yang lain menyusul, dan membuat khawatir pihak otoritas. Satu laporan polisi menulis:

“Di setiap kapal ada sel-sel sosial demokratik yang memilih komite mereka sendiri, dan setiap komite memiliki perwakilannya di dewan kepemimpinan kapal. Sel-sel ini terbentuk hampir secara independen, karena situasi yang kondusif, dengan kelasi yang amat terlatih dan keberadaan di antara mereka individu-individu yang sebelum bergabung ke dalam militer telah berpengalaman dalam kerja bawah tanah.”

Laporan ini memaparkan bagaimana kaum Sosial Demokrat melakukan agitasi dan propaganda di kantin-kantin dan warung-warung kopi, dengan menjelaskan berita-berita terkini pada para kelasi dan menarik kesimpulan revolusioner:

“Para pemimpin ideologis kerja bawah tanah di kapal-kapal perang telah mencoba dengan berbagai cara untuk menahan para kelasi dari meluncurkan pemberontakan sporadis, guna menciptakan situasi di mana aksi umum dapat mempertimbangkan kemungkinan gerakan aktif kelas buruh, yang dapat memberi pengaruh krusial dalam mengubah sistem politik ...”[11]

 Walaupun ada elemen melebih-lebihkan, laporan dari agen rahasia rejim ini jelas otentik dalam beberapa aspek.

Walaupun mustahil untuk mengetahui secara akurat watak dan cakupan aktivitas revolusioner dalam angkatan-angkatan bersenjata selama perang, tidak ada keraguan bahwa seiring dengan berjalannya perang dan memburuknya kondisi yang dihadapi tentara, mood serdadu mulai berubah dan menjadi lebih terbuka pada gagasan-gagasan revolusioner, dan mereka melirik ke kaum Sosial Demokrat, terutama sayapnya yang paling radikal, kaum Bolshevik. Proses ini dijabarkan dengan baik oleh Trotsky dalam The History of The Russian Revolution:

“Elemen-elemen revolusioner, yang awalnya berserakan, tenggelam di dalam angkatan bersenjata hampir tanpa jejak, tetapi dengan semakin besarnya keresahan umum mereka muncul ke permukaan. Pengiriman buruh-buruh pemogok ke garis depan sebagai hukuman memperbesar jumlah agitator, dan kekalahan pasukan Rusia memberi mereka audiens yang reseptif. ‘Tentara di garis belakang, dan terutama di garis depan,’ lapor seorang intel, ‘penuh dengan elemen-elemen yang dapat menjadi kekuatan aktif insureksi, dan yang lain mungkin akan menolak menjalankan aksi punitif.’ Administrasi Gendarme Petrograd menyatakan pada Oktober 1916, berdasarkan laporan dari seorang perwakilan Perserikatan Tanah, bahwa ‘mood tentara mengkhawatirkan; relasi antara perwira dan serdadu sangatlah tegang, dan bahkan benturan-benturan kekerasan telah terjadi. Desertir bisa ditemui di mana-mana dalam jumlah ribuan. Setiap orang yang melihat sekilas saja angkatan bersenjata ini pasti akan mendapat kesan yang penuh dan meyakinkan bahwa moral pasukan sudah hancur total.”[12]

Kaum Liberal Mulai Bergerak

Bencana militer mulai membangunkan kaum liberal dari inersia mereka. Di bawah tekanan yang semakin besar, Tsar akhirnya setuju untuk menyelenggarakan Duma pada 19 Juli, 1915. Di sini ada peluang untuk mengambil alih kekuasaan dari cengkeraman lemah klik penguasa tanpa harus meluncurkan revolusi! Rejim terpecah-belah. Blok Progresif dibentuk pada akhir musim panas, ketika Rusia sudah dalam krisis mendalam. Blok Progresif ini mencakup berbagai kelompok, dari kaum Nasionalis dan Oktobris moderat sampai kaum Kadet, dan memiliki mayoritas besar di Duma – 241 suara dari total 407. “Sejak 1915, kami kaum patriot hampir menjadi Kadet, karena Kadet hampir menjadi patriot,” demikianlah penjelasan Sulgin, seorang perwakilan Nasionalis. Di Kamar Atas yang lebih konservatif, yakni Dewan Negara, mereka hanya punya 89 suara dari total 196. “Hanya rejim yang kuat, tegas dan aktif yang dapat mengantarkan bangsa ini ke kemenangan,” tulis manifesto pertama Blok Progresif ini.

Kaum Menshevik dan Trudovik, walaupun secara formal ada di luar Blok ini, mendukung kaum borjuasi liberal. Sekali lagi, Chkheidze mencoba menekan kaum borjuasi untuk mengambil kekuasaan dengan ancaman massa. Rejim Tsar, yang awalnya telah memberikan sejumlah konsesi kepada borjuasi (dengan reshuffle beberapa menteri dan mengganti beberapa jendral), lalu bergerak menjauh lagi. Tetapi semua “politik istana” ini, dengan permainan tukar guling parlementer yang tak henti-hentinya, semua ini mulai menjadi tidak relevan. Sementara semua drama ini berlangsung, Tsar secara diam-diam menghubungi Berlin dengan tujuan menandatangani perjanjian damai terpisah dengan Jerman, sesuatu yang tak disetujui oleh kelas borjuasi. Ini bukan kebetulan. Situasinya semakin serius: krisis dan perpecahan di atas; kekalahan-kekalahan militer di garis depan; pemogokan dan unjuk rasa dan oposisi borjuis di garis belakang. Bahkan Tsar Nicholas yang kepala-batu ini dapat merasakan gemuruh di bawah kakinya. Tsar tidak punya niatan untuk “berbagi kekuasaan” dengan kaum borjuasi liberal, yang pada saat ini tengah bermain-main dengan rencana kudeta istana untuk menaruh adiknya Tsar Nicholas, Mikhail, ke singgasana. Tetapi rencana ini, seperti banyak persekongkolan licik liberal lainnya, tidak menghasilkan apapun.

Kaum borjuasi, walaupun menginginkan kekuasaan dan geram terhadap kekuasaan autokrasi yang korup dan tidak kompeten, selalu takut pada revolusi dan terus menoleh ke belakang khawatir akan “massa hitam”. Lionel Kochan mengutip komentar direktur Departemen Kepolisian, bahwa gelombang pemogokan membuat Partai Kadet “merinding ketakutan”. Pemerintah sadar betul akan impotensi kaum liberal, dan memperlakukan mereka dengan kebencian secara terang-terangan, yang memang selayaknya. Menteri Luar Negeri Sazonov dengan menghina mengatakan pada kolega-koleganya dalam kabinet bahwa bila kaum Kadet diberi remah-remah merekalah yang pertama akan meraih kesepakatan dengan pemerintah. “Milyukov adalah borjuasi paling hebat dan dia takut pada revolusi sosial lebih dari segalanya,” lanjutnya. “Ya, dan mayoritas kaum Kadet sangat khawatir dengan investasi mereka.” Bila saja Sazonov khawatir akan investasinya.

Shulgin (seorang politisi konservatif, salah satu pendiri Blok Progresif) mendefinisikan tujuan Blok Progresif dengan ungkapan yang murni statis – yakni untuk “menenangkan massa”.

Dilema Partai Kadet – yang merasa harus mengambil tindakan, namun takut bertindak – dijabarkan dengan begitu jelas dalam artikel V.A. Maklakov yang terkenal itu, A Tragic Situation. Dia membandingkan Rusia seperti sebuah mobil yang dipercayakan pada seorang sopir, yang sangat tidak cakap sehingga membahayakan mobil ini. Para penumpang dalam mobil, yang mampu menyetir, tidak berani campur tangan, karena mereka percaya bahwa mobil ini tidak boleh dibiarkan tanpa sopir barang satu detik pun, kalau tidak mobil akan terbang masuk jurang. Sang sopir tahu ini dan inilah mengapa dia bisa tenang-tenang saja di tengah kecemasan dan impotensi para penumpangnya. Seperti yang dijelaskan sejarawan Lionel Kochan:

“Oleh karena itu, Blok ini dilumpuhkan oleh ketakutan mereka sendiri. Mereka takut kalau-kalau massa menjadi terlibat dalam percekcokan pribadi mereka dengan sang Raja. Mereka menghabiskan waktu mereka berdiskusi tanpa hasil. Seperti Oblomov, mereka berdiskusi, secara negatif dan positif, situasi keputusasaan bangsa yang semakin parah, ketakutan akan revolusi, perlunya 11 Maret yang baru, krisis industri kereta api, krisis BBM ... Dalam retrospeksi, Milyukov menilai musim gugur 1915 sebagai ‘momen persis’ ketika revolusi menjadi tak terelakkan.”[13]

