Tahun lalu, kita mengatakan bahwa “dunia sedang berubah dengan pesat. Ia sedang memasuki sebuah era yang baru.” Peristiwa-peristiwa tahun ini, terutama di Indonesia, telah membuktikan kebenaran dari pernyataan ini. Medan politik di banyak negeri bergeser dengan sangat cepat, dimana kelas-kelas penguasa tergopoh-gopoh panik mencoba mempertahankan kestabilan ekonomi di hadapan sebuah krisis yang menolak pergi. Sementara, kaum proletar Indonesia menunjukkan kekuatannya dalam gelombang pemogokan dan aksi yang tak pernah terlihat sebelumnya. Hukum perkembangan tergabungkan dan tak-berimbang mengekspresikan dirinya dengan jelas dalam penguatan sektor manufaktur Indonesia – dan kelas proletar Indonesia – sementara pertumbuhan ekonomi seluruh dunia sangat lesu.
Mari kita kutip Perspektif Dunia 2012 kita untuk memahami situasi hari ini secara umum:
“Belokan-belokan tajam yang tiba-tiba ini mengindikasikan bahwa sesuatu yang fundamental sedang berubah. Peristiwa-peristiwa mulai menyentuh semakin banyak kesadaran dari masyarakat luas. Kelas penguasa semakin terpecah dan kebingungan karena dalamnya krisis yang tidak pernah mereka sangka akan terjadi, dan mereka tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Tiba-tiba mereka menemukan diri mereka tidak mampu mengontrol masyarakat dengan cara-cara yang lama.”
“Ketidakstabilan adalah elemen yang dominan di semua tingkatan: ekonomi, finansial, sosial, dan politik. Partai-partai politik sedang memasuki krisis. Pemerintah-pemerintah dan pemimpin-pemimpin jatuh bangun silih berganti tanpa mampu menemukan jalan keluar dari kebuntuan ini.”
“Yang terpenting dari semua ini adalah kelas pekerja telah pulih dari shok awal krisis dan sedang bergerak. Elemen-elemen termaju dari kaum buruh dan muda mulai mengambil kesimpulan-kesimpulan revolusioner. Semua gejala ini berarti bahwa kita sedang memasuki bab pembukaan revolusi dunia. Ini akan terkuak dalam tahun-tahun ke depan, dan mungkin beberapa dekade ke depan, dengan pasang surut dan naik, langkah-langkah maju dan mundur; sebuah periode peperangan, revolusi, dan konter-revolusi. Ini adalah ekspresi dari kenyataan bahwa kapitalisme telah kehabisan potensinya dan sedang memasuki fase penurunan.”
Akan tetapi, kapitalisme tidak akan mengubur dirinya sendiri bahkan setelah ia telah kehabisan potensinya. Kalau tidak ada kepemimpinan revolusioner yang mampu menumbangkannya, kapitalisme akan pulih kembali – atau, sebagai sebuah kemungkinan teoritis, seluruh sistem ini akan runtuh dan menghancurkan semua kelas-kelas yang ada, seperti masyarakat perbudakan Kekaisaran Romawi yang runtuh dan membuka jalan untuk seribu tahun Abad Kegelapan. Namun, semua indikasi menunjukkan bahwa bahkan bila kapitalisme pulih kembali ia tidak akan kembali ke kemegahan masa lalunya. Bila ia kembali ke normalitas, ini akan menjadi sebuah normalitas yang baru, secara ekonomi dan politik. Krisis hutang nasional yang besar di seluruh dunia berarti akhir dari Negara Kesejahteraan pasca-Perang Dunia Kedua. Semua pencapaian yang telah diraih oleh gerakan buruh selama 60 tahun terakhir akan direbut kembali, yang akan menyebabkan penurunan taraf hidup bagi rakyat pekerja. Buruh tidak akan diam saja menyaksikan kebijakan-kebijakan penghematan. Mereka akan melawannya mati-matian – dan ini telah dilawan mati-matian di Yunani, Spanyol, Prancis, dan negeri-negeri lain – dalam serangkaian perjuangan yang akan menggoncang kesadaran tidak hanya kaum buruh tetapi seluruh masyarakat. Terlebih lagi, era krisis ini juga akan menciptakan sebuah generasi buruh yang baru, kaum buruh muda yang hanya dapat mendengar kemegahan kapitalisme masa lalu lewat cerita-cerita yang diturunkan oleh para tetua mereka. Mereka harus berjuang mati-matian untuk setiap pencapaian kecil.
Inilah situasi umum yang sedang kita masuki hari ini. Sejarah belumlah berakhir seperti yang diinginkan oleh Fukuyama. Sejarah baru saja dimulai lagi, hari ini dengan kekuatan yang lebih besar dibandingkan sebelum-sebelumnya. Suara Marxisme, yang selama berpuluh-puluh tahun adalah seperti jeritan di tengah hutan belantara, sekarang mulai mendapatkan gaungnya di antara lapisan kaum buruh dan kaum muda yang maju. Untuk meraih telinga massa buruh, pertama-tama kita harus meraih telinga lapisan-lapisannya yang paling maju, bunga-bunga dan pejuang-pejuang terbaiknya. Dokumen ini akan menyediakan perspektif politik dan organisasi untuk melakukan ini.
Situasi Internasional Secara Singkat
(Untuk analisa situasi internasional yang lebih lengkap, Kamerad diajak untuk membaca dokumen Perspektif Dunia 2012 kita)
Krisis kapitalisme telah memasuki tahun kelimanya dan tampaknya tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Tidak ada lagi pembicaraan mengenai “tunas-tunas muda”. Bagi kelas-kelas penguasa, tahun lalu adalah tahun penuh pesimisme akan prospek mereka untuk pulih dari krisis. Menghadapi realitas yang ada, satu-per-satu prediksi mereka harus diturunkan, dan harapan mereka akan kepulihan ekonomi terdorong ke masa depan yang jauh, dimana kabut kekacauan ekonomi mencegah mereka untuk melihat apapun atau bahkan memahami apapun.
