“Solusi untuk masalah-masalah yang sekarang kita hadapi hanya dapat ditemukan di dalam sistem sosio-ekonomi yang ada di bawah kendali sadar rakyat. Masalahnya bukan karena ada batasan inheren dalam perkembangan. Masalahnya adalah sistem yang sudah kadaluarsa dan anarkis, yang menyia-nyiakan hidup manusia dan sumber daya, menghancurkan lingkungan hidup, dan mencegah perkembangan sepenuhnya dari potensi ilmu sains dan teknologi.” (Alan Woods dan Ted Grant, Reason in Revolt)
Situasi dunia sedang berubah dengan kecepatan kilat. Setelah Revolusi Arab, peristiwa-peristiwa saling susul menyusul dengan cepat: gerakan indignados di Spanyol; gelombang pemogokan dan demonstrasi di Yunani; kerusuhan-kerusuhan di Inggris; gerakan di Wisconsin dan gerakan Okupasi di AS; tumbangnya Gaddafi; jatuhnya Papandreou dan Berlusconi; semua ini adalah gejala-gejala dari epos sekarang ini.
Belokan-belokan tajam yang tiba-tiba ini mengindikasikan bahwa sesuatu yang fundamental sedang berubah. Peristiwa-peristiwa mulai menyentuh semakin banyak kesadaran dari masyarakat luas. Kelas penguasa semakin terpecah dan kebingungan karena dalamnya krisis yang tidak pernah mereka sangka akan terjadi, dan mereka tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Tiba-tiba mereka menemukan diri mereka tidak mampu mengontrol masyarakat dengan cara-cara yang lama.
Ketidakstabilan adalah elemen yang dominan di semua tingkatan: ekonomi, finansial, sosial, dan politik. Partai-partai politik sedang memasuki krisis. Pemerintah-pemerintah dan pemimpin-pemimpin jatuh bangun silih berganti tanpa mampu menemukan jalan keluar dari kebuntuan ini.
Yang terpenting dari semua ini adalah kelas pekerja telah pulih dari shok awal krisis dan sedang bergerak. Elemen-elemen termaju dari kaum buruh dan muda mulai mengambil kesimpulan-kesimpulan revolusioner. Semua gejala ini berarti bahwa kita sedang memasuki bab pembukaan revolusi dunia. Ini akan terkuak dalam tahun-tahun ke depan, dan mungkin beberapa dekade ke depan, dengan pasang surut dan naik, langkah-langkah maju dan mundur; sebuah periode peperangan, revolusi, dan konter-revolusi. Ini adalah ekspresi dari kenyataan bahwa kapitalisme telah kehabisan potensinya dan sedang memasuki fase penurunan.
Pengamatan umum ini, akan tetapi, tidak menafikan kemungkinan periode pemulihan. Bahkan di periode 1929-1939 ada variasi-variasi siklus, tetapi tendensi umumnya adalah menuju resesi yang lebih panjang dan dalam, yang akan diinterupsi oleh boom-boom yang dangkal dan pendek. “Pemulihan” yang menyusul resesi 2008-9 merupakan indikasi dari tendensi ini. Ini adalah pemulihan terlemah di dalam sejarah – terlemah semenjak 1830, menurut para ekonom borjuis – dan ini hanya akan menyiapkan resesi yang bahkan lebih dalam.
Ini merefleksikan kenyataan bahwa sistem kapitalis telah tiba di jalan buntu. Kapitalisme telah menumpuk kontradiksi-kontradiksi selama berpuluh-puluh tahun. Krisis ini adalah sebuah manifestasi pemberontakan kekuatan produksi atas belenggu sistem kapitalis. Halangan utama yang memblokir perkembangan peradaban adalah kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan negara-bangsa.
Pada periode sebelumnya, kontradiksi ini secara parsial dan sementara terselesaikan oleh ekspansi perdagangan dunia (“globalisasi”) yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Untuk pertama kali semenjak tahun 1917 semua sudut bumi tersatukan di dalam sebuah pasar dunia yang luas. Akan tetapi, kontradiksi kapitalisme tidak terhapuskan oleh ini, tetapi justru menyebar ke skala yang lebih luas.
“Globalisasi” sekarang memanifestasikan dirinya sebagai krisis kapitalisme global. Kapasistas produksi yang besar yang telah dibangun dalam skala dunia tidak dapat digunakan. Krisis ini tiada tandingannya dalam sejarah. Cakupannya lebih luas dari krisis-krisis sebelumnya. Para ahli strategi kapitalis adalah seperti pelaut dari jaman kuno yang sedang melayari lautan yang belum pernah dijelajahi, tanpa peta dan kompas. Kaum borjuis dunia sekarang sedang mengalami krisis kepercayaan diri.
Kaum borjuasi menunda krisis ini dengan menggunakan mekanisme-mekanisme yang biasanya digunakan untuk keluar dari resesi. Tetapi sekarang ini mustahil. Bank-bank tidak ingin meminjamkan modal, kaum kapitalis tidak berinvestasi, ekonomi stagnan, dan tingkat pengangguran meningkat. Ini mengindikasikan bahwa pemulihan lema setelah 2009 akan pada tahapan tertentu runtuh menjadi sebuah slump yang baru.
Krisis kapitalisme Eropa menemukan cerminannya di fluktuasi pasar obligasi yang menuntut peningkatan premium dari satu negara ke negara lain. Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol, dan Itali telah jatuh ke dalam perangkap pasar, yang mengutuk mereka untuk membayar bunga utang yang besar atas utang nasional mereka yang telah membengkak. Dengan melakukan ini, “pasar” membuat situasi yang sulit ini menjadi benar-benar mustahil.
Sekarang organisasi-organisasi rating internasional mengancam akan menurunkan rating Prancis dan Jerman, dan pada kenyataannya seluruh Zona Eropa. Ini adalah semacam penyakit menular yang telah menjangkiti seluruh negara-negara besar Zona Eropa. Gejolak terus-menerus di pasar-pasar dunia menunjukkan kegugupan kaum borjuis, yang mendekati panik. Mereka adalah seperti termometer yang mengukur tingkat demam. Para ekonom borjuis berdiri mengelilingi tempat tidur sang pasien dan menggeleng-gelengkan kepala mereka, tetapi tidak punya resep mujarab untuk diberikan.
Panik ini, yang terefleksikan di dalam gejola-gejolak bursa-bursa saham dan pasar obligasi, telah menyebar dengan cepat dari Eropa ke Amerika. Dengan sia-sia, Merkel dan yang lainnya mengutuk agen-agen rating sebagai pihak yang tidak bertanggungjawab. Mereka menjawab bahwa mereka hanya melakukan tugas mereka: mereka dengan akurat merefleksikan kecemasan ekonomi global dan ketidakpercayaan mereka terhadap para politisi untuk menyelesaikan ini. Tetapi dengan melakukan ini, mereka semakin mendorong ekonomi ke jurang.
Perubahan Epos
Lenin menjelaskan bahwa tidak ada yang namanya situasi yang mustahil bagi kapitalisme. Sampai kapitalisme ditumbangkan dengan usaha sadar dari kelas buruh, kapitalisme dapat pulih bahkan dari krisis yang paling dalam. Sebagai sebuah proposisi umum, ini jelas benar. Tetapi proposisi umum ini tidak mengungkapkan apapun mengenai situasi konkret yang sekarang sedang kita hadapi, atau hasil yang akan keluar darinya. Kita harus menganalisis momen sejarah secara konkret, dengan mempertimbangkan dari mana kita datang.
Dalam sejarah kapitalisme, beberapa periode yang jelas dapat kita amati. Misalnya, periode sebelum Perang Dunia Pertama adalah sebuah periode kenaikan ekonomi yang panjang yang berlangsung sampai tahun 1914. Ini adalah periode klasik Sosial Demokrasi. Partai-partai massa Internasionale Kedua terbentuk di dalam kondisi di mana tingkat pengangguran rendah dan secara relatif ada peningkatan standar hidup kelas buruh Eropa. Ini menyebabkan degenerasi nasionalis dan reformis dari Sosial Demokrasi, yang terekspos pada tahun 1914 ketika mereka mendukung kelas borjuasi “mereka” di dalam peperangan.
Periode yang menyusul Revolusi Rusia 1917 adalah periode dengan karakter yang benar-benar berbeda. Ini adalah periode perjuangan kelas, periode revolusi dan konter revolusi yang berlangsung sampai pecahnya Perang Dunia Kedua. Kemunduran ekonomi yang dimulai dengan Wall Street Crash tahun 1929 dan yang menjadi Depresi Hebat diawali dengan periode spekulasi yang besar-besaran, yang serupa dengan boom sebelum kemunduran ekonomi sekarang ini.
Depresi tahun 1930-an hanya berakhir dengan pecahnya perang. Pada tahun 1938, Trostky memprediksikan bahwa peperangan ini akan berakhir dengan gelombang revolusioner yang baru. Prediksi ini benar, tetapi bagaimana perang ini berakhir berbeda dari apa yang diharapkan oleh Trotsky. Kemenangan militer dari Uni Soviet menguatkan Stalinisme. Sosial Demokrasi dan Stalinisme mampu menghentikan gelombang revolusi di Italia, Prancis, Yunani, dan negara-negara lainnya. Ini adalah premis politik yang mempersiapkan jalan untuk kemajuan kapitalisme yang baru, yang Lenin dan Trotsky anggap sebagai sesuatu yang mungkin secara teori pada tahun 1920.
Alasan dari kemajuan ekonomi 1948-1974 telah dijelaskan di dokumen sebelumnya (baca Ted Grant’s Will There be a Slump?, http://www.tedgrant.org/archive/grant/1960/slump.htm, 1960). Cukup kita jelaskan disini bahwa kemajuan ini adalah akibat dari kombinasi kondisi-kondisi yang hari ini mustahil terulang. Kemajuan kapitalisme berlangsung hampir selama tiga dekade, yang seperti periode sebelum Perang Dunia Pertama, ini menyebabkan degenerasi Sosial Demokrasi dan partai-partai Stalinis dan serikat-serikat buruh di Eropa dan negara-negara kapitalis maju lainnya. Akan tetapi, bahkan pada saat itu kita saksikan pemogokan umum terbesar dalam sejarah di Prancis pada tahun 1968.
Periode ini terinterupsi oleh resesi pertama semenjak berakhirnya Perang Dunia Pertama, yang dimulai pada tahun 1973-74, yang berbarengan dengan gelombang revolusi: revolusi di Portugal, Spanyol, dan Yunani, pemogokan-pemogokan massa di Inggris, gejolak revolusioner di Italia, dan kebangkitan revolusioner di Amerika Latin – terutama di wilayah selatan: Chile, Argentina, dan Uruguay – dan di negara-negara eks-koloni lainnya. Kelas buruh Eropa pada saat itu sedang bergerak ke arah revolusi. Tetapi pengkhianatan-pengkhianatan dari kepemimpinan Sosial Demokrasi dan Stalinis menciptakan kondisi untuk pemulihan kapitalisme.
Periode yang menyusul pada tahun 1980-an dapat digambarkan sebagai sebuah periode reaksi yang mild. Kaum borjuis berusaha memutarbalik kebijakan-kebijakan Keynesianisme, yang telah mengakibatkan ledakan inflasi dan intensifikasi perjuangan kelas. Ini adalah periodenya Reagan dan Thatcher, periode ekonomi monetaris dan konter-ofensif melawan kelas buruh.
Runtuhnya Stalinisme
Periode reaksi ini semakin parah dengan jatuhnya Stalinisme. Daerah-daerah baru terbuka untuk pasar kapitalis dan investor. Ratusan juta buruh murah, yang sebelumnya tidak dapat diakses oleh kapitalis, dan pasar konsumen yang tumbuh pesat di Asia Tenggara, Tiongkok, Rusia, dan India (yang pasarnya juga terbuka melalui penghancuran halangan-halangan proteksionis) memberikan oksigen yang mencegah resesi 1990 menjadi Depresi, dan sementara memberikan perpanjangan hidup bagi sistem kapitalisme.
Pada tahun 1990-an dan 2000-an, kaum borjuis dan para ahli ideologinya terbang di awang-awang. Mereka bermimpi kalau “pasar bebas” akan menyelesaikan segala masalah bila pasar ini dibiarkan. Sebelumnya kaum borjuis menyembah-nyembah negara, sekarang mereka mengutuknya sebagai sumber dari segala yang jahat. Satu-satunya hal yang mereka tuntut dari negara adalah untuk meninggalkan mereka sendirian.
Tendensi menuju statization (atau “masyarakat sosialis merangkak”) diputar balik. Menggantikan nasionalisasi adalah gelombang privatisasi. Situasi baru ini dirasionalisasi oleh pakar-pakar ekonomi di dalam teori “hipotesis pasar efektif”, yang menurutnya pasar memiliki tendensi-internal untuk mencapai keseimbangan, di mana permintaan dan penawaran akan secara otomatis menjadi seimbang, dan oleh karenanya krisis over-produksi adalah sesuatu yang mustahil. Ini bukanlah sebuah ide yang baru, tetapi hanya pengulangan dari Hukum Say yang telah dijawab oleh Marx dulu sekali.
Krisis 2008-9 menandakan sebuah titik balik. Ini benar-benar meruntuhkan semua teori para ekonom borjuis. Ini melepaskan gempa-gempa kuat yang getarannya masih terasa sampai sekarang. Ini menandakan berakhirnya sebuah periode kestabilan finansial. Ini menghancurkan mimpi kaum borjuis bahwa mereka telah menemukan batu filsuf yang akan mengakhiri siklus boom dan slump.
Pada kenyataannya mereka tidak menemukan hal yang baru. Boom ini dibangun di atas kaki ayam: sebuah model yang berdasarkan ekspansi besar spekulasi perumahan, yang didukung oleh ekspansi kredit dan dominasi penuh kapital finansial. Sektor jasa yang seperti parasit ini tumbuh pesat secara eksponensial, menggantikan aktivitas yang produktif. Bursa-bursa saham menjadi seperti kasino, yang kecanduan berjudi besar-besaran, dan para bankir melempar diri mereka ke dalam karnaval ini …
Elemen parasit di dalam kapitalisme tumbuh subur di periode terakhir. Ini sendiri merupakan indikasi dari degenerasi kapitalisme: dominasi kapital finans dan bangkitnya sektor “jasa” menggantikan industri manufaktur; ekspansi kredit dan kapital fiktif; segala macam penipuan dan spekulasi di bursa saham dan bank-bank besar,
Elemen spekulasi sudah ada di setiap boom kapitalis semenjak Dutch Tulip Bubble pada abad ke-17. Tetapi tingkat spekulasi pada saat ini melebihi semuanya. Perdagangan derivative sendiri adalah sebesar 650 trilyun dolar AS, dan ini merupakan penipuan besar. Para kapitalis memperkerjakan orang-orang yang tugasnya membuat derivative ini begitu kompleksnya untuk menutupi penipuan ini dari mata publik. Ini katanya akan menyediakan kestabilan yang lebih besar kepada pasar, tetapi pada kenyataannya ini adalah elemen utama yang meningkatkan ketidakstabilannya. Ini berkontribusi besar pada krisis ekonomi sekarang ini, dan utang yang menumpuk akibat ini membuat lebih sulit untuk keluar dari kemunduran ekonomi ini. Pada saat yang sama terjadi pengkonsentrasian kapital yang tingkatannya tidak pernah terlihat sebelumnya.
Organisasi kita mengira bahwa kemunduran ekonomi ini akan terjadi lebih awal. Akan tetapi kemunduran ekonomi ini tertunda karena faktor-faktor di atas, dan ini mempengaruhi perspektif kita. Tetapi hal pertama yang harus kita tanyakan pada diri kita adalah: dengan cara apa krisis ini tertunda dan apa konsekuensi-konsekuensinya? Kita menjelaskan fundamen-fundamen ini di dokumen perspektif kita 12 tahun yang lalu. Kami menjelaskan bahwa kaum borjusi telah menunda krisis ini dengan menggunakan metode-metode yang harusnya digunakan untuk keluar dari krisis. Mereka telah menekan suku bunga sementara mengembangkan kredit ke tingkatan yang tak pernah terlihat sebelumnya. Dalam kata lain, mereka menghindari krisis tetapi hanya akan membuat krisis ke depan menjadi lebih dalam.
Kapitalis selalu mencoba menunda krisis ke masa depan ketika atap dari sistem yang goyah ini akan jatuh menimpa mereka. Kredit ada batasnya dan tidak dapat berkembang tanpa batas. Pada tingkatan tertentu semuanya akan jatuh. Semua faktor yang sebelumnya mendorong boom sekarang menjadi kebalikannya. Spiral ke atas yang tampaknya tidak ada batas sekarang menjadi spiral ke bawah yang tak terkontrol.