Kaum Kadet sayap-Kiri dan Kerensky mengajukan proposal untuk membentuk pemerintahan parlementer yang bertanggung jawab pada Duma. Ini didukung oleh Menshevik. Namun, Milyukov, pemimpin Partai Kadet dan arsitek utama Blok Progresif, menolaknya mentah-mentah. Partai Kadet melakukan segalanya untuk membuat proposal mereka dapat diterima oleh Tsar. Tetapi semua moderasi ini sia-sia. Klik Tsarina dan Rasputin punya pengaruh yang jauh lebih besar pada Tsar Nicholas dibanding ‘kaum moderat’. “‘Tunjukkan kepalan tanganmu,’ Tsarina mendorong suaminya yang penuh keraguan. ‘Kau adalah sang Autokrat dan jangan sampai mereka melupakan ini.’”[14] Nicholas mengikuti anjuran Ratunya. Pada 3 September, Tsar memerintahkan pembubaran Duma sampai November dan mulai memecat menteri-menteri yang tidak dia percayai. Pada awal Oktober, pelaksana tugas Menteri Dalam Negeri Shcherbatov diganti oleh Alexei N. Khvostov, seorang reaksioner. Kerensky menulis dengan pahit:

“Tsarina, pendamping penguasa Tsar, dengan ini memberitahu seluruh bangsa Rusia tidak akan ada lagi kebimbangan dalam membela prinsip-prinsip abadi autokrasi Rusia. Semua harapan untuk mencapai kesepakatan dengan Kerajaan hancur – ini kini dipahami oleh para pemimpin Blok Progresif.”[15]

Apa yang bisa mereka perbuat? Satu-satunya cara untuk menyingkirkan rejim Tsar adalah memobilisasi massa untuk serangan langsung. Tetapi ini membuat Tuan Nyonya ini gemetar ketakutan. Kaum buruh merespons pembubaran Duma dengan pemogokan umum. Tetapi slogan mereka bukanlah “Selenggarakan Duma”, tetapi “Tumbangkan Rejim!” Pemogokan ini berlangsung selama 3 hari, tetapi ketika Jendral Frolov mengeluarkan perintah untuk menyidang para pemogok di mahkamah militer, Komite Petersburg memutuskan untuk mogok satu hari lagi, demi menunjukkan bahwa buruh mengakhiri pemogokan ini bukan karena ancaman perintah sang jendral. Kaum Likuidator menentang ini, dan para pendukung mereka kembali bekerja. Kaum buruh Bolshevik kembali bekerja esok harinya, seperti yang telah diputuskan. Secara keseluruhan, 150.000 buruh mogok di Petersburg, 25.000 di Nizhny Novgorod (mereka hanya mogok satu hari); ada pemogokan-pemogokan besar di Moskow, Kharkov, dan Yekaterinoslav. “Setelah pemogokan-pemogokan ini,” lapor koran Sotsial Demokrat, “kaum liberal berusaha menenangkan situasi, tetapi para buruh menolak ditenangkan. Represi yang mengunjungi mereka, inflasi yang meroket, dan seterusnya, mempertajam mood revolusioner.”[16]

Pemogokan ini adalah pengumuman bahwa kaum proletariat telah pulih dari kemunduran sebelumnya dan mulai bergerak kembali. Prospek ini mencemaskan kaum liberal. Lebih baik menghamba di bawah autokrasi ketimbang mengulang Revolusi 1905! Karena takut pada massa, kaum liberal tidak memberi respons apapun pada tindakan semena-mena Tsar. Pangeran Lvov dipilih oleh kaum liberal untuk memimpin sebuah delegasi yang memohon pada Tsar untuk “menempatkan beban besar kekuasaan di atas pundak orang-orang yang telah diperkokoh oleh kepercayaan bangsa.” Tetapi Nicholas menolak menemui mereka. Mereka justru dipanggil ke Kementerian Keamanan Dalam Negeri di mana mereka diperingatkan kalau “intrusi mereka ke dalam politik negara” adalah kelancangan.

Pembubaran Duma mengekspos impotensi kaum liberal. Kekuasaan ada di cengkeraman kuat rejim Romanov-Rasputin. Kaum liberal menjadi semakin putus asa.

“Saya khawatir,” ujar salah seorang pemimpin Kadet kepada kolega-koleganya pada musim gugur 1916, “kebijakan pemerintah akan bermuara pada situasi di mana Duma tidak akan bisa melakukan apapun untuk menenangkan massa.”

Pada 1 November, ketika Duma bersidang kembali, bahkan Milyukov yang moderat pun akhirnya paham, waktunya sudah habis untuk kebijakan kompromi dengan pemerintah. Dalam pidato pembukaannya untuk Duma, dia mengecam penyalahgunaan kekuasaan pemerintahan dan bertanya: “Apakah ini kebodohan atau pengkhianatan?” Tentu saja, Milyukov tidak bermaksud melancarkan revolusi. Dia hanya ingin mengancam autokrasi untuk memberi konsesi demi keselamatan mereka sendiri. Tetapi dalam atmosfer tegang saat itu, kata-katanya memiliki pengaruh yang sepenuhnya berbeda dari maksud asli Milyukov, yang membuat Milyukov merasa tidak nyaman. Karena pidatonya dilarang diterbitkan, pidatonya lalu disebarluaskan secara ilegal. Kaum buruh menggunakan konten pidato tersebut untuk mengecam rejim Tsar, para menterinya dan semua kebijakan mereka.

“Pidato saya menerima reputasi sebagai sinyal revolusi,” Milyukov yang terkejut mengakui ini di kemudian hari. “Ini bukan niat saya. Tetapi, mood yang ada dalam bangsa ini menjadi pengeras suara untuk kata-kata saya.”[17]

Perubahan Arus

Trotsky pernah mengatakan, teori memberi kita keunggulan untuk mampu meninjau ke masa depan agar tidak dikejutkan oleh peristiwa. Seperti yang diprediksi Lenin, kekalahan militer Rusia memberi dorongan besar kepada revolusi. Pada awal perang, Lenin sepenuhnya terisolasi. Pandangannya mengenai perang bahkan tidak disetujui oleh banyak kamerad-kamerad terdekatnya. Tetapi sekarang semua telah berubah. Akhirnya, peristiwa membuktikan dia benar. Titik baliknya mungkin pada April-Juni 1915. Surat-suratnya mulai mencerminkan rasa percaya diri dan optimisme baru:

“Peristiwa-peristiwa di Rusia telah sepenuhnya mengkonfirmasi posisi kita, yang dijuluki kekalahan-isme oleh para keledai patriot-sosial (dari Alexinsky sampai Chkheidze). Fakta telah membuktikan kita benar!! Kekalahan-kekalahan militer telah membantu mengguncang fondasi Tsarisme, dan memfasilitasi aliansi antara buruh revolusioner Rusia dan negeri-negeri lain. Orang-orang bertanya: apa yang akan ‘kalian’ lakukan, bila ‘kalian’, kaum revolusioner, mengalahkan Tsarisme? Saya jawab: (1) kemenangan kami akan memperbesar api gerakan ‘Kiri” di Jerman seratus kali lipat; (2) bila ‘kami’ mengalahkan Tsarisme sepenuhnya, kami akan mengajukan perdamaian di atas basis demokrasi kepada semua kekuatan-kekuatan yang berperang, dan bila ini ditolak, kami akan luncurkan perang revolusioner.”[18]

Korupsi begitu meresapi rejim Tsar di semua jajaran, di pengadilan, angkatan bersenjata, dan industri. Ada relasi yang menguntungkan antara pemerintah dan pengusaha manufaktur senjata. Sejarawan anti-Bolshevik seperti Figes pun harus mengakui ini:

“Pabrik Putilov, misalnya, menerima order 113 juta rubel untuk memproduksi amunisi, jauh lebih banyak daripada yang bisa mereka produksi, dengan harga enam kali lipat harga pasaran. Putilov menggunakan uang ini untuk menutupi kerugian dari bisnis-bisnis lainnya, termasuk untuk membiayai kehidupan mewahnya, sampai akhirnya perusahaannya bangkrut dan harus ditalang oleh pemerintah pada 1916.”[19]

Tidak heran Lenin dengan sarkasme merespons cucuran air mata kaum pasifis: “Perang adalah hal yang ‘mengerikan’? Ya. Tetapi perang memberi laba yang mengerikan pula.”[20]

Perang ini menyebabkan kenaikan harga, kekurangan roti, spekulasi dan pasar gelap. Perusahaan manufaktur senjata meraup profit besar. Kondisi massa yang tak tertanggungkan mendorong gelombang pemogokan. Pada 1915 ada 1.063 pemogokan, 15 kali lebih banyak dibanding paruh kedua 1914 (atau 6 bulan pertama perang). Jumlah pemogok mencapai 569.999 – lebih dari 15 kali lipat. Pemogokan ini terutama menghantam pabrik-pabrik besar. Kebangkitan kembali gerakan pemogokan dimulai pada April-Juni 1915. Selama 3 bulan ini saja ada 440 pemogokan dan 181.600 pemogok, dua kali lipat dibanding delapan bulan sebelumnya. Gerakan pemogokan yang membesar ini memberi peringatan pada rejim bahwa batas kesabaran kelas buruh telah mencapai ubun-ubun. Peran kunci dalam gerakan ini dimainkan oleh buruh garmen Ivanovo-Voznesensk dan Kostroma. Mereka yang pertama bergerak.