Jerman, pusat kekuatan Uni Eropa (EU) yang telah menjaga kesatuan EU, mengubah prediksi pertumbuhan 2013 mereka dari 1,6% menjadi 0,4%, sementara pertumbuhan tahun 2012 juga dipotong dari 1% menjadi 0,7%. Korea, salah satu mesin pertumbuhan di Asia, memotong prediksi pertumbuhan 2013 dari 4,3% menjadi 3%, sementara pertumbuhannya pada 2012 diturunkan dari 3,3% menjadi 2,1%. India mengikuti tren yang sama, menurunkan prediksi pertumbuhan tahun 2012 menjadi 5,8%, jauh dari estimasi awalnya 7,6%. Untuk seluruh dunia, PBB baru saja memotong prediksi pertumbuhan ekonomi dunia pada 2013 dari 3,2% menjadi 2,4%. Belum lama yang lalu, pada Juni, PBB memprediksikan pertumbuhan global 3,9%. Hanya ada satu hal yang pasti hari ini, yakni ketidakpastian.
Untuk menjaga ekonomi dari keruntuhan, negeri-negeri di seluruh dunia melempar diri mereka ke dalam krisis hutang nasional, terutama EU dan AS, dua mesin ekonomi utama dunia. Tidak ada satupun negeri di dunia, dari Australia hingga Zimbabwe, tidak ada satupun perusahaan di dunia, dari perusahaan lokal hingga korporasi multinasional, yang masa depan ekonominya tidak tergantung pada hasil dari krisis hutang nasional AS dan EU. Semua prospek yang optimis diberi catatan kaki: “Tergantung kondisi ekonomi EU dan AS.”
Bila dunia berhasil selamat dari Hari Kiamat Suku Maya dengan mudah, ia hampir saja tidak selamat dari jurang fiskal AS pada akhir tahun yang mengancam mendorong AS dan seluruh dunia kembali ke resesi. Membatalkan libur Natal dan Tahun Barunya, Obama dengan panik berusaha membuat sebuah perjanjian baru untuk mencegah kenaikan pajak ($536 milyar) dan pemotongan anggaran ($109 milyar) otomatis pada 1 Januari 2013. Hanya pada menit terakhir, yakni pukul 2 pagi pada pagi pertama tahun 2013, sebuah perjanjian baru tercapai. Pasar-pasar saham seluruh dunia menyambut perjanjian ini dengan kenaikan harga saham karena sekali lagi mereka berhasil menghindari krisis. Tetapi perjanjian baru ini hanyalah penundaan jurang fiskal untuk 2 bulan. Editor Ekonomi BBC, Stephanie Flanders, menulis ini: “Perjanjian minggu ini mencegah resesi aksidental – setidaknya untuk sementara. Tetapi perjanjian ini tidak mengatasi dua isu yang pertama: pada kenyataannya, ia membuat masalah pemotongan anggaran dan jumlah hutang yang dapat secara legal diemban oleh Pemerintahan Federal menjadi sebuah masalah yang hampir tak-terelakkan.”
Kelas penguasa AS menemui jalan buntu bagaimana menyelesaikan krisis hutang nasional mereka. Pemerintahan AS akan terbentur batas hutangnya sebesar $16,4 trilyun dalam waktu dua bulan. Supaya kita bisa memahami berapa besarnya hutang tersebut, AS berhutang sebesar 20 kali lipat output ekonomi (PDB) Indonesia. Kaum Republikan ingin pemotongan anggaran yang dalam, yang berarti dengan cepat memindahkan beban krisis ke punggung kaum buruh AS. Obama dan kaum Demokrat sangat paham kalau pemotongan anggaran yang cepat seperti itu akan memercikkan ledakan sosial yang dapat mencabik-cabik seluruh sendi masyarakat. Dalam kata lain, kaum Republikan ini segera berhadap-hadapan langsung dengan kaum buruh supaya bisa dengan segera menstabilkan ekonomi, sementara kaum Demokrat ingin membuat pukulan-pukulan terhadap buruh lebih lembut dan dapat diterima.
Uni Eropa telah dihantam krisis hutang nasional yang tampaknya tidak ada akhirnya. Setelah menyuntik 4,5 milyar euro ke bank Spanyol BFA pada bulan September, pemerintah Spanyol mengatakan bahwa mereka masih harus menyuntik 13,5 milyar euro ke BFA guna menyelamatkannya. Bank ini sekarang nilai pasarnya adalah minus 10,4 milyar euro. Secara keseluruhan, bank-bank Spanyol membutuhkan 59 milyar euro dari pemerintah untuk menjaga agar mereka tidak jatuh. Sementara, lebih dari 25% populasi menganggur, dan 54% kaum muda Spanyol tidak bisa mendapatkan pekerjaan dan harus mengais tong sampah untuk mencari makanan.
Yunani telah menjadi sebuah negeri Dunia Ketiga. Ia sedang menghadapi sebuah krisis humanitarian yang sebelumnya hanya untuk negeri-negeri seperti Indonesia. Tidak ada lagi berita baik yang datang dari Yunani. Tidak ada jalan keluar bagi Yunani kecuali kebijakan penghematan, yakni meletakkan beban krisis ini di pundak kaum buruh Yunani, yang akan menciptakan generasi buruh miskin di Yunani. Kelas buruh Yunani telah menolak untuk menempuh jalan ini dan telah melakukan perlawanan besar melawan kaum kapitalis Yunani dan EU. Kita telah saksikan serangkaian pemogokan umum dan pergeseran elektoral luar biasa yang mendorong SYRIZA ke depan.
China sekarang telah menjadi harapan untuk kapitalisme dunia. Untuk menghindari krisis tahun 2008, dimana permintaan dari AS, Eropa, dan Jepang menurun, China telah mengubah haluan ekonominya dari orientasi ekspor ke orientasi konsumsi domestik. China telah melakukan investasi infrastruktur yang signifikan untuk meningkatkan konsumsi domestik dan mendorong jalannya ekonomi. Semenjak tahun 2008, ia telah membangun 10.000 kilometer rel kereta cepat (lima kali lipat seluruh jaringan kereta cepat di Prancis); 85.000 kilometer jalan raya, yang melebihi seluruh jaringan jalan raya AS; 6 dari 10 pelabuhan kontainer terbesar di dunia; stadium-stadium Olimpiade termahal; tiga jembatan laut terpanjang di dunia. September lalu, pemerintahan China menyuntik kembali sebuah paket stimulus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang melambat, yakni $150 milyar untuk 60 proyek infrastruktur. Permintaan energi dan bahan mentah yang besar dari China – akibat stimulus infrastruktur yang besar – hari ini mencegah jatuhnya ekonomi dunia. Pasar batubara domestik China lebih dari tiga kali lipat pasar batubara dunia, dan China adalah konsumen terbesar biji besi, batubara, dan metal-metal lainnya. Oleh karenanya pelambatan ekonomi China akan membuat pasar finansial dunia khawatir.