Masalah yang dihadapi oleh kaum borjuis adalah mereka tidak dapat lagi menggunakan instrumen-instrumen yang biasanya mereka gunakan untuk keluar dari krisis, karena mereka telah menggunakannya untuk menciptakan boom. Suku bunga hampir nol di Amerika dan Eropa, dan nol di Jepang. Bila kita mempertimbangkan inflasi, yang di AS dan Eropa lebih tinggi daripada suku bunga, maka ini berarti sebenarnya suku bunga adalah negatif. Bagaimana mereka dapat mengurangi suku bunga lebih jauh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi? Bagaimana mereka dapat meningkatkan belanja negara ketika semua pemerintahan sekarang terbebani utang-utang besar?
Bagaimana para konsumen dapat membeli lebih banyak barang ketika mereka pertama-tama harus membayar utang besar warisan boom sebelumnya? Dan apa gunanya berinvestasi di produksi bila tidak ada pasar untuk menjual barang-barang mereka? Untuk alasan yang sama, para kreditor tidak tertarik meminjamkan uang. Karena mereka tidak melihat gunanya berinvestasi memproduksi barang di pasar yang sudah kebanjiran barang. Kaum borjuis lebih memilih membuat uang dengan berspekulasi di pasar uang.
Sejumlah besar uang terus-menerus berputar di dunia mencoba mencari laba dengan berspekulasi mata uang seperti euro. Mereka adalah seperti segerombolan serigala lapar yang menguntit segerombolan rusa, mengintai binatang yang paling lemah dan paling sakit. Dan sekarang ada banyak binatang yang sakit. Aktivitas spekulatif ini semakin menambah ketidakstabilan, dan membuat krisis ini semakin kacau.
Tendensi-tendensi Proteksionis
Bila kita menerima ekonomi pasar, kita juga harus menerima hukum-hukum pasar yang serupa dengan hukum rimba. Menerima kapitalisme dan lantas mengeluh mengenai konsekuensi-konsekuensinya adalah hal yang sia-sia. Kaum reformis, terutama reformis kiri, terus-menerus berbicara mengenai ide Keynesian untuk menyelesaikan krisis ini, dengan meningkatkan belanja negara. Tetapi sudah ada utang besar yang harus dibayar. Alih-alih meningkatkan belanja publik, semua pemerintah sekarang sedang memangkas anggaran dan memecat pegawai negeri, dan dengan ini semakin memperparah krisis.
Ini adalah ekspresi keputusasaan kaum borjuis. Di Amerika dan Inggris mereka sekali lagi menggunakan “quantitative easing”, yakni mencetak uang lebih banyak. Ini tidak akan menyelesaikan satupun masalah, tetapi hanya akan membuatnya semakin parah dalam jangka panjang. Ketika pengaruhnya terasa di ekonomi, ini akan menghasilkan ledakan inflasi, mempersiapkan jalan untuk krisis yang bahkan lebih dalam di masa depan.
Kebingungan para ekonomm terilustrasikan oleh Jeffrey Sachs, yang dulunya melepaskan gelombang neo-liberalisme ke Eropa Timur. Sekarang ia menyerukan New Deal dengan skala global. Masalahnya ini ditentang oleh Kongres US yang didominasi oleh kaum Republikan, yang ingin mengejar kebijakan yang justru sebaliknya.
Ekonomi pasar bebas dan kebijakan stimulus Keynesian tidak ada yang berhasil. Pemerintah-pemerintah dan para penasihat ekonomi mereka sekarang putus asa. Tidak ada lagi uang untuk stimulus fiskal, tetapi kebijakan penghematan hanya akan semakin menekan permintaan, dan oleh karenanya memperparah kemunduran ekonomi.
Ketakutan terbesar adalah resesi yang baru akan mendorong bangkitnya tendensi-tendensi proteksionis dan devaluasi kompetitif, seperti yang terjadi pada tahun 1930-an. Ini akan membawa bencana besar terhadap perdagangan dunia dan mengancam globalisasi. Semua yang telah tercapai dalam 30 tahun terakhir akan hancur dan menjadi kebalikannya.
Kebijakan-kebijakan yang diumumkan oleh Bank Nasional Swiss (pada September 2011) untuk menekan nilai mata uang Swiss franch adalah sebuah peringatan bahwa kita sedang meluncur ke arah kebijakan-kebijakan proteksionis dan devaluasi kompetitif. Inilah yang mengubah Wall Street Crash 1929 menjadi Depresi Hebat 1930-an. Hal serupa dapat terulang lagi.
Spiral ke Bawah
Trotsky menulis pada tahun 1938: “Kaum kapitalis sedang meluncur menuju bencana dengan mata tertutup.” Kita harus mengubahnya menjadi: kapitalis sedang meluncur menuju bencana dengan mata terbuka lebar. Mereka dapat melihat apa yang sekarang sedang terjadi. Mereka dapat melihat apa yang terjadi dengan euro. Di Amerika mereka melihat dengan mata terbuka defisit anggaran yang sedang terjadi. Tetapi mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan.
Semenjak runtuhnya sistem finansial pada tahun 2008, pemerintah telah menghabiskan trilyunan dolar untuk menyelamatkan sistem finansial, tetapi sia-sia usaha mereka. Komisi Eropa baru saja menurunkan prediksi perkembangan ekonomi di Zona Eropa, yang sekarang telah berhenti. Akan tetapi, stagnasi adalah prediksi yang paling optimis. Semua hal mengindikasikan kemunduran baru yang bahkan lebih curam dibandingkan 2008-9.
Di bulan-bulan setelah bank-bank di-bail-out, kaum borjuis mencoba menenangkan diri mereka sendiri dengan berbicara mengenai pemulihan. Tetapi seperti yang telah kita lihat ini adalah pemulihan terlemah di dalam sejarah. Tidak ada “tunas-tunas muda”. Pada kenyataannya, ekonomi dunia belumlah pulih dari krisis 2008 kendati trilyunan dolar telah dipompakan. Dengan cara yang putus-asa ini mereka berhasil menghindari krisis seperti tahun 1929, tetapi kebijakan-kebijakan panik ini tidak menyelesaikan satupun masalah fundamental. Sebaliknya, mereka menyebabkan kontradiksi-kontradiksi baru yang tak terselesaikan.
Kaum borjuis telah menghindari runtuhnya perbankan, tetapi dengan memprovokasi kebangkrutan dan keruntuhan pemerintahan. Yang terjadi di Islandia adalah sebuah peringatan akan apa yang dapat terjadi di negeri-negeri lain. Mereka telah mengubah lubang hitam sistem finansial swasta menjadi lubang hitam finans publik.
Sekarang para politisi Eropa mengeluh kalau Yunani telah memalsukan data finansial mereka untuk menutup-nutupi situasi finans mereka yang sebenarnya. “Bila kita mengetahui ini dari dulu kita tidak akan membiarkan Yunani bergabung dengan Zona Eropa,” keluh mereka. Tetapi adalah tugasnya para bankir untuk menganalisis data dari pemohon utang dan membongkar kedok pemalsuan. Tuduhan terhadap Yunani oleh karenanya dapat juga dihantarkan ke para bankir. Mengapa mereka tidak mengetahui penipuan Yunani?
Jawabannya adalah mereka tidak ingin tahu. Institusi-institusi finansial semuanya terlibat di dalam penipuan spekulasi ini dan meraup laba yang besar dari berspekulasi kredit perumahan sampai obligasi pemerintahan. Dalam orgi spekulasi ini mereka tidak tertarik mengetahui kualitas dari utang yang mereka berikan. Sebaliknya, mereka berkongkalikong dengan para peminjam untuk membuat utang mereka lebih menarik.
Krisis subprima AS adalah sama. Bank-bank meminjamkan banyak uang ke orang-orang yang tidak bisa membeli rumah. Pada kenyataannya, mereka menekan mereka untuk meminjam uang. Utang-utang ini kemudian dipotong-potong dan dibungkus ulang dan dijual untuk tujuan spekulasi. Banyak uang yang dibuat dari spekulasi ini. Selama uang terus mengalir, mereka tidak khawatir mengenai keuangan pemerintahan Yunani, atau para pemilik rumah yang insolvent di Alabama, Madrid, atau Dublin.
Tidaklah berlebihan kalau kita mengatakan bahwa kelas kapitalis di dalam periode ini telah kehilangan akal sehat mereka. Seperti seorang pemabuk, kaum borjuis mabuk kepayang dengan kesuksesan mereka. Mereka hanya hidup untuk hari ini dan tidak memperdulikan masa depan. Mereka tidak peduli kalau mereka hidup dari utang, dan bahwa utang ini harus dibayar. Dan seperti setiap pemabuk, mereka akhirnya bangun dengan kepala yang sakit.
Sakit kepala ini segera dipindahkan ke negara, yang lalu memindahkannya ke seluruh masyarakat. Para bankir bangun dari tidur mereka tersegarkan oleh transfusi milyaran uang rakyat, sementara seluruh masyarakat disodorkan nota utang.
Publik sekarang dibangunkan oleh kenyataan bahwa apa-yang-disebut masyarakat demokratis ini pada kenyataannya dikontrol oleh dewan-dewan direktur bank-bank dan korporasi-korporasi besar yang tak terpilih. Mereka mempunyai hubungan erat dengan pemerintah dan juga dengan para elit politik yang mewakili mereka. Ini telah mengakibatkan ditinggalkannya kepercayaan lama yang nyaman, dan retaknya konsensus. Masyarakat dengan cepat terpolarisasi. Ini adalah bahaya besar bagi kelas penguasa.
Secara dialektis, semua faktor yang sebelumnya mendorong maju perekonomian sekarang bergabung mendorongnya mundur. Masyarakat kita sedang meluncur ke bawah tanpa akhir. Kelas pekerja Eropa dan AS telah meraih pencapaian-pencapaian yang memberikan mereka keberadaan yang semi-beradab. Namun sekarang pencapaian-pencapaian sosial tersebut tidak bisa lagi ditolerir oleh kelas kapitalis. Sistem kapitalis telah bangkrut.
Siapa yang akan membayar utang-utang ini? Para ekonom tidak tahu bagaimana cara keluar dari krisis ini. Satu-satunya hal yang mereka setujui adalah bahwa kelas pekerja dan kelas menengah harus membayar utang ini. Tetapi setiap satu langkah mundur yang diambil oleh rakyat, kaum bankir dan kapitalis akan menuntut sepuluh lagi. Inilah arti sesungguhnya dari serangan-serangan yang telah diluncurkan di mana-mana.
Tetapi sejumlah hal harus mengalir dari ini. Revolusi Inggris dan Prancis keduanya diawali dengan krisis utang. Kedua negara ini bangkrut, dan pertanyaan yang terkedepankan adalah “Siapa yang harus membayarnya?” Kaum bangsawan menolak membayar. Inilah penyebab awal dari kedua revolusi tersebut. Hari ini kita sedang menghadapi situasi yang serupa. Buruh tidak akan duduk berpangku tangan sementara kelas penguasa secara sistematis menghancurkan pencapaian-pencapaian mereka dari setengah abad terakhir.
Rakyat pekerja Yunani bangkit memberontak melawan imposisi ini. Mereka akan diikuti oleh buruh Italia, Spanyol, dan negara-negara Eropa lainnya. Pembayaran bunga utang adalah pengeluaran ketiga terbesar dari pemerintah Spanyol (28,91 milyar euro untuk tahun ini saja), setelah pembayaran pensiun dan gaji pegawai negri. Krisis Spanyol mengekspresikan dirinya paling akut di dalam tingkat pengangguran mereka. Lebih dari 5 juta orang menganggur: 1 dari 5 orang di Spanyol. Di Selatan tingkat pengangguran melebihi 30 persen. Setengah dari kaum muda menganggur. Inilah yang menyebabkan gerakan “indignados”
“Contagion” akan terjadi, bukan hanya di dalam ranah ekonomi tetapi juga di dalam ranah politik. Demo-demo menentang pemotongan anggaran dan peningkatan pajak telah menyebar dari Madrid ke Athens, dari Athens ke Roma, dari Roma ke London. Di Amerika, gerakan Okupasi menyebar seperti api liar, yang mengekspresikan kekecewaan dan rasa frustrasi yang sama. Panggung ini sedang dipersiapkan untuk sebuah ledakan perjuangan kelas di mana-mana.
Krisis Kapitalisme Eropa
Tendensi kita sebelumnya tidak percaya kalau euro dapat terbentuk, karena kemustahilan menyatukan ekonomi-ekonomi yang bergerak ke arah yang berbeda-beda. Tetapi untuk sementara mereka mampu melakukan ini, karena boom kapitalis yang berkepanjangan. Pada dokumen tahun 1997, “A Socialist Alternative to European Union”, kami mengatakan bahwa euro akan runtuh karena “mereka akan saling menyerang”. Skenario ini sekarang mulai terjadi di depan mata kita.
Zona Eropa sekarang sedang melalui krisis yang paling serius di dalam sejarahnya, yang mempertanyakan eksistensinya di masa depan. Seperti yang kami prediksikan jauh hari sebelumnya, di dalam sebuah krisis yang serius, semua kontradiksi nasional akan mencuat, seperti yang sekarang kita lihat dengan hubungan yang retak antara Yunani, Prancis, Jerman, dan Itali. Uni Eropa sedang menghadapi hari yang sulit.
Seharusnya hal ini tidak terjadi. Klausa-klausa dari Perjanjian Maastricht melarang utang-utang besar dan defisit anggaran. Tetapi sekarang Perjanjian Maastricht hanyalah satu memori yang redup. Secara teoritis, karena semuanya adalah anggota dari mata uang tunggal yang sama, dengan bank sentral yang sama yang menentukan satu tingkat suku bunga, setiap negara seharusnya boleh meminjam dengan suku bunga yang nyaris sama. Tetapi pada tahun 2010 pasar mulai membedakan antara Zona Eropa dengan ekonomi yang lebih kuat – Jerman dan satelit-satelitnya (Austria, Belanda, dan beberapa lainnya), dan ekonomi yang lebih lemah seperti Yunani, Irlandia, Spanyol, dan Italia. Sekarang, bahkan ekonomi-ekonomi yang lebih kuat, seperti Prancis, Austria, dan Belanda, terpengaruh. Standard & Poor’s bahkan telah memperingatkan bahwa 15 dari 17 anggota Zona Eropa rating kreditnya dapat diturunkan, dengan tanda tanya bahkan untuk Jerman.
Suku bunga meminjam uang dari pasar uang semakin ditingkatkan. Bunga yang semakin tinggi ini semakin memperberat beban utang dan membuatnya susah dibayar. Jadi ketika agen kredit seperti Moody’s menurunkan status kredit sebuah negara, aksi ini menjadi ramalan yang terpenuhi dengan sendirinya.
Bahkan sebelum euro terbentuk kami telah mengatakan bahwa mustahil menyatukan ekonomi-ekonomi yang sedang bergerak ke arah-arah yang berbeda. Sekarang sejumlah ekonom borjuis memperingatkan bahwa tekanan yang sedang menumpuk ini dapat menyebabkan runtuhnya mata uang tunggal ini. Untuk pertama kalinya, masalah runtuhnya, bukan hanya euro tetapi Uni Eropa itu sendiri, dikedepankan dengan terbuka. Kemunduran ekonomi di euro adalah sebuah ekspresi dari kontradiksi yang tak terselesaikan di Uni Eropa.
Kita telah saksikan kegagalan dari sejumlah bank-bank Eropa, yang telah berkontribusi menyebabkan panik. Di Amerika Serikat, kita saksikan kegagalan MF Global, perusahaan Wall Street terbesar yang bangkrut setelah runtuhnya Lehman Brothers pada September 2008.
Pada titik tertentu semua ini dapat memicu pengaruh yang serupa dengan jatuhnya bank Credit-Ansalt di Austria pada Mei 1931. Bangkrutnya Credit-Ansalt, yang saat itu dianggap sebagai bank yang tidak akan jatuh, menyebabkan seluruh kartu domino tumbang di Eropa, dan gelombang kepanikan yang disebabkan olehnya terasa sampai ke AS. Sama halnya kalau keruntuhan Yunani dapat menyebarkan krisis finansial ini, tidak hanya di Eropa tetapi juga seluruh dunia.
Yunani: Mata Rantai Terlemah
Krisis di Eropa dimulai di Yunani, dan walaupun terlambat menyebar ke Jerman, Austria, dan Skandinavia, ia telah mulai menyebar. Cepat atau lambat, semua negara ini akan tersedot ke dalam badai ini.
Untuk menenangkan pasar, Prancis dan Jerman awalnya bersikeras kalau Yunani harus tetap menjadi bagian “integral” dari mata uang tunggal. Tetapi walaupun kata-kata ini secara sementara dapat menstabilkan pasar, mereka hanyalah ujaran saja dan segera terpecah-pecah ke empat penjuru mata angin. Yunani dipaksa untuk bangkrut secara parsial. Pasar finansial dunia pada kenyataannya bekerja di bawah asumsi bahwa Yunani akan bangkrut sepenuhnya.
