Demonstrasi-demonstrasi anti-kapitalisme belakangan ini telah menyatukan banyak kelompok-kelompok yang berbeda untuk melawan pengrusakan lingkungan hidup, rasialisme, eksploitasi negara ketiga, dan juga banyak kaum muda yang memprotes semua keadaan secara umum. Mereka sudah menghancurkan mitos bahwa semua orang bahagia dan bahwa sistem kapitalisme sudah diterima sebagai satu-satunya bentuk masyarakat.
Kita melihat di sekeliling kita kesengsaraan yang disebabkan oleh sistem ini. Kelaparan, perperangan, pengangguran, tunawisma, dan keputus-asaan, ini semua adalah tindak kekerasan yang disebabkan oleh sistem ini terhadap jutaan manusia setiap harinya. Menyaksikan dan mengalami kehancuran dan kekacauan tersebut, kaum muda dimana saja terdorong untuk memprotes.
Akan tetapi, keterlibatan di dalam organisasi politik tidaklah diminati oleh banyak kaum muda, yang dapat dimengerti ingin melakukan sesuatu, dan melakukannya sekarang juga. Kenyataannya, usaha untuk mempertentangkan organisasi, diskusi dan debat dengan “aksi langung” (direct action) adalah menyesatkan. Ide-ide Marxisme bukanlah subjek studi akademis semata. Marxisme adalah petunjuk untuk aksi. Kita semua mendukung aksi, tetapi aksi haruslah direncanakan dengan matang, dengan tujuan yang nyata dan objektif bila ingin berhasil. Jika tidak, kita akan berakhir dengan aksi tanpa arah. Selain itu, tanpa organisasi politik, siapakah yang menentukan aksi apa yang akan diambil, kapan dan dimana?
Tidak ada aksi yang lebih besar daripada mayoritas yang mengambil alih kontrol kehidupan mereka. Di dalam aksi tersebut, terdapat intisari revolusi. Bukan hanya aksi tanpa arah, tetapi aksi massa yang demokratis dan sadar; perjuangan bukan hanya melawan kapitalisme, tetapi perjuangan untuk masyarakat yang baru, sosialisme.
Demonstrasi baru-baru ini pada May Day [merujuk pada demonstrasi May Day pada 2000 di London] digunakan oleh media kapitalis untuk menyebarkan histeria mereka seperti biasanya. Mereka membesar-besarkan aksi corat-coret pada monumen bersejarah dan patung Churchill. Akan tetapi, berita ini dirusak oleh kenyataan bahwa ternyata individu yang bersalah bukanlah seorang “berandalan muda” , melainkan bekas serdadu angkatan laut yang sekarang belajar di Universitas Anglia di Cambridge (sebuah universitas ternama di Inggris). Berdiri di hadapan hakim, dia mengantarkan sebuah pidato mengutuk imperialisme dan sikap anti-Yahudinya Churchill. Pidato tersebut mempengaruhi sang hakim, yang menunjukkan posisi kelasnya dengan mengejek eks-tentara muda tersebut karena ketergantungannya pada pinjaman mahasiswa. “Kau lihat sendiri, kamu tidak bisa hidup tanpa kapitalisme,” ujar sang hakim.
Juga tampak bahwa seorang murid dari sekolah Eton (sekolah menengah yang sangat ternama di Inggris) ikut serta dalam pemecahan kaca di restoran McDonalds. Ini adalah gejala sebuah masyarakat yang sudah menemui jalan buntu, bukan hanya kelas pekerja dan kaum muda kelas menengah yang memberontak, bahkan lapisan kelas atas pun memberontak.
Jadi, bagaimana kelanjutannya? Pengorganisir demo tersebut mengatakan kepada kita bahwa ini bukanlah protes untuk memenangkan reforma, karena reforma dianggap hanyalah buang-buang waktu. Tidak, cukup dengan ikut serta dalam apa yang mereka sebut “karnival” kita akan menjadi orang yang lebih baik, dan akhirnya semakin banyak orang yang akan ikut serta, sampai sebuah massa kritis tercapai dan kita semua dapat mengabaikan kapitalisme, tidak membayar tagihan kita, sampai semuanya hilang. Sungguh sebuah mimpi yang kekanak-kanakan! Kita tidak mempertanyakan maksud baik orang-orang yang terlibat dalam protes ini. Akan tetapi, jalan ke neraka dibuka oleh banyak maksud baik seperti itu. Apakah kita benar-benar percaya bahwa bila kita semua “menempatkan diri kita di luar kapitalisme”, kaum kapitalis tidak akan berbuat apapun untuk mempertahankan sistem mereka? Taktik burung unta ini, di mana kita mengubur kepala kita di dalam tanah sampai mereka semua pergi menghilang, tidaklah serius. Ini bukanlah aksi. Pada kenyataannya, ini adalah sebuah non-aksi yang tidak bertanggung jawab.