Akan tetapi, prospek jangka panjang ekonomi China masih bersandar pada pemulihan permintaan dari AS, Eropa, dan Jepang. Investasi infrastruktur yang besar akan meningkatkan produktivitas China, yang berarti akan ada lebih banyak produk yang keluar dari pabrik-pabrik China, produk-produk yang pada akhirnya harus dijual. AS, Eropa, dan Jepang – kendati ekonominya yang sedang menurun – masihlah merupakan pasar terbesar di dunia. Kebijakan “ekonomi terbuka” Deng Xiaoping telah menunjukkan bahwa China tidak bisa menjadi ekonomi yang berdiri sendiri, kecuali kalau ia ingin mengikuti jalan Korea Utara.
Hanya ada satu cara untuk memulihkan ekonomi dunia, implementasi penuh kebijakan-kebijakan penghematan yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan buruh. Bagaimanapun cara pemerintahan di seluruh dunia mengimplementasikan ini, ini akan mengakibatkan – dan telah mengakibatkan – penajaman perjuangan kelas. Setiap organisasi, serikat buruh, partai, pemimpin, dan gagasan akan teruji di dalam periode ini. Tidak ada satupun yang akan tetap utuh. Di dalam periode inilah Marxisme akan menjadi semakin kuat, dan tugasnya jelas bagi kaum revolusioner: untuk menghubungkan gerakan buruh dengan ideologi alami mereka, Marxisme.
Indonesia Hari Ini
Tahun lalu kita menulis ini:
“Pada penghujung tahun 2011, gelombang pemogokan dan protes melanda Indonesia … Di Batam, pada bulan November, 30 ribu buruh pabrik mogok menuntut kenaikan upah minimum. Demo ini ditumpas oleh polisi dan mengakibatkan tewasnya dua buruh. Di Freeport Papua, 8 ribu buruh tambang mogok selama lebih dari tiga bulan semenjak September, dimana salah seorang dari mereka tewas tertembak. Menanggapi UMK 2012, puluhan ribu buruh di berbagai kota beraksi menolak upah minimum baru yang tidak layak. … Pertumbuhan ekonomi yang relatif pesat ini juga membuat kaum buruh Indonesia semakin berani untuk menuntut penghidupan yang lebih baik.” (Menapak Lebih Tinggi)
Gerakan pemogokan yang dimulai pada akhir tahun 2011 tidak berhenti sama sekali. Gelombang ini menjadi semakin cepat dan besar, dan membuat tahun 2012 sebagai tahun dengan jumlah pemogokan dan aksi buruh tertinggi semenjak jatuhnya rejim Soeharto. Juga ada loncatan kualitatif dalam bentuk aksi dan tuntutan buruh, dimana buruh menggunakan taktik-taktik yang semakin militan dan berjuang untuk tuntutan-tuntutan yang melampaui batasan sempit gerbang pabrik mereka.
Setelah gelombang pemogokan pada awal tahun 2012, terutama di kawasan-kawasan industri Bekasi dan Tangerang, yakni pusat manufaktur Indonesia, para buruh mengambil kepemimpinan dalam gerakan menentang kenaikan BBM pada bulan Maret. Keterlibatan aktif kaum buruh memberikan gerakan ini sebuah karakter kelas yang tidak pernah terlihat dalam gerakan-gerakan serupa di masa lalu. Walaupun gerakan ini tampak kecil dalam hal jumlah, tetapi keterlibatan aktif – dan pada tingkatan tertentu kepemimpinan – buruh memberikan gerakan ini bobot sosial yang melebihi ukurannya. Kaum buruh berhasil memukul mundur pemerintah, dan memaksanya untuk menunda kenaikan harga BBM. Untuk pertama kalinya, kaum buruh berjuang demi tuntutan seluruh bangsa dan menang.
Kemenangan ini kemudian diikuti dengan demo May Day terbesar di dalam sejarah Indonesia, dimana lebih dari 160 ribu turun ke jalan. May Day ini adalah yang terbesar bahkan di Asia saat itu. Kemenangan-kemenangan yang diraih dalam beberapa bulan terakhir telah memberikan kaum buruh kepercayaan diri yang tak pernah mereka miliki sebelumnya. Pada 1 May, 80 ribu berkumpul di Gelora Bung Karno dan mendeklarasikan pembentukan MPBI yang menyatukan 3 konfederasi buruh dan 8 federasi buruh. Persatuan ini membawa 5 juta buruh ke bawah satu payung. Manifesto yang dibacakan oleh tiga konfederasi besar tersebut memuat berbagai tuntutan yang isinya tidak hanya terbatas untuk buruh saja, tetapi juga untuk lapisan-lapisan tertindas lainnya. Kaum buruh mulai menancapkan kakinya di garis depan perjuangan seluruh rakyat pekerja. Ini adalah sebuah loncatan kualitatif dalam gerakan buruh, yang mendorongnya semakin dekat ke masalah kediktatoran proletariat sebagai satu-satunya solusi untuk semua permasalahan yang dihadapi oleh seluruh rakyat, atau dalam slogan popular gerakan buruh Indonesia: “Buruh Berkuasa Rakyat Sejahtera”.
