Laporan terbaru tentang NEOM—megaproyek ambisius yang dibangun oleh monarki Arab Saudi di tengah padang pasir—mengungkap kondisi kerja mirip perbudakan yang telah merenggut 20.000 nyawa.
NEOM, yang disebut sebagai “kota masa depan,” “keajaiban dunia baru,” dan “revolusi kehidupan urban” di situs resminya, adalah kumpulan megaproyek futuristik hasil gagasan Putra Mahkota Saudi, Mohammed Bin Salman (MBS), bersama para kontraktor mahalnya. Saat ini, proyek tersebut sedang dibangun di kawasan gurun tandus yang merupakan daerah terkering dan terpanas di Arab Saudi.
Beberapa proyek yang direncanakan termasuk satu-satunya resor ski di Timur Tengah, pulau mewah dengan pantai marmer yang bersinar dalam gelap, kompleks industri terapung berbentuk segi delapan, dan gedung pencakar langit bawah air yang hanya bisa diakses dengan kapal selam. Singkatnya, ini adalah taman bermain bagi orang-orang superkaya.
Proyek utama NEOM adalah ‘The Line,’ kota raksasa yang katanya bisa menampung sembilan juta orang dalam dua gedung super tinggi yang membentang sepanjang 170 kilometer. Kota ini diklaim ramah lingkungan dan menggunakan energi terbarukan. Selain itu, proyek ini juga menjanjikan bulan buatan, pelayan robot, cuaca yang bisa diatur, taksi terbang, dan taman Jurassic dengan robot dinosaurus.
NEOM adalah bagian dari proyek ambisius ‘Vision 2030’ yang digagas Muhammad bin Salman (MBS) untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Arab Saudi pada minyak, yang saat ini menyumbang 40 persen dari PDB. Lewat NEOM, MBS bermimpi menjadikan negaranya pusat industri, perdagangan, dan sains, sekaligus menarik wisatawan dan pebisnis dari Barat.
NEOM terletak di ujung utara Laut Merah, dekat Semenanjung Sinai dan tidak jauh dari Israel. Proyek ini juga menjadi bagian dari upaya Arab Saudi untuk mendekatkan diri dengan negara-negara sekutu AS di kawasan itu. Saudi berjanji menginvestasikan ratusan miliar dolar ke Mesir dan berencana menghubungkan NEOM dengan resor Sharm El Sheikh. Sementara itu, di Israel, rencana kontroversial bernama ‘Gaza 2035’ yang diduga bocor dari kabinet Netanyahu—menurut laporan The Jerusalem Post—katanya ingin membangun “zona perdagangan bebas” di Gaza yang telah dikosongkan penduduknya, dengan jalur kereta langsung ke NEOM.
NEOM sedang dibangun oleh sekitar 140.000 pekerja dengan perkiraan biaya mencapai $2 triliun. Proyek ini sudah menjadi proyek konstruksi terbesar di dunia saat ini dan diperkirakan akan menggunakan 20 persen dari seluruh produksi baja global, menurut salah satu pejabat.
Mimpi Utopia dan Mimpi Buruk Kapitalis
NEOM disebut sebagai utopia, tapi di balik kemewahannya ada kenyataan pahit. Proyek ini dibangun oleh ribuan pekerja migran yang dipaksa bekerja dalam kondisi mirip perbudakan.
Para pekerja yang putus asa ini datang dari negara seperti Nepal, India, Pakistan, dan Bangladesh, tertarik oleh janji gaji tinggi untuk bekerja di megaproyek Saudi. Namun, begitu tiba, mereka praktis dipenjara di bawah sistem Kafala. Sistem ini mengikat mereka secara hukum pada majikan, sehingga untuk pindah atau berhenti kerja, mereka harus mendapat izin dari perusahaan. Akibatnya, para bos ini punya kendali penuh atas pekerjaan dan status imigrasi mereka.
Untuk bisa bekerja, mereka sering harus membayar biaya besar lebih dulu, yang membuat mereka terjerat utang dan tak bisa meninggalkan pekerjaan mereka. Banyak yang paspornya disita, menjadikan mereka tak lebih dari tawanan di bawah kekuasaan majikan kejam.
Tanpa bisa protes, para pekerja ini jadi tenaga murah yang bisa dieksploitasi sesuka hati. Mereka dipakai para pangeran Saudi untuk membangun pencakar langit di tengah gurun. Bukan Cuma di NEOM, 76 persen pekerja sektor swasta Saudi adalah buruh migran yang mengalami nasib serupa.