Pada tahun 2010, Yunani meminjam uang sebesar 10.5 persen dari output ekonomi pertahunnya, hanya untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Yunani jelas tidak akan mampu membayar utangnya, dan satu-satunya hasil dari program penghematan yang dipaksakan kepadanya oleh para pemimpin Zona Eropa adalah mendorongnya lebih ke jauh ke dalam resesi dan kemelaratan. Bahkan bila rencana paling baru dilaksanakan dengan sempurna defisit Yunani masih akan sebesar 120 persen GDP pada tahun 2020, sementara rakyat Yunani akan menderita karena penurunan standar hidup mereka.
Sebagai imbalan dari “bantuan” yang mereka terima, pemerintah Yunani dipaksa untuk memeras tetesan darah terakhir dari rakyat Yunanti. Tetapi pada akhirnya Yunani tidak akan dapat membayar utangnya. Ini adalah masalah pertama. Masalah kedua adalah bahwa negara-negara seperti Finlandia, Slovakia, dan Belanda keberatan dengan pendanaan bailout ini yang semakin luas. Terlebih penting lagi, mood di Jerman semakin keras dalam isu ini.
Hampir tak terelakkan kalau Yunani pada akhirnya akan ditendang keluar dari Uni Eropa. Tetapi ini akan membawa konsekuensi yang serius bagi Yunani dan seluruh Uni Eropa. Semua kondisi objektif untuk revolusi di Yunani selama delapan bulan terakhir ini telah hadir: 1) Kelas kapitalis terpecah belah dan kehilangan kepercayaan dirinya; 2) Kelas menengah sedang ragu dan cenderung mendukung perubahan revolusioner; 3) Kelas buruh sedang berjuang dan siap membuat pengorbanan-pengorbanan terbesar untuk bergerak maju.
Apa lagi yang dapat kita harapkan dari kelas buruh Yunani? Apa lagi yang dapat mereka perbuat? Bila mereka tidak merebut kekuasaan, ini bukan salah mereka, tetapi kesalahan dari tiap-tiap pemimpin mereka. Kegagalan kepemimpinan adalah satu-satunya hal yang mencegah buruh untuk maju. Bila kepemimpinan Partai Komunis Yunani mengambil garis Leninis yang tepat, dalam hal program dan juga dalam mengaplikasikan secara tepat kebijakan front persatuan, masalah kekuasaan sudah pasti dikedepankan. Dalam berbagai cara, situasi ini jauh lebih maju daripada di Rusia pada Februari 1917.
Setelah pemogokan-pemogokan umum pertama di Yunani, slogan mogok umum 24-jam telah menjadi tak ada nilainya. Gerakan ini telah bergerak melebihi slogan ini. Satu-satunya slogan yang memadai sekarang adalah pemogokan umum tak terbatas. Tetapi di situasi seperti Yunani, ini mengedepankan masalah kekuasaan. Kita tidak bisa bermain-main dengan slogan ini. Ini harus dihubungkan dengan perkembangan organ-organ kekuasaan popular – komite-komite aksi atau soviet-soviet – yang terhubungkan dengan serikat-serikat buruh.
Adalah mungkin kalau satu seksi dari kelas penguasa sedang bermain-main dengan gagasan kudeta. Tetapi setelah pengalaman Junta pada tahun 1960-an, kaum buruh Yunani tidak akan pasif ketika dihadapkan dengan kudeta. Kudeta di Yunani pasti akan menghasilkan perang sipil. Masalahnya kaum borjuis tidak yakin mereka bisa memenangkan perang sipil ini. Buruh Yunani jauh lebih kuat sekarang. Organisasinya masih utuh dan belum mengalami kekalahan serius selama dekade-dekade terakhir.
Untuk alasan ini, dan bukan karena ikatan sentimental terhadap demokrasi, kelas penguasa akan mencoba meraih tujuannya dengan cara yang lain, dimulai dengan pemerintahan “persatuan nasional”. Ini akan semakin menajamkan perjuangan kelas, menyebabkan polarisasi tajam ke kanan dan ke kiri, dan menghasilkan serangkaian pemerintahan-pemerintahan yang tidak stabil. Sebelum masalah-masalah ini terselesaikan secara menentukan dengan revolusi atau konter-revolusi, pendulum akan berayun secara liar ke kiri dan kanan. Sebelum kelas penguasa menggunakan reaksi terbuka, kelas pekerja akan punya banyak kesempatan untuk merebut kekuasaan.
Kembali ke Drachma?
Sejumlah kaum Kiri Yunani sedang mengusulkan agar Yunani keluar dari euro tanpa mengedepankan masalah pembentukan Serikat Eropa Sosialis. “Kembalikan Drachma!” adalah pekik nasionalis mereka. Tetapi dalam praktik, bila Yunani yang kapitalis menanggalkan mata uang euro, ini secara tak terelakkan akan berarti meninggalkan Uni Eropa juga. Ini akan berarti Yunani tidak akan punya perjanjian perdagangan dengan Eropa. Membayangkan kalau Uni Eropa akan diam saja berpangku tangan sementara produk-produk murah dari Yunani menyerbu pasarnya adalah sangat utopis. Ekonomi Yunani yang terisolasi akan segera menemui dirinya menjadi korban kebijakan-kebijakan proteksionis, seperti yang ditunjukkan oleh bank Swiss UBS:
“Gagasan bahwa negara yang mundur dari euro akan segera mendapatkan keuntungan melalui devaluasi mata uangnya yang baru terhadap euro kemungkinan besar tidak akan terwujud dalam realitas. Seluruh zona euro (dan bahkan seluruh Uni Eropa) tidak akan menanggapi kemunduran ini dengan diam saja. Bila mata uang yang baru ini devaluasi sebesar 60% terhadap mata uang euro, sangat mungkin sekali zona euro akan mengenakan tarif 60% (atau bahkan lebih tinggi) terhadapi barang-barang ekspor dari negara yang mundur tersebut. Komisi Eropa telah secara eksplisit merujuk pada ini, dengan mengatakan bahwa bila sebuah negara meninggalkan euro maka mereka akan melakukan sesuatu untuk “mengkompensasi” gerakan mata uang yang baru.” (Global Economic Perspectives, 6 September 2011, UBS)
UBS secara kasar menghitung berapa besar biaya bagi sebuah negara lemah seperti Yunani bila ia memutuskan untuk meninggalkan euro. USB berasumsi bahwa setiap negara yang meninggalkan euro akan melihat mata uangnya jatuh 60% terhadap euro. Peristiwa seperti ini tidak dapat dibandingkan dengan perubahan-perubahan mild dari gejolak Exchange Rate Mechanism pada tahun 1980-an dan awal 1990-an. Paralel yang lebih memadai mungkin adalah krisis Argentina sepuluh tahun yang lalu.
“Kebangkrutan negara dan perusahaan secara massal akan meningkatkan premi risiko untuk biaya kapital – dengan asumsi kalau sistem perbankan domestik dapat menyediakan kapital. Dengan estimasi yang konservatif, ini akan membawa kenaikan premi resiko sebesar 700bp. Bila sistem perbankan lumpuh total (lagi, Argentina adalah sebuah preseden, atau sistem perbankan AS selama jatuhnya mata uang AS pada tahun 1932-33) maka secara de facto biaya kapital akan meningkat tanpa batas. Dalam situasi paralisis finans yang ekstrem, kapital tidak akan tersedia dalam harga apapun.” (Global Economi Perspectives, 6 September 2011, UBS)
Bank Swiss UBS juga mengasumsika jatuhnya volume ekspor sebesar 50 persen, dan diimplementasikannya kebijakan-kebijakan proteksionis untuk mengatasi depresiasi mata uang negara yang mundur. Bank UBS juga mengasumsikan kerugian perbankan sebesar 60 persen (“Tentu saja kita juga mengasumsikan orang-orang akan menarik uangnya dari bank sebelum pemisahan ini terjadi.”)
“Mempertimbangkan semua faktor ini, sebuah negara yang mundur dari euro akan dibebani biaya 9,500 hingga 11,500 dolar euro setiap orangnya. Kita juga harus mempertimbangkan bahwa walaupun rekapitalisasi perbankan adalah biaya satu-kali, biaya dari premi resiko dan stagnasi perdagangan harus dibayar setiap tahunnya. Jadi biaya awal adalah 9500 sampai 11500 dolar euro per orang, dan kemudian biaya sekitar 4000 sampai 5000 dolar euro per orang untuk setiap tahunnya.”
Dan bank UBS menambahkan: “Ini adalah estimasi yang konservatif. Konsekuensi-konsekuensi ekonomi dari kekacauan sipil, perpecahan dari negara yang mundur, dsbnya, tidaklah diikutsertakan dalam biaya ini.”
Revolusi Yunani, pada gilirannya, harus dihubungkan dengan perspektif Revolusi Eropa. Tetapi banyak kaum Kiri, terutama kaum Stalinis, yang terjangkiti oleh penyakit nasionalisme. Mereka membayangkan kalau masalah-masalah di Yunani dapat diselesaikan dalam batasan sempit kapitalisme dan di dalam batas-batas negara Yunani dengan meninggalkan EU. Pada kenyatannya, tidak ada masa depan bagi kapitalisme Yunani, di dalam maupun di luar EU.
Adakah Paralel dengan Argentina?
Mata uang Drachma yang dihidupkan kembali akan menjadi mata uang yang tak bernilai. Runtuhnya mata uang ini akan mendorong inflasi, menghapus simpanan-simpanan rakyat, dan menyebabkan pengangguran besar-besaran. Ini akan seperti Jerman pada tahun 1923, yang menghancurkan mata uang Jerman dan membawa situasi revolusioner.
Akan ada penarikan uang besar-besaran dari bank-bank, seperti yang terjadi di Argentina sepuluh tahun yang lalu, di mana orang-orang menginap di depan mesin-mesin ATM supaya mereka dapat menarik uang segera setelah mesin-mesin tersebut diisi. Sebelum default, perusahaan-perusahaan dan orang-orang menarik uang sebanyak mungkin. Di Yunani, uang sudah mengalir ke luar, kebanyakan ke Siprus, Switzerland, dan London.
Dalam kasus Argentina, default utang luar negeri sebesar 93 milyar dolar – kebangkrutan nasional terbesar – mengakibatkan jatuhnya konsumsi domestik sebesar 60% karena aset-aset rakyat habis menguap dan inflasi merajalela. Semua barang-barang impor, apa ini mobil BMW ataupun sekarung besar, menjadi kemewahan yang tak terbeli.
Bank-bank menutup pintu mereka. Rak-rak supermarket kosong. Orang-orang kaya mengisi tas-tas mereka dengan uang dolar dan pergi ke bandara-bandara terdekat. Stephane Deo dari UBS menulis: “Bila sebuah negeri bergerak ke ujung yang ekstrem dengan keluar dari euro, maka setidaknya mungkin kalau kekuatan sentrifugal ini akan mencabik-cabik negeri tersebut … pecahnya kesatuan moneter selalu disertai dengan kekacauan sipil atau perang sipil.”
Ketika sebuah negeri mengalami kebangkrutan nasional, peminjaman uang terhenti dan bisnis berhenti. Tingkat pengangguran dan kemiskinan melonjak. Dalam kasus Argentina, tingkat pengangguran mencapai hampir 25 persen. Tahun 2003, angka “kemiskinan ekstrem” mencapai 26 persen populasi, dengan lebih dari 50 persen berada di bawah garis kemiskinan. Buruh-buruh mengambilalih perusahaan-perusahaan yang bangkrut dan menjalankan mereka di bawah kontrol buruh. Dewan-dewan lokal, yang membantu mendistribusikan makanan dan mengorganisir layanan kesehatan, juga bermunculan.
Keruntuhan ekonomi di Argentina menghasilkan sebuah situasi revolsioner, tetapi tidak ada partai revolusioner yang mampu memimpinnya. Pada tahun 2001, ada sebuah situasi insureksioner di Argentina. Presiden Fernando de la Rua melarikan diri dengan helikopter dari atas atap istana Casa Rosada. Beberapa hari kemudian negeri tersebut secara resmi bangkrut dan tidak mampu membayar utang. Bila ada sebuah kepimimpinan Bolshevik yang sejati, kekuasaan sudah pasti terebut. Sekte-sekte ”Trotskis” yang cukup besar di sana tidak mampu membawa maju gerakan ini, dan kesempatan ini hilang.
Sampai sini, pararel-pararel antara Athena dan Buenos Aires sangatlah jelas. Keluarnya Yunani dari euro akan sama parahnya. Dan akan ada konsekuensi-konsekuensi politik yang serius. Tetapi di sini analoginya berhenti. Setelah kesempatan revolusi terlewatkan di Argentina, kelas penguasa segera pulih dan situasinya akhirnya membaik. Setelah aset-aset Argentina menjadi 80% lebih murah, para penanam modal asing kembali. Argentina pulih dari krisis Desember 2001 lebih cepat daripada prediksinya, ini karena mata uang peso yang terdevaluasi.
Ini menyebabkan pemulihan ekspor yang cepat dan negara ini segara mengalami surplus perdagangan yang besar. Pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 8.7-9.2% antara tahun 2003 dan 2007, dan tingkat pengangguran menurun. Ini dianggap sebagai preseden yang menjanjikan bagi Yunani. Tetapi perbandingan ini keliru. Ekonomi Argentina mendapat hibah dari boom kapitalisme dunia dan permintaan terhadap hasil pertanian yang meningkat pesat, seperti permintaan kacang tanah oleh Tiongkok. Tetapi bangkrutnya Yunani terjadi di situasi yang sangat berbeda: kemunduran ekonomi dunia, pasar yang menyusut, tingkat permintaan yang menurun, dan proteksionisme.
Kapitalisme Yunani tidak akan mendapatkan keuntungan dari devaluasi mata uangnya, tetapi akan menderita konsekuensi inflasi, kebijakan proteksionis dari Uni Eropa, runtuhnya sistem perbankannya, dan mengeringnya kredit dan investasi. Ini akan menandai sebuah tukikan baru dan fatal dalam situasi ekonomi, sosial, dan politik, yang dipenuhi dengan banyak kemungkinan revolusioner.
Ancaman Terhadap Uni Eropa
Setelah menyeret Yunani, Irlandia, Portugal, dan Spanyol, para srigala sekarang memalingkan perhatian mereka ke Italia, yang memiliki utang yang menggunung, sebesar 120% dari GDP negara ini. Ini adalah level utang kedua terbesar setelah Yunani. Terlebih lagi, Italia ada utang sebesar 335 milyar euro yang jatuh tempo pada tahun 2012, lebih banyak daripada Yunani, Irlandia, dan Portugal digabungkan bersama. Italia harus meminjam ratusan milyar. Setiap saat ia meminta utang, para investor di seluruh penjuru dunia jelas akan khawatir kalau-kalau mereka tidak dibayar, karena utang publiknya yang besar.
Ini mengancam keberadaan zona euro. Bank Sentral Eropa (BSE) mungkin dapat membantu Yunani untuk sementara (walaupun ini sangatlah meragukan). BSE telah mem-bail-out Irlandia dan Portugal, yang sama sekali tidak menyelesaikan apapun. Tetapi BSE tidak punya cukup uang untuk mem-bail-out negeri-negeri sebesar Spanyol atau Italia. Usaha untuk melakukan ini akan segera mengeringkan dana bank ini.
Para pejabat tinggi EU telah memperingatkan bahwa krisis zona euro ini akan menghancurkan Uni Eropa. Para pemimpin Jerman dan Prancis telah terpaksa memberikan lebih banyak uang untuk Yunani dalam usaha mereka untuk menghindari kebangkrutan yang akan menyebabkan kekacauan. Komisioner Eropa untuk Masalah Ekonomi dan Finansial, Olli Rehn, mengatakan: ”Bagaimanapun kita melihatnya, sangatlah pasti kalau kebangkrutan atau keluarnya Yunani dari zona euro akan menyebabkan ongkos politik, sosial, dan ekonomi yang dramatik, tidak hanya bagi Yunani tetapi juga bagi semua anggota euro dan EU lainnya, dan juga para partner global kita.”
Pada awal krisis ini, kaum borjuis menenangkan jiwa mereka dengan gagasan bahwa hanya negara-negara pinggiran Eropa yang bermasalah. Tetapi ini semakin meluas setiap harinya. Pasar-pasar saham Eropa mengalami penurunan yang tajam. Gagasan bahwa kita dapat mengisolasi Yunani – atau Inggris, atau Irlandia – adalah sebuah ilusi yang bodoh. Mereka semua ada di dalam perahu yang sama, dan kenyataan bahwa beberapa dari mereka adalah penumpang kelas satu tidak akan menyelamatkan mereka ketika perahu ini mulai bocor di tempat duduk penumpang kelas dua.
