Para pembela kapitalisme kerap menuduh kaum sosialis sebagai pendukung kediktatoran totaliter. Mereka menyalahkan Marxisme atas kejahatan Stalinisme. Kata mereka, “sosialisme akan mengirim seseorang ke gulag”. “Anda menginginkan sosialisme? Pergilah kalian ke Korea Utara.”
“Jangan dekati Marxisme,” begitu kata mereka. Mereka hanya ingin mengatakan bahwa kendati secara teori bagus, tetapi pada dasarnya Marxisme tidak dapat diterapkan. Itu karena sifat alami manusia pada dasarnya serakah, dan akan selalu ada yang berkuasa dan yang dikuasai. Mereka mengatakan setiap kali Marxisme diterapkan itu pasti mengarah pada kekuasaan yang korup dan totaliter.
Mereka merasa cukup puas dengan menunjuk pada kejahatan Stalinisme. Tetapi mengidentifikasi kejahatan Stalinisme dengan sosialisme adalah kebohongan yang terang-terangan. Kebohongan ini sangat disukai oleh borjuasi dan sering digunakan mereka untuk menjauhkan generasi muda dari gagasan Marxisme. Kenyataannya Stalinisme dan sosialisme sangat bertentangan.
Stalinisme merupakan karikatur birokratik dan totaliter dari sosialisme. Tidak ada kesamaan sama sekali antara Stalinisme dan sosialisme. Sosialisme menghendaki kepemilikan alat-alat produksi oleh kelas pekerja di bawah kontrol demokratik pekerja. Oleh karenanya, sosialisme membutuhkan demokrasi pekerja, selayaknya manusia membutuhkan oksigen. Keberadaan lapisan berprivilese dan kasta birokrasi seperti yang kita saksikan di berbagai rejim Stalinis tidaklah kompatibel dengan sosialisme.
Revolusi Rusia 1917 merupakan peristiwa terbesar dalam sejarah manusia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, massa yang tertindas, kelas buruh dan tani melawan dan menang. Namun, kegagalan revolusi-revolusi di Eropa setelahnya, terutama di Jerman, membuat Uni Soviet terisolasi. Keterisolasian ini mendorong proses birokratisme yang kemudian menjadi rezim birokratis dan totaliter dengan Stalin sebagai pemimpinnya.
Stalinisme merupakan rezim yang berdiri di atas kemunduran Revolusi Rusia 1917. Ini sangat berbeda dengan rezim yang awalnya didirikan Lenin dan Trotsky. Negara buruh yang lahir dari Revolusi Oktober adalah rejim yang paling demokratik di muka bumi. Ini adalah negara buruh yang sehat.
Stalinisme merupakan fenomena yang kompleks dan kontradiktif. Ini juga merupakan fenomena yang sepenuhnya ‘baru’, dengan kata lain Marx dan Engels belum pernah melihat fenomena ini sebelumnya.
Di masa Tsarisme, Rusia merupakan negara yang paling terbelakang di Eropa saat itu. Rusia adalah negeri dengan mayoritas populasi petani, dengan bajak kayu abad pertengahannya. Revolusi sosialis yang pecah di negeri terbelakang tidak pernah dibayangkan oleh Marx dan Engels, tetapi ini diantisipasi oleh Lenin dan Trotsky. Rantai kapitalisme putus di titiknya yang paling lemah, begitu kata Lenin menggambarkan situasi ini. Bagi kaum Bolshevik, Rusia adalah prolog bagi revolusi sosialis dunia. Tidak ada pertimbangan nasionalis dalam perspektif Lenin dan Trotsky mengenai Revolusi Rusia. Pertimbangan mereka adalah internasionalis. Revolusi ini harus menyebar ke seluruh dunia atau revolusi ini akan gugur. Inilah ancaman yang telah dipahami sedari awal oleh kaum Bolshevik.
Tetapi jauh sebelum Stalin naik ke tampuk ke kekuasaan, proses dasar kemunduran birokrasi ini telah disaksikan sendiri oleh Lenin. Marxisme menjelaskan bahwa birokrasi, sebagai fenomena sosial, muncul dalam kondisi tertentu. Lenin mendekati masalah ini sebagai seorang Marxis dan menjelaskan munculnya birokrasi sebagai parasit yang tumbuh di atas organisme negara buruh, yang muncul dari keterisolasian revolusi di negara petani yang terbelakang dan buta huruf.