Kendati semua kesulitan, sejumlah kemenangan diraih. Pada Juli, Bolshevik berhasil menggelar konferensi Partai Petrograd di Oranienbaum, dengan 50 delegasi yang mewakili 500 anggota. Ini adalah pencapaian penting di bawah kondisi sulit yang ada. Juga ada konferensi di Kiev. Perlahan-lahan, komunikasi antar-kota membaik. Penembakan di Ivanovo-Voznesensk memicu seruan pemogokan politik dari para buruh garmen. Ini dimulai pada 8 Agustus 1915, dan awalnya dimulai dengan tuntutan-tuntutan ekonomi. Pada malam 10 Agustus, 19 pemimpin buruh ditangkap. Esok harinya, lebih dari 25.000 buruh dari 32 pabrik turun ke jalan. Ketika buruh-buruh berkumpul di depan penjara untuk menuntut dibebaskannya kamerad-kamerad mereka, tentara menembak dan membunuh 100 orang dan melukai lebih dari 40. Di antara yang mati adalah anggota-anggota Partai Bolshevik. Tetapi penembakan ini tidak dapat menghentikan gerakan. Mati satu tumbuh seribu. Pemogokan merebak ke daerah-daerah lain: Petersburg, Tver, Tula, Kharkov, Nizhny Novgorod, Yekaterinoslav, dan lainnya. Badai pemogokan ini mengumumkan kebangkitan kembali proletariat.

Kurva pemogokan terus menjulang. Dari Agustus sampai Oktober 1915, tercatat 340 pemogokan, dan 246.000 pemogok. Peran kunci dalam gerakan pemogokan ini dimainkan oleh aktivis buruh Bolshevik, yang terlatih dalam sekolah perjuangan selama periode 1912-14. Oleh karenanya, sejarah tidak berlalu dengan sia-sia. Kendati perang, kendati ditangkapnya dan dibuangnya lapisan kepemimpinan gerakan, kendati terganggunya struktur partai dan aktivitasnya menurun sampai minimum, kendati semua ini, ada satu hal yang masih hidup. “Satu hal” ini adalah kesadaran revolusioner yang terpatri dalam benak kaum proletariat dari pengalaman perjuangan sebelumnya, yang dipertahankan oleh lapisan proletariat yang paling aktif dan maju, yang dengan sabar menunggu waktu yang lebih baik. Sekarang, setelah merasakan adanya perubahan dalam mood buruh, aktivis-aktivis ini – dan mayoritas besar adalah Bolshevik – sekali lagi tampil maju ke depan. Buruh semakin menolak kepemimpinan kaum defensis, yang memainkan peran meredam pemogokan. Buruh di banyak pabrik memajukan resolusi-resolusi yang menuntut ditariknya perwakilan mereka dari Komite Industri Perang.

Pemogokan September di Petrograd melibatkan 150.000 buruh, yang memprotes ditangkapnya 30 buruh Bolshevik dari pabrik-pabrik Putilov. Ada juga pemogokan di Moskow dan kota-kota lain. Massa mulai bergerak, dan mereka mulai mengingat slogan-slogan lama yang sejak musim panas 1914 tidak terdengar, kecuali dalam bisikan. Sekarang, slogan-slogan ini ada di bibir setiap orang, yang dikenal luas sebagai tiga slogan utama Lenin: Dirikan Republik Demokratik! Sita tanah milik tuan tanah besar! Delapan jam kerja! Dan di atas segalanya, di tengah perang dunia ini, Solidaritas buruh sedunia! Hentikan Perang! Dan terkutuklah semua yang bertanggung jawab atas perang ini!

Pada Mei 1915, kaum borjuasi membentuk Komite Industri Perang (VPK), dengan tujuan mengendalikan industri perang yang menguntungkan ini, sementara memastikan kredensial patriotik mereka sebagai penyelamat Rusia, dengan harapan memenangkan konsesi dari Tsar. Sebagai bagian dari taktik ini, mereka berusaha melibatkan buruh dalam industri perang ini dan menggenjot produksi. Kerensky menulis dalam memoarnya:

 “Pada Mei 1915, atas inisiatif para pengusaha dan industrialis terkemuka Moskow, sebuah Konvensi Perdagangan dan Industri Seluruh Rusia digelar, tanpa pemberitahuan sebelumnya pada pemerintah. Tujuan utama pertemuan ini adalah pembentukan Komite Sentral Industri Perang dengan sejumlah sub-komite. Semua industri kini dimobilisasi untuk produksi amunisi, seragam dan perlengkapan perang untuk garis depan. Semua orang penting di Rusia menjadi pendukung aktif perang.”[21]

Pada Juni 1915, kongres komite-komite ini memutuskan untuk membentuk “gugus buruh”. Di sini, sekali lagi kita saksikan perbedaan antara Bolshevisme dan Menshevisme. Kaum Menshevik kembali lagi menghidupkan gagasan pembentukan “Kongres Buruh”, untuk bekerja secara “legal” selama perang. Terlebih lagi, ini menunjukkan betapa jauhnya para pemimpin buruh ini dari realitas. Di bawah kondisi perang, rejim Tsar bahkan akan lebih melarang keberadaan organisasi kelas buruh yang sejati.

Menshevik dan SR mendukung partisipasi dalam Komite Industri Perang, dan secara demagogi berargumen ini adalah wujud “kontrol buruh” dan dapat digunakan untuk membela kepentingan buruh dalam melawan kapital. Mereka bermain-main dengan gagasan soviet, tetapi seenaknya melupakan fakta bahwa soviet adalah organ perjuangan, dan bukan tempat debat-kusir yang bertujuan mendamaikan kelas-kelas. Seperti Lenin jelaskan:

“Soviet Buruh dan institusi-institusi serupa harus dilihat sebagai organ insureksi, organ kekuasaan revolusioner. Hanya sehubungan dengan perkembangan pemogokan politik massa dan dengan insureksi, dan dalam kesiapan, perkembangan dan keberhasilan insureksi, maka institusi semacam ini memiliki nilai yang kekal.”

Bolshevik sepenuhnya menentang partisipasi dalam komite ini, yang merupakan organisasi borjuis yang didirikan untuk menyokong usaha perang imperialis. Namun, ada masalah taktik yang kompleks di sini, yang tidak bisa disederhanakan menjadi penolakan semata. Di bawah kondisi di mana kita harus menggunakan setiap peluang legal yang ada, Lenin menjelaskan, kita dapat berpartisipasi dalam putaran pertama pemilihan komite ini, demi kepentingan agitasi dan propaganda dan untuk membangun organisasi:

“Kami menolak partisipasi dalam komite-komite industri perang, yang menyokong perang imperialis dan reaksioner. Kami mendukung menggunakan kampanye pemilihan ini; misalnya, kami mendukung terlibat dalam pemilihan putaran pertama hanya untuk satu tujuan: agitasi dan propaganda.”[22]

Komite Petrograd menyerukan buruh untuk berpartisipasi secara masif dalam putaran pertama, menggelar rapat-rapat pabrik di mana mereka harus secara jelas dan secara terbuka menerangkan posisi Partai dan mencoba memenangkan kursi untuk bisa menghadiri pertemuan kota. Di sana, mereka harus membacakan pidato yang menentang perang dan menyerukan memboikot Komite Industri Perang. Untuk menyelenggarakan pemilihan Komite Industri Perang, rejim terpaksa menggelar rapat-rapat terbuka di pabrik-pabrik. Hanya pabrik dengan lebih dari 500 buruh yang diperbolehkan ikut pemilu. Partai Bolshevik, yang kekuatan utamanya ada di pabrik-pabrik besar, terlibat aktif dalam pemilihan ini. Bolshevik dan Menshevik bersaing untuk memenangkan pengaruh dalam kampanye-kampanye pemilihan ini. Beberapa orang Menshevik terpilih, tetapi yang kebanyakan terpilih adalah orang Bolshevik. Lenin puas dengan kemenangan ini, yang dia anggap sangat penting. Setelah keberhasilan Bolshevik dalam kampanye pemilihan, kaum borjuasi yang dipimpin Gvozdev dengan geram menuntut diulangnya pemilihan ini. Kaum Likuidator senang saja mengikuti ini.