Mantan pekerja di NEOM melaporkan adanya kerja paksa sistematis. Mereka merasa seperti “budak yang terjebak” dan “pengemis.” Bahkan, mantan CEO NEOM yang kaya raya pernah blak-blakan berkata, “Saya memperlakukan semua orang seperti budak… Jika mereka tumbang dan mati, saya merayakannya. Begitulah cara saya menyelesaikan proyek.”
Wayne Borg, mantan kepala divisi media NEOM, terungkap merendahkan pekerja migran Asia Selatan dengan kata-kata rasis. Ia menyebut mereka “orang-orang tolol” dan menegaskan bahwa “orang kulit putih ada di posisi teratas.”
Sejak 2021, proyek ambisius ini telah menelan nyawa 21.000 pekerja migran, sementara 100.000 lainnya lenyap tanpa jejak.
Banyak kematian ini masih menjadi misteri. Dalam dokumenter ITV Kingdom Uncovered: Inside Saudi Arabia, seorang pekerja dari Nepal, Raju Bishwakarmal, meminta bantuan keluarga dan temannya karena majikannya hanya mau melepasnya jika ia memberi mereka uang sebesar lima bulan gaji. Tak lama kemudian, ia ditemukan tewas.
Bukan hanya nyawa para pekerja yang dikorbankan. Demi membangun The Line, rezim Saudi mengusir 20.000 warga suku Howeitat yang telah tinggal di tanah itu selama ratusan tahun. Dalam prosesnya, aparat keamanan membunuh sedikitnya lima orang dan menangkap 50 lainnya hanya karena menolak meninggalkan rumah mereka demi proyek ini.
Mimpi Muluk sang Pangeran
Meski telah menelan puluhan ribu nyawa dan ratusan miliar dolar, NEOM tak lebih dari mimpi muluk seorang pangeran.
Rezim Saudi membayar kontraktor asing jutaan dolar untuk merancang proyek spektakuler, tapi mustahil diwujudkan. Semua rencana itu tetap disetujui oleh sang pangeran, karena tak ada yang berani menentangnya karena takut kehilangan kepala. Hasilnya? Iklan mewah dan visualisasi AI tentang kota-kota futuristik yang sebenarnya tak mungkin dibangun.
Tak heran proyek ini terus molor dan biayanya membengkak. Dari perkiraan awal $500 miliar, kini sudah melonjak jadi $1,5 triliun—lebih besar dari PDB Saudi. Pangeran dulu berjanji membangun kota 106 mil ini sebelum 2030, tapi kemungkinan hanya 1,5 mil yang benar-benar jadi.
Proyek ini dirancang untuk menarik investor, tapi hampir tak ada yang mau terlibat. Akhirnya, semua biaya ditanggung dana investasi negara Saudi yang dikendalikan MBS.
Kalaupun jadi, NEOM hanya akan menjadi distopia. Tapi lebih mungkin proyek ini tetap jadi lubang di gurun, mengubur miliaran dolar dan ribuan nyawa pekerja.
Untuk apa semua ini? Nyawa melayang, penderitaan merajalela—semua demi hiburan seorang raja dan kroni-kroninya!
Kemiskinan di tengah Kemewahan.
NEOM menunjukkan kegilaan kapitalisme: miliarder foya-foya, sementara dunia tenggelam dalam perang dan kemiskinan.
Di Saudi, ketimpangan ini sangat mencolok. Sekitar 20 persen penduduk hidup miskin, jutaan pekerja migran diperlakukan seperti budak. Sementara itu, satu keluarga menguasai cadangan minyak, perbankan, telekomunikasi, dan properti dengan kekayaan $1,4 triliun.
Arab Saudi adalah negara yang kaya, tapi kekayaannya dikuasai segelintir elite, bukan jutaan pekerja yang menciptakannya. Akibatnya, miliaran dolar dihamburkan untuk mimpi mewah, sementara rakyat menderita.
Kita sedang memperjuangkan masyarakat di mana kekayaan ini – yang dihasilkan lewat darah dan keringat kelas buruh – digunakan secara untuk semua rakyat pekerja, bukan sekadar untuk hiburan orang kaya. Perumahan layak dan infrastruktur harus jadi prioritas, tapi itu hanya mungkin jika buruh yang berkuasa, bukan pangeran dan kroni-kroninya.
NEOM berdiri di atas pasir, seperti halnya monarki Saudi. Di tengah krisis ekonomi, sosial dan politik, tidak ada landasan yang stabil untuk rejim Saudi. Keluarga kerajaan Saudi menghamburkan miliaran untuk mimpi mereka, sementara jutaan rakyat menderita. Dengan demikian, mereka tengah mempersiapkan kejatuhan mereka.
Ketika tirani Saudi ini tumbang, proyek NEOM tak akan menjadi kota masa depan, melainkan monumen bisu kegagalan sistem kapitalis.