Dalam bulan-bulan kemudian, aksi-aksi buruh menjadi lebih radikal. Percaya bahwa mereka dapat menang dengan solidaritas, persatuan, dan aksi massa, buruh menggunakan taktik “sweeping” atau “grebek pabrik”. Buruh berkumpul dalam jumlah besar dan mengunjungi pabrik-pabrik lain yang melanggar ketentuan perburuhan, terutama ketentuan outsourcing. Dengan aksi massa ini, tanpa menunggu “negosiasi” dan “pengadilan perburuhan” yang berkepanjangan, para buruh menegakkan hukum dengan tangannya sendiri dan memaksa para pemilik pabrik untuk menaati hukum yang ada. Banyak kemenangan yang diraih dengan cara ini.
Kulminasi dari semua ini adalah pemogokan umum nasional pada 3 Oktober, yang melibatkan lebih dari 1 juta buruh. Mereka menutup pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan minyak, jalan-jalan, dan pelabuhan-pelabuhan di berbagai daerah di Indonesia. Ini adalah pemogokan umum pertama semenjak 1998 dan adalah yang terbesar dalam sejarah gerakan buruh Indonesia. Signifikansi pemogokan ini tidak dapat dilebih-lebihkan. Ini adalah titik balik dalam gerakan buruh. Buruh mulai menjadi kekuatan politik yang diakui di Indonesia.
Seperti yang kita perkirakan, mogok umum ini bukanlah akhir dari segalanya. Para kapitalis mungkin mengharapkan supaya mogok umum ini menjadi katup besar untuk melepaskan kegeraman buruh. Buruh berpikir berbeda. Mereka melihat pemogokan umum ini sebagai momen untuk menunjukkan kekuatan mereka. Gelombang pemogokan dan aksi buruh terus berlanjut. Apindo menjadi oposisi paling vokal dalam melawan aksi buruh. Mereka mengancam akan menutup pabrik-pabrik dan memindahkan mereka. Mereka juga mengancam akan melakukan pemogokan umum mereka sendiri (lockout nasional), yang tidak pernah terwujud karena buruh menantang ancaman-ancaman ini dengan aksi-aksi yang lebih militan.
Di hadapan semua ini adalah pemerintahan yang lemah yang tidak mampu meremukkan gerakan buruh. Ancaman lockout para pengusaha juga merupakan ancaman terhadap pemerintah agar melakukan sesuatu untuk menghentikan radikalisasi buruh. Walaupun negara kita adalah negara borjuis – yakni institusi kelas borjuis untuk menindas kelas buruh – tidak serta merta mereka ada di bawah kendali langsung kaum borjuis. Ada hubungan dialektika antara negara dan kelas yang berkuasa. Hubungan mereka tidak selalu mekanis. Kaum borjuasi ingin pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap buruh, tetapi pemerintah kita tidak bisa melakukan ini karena mereka ada dalam posisi yang lemah. Didera skandal-skandal korupsi di setiap tingkatan, pemerintah berkepentingan menjaga citra mereka. Memerintahkan polisi untuk menghentikan aksi puluhan ribu dan bahkan ratusan ribu buruh di seluruh Indonesia membutuhkan sebuah gelombang represi yang tidak pernah terlihat semenjak 1998, dan ini akan menggoyangkan pemerintah yang berkuasa. Apalagi kepolisian baru saja dihantam kasus korupsi yang menyita perhatian nasional, yang telah membuat citra mereka di mata rakyat sangat buruk. Sementara, para partai-partai politik oposisi – yang bersiap-siap mengumpulkan kapital politik untuk pemilu 2014 – tidak kehilangan kesempatan untuk menggunakan isu mogok buruh untuk menyerang Partai Demokrat sebagai penguasa yang tidak kompeten dalam mensejahterakan rakyat. Maka dari itu, pemerintahan Demokrat, walau berpihak pada kapitalis, tidak bisa memukul langsung buruh dan pendekatan mereka adalah mengajak berdialog dan berjanji akan memenuhi tuntutan-tuntutan buruh, dengan harapan mengulur-ulur waktu. Dalam situasi normal, taktik dialog dan tebar janji mungkin akan berhasil. Buruh diberi janji-janji untuk mengulur waktu sampai aksi demo menyurut dan buruh letih. Tetapi kita tidak dalam situasi normal, dan para kapitalis paham betul ini. Aksi demo tidak menyurut tetapi semakin meluas dan mendalam. Inilah mengapa terjadi benturan antara pengusaha dan pemerintah, dimana Apindo ingin membawa Muhaimin ke pengadilan karena ia memberi konsesi kepada buruh mengenai masalah outsourcing. Konsesi kecil ini tidak bisa diterima oleh pengusaha bukan hanya karena ini akan mengikis laba mereka tetapi terlebih karena setiap kemenangan kecil yang diraih buruh membuat mereka semakin percaya diri bahwa mereka bisa menekan pemerintah dan menang.
Di dalam “Program Transisional” Trotsky menerangkan bahwa “menajamnya perjuangan proletar berarti menajamnya metode yang digunakan oleh kapitalis untuk memukul balik … Suatu kemalangan bagi organisasi revolusioner, suatu kemalangan bagi kaum proletar bila mereka sekali lagi tidak siap menghadapi pukulan balik ini!” Dengan semakin tajamnya perjuangan kelas di Indonesia, begitu juga metode yang digunakan oleh para kapitalis. Kaum borjuis tidak pernah puas hanya dengan menggunakan polisi dan tentara yang ada. Mereka selalu memiliki batalion reaksioner mereka. Ketika polisi dan tentara tidak bisa digunakan secara efektif – karena kadang institusi negara ini terlalu terekspos media sehingga tidak selalu bisa bebas bergerak, apalagi setelah Reformasi 1998 – para kapitalis akan menggunakan kekuatan-kekuatan massa reaksioner. Di kawasan industri Bekasi, yang bertanggungjawab untuk 70% produksi ekspor non-migas, para pemilik pabrik memobilisasi ribuan massa reaksioner dan menteror massa. Awalnya kaum buruh lengah. Tetapi segera setelah mereka memobilisasi, mereka berhasil memukul mundur para preman bayaran ini.