Putaran kedua pemilihan ditandai dengan teror polisi. Pemerintah ingin memastikan hasil putaran pertama tidak terulang dan menangkapi para pemimpin Bolshevik. Di bawah kondisi ini, kaum Bolshevik – yang ada dalam sebuah blok kiri dengan SR Kiri – menghadiri rapat-rapat pabrik untuk mengecam para pengkhianat dan melakukan walk out. Ada pertemuan protes di sejumlah pabrik. Setelah pengalaman di Petrograd, pemerintah tidak mengambil risiko dengan pemilihan di Moskow. Mereka menggerebek dan menangkapi aktivis-aktivis Bolshevik. Walaupun demikian, kampanye kaum defensis tidak berhasil. Dari 224 Komite Industri Perang, “gugus buruh” hanya dibentuk di 58 dari mereka, dan kebanyakan di pabrik-pabrik kecil yang terbelakang. Di sentra-sentra utama kelas buruh, taktik boikot berhasil. Kepala Okhrana Moskow menulis ini di laporannya: “Hampir semua permulaan gugus ini [gugus buruh] mengalami kegagalan karena ditentang oleh mayoritas besar buruh, yang dipengaruhi oleh Bolshevik.”[23]

Selama perang, kaum Bolshevik di Rusia dihadapkan dengan kondisi yang teramat sulit. Sebaliknya, kaum Menshevik sayap-kanan (kaum defensis) menikmati posisi yang nyaman karena oportunisme mereka dan kesediaan mereka untuk menundukkan kepentingan buruh di bawah kapitalis. Walaupun kaum Bolshevik mendapat lebih banyak dukungan dari lapisan buruh yang paling aktif dan sadar kelas, kaum defensis lebih unggul karena status legal mereka. Selain perwakilan mereka di dalam Gugus Buruh Komite Industri Perang, mereka mendapat dana besar dari kawan-kawan liberal mereka, dan menerbitkan jurnal-jurnal legal seperti Delo dan Ekonomicheskoe Obozrenie. “Gugus Buruh” mereka bahkan punya kantor di salah satu jalan utama di Petersburg (Liteiny) di mana mereka bebas bertemu dan menerima laporan dari Duma dari Chkheidze dan Kerensky. Pertemuan-pertemuan legal ini dihadiri banyak orang, dan kaum Bolshevik biasanya hadir untuk mengekspos kebijakan kaum defensis. Setidaknya di salah satu pertemuan ini, tamu tak diundang ini ditangkap. Walaupun demikian, rejim Tsar curiga dengan mereka, dan akhirnya, tidak peduli dengan patriotisme mereka, rejim juga mulai merepresi Gugus Buruh.

Kesulitan-kesulitan objektif ini memaksa Bolshevik untuk membangun kesepakatan dan kerja sama dengan tendensi-tendensi lain dalam gerakan buruh. Mereka berusaha membentuk front persatuan dengan kelompok-kelompok Sosial Demokratik yang mempertahankan posisi internasionalis. Biro Bolshevik dalam beberapa kesempatan melakukan perundingan dengan tendensi-tendensi lain dalam gerakan kelas buruh Petrograd selama perang, terutama dengan Komite Inter-Distrik (Mezhraiontsy), yang, menurut Shlyapnikov, secara politik tidak berbeda dengan Bolshevik, tetapi secara keras kepala mempertahankan posisi ‘non-faksional’ mereka sehingga mencegah mereka dari bersatu dengan Bolshevik.[24] Pada Desember 1916, sudah ada hubungan erat antara Bolshevik dan Mezhraiontsy, yang akhirnya berhasil diyakinkan oleh Trotsky untuk bergabung dengan Bolshevik pada musim panas 1917. Sesungguhnya, ada banyak sekali buruh Sosial Demokratik – yang punya organisasi ataupun bergerak secara individual – yang tidak secara formal menjadi bagian dari Bolshevik atau Menshevik. Kesulitan selama tahun-tahun peperangan, kelemahan organisasi sentral partai, menciptakan situasi di mana banyak kelompok-kelompok lokal yang eksis secara terisolasi. “Banyak sekali kelompok-kelompok sosial demokrat serupa yang eksis di Petersburg, yang tidak punya ikatan permanen dengan organisasi kota. Beberapa lingkaran ini memisahkan diri dan terisolasi karena takut disusupi intel,” tulis Shlyapnikov.[25]

Usaha untuk membentuk front persatuan tidak terbatas pada Mezhraiontsy saja. Ada juga usulan dari Bolshevik untuk membentuk front persatuan dengan Menshevik Kiri (‘kelompok inisiatif’), dan mereka juga menawarkan kesepakatan praktis dengan kaum kiri non-defensis, yang diwakili oleh Chkheidze, ketua fraksi Duma Menshevik yang condong ke kiri, dan bahkan ke Kerensky dari kelompok Duma Trudovik. Kerensky bahkan pada saat itu menyebut dirinya seorang internasionalis dan mendukung Zimmerwald. Akan tetapi, mereka menolak pecah dengan kaum defensis reformis-kanan. Mereka terjebak ilusi parlementerisme, dan di atas segalanya, mereka takut pecah dengan borjuasi liberal. Pada dasarnya, semua elemen-elemen ini begitu takut pada gerakan massa.

Usaha untuk mencapai kesepakatan praktis atau blok episodik demi tujuan tertentu bukan sama sekali berarti mengesampingkan perbedaan yang ada. Sebaliknya, prasyarat untuk taktik front persatuan adalah kebebasan mengkritik. Lenin mengutuk gagasan bahwa persatuan berarti mencampuraduk program dan panji. Dalam artikelnya The Defeat of Russia and the Revolutionary Crisis yang ditulisnya pada November 1915, Lenin menulis:

“Tidak ada yang lebih sembrono, memuakkan dan merusak, daripada gagasan yang kini dipercaya oleh kaum filistin revolusioner, yakni, perbedaan harus ‘dilupakan’ karena ‘mempertimbangkan’ tujuan bersama yang segera dalam revolusi yang kian mendekat. Orang-orang yang belum menerima pelajaran dari dekade 1905-1914 mengenai kebangkrutan gagasan ini sungguh tidak berguna dari sudut pandang revolusioner.”[26]

Bukan bermain-main dengan persatuan, tetapi perjuangan terbuka untuk memenangkan kepemimpinan kelas buruh, inilah panji Lenin.

Krisis Tsarisme

“Revolusi pecah saat semua antagonisme dalam masyarakat telah mencapai tingkat ketegangan tertingginya. Tetapi ini membuat situasi lebih tak tertanggungkan bahkan untuk kelas-kelas dari masyarakat lama – yaitu, mereka yang niscaya hancur.”[27] (Lenin)

Kelemahan Rusia dan korupsi yang menggerogoti rejim ini dari dalam terpampang dengan jelas. Kekalahan militer, kenaikan harga sembako, spekulasi dan peraupan profit besar-besaran dari perang, kebusukan klik kerajaan, semua ini mengekspresikan krisis rejim ini. Pada Mei 1916, sudah ada kekacauan di antara serdadu yang tersebar di provinsi-provinsi. Kerusuhan mulai terjadi di Selatan dan menyebar ke benteng angkatan laut Kronstadt. Pada akhir musim gugur, Petrograd jadi saksi gejolak sosial dan gelombang pemogokan besar. Kekalahan militer, ketidakbecusan pemerintah, bau busuk korupsi rejim Rasputin, kenaikan harga dan represi memprovokasi kegeraman yang membara dari sukma masyarakat. Pada 1916, gelombang pemogokan telah mencapai tingkatan yang baru dan tanpa-preseden. Tercatat 1.542 pemogokan yang melibatkan 1.172.000 buruh, jauh lebih besar dibanding 1905. Tidak ada negeri lain yang mengalami ledakan pemogokan seperti ini selama Perang Dunia Pertama. Awalnya tuntutan utama buruh bersifat ekonomi. Tetapi jumlah pemogokan politik terus meningkat: pada 1915, 216; pada 1916, 273. Dan jumlah partisipan pemogokan politik juga meningkat: pada 1915, 156.900; pada 1916, 310.300. Memasuki musim gugur 1916, keresahan masyarakat sudah mencapai proporsi yang mengancam.