Apa arti semua ini bagi rakyat Irlandia dan Portugal? Ini berarti bahwa semua pengorbanan mereka adalah sia-sia. Para buruh dan tani Irlandia telah diminta untuk membuat pengorbanan yang semakin besar untum membayar peminjam uang. Tetapi seperti di Yunani, serangan-serangan yang terus menerus atas standar hidup mereka hanye melemahkan ekonomi. Irlandia sekarang bahkan semakin tidak mampu membayar utang-utangnya.
Bila Yunani bangkrut dan tidak membayar utangnya, orang-orang Irlandia dan Portugis akan mengatakan: ”Mengapa kita harus membayar?” Oleh karenanya, konsekuensi dari bangkrutnya Yunani adalah sangat serius. Ini akan memercikkan reaksi berantai jatuhnya bank-bank di negara-negara lain. Bank-bank Prancis sangatlah terekspos pada Yunani. Mereka meminjamkan banyak uang kepada Yunani. Begitu juga bank-bank Jerman. Bank-bank Austria terekspos pada Italia, dan seterusnya. Akibatnya akan sangat berbahaya bagi Eropa, dan tidak hanya Eropa.
Pasar akan kehilangan kepercayaan terhadap bank-bank Eropa, yang mengancam untuk memprovokasi sebuah krisis perbankan tidak hanya di Spanyol dan Italia tetapi juga Prancis dan Belgia. Bank Franco-Belgia Dexia harus dinasionalisasi pada bulan Oktober untuk mencegah kejatuhannya. Ini semestinya adalah “bank yang sehat”. Bahkan ia meraih ranking 12 dari 90 bank yang menjalankan “uji stress” dari Otoritas Perbankan Eropa pada Juli 2011. Saham-saham tiga bank Prancis anjlok karena utang Yunani. Moody’s menurunkan rating Credit Agricole dan Societe Generale, dan meninggalkan tanda tanya besar di atas BNP Paribas.
Bank-bank Prancis terutama sangat terekspos pada Yunani. Total utang Prancis adalah 1.6 trilyun euro, atau 83% dari GDP. Utang negara meningkat 7-8% tiap tahunnya, kendati pemotongan-pemotongan yang sudah mereka lakukan. Pada tahun 2011 defisit anggarannya adalah sebesar 150 milyar euro. Bila ini berlanjut, maka ini akan membawa keruntuhan finansial seperti di Yunani. Inilah yang mendorong Sarkozy untuk mengatakan bahwa ia akan “melakukan apapun untuk menyelamatkan Yunani.” Tetapi ”bantuan” seperti ini adalah seperti dipeluk dengan kawat berduri.
Masalahnya adalah, semua orang ingin menyelamatkan euro, tetapi tidak ada seorangpun yang ingin merogoh kantong mereka. Adalah sebuah keputus-asaan ketika para pemimpin Eropa memohon kelompok BRICS – Brasil, Rusia, India, China/Tiongkok, dan Afrika Selatan – untuk menyediakan uang untuk menyelesaikan masalah mereka.
Semua pembicaraan ini tidak menyelesaikan masalah. Sarkozy pergi ke Tiongkok, di mana dia diberitahu secara sopan bahwa Tiongkok tidak siap untuk membantu. Alasannya adalah karena mereka tidak yakin kalau mereka akan mendapatkan uang mereka kembali. Mereka juga takut kalau ekonomi mereka sendiri mungkin akan melamban, dan mereka akan membutuhkan uang ini untuk membantu diri mereka sendiri. Seperti yang diketahui semua orang, amal dimulai di rumah sendiri.
Italia
Kanselir Jerman, Angela Merkel, telah memperingatkan bahwa zona euro akan terancam ”efek domino” bila ia tidak bersatu. ”Prioritas utama adalah mencegah insolvensi yang tak terkontrol, karena ini tidak hanya akan mempengaruhui Yunani, dan bahaya yang akan menimpa semua orang – atau setidaknya sejumlah negara – adalah sangat besar.” Ia mengatakan, ”Saya telah menjelaskan posisi saya dengan sangat jelas, bahwa segala sesuatu harus dilakukan untuk menjaga persatuan Zona Eropa secara politik, karena kita akan mengalami efek domino.”
Ini bukanlah sembarang kalimat. Krisis ini menyebar dengan cepat. Utang Italia telah mencapai 120% GDP. Biaya meminjam Italia mencapai tingkat tertinggi karena ketakutan utang ini. Pada September 2011, suku bunga untuk obligasi pemerintah 5-tahun Roma naik dari 4.93% menjadi 5.6%, tetapi segera ini meningkat menjadi 7.5%. Bila suku bunga ini terus di atas level ini, maka pasar akan mengembangkan momentum yang tidak dapat dihentikan lagi.
Italia adalah salah satu anggota negara-negara industrial G7, dan ekonomi ketiga terbesar di Zona Eropa. Krisis di Italia akan membawa pengaruh yang sangat besar terhadap Eropa. Pemicu dari ketidakpastian pasar adalah ketidakstabilan pemerintahan Roma. Skeptisisme dalam terhadap situasi finansial negeri ini adalah yang menyebabkan jatuhnya Berlusconi.
Kapitalisme Italia ada di belakang pesaing-pesaing utamanya. Kelemahan ini secara parsial tertutupi oleh boom kapitalisme, tetapi dengan kejam terekspos oleh krisis finansial global. Semenjak mulainya krisis ini, Italia hanya bisa tumbuh 1% tiap tahunnya. Pada kuartal pertama 2011, pertumbuhannya hanya 0.1%, jauh di bawah rata-rata Zona Eropa 0.8%, tanpa prospek pemulihan. Para investor tiba-tiba mulai bertanya bagaimana pemerintahan di Roma akan dapat membayar utang-utang mereka.
Di bawah kondisi ini, Presiden Giorgio Napolitano memohon kepada pihak oposisi untuk “persatuan nasional”. Dan dia segera mendapatkan apa yang diinginkannya. Ketiga partai oposisi di parlemen berjanji tidak akan menghalangi kebijakan-kebijakan penghematan. Tetapi program Berlusconi terlalu kecil untuk para bos-bos dan terlalu banyak untuk para buruh. Parlemen Italia meloloskan paket penghematan 54.2 milyar euro dari pemerintahan Berlusconi, tetapi ini segera disusul dengan demonstrasi dan pemogokan umum pada awal September.
Oleh karenanya, kelas penguasa tahu bahwa mereka tidak dapat mengandalkan Berlusconi untuk membela kepentingan mereka, dan inilah mengapa mereka menentangnya. Presiden Giorgio Napolitano mengintervensi dan meminta Berlusconi untuk mundur. Dia kemudian mengangkat Mario Monti, seorang senator seumur-hidup, dan segera memberinya tugas untuk membentuk pemerintahan yang baru. Pemerintahan ini terbentuk dari para “teknokrat”, bankir, pengacara, dan pakar-pakar yang tidak terpilih. Tugas dari pemerintahan semacam ini adalah untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan penghematan dengan cepat. Awalnya, pemerintahan ini mendapat dukungan dari semua kelompok politik di parlemen Italia, kecuali Liga Utara.
Cara bagaimana Monti dipaksakan ke rakyat sebagai perdana menteri adalah sebuah indikasi berapa parahnya krisis ini. Kaum borjuis Eropa sedang memerintah seluruh negara-negara dengan mengangkat para bankir dan birokrat EU (Papadimos di Yunani adalah mantan Wakil Presiden Bank Sentral Eropa), dan dengan sementara melupakan demokrasi parlementer borjuis.
Kendati propaganda terus menerus yang mendukungnya dan kepuasan umum melihat mundurnya Berlusconi, pemerintahan Monti tidak mendapatkan dukungan riil dari populasi. Karakter dari kebijakan-kebijakan ekonominya sangatlah jelas bagi kaum buruh, dan hanya karena kepemimpinan CGIL yang membela kebijakan ini mati-matian yang mencegah mobilisasi massa untuk melawan pemotongan pensiun, pemotongan anggaran sosial, dan serangan-serangan terhadap hak-hak buruh. Akan tetapi, ini telah menggoncang partai-partai yang mendukung pemerintahan Monti, seperti yang ditunjukkan oleh hasil pemilu-pemilu daerah. Sayap sentris-kanan hancur, dan bahkan Partai Demokratik membayar harga yang mahal akibat dukungannya untuk pemerintahan “persatuan nasional”. Semua ini menandai akhirnya pemerintahan koalisi ini, yang akan membersihkan jalan untuk radikalisasi dan polarisasi sosial dan politik yang besar.
Di bawah situasi ini kaum borjuis biasanya tidak ada jalan lain kecuali melewati tahapan pahit pemerintahan ”Tengah-Kiri”, di mana para pemimpin-pemimpin mantan-komunis akan sangat antusias untuk terlibat di dalamnya. Para pemimpin “Kiri” di Italia tingkah lakunya sama seperti di negara-negara lain. Segera setelah kelas penguasa mengangkat jari mereka, mereka akan segera terburu-buru mencoba meyakinkan para kapitalis bahwa mereka adakah ”negarawan yang bertanggungjawab” yang dapat diandalkan untuk menduduki jabatan tinggi. Tingkah laku yang memalukan ini mungkin dapat meyakinkan kelas penguasa bahwa kaum ”Kiri” dapat dipercayai untuk menjalankan kapitalisme, tetapi kelas buruh harus membayar harga yang mahal untuk ”tanggungjawab” ini.
Para ekonomi telah berulangkali menekankan bahwa ”Italia bukanlah Yunani atau Portugal” dan ”Pondasi ekonomi Italia tidaklah begitu buruk.” Ini mungkin saja benar, tetapi ini tidak akan meyakinkan pasar yang sekarang dalam situasi khawatir. Koran Corriere della Sera memohon ketenangan: ”Tidaklah menolong sama sekali bila kita terusik oleh para spekulator internasional. Bila kita bertindak serius maka tidak ada yang perlu kita takuti. Sayangnya, kita belumlah bertindak serius. Dan untuk ini, pasar harus membayarnya.”
Masalahnya adalah: bagaimana Italia harus mendemonstrasikan “keseriusan” mereka kepada pasar? Jawaban ini diberikan oleh Yunani: hanya dengan pemotongan-pemotongan besar terhadap taraf hidup. Mood yang sekarang masih menerima akan segera berubah menjadi kegeraman. Yang kita saksikan di Yunani akan terulang di Italia, kendali seluruh usaha dari para pemimpin Italia untuk menghindarinya.
Jerman dan Euro
Dua puluh tahun yang lalu, setelah runtuhnya Uni Soviet, kelas penguasa Jerman punya ambisi yang besar. Mereka ingin agar Jerman yang tersatukan akan mendominasi Eropa, mencapai melalui otot ekonominya apa yang Hitler gagai capai dengan cara militer. Selama 2 dekade terakhir, Prancis terdorong ke urutan ke dua dan sekarang Jerman menguasai Eropa.
Sekarang ambisi kelas penguasa Jerman telah meledak di depan mukanya. Nasib ekonomi Jerman sekarang terikat pada Eropa, yang seperti rumah sakit orang-orang yang sakit terminal. Gagasan mengenai Uni Eropa yang rapat bersatu masihlah menarik bagi sejumlah lapisan kelas penguasa Jerman yang masih bermimpi. Tetapi 20 tahun terakhir ini juga telah meyakinkan Jerman bahwa ambisi seperti ini membawa ongkos yang sangat besar. Kontradiksi ini telah terungkap oleh debat baru-baru ini mengenai kemungkinan dibentuknya ”Surat Obligasi Eropa”.
Jerman tingkat utangnya relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Di dekade terakhir, kapitalis Jerman telah dengan tanpa belas kasihan memeras keringat buruh Jerman. Pada tahun 1997-2010, produktivitas per jam manufaktur Jerman meningkat 10 persen, sementara gaji dipotong dengan jumlah yang sama. Oleh karena ini, ongkos buruh per unit dipotong 25 persen relatif dengan negara-negara Eropa lainnya. Walaupun buruh Jerman gajinya relatif lebih tinggi, eksploitasinya lebih tinggi. Inilah rahasia dari kemajuan Jerman. Masalahnya adalah pada akhirnya mereka harus menjual produk-produk mereka.
Selama periode boom, Yunani – dan negara-negara Eropa lainnya – membeli produk Jerman dengan kredit Jerman. Ini adalah boom konsumen, dan juga boom perbankan. Jerman meminjamkan banyak uang dan meraup banyak uang dari bunga pinjaman. Tetapi semua ini ada batasnya.
Kekuatan Jerman hanya tampak di permukaan. Nasib ekonomi Jerman tergantung pada apa yang terjadi di seluruh Eropa. Bila euro menurun, maka ini akan mempengaruhi Jerman. Jerman diharapkan untuk memanggul seluruh Eropa di punggungnya, tetapi pundaknya terlalu sempit untuk memanggul beban sebesar itu. Jerman mencoba mencegah bangkrutnya Yunani, tetapi bukan karena kebaikan hati mereka, tetapi guna menyelamatkan bank-bank Jerman. Mereka tidak ingin ini menyebar ke negara-negara lain. Bank-bank Jerman memegang 17 milyar euro utang Yunani, tetapi mereka memegang 116 milyar euro utang Italia.
Jerman harus mendukung Yunani. Mereka tidak punya pilihan lain. Akan tetapi, Jerman tidak akan bisa membayar kebangkrutan Spanyol dan Italia, dan mem-bail-out mereka. Kenyataan ini semakin menjadi nyata di Berlin, sehingga menyebarnya krisis ekonomi ini mengancam menyeret Jerman. Mereka telah gagal menyelesaikan krisis Yunani dengan injeksi uang yang besar. Dan tidak ada cukup uang di Bundesbank untuk menghapus utang-utang Spanyol dan Italia,
Inilah mengapa gagasan “Surat Obligasi Euro” ditentang oleh Jerman, yang harus menanggung biaya ini. Ini akan memerlukan negosiasi perjanjian EU yang baru. Ini akan menjadi pengalaman yang paling menyakitkan, yang jauh dari menyatukan Eropa, tetapi justru akan mengekspos semua kontradiksi-kontradiksi dan friksi-friksi antara negara-negara Eropa. Alih-alih menciptakan Eropa yang tersatukan, ini akan mempercepat perpecahan EU.
Eropa dan Amerika
Bila Yunani jatuh, maka masalah yang segera mencuat adalah menyebarnya penularan (contagion) ini ke negara-negara lain. Irlandia, Portugal, Spanyol, dan Italia akan jatuh seperti kartu domino. Bank-bank akan berjatuhan, dimulai dari bank-bank Yunani dan Cypriot, dan kemudian menyebar ke sistem finansial Inggris dan Amerika, yang kedua-duanya rapuh. Keruntuhan ekonomi Eropa akan mengirim gelombang tsunami ke lautan Atlantik, menekan dolar AS dan mengancam ekonomi AS.
Inilah mengapa AS mengikuti krisis Eropa dengan sangat khawatir. Mereka menekan Eropa untuk merapikan rumah mereka, tetapi dengan nyamannya melupakan rumah mereka sendiri. AS menderita ”Attention Deficit Disorder”, dan juga menderita krisis pertumbuhan, tingkat pengangguran yang tinggi dan krisis politik yang dalam.
Amerika menuntut Jerman untuk menyelamatkan Eropa dari krisis. Jerman harus memotong pajak. Mereka harus meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Mereka harus mengirim lebih banyak uang ke Yunani. Mereka harus memimpin stimulus fiskal yang terkoordinasi di seluruh Eropa. Jerman harus melakukan ini dan itu. Tetapi siapakah Amerika yang menyuruh-nyuruh Jerman?
Sekretaris Bendahara AS Timothy Geithner memperingatkan bahwa kegagalan EU untuk menyelesaikan krisis Yunani akan menjadi ancaman serius bagi perekonomian dunia. Geithner menghadiri pertemuan antara menteri-menteri keuangan Eropa dan para bankir utama Polandia, di mana ia menggurui mereka seperti layaknya seorang kepala sekolah menggurui anak-anak kecil. Setelah itu dia mengatakan bahwa negara-negara Eropa ”harus menyadari bahwa mereka harus melakukan lebih” untuk menyelesaikan krisis ini.
Ya, kata Eropa, tetapi siapa yang harus membayar ini? Hanya ada satu jawaban: Jerman dan Prancis, atau lebih tepatnya, Jerman. Mereka yang membual mengenai Marshall Plan untuk Yunani sekarang harus mengeluarkan uang mereka. Tetapi lebih gampang berbicara daripada berbuat. Ini segera mengedepankan masalah-masalah politik yang tidak dapat dengan mudah diatasi.
