
Menulis Ulang Sejarah demi Kekuasaan
Pemerintah Indonesia berencana menerbitkan buku sejarah nasional sebagai acuan pendidikan. Namun, di balik tujuan itu, mereka menutupi fakta sejarah demi kepentingan politik penguasa.
Pemerintah Indonesia berencana menerbitkan buku sejarah nasional sebagai acuan pendidikan. Namun, di balik tujuan itu, mereka menutupi fakta sejarah demi kepentingan politik penguasa.
Badai PHK melanda Indonesia dengan intensitas yang semakin meningkat. Dari sektor garmen hingga elektronik, semakin banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan mereka. Bencana ekonomi yang dipicu oleh perang tarif global ini semakin memperburuk kondisi sosial-ekonomi yang sudah rentan, terutama bagi kelas buruh.
Meski pemerintah berusaha menanggulangi premanisme dengan membentuk satgas khusus, kenyataannya masalah ini adalah produk dari sistem kapitalisme yang mengakar, menciptakan ketimpangan sosial yang memunculkan kelompok preman.
Perjuangan melawan birokrasi serikat buruh dan reformisme adalah pertarungan hidup mati kelas buruh Indonesia, yang hanya dapat dimenangkan dengan pemahaman mendalam tentang kapitalisme dan kembali ke akar Marxisme untuk merebut kembali May Day.
Satu-satunya cara untuk bisa mengakhiri supremasi militer adalah dengan berjuang demi supremasi kelas pekerja dan supremasi sosialisme.
Ahok yang kini mengklaim memberantas korupsi Pertamina menunjukkan paradoks klasik pejabat publik: mengaku tidak mengetahui hilangnya ratusan triliun dari perusahaan yang dipimpinnya, membuktikan bahwa kekuasaan kapitalisme sering membuat masalah terhadap masyarakat luas.
Krisis kapitalisme yang memburuk mendorong pemerintahan Prabowo Subianto untuk mengetatkan anggaran, yang tidak hanya berdampak pada sektor-sektor vital, tetapi juga mempertajam ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintah.
Penghapusan presidential threshold tidak lebih dari upaya kosmetik untuk menarik perhatian rakyat terhadap demokrasi borjuis yang sedang terpuruk dalam krisis.
Pilkada 2024 mencerminkan krisis demokrasi borjuis di Indonesia—sistem yang hanya melayani kaum kapitalis, sementara rakyat dibiarkan tanpa harapan dan tanpa pilihan.
Ketakutan kaum liberal terhadap kebangkitan “Hitler Jawa” di bawah Prabowo lebih merupakan histeria kosong, tanpa analisis sosial mendalam, yang justru mengaburkan akar persoalan krisis demokrasi borjuis.