Kegelisahan rejim tumbuh dengan semakin dekatnya hari peringatan Minggu Berdarah. Rejim meningkatkan represi dan penangkapan, terutama selama Desember 1915 - Januari 1916. Kendati tindakan pencegahan polisi, protes-protes massa tetap terjadi pada 9 Januari, 1916, dengan 55 pabrik mogok di Petrograd, menurut data pemerintah. Ada pemogokan di Moskow, Kharkov, Revel, Tver, dan Yekaterinoslav. Buruh metal – batalion kelas berat proletariat – mengambil alih peran kepemimpinan gerakan pemogokan dari buruh garmen. Yang lebih membuat rejim tambah gelisah adalah dimulainya fraternitas di garis depan. Berita pemberontakan serdadu mulai mencapai telinga rejim, dari Kharkov, Yunani dan Prancis. Kaum tani mulai bergerak, terutama lapisan tani paling miskin yang menanggung beban perang. Pemberontakan tani meledak di Kazakhstan dan Asia Tengah yang berlangsung berbulan-bulan selama musim panas 1916.

Ini adalah titik balik menentukan. Pada 17 Oktober 1916, 45 pabrik mogok untuk memprotes tingginya harga sembako, perang, dan rejim autokrasi. Para serdadu melawan polisi dan mendukung buruh. Pasukan Cossack, yang dikerahkan untuk memulihkan ketertiban, menolak menembaki para serdadu yang membangkang ini. Hanya dengan sangat susah payah, akhirnya pihak otoritas berhasil menggiring para serdadu kembali ke barak mereka pada malam harinya. Bagi mereka yang punya mata, yang tengah terjadi di sini adalah gejala revolusi yang sudah hamil tua. Pemogokan lebih lanjut terjadi pada akhir Oktober, yang berakhir dengan lockout, yang lalu dipatahkan dengan pemogokan umum. Pada bulan Oktober saja, sampai 250.000 buruh Petrograd berpartisipasi dalam pemogokan politik.

Krisis rejim Tsar terungkap dengan dibunuhnya Rasputin. “Orang Suci” pemabuk dan amoral ini berkomplot dengan klik istana dan mengendalikan sang Tsarina yang sangat takhayul, membagi-bagi jabatan kepada orang-orang terdekatnya dan bahkan menentukan kebijakan militer. Kontradiksi tak tertanggungkan antara berbagai sayap kelas penguasa akhirnya mencapai klimaks. Salah satu faksi aristokrasi memutuskan untuk menyingkirkan Rasputin, untuk membersihkan rejim ini dan menghindari bencana yang semakin mendekat. Karena semua usaha untuk menyingkirkan dia (termasuk tawaran sogokan tunai 200.000 rubel agar dia kembali ke Siberia) gagal karena ditentang oleh Tsarina, satu-satunya solusi adalah membunuhnya. Politisi reaksioner dan musuh bebuyutan Rasputin, V.M. Purishkevich, bersama dengan klik aristokrasi lainnya, bersekongkol untuk membunuh Rasputin dan mengirim Tsarina ke rumah sakit jiwa. Ini rencana yang tampaknya sederhana dan apik, di mana sang Tsar, setelah bebas dari pengaruh klik istana Rasputin-Tsarina, akan dengan ajaib berubah menjadi seorang monarki konstitusional teladan!

Mimpi-mimpi serupa telah menemani hampir setiap monarki absolut sampai ke liang kubur mereka. Kecatatan utama dari semua monarki, terutama monarki absolut, adalah mereka secara organik tak terpisahkan dari klik istana. Rejim Rasputin hanyalah satu contoh yang sangat buruk dari fenomena ini. Detail-detail rencana pembunuhan Rasputin, yang merupakan perpaduan kisah horor dengan komedi, sudah diketahui baik oleh khalayak umum, jadi tidak perlu dipaparkan di sini. Dibuat mabuk dengan anggur manis Madiera kesukaannya, yang diracuni dengan sianida, ditembak berulang kali, dan akhirnya dipukul kepalanya, mayat Rasputin ditenggelamkan ke sungai Neva dengan jangkar rantai besi. Kematiannya dirayakan dengan sampanye oleh para bangsawan tinggi dan marsekal perang. Pembunuhnya, Grand Duke Dimitri, disambut dengan tepuk tangan berdiri di Teater Bolshoi. Tetapi Tsar tidak senang. Dimitri dibuang ke Persia, dan, berkebalikan dengan semua ekspektasi, Nicholas justru semakin berada di bawah pengaruh istrinya. Usaha untuk mereforma monarki dengan kudeta istana justru menghasilkan dampak sebaliknya.

Rencana kudeta istana tidak memberi solusi bagi Rusia. Situasi sudah kelewat buruk. Intrik dan manuver di antara lapisan kelas penguasa layaknya orang yang menari-nari di tepi gunung berapi yang sebentar lagi akan meledak. Sementara, masyarakat seperti api dalam sekam yang semakin tidak terkendali. Intrik-intrik di atas bertolak belakang dengan kesengsaraan massa di bawah yang semakin hari semakin memburuk. Sementara pundi emas para spekulan dan pengusaha manufaktur senjata semakin penuh, rakyat dihantam dengan kenaikan harga. Untuk membayar hutangnya yang membengkak, pemerintah mencetak lebih banyak uang. Suplai uang naik delapan kali lipat selama 1914 sampai 1917. Harga-harga barang meroket. Makanan semakin susah dicari dan mahal. Di Moskow, harga roti rye naik 47 persen selama 2 tahun pertama perang. Pada periode yang sama, harga sepasang sepatu naik 334 persen, dan sekotak macis 500 persen. Menjelang November 1916, suplai persediaan makanan untuk tentara dan kota sudah mencapai level kritis. Menjelang Revolusi Februari, pekerja perempuan di Petrograd antre rata-rata 40 jam setiap minggunya untuk memperoleh sembako. Dalam situasi seperti ini, manuver-manuver klik istana tidak digubris oleh massa buruh dan tani, yang tengah berjuang untuk bertahan hidup. Tetapi bau amis korupsi dan kebusukan yang bersumber dari rejim semakin memperdalam kemarahan, kebencian dan rasa jijik massa, yang terus bergemuruh di kedalaman masyarakat. Rejim ini bangkrut dalam semua aspeknya, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga politik dan moral.

Perubahan Mood

Dengan perang yang terus berlanjut dan massa yang semakin resah, situasi Partai mulai berubah, awalnya perlahan-lahan, dan lalu dengan semakin pesat. Untuk pertama kalinya peluang mulai terbuka bagi kaum revolusioner. Pada masa awal perang, gerakan revolusioner terkucil seperti di hutan rimba. Selama dua tahun pertama, hampir tidak ada peluang. Ditangkapnya dan diadilinya fraksi Duma merenggut satu dari sedikit peluang aktivitas legal yang masih tersisa. Serikat-serikat buruh yang tidak dibubarkan oleh pemerintah diawasi dengan ketat oleh polisi. Kebanyakan pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan buruh ditutup. Buruh pemogok diserahkan ke polisi, yang biasanya memastikan mereka dikirim ke garis depan dengan surat yang memastikan mereka tidak kembali lagi. Kebanyakan aktivis buruh dipenjara atau bersembunyi. Kekuatan Partai ada di titik terendah. Massa menundukkan kepala mereka. Beberapa koran ilegal diterbitkan di Rusia, seperti koran Petrograd Proletarsky Golos dengan empat edisi yang interval penerbitannya panjang.

Menurut Istoriya[28], Partai Bolshevik pada saat itu memiliki organisasi di 29 kota: Petersburg, Moskow, Kharkov, Yekaterinoslav, Kiev, Makayevsk, Samara, Saratov, Ryazan, Nizhny Novgorod, Rostov-on-Don, Odessa, Yekaterinodar, Baku, Tiflis, Ivanovo-Voznesensk, Tula, Orekhovo, Zuyevo, Tver, Gomel, Vyazma, Revel, Narva, Yureva, Irkutsk, Zlataust, Yekaterinburg dan Orenburg. Tetapi tidak ada perincian lebih lanjut. Kemungkinan, di satu waktu atau lainnya, kelompok-kelompok kecil beroperasi di tempat-tempat ini dan juga kota-kota lain. Istoriya menulis, Partai Bolshevik di waktu yang berbeda-beda memiliki organisasi di lebih dari 200 tempat. Ini agaknya melebih-lebihkan. Tetapi, apapun jumlahnya, di bawah kondisi yang ada, keberadaan mereka dalam kebanyakan kasus pastinya tak menentu dan tak bertahan lama. Hanya kaum Sosial Demokrat Latvia, dengan tradisi organisasi mereka yang rapat, tampaknya mampu menerbitkan koran secara reguler di bawah tanah. Koran-koran lain, paling banter, tidak bertahan lama. Selama tahun-tahun peperangan, ada 11 koran ilegal yang terbit, tetapi total mereka hanya menerbitkan 17 edisi. Kaum Latvia, di sisi lain, menerbitkan 26 edisi dalam bahasa Latvia dengan oplah impresif 80.000 kopi. Selain itu, mereka juga menerbitkan jurnal dalam bahasa Lituania dan Estonia. Tetapi ini adalah pengecualian.

Laporan dari kota Tver memberi kita gambaran sepintas akan situasi yang tentunya dihadapi oleh kebanyakan organisasi partai di provinsi-provinsi lain:

“Sebuah komite kota dipilih oleh rapat pekerja partai daerah pada musim gugur 1915, tetapi komite ini hanya mampu melanjutkan kerjanya pada Maret 1916 ketika sekelompok pekerja partai baru tiba untuk membantu komite yang bermasalah ini. Aktivitas kelompok diskusi dengan segera dimulai, tetapi kerja ini tidak terkoordinasi karena tidak adanya kepemimpinan pusat. Komite ini tidak dibubarkan, tetapi juga tidak melakukan apapun. Pemogokan-pemogokan yang pecah pada paruh kedua April berakhir dengan kemenangan bagi buruh di dua pabrik. Gerakan pemogokan berakhir pada akhir Mei dengan hancurnya organisasi. Selama periode tersebut, organisasi mampu menerbitkan tiga selebaran mengenai perang, Komite Industri Perang, dan May Day. Kerja dilanjutkan kembali pada awal Juni. Kepemimpinan pusat yang baru dibentuk dan rencana kerja digagas (poin utamanya adalah meningkatkan agitasi). Kerja menjadi lebih sukar karena di kepemimpinan pusat tidak ada orang yang berpengetahuan dan berpengalaman. Kerja kelompok diskusi belum berhenti bahkan sampai September.”

Dari laporan ini, organisasi partai di Tver hanya benar-benar mulai berfungsi pada akhir 1915. Bahkan demikian, organisasi partai ini pasti sangat kecil (tidak ada laporan jumlah anggota), dan lebih menyerupai lingkaran diskusi. Kebanyakan anggotanya tidak punya pengalaman dan level politik yang memadai untuk bisa memiliki pengaruh, dan keberadaan komite kepemimpinan ini tidak stabil. Gambaran serupa kita temui dalam laporan dari wilayah Nizhny-Novgorod. Di sini, jumlah anggota dilaporkan, sekitar 150-200. Ada 4 lingkaran yang aktif di pinggiran wilayah dan 14 lingkaran di distrik pabrik, dengan dua komite yang bertanggung jawab atas wilayah yang berbeda. Di sini, kerja partai tampaknya memiliki fondasi yang lebih kokoh dibanding di Tver. Walaupun demikian, ada “kekurangan bahan-bahan bacaan yang parah”.

“Sampai sekarang kami belum menerima banyak edisi koran sentral. Pamflet Mengenai Perang dan Mengenai Harga Kebutuhan Hidup yang Tinggi hanya terbit dalam kopi tunggal dan sulit didapat. Kami bahkan belum menerima koran Kommunist. Semua kerja organisasi, termasuk kerja propaganda murni (ada kelompok propagandis dengan enam anggota) saat ini dilakukan sepenuhnya oleh buruh. Kelemahan utama organisasi adalah hampir tidak adanya kader dengan pengetahuan teori dan pengalaman. Kaum intelektual setempat tidak terlibat secara dekat dengan kerja ini untuk berbagai alasan.”[29]

Komite Kazan melaporkan adanya sebuah demonstrasi mahasiswa menentang perang, tetapi tidak mengatakan apapun mengenai partisipasinya. Di sisi lain, organisasi Kharkov mengklaim memiliki “sekitar 120 anggota” yang membayar iuran secara reguler. Tetapi ini di Latvia, di mana organisasi jauh lebih rapi dibandingkan tempat-tempat lain, seperti yang telah kita lihat. Organisasi Kharkov bahkan berhasil memproduksi koran mingguan mereka sendiri dengan alat cetak hektograf, koran Golos Sotsial Demokrata. Posisi organisasi pusat sangatlah lemah. “Aparatus” yang dapat digunakan oleh Biro KP di Petrograd terdiri dari apartemen sepasang suami-istri, di mana sang istri berperan sebagai “petugas pers” dan arsip kecil Biro KP. Ada beberapa lokasi pertemuan di kota di mana kamerad dapat mengambil koran partai – sebuah tugas yang berbahaya karena banyak polisi dan mata-mata yang berkeliaran. Vadim (Tikhomirov) bertanggung jawab atas pengiriman literatur secara ilegal dari Finlandia ke provinsi-provinsi, dan juga penyimpanan dan distribusinya di Petrograd. Untuk kerja ini, dia mengorganisir sekelompok gadis muda yang melakukan perjalanan ke Finlandia dan mengirim materi-materi ilegal ini ke alamat-alamat yang telah ditentukan.

Benar, perasaan apati dan pesimisme perlahan-lahan mulai menguap. Semakin banyak buruh yang sebelumnya telah menjadi anggota partai mulai bergabung kembali. Tetapi problem-problem yang ada tetap besar. Organisasi terkuat ada di St. Petersburg. Organisasi Moskow mengalami kesulitan karena tidak adanya kepemimpinan pusat yang serius selama perang dan hanya aktif kembali pada 1917 dengan masuknya kamerad-kamerad muda yang segar. Aktivitas mata-mata polisi juga sangat menyulitkan organisasi Moskow. Satu problem yang serius adalah kurangnya dana, yang mencegah organisasi pusat Bolshevik di Petersburg dari mendukung organisasi-organisasi di daerah. Kunjungan dari pusat hanya bisa dilakukan sesekali. Shlyapnikov mengingat dengan pahit bagaimana banyak mantan-anggota dengan upah baik yang enggan menyumbang ke partai, walaupun banyak dari mereka yang lalu bergabung kembali. Nada pahit ini bisa dimaklumi, mengingat risiko dan kesukaran yang harus dialami setiap harinya oleh aktivis-aktivis bawah tanah:

“Tetapi kami harus bekerja di bawah kondisi yang teramat sulit. Kami berhasil menghimpun banyak kamerad aktif. Tetapi karena kurangnya sumber daya, kami tidak berhasil memperluas kerja kami. Kami sangat miskin. Dari 2 Desember 1916, sampai 1 Februari, 1917, hanya 1.117 rubel 50 kopek yang mengalir ke kas Biro Komite Pusat. Kami harus memenuhi semua kerja dalam batasan keuangan yang ada. Bila kami mengirim seorang organisator ke daerah, kami tidak bisa menjamin biaya hidupnya barang satu bulan; oleh karenanya, untuk membangun komunikasi kami harus mengandalkan inisiatif dari kamerad-kamerad yang kebetulan melakukan perjalanan ke berbagai daerah atau keberuntungan semata. Biro KP menggunakan anggaran yang sangat kecil untuk membayar stafnya. Mayoritas staf mendapat upah, tetapi pekerja bawah tanah bahkan pada Februari 1917 menerima tidak lebih dari 100 rubel per bulan. Suplai literatur membutuhkan dana besar, tetapi kami tidak mampu menyediakan anggaran yang memadai.”

“Tidak kalah sulitnya adalah kondisi yang dihadapi tiap-tiap orang. Sejak hari pertama saya tiba, saya langsung jadi sasaran penguntitan intensif oleh mata-mata polisi. Di bawah situasi ini, memiliki flat sendiri, paspor, dan kemewahan-kemewahan serupa lainnya dapat mengundang bahaya. Untuk bisa menghindari mata-mata, saya memiliki tempat bermalam sebanyak mungkin. Kawan-kawan membantu saya menemukan tempat, dan tiap malam saya menginap di tempat berbeda. Rumah-rumah ini tersebar di seluruh Petersburg, termasuk daerah pinggiran kota; misalnya, di Grazhdanka, di Galley Harbour, dan juga di pusat kota. Kehidupan saya menjadi seperti pengembara yang terus terkatung-katung. Sulit untuk menulis, membaca, dan kadang kala bahkan berpikir kala kamerad-kamerad ramah yang memberi saya tempat menginap terus ingin berdiskusi dengan saya mengenai program politik mereka dan hal-hal menarik lainnya sampai larut malam. Orang bisa bertahan seperti ini untuk dua atau tiga bulan, tetapi energi fisik saya tidak mengizinkan lebih dari itu.”[30]

Kebangkitan gerakan buruh mendorong pemulihan Partai Bolshevik. Tanda-tanda pertama pemulihan ini dapat disaksikan di daerah-daerah. Pada Februari dan Maret 1916, di Donets Basin, wilayah tambang batubara utama, selebaran-selebaran pertama beredar, menyerukan buruh untuk berorganisasi, dan mengulang slogan-slogan Bolshevik. Pada awal April, pemogokan pertama selama masa peperangan pecah di wilayah penambangan batu bara Donets, yang melibatkan 20 kampung buruh dengan total partisipasi 50.000 buruh tambang. Sinyal untuk aksi pemogokan ini datang dari tambang di mana selebaran Bolshevik ini beredar. Setidaknya di satu tambang, sebuah komite pemogokan dipilih. Dua kompi tentara dikerahkan ke Donets, tetapi para serdadu menolak untuk menembaki para pemogok. Bahkan polisi pun enggan bertindak. Usaha manajemen untuk mengalihkan pemogokan ini ke sentimen anti-Yahudi dengan tegas ditangkal oleh buruh. Akhirnya, pihak otoritas berhasil “memulihkan ketertiban” tetapi hanya setelah membunuh 4 buruh dan melukai 20 lainnya. Pemogokan ini kalah, tetapi mood buruh telah berubah. Fakta ini tercerminkan dalam pertumbuhan organisasi revolusioner:

“Bersamaan dengan gelombang pemogokan, kelompok-kelompok politik yang kuat mulai terbentuk, dengan sel-sel yang tumbuh kuat dengan cepat seakan-akan buruh ingin mengejar ketertinggalan mereka. Mereka mulai membangun jaringan satu sama lain. Ini sekarang mudah dilakukan. Pada titik ini, mereka semua bersatu mendirikan organisasi-organisasi sosial demokratik Donets Basin, yang AD/RT dan programnya mengikuti PBSDR mayoritas.”