“Organisasi Swadaya”
Organisasi anarkis selalu bersembunyi di belakang topeng “organisasi swadaya”. Mereka mengklaim bahwa mereka tidak mempunyai pemimpin, tidak mempunyai kebijakan, dll. Tetapi, siapakah yang membuat keputusan? Bila tidak ada kepemimpinan dan tidak ada kebijakan, maka tidak akan ada aksi dalam bentuk apapun. Demonstrasi-demonstrasi baru-baru ini sudah diorganisir dan dikoordinasi dalam skala internasional. Bagus, itu sudah seharusnya. Akan tetapi, tanpa organisasi dan demokrasi, tidak ada seorangpun, kecuali sebuah kelompok kecil di atas, mempunyai suara untuk memutuskan mengapa, dimana, dan kapan demonstrasi tersebut dilaksanakan. Pergerakan macam ini tidak akan menggetarkan lutut kapitalisme internasional.
Salah satu kelompok anarkis yang terkenal di Inggris, Reclaim the Streets, menunjukkan hal tersebut melalui publikasi May Day mereka, “Maybe”. Siapa yang menulis artikel-artikel tersebut, siapa yang memutuskan artikel apa yang diterbitkan dan yang tidak diterbitkan, siapa yang mengedit artikel tersebut, darimana uang datang? Maksud kami di sini bukanlah untuk menuduh mereka melakukan pembukuan yang mencurigakan – kami hanya ingin menunjukkan bahwa “ketidakadaan kepemimpinan” adalah sebuah mitos organisasi swadaya.
Di halaman ke 20, mereka menyatakan “Reclaim the Street adalah sebuah organisasi yang non-hirarki, spontan, dan swadaya. Kami tidak mempunyai pemimpin, komite, dewan direktur, juru bicara. Tidak ada unit sentral untuk membuat keputusan, rencana strategis, dan perancangan ideologi. Tidak ada keanggotaan dan tidak ada komitmen formal. Tidak ada rencana utama dan tidak ada agenda.”
Ada dua problem di sini. Pertama-tama, siapakah “kami”, yang membuat pernyataan di atas, dan siapakah yang memutuskan ini. Kedua, bila ini benar, ini bukanlah sesuatu yang harus dibangga-banggakan. Suka atau tidak, tidaklah mungkin sistem kapitalisme akan diruntuhkan oleh metode yang serampangan dan tak teliti seperti ini. Tidak ada teori, tidak ada analisa masyarakat yang logis. Untuk menyombongkan absennya arah, absennya tujuan dan absennya logika, di hadapan musuh kapitalisme internasional yang sangatlah teroganisir dan brutal, adalah hal yang sangatlah tidak bertanggung jawab.
Dalam kenyataannya, pimpinan-pimpinan gerakan ini memiliki ideologi. Mereka adalah kaum anarkis. Anarkisme bukan hanya sebuah terminologi yang kosong. Anarkisme datang dari kata Yunani “anarchos” yang berarti “tanpa pemerintahan”. Bagi kaum anarkis, negara – lembaga pemerintahan, tentara, polisi, pengadilan, dll – adalah sebab utama dari semua yang salah di dunia. Negara harus dihancurkan dan diganti bukan dengan bentuk negara yang baru, tetapi dengan implementasi secara segera masyarakat tanpa negara.
Oposisi terhadap negara dan otoritas ini menghasilkan kesimpulan untuk menolak segala bentuk aktivitas parlementer, partai politik, atau perjuangan untuk reforma, yakni penolakan terhadap perubahan politik melalui negara.