Analogi dengan Marshall Plan tahun 1948 tidaklah tepat. Setelah Perang Dunia Kedua, AS menyelamatkan kapitalisme Eropa dengan suntikan kapital yang besar melalui Marshall Plan. Tetapi sekarang kondisinya sangatlah berbeda. Pada tahun 1945, AS memiliki 2/3 emas dunia di Fort Knos, dan oleh karenanya dolar AS sangat kuat seperti emas. Tetapi saat itu AS adalah kreditor (pemberi utang) terbesar di dunia, sekarang AS adalah debitor (peminjam utang) terbesar. Alih-alih memberikan bantuan ke Eropa, Obama memohon Eropa untuk menyelesaikan masalah mereka dengan sendirinya, atau pemulihan ekonomi AS yang rapuh akan sangat terancam.
Terlebih lagi, ketika Marshall Plan diimplementasikan, ekonomi kapitalis dunia sedang memasuki fase kenaikan yang berlangsung selama 3 dekade. Hari ni tidak ada satupun faktor tersebut yang eksis. Jerman sekarang adalah kekuatan yang memimpin Eropa, tetapi ia tidak memiliki cadangan ekonomi yang tak terbatas seperti AS pada tahun 1945. Walaupun ia adalah ekonomi yang kuat, dia tidak cukup kuat untuk menanggung beban dari defisit Yunani, Irlandia, Portugal, Spanyol, Italia, dan yang lainnya. Terlebih penting lagi, Eropa dan dunia tidak sedang memasuki fase kenaikan, tetapi sebaliknya sedang memasuki era resesi yang baru dan periode kesulitan ekonomi dan program penghematan yang berkepanjangan.
Amerika Serikat
AS sendiri hampir bangkrut dan tidak mampu membayar utang publik sebesar 14.3 trilyun dolar AS pada Agustus 2011, ketika administrasi Obama pada menit-menit terakhir membuat perjanjian baru untuk menaikkan limit utang mereka. Krisis ini menyebabkan perpecahan yang terbuka dan pahit antara kaum Republikan dan Demokrat, yang mewakilkan lapisan-lapisan kelas kapitalis yang berbeda.
Sampai baru-baru ini, tidak ada yang berbicara mengenai utang AS yang besar. Tetapi sekarang ini telah berubah, semenjak agen rating Standard & Poor’s mengumumkan pada Agustus 2011 bahwa ia menurunkan rating kredit AS ke AA+ dari AAA. Moody’s mengatakan mereka juga sedang mempertimbangkan menurunkan rating kredit AS, dengan merujuk pada kemungkinan yang semakin meningkat bahwa AS tidak akan mampu membayar utang obligasi mereka.
Pemerintahan AS sekarang anggarannya defisit $1.5 trilyun, yang memaksanya untuk mengeluarkan surat-surat utang. Utang publik $14.3 trilyun adalah peningkatan tajam dari $10.6 trilyun ketika Obama memangku jabatan presiden pada Januari 2009. Kebanyakan adalah utang publik, sementara sisanya dipegang oleh rekening pemerintahan AS.
Ini bukanlah pertama kalinya Kongres memungut suara untuk menaikkan limit utang, memberikan akses utang kepada pemerintah. Semenjak 2001, Kongres Amerika telah menaikkan limit utang ini 10 kali. Semenjak Mei, pemerintahan federal AS telah melakukan perubahan-perubahan pengeluaran dan akuntansi, dan juga penerimaan pajak yang lebih tinggi daripada biasanya, untuk bisa terus beroperasi. Ketua US Federal Reserve, Ben Bernanke, telah mengatakan bahwa kebangkrutan AS alan menyebabkan ”krisis besar”. Ini adalah pernyataan yang kurang tepat. Kebangkrutan AS akan menjadi skenario kiamat di dalam pasar uang dunia.
Walaupun kedua partai Republik dan Demokrat membela kepentingan kelas kapitalis, mereka berbeda pendapat mengenai bagaimana cara membela sistem ini. Partai Republik ingin pemotongan-pemotongan yang dalam. Obama siap menerima program pemotongan, tetapi ingin menyenangkan kelas pekerja dengan meningkatkan pajak terhadap kaum kaya. Tetapi ini bertentangan dengan kaum Republikan di Kongres, yang berada di bawah pengaruh kaum fanatik Tea Party yang tidak menginginkan pajak sama sekali. Pada akhirnya mereka terpaksa tiba pada satu perjanjian dengan menaikkan batasan utang, seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya. Tetapi perjanjian ini terikat pada 1 trilyun dolar pemotongan yang sekarang telah terpicu oleh kegagalan ”Super Committee” untuk setuju mengenai pemotongan yang lebih dalam.
Sampai sekarang, dolar masih bertahan karena ia masih dilihat sebagai tempat yang aman di saat ketidakstabilan finansial dan moneter dunia. Tetapi bila defisit AS terus berlanjut, kepercayaan terhadap nilai dolar akan jatuh, dan ini akan mengakibatkan penjualan mata uang dolar AS besar-besaran dan jatuhnya nilai dolar AS dengan cepat. Federal Reserve percaya bahwa kemungkinan resesi di AS pada tahun 2012 adalah 50/50. Menurut ekonom AS, Travis Berge, “Akal sehat mengatakan bahwa situasi ekonomi AS yang rapuh tidak akan dapat menaham goncangan yang datang dari seberang lautan Atlantik. Kebangkrutan utang negara Eropa dapat menenggelamkan AS ke resesi kembali.” Inilah mengapa AS sangat khawatir mengenai Yunani dan masa depan euro. Sampai sekarang, perhatian dari pasar uang telah terkonsentrasikan ke Eropa. Tetapi runtuhnya euro akan segera mengungkapkan kelemahan mata uang dolar AS.
Dari Wisconsin ke Wall Street
Krisis ekonomi ini sangat memukul AS, dan pengaruhnya yang paling dramatis akan terjadi disana. Pemulihannya sangatlah lemat. Pada kenyataannya, tingkat penciptaan lapangan kerja adalah lebih sedikit daripada tingkat pertumbuhan populasi, apalagi untuk bisa menutup 8 juta pekerjaan yang hilang semasa krisis. Selama kuartal ketiga 2011, ada 1226 pemecatan massal, yang melibatkan 184.493 buruh. Inilah yang dimaksud dengan pemulihan baru-baru ini.
Pertumbuhan ekonomi yang ada datang dari peningkatan eksploitasi dari para pekerja yang masih ada. Ekstrasi nilai surplus absolut dan relatif terus meningkat belakangan ini. Dalam kata lain, buruh bekerja semakin lama dan semakin keras untuk gaji yang semakin sedikit. Ini meningkatkan GDP dan laba. Tetapi ini tidak menciptakan lapangan kerja. Tingkat pengangguran resmi adalah 9 persen, tetapi angka yang sebenarnya kemungkinan besar dua kali lipat. Jutaan sudah tidak lagi masuk hitungan karena sudah tidak lagi mencari kerja. Ada 5 penganggur yang mencari kerja untuk setiap pekerjaan yang tersedia. Ini tidak termasuk mereka yang sudah menyerah dalam mencari pekerjaan. 14 persen rakyat sekarang bergantung pada tiket makanan (food stamp) dan tingkat kemiskinan AS mencapai rekor tertinggi.
Pada saat yang sama, Fortune 500 List menunjukkan bahwa pada tahun 2010, tingkat laba perusahaan-perusahaan Fortune 500 meningkat 81 persen. 500 perusahaan dan subsidiari mereka menghasilkan pendapatan $10.8 trilyun, meningkat 10 persen dari tahun 2009. Ini dari total GDP sebesar $14.7 trilyun. Ini berarti 500 perusahaan ini menghasilkan 73.5% dari GDP AS. Begitu terkonsentrasinya kekayaan di Amerika. Top 10 perusahaan Fortune 500 memperkerjakan lebih dari 4 juta pekerja.
Semua ini menjelaskan menurunnya dukungan terhadap Obama dan Demokrat pada pemilihan mid-term. Ada kekecewaan yang semakin besar, dan ini menemukan ekspresinya secara praktikal. Protes-protes massa di Wisconsin menunjukkan bahwa ada sesuatu yang berubah di Amerika. Protes-protes ini bukan sesuatu yang biasa. Biasanya orang-orang hanya berdemo satu hari dan lalu pulang. Tetapi terinspirasi oleh peristiwa-peristiwa di Mesir, protes-protes ini membesar, dengan puluhan ribu orang di jalan-jalan Madison, didukung oleh para pemadam kebakaran dan sejumlah polisi yang bersolidaritas. Banyak dari para polisi ini yang mengenakan tulisan ”polisi mendukung buruh” di punggung mereka.
Di antara slogan-slogan yang terdengar adalah ”Berjuang seperti rakyat Mesir” dan ”Dari Kairo sampai Madison, Buruh Bersatulah”. Pada bulan Oktober 2010, AFL-CIO mengorganisir demo buruh di Washington DC. Ini adalah demonstrasi buruh nasional pertama semenjak tahun 1981. Para pemimpin buruh ini ingin mengubahnya menjadi demo pro-Demokrat, tetapi ini tidak menemukan gaung di antara buruh.
Lalu, AS digoncang oleh demo-demo “menentang keserakahan korporasi”. Protes-protes ini, yang diorganisir secara spontan oleh Gerakan Okupasi Wall Street, mulai membuat khawatir kaum borjuis. New York Times Sunday Review menulis editorial (8 Oktober, 2011) yang cukup menarik untuk dikutip:
“Pada saat ini, pesan dari protes ini adalah: kesenjangan pendapatan sedang menghancurkan kelas menengah, meningkatkan jumlah orang miskin, dan mengancam terciptanya selapisan pengangguran yang mampu dan dapat bekerja. Di satu pihak, para demonstran, yang kebanyakan dari mereka adalah kaum muda, sedang memberikan suara kepada generasi yang kehilangan kesempatan …
“Namun, demo-demo ini lebih dari pemberontakan kaum muda. Masalah-masalah yang dihadapi oleh para demonstran ini hanyalah satu ilustrasi dari berbagai cara di mana ekonomi ini gagal bekerja untuk kebanyakan rakyat Amerika. Mereka benar ketika mereka mengatakan bahwa sektor finansial, dengan para regulator dan pejabat-pejabat terpilih berkolusi. Mereka memompa besar balon kredit dan lalu meraih laba besar darinya, dan balon kredit ini lalu meletus dan merampas dari jutaan rakyat Amerika pekerjaan mereka, pendapatan mereka, simpanan mereka, dan rumah-rumah mereka. Dan setelah mereka melewati masa-masa yang sulit ini, rakyat Amerika juga kehilangan kepercayaan pada pemulihan.
Kegeraman awal ini telah diperparah dengan bail out dan para pejabat yang lapar akan uang-uang kampanye dari Wall Street, sebuah kombinasi beracun yang telah membuktikan kekuasaan ekonomi dan politik dari bank-bank dan para bankir, sementara rakyat jelata Amerika menderita.
Adalah sebuah mitos bahwa rakyat Amerika secara alamiah adalah reaksioner. Mari kita ingat apa yang tertulis di Kitab Suci: ”Karena yang pertama akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang pertama.” Ini adalah dialektika murni! Justru karena buruh Amerika lebih terbelakang secara politik dibandingkan buruh-buruh Eropa maka mereka akan dapat melompati mereka.
CNBC berkoar bahwa para demonstran ”mengibar-ngibarkan bendera-bendera aneh mereka” dan ”bersekutu dengan Lenin”. Sayangnya penilaian ini agak prematur. Para demonstran – setidaknya kebanyakan dari mereka – belumlah bersekutu dengan Lenin. Tetapi mereka sedang belajar dari pengalaman. Dan sejumlah pukulan dari pentungan polisi mengajarkan mereka lebih mengenai karakter dari negara kapitalis daripada membaca Negara dan Revolusi.
Walaupun buruh Amerika tidak memiliki partai buruh massa, mereka juga tidak membawa beban kepemimpinan reformis yang menggunakan otoritasnya untuk mencegah majunya kaum buruh, seperti di Eropa dan tempat-tempat lain. Mereka masihlah segar dan tidak memiliki prasangka-prasangka refomis dan Stalinis seperti buruh Eropa. Buruh Amerika dapat berkembang sangat cepat ketika mereka mulai bergerak.
Ini dapat terlihat di gerakan Okupasi. Represi polisi yang kejam yang dihadapi oleh gerakan Okupasi di Oakland juga ditemui dengan betapa takutnya kelas penguasa AS terhadap potensi revolusioner dari gerakan ini. Satu indikasi dapat terlihat dari seruan pemogokan umum untuk merespon represi polisi yang brutal, sebuah langkah positif ke arah yang tepat, yang menunjukkan kesadaran insting dari kaum muda untuk membentuk hubungan dengan buruh yang terorganisir. Ini adalah pertama kalinya dalam 70 tahun gagasan pemogokan umum satu kota didiskusikan secara terbuka oleh sejumlah lapisan gerakan serikat buruh di Amerika Serikat.
Gerakan Okupasi pada kenyataannya hanyalah pucuk dari gunung es. Kekalahan undang-undang anti-serikatburuh melalui referendum di Ohio pada bulan November 2011 adalah satu lagi indikasi. 60% suara yang menolak hukum ini merupakan kemenangan besar bagi serikat buruh, yang menggunakan sumber dayanya untuk mencapai kemenangan ini. Ini menunjukkan mood yang sedang berkembang di antara buruh AS.
Marx dan Engels mengedepankan perspektif partai buruh untuk pecah dari partai-partai borjuis. Pembentukan partai semacam ini akan menjadi satu peristiwa bersejarah di Amerika Serikat. Bahkan bila partai ini dibentuk di atas program reformis, ini akan menjadi magnet yang akan segera menarik ke dalamnya buruh-buruh yang terorganisir dan tidak-terorganisir, kaum muda, orang-orang kulit hitam, Latino, kaum perempuan, dan para penganggur. Di bawah kondisi krisis sosial, partai buruh Amerika dapat bergerak ke kiri dengan tajam, dan segera berkembang ke arah sentrisme (sentrisme di sini dalam kosakata Marxisme adalah kondisi politik di antara reformisme dan revolusi, bukan antara Kiri dan Kanan).
Setelah Wisconsin dan Occupy, gerakan ini telah bergerak ke perbatasan utara ke Kanada Prancis. Merespon kenaikan uang sekolah sebesar 75%, mahasiswa Quebec memulai pemogokan tanpa-batas pada 14 Februari. Gerakan ini membesar menjadi pemogokan terbesar dan terlama dalam sejarah Kanada, dengan 170 ribu terus mogok dan lebih dari 300 ribu berpartisipasi dalam berbagai bentuk. Ini juga telah membawa demonstrasi terbesar dalam sejarah Quebec (dan Kanada), dengan 300 ribu orang yang turun ke jalan (populasi Quebec tidak lebih dari 8 juta). Membalas ini, pemerintah Quebec mengimplementasikan hukum darurat yang melarang lebih dari 50 orang untuk berkumpul, dan mendenda demonstrasi. Ini menunjukkan bahwa bagi kaum borjuasi, pada periode penghematan ini, hak-hak demokrasi hanya bisa dipertahankan selama kaum buruh dan mahasiswa tidak menggunakan hak-hak demokrasi untuk perjuangan yang sesungguhnya. Kenyataan bahwa ini terjadi di Kanada yang “beradab” menunjukkan bahwa ini juga dapat terjadi di mana-mana. Mobilisasi yang luar biasa ini adalah sesuatu yang baru di dalam sejarah Kanada, tetapi ini juga adalah kelanjutan dari perjuangan internasional melawan penghematan. Seperti yang kita saksikan pada perjuangan-perjuangan lampau, seperti Prancis 1968, para mahasiswa dapat menjadi percik yang menginspirasi gerakan buruh. Keterlibatan kelas buruh secara luas diperlukan bila gerakan ini ingin berhasil. Berhasil atau tidak gerakan mahasiswa ini, gerakan ini akan meninggalkan bekas yang permanen dan akan membuka jalan untuk perjuangan-perjuangan di hari depan.
Rusia
Di Rusia, restorasi kapitalis telah menyebabkan sebuah bencana ekonomi yang seperti menderita kekalahan perang. Akan tetapi, ekonomi tidak bisa terus dalam keadaan runtuh. Krisis 1998 mengakibatkan devaluasi rubel yang tajam, yang akhirnya menyebabkan jatuhnya impor, meningkatnya ekspor, dan pemulihan parsial industri Rusia. Ini, pada gilirannya, didorong oleh boom kapitalisme dunia dan permintaan yang tinggi terhadap minyak dan gas Rusia.
Inilah basis material dari keseimbangan sosial yang sekarang ada di Rusia, yang bersifat relatif dan sementara. 10 tahun terakhir, presiden Putin menggunakan harga minyak yang tinggi untuk menjaga kestabilan rejimnya, yang mengkombinasikan aspek-aspek terburuk kapitalisme dengan fitur-fitur paling negatif dari rejim lama: birokrasi, korupsi, penipuan, dan represi pemerintah.