Gerakan buruh Indonesia mencapai dimensi yang seluas ini ketika jutaan buruh yang ada di serikat-serikat buruh kuning akhirnya bergerak. Serikat-serikat buruh merah di Indonesia paling maksimal hanya mengorganisir 200 ribu buruh. Kendati militansi mereka, mereka hanya minoritas kecil dan sangat kecil dibandingkan serikat-serikat MPBI yang mengorganisir sampai 5 juta pekerja. Raksasa besar inilah yang menggoncang medan politik Indonesia tahun lalu. Ketika buruh merasa harus bergerak, mereka akan menggunakan alat apapun yang ada di tangan mereka, apapun organisasi buruh mereka. Usaha untuk memisahkan lapisan kelas buruh yang lebih maju ke dalam serikat-serikat merah akan meninggalkan jutaan buruh yang secara politik tidak terdidik ke dalam cengkraman pengaruh para pemimpin reformis dan birokratik. Kita harus jelas di sini, bahwa mayoritas pemimpin MPBI adalah kaum reformis, dan tidak sedikit yang secara terbuka reaksioner. Para pemimpin ini telah terdorong ke kiri karena tekanan dari bawah, dan banyak yang sebenarnya tidak ingin bergerak ke kiri. Gelombang aksi tahun lalu telah mempertentangkan para anggota bawahan yang lebih radikal dengan para pemimpin yang konservatif. Adalah tugas lapisan kelas buruh yang lebih maju – banyak dari mereka terorganisir di dalam serikat-serikat merah – untuk membangun jembatan ke buruh-buruh dari serikat-serikat kuning ini, dengan cara apapun. Tidak boleh ada halangan secara prinsipil untuk membangun hubungan dengan serikat-serikat kuning ini guna meraih telinga para buruh tersebut.
Basis ekonomi dari penguatan kelas proletariat Indonesia dalam satu tahun belakangan ini adalah krisis kapitalis di kebanyakan negeri-negeri Barat. Pertumbuhan lambat di kebanyakan negeri-negeri kapitalis maju secara umum telah mencegah kaum kapitalis dari menginvestasikan kapital mereka ke dalam produksi. Akan tetapi, ini tidak mencegah sejumlah investasi ke negara-negara seperti Indonesia dengan ekonomi sehat yang tumbuh 6% setiap tahunnya dalam 3 tahun terakhir. Dengan tidak adanya profit signifikan yang dapat diraup di kebanyakan negeri-negeri maju, ekspor kapital ke Indonesia – sebuah bangsa yang relatif miskin kapital – menjadi semakin intens. Pada kuartal kedua 2012, investasi asing meningkat 30 persen dibandingkan tahun lalu. Lalu pada kuartal ketiga, 22 persen. Kita juga bisa bandingkan dengan India. Pada kuartal kedua 2012, investasi asing ke Indonesia adalah sebesar $5,9 milyar. Di India, para periode yang sama, investasi asing hanyalah $4,4 milyar, walaupun ekonomi India dua kali lebih besar. Indikator lainnya adalah harga tanah di kawasan industri Bekasi, yang telah naik 60% tahun lalu. Masuknya kapital yang besar ke sektor manufaktur Indonesia berarti penguatan kelas proletar Indonesia, seperti periode akhir 80an dan awal 90an.
Pada Oktober 2012, Bank Dunia menerbitkan sebuah studi (Mempercepat Laju: Revitalisasi Pertumbuhan di Sektor Manufaktur Indonesia) yang menunjukkan pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia:
“Krisis keuangan global baru-baru ini merupakan salah satu rintangan baru dalam perjalanan yang panjang menuju pemulihan sektor manufaktur Indonesia setelah krisis Asia pada akhir tahun 1990an, tetapi kecenderungan naik terlihat jelas. Pada triwulan ketiga tahun 2011, produksi perusahaan manufaktur berskala menengah dan besar mengalami pertumbuhan 5,6 persen per tahun. Pertumbuhan nilai tambah riil terjadi relatif luas di mana pendorong utamanya adalah mesin dan suku cadang otomotif dengan kenaikan yang sangat pesat sebesar 29,8 persen per tahun, yang diikuti oleh sektor bahan kimia (19,8 persen).”
“Sebagian peningkatan output manufaktur Indonesia baru-baru ini disebabkan oleh kenaikan arus investasi langsung asing. Pada awal krisis keuangan global, arus masuk investasi langsung asing (FDI) netto Indonesia turun hampir separuh dari US$$9,3 miliar pada tahun 2008 menjadi US$4,9 miliar pada tahun 2009. Pada tahun 2011, FDI netto mencapai hampir dua kali puncak pada waktu krisis sebesar US$18,9 miliar.”
Akan tetapi peningkatan perjuangan buruh bukanlah produk mekanistik dari penguatan sektor manufaktur. Gerakan buruh sendiri telah melalui sebuah proses pelatihan dan konsolidasi yang panjang. Setelah mengalami boom pasca jatuhnya rejim Soeharto yang represif, yang membuka gerbang bagi pengorganisiran serikat buruh – dimana serikat-serikat baru berjamuran dan serikat tua dari era Orde Baru (SPSI) mengalami serangkaian perpecahan – gerakan buruh pada paruh kedua 2000an tampaknya memasuki periode stagnasi tanpa perkembangan yang signifikan. Akan tetapi di bawah permukaan air yang tampak tenang ini adalah proses molekular dimana buruh dan organisasi mereka sedang mengumpulkan pengalaman dan membangun kembali tradisi perjuangan kelasnya dari sisa-sisa reruntuhan dari rejim kediktatoran. Perkembangan ini terutama berlangsung di antara barisan buruh serikat reformis, yang merupakan batalion utama gerakan pemogokan 2012.
Mustahil memisahkan Indonesia dari situasi ekonomi dunia, dalam kata lain tidak mungkin Indonesia terus tumbuh pesat di tengah ekonomi global yang sakit-sakitan. Saat ini, biaya produksi yang rendah, nilai Rupiah yang rendah, dan pasar domestik yang besar telah membuat Indonesia menjadi tempat investasi yang menggiurkan. Akan tetapi, kemenangan-kemenangan yang diraih oleh buruh akan semakin membuat Indonesia tidak kompetitif dan mengakhiri influks investasi asing yang besar yang telah menjadi salah satu basis dari pertumbuhan ekonominya. Oleh karenanya semakin hari buruh harus berjuang lebih keras untuk meraih kemenangan yang sebelumnya relatif mudah diraih (karena kapitalis masih punya ruang untuk memberikan konsesi), dan dalam proses ini mereka akan belajar untuk menggunakan metode dan perspektif yang bahkan lebih radikal dan revolusioner. Di dalam tubuhnya juga, mereka akan semakin berbenturan dengan elemen-elemen reformis, birokrat, dan konservatif yang dalam setiap langkah ingin menghalangi gerak maju mereka. Benturan-benturan ini akan semakin menajamkan perbedaan antara elemen revolusioner dan elemen reformis, antara gagasan revolusioner dan gagasan reformis.
