Semenjak kapitalisme lahir, dua kelas yang menjadi kelas tertindas adalah buruh dan tani. Oleh karena itulah buruh dan tani adalah sekutu alami. Berdampingan mereka bahu membahu menghantam kapitalisme. Revolusi sosialis pertama di muka bumi, yakni di tanah Rusia pada tahun 1917, adalah hasil kerjasama antara kaum buruh dan tani. Kaum Bolshevik, di bawah kepemimpinan Lenin dan Trotsky, menyatukan kaum proletar dan kaum tani Rusia di bawah panji sosialisme. Puluhan juta kaum tani terangkat dari kegelapan feodalisme dan keterbelakangan untuk pertama kalinya. Buruh dan tani bersatu, kekuatan mereka tidak terkalahkan.
Palu dan arit, simbol komunisme yang dijadikan momok oleh rejim Soeharto dengan propaganda cuci otaknya, sebenarnya adalah lambang persatuan antara buruh (yang menggunakan palu di pabrik) dan kaum tani (yang menggunakan arit di sawah). Di bawah rejim Soeharto sampai sekarang, buruh dan tani Indonesia dipecah belah. Jurang pemisah antara kota dan desa dibuat lebar. Kalau harga sembako naik dan menyusahkan kaum buruh di kota, pemerintah berdalih kalau ini untuk mensejahterakan kaum tani. Kalau impor-impor produk pertanian membanjiri pasar sehingga membuat kaum tani kalah bersaing, pemerintah berdalih kalau ini untuk membuat harga sembako murah bagi orang-orang kota. Mau berdalih ke kiri dan ke kanan, buruh dan tani tetap miskin, tetap tidak sejahtera.
Persatuan kaum tertindas adalah momok bagi penindas. Persatuan buruh dan tani menggetarkan lutut rejim penguasa ini. Makanya mereka melakukan berbagai cara untuk memecah belah. Namun ikatan antara buruh dan tani di Indonesia masih erat, dan ini karena kondisi sehari-hari yang dihadapi oleh mereka. Banyak buruh muda yang berasal dari desa atau keluarga tani, yang karena tidak ada pekerjaan maka harus bekerja di kota untuk membantu keluarga mereka di desa. Selain itu, buruh dan tani pun semakin sadar kalau mereka sekarang sedang melawan musuh yang sama, yakni kapitalis pemilik modal. Penindas terbesar di desa bukan lagi kaum ningrat feodal, tetapi kaum kapitalis, lokal maupun internasional.
Sosialisme bukan hanya untuk kaum buruh saja, tetapi juga untuk kaum tani. Kaum buruh, sebagai aktor utama dalam perjuangan sosialisme, harus bisa merangkul kaum tani dan memimpin mereka. Ini adalah tugas historis kaum buruh. Tanpa keterlibatan kaum tani, mencapai sosialisme hanya akan menjadi mimpi belaka.
Hidup Buruh! Hidup Tani!
Buruh dan Tani Bersatulah!