Standar hidup massa relatif meningkat pada periode ini (walaupun tidak mencapai tingkatan seperti saat Uni Soviet). Peningkatan ini terutama karena kenaikan upah di sektor publik dan pension. Akan tetapi, krisis 2008 telah menunjukkan bahwa ekonomi Rusia tidak punya basis yang kuat. Ekonominya tergantung pada permintaan minyak dan gas, dan ini membuatnya sangat tergantung pada pasar kapitalis dunia.
Selain itu, rakyat Rusia menderita efek-efek buruk dari korupsi, kapitalisme gangster, dan birokrasi yang merajalela. Sebagai akibatnya, kita saksikan gerakan oposisi yang luas, yang saat ini terutama merefleksikan kekecewaan lapisan luas borjuis kecil terhadap Putin.
Karena kontradiksi-kontradiksi di dalam masyarakat Rusia tidak dapat terekspresikan di dalam sistem parlemen, maka ia niscaya akan memanifestasikan dirinya dalam bentuk keresahan sosial yang luas. Semakin lama Putin dan kroni-kroninya ingin mempertahankan kekuasaan, semakin akut kontradiksi-kontradiksi ini.
Tingkat politisasi dalam masyarakat Rusia tumbuh cepat, dan mempengaruhi semua lapisan masyarakat, terutama kaum muda. Gerakan kaum borjuis kecil, mahasiswa, dsb. adalah petir yang mengumumkan datangnya badai. Faktor yang menentukan adalah kemunculan kelas buruh,yang sudah mulai mogok di sektor otomobil.
Asia
Kemanapun kapitalis mencari mereka tidak menemukan solusi. Ilusi bahwa Asia dapat menyelamatkan mereka dengan cepat menguap. Mereka dibangunkan oleh kenyataan bahwa Asia, kendati potensi produksinya yang besar, tidak akan dapat menggantikan hilangnya permintaan dan produksi di Eropa dan AS. Ini dicontohkan oleh Jepang, yang sudah berubah dari model negara yang tumbuh berkembang menjadi sebuah negara yang dijangkiti oleh stagnasi jangka panjang, pengangguran yang meningkat, dan kontradiksi sosial yang semakin besar.
Pada tahun 1990-an, pemerintahan Jepang memperkenalkan serangkaian program-program stimulus dan juga terpaksa memberikan sejumlah bail-out kepada bank-bank, misalnya sebesar 500 milyar dolar pada tahun 1998. Oleh karenanya, dari anggaran surplus pada tahun 1991, negara ini lalu menderita defisit 4,3 persen pada tahun 1996 dan 10 persen pada tahun 1998. Pada tahun 1995, utangnya sebesar 90% GDP. Hari ini sebesar 225 persen GDP, dan ekonominya terpukul oleh gempa bumi baru-baru ini, walaupun ekonominya sudah melamban bahkan sebelumnya.
Dari pertumbuhan pertahun 10 persen pada tahun 1960-an, lalu 5 persen pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekarang akhirnya pertumbuhan Jepang hampir nol persen setelah krisis 1997. Pada periode yang sama, pengangguran naik dari 1,5 persen (1960-1975) sampai 2,5 persen
Pasar tenaga kerja di Jepang juga sangat tinggi tingkat pekerjaan kasualnya. Lebih dari 40 persen dari tenaga kerja Jepang adalah paruh-waktu. Banyak pekerja yang sekarang dipekerjakan dengan kontrak-kontrak jangka pendek. Sudah berlalu hari-hari di mana pekerjaan adalah untuk seumur hidup, yang merupakan elemen kunci yang memungkinkan kestabilan sosial dan ekonomi untuk waktu yang panjang.
Sebagai konsekuensinya, rakyat mulai mengambil kesimpulan politik, terutama kaum muda. Ini telah meningkatkan jumlah demonstrasi dan juga semakin besarnya ketertarikan pada bacaan-bacaan kiri. Sebuah komik Jepang yang berdasarkan Kapital Marx adalah buku terlaris. Dan Partai Komunis Jepang yang beranggotakan 400 ribu lebih telah menarik ribuan kaum muda ke dalam barisannya.
Tiongkok
Sebelumnya, Tiongkok menyediakan ruang bernapas bagi perekonomian dunia yang sedang menghadapi stagnasi dan kemunduran. Tiongkok tidak dapat lagi memainkan peran ini. Ekonomi Tiongkok, walaupun masih mempertahankan tingkat pertumbuhan yang tinggi, sekarang sedang menunjukkan tanda-tanda menurun. Ini dapat membawa implikasi sosial dan politik yang serius. Kaum Marxis memahami bahwa pertumbuhan cepat perekonomian China pada periode terakhir telah menguatkan kelas buruh. Klik penguasa Tiongkok menghindari ledakan sosial karena pertumbuhan kekuatan produksi yang berkesinambungan telah memberikan rakyat harapan untuk perbaikan masa depan. Tetapi sekarang semua kontradiksi ini dengan mencuat ke permukaan.
Setelah sebuah periode pertumbuhan yang panjang, Tiongkok telah menunjukkan tanda-tanda perlambatan. Setelah tiga kuartal berturut-turut (Januari hingga September 2011), pertumbuhan semakin melamban. Ini karena pemerintah, karena khawatir akan inflasi yang terus meningkat, membatasi peminjaman uang dan meningkatkan suku bunga. Masalahnya permintaan AS dan Eropa terhadap barang-barang Tiongkok telah melemah.
Masalah terutama adalah bahwa ekonomi-ekonomi Asia yang tumbuh-cepat harus menjual barang-barang mereka ke pasar dunia. Tiongkok masih memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi. Industri-industrinya masih menghasilkan barang-barang murah. Tetapi Tiongkok harus mengekspor untuk melanjutkan produksinya. Di mana pasar untuk barang-barang ini bila ekonomi AS dan Eropa sedang mundur?
Seperti yang dikatakan oleh John W. Schoen, Produser Senior msnbc.com pada September 2011:
“Pembuat kebijakan di Tiongkok, ekonomi ketiga terbesar di belakang AS dan EU, menghadapi pilihan-pilihan sulit. Tingkat pertumbuhan yang cepat telah menyebabkan inflasi dua digit, menurut para analis – jauh lebih tinggi dari target pemerintah. Untuk memerangi inflasi ini, Beijing telah menaikkan suku bunga lima kali dan meningkatkan syarat cadangan bank sembilan kali semenjak Oktober [2010]. Bila pemerintah ini menekan terlalu keras, pelambatan ekonomi yang dalam dapat memutarbalik usaha-usaha Tiongkok untuk mengangkat ratusan juta rakyatnya dari kemiskinan.”
”Tiongkok juga harus menghadapi masalah perbankannya sendiri, setelah bertahun-tahun pinjaman pemerintahan yang besar untuk ekspansi perusahaan-perusahaan milik negara dan peningkatan infrastruktur.”
” ’Ada sistem dua-tier di Tiongkok dan saya pikir peminjaman utang yang sedang terjadi dan persentase utang yang tidak berperforma sekarang ada di level yang mengkhawatirkan,’ ujar David McAlvany, chief executive McAlvany Financial Group, kepada CNBC. ”Pada akhirnya, (bank-bank Tiongkok) akan menemui masalah’. ” [Recession’s second act would be worse than the first, http://bottomline.msnbc.msn.com/_news/2011/09/22/7900826-recessions-second-act-would-be-worse-than-the-first, By John W. Schoen, Senior Producer, September 22, 2011]
Pemerintahan Tiongkok telah menunjukkan bahwa mereka tidak memahami cakupan dari krisis yang meledak pada tahun 2008 di negara-negara kapitalis maju. Mereka melihatnya sebagai sebuah krisis yang akan segera berakhir dan mereka mengimplementasikan kebijakan mereka sesuai dengan harapan ini. Pada tahun 2008, mereka mengimplementasikan paket stimulus sebesar AS$586 milyar dengan tujuan menjaga ekonomi agar tidak tenggelam, dengan menciptakan permintaan internal yang lebih besar sementara pasar ekspor menyusut. Namun ini meningkat utang publik negara. Utang publik Tiongkok pada masa lalu meningkat dengan perlahan, dari nol persen GDP pada tahun 1978 sampai 7 persen pada tahun 1997, dan 20 persen pada tahun 2003. Tetapi akibat dari pengeluaran publik yang dilakukannya saat krisis kapitalis dunia, utang ini meningkat menjadi 37% GDP pada tahun 2010.
Seperti yang dilaporkan oleh The Global Post (8 Juli, 2011):
“Bank-bank Tiongkok telah melakukan peminjaman berlebihan seperti yang dilakukan oleh bank-bank Eropa. Minggu lalu, Beijing mengeluarkan laporan audit nasional yang menunjukkan bahwa pemerintah-pemerintah lokal berutang sebesar $1.65 milyar. Minggu ini, Moody’s mengatakan bahwa masalah ini jauh lebih buruh, sebesar $540 milar. Tetapi ini hanya utang pemerintahan lokal. Ini tidak termasuk surat-surat obligasi pemerintahan sentral yang besar, atau bank-bank yang dijamin oleh Beijing. Bahkan untuk ekonomi ajaib seperti Tiongkok, ini adalah utang yang besar.”
Di artikel yang sama, Victor Shih, seorang ahli ekonomi Tiongkok yang ada di Amerika, dalam menjawab pertanyaan ”Berapa banyak utang Tiongkok?”, menjelaskan seperti berikut:
“Ini tergantung pada apa yang kita ikutsertakan. Sebagian besar sektor-sektor ekonomi Tiongkok dimiliki oleh pemerintah. Utang dari perusahaan-perusahaan milik negara ini adalah apa yang disebut ‘contingent liability’ – pada akhirnya utang-utang mereka adalah tanggungjawab pemerintah. Bila kita ikutsertakan utang-utang ini, maka kita akan mendapatkan angka yang sangat besar, kira-kira 150 persen dari PDB Tiongkok atau lebih.”
“Definisi utang yang lebih sempit adalah utang dari pemerintah lokal atau pusat. Ini sekitar 80 persen dari GDP Tiongkok.”
Bagaimanapun kita ingin melihatnya, dengan meningkatkan pengeluaran publik besar-besaran, Tiongkok telah meningkatkan utang publiknya dengan sangat signifikan. Sampai sekarang, ia telah menyediakan stimulus dan menjaga tingkat pertumbuhan yang tinggi. Tetapi ini tidak akan bisa berlangsung selamanya. Utang Tiongkok masih rendah dibandingkan dengan negara-negara seperti Jepang, AS, dan banyak negara Eropa lainnya. Tetapi utang ini sedang meningkat. Selama perekonomian Tiongkok terus tumbuh, pemerintahan Tiongkok dapat membiayai utang ini, tetapi bila ada perlambatan ekonomi yang signifikan maka semua kontradiksi ini akan muncul di permukaan.
Selain dari krisis finansial di masa depan yang dapat meledak di Tiongkok, ada juga kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi ini telah menghasilkan kesenjangan yang besar dan terus meningkat. Tiongkok yang “komunis” adalah salah satu negara dengan kesenjangan terbesar di muka bumi. Segelintir orang telah menjadi kaya tetapi kondisi jutaan buruh seperti mereka-mereka yang hidup di Inggris jamannya Charles Dickens. Ini telah menciptakan ketegangan-ketegangan yang tak tertahankan, yang terefleksikan di dalam meningkatnya jumlah buruh muda yang bunuh diri, pemogokan, dan pemberontakan kaum tani.
Tingkat pertumbuhan yang tinggi tidak bisa dianggap sebagai jaminan untuk kestabilan sosial. Mesir tumbuh dengan rata-rata 5,5 persen semenjak tahun 2003, dan di sejumlah tahun tingkat pertumbuhannya lebih dari 7%. Tingkat pertumbuhan pesat ini berbarengan dengan gelombang pemogokan terbesar semenjak Perang Dunia II dan ini berakhir dengan revolusi. Ada sejumlah pelajaran dari ini untuk Tiongkok di masa depan. Pihak otoritas khawatir. Selama revolusi Mesir, badan sensor Tiongkok menghapus kata “Mesir” dari mesin-mesin pencari. Tiongkok telah membentuk polisi internet yang besar yang memonitor aktivitas online rakyatnya.
Mereka pikir bila mereka menghentikan orang-orang dari mencari tahu mengenai revolusi di negara-negara lain, mereka akan dapat menghentikan orang dari menarik kesimpulan-kesimpulan revolusioner mengenai situasi di Tiongkok. Tetapi masalahnya adalah apa yang akan menyebabkan pemberontakan revolusioner adalah kondisi hidup buruh dan tani Tiongkok. Dan tidak akan ada cukup polisi internet yang dapat menutupi ini dari rakyat Tiongkok.
Inflasi ada di atas 6 persen, yang cukup tinggi, tetapi inflasi harga makanan melebihi 13 persen. Belanja makanan menghabiskan lebih dari 1/3 pengeluaran konsumen Tiongkok. Kendati kebijakan-kebijakan pemerintah, inflasi tetap tinggi. Kebijakan-kebijakan seperti membatasi jumlah uang yang bisa dipinjamkan oleh bank dan meningkatkan suku bunga lima kali semenjak tahun 2010 tidak efektif.
Sebuah rejim totaliter adalah seperti pemasak tekanan (pressure cooker) yang katup pengamannya ditutup. Pemasak ini dapat tiba-tiba meledak, tanpa peringatan. Walaupun sulit mendapat informasi yang akurat, laporan-laporan yang terbit mengindikasikan bahwa gejolak-gejolak di Tiongkok menjadi lebih sering. Setiap tahun Tiongkok mengalami puluhan ribu pemogokan, protes kaum tani, dan kekacauan-kekacauan publik lainnya, yang seringkali berhubungan dengan kemarahan terhadap korupsi, penindasan dari pemerintah, dan penyerobotan tanah secara ilegal untuk perkembangan.
Harga bahan makanan adalah hal yang terutama mengkhawatirkan bagi pemerintahan Tiongkok, karena ini berimbas langsung terhadap jutaan buruh dan tani. Para pemimpin partai “komunis” takut kalau ini akan menciptakan gejolak sosial karena harga barang yang tinggi. Bentrokan-bentrokan tajam pasti akan muncul ke permukaan antara strata penguasa ekonomi dan politik dengan massa.
Krisis ekonomi global telah menyebabkan menurunnya laba dan investasi, sebuah situasi yang diperparah dengan kredit yang mengering. Ini memaksa banyak pabrik mencari kredit-kredit gelap yang bunganya sangat tinggi. Mereka menghadapi pilihan antara membayar bunga yang tinggi ini atau memotong gaji. Mereka harus memotong gaji atau bahkan tidak bisa membayar gaji sama sekali.
Pada November 2011, gubernur Guangdong mengatakan bahwa ekspor propinsi ini jatuh 9 persen pada bulan Oktober dibandingkan tahun sebelumnya. Para pemimpin propinsi juga sedang menghadapi protes-protes kaum tani yang meluas yang memprotes penyitaan tanah mereka. Pabrik-pabrik juga memotong jam lembur yang diandalkan oleh para buruh untuk menambahi gaji dasar mereka yang rendah. Di Shenzen dan Dongguan, dua pusat ekspor di propinsi Guangdong, telah kita saksikan pemogokan-pemogokan dan demo-demo di pabrik-pabrik mobil, sepatu, dan komputer.
Akademi Ilmu Sosial Tiongkok memperkirakan ada lebih dari 90 ribu “insiden massa” pada tahun 2005, dengan peningkatan pada dua tahun selanjutnya. Kelas penguasa sedang bersiap-siap untuk menghadapi gejolak dalam skala yang lebih besar. Tiongkok telah meningkatkan anggara keamanan mereka sebesar 13,8 persen pada tahun 2011, atau 624.4 milyar yuan. Untuk pertama kalinya di dalam sejarah, Tiongkok sekarang menghabiskan lebih banyak anggaran untuk ketertiban internal dibandingkan dengan pertahanan.
Ini mengindikasikan bahwa mereka sadar akan bahaya di mana kekecewaan-kekecewaan pada akhirnya akan meledak seperti ledakan yang menyapu rejim di Tunisia dan Mesir. Perkembangan-perkembangan yang meledak-ledak di Tiongkok dapat terjadi pada saat yang tak terduga. Kita harus siap.
India
Total populasi di India adaah 1.2 milyar pada tahun 2010, meningkat dari 434.0 juta pada tahun 1960, meningkat 178 persen selama 50 tahun terakhir. 17.54% populasi dunia ada di India, yang berarti 1 dari 6 orang di muka bumi tinggal di India. Bersama-sama dengan Tiongkok, India ditakdirkan memaikan peran yang menentukan dalam masa depan Asia dan dunia.
India, seperti Brasil dan India, meraih tingkat pertumbuhan tinggi karena boom perdagangan dunia. Tetapi ini tidak menyelesaikan satupun masalah dalam masyarakat India. Ini telah meningkatkan kesenjangan, dengan elit-elit semakin kaya sementara massa terus berada dalam kemiskinan yang menyedihkan.
