Kualitas udara di Jakarta semakin memburuk akibat tingginya polusi. Warga Jakarta mulai dibayangi penyakit saluran pernafasan. Semua solusi yang diajukan para politisi tidak menyentuh akar persoalan dan seperti solusi tambal sulam. Bahaya polusi ini tidak hanya mengancam generasi yang hidup hari ini, tapi juga akan terus mengancam generasi masa depan. Polusi ini akan terus memburuk, seiring kapitalisme yang juga telah membusuk. Hanya langkah radikal ekonomi terencana sosialis yang mampu menyelesaikan masalah polusi.
Polusi di Jakarta bukanlah hal baru. Ini sudah terindikasi sejak tahun 1990an dan terus memburuk sampai saat ini. Bahkan kualitas udara Jakarta saat ini menjadi yang terburuk di Asia Tenggara. Tingkat partikel polutan PM2.5 sudah sangat berbahaya, mencapai 9 kali lipat nilai panduan udara tahunan WHO. Kondisi seperti ini bisa menyebabkan penyakit pernafasan, penurunan kognisi hingga kematian dini pada bayi.
Anggota Komisi B DPRD DKI Gilbert Simanjuntak mengusulkan kenaikan pajak bagi kendaraan bermotor roda dua untuk menekan polusi. “Solusi atas polusi tarif PKB roda dua perlu naik lebih tinggi,” ujarnya. Namun ini solusi yang menyalahkan rakyat pekerja atas ketidakbecusan pemerintah dan kapitalisme. Rakyat pekerja yang berpenghasilan rendah tidak memiliki kemampuan keuangan untuk beralih ke kendaraan ramah lingkungan. Membebankan pajak pada kelas pekerja sama saja mengalihkan beban polusi udara pada kelas pekerja.
Tanggung jawab masalah ini sepenuhnya pada kelas penguasa. Pemerintah sejak awal mengetahui masalah polusi di Jakarta. Dan seharusnya mereka memikirkan bagaimana mengubah tata kota, sarana dan prasarana yang ramah lingkungan. Sebagai contoh, mereka bisa memperbanyak angkutan umum massal ramah lingkungan dan lebih banyak menyediakan jalur pedestrian. Tapi langkah-langkah ini diabaikan sehingga polusi mencapai tingkat yang parah. Bahkan setelah Jakarta menjadi ibu kota penuh polusi, mereka lebih memilih memindahkan ibukota agar nyaman bagi para petinggi. Biarlah rakyat jelata terjebak dalam polusi begitu ingin mereka.
Memang benar bahwa musim kemarau memperburuk kualitas udara di Jakarta. Tapi itu bukan masalah utama karena sebelumnya kualitas udara Jakarta juga sudah buruk dan terabaikan. Sektor transportasi dan industri menjadi penyumbang utama polusi di Jakarta.
Seiring bertambahnya penduduk dan mobilitas yang tinggi, masalah ini semakin rumit dan parah. Transportasi publik massal yang tidak memadai, mengakibatkan jumlah kendaraan pribadi meningkat dan memperparah kemacetan di jalan-jalan. Di Jakarta, dalam setahun saja antara 2021-2022 peningkatan jumlah kendaraan pribadi mencapai 4,39 persen. Dari 25,26 juta unit menjadi 26,37 juta unit.
Bila pemerintah mampu menyediakan transportasi publik massal memadai, gratis dan menjangkau semua wilayah, maka masyarakat lambat laun masyarakat akan terdorong meninggalkan transportasi pribadi dan beralih ke transportasi publik. Dengan beralihnya masyarakat ke transportasi publik massal maka bisa mereduksi tingkat polusi.
Tapi itu saja tidak cukup untuk mengatasi polusi. Ini membutuhkan perubahan infrastruktur besar-besaran, tidak hanya dalam hal transportasi tapi juga perubahan tata kota dan industri. Ini membutuhkan biaya yang sangat besar dan sistem perencanaan ekonomi yang mustahil dilakukan pemerintah saat ini yang mengandalkan sistem pasar kapitalis. Untuk bisa mengubah tata kota, di mana rakyat pekerja bisa dirumahkan secara layak dan dekat dengan tempat kerja mereka sehingga bisa ditempuh dengan jalan kaki atau transportasi publik, maka perumahan harus dinasionalisasi dan direncanakan secara publik. Pasar kapitalis jelas-jelas tidak efisien. Begitu juga lokasi industri dan bisnis. Kapitalis menjalankan industri mereka dengan tujuan utama profit, yang tidak mengindahkan tata kota apalagi peraturan lingkungan. Dengan nasionalisasi industri, maka rakyat pekerja bisa memulai tugas menata ulang industri yang ramah lingkungan.
Kapitalisme yang berorientasi profit jelas tidak dapat melakukan ini. Beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi publik akan memukul profit kapitalis industri kendaraan bermotor dan mengosongkan kas negara. Anarki dalam kapitalisme bertentangan dengan rencana rasional dalam mengatasi polusi, karena dalam sistem kapitalisme kendali ekonomi dan politik ada pada segelintir kapitalis. Bagaimanapun juga cara mereka mengatasi polusi akan dilakukan setengah hati. Oleh karenanya kita tidak dapat mengatasi polusi dengan langkah tambal-sulam dan terisolasi. Ini membutuhkan langkah radikal yang hanya bisa dilakukan di atas basis ekonomi terencana sosialis.
Mereka yang mengatakan negara tidak memiliki uang untuk mengatasi polusi sebenarnya perlu melihat bahwa selama ini kekayaan ada di segelintir kapitalis. Sebagai contoh 25 orang terkaya teratas Indonesia memiliki kekayaan melebih 100 kali lipat dari PDB. Bila kekayaan yang besar itu kita sita dari kelas kapitalis ini, maka sesungguhnya kita bisa membiayai perubahan besar radikal untuk mengatasi polusi.
Namun langkah-langkah radikal ini mensyaratkan revolusi sosialis. Di bawah sosialisme semua industri yang menguasai hajat hidup orang banyak akan di nasionalisasi di bawah kontrol pekerja. Kepemilikan atas industri yang selama ini dikendalikan oleh kapitalis digantikan oleh kepemilikan kolektif kelas pekerja dan direncanakan secara demokratik.
Dengan perencanaan rasional atas ekonomi dan politik, kelas pekerja akan mengembangkan dan merencanakan industri yang ramah lingkungan. Tata kota akan dirombak sedemikian rupa sehingga layak dan ramah lingkungan untuk ditinggali. Transportasi publik ramah lingkungan akan mudah direalisasikan, karena semua sumber daya bangsa diarahkan pada kesejahteraan umat manusia dan bukan pada segelintir kapitalis. Kapitalisme jelas tidak mampu menyelesaikan polusi karena kapitalisme adalah biang kerok polusi itu sendiri. Inilah mengapa kita perlu menggulingkan kapitalisme dan menggantinya dengan sosialisme.