Dengan ini, sedikit demi sedikit, kaum Bolshevik membangun kembali organisasinya dan tumbuh:

“Kendati memburuknya represi, penangkapan massal, dan hilangnya para pekerja partai, organisasi ilegal kami berkembang dan menguat. Organisasi ilegal terkuat di Petersburg adalah Komite Petersburg partai kami, dengan 3.000 anggota, tetapi mayoritas buruh Petersburg dapat dikatakan bersimpati dengan kebijakan anti-perangnya. Dari semua organisasi partai yang legal, hanya tersisa Kelompok Asuransi Buruh, yang juga pusat dana rumah sakit seluruh Rusia dan jurnalnya, Voprosy Strakhovaniya. Aktivitas institusi ini sangat dibatasi dan banyak anggotanya yang dipenjara atau diasingkan.”[31]

Walaupun menderita kekurangan aparatus yang kronik, dari akhir Juli 1916 sampai 1 Maret, 1917, organisasi-organisasi Bolshevik memproduksi lebih dari 600 selebaran berbeda, dengan jumlah cetak sekitar 2 juta yang tersebar di sekitar 80 kota. Selebaran-selebaran ini membuat massa buruh dan serdadu mengenali slogan-slogan Bolshevik. Meskipun penerbitan ilegal ini tidak reguler dan tidak stabil, mereka memainkan peran signifikan dalam situasi di mana secara praktis tidak ada peluang legal untuk menyebarkan gagasan-gagasan Sosial Demokratik dalam medium cetak. Setiap peluang legal harus digunakan, walaupun sangatlah terbatas. Serikat-serikat buruh di Petrograd telah dibubarkan “untuk sementara waktu”, tetapi beberapa “asosiasi profesional” tertentu masih diperbolehkan. Di Moskow, di atas kertas serikat boleh beroperasi, tetapi buruh yang terlibat di dalamnya berisiko terjerat hukum. Di bawah kondisi seperti ini, peluang seperti asosiasi asuransi kesehatan dan asosiasi persahabatan menjadi penting. Kaum revolusioner menggunakan mereka sebisa mungkin untuk mempertahankan kontak dengan massa, termasuk lapisan-lapisan baru perempuan dan pemuda.

Kerja di antara Perempuan

Kerja sosial demokratik revolusioner di Rusia selama Perang Dunia Pertama menghadapi kesulitan besar. Partai dan serikat buruh dilarang. Tetapi, pada 1915, gerakan mulai pulih dari hantaman-hantaman yang diterimanya selama bulan-bulan pertama perang. Satu medan kerja di mana gerakan mulai meraih pencapaian penting adalah kerja di antara perempuan. Menjelang pecahnya perang, sekitar sepertiga buruh industri adalah perempuan, dan porsi ini bahkan lebih besar di sektor garmen. Jumlah buruh perempuan meningkat lebih lanjut selama perang karena laki-laki dimobilisasi untuk perang. Situasi perempuan memburuk selama perang karena banyak dari mereka yang menjadi penopang keluarga mereka dan sembako menjadi semakin langka dan mahal. Buruh perempuan mengambil bagian dalam banyak pemogokan dan unjuk rasa menentang kesulitan ekonomi akibat keterlibatan Rusia dalam perang.

“Nasib buruh memang menyedihkan, tetapi jauh lebih menyedihkan lagi adalah nasib perempuan. Di pabrik, di bengkel, dia bekerja untuk kapitalis, di rumah dia bekerja untuk keluarga.”

“Ribuan perempuan menjual tenaga kerja mereka ke kapital; ribuan menjadi budak upah; ribuan dan ratusan ribu menderita di bawah tekanan keluarga dan opresi sosial. Dan bagi mayoritas besar buruh perempuan, ini seakan-akan sudah kodrati. Tetapi apakah benar buruh perempuan tidak bisa memimpikan masa depan yang lebih baik, bahwa nasib sudah mengkodratkan mereka ke dalam kehidupan yang isinya hanya kerja dan kerja, tanpa istirahat, dari siang sampai malam?”[32]

Baris-baris di atas datang dari sebuah selebaran berjudul “Kepada Buruh Perempuan Kiev”, yang disebarkan oleh kaum Bolshevik di Kiev (Ukraina), pada 8 Maret (Hari Perempuan Internasional), 1915. Selebaran ini memberi kita gambaran bagaimana kaum Bolshevik mengedepankan masalah penindasan perempuan dalam agitasi publik mereka. Seruan mereka menghubungkan penindasan perempuan dengan penindasan buruh laki-laki, dan dengan program pembebasan seluruh rakyat pekerja.

Perang ini adalah bencana bagi rakyat Rusia. Sejak awal, Jerman menghantarkan pukulan telak lagi dan lagi ke Rusia. Di Kampanye Musim Panas 1915, Rusia tersingkirkan dari Galicia dan pasukan Jerman hampir merebut semua Polandia, Baltik dan Belorusia. Tidak siap sama sekali untuk perang, bala tentara Tsar bertubi-tubi menderita kekalahan yang memalukan. Seawal musim panas 1914, 150.000 serdadu Rusia jadi tahanan perang. Pada akhir perang, jumlah serdadu Rusia yang tewas di garis depan mencapai 1,8 juta. Perlahan tapi pasti, angkatan bersenjata Tsar yang tampaknya perkasa itu dilindas menjadi perkedel. Untuk mengisi kembali kehilangan yang besar ini, jutaan buruh dan tani direkrut – hampir 16 juta yang dikenakan wajib militer. Dan untuk menggantikan buruh laki-laki yang dikirim ke garis depan, lapisan-lapisan baru ditarik ke dalam pabrik – perempuan, anak-anak, dan tani – semua tanpa pengalaman kehidupan pabrik dan perjuangan kelas. Ini menciptakan kesulitan lebih lanjut bagi kaum revolusioner yang masih tersisa. Tetapi kondisi buruk selama perang dengan cepat mendidik lapisan-lapisan baru ini.

Korban utama perang ini adalah perempuan. Penderitaan dan korban jiwa di garis depan hanyalah satu sisi dari perang ini. Sisi lainnya, yang kurang diketahui tetapi tidak kurang mengerikan, adalah nasib jutaan perempuan dari keluarga-keluarga buruh dan tani yang menyaksikan runtuhnya seluruh kehidupan mereka, seakan-akan dikutuk oleh Tuhan yang maha-kuasa dan tak kenal ampun. Direkrut ke pabrik untuk menggantikan buruh laki-laki yang dikirim ke garis depan, kaum proletar perempuan harus menanggung beban problem-problem sosial perang. Bila sebelumnya mereka terbelakang dan tak terorganisir, mereka dengan cepat mendapat pelajaran keras dari kehidupan pabrik dan berubah. Tereksploitasi dan tertindas di pabrik dan di rumah, dengan jam kerja yang panjang di bawah kondisi kerja yang buruk, dan di akhir bulan gaji mereka telah terpangkas oleh kenaikan harga-harga barang, perempuan menyaksikan bagaimana secara harfiah para majikan merenggut roti dari mulut anak-anak mereka. Mereka sapu ke samping semua prasangka tradisional mengenai peran perempuan, dan melangkah maju ke garis depan perjuangan kelas.