Pada dekade terakhir, sekitar 159 juta orang memasuki populasi umur kerja, tetapi hanya 65 juta dari mereka yang mendapatkan pekerjaan. Produksi dan konsumsi makanan per kapita telah menurun untuk jangka menengah, dan kekurangan gizi di sana hampir sama seperti di Afrika Sub-Sahara. Hampir setengah dari anak-anak balita menderita kekurangan gizi yang akut, sepertiga dari orang dewasa menderita kekurangan enerji yang kronik. Indeks baru “kemiskinan multi-dimensional” (yang mengikutsertakan kekurangan gizi, mortalitas anak-anak, sekolah, listrik, sanitasi, air minum, lantai rumah, minyak masak, dan aset) menunjukkan bahwa ada lebih banyak orang miskin di delapan negara bagian India dibandingkan di seluruh Afrika Sub-Sahara.
Beginilah India setelah dua dekade “reforma-reforma ekonomi”, yang dikumandangkan sebagai modernisasi India dan mengubahnya menjadi ekonomi “harimau”. Akibat dari 20 tahun membuka perekonomian untuk penetrasi imperialis, hari ini 100 orang terkaya di India memiliki aset sebesar seperempat GDP negara tersebut, sementara lebih dari 80 persen rakyatnya hidup dengan pendapatan kurang dari 50 sen dolar sehari. Lebih dari 250 ribu petani, yang terdorong ke keputusasaan akibat lingkaran kemiskinan dan utang yang kejam, telah melakukan bunuh diri. Kesenjangan yang mencolok mata ini disebut “progres” oleh para pendukung pasar bebas. Dan hari ini krisis dunia telah mempengaruhi India.
Mata uang Rupee telah jatuh ke rekor terendah. Pada paruh kedua tahun 2011, ia jatuh 15%, dan penurunan ini tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Jatuhnya Rupee meningkatkan harga import bahan-bahan baku komponen, dan mesin-mesin bagi perusahaan-perusahaan India. Bila ini terus jatuh, maka ini akan meningkatkan inflasi, terutama dalam bahan bakar minyak yang 80 persen diimpor. Reserve Bank of India (RBI) meningkatkan suku bunga 12 kali semenjak Maret 2010, dari 4.75% sampai lebih dari 8 persen. Inflasi pada bulan Juli 2011 adalah 9.22 persen, yang jauh di atas target RBI sekitar 4 sampai 4.5 persen. Harga-harga makanan bahkan naik lebih cepat. 40 persen terbawah di India menghabiskan 65 persen dari pendapatan mereka untuk makan sehari-hari. Dengan harga makanan yang terus naik, mereka akan menghadapi malnutrisi atau bahkan kelaparan.
Kombinasi jatuhnya permintaan dunia, meningkatnya inflasi dan suku bunga yang semakin tinggi akan membahayakan ekspansi ekonomi India yang sering dipuji ini. Ini akan terefleksikan dalam kenaikan tingkat pengangguran dan turunnya taraf hidup. Jutaan orang akan menganggur, menjadi setengah penganggur, menjual makanan di pinggir jalan atau menjadi lapar.
Di berbagai daerah di India sudah ada gelombang demo-demo buruh, seperti pemogokan di pabrik Comstra Automotive Technologies di Maraimalai Nagar di Tamil Mandu, pemogokan 2500 buruh Bosch di Mumbai, dan pemogokan liar buruh pelabuhan Chennai untuk memprotes kematian rekannya dalam sebuah kecelakaan. Para buruh meraih kemenangan penting setelah dua minggu pemogokan yang panjang dan pahit di pabrik Maruti Suzuki di Manesar mengenai masalah pengakuan serikat buruh.
Partai-partai yang ada tidak memiliki solusi apapun. Akan ada pemilihan daerah pada tahun 2012 di Uttar, Pradesh, Gujarat, Punjab, Manipur, Uttarakhand dan Goa. Pemerintah Kongres dihadapi dengan kekalahan, tetapi BJP juga tidak popular. Partai Komunis, di mata banyak buruh dan kaum muda, telah kehilangan muka karena kebijakan-kebijakan reformis dan kolaborasi kelas mereka.
Keputusasaan massa ini ditunjukkan dengan menyebarkan insurgensi-insurgensi Maois, yang sekarang aktif di banyak Negara bagian. Pada tahun 2010, ada banyak serangan besar oleh kaum Maois, termasuk sebuah serangan terhadap kereta api yang membunuh lebih dari 150 orang sipil, serangan lainnya yang membunuh 26 polisi, dan lusinan serangan lainnya yang membunuh sejumlah pihak keamanan dan juga orang sipil. Serangan-serangan Maois ini terus berlanjut pada tahun 2011, termasuk pembunuhan 10 pejabat polisi di negara bagian Chhattisgarh. Kendati represi militer, penangkapan-penangkapan, penyiksaan-penyiksaan, dan pembunuhan, tidak ada progres sama sekali dalam menghentikan serangan-serangan Maois ini.
India bukanlah satu-satunya negara Asia yang ekonominya melamban. Delapan dari sepuluh mata-uang Asia yang paling sering diperdagangkan mengalami penurunan pada tahun 2011, dan ini merefleksikan ketergantungan mereka terhadap ekspor ke AS dan Eropa. Di tiap-tiap negara Asia, perspektifnya adalah pertumbuhan yang melambat, pengangguran yang semakin meningkat, jatuhnya taraf hidup, dan menajamnya perjuangan kelas.
Pakistan
Setelah lebih dari enam dekade kemerdekaan formal, kaum borjuis Pakistan yang busuk telah menunjukkan ketidakmampuannya dalam memainkan peran progresif. Posisi Pakistan jauh lebih buruk dibandingkan India. Adalah sungguh sebuah bencana disana.
Menurut Kementerian Keuangan, selama Juli-Agustus tahun 2011, investasi asing dari negara-negara maju turun sebesar 83 persen dan negara ini hanya menerima investasi asing sebesar $50,1 juta. Ini jatuh sebesar $241.8 juta.
Perbedaan perdagangan internasional Pakistan meningkat 31,38 persen dalam 4 bulan pertama tahun 2011 dibandingkan tahun sebelumnya, karena peningkatan impor dan jatuhnya ekspor. Akibatnya, defisit perdagangan mencapai $6,9 milyar pada July-Oktober 2011, meningkat dari $5,2 dibandingkan periode sebelumnya. Defisit anggaran juga membesar ke $1,2 milyar pada periode July-September 2011, dibandingkan $597 pada periode sebelumnya.
Total utang negara adalah 66,4 persen GDP. Menurut Bank Sentral, total utang Pakistan pada anggaran 2011-2012 – yang termasuk utang domestik, internal, dan BUMN-BUMN – adalah sebesar 12 trilyun Rupee atau $139,5 milyar.
Menurut angka resmi, pada tahun 2015 populasi Pakistan akan mencapai 191 juta, meningkat dari jumlah hari ini sekitar 170 juta. Ini membuat Pakistan menjadi negara berpopulasi terbesar keenam di dunia. Setiap rakyat Pakistan, pria, wanita, dan anak-anak, mengutang sebesar Rs61.000 sementara pemerintahan Pakistan terus meminjam. Tidak lama Pakistan tidak akan bisa membayar utang eksternal mereka yang sebesar $60 milyar. Untuk mencegah kebangkrutan, pemerintahan Pakistan harus mencetak uang, yang akan menyebabkan inflasi.
Menurut Indeks Legatum Prosperity 2011, hanya Ethiopia, Zimbabwe, dan Republik Afrika Tengah yang lebih parah daripada Pakistan. “Sub-Indeks Keamanan” menunjukkan bahwa hanya Sudah yang lebih parah daripada Pakistan. “Sub-Indeks Pendidikan” mereka menunjukkan bahwa hanya Republik Afrika Tengah, Mali, Sudan, Etiopia, dan Nigeria yang lebih parah daripada Pakistan. Menurut Indeks Negara Gagal 2011, bahkan negara seperti Rwanda, Burundi, Etiopia, dan Myanmar sekarang lebih baik daripada Pakistan.
Empat dari 10 rakyat Pakistan telah jatuh di bawah garis kemiskinan. Sekitar 47,1 juta rakyat Pakistan hidup di bawah kemiskinan parah. Selama tiga tahun terakhir, sekitar 25 ribu rakyat Pakistan setiap harinya jatuh ke dalam kemiskinan parah.
Tingkat gizi buruk tinggi dan terus meningkat, dan terhubungkan dengan 50 persen kematian bayi dan anak-anak. Hanya ada satu dokter untuk setiap 1183 orang. Tingkat kemampuan baca-tulis Pakistan adalah 57 persen, yang termasuk terendah di dunia. Pakistan ada di urutan 142 dari 163 negara dalam anggaran pendidikannya.
Washington membutuhkan dukungan Pakistan untuk perangnnya di Afghanista. Tetapi ia tidak mempercayai para pemimpin politik maupun militer Pakistan. AS telah mendorong tentara Pakistan ke dalam peperangan di daerah-daerah perbatasan, tetapi ia tidak pernah punya kendali penuh terhadap pemerintahan Pakistan. AS mengirim pesawat-pesawat tanpa-awak ke daerah-daerah tribal di Pakistan, dan membunuh banyak rakyat sipil yang tidak ada sangkutpautnya dengan teroris. AS tidak mengabari pemerintahan Pakistan atau tentara Pakistan dalam penyerangannya yang membunuh Bin Laden. Pendeknya, AS memperlakukan Pakistan dan pemerintahannya dengan kesombongan imperialis yang sama seperti Inggris terhadap India-Pakistan pada masa Raj.
Keterlibatan Pakistan di Afghanistan telah menghancurkan kestabilan politik di sana. Pemerintahan ini sangat terpecah belah dan dipenuhi dengan korupsi, perdagangan obat-obatan, dan konflik-konflik tajam antara berbagai seksi angkatan bersenjata dan ISI (intel). Pembunuhan Bin Laden oleh Amerika di teritori Pakistan membawa semua konflik ini ke permukaan.
Zardari adalah boneka Amerika yang penurut, tetapi dia harus sangat berhati-hati untuk terus berkuasa. Pemerintahan PPP, yang korup dan kotor, sangatlah tidak stabil. Zardari mencoba menyeimbangkan berbagai elemen di dalam aparatus negara dan imperialisme AS. Ia dibenci oleh rakyat, tetapi rakyat tidak punya alternatif lain. Militer, yang dulunya pasti akan intervensi, hari ini terpecah belah dan tidak berani merebut kekuasaan. Kombinasi yang unik inilah mengapa situasi hari ini terus berkepanjangan. Seberapa lama ini bisa terus berlangsung adalah satu hal yang lain.
Ketidakstabilan sosial yang ekstrim ini merefleksikan kekecewaan yang terus tumbuh, yang sedang membara di bawah permukaan. Ini adalah kesempatan bagi organisasi kita, yang kendati kesulitan-kesulitan objektif yang teramat besar, terus tumbuh dalam jumlah dan pengaruh. Situasi hari ini sangatlah eksplosif dan dapat berubah dengan segera. 1968 yang baru sedang dipersiapkan. Ini akan menghadirkan tantangan-tantangan besar bagi organisasi kita, tetapi juga peluang-peluang besar.
Afghanistan
Sepuluh tahun okupasi Amerika di Afghanistan tidak menghasilkan apa-apa, kecuali membuat seluruh wilayah tersebut tidak stabil. Dan apa yang telah dicapainya? Tujuan aslinya adalah untuk membuat Asia Selatan-Tengah menjadi daerah di bawah pengaruh Amerika. Alih-alih, mereka telah menciptakan situasi yang kacau tidak hanya di Afghanistan, tetapi juga di Pakistan.
Ini telah menyeret semua negara-negara tetangga: Pakista, India, Tiongkok, Rusia dan Iran. Semua mengintrik, bermanuver, dan saling berkonspirasi untuk mengambil alih Afghanistan setelah Amerika pergi. Dalam pernyataan Obama baru-baru ini mengenai perang, ia mempresentasikan Afghanistan sebagai sebuah kemenangan. Pada kenyataannya, Amerika terjebak di dalam sebuah konflik yang tidak dapat mereka menangkan.
Setelah Amerika mundur dari Afghanistan, Washington mengharapkan semacam kestabilan militer dan ekonomi, agar solusi politik dapat tercapai. Tetapi ini hanya mimpi utopis.
Pada 1 November 2011, President Hamid Karzai berterima kasih kepada Jendral Stanley McChrystal, mantan komandan pasukan NATO di Afghanistan, untuk misi yang dia sebut sebagai jujur dan berani, dan atas semua usahanya. Karzai tahu bahwa setelah tentara AS pergi maka hari-harinya akan berakhir. Tetapi pada saat yang sama dia mencoba mendapatkan dukungan AS, dia juga diam-diam bernegosiasi dengan Taliban dan Iran.
Walaupun AS akan terpaksa meninggalkan Afghanistan seperti anjing yang kalah, mereka harus mempertahankan keberadaan militer yang cukup untuk mendukung rejim Kabul dan mencegah kembalinya Taliban. AS juga ingin mempertahankan kemampuan mereka untuk menghantam basis-basis teroris di kedua sisi perbatasan. Ini akan semakin membuat tidak stabil Afghanistan dan Pakistan. Peristiwa-peristiwa di Pakistan dan India pada akhirnya akan mempengaruhi situasi di Afghanistan. Negara-negara ini saling tergantung.
Seluruh Asia Tengah telah menjadi tidak stabil setelah runtuhnya Uni Soviet dan intervensi AS di Afghanistan. Gejolak besar di daerah ini ditunjukkan oleh pemberontakan popular di Turkmenistan dan juga gelombang pemogokan di Kazakhstan, yang menunjukkan potensi revolusioner kaum proletariat bahkan di dalam situasi yang paling sulit. Terutama, nasib seluruh wilayah ini akan ditentukan oleh perspektif revolusi di Iran dan Tiongkok.
Afrika
Gerakan revolusioner massa rakyat Arab niscaya mempengaruhi secara besar Afrika Sub-Sahara, menggerakkan massa yang selama berpuluh-puluh tahun telah dipaksa hidup secara menggenaskan. Segera setelah awal dari Musim Semi Arab, ledakan-ledakan kekecewaan massa terjadi di banyak negara-negara sub-Sahara, terutama di Burkina Faso, Senegal, Malawi, Zambia, dan Swaziland, tetapi ledakan-ledakan kecil terjadi juga di semua negara-negara Afrika, dan pada umumnya ketegangan antara massa dan penguasa mereka telah menjadi lebih besar.
Mesir, Nigeria, dan Afrika Selatan, tiga negara memegang kunci strategis yang sangat penting di Afrika. Ini karena mereka memiliki populasi yang besar dan ekonominya relatif berkembang dengan kelas proletar yang penting. Mesir akan dibicarakan di bagian lain di dokumen ini, jadi kita akan berbicara mengenai Nigeria dan Afrika Selatan, untuk menggarisbawahi proses umum yang sedang terjadi.
Di Nigeria, dengan 170 juta penduduk, adalah negara yang paling padat di Afrika. Kontradiksi-kontradiksi sosial sangat mencolok mata. Walaupun perekonomian Nigeria telah tumbuh lebih dari 6 persen setiap tahunnya selama lima tahun terakhir, tingkat kemiskinan terus tumbuh dan tingkat pengangguran di antara kaum muda telah mencapai 47 persen. Ini adalah resep untuk perjuangan kelas. Kaum buruh Nigeria telah bergerak lagi dan lagi di banyak pemogokan-pemogokan umum dan demonstrasi-demonstrasi massa. Masalah terutama adalah ketiadaan kepemimpinan politik untuk membawa perjuangan ini lebih maju.
Tahun-tahun terakhir, tekanan untuk membentuk sebuah partai politik massa telah mendorong sejumlah elemen di dalam birokrasi serikat buruh untuk membentuk Partai Buruh Nigeria. Tetapi para pemimpin serikat buruh ini, karena mereka takut tidak bisa mengendalikan perkembangan partai semacam ini, tidak memberikan dukungan penuh mereka untuk mobilisasi. Oleh karenanya, Partai Buruh ini, walaupun memiliki potensi yang besar, masihlah sebuah organisasi yang sangat kecil yang tidak memainkan peran yang signifikan secara nasional. Organisasi yang terus diharapkan oleh massa buruh adalah Kongres Buruh Nigeria, federasi serikat buruh utama di negeri ini.
Ini jelas dari gerakan massa yang meledak pada Januari ini, yang dipicu oleh rencana pemerintah untuk menghapus subsidi BBM. Gerakan ini, yang berujung pada mogok umum 5 hari, sangat berbeda dari protes-protes sebelumnya. Demo-demo dihadiri ratusan ribu massa yang turun ke jalan, disertai dengan pemilihan komite-komite lingkungan di beberapa daerah, yang mengindikasikan bahwa massa mencoba untuk menentukan nasibnya sendiri. Juga, karena vakum politik di Kiri, dengan Partai Buruh yang hanya menjadi alat tawar-menawar di tangan segelintir elemen borjuis, Front Aksi Bersama (JAF) dan LASCO mengambil peran yang penting di antara elemen-elemen buruh yang paling maju dan kaum muda. Ini mengindikasikan proses radikalisasi sedang terjadi, seperti halnya di seluruh dunia. Yang kita saksikan pada Januari ini dapat dilihat sebagai tembakan pertama dari Revolusi Nigeria. Yang jelas adalah bahwa kaum buruh Nigeria terinspirasi oleh gerakan-gerakan di negara-negara Arab. Pada situasi sekarang ini, pembatalan pemogokan umum tidak akan menjadi akhir dari gerakan ini, dan ledakan baru perjuangan kelas akan tak terelakkan di periode mendatang,
Walaupun perkembangan-perkembangan penting telah terjadi di seluruh Afrika, negara kunci di benua ini tetap adalah Afrika Selatan, yang merupakan kekuatan industri paling maju di sana. Enambelas tahun setelah jatuhnya rejim Apartheid, massa Afrika Selatan masih belum melihat perubahaan riil di dalam kehidupan mereka. Walaupun Afrika Selatan memiliki sumber mineral yang besar, 31% dari populasi kerja mereka tidak memiliki pekerjaan. Di antara kaum muda, tingkat pengangguran lebih dari 70% dan seperempat dari populasi hidup dengan pendapatan kurang dari $1.25 per hari.
Di bawah kondisi-kondisi ini, rakyat Afrika Selatan menjadi semakin radikal setiap harinya. Pada tahun 2010, 1,3 juta pekerja publik mogok dan ratusan ribu lainnya siap turut serta. Tendensi pemogokan besar ini terus berlanjut pada musim panas 2011 di mana ratusan ribu pekerja metal dan buruh industri lainnya mogok beberapa minggu. Pada saat yang sama, kota-kota di Afrika Selatan terbakar oleh kemarahan dan demo-demo rakyat hampir setiap bulannya. Mereka memprotes ketidakteraturan dalam penyediaan air dan listrik dan juga korupsi yang menghambat semua aspek masyarakat Afrika Selatan.
Tekanan dari bawah mulai terefleksikan di dalam aliansi antara ANC, SACP, dan COSATU. Pada tahun-tahun terakhir sebuah perpecahan telah berkembang di antara elemen-elemen yang lebih dekat dengan aparatus negara dan elemen-elemen yang lebih dekat dengan kaum buruh dan kaum muda. Proses ini tertama terefleksikan di dalam perkembangan Liga Muda ANC yang pemimpin populisnya, Julius Malema, telah bergerak ke kiri dengan tajam. Malema telah mengedepankan gagasan menasionalisasi tambang-tambang di Afrika Selatan – sebuah gagasan yang merupakan bagian dari Charter Freedom (Deklarasi Kebebasan), yang dilihat oleh banyak orang sebagai program ANC. Para muda-mudi telah merespon seruan ini dengan antusias. Juga para pemimpin COSATU memberikan dukungan, tetapi pada saat yang sama proposal ini ditentang oleh kepemimpinan ANC dan SACP yang telah menskor dia dari ANC.
Pada bulan Juni 2011, pada Kongres Liga Muda ANC, nasionalisasi sektor-sektor ekonomi strategis dan sektor-sektor ekonomi penting diadopsi sebagai bagian dari program Liga Muda ANC. Ini adalah indikasi bagaimana situasi hari ini sangat matang untuk gagasan sosialis revolusioner.
Secara umum, sistem kapitalis tidak bisa menawarkan apapun selain inflasi y ang terus meninggi, pengangguran, dan kemiskinan yang parah. 50 persen dari rakyat Afrika hidup dengan pendapatan kurang dari $2.5 setiap hari. Rata-rata orang miskin di Afrika Sub-Sahara hanya hidup dengan $0.70 setiap harinya, dan lebih miskin hari ini dibandingkan pada tahun 1973. Krisis kapitalisme telah memperparah situasi ini dan di bawah kondisi-kondisi ini massa benua ini mulai mengambil kesimpulan dan bergerak ke kiri. Mereka akan memainkan peran yang penting dalam gerakam menuju revolusi dunia.\
Revolusi Arab
Revolusi Arab menandai satu titik balik fundamental di dalam sejarah. Ia menunjukkan bagaimana cepatnya peristiwa berkembang. Revolusi-revolusi di Tunisia dan Mesir tampak terjadi dengan tiba-tiba, tanpa peringatan. Setidaknya, beginilah bagi kaum borjuis. Para pakar-pakar kaum borjuis tidak mengerti apa-apa. Para ahli ekonomi, politisi, dan jurnalis tidak bisa melihat ke depan dan tidak bisa menjelaskan apa-apa.
Empirisme kaum borjuis tidak mampu menjelaskan proses-proses yang berlangsung dalam tingkatan yang dalam. Hanya metode materialisme dialektik yang bisa memberikan penjelasan ilmiah. Marxisme menjelaskan bagaimana segala sesuatu dapat dan akan berubah menjadi kebalikannya. Teori Marxis memberikan kita superioritas kemampuan melihat ke depan dan tidak terkejut.
Rakyat Arab sebelumnya dianggap sebagai massa yang pasif, apatis, terbelakang, dan submisif. Tetapi mereka juga mengatakan hal yang sama mengenai rakyat Rusia sebelum 1917. Di sini prasangka rasisme bersentuhan dengan cara pandang sejarah yang dangkal dan tidak ilmiah. Kita temui juga prasangka yang serupa di antara kaum “Marxis” yang selalu mengeluh mengenai rendahnya kesadaran massa. Untuk orang-orang seperti ini, dialektika selalu merupakan buku yang tertutup.
Peristiwa-peristiwa di Timur Tengah dan Afrika Utara bukanlah sebuah fenomena yang terisolasi dari proses dunia. Revolusi Arab adalah sebuah antisipasi dari apa yang akan terjadi juga di Eropa dan Amerika Utara. Sebelumnya, situasi yang paling maju ada di Amerika Latin, tetapi peristiwa di Tunisia mengubah semuanya.
Dalam beberapa minggu, Revolusi Arab meloncat dari satu negara ke negara lain. Pengaruhnya terasa oleh jutaan buruh dan kaum muda di seluruh dunia yang dapat menyaksikan revolusi terjadi di depan mata mereka. Gambaran-gambaran dramatik di mana jutaan rakyat memobilisasi, mengorganisir, berjuang, dan siap menghadapi maut untuk mengubah masyarakat tersiar di mana-mana. Untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun, gagasan revolusi tidak lagi abstrak dan menjadi konkret.
Ini mengkonfirmasikan apa yang telah kita bicarakan sebelumnya mengenai karakter internasional dari revolusi dan peran kepemimpinan kelas buruh. Ini juga mengkonfirmasikan perlunya kepemimpinan revolusioner untuk keberhasilan revolusi. Seperti yang Trotsky katakan mengenai kaum buruh Spanyol pada tahun 1930-an, kaum buruh Tunisia dan Mesir dapat membuat bukan satu tetapi sepuluh revolusi. Yang tidak ada adalah kepemimpinan revolusioner. Ini berarti Revolusi Arab akan mengambil karakter yang berkepanjangan dan penuh gejolak, dan akan melalui banyak tahapan.
Di Mesir dan Tunisia, penumbangan Ben Ali dan Mubarak adalah sebuah langkah ke depan yang besar. Tetapi ini hanyalah langkah pertama. Yang diperlukan adalah penumbangan seluruh rejim itu sendiri, bukan hanya individu yang ada di atasnya. Tuntutan penyitaan kekayaan para parasit itu, dan juga kaum imperialis yang telah mendukung mereka, menghubungkan tuntutan-tuntutan demokratis dengan tuntutan sosialis.
Dengan keberanian dan semangat pengorbanan mereka, kaum proletar Mesir yang revolusioner mengingatkan kita pada Barcelona 1936, di mana buruh secara spontan bangkit, tanpa partai, tanpa kepemimpinan, tanpa program, tanpa rencana, dan meremukkan kaum fasis dengan tangan mereka sendiri. Tetapi kemudian, massa tidak punya rencana yang sudah matang ketika revolusi meledak.
Revolusi ini telah mencapai banyak hal. Satu elemen penting di dalam revolusi ini adalah peran kaum perempuan – yang selalu merupakan tanda bahwa revolusi ini telah membangkitkan massa. Revolusi ini juga telah memotong segala perbedaan agama, gender, bahasa, dan nasionalitasi. Ia telah menyatukan massa yang luas ke dalam perjuangan.
Perang kaum Islam Fundamentalis dan Ikhwanul Muslimin dalam revolusi ini telah dibesar-besarkan oleh media Barat. Pada kenyataannya, mereka adalah pilar-pilar rejim ini, yang digunakan oleh kaum imperialis sebagai alat untuk menakut-nakuti. Di bawah tekanan massa, organisasi-organisasi Islamis mulai pecah menjadi berbagai faksi dalam garis kelas.
Revolusi ini telah dan akan terus mengekspos politik Islam sebagai kabut di mana bersembunyi politik kanan kaum borjuis dari berbagai warna. Akan tetapi, proses ini tidak linear. Karena ketiadaan kepemimpinan revolusioner yang sejati, gerakan ini akan melewati jalan yang berliku-liku dan belajar melalui pengalaman yang pahit.
Banyak elemen-elemen borjusi yang telah melemparkan dukungan mereka di belakang kaum Islam liberal dan konservatif, seperti Ennahda di Tunisia dan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Tetapi, karena tidak ada alternatif kelas yang jelas, partai-partai ini dapat menarik dukungan dari sejumlah lapisan massa. Ini terutama benar ketika gerakan sedang menurun untuk sementara. Di bahwa kondisi ini, massa melihat partai-partai ini sebagai kekuatan oposisi yang bersih dari noda-noda rejim sebelumnya.
Akan tetapi, tidak seperti pakar-pakar borjuis yang empirisis, yang tidak ragu-ragu mendeklarasikan ini sebagai kemenangan Islam Fundamentalisme di Timur Tengah, akan keliru kalau kita melihat kemenangan elektoral atau pertumbuhan partai-partai Islamis ini sebagai kekalahan revolusi. Ini hanyalah satu tahapan dari sebuah proses yang panjang. Siapapun yang akan berkuasa akan segera dihadapkan dengan tuntutan-tuntutan massa yang ingin solusi dari problem-problem mereka – kemiskinan, pengangguran, dan tidak adanya demokrasi – di dunia sekarang dan bukan di akhirat.
Oleh karenanya, periode selanjutnya akan menyaksikan naik dan jatuhnya berbagai tendensi dan partai. Tidak ada satupun partai ini yang menantang kapitalisme sebagai sebuah sistem. Pada kenyataannya, mereka mempertahankan sistem kapitalis dan inilah mengapa mereka tidak akan bisa memenuhi tuntutan-tuntutan utama rakyat, dan akan berkonflik dengan massa. Kaum buruh dan kaum muda masih dipenuhi dengan rasa percaya diri dari kemenangan-kemenangan mereka pada musim semi 2011. Mereka akan menguji partai yang akan berkuasa. Awalnya akan ada periode di mana mereka akan menunggu untuk melihat apa yang sedang ditawarkan, tetapi partai-partai ini tidak akan bisa memenuhi tuntutan mereka. Oleh karenanya, bangkitnya organisasi-organisasi “Islamis” bukanlah kekalahan final dari revolusi. Sebaliknya, ini hanya persiapan untuk pemberontakan-pemberontakan di masa depan.
Tahapan-tahapan di dalam Revolusi
Sebuah revolusi bukanlah satu peristiwa tunggal. Ia adalah sebuah proses. Setiap revolusi melalui tahapan-tahapan. Tahapan pertama adalah seperti sebuah karnaval besar, dengan massa turun ke jalan dengan eforia besar. Massa rakyat merasa “Kita telah menang”.
Di situasi seperti itu, slogan-slogan dan taktik-taktik harus konkret. Mereka harus merefleksikan situasi riil. Kita menuntut demokrasi yang sepenuh-penuhnya, penghapusan segera atas semua hukum-hukum reaksioner, dan Dewan Konstituante. Tetapi masalahnya, siapa yang akan menyelenggarakan Dewan Konstituante. Angkatan Bersenjata Mesir? Tetapi militer adalah bagian integral dari rejim yang lama. Kaum buruh dan muda harus terus berjuang, di jalan-jalan, di pabrik-pabrik, sampai semua tuntutan mereka terpenuhi.
Tuntutan-tuntutan segera adalah demokratis. Tetapi ini juga benar di Rusia pada tahun 1917. Tugas-tugas objektif dari Revolusi Rusia adalah demokratik: penumbangan rejim Tsar, demokrasi formal, kebebasan dari imperialisme, kebebasan pres, dsbnya. Tetapi Revolusi Rusia menunjukkan bahwa tuntutan-tuntutan demokrasi hanya bisa dipenuhi dengan perebutan kekuasaan oleh kelas buruh. Inilah mengapa tuntutan-tuntutan demokrasi harus dihubungkan dengan tuntutan-tuntutan sosialis.
Kaum Bolshevik merebut kekuasaan di atas basis tuntutan demokratis: perdamaian, roti, dan tanah – dan bukan slogan-slogan sosialis. Secara teori, kita bisa mendapatkan semua ini di bawah kapitalisme. Tetapi waktu telah berlalu. Kita hidup di epos imperialisme di mana teori Revolusi Permanen menjelaskan bagaimana kaum borjuis tidak mampu memenuhi tugas-tugas demokratis. Juga Lenin menghubungkan tuntutan-tuntutan transisional ini ke tuntutan yang lain: Semua Kekuasaan Untuk Soviet. Dengan cara ini, dengan menggunakan tuntutan-tuntutan demokratis yang maju, dia menghubungkan tingkat kesadaran massa yang sesungguhnya untuk mengedepankan masalah kekuasaan buruh. Juga di Mesir kita mengatakan: “Kalian ingin demokrasi? Kami juga! Tetapi jangan percaya kepada Militer atau Ikhwanul Muslimin – mari berjuang untuk demokrasi yang sesungguhnya!”
Revolusi tidak berlangsung dalam garis lurus. Kita melihat sebuah proses yang serupa di setiap revolusi. Di Rusia, menyusul tumbangnya Tsar pada bulan Februari, ada periode reaksi pada Juli dan Agustus, diikuti oleh kebangkitan baru pada September dan Oktober. Di Spanyol, penumbangan monarki pada bulan April 1931 disusul dengan kekalahan Komune Asturian pada Oktober 1934 dan juga kemenangan reaksi selama dua tahun (Bienio Negro, Dua Tahun Gelap). Ini hanya menjadi awal dari kebangkitan baru pada tahun 1936 dengan terpilihnya Front Popular.
Karena ketiadaan kepemimpinan Bolshevik, Revolusi Mesir ini niscaya akan terdorong mundur. Akan tetapi mereka yang berjuang untuk revolusi telah menyadari bahwa mereka telah tertipu. Mereka akan berkata: Apa yang telah berubah? Secara fundamental, tidak adal. Ini seperti Hari-hari Juli di Rusia. Oleh karenanya, revolusi bergerak ke tahapan selanjutnya, dimulai dengan kaum muda yang akan berteriak: “Tidak ada yang berubah!” Ini adalah tahapan yang tak terelakkan, bagian dari pelajaran dari pengalaman.
Kita tidak bisa dengan pasti meramalkan apa yang akan terjadi selanjutanya. Mungkin akan ada serangkaian rejim borjusi yang tidak stabil. Ini tidak akan mudah. Massa rakyat akan belajar melalui pengalaman pahit kalau kelas buruh harus merebut kekuasaan. Akan ada proses pemilahan yang panjang. Akan ada kekalahan-kekalahan, bahkan yang serius. Tetapi dengan kondisi hari ini, setiap kekalahan hanya akan menjadi awal bagi kebangkitan revolusioner yang baru.
Bila ini terjadi 10 tahun yang lalu, mungkin mereka akan dapat mengkonsolidasikan rejim borjuis demokratis dengan jauh lebih mudah. Tetapi sekarang ada krisis yang dalam. Mereka tidak dapat menawarkan apapun kepada massa. Mereka bahkan tidak dapat melakukan apapun di AS, apalagi di Mesir. Tidak akan ada roti, pekerjaan, dsbnya.
Pada tahun 1915, Lenin menulis:
“Siapapun yang mengharapkan revolusi yang murni tidak akan pernah hidup untuk menyaksikannya. Orang-orang seperti ini hanya berbicara saja mengenai revolusi tanpa memahami apa itu revolusi.
“Revolusi Rusia 1995 adalah sebuah revolusi borjusi demokratik. Di dalam Revolusi ini, terjadi serