Perdagangan manusia merupakan masalah kronik yang sepertinya tidak pernah selesai. Setiap kasus yang diberitakan selalu membawa tangis pedih keluarga korban dan menyulut kemarahan publik. Seperti buih-buih di atas ombak, kasus-kasus ini berlalu begitu saja tanpa ada upaya tegas untuk mengatasinya. Kebanyakan kasus ini hanya berhenti di pemeriksaan polisi dan tidak berlanjut di meja hijau.
Dalam beberapa bulan terakhir kita dikejutkan dengan tewasnya seorang TKI dari NTT. Dia adalah Adelina Sau, 21 tahun, yang tewas disiksa majikannya di Malaysia. Kematian Adelina sangat tragis.Sebelum Adelina dilaporkan meninggal, ia dikurung di dalam gudang anjing majikannya hingga tewas. Berdasarkan data fisik yang diperoleh korban meninggal karena beberapa kegagalan organ akibat anemia. Seperti layaknya anjing yang diikat dan tidak diberi makan, Adelina hanya menunggu pertolongan. Namun pertolongan tak kunjung datang hingga akhirnya ia terbujur kaku dan meninggal.
Di provinsi yang sama pula NTT, kematian Yufrinda Selan, 19 tahun, pada 2016 juga diselimuti misteri. Di peti matinya tertera tulisan pendek: bunuh diri. Namun setelah jenazahnya diotopsi, terdapat luka sayatan berbentuk “Y”, lalu otak dan lidahnya diletakkan bersama isi perut. “Ada memar tanda penyiksaan dan bekas tali, tapi setelah leher. Kalau bunuh diri kan di leher semua. Dan ada tanda memar juga di rusuk,” kata Pendeta Emmy yang memberikan keterangan[1]. Yufrinda diduga merupakan korban perdagangan organ manusia.
Ada banyak kasus korban perdagangan manusia dengan berbagai latar belakang permasalahan. Mulai penyiraman air keras, menyetrika wajah dan banyak lagi yang lain. Namun, kasus-kasus ini merupakan salah satu dari sekian kasus perdagangan.Menurut keterangan Sekretaris Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) Savitri Wisnuwardhani ada 4.475 kasus kekerasan terhadap buruh migran serta 217 buruh migran yang meninggal sepanjang 2017.[2]
Terjadinya kasus-kasus perdagangan manusia ini kebanyakan dilatar-belakangi oleh kemiskinan. Sementara di desa-desa, lahan pekerjaan terlalu langka. kota tidak dapat menampung para pengangguran yang sudah penuh sesak. Akibat lingkaran kemiskinan yang akut inilah banyak orang yang terjebak ke dalam agen-agen pedagang manusia. Sekitar 70 persen modus perdagangan manusia di Indonesia berawal dari pengiriman TKI secara ilegal ke luar negeri.[3] Meskipun banyak agen-agen penyalur tenaga kerja mengantongi izin ‘legal’ dari pemerintah, kekerasan terhadap para pekerja tetap berlangsung. Pendidikan yang rendah dan minimnya pelatihan kerja membuat mereka harus bekerja sebagai buruh kasar dan bekerja di sektor yang rentan terhadap perbudakan.
Bisnis perdagangan manusia sangatlah menguntungkan. Seperti dilaporkan ILO, bisnis perdagangan manusia dapat meraup keuntungan 32 miliar dolar AS tiap tahunnya. Oleh karenanya, ada kepentingan yang sangat besar untuk meneruskan praktik yang keji ini. Walaupun berbagai pemerintah dan organisasi internasional telah menyatakan komitmen mereka untuk memerangi perdagangan manusia, tidak pernah ada langkah konkret dan fundamental untuk menyelesaikannya. Bagaimana tidak? Profit adalah Tuhan di bawah sistem kapitalisme, dan bisnis ini menghasilkan begitu banyak profit. Terlalu banyak orang dalam jajaran pemerintah yang kecipratan profit ini. Bila pemerintah ingin menghapuskannya perdagangan manusia ini, tentu bukan sesuatu hal yang sulit dilakukan. Tapi kenyataannya mereka tidak berkepentingan untuk itu. Selain itu para politisi tidak pernah melihat rakyat pekerja miskin sebagai manusia sepenuhnya. Mereka hanya dianggap sapi perahan untuk kepentingan profit. Selama kapitalisme – sebuah sistem yang melihat manusia sebagai komoditas untuk dijual dan semata tenaga kerja untuk diperas keringatnya demi profit – masih berlangsung, maka perdagangan manusia akan terus berlanjut. Untuk mengakhiri bisnis perdagangan manusia, maka kita harus cabut sampai ke akar-akarnya sistem kapitalisme.
_____________________
[1]“Puluhan peti mati berisi jasad TKI dikirim ke NTT sepanjang 2016.” Bbc.com, 17 Januari 2017, http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-38647064. Diakses pada 31 Maret 2018.
[2]“Jaringan Buruh Migran: 217 TKI Meninggal Sepanjang 2017”. IDN Times, 26 Februari 2018, https://news.idntimes.com/indonesia/indianamalia/jaringan-buruh-migran-217-tki-meninggal-sepanjang-1/full. Diakses pada 31 Maret 2018.
[3] “Menyikapi Perdagangan Manusia”. Kompas.com, 29 Maret 2017, https://nasional.kompas.com/read/2017/03/29/19382151/menyikapi.perdagangan.manusia. Diakses pada 31 Maret 2018.