Ledakan perjuangan kelas pada 2012 telah menjadi validasi untuk Marxisme revolusioner yang tidak pernah kehilangan keyakinannya pada karakter revolusioner kelas buruh. Sejumlah Kiri sebelumnya telah meragukan dan bahkan menyangkal kelas buruh – dan mungkin sampai sekarang masih ada yang begitu. Episode ini telah membuktikan, melampaui semua buku-buku teks dan teori, bahwa kelas buruh masihlah satu-satunya kekuatan revolusioner di dalam masyarakat, yang dapat dan akan menumbangkan sistem ini dan membawa kemakmuran untuk seluruh bangsa.
Kaum buruh bukanlah satu-satunya lapisan yang bergerak. Kita juga menyaksikan semakin banyak aksi-aksi radikal kaum tani yang mempertahankan tanah dan desa mereka. Di Jakarta, kelas menengah juga bergerak. Letih akan korupsi yang tidak ada akhirnya dan tidak-kompetennya para pemimpin mereka, mereka menemukan Jokowi dan Ahok – dua figur populis yang imej dan track recordnya bersih – pada pemilihan Gubernur Jakarta tahun lalu. Kampanye elektoral Jokowi-Ahok dan eforia di sekitarnya sangat serupa dengan Obama-mania. Kedua figur ini dilihat sebagai simbol perubahan, tidak hanya bagi kelas menengah tetapi juga kaum miskin kota.
Kemunculan tiba-tiba Jokowi-Ahol dan begitu cepatnya mereka menggeser arena elektoral Indonesia menunjukkan satu hal penting lagi: kebangkrutan parah dari politisi-politisi Indonesia. Dengan cepat parpol-parpol dan para pemimpinnya terdiskreditkan, dan dengan kecepatan yang sama pula parpol-parpol baru dan tokoh-tokoh baru menggantikan mereka. Munculnya PKS, Demokrat, dan hari ini NasDem dan Gerindra, dan juga Jokowi dan Ahok, hanyalah bagian dari proses ini. Semakin cepat dan dalam pergeseran ini, berarti semakin akut masalah-masalah di dalam masyarakat. Massa rakyat pekerja sedang mencari seseorang yang bersih dan mereka melihat apa yang ingin mereka lihat di dalam Jokowi dan Ahok. Rakyat sedang mencari jalan keluar dari masalah-masalah sosial dan ekonomi yang semakin hari semakin parah. Mereka mungkin tidak tahu dengan persis apa yang mereka inginkan, tetapi mereka tahu siapa yang tidak mereka inginkan: Foke dan politik busuk yang diwakilinya. Karena tidak punya partai politiknya sendiri, aspirasi rakyat pekerja tersalurkan melalui Jokowi-Ahok. Selama rakyat pekerja tidak memiliki partai politik independen mereka sendiri, akan semakin banyak figur-figur populis seperti mereka yang muncul.
Satu hal yang pasti, Jokowi dan Ahok, selain membuat sejumlah perubahan kosmetik, tidak akan bisa membawa perubahan signifikan untuk taraf hidup rakyat pekerja miskin di Jakarta. Selama mereka bekerja di dalam batasan kapitalisme, mereka akan didikte oleh hukum kapitalisme. Posisi netralnya selama gerakan buruh yang masif di Jakarta sudah merupakan indikasi seberapa jauh dia ingin dan dapat bergerak. Selama rakyat pekerja tidak punya kendaraan politik mereka sendiri, ekspresi politik mereka akan tersalurkan lewat cara-cara lain. Akan ada lebih banyak lagi Jokowi di masa depan, dan dengan semakin besarnya tekanan politik dari rakyat – karena tidak dapat menemukan salurannya sendiri – beberapa figur populis ini mungkin akan terdorong untuk melakukan apa yang awalnya tidak mereka rencanakan.
Ini membuat masalah pembentukan partai buruh menjadi sangat penting. Semakin banyak buruh yang menjadi sadar akan masalah ini karena mereka semakin memahami pentingnya perjuangan politik. Akan tetapi proses menuju kesadaran untuk membentuk partai politik mereka sendiri tidak bergerak dalam garis lurus. Banyak faktor masih merintangi proses ini, terutama para pemimpin reformis mereka. Maka dari itu, saat ini pemahaman buruh akan pentingnya perjuangan politik tersalurkan lewat pendukungan kandidat popular dari PDI-P (Rieke Diah Pitaloka), sebuah partai populis borjuis, di dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat. Pertumbuhan besar gerakan buruh telah mempengaruhi sejumlah politikus, terutama mereka-mereka yang tidak dekat dengan pusat kekuasaan, dan oleh karenanya jauh dari korupsi dan politik kotor. Rieke adalah salah satu dari mereka ini, yang telah sangat vokal mendukung perjuangan buruh. Dia sangat popular di antara buruh, terutama buruh FSPMI yang adalah batalian pelopor dalam perjuangan di kawasan industri Bekasi. Melalui Rieke buruh ingin menunjukkan otot politiknya.
Bobot politik dan sosial buruh yang semakin besar telah mendorong sejumlah politisi untuk mendukung buruh. Dengan pemilu 2014 yang semakin dekat, semakin banyak politisi yang ingin meraih dukungan dari serikat-serikat buruh. Buruh, yang dalam periode belum lama ini telah mencetak sejumlah kemenangan signifikan – dan oleh karenanya semakin percaya diri – akan melihat ini sebagai sebuah kesempatan agar suara politiknya dapat terdengar di parlemen dan mencetak lebih banyak kemenangan, bahkan bila ini melalui partai politik borjuis. Sangat wajar kalau mereka yakin bisa mengendalikan perwakilan-perwakilan mereka melalui partai yang bukan milik mereka sendiri, karena baru-baru ini kaum buruh dengan aksi-aksi massa telah membuat pemerintah dan para bos tunduk. Akan tetapi keyakinan ini cepat atau lambat akan terkhianati, dan lewat pelajaran yang pahit ini buruh akan belajar untuk hanya mempercayai organisasi mereka sendiri, partai mereka sendiri.
Juga perlu dicatat bahwa 14 tahun setelah jatuhnya rejim Soeharto, hari ini ada generasi baru kaum muda, mahasiswa dan buruh, yang tidak besar di bawah propaganda anti-komunis atau di lingkungan dimana tabu komunis hadir di setiap aspek kehiduapn mereka. Ini membuat mereka lebih terbuka pada gagasan-gagasan alternatif, terutama gagasan-gagasan yang mencoba menjelaskan periode gelap sejarah Indonesia, yakni pembantaian 1965/66 yang merupakan titik balik di dalam sejarah moderen Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, kaum muda di seluruh Indonesia dengan aktif mengorganisir penayangan-penayangan – dan banyak dari mereka bawah tanah – dokumenter baru mengenai pembantaian 1965/66, “Jagal”. Ratusan, dan bahkan mungkin ribuan, anak-anak muda ini menonton dan merespon dokumenter ini dengan begitu antusiasnya, dan ini dengan jelas menandakan perubahan di dalam pikiran kaum muda, mahasiswa dan buruh. Mereka lebih tidak terbebani oleh propaganda Orde Baru dan lebih bersimpati pada komunisme. Ketakutan dan tabu anti-komunis luntur dengan cepatnya.
Tugas kita di Tahapan Awal, atau Tahapan “Plekhanov”
Dengan konferensi Maret 2013 ini, Militan sedang memasuki tahun ketiganya semenjak pertemuan re-organisasi kita pada Maret 2011 di tempat yang sama. Sampai pada tingkatan tertentu, kita dapat mengatakan bahwa perkembangan organisasi kita mirip dengan perkembangan manusia. Bayi berumur dua tahun sedang dalam tahapan dimana ia mulai menyelesaikan problem-problem sederhana dengan metode “coba-coba” (trial and error) dan berlatih untuk menguasai kemampuan baru. Sang bayi juga mulai mengembangkan kemampuan bahasanya, yang mendorong banyak pertanyaan “mengapa”, “apa”, dan “bagaimana”. Dalam banyak hal, organisasi kita juga sedang memasuki tahapan ini. Banyak dari kita yang baru mulai mempelajari gagasan dan metode baru, dan ini melibatkan banyak “coba-coba” dan latihan. Kita sedang belajar bahasa baru, yakni bahasa Marxisme revoulsioner, yang mendorong kita untuk terus bertanya: apa itu Marxisme? Mengapa buruh adalah satu-satunya kelas revolusioner yang dapat menumbangkan kapitalisme? Bagaimana kita dapat menumbangkan sistem yang busuk ini? Bagaimana kita dapat membangun partai yang dapat melakukan ini?
Di dokumen konferensi Februari 2012 kita, “Menapak Lebih Tinggi”, kita mengatakan bahwa kata kunci dalam pertumbuhan kita adalah kesabaran. Ini masih benar hari ini. Seperti bayi yang tidak bisa meloncati tahapan balitanya sebelum ia dewasa – walaupun kadang-kadang sang bayi ingin cepat dewasa, makan makanan orang dewasa dan melakukan aktivitas orang dewasa – kita juga tidak boleh melompati tahapan awal perkembangan kita. Sebagai perbandingan, Marxisme Rusia lahir pada tahun 1883. Ia dimulai oleh Kelompok Emansipasi Buruhnya Plekhanov, yang menjadi pondasi untuk Partai Buruh Sosial Demokrat Rusia, yang darimana Partai Bolshevik muncul dan memimpin Revolusi Oktober pada 1917. Dibutuhkan 34 tahun untuk Marxisme Rusia semenjak kelahirannya sampai ke penaklukan kekuasaan. Dalam banyak cara, ini seperti perkembangan manusia, yang mencapai puncaknya – secara fisik dan mental – pada umur 30an.
Akan tetapi, kita tidak boleh terlalu jauh menarik perbandingan antara perkembangan manusia dan perkembangan partai. Akan keliru kalau kita mengatakan bahwa setiap partai Marxis harus melalui 30 tahun perkembangan sebelum ia dapat merebut kekuasaan. Sejarah – seperti halnya manusia – mengenal berbagai macam penyimpangan. Di satu pihak, kita punya keunggulan menjadi bagian dari sebuah organisasi Marxis internasional yang telah menjaga tradisi Marxis revolusioner sejak Internasional Pertama Marx dan Engels sampai ke Internasional Keempat Trotsky. Kita tidak mulai dari nol, karena organisasi internasional kita telah mempertahankan – dengan melawan semua arus – memori kolektif dan tradisi perjuangan buruh di seluruh dunia. Di pihak yang lain, gerakan Marxis Indonesia telah mengalami kekalahan historis yang telah menghancurkannya secara fisik dan ideologis. Dan bila ada tradisi yang tersisa, sayangnya ini adalah tradisi Stalinis. Kombinasikan ini dengan situasi politik dan ekonomi dunia baru-baru ini: runtuhnya Uni Soviet dan ofensif ideologis borjuis yang menyusul di satu pihak, dan krisis kapitalis terbesar dalam sejarah pada 2008 yang masih belum surut di pihak yang lain, maka di depan kita adalah kombinasi faktor-faktor yang saling merasuki.
Oleh karenanya, sangat absurd kalau kita akan mengkopi kata-demi-kata, tahapan-demi-tahapan, perkembangan Bolshevik Rusia; tetapi sama absurdnya kalau kita mengatakan tidak ada paralel dan pelajaran yang bisa kita tarik. Partai Bolsheviknya Lenin sampai hari ini masihlah merupakan contoh paling berhasil dari sebuah partai revolusioner. Satu hal yang sangat pasti adalah bahwa sekarang kita sedang membangun pondasi Marxisme Indonesia hampir dari nol. Apa yang sedang kita bangun adalah sebuah partai Bolshevik, yang setelah periode awal PKI pada tahun 1920an tidak pernah ada lagi di Indonesia. Ini adalah tugas historis yang kita emban, sebuah tugas maha besar yang membutuhkan semua keteguhan dan kesabaran kita.
Pada saat ini, ketika kita sedang memasuki tahun ketiga kita, jelas sekali kalau kita sedang dalam tahap membangun pondasi. Kita dalam banyak hal sedang melakukan tugas-tugas Plekhanov dan Kelompok Emansipasi Buruhnya. Tidak boleh ada ilusi kalau kita hari ini sedang membangun sebuah partai massa. Kita sedang dalam tahapan partai kader, merekrut dan melatih satu dua, sebuah proses yang akan membutuhkan bertahun-tahun kerja keras dan sabar. Siapapun yang pernah mendirikan serikat buruh tahu kalau sebuah serikat yang kuat tidak bisa dibangun dalam 1 atau 2 tahun. Untuk mengumpulkan buruh-buruh inti saja butuh waktu beberapa tahun, dan sejumlah tahun lagi agar serikat ini dapat berjalan mulus. Apalagi sebuah partai Marxis revolusioner, yang dibangun untuk sebuah tujuan maha besar, yakni menumbangkan seluruh sistem ini.
Apa yang kita butuhkan adalah ketunggalan-pikiran dalam tujuan dan kesabaran. Kita harus punya pemahaman yang jelas akan apa yang sedang kita bangun dan bagaimana kita akan melakukan ini, dan kemampuan mengukur kemampuan diri sendiri (sense of proportion) dalam memenuhi tugas-tugas dan gol-gol kita. Tanpa semua ini, kita hanya akan berputar-putar, meloncat dari satu aktivitas ke aktivitas lain. Ketidaksabaran adalah musuh utama kaum revolusioner. Kita hanya perlu mengingatkan diri kita bahwa elemen-elemen tidak-sabar yang telah meninggalkan kita di masa lalu sama sekali tidak bergerak lebih jauh daripada kita. Bahkan mereka belum bergerak kemana pun.
Satu Tahun Ke Depan
Tugas-tugas kita untuk tahun ke depan mengalir dari dua fakta: 1) situasi politik hari ini, dan 2) kondisi organisasi kita sekarang. Seperti yang telah dijelaskan di atas dan di dokumen Perspektif Dunia 2012, kita sedang memasuki sebuah era dimana gagasan-gagasan Marxisme sudah bukan lagi teriakan di tengah-tengah hutan belantara. Lapisan-lapisan kaum muda dan buruh yang maju akan mencari gagasan-gagasan revolusioner, tidak hanya slogan-slogan sederhana tetapi penjelasan detil akan badai peristiwa-peristiwa yang ada di sekitar mereka dan jalan keluar dari kebuntuan kapitalisme. Kita harus membangun sebuah organisasi yang mempu menyediakan analisa dan perspektif mendalam ini, yang mampu menempa senjata ideologi untuk lapisan kelas buruh yang maju, sebuah senjata yang cukup tajam untuk memotong semua bentuk kebingungan dari gagasan-gagasan asing dan membuka jalan ke sosialisme. Pada saat yang sama, organisasi kita masih dalam tahapan awal. Kebanyakan dari kita baru mengenal Marxisme tidak lebih dari 3 tahun, dan masih banyak yang harus dilakukan untuk bahkan mendidik diri kita sendiri. Terlebih lagi, kita sedang membangun di sebuah negeri dimana tradisi Marxis telah dihancurkan oleh 30 tahun kediktaturan. Bila ada tradisi ‘Marxis’ yang tersisa, ini adalah tradisi Stalinis. Tradisi kita adalah tradisi Marxis sejati, yang telah dijaga oleh Trotsky.
Fakta-fakta ini mendikte tugas-tugas kita ke depan, secara ringkas yakni membangun kader-kader Marxis inti, yang akan menjadi tulang punggung partai kita untuk tahun-tahun ke depan. Kader-kader inti ini harus punya kesetiaan yang paling dalam kepada gerakan, kepada Marxisme, dan kepada Partai, yakni tiga setia.
Kata Penutup
Sekarang adalah waktu terbaik untuk menjadi seorang Marxis. Ketika semua orang telah mencampakkan Marxisme revolusioner, kita adalah sedikit orang yang masih berpegang teguh padanya dan peristiwa-peristiwa mulai membuktikan kebenaran kita. Memang, Marxisme sejati dalam kebanyakan sejarah selalu ada dalam minoritas, justru karena ia adalah gagasan revolusioner. Hari ini ketika kapitalisme memasuki krisisnya yang paling dalam, semakin banyak orang yang berpaling ke gagasan-gagasan revolusioner. Tugas kita adalah menyediakan gagasan-gagasan revolusioner tersebut. Perjalanan kita adalah perjalanan yang panjang, untuk membangun sebuah organisasi kader Marxis yang dapat melakukan ini. Tetapi kita sekarang sedang melakukan ini.
Peristiwa-peristiwa sedang bergerak dalam kecepatan kilat, dan kita harus paham bahwa organisasi kita masih terlalu kecil untuk bisa mempengaruhi mereka. Peristiwa-peristiwa tetap akan terjadi, dengan atau tanpa kita. Tetapi bila kita berorientasi secara tepat, kita bisa tumbuh, dan sama pentingnya tidak kebingungan di tengah badai peristiwa.
Perspektif tidak membuat mujizat. Akan tetapi, kerja keras yang sabar dapat menciptakan mujizat di hari depan, seperti halnya kaum Marxis Rusia merebut kekuasaan setelah puluhan tahun kerja keras yang sabar. Kita telah saksikan begitu banyak kekecewaan dari mereka-mereka yang mencari jalan pintas. Seperti kata kamerad Ted Grant, hanya ada jalan pintas ke jurang.
Kamerad semua, mari kita melangkah ke depan, tidak hanya dengan kesabaran tetapi juga dengan semangat pengorbanan yang lebih besar.