“Sebuah penelitian oleh Dewan Khusus Pertahanan pada 1917 menemukan, dari 700.000 buruh dalam industri perang 17 persen adalah perempuan dan 12,5 persen anak-anak. Di industri manufaktur, proporsi buruh perempuan meningkat dari 27,4 persen pada 1914 menjadi 34,2 persen pada Januari 1917; begitu juga untuk buruh anak selama periode yang sama, meningkat dari 10,9 persen menjadi 14,0 persen. Di industri mesin, buruh perempuan hanya 1,1 persen dari total buruh pada 1913, dan menjadi 14,3 persen pada Januari 1917, sementara persentase buruh anak naik sedikit dari 9,4 persen menjadi 11,7 persen. Di industri garmen, di mana perempuan selalu memainkan peran sangat penting, proporsinya naik dua kali lipat, mencapai 43,4 persen. Perempuan bahkan direkrut untuk bekerja di tambang bawah tanah, walau bukan di muka tambang. Menurut laporan inspektorat pabrik, jumlah buruh laki-laki sama dengan jumlah buruh perempuan dan buruh anak.”[33]

Lenin berulang kali menekankan potensi revolusioner proletariat perempuan ini, dan mendorong partai untuk mengambil langkah-langkah khusus untuk memenangkan mereka ke perjuangan revolusioner. Untuk ini, pada 1914 mereka meluncurkan sebuah koran perempuan dengan nama Rabotnitsa (Buruh Perempuan). Bahkan selama periode kebangkitan revolusioner 1912-14, partai telah memulai kerja konsisten di antara perempuan, dan telah menggelar pertemuan Hari Perempuan Internasional pertama di Rusia pada 1913. Pada saat yang sama, Pravda mulai secara reguler menerbitkan satu halaman khusus untuk mengupas problem-problem yang dihadapi kaum perempuan. Edisi pertama Rabotnitsa terbit pada Hari Perempuan Internasional, bersamaan dengan demonstrasi yang diorganisir partai. Rabotnitsa didanai dari pengumpulan dana oleh buruh perempuan di pabrik-pabrik, seperti halnya koran Pravda. Koran ini mengupas kondisi buruh perempuan dan melaporkan perjuangan mereka. Koran ini juga melaporkan berita perjuangan perempuan di negeri-negeri lain. Pada tahun yang sama Rabotnitsa terbit, Menshevik juga mulai menerbitkan koran perempuan. Namun, penerbitan ini bernasib sama seperti semua pers buruh setelah Juli 1914.

Kerja Partai Bolshevik di antara perempuan tidak ada kesamaannya dengan feminisme borjuis atau borjuis-kecil, tetapi dipenuhi dengan semangat revolusioner dan perjuangan kelas yang tegas. Sejak awal, Bolshevik mendorong perempuan untuk berorganisasi dan bergabung dengan perjuangan buruh laki-laki, dan mendorong mereka untuk memalingkan punggung mereka ke gerakan yang dipimpin oleh perempuan borjuis setelah kekalahan Revolusi 1905. Dalam selebaran yang sudah kita kutip di atas, dapat kita baca:

“Kamerad-kamerad sekalian! Wahai buruh perempuan! Kamerad-kamerad laki-laki bekerja bersama kita. Nasib mereka dan nasib kita adalah satu. Tetapi mereka telah lama menemukan satu-satunya jalan ke kehidupan lebih baik, yaitu jalan perjuangan buruh melawan kapital, jalan perjuangan melawan semua penindasan, kejahatan dan kekerasan. Wahai buruh perempuan, tidak ada jalan lain bagi kita. Kepentingan buruh laki-laki dan perempuan adalah satu dan sama. Hanya dalam persatuan perjuangan bersama dengan buruh laki-laki, dalam organisasi buruh yang tersatukan – dalam Partai Sosial Demokratik, serikat buruh, organisasi buruh dan koperasi – kita dapat meraih hak-hak kita dan memenangkan kehidupan yang lebih baik.”

Tentu saja, partai mengusung tuntutan-tuntutan yang khusus menyentuh perempuan – tunjangan hamil dan pengasuhan anak; kesetaraan penuh hak sipil dan keluarga, dsb. Tetapi semua tuntutan ini dilihat sebagai bagian dari perjuangan umum kelas buruh secara keseluruhan dan secara tak terpisahkan dihubungkan ke perspektif revolusi sosialis: “Kamerad sekalian! Wahai buruh perempuan, mari bekerja! Bangunkan semua yang masih lelap tidur; bersatu dalam perjuangan untuk tuntutan-tuntutan seluruh kelas buruh.”[34]

Seiring dengan memburuknya situasi, perempuan mulai semakin berpartisipasi dalam pemogokan dan unjuk rasa mengecam kondisi buruk yang disebabkan oleh peperangan. Mereka juga tidak berhenti begitu saja di tuntutan ekonomi. Buruh garmen perempuan Kostroma membagi-bagikan selebaran ke para serdadu dengan judul: “Kepada Serdadu Rusia dari Perempuan Rusia.” Rejim, yang menjadi panik, merespons balik dengan kejam. Tentara dan Cossack dikerahkan ke Kostroma dan pada 5 Juli ada bentrokan berdarah dengan 12 korban jiwa dan 45 luka-luka. Selama tahun 1915, 20 persen pemogokan adalah pemogokan politik. Selama tahun-tahun peperangan 1914, hanya 11 persen adalah pemogokan politik. Kerja Partai Bolshevik di antara perempuan membuahkan hasil penting. Selama hari-hari peperangan yang suram, perempuan Bolshevik memainkan peran kunci dalam beragitasi menentang perang dan melawan sauvinisme. Bukanlah kebetulan kalau Revolusi Rusia Februari 1917 dimulai pada Hari Perempuan, dan inisiatif awal datang dari buruh perempuan yang telah menerima pengalaman perjuangan langsung selama perang.

 __________

Catatan Kaki:

[1] McKean, St. Petersburg Between the Revolutions, hal. 368, hal. 369, hal. 367 dan hal. 370.

[2] Pis’ima P.B. Aksel’rod Yu. O. Martova 1901-1916, hal. 355.

[3] McKean, St. Petersburg Between the Revolutions, hal. 371.

[4] LCWTo A.G. Shlyapnikov, 28/11/1914, vol. 35, hal. 175, penekanan saya.

[5] LCWTo A.G. Shlyapnikov, 23/8/1915, vol. 35, hal. 205.

[6] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 62.

[7] O. Figes, A People’s Tragedy: The Russian Revolution 1891-1924, hal. 257, hal. 258, hal. 259, hal. 260, hal. 264 dan hal. 265.

[8] Great Retreat adalah satu episode Perang Dunia I ketika Rusia menarik mundur pasukannya secara besar-besaran dari Garis Perang Timur, dengan menyerahkan sebagian besar Polandia dan Galicia. 500 ribu serdadu Rusia mati atau luka-luka, dan 1 juta lainnya jadi tahanan perang.

[9] Dikutip di L. Kochan, Russia in Revolution, hal. 181-82.

[10] A. Shlyapnikov, On the Eve of 1917, hal. 138-39 dan hal. 139-40, penekanan saya.

[11] A. Shlyapnikov, On the Eve of 1917, hal. 191.

[12] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 44.

[13] L. Kochan, Russia in Revolution, hal. 184, hal. 185 dan hal. 186.

[14] O. Figes, A People’s Tragedy: The Russian Revolution 1891-1924, hal. 276.

[15] A. Kerensky, The Kerensky Memoirs: Russia and History’s Turning Point, hal. 142.

[16] Dikutip di Lenin’s Struggle for a Revolutionary International.

[17] O. Figes, A People’s Tragedy: The Russian Revolution 1891-1924, hal. 285 dan hal. 287.

[18] LCWTo A.G. Shlyapnikov, 23/8/1915, vol. 35, hal. 204-5.

[19] O. Figes, A People’s Tragedy: The Russian Revolution 1891-1924, hal. 273.

[20] LCWMay Day and the War, 1915, vol. 36, hal. 325.

[21] A. Kerensky, The Kerensky Memoirs: Russia and History’s Turning Point, hal. 136.

[22] LCWSeveral Theses, vol. 21, hal. 401 dan hal. 402.

[23] Dikutip di Istoriya KPSS, vol. 2, hal. 581.

[24] See A. Shlyapnikov, On the Eve of 1917, hal. 164.

[25] Ibid., hal. 152.

[26] LCWThe Defeat of Russia and the Revolutionary Crisis, vol. 21, hal. 379.

[27] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 97.

[28] Istoriya KPSS, vol. 2, hal. 547.

[29] A. Shlyapnikov, On the Eve of 1917, hal. 181-82.

[30] Ibid., hal. 141.

[31] Ibid., hal. 163 dan hal. 164.

[32] Lenin’s Struggle for a Revolutionary International, hal. 268.

[33] J.L.H. Keep, The Rise of Social Democracy in Russia, hal. 49.

[34] Dicetak ulang di Lenin’s Struggle for a Revolutionary International, hal. 268 dan hal. 269.