Tentu saja Marxisme juga menentang dominasi brutal oleh negara kapitalis. Marx memperjuangkan masyarakat tanpa negara, “sebuah perserikatan dimana perkembangan setiap individu adalah kondisi untuk perkembangan tanpa halangan untuk semuanya.” Ini adalah rakyat yang mengorganisir dirinya sendiri. Pertanyaannya adalah bagaimana caranya untuk mencapai hal tersebut.
Karena anarkisme melihat bahwa akar semua problem adalah negara, maka anarkisme percaya bahwa problem-problem tersebut dapat dipecahkan dengan kehancuran negara. Di pihak lain, Marxisme melihat divisi masyarakat ke dalam kelas-kelas — yaitu kelas minoritas yang memiliki alat produksi kekayaan dan kelas mayoritas yang jerih payahnya merupakan sumber kekayaan tersebut — sebagai akar permasalahan. Divisi masyarakat ke dalam kelas inilah yang melahirkan negara, karena kelas minoritas memerlukan sebuah kekuatan yang spesial untuk mempertahankan kekuasaannya atas kelas mayoritas, yaitu negara yang sudah berevolusi selama ribuan tahun menjadi sebuah struktur yang kompleks seperti yang kita lihat sekarang ini.
Pembasmian negara
Negara kapitalis modern dapatlah mengenakan banyak topeng (monarki, republik, kediktaturan), akan tetapi pada akhirnya tujuan negara kapitalis adalah sama, untuk mempertahankan kekuasaan minoritas kelas kapitalis. Maka dari itu, tujuan Marxisme bukanlah semata-mata membasmi negara, tetapi mengakhiri masyarakat kelas.
Negara terlahir dari divisi masyarakat ke dalam kelas-kelas untuk melindungi kepemilikan pribadi. Selama masih ada kelas-kelas, negara akan selalu ada. Jadi, bagaimana caranya mengakhiri masyarakat kelas?
Bukan dengan menghiraukannya, tetapi hanya dengan kemenangan salah satu kelas yang berselisih. Kemenangan kapitalisme berarti kehancuran bagi jutaan umat manusia. Seperti yang Marx jelaskan, pilihan yang kita hadapi bukanlah sosialisme atau status quo, tetapi sosialisme atau barbarisme. Usaha terus-menerus oleh kapitalisme untuk mengejar keuntungan finansial akan mendorong jutaan manusia ke dalam kemiskinan dan kelaparan. Usaha mereka untuk mengkontrol pasar dan bahan mentah akan menyebabkan perang dan kehancuran tanpa akhir.
Kemenangan kelas pekerja hanya dapat berarti kehancuran negara kapitalis. Akankah para kapitalis menerima kekalahan mereka dengan sportivitas, mundur secara tenang? Tidak, semua sejarah menunjukkan bahwa mereka tidak akan menerima kekalahan mereka. Buruh haruslah membangun sebuah negara yang baru, untuk pertama kalinya untuk membela kekuasaan mayoritas atas minoritas.
Lenin di dalam karya maha-besarnya, Negara dan Revolusi, berargumen, “Kaum Proletariat memerlukan negara hanya untuk sementara. Kita tidaklah sama sekali berbeda pendapat dengan kaum anarkis mengenai pembasmian negara sebagai tujuan. Kita tetap mempertahankan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut kita harus sementara menggunakan instrumen, sumber daya, dan metode kekuasaan negara untuk melawan kaum pemeras.”
Begitupun juga Trotsky di dalam Stalinisme dan Bolshevisme menjelaskan, “Kaum Marxis setuju sepenuhnya dengan kaum anarkis mengenai tujuan akhir: likuidasi negara. Kaum Marxis adalah statist hanya dalam batasan bahwa kita tidak akan bisa mencapai tujuan melikuidasi negara hanya dengan semata-mata menghiraukannya.”
Sedari awal, negara buruh tidak akan seperti mesin negara sebelumnya. Dari hari pertama, negara tersebut dalam kenyataannya adalah setengah negara (semi-state). Tugas semua revolusi sebelumnya adalah untuk mengambil alih kekuasaan negara. Dari pengalaman Komune Paris 1871, Marx dan Engels menyimpulkan bahwa tidaklah mungkin bagi buruh untuk hanya semata-mata menggunakan aparatus negara yang lama (negara borjuasi), mereka sebaliknya harus menggantikannya dengan negara yang sepenuhnya baru, untuk melayani kepentingan mayoritas dan membangun fondasi masyarakat sosialis.
