Pemeriksaan polisi terhadap Said Iqbal, Presiden KSPI, terkait dugaan makar sekali lagi merupakan usaha dari yang berkuasa untuk menyerang gerakan buruh. Setiap buruh yang sadar kelas harus menentang tuduhan makar ini, dan bersiap-siap meluncurkan aksi massa untuk menghadangnya kalau sampai para pemimpin buruh mereka ditangkap.
Tetapi tidak hanya itu. Tuduhan makar ini sebenarnya menghina gerakan buruh yang memiliki tugas yang lebih mulia dan metode perjuangan yang paling demokratis dan kolektif. Makar dalam pemahaman sehari-hari dimaknai sebagai usaha konspirasi segelintir oknum untuk merebut kekuasaan dengan manuver di belakang layar, seperti dalang yang menggerakkan boneka-boneka, dan semua ini demi tujuan-tujuan pribadi sang dalang. Intinya, dalam makar tidak ada keterlibatan aktif massa rakyat, dan juga bukan untuk kepentingan massa rakyat. Ini sangat jauh dari gerakan buruh, yang motor pendorongnya adalah keterlibatan massa buruh, yang tujuannya adalah kepentingan bersama buruh.
Tuduhan makar, atau kudeta, atau konspirasi, selalu dilemparkan kelas penguasa kepada rakyat yang melawan. Kalau ada pemogokan, pasti dikatakan ini hasil dari segelintir penghasut, seakan-akan mayoritas buruh seperti kerbau yang dicocok hidungnya dan tak mampu berpikir. Tetapi memang demikian cara berpikir dari kelas penguasa, yang melihat rakyat sebagai segerombolan domba bodoh yang sehari-hari mereka giring ke pabrik-pabrik untuk dieksploitasi tenaganya, yang ketika perang pecah bisa mereka lempar dalam jumlah jutaan ke parit-parit perang untuk mati demi NKRI sementara mereka mendulang profit dari peperangan. Ketika domba-domba ini berdiri melawan secara kolektif, mereka tidak bisa membayangkan kalau ini adalah usaha yang sadar dari buruh. Harus ada penghasutnya, dalangnya, tukang makarnya di belakang semua ini.
Tidak! Kaum buruh harus mengatakan: “Kami tidak ingin makar. Justru makar terlalu kecil dan sempit bagi kami. Makar adalah alatnya kelas penguasa, dan juga alatnya kaum borjuasi kecil yang tidak punya massa. Kami punya massa karena kamilah massa itu; kamilah “rakyat sadar-sadar” yang tidak butuh makar untuk mencapai tujuan kami. Kami ingin melakukan hal yang lebih besar dan mulia, yakni perebutan kekuasaan politik dan ekonomi dengan metode Revolusi!” Karena revolusi – terutama revolusi proletariat untuk menghapus kapitalisme – harus melibatkan massa, maka tidak ada ruang untuk konspirasi, tidak ada ruang untuk dalang-dalang di belakang layar.
Perlu dicatat kalau paranoia atau ketakutan berlebih dari kelas penguasa terhadap makar adalah refleksi dari cara berpikir mereka. Rejim Orde Baru dan hari ini dibangun di atas landasan Makar terbesar dalam sejarah Indonesia, yakni kudeta 1965-66, yang digagas di lorong-lorong gelap barak militer oleh segelintir petinggi militer dan tuan-tuan mereka di Washington. Politik kelas penguasa dipenuhi dengan berbagai manuver dan konspirasi politik, sarat dengan politik dagang sapi dan saling jegal yang digagas di dalam bayang-bayang. Ini membuat mereka menjadi takut sendiri pada makar. Terutama hari ini dalam periode penuh gejolak politik dan sosial, ancaman makar – seperti “bahaya laten komunisme” – tampak selalu menghantui.
Tetapi Tn. dan Ny. terhormat kita tidak perlu takut makar dari gerakan buruh. Karena buruh akan mengumumkan dengan lantang tujuan dan metode mereka. Buruh, lewat pemogokan dan demonstrasi, akan menunjukkan dengan jelas apa yang mereka lakukan. Buruh, lewat organisasi massa politik mereka sendiri, akan mengorganisir dirinya sebagai kelas untuk dirinya sendiri, yang sejak kelahirannya hanya punya satu tugas historis: mengakhiri kapitalisme dan membawa sosialisme ke muka bumi. Tugas ini terlalu besar dan agung untuk bisa dipenuhi dengan makar.
Bukan Makar! Bukan Kudeta! Tetapi Aksi Massa dan Revolusi!