Dalam salah satu artikel terakhirnya Lebih Baik Lebih Sedikit, Tapi Lebih Baik, Lenin menulis:
“Aparatus negara kita begitu menyedihkan, dan bahkan buruk sekali, sehingga pertama-tama kita harus memikirkan dengan sangat hati-hati bagaimana memerangi kecacatannya, mengingat bahwa kecacatan ini berakar dari masa lalu, yang meskipun sudah ditumbangkan, namun belum dapat diatasi.”
Benar Revolusi Oktober telah menggulingkan tatanan lama. Revolusi ini menghancurkan dan membersihkan pertuantanahan dan kapitalisme. Tetapi dalam kondisi keterbelakangan ekonomi dan budaya yang kronis, unsur-unsur tatanan lama di mana-mana merayap kembali seiring dengan surutnya gelombang revolusi internasional.
Stalinisme muncul secara gradual. Fenomena ini semakin mengambil bentuk ketika soviet-soviet mulai kehilangan kontrol mereka atas aparatus negara. Setelah revolusi, dengan kondisi industri yang hancur, hari kerja tidak dikurangi, tetapi diperpanjang. Buruh bekerja keras selama sepuluh sampai dua belas jam, atau bahkan lebih, dengan jatah makanan yang semakin berkurang. Banyak yang bekerja di akhir pekan tanpa dibayar secara sukarela.
Namun, seperti yang dijelaskan Trotsky, massa hanya dapat mengorbankan “hari ini” mereka demi “hari esok” mereka hingga batasan tertentu. Tak dapat dihindari, ketegangan perang, revolusi, empat tahun Perang Saudara yang berdarah-darah, kelaparan yang menewaskan lima juta orang, semuanya melemahkan kelas pekerja baik dari segi jumlah maupun moral.
Soviet-soviet sebagai organ demokrasi buruh mulai kehilangan vitalitasnya. Pertemuan-pertemuan soviet menjadi sangat longgar dan jarang digelar secara reguler. Ada anekdot yang menceritakan kondisi Soviet saat itu:
“Para anggota soviet tidak ikut aktif dalam rapat-rapat. Mereka hanya mendengarkan pidato dan memberikan suara secara mekanis terhadap resolusi-resolusi yang diajukan oleh presidium. Tidak ada diskusi; rapat-rapat ini tidak memiliki gairah.”
Hancurnya secara fisik elemen-elemen terbaik proletariat setelah perang sipil menjadi faktor penting dalam pupusnya vitalitas demokrasi soviet. Ketika lapisan proletariat terbaik maju ke garis depan perang, yang tersisa di garis belakang (terutama sentra-sentra industri penting di Petrograd) adalah lapisan proletariat yang lebih terbelakang yang wawasan dan kesadaran kelasnya lebih mentah.
Tidak hanya itu, yang juga tersisa di garis belakang adalah birokrat-birokrat pemerintah peninggalan dari rezim sebelumnya. Karena kurangnya personil-personil yang terlatih, birokrat-birokrat oportunis inilah yang terpaksa digunakan oleh Bolshevik untuk menjalankan roda pemerintahan soviet
Lenin menjelaskan hal ini: “Bila kita ambil contoh Moskow dengan 4.700 komunis yang ada dalam posisi bertanggungjawab di satu sisi, dan mesin birokrasi yang besar di sisi lain, kita harus bertanya: siapa yang mengarahkan siapa? Saya sangat meragukan kalau kita bisa mengatakan dengan jujur kaum komunis lah yang mengarahkan mesin birokrasi tersebut. Sejujurnya bukan mereka yang mengarahkan, tapi merekalah yang diarahkan.”
Keterbelakangan ekonomi Rusia adalah kutukan yang diwariskan dari masa lalu. Birokrasi yang muncul merupakan konsekuensi dari kegagalan dari Revolusi Jerman yang diharapkan. Musuh-musuh Marxis memfitnah Bolshevik sebagai akar langsung pada proses birokratisasi soviet ini.
Tetapi birokratisasi ini bukanlah berakar dari Bolshevisme. Trotsky, dalam karyanya Stalinisme dan Bolshevisme menjelaskan:
“Bolshevisme hanyalah sebuah tendensi politik yang melebur dengan erat dengan kelas buruh, tetapi tidak identik dengannya. Selain kelas buruh, di Uni Soviet terdapat seratus juta petani, beragam bangsa, dan warisan penindasan, kesengsaraan, dan kebodohan. Negara yang dibangun oleh kaum Bolshevik tidak hanya mencerminkan pemikiran dan kehendak Bolshevisme, tetapi juga tingkat budaya Rusia, komposisi sosial penduduknya, tekanan dari masa lalunya yang barbar, serta tekanan imperialisme dunia yang tak kalah barbarnya. Menggambarkan proses degenerasi negara Soviet murni sebagai evolusi Bolshevisme berarti mengabaikan realitas sosial dengan hanya mempertimbangkan salah satu elemennya, yang diisolasi dengan logika murni.”
Ya, Partai Bolshevik sebagai garda depan proletariat Rusia menjaga demokrasi soviet sebisa mungkin di tengah kondisi tersulit. Tetapi pada akhirnya, partai Bolshevik hanyalah minoritas kecil dari keseluruhan kelas proletariat ataupun di dalam demokrasi soviet. Degenerasi birokratis dalam demokrasi soviet bukanlah berakar dari Bolshevisme itu sendiri, tetapi pada kondisi material dan kekuatan sosial yang riil.
Kelas pekerja Rusia menderita demoralisasi karena kekalahan Revolusi di Barat. “Nepmen” merangkak keluar dari celah puing-puing kehancuran Komunisme Perang dan melahirkan para spekulan, kulak (petani kaya), pengejar karier, perdagangan gelap, birokrat dan bajingan. Buta huruf massal memaksa masyarakat bergantung pada administrator dan pakar lama, yang sebagian besar mantan kontra-revolusioner. Itulah sebabnya Lenin mengumumkan bahwa “kita masih memiliki mesin negara Tsar yang sama saat ini, dengan lapisan tipis sosialisme tersebar di atasnya”.
Nasihat pertama Lenin kepada kaum komunis Bavaria yang menang adalah menerapkan tujuh jam kerja sehari untuk memberikan kesempatan kepada pekerja berpartisipasi dalam tugas-tugas administratif dan mengendalikan birokrasi.
Hari ini kita jauh lebih mungkin memenuhi hal tersebut. Bahkan Indonesia hari ini pun jauh lebih maju daripada Rusia masa Lenin, dengan jumlah proletariat yang lebih besar pula. Di hampir seluruh dunia, kelas proletariat lebih besar dan kuat ketimbang 100 tahun yang lalu. Pembangunan masyarakat sosialis setelah kemenangan revolusi akan jauh lebih mudah ketimbang masanya Lenin. Tidak seperti Rusia di masa lalu, kondisi hari ini memungkinkan kelas pekerja mengambil bagian dalam menjalankan pemerintahan. Melalui otomatisasi, teknologi dan mesin yang canggih, jam kerja akan dipangkas secara drastis. Dengan waktu luang ini, kelas pekerja mampu berpartisipasi aktif dalam demokrasi soviet di masa depan.
Tidak hanya itu. Hari ini kelas proletar telah memperoleh pelajaran penting dari kegagalan Stalinisme, bahwa kita tidak mungkin bisa membangun sosialisme di satu negara. Hanya dengan menyebarkan revolusi sosialis ke seluruh dunia maka sosialisme dapat terwujud. Inilah internasionalisme yang sejati dalam perjuangan sosialis.
Sosialisme bukanlah kediktatoran totaliter. Sosialisme justru akan mengakhiri kediktatoran kapital yang kini menindas rakyat pekerja. Sosialisme berarti demokrasi buruh, yaitu demokrasi yang melayani kepentingan semua rakyat pekerja. Inilah esensi sejati sosialisme. Tugas kita sekarang adalah membangun partai revolusioner secepat mungkin, yang telah menyerap semua pelajaran dari Revolusi Oktober, supaya kita bisa mengakhiri kediktatoran kapital. Inilah yang kita perjuangkan, karena revolusi sosialis adalah satu-satunya yang pantas kita perjuangkan.