Untuk memastikan bahwa kaum buruh mempertahankan kontrol atas negara, Lenin mengajukan bahwa semua pejabat harus dipilih dan mereka dapat direcall, dan dibayar tidak lebih dari gaji seorang pekerja ahli. Semua tugas birokrasi haruslah dirotasi. Tidak ada badan khusus bersenjata yang berdiri di atas rakyat, dan boleh kami tambahkan, semua partai politik kecuali kaum fasis diperbolehkan untuk berorganisasi.
Tugas negara buruh tersebut adalah untuk mengembangkan ekonomi untuk melenyapkan kemiskinan. Semakin berkurang kemiskinan, semakin berkurang perlunya mengatur masyarakat, semakin berkurang perlunya sebuah negara. Masyarakat kelas dan negara akan mulai lenyap ketika pemerintahan rakyat, kekuasaan suatu kelas terhadap kelas yang lain, diganti dengan sistem administrasi, penggunaan sumber daya yang terencana untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Seruan utopis anarkisme untuk menghancurkan negara dalam satu malam menunjukkan tidak adanya pengertian tentang negara ataupun program aksi yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh dirinya sendiri.
Sebagai filsafat modern, anarkisme berkembang pada abad ke-19 beserta dengan perkembangan pesat kapitalisme dan mesin negaranya. Anarkisme merepresentasikan pemberontakan kaum borjuis kecil yang kehilangan posisinya di dalam masyarakat, terjepit oleh perkembangan monopoli.
Kepentingan kelas borjuis kecil ini diwakili oleh Mikhail Bakunin dan pendukungnya di dalam Internasional Pertama. Di konferensi anarkis tahun 1872, mereka berargumen “Aspirasi proletariat tidak boleh mempunyai tujuan yang lain selain pembentukan organisasi ekonomi dan federasi yang benar-benar bebas dan berdasarkan kerja dan kesetaraan dan sepenuhnya mandiri dari pemerintahan politik, dan organisasi macam ini hanya dapat terbentuk dari aksi spontan kaum proletariat itu sendiri… organisasi politik hanya bisa menjadi organisasi kekuasaan untuk kepentingan sebuah kelas dan merugikan massa… proletariat, bila mereka merebut kekuasaan, akan menjadi kelas penguasa dan penindas… “
Penaklukan Kekuasaan
Walaupun terdengar cukup radikal, bagaimanapun juga argumen tersebut di atas sama saja dengan resep untuk non-aksi dan malapetaka. Seperti yang Trotsky jelaskan, “Penyangkalan terhadap penaklukan kekuasaan sama saja dengan meninggalkan secara sukarela kekuasaan tersebut kepada orang-orang yang memegangnya, yaitu kaum penindas. Esensi setiap revolusi adalah menempatkan kelas yang baru ke dalam kekuasaan, maka memungkinkan kelas tersebut untuk mewujudkan programnya sendiri dalam kehidupan. Tidaklah mungkin meluncurkan perperangan dan menolak kemenangan. Tidaklah mungkin memimpin massa menuju pemberontakan tanpa menyiapkan penaklukan kekuasaan.”
Kaum anarkis melihat degenerasi Uni Soviet yang menjadi kediktaturan yang totaliter sebagai bukti bahwa Bakunin adalah benar. Pada kenyataannya, hanya Leon Trotsky dan Marxisme yang bisa menjelaskan sebab-sebab dari degenerasi tersebut, menemukan akar degenerasi tersebut bukan di dalam kepala manusia atau kepribadian, tetapi di dalam kondisi kehidupan yang nyata yang mengalir dari perang saudara, intervensi tentara asing, and kekalahan revolusi di Eropa. Posisi anarkisme ini hanya membenarkan fitnah kaum borjuis bahwa Stalinisme tidak dapat diceraikan dari Bolshevisme.
Pada awalnya, anarkisme modern ini mendapat dukungan tertentu dari kaum buruh. Akan tetapi, sepanjang perjuangannya, kaum buruh menyadari perlunya organisasi dalam bentuk serikat buruh, dan juga perlunya organisasi politik yang mengarah ke pembentukan partai massa buruh. Bakunin dkk. menolak partisipasi di dalam parlemen, atau perjuangan untuk reforma sebagai pengkhianatan terhadap revolusi, mereka “menolak semua aksi politik, yang menurut mereka tidak mempunyai objektif segera dan langsung untuk kemenangan buruh terhadap kapitalisme, dan sebagai akibatnya, pembasmian negara.”
Marxisme berjuang untuk penaklukan kekuasaan politik oleh kelas pekerja dan pembangunan masyarakat sosialis, dimana negara akan lenyap. Sebelum itu, haruskah buruh menjauhkan diri dari aktivitas politik? Haruskah mereka menolak semua reforma yang dapat memperbaiki kehidupan mereka? Tidak ada yang dapat menyenangkan Blair (Tony Blair, perdana menteri Inggris saat itu) dan kapitalis lebih dari itu. Tentu saja tidak, kita harus membela perjuangan untuk setiap perbaikan sekecil apapun, dan menggunakan setiap kesempatan yang terbuka untuk kita. Hanya orang yang bodoh saja yang dapat menolak gaji yang lebih baik atau sistem pelayanan kesehatan publik. Melalui perjuangan tersebut, dan perjuangan untuk mengubah organisasi buruh, serikat buruh, dan partai buruh, kita belajar dan menjadi lebih kuat dan membawa lebih dekat hari dimana adalah mungkin untuk merombak masyarakat secara permanen.
Reforma di bawah kapitalisme
Kaum Marxis berjuang untuk setiap reforma, dan pada saat yang sama menjelaskan bahwa pencapaian ini tidaklah aman kalau kapitalisme berlanjut. Hanya sosialisme yang dapat menyelesaikan problem-problem masyarakat.
Kaum anarkis modern kita, Reclaim the Streets dan lainnya, tidak mendapatkan dukungan dari buruh Inggris yang terorganisir. Akan tetapi, beberapa kaum muda radikal tertarik pada “aksi langsung” mereka. Ada vakum karenatidak adanya organisasi pemuda Partai Buruh yang, dalam perjuangannya untuk program sosialisme, dapat menarik minat buruh muda dan mahasiswa. Dengan tidak adanya kepimpinanan dari para petinggi serikat buruh, dan Partai Buruh di pemerintahan menyerang kaum muda-mudi, untuk sementara vakum tersebut sebagian diisi oleh grup-grup seperti Reclaim the Streets.
Apakah aksi yang mereja ajukan? Di dalam pernyataan media mereka (2/5/00), mereka menjelaskan, “Kami tidak sedang memprotes. Di bawah bayang-bayang parlemen yang tidak relevan, kami sedang menanam benih sebuah masyarakat dimana rakyat jelata mempunyai kontrol atas tanah mereka, sumber daya alam mereka, makanan mereka, dan proses pembuatan keputusan mereka. Kebun ini merupakan simbol sebuah dorongan hati untuk menjadi swadaya, daripada menjadi tergantung pada kapitalisme.”
Kenyataan bahwa parlemen tampak tak terdaya untuk menghentikan aksi PHK atau perusakan lingkungan hanya menunjukkan bahwa parlemen tersebut melayani kepentingan kapitalisme. Akan tetapi, di bawah tekanan dari rakyat, adalah mungkin untuk memperkenalkan reforma untuk kepentingan rakyat biasa melalui parlemen. Tidak ada gunanya mengumumkan bahwa parlemen adalah tidak relevan, dan meninggalkan parlemen ketika mayoritas tidak setuju dan tetap mengharapkan pemerintah untuk membuat kehidupan mereka lebih baik. Ini adalah cerminan dari sikap sektarian terhadap Partai Buruh. Semua jalan yang bisa digunakan untuk meningkatkan kehidupan kita haruslah digunakan.
“Swadaya”
Bagaimanapun juga, “swadaya” bukanlah alternatif. Swadaya tidak akan membawa listrik ke rumah kita, mendidik anak-anak kita atau mengobati kita bila kita jatuh sakit. Ada kekayaan yang lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan masyarakat, masalahnya adalah bahwa kita tidak memiliki kekayaan tersebut. Individualisme (swadaya) tidak bisa menjadi alternatif dari sosialisme, dimana semua kekayaan masyarakat ada di tangan kita, dan kita semua memkontribusikan apa yang kita bisa kepada masyarakat dengan sepadan.
Perkebunan gerilya dan aktivitas-aktivitas serupa yang sudah bermunculan di berbagai tempat, adalah semata-mata kelanjutan ide tua yang utopis untuk mengubah masyarakat dengan metode teladan. Akar ide tersebut datang dari filosofi idealis. Filosofi idealisme merujuk pada sebuah konsep bahwa tindakan seseorang adalah konsekwensi dari pikirin mereka, bahwa ide dan bukan kondisi kehidupan kitalah yang menentukan pandangan hidup kita. Bila, melalui proses akumulasi yang berkepanjangan, kita mengubah cara berpikir seseorang, maka mereka akan hidup dengan berbeda, kapitalisme akan menjadi mubasir. Kelas kapitalis akan duduk diam and melihat sistem mereka jatuh runtuh.
Walau kaum anarkis percaya di dalam perjuangan revolusioner untuk menaklukkan kapitalisme, mereka berargumen bahwa kapitalisme harus diganti dengan … nihil. Akan tetapi, tanpa aparatus sentral, tanpa organisasi, bagaimanakah kereta api bisa berjalan tepat waktu, bagaimanakah operasi cangkok organ bisa diorganisir, bagaimanakah kekayaan dunia bisa disalurkan untuk mengatasi kemiskinan dengan permanen.
Di dalam publikasi mereka, ‘Maybe’, Reclaim the Street mengatakan kepada kita “Pergerakan sosial radikal yang semakin tersatukan ini tidak ingin merebut kekuasaan, tetapi ingin menglikuidasi kekuasaan. Pergerakan ini memimpikan banyak bentuk alternatif organisasi-organisasi sosial yang otonom, bentuk-bentuk yang terkait dengan kebutuhan lokalitas yang spesifik. Apa yang akan menjadi alternatif dari kapitalisme untuk orang-orang yang kini tinggal di perumahan di Croydon adalah berbeda sepenuhnya dengan apa yang cocok untuk orang-orang yang tinggal di daerah kumuh Delhi.”
Bentuk masyarakat baru di negara yang berbeda atau daerah yang berbeda haruslah menjadi perhatian kita. Kekuatan ekonomi yang sudah kita bangun selama berabad-abad dapat dan harus digunakan dengan terencana dan rasional untuk menghapus kelaparan, penyakit, dan buta-huruf. Kekuatan ekonomi ini harus digunakan demi kepentingan seluruh masyarakat. Ini hanya bisa dicapai dengan perencanaan masyarakat yang demokratis dimana kekuatan di ujung jari kita dapat digunakan dengan menghargai masa depan planet ini, memelihara kekayaan planet ini, kondisi kerja kita, dan taraf hidup. Suka atau tidak, menanam beberapa wortel di atas tanah kosong tidak akan menghapus kelaparan.
Kita mempunyai kemampuan untuk menghapus kelaparan, tetapi hanya bila kita menggabungkan teknologi baru, industri, dan keahlian dan partisipasi aktif dari jutaan umat manusia.
Kekuatan ekonomi yang sudah kita ciptakan dapat dibandingkan dengan kekuatan destruktif dari petir, liar and kacau di dalam pasar, akan tetapi bila terorganisir ke dalam kabel dan menghantarkan listrik akan mengubah kehidupan kita. Musuh kita bukanlah industri, ataupun mesin-mesin. Negara adalah musuh kita, tetapi negara hanyalah sebuah gejala, bukanlah penyakit itu sendiri. Penyakitnya adalah kapitalisme dan kepemilikan ekonominya, kepengurusan masyarakat oleh kapitalisme lah yang harus kita gantikan.
Tugas kita saat ini adalah untuk menggabungkan kekuatan dan pengalaman kelas buruh dan organisasinya yang sangat kuat dengan kekuatan dan energi pemuda-pemudi dalam skala internasional, di atas landasan pemahaman yang jelas mengenai kapitalisme, negara, dan sebuah program untuk mengubah masyarakat. Ini membutuhkan sebuah kombinasi teori dan aksi. Di dalam kombinasi tersebut terdapat kekuatan Marxisme.
Bila kalian ingin berjuang melawan kapitalisme, berjuanglah dengan senjata program sosialisme dan perspektif sosialisme. Bergabunglah dengan kami di dalam perjuangan untuk transformasi sosialisme di planet ini.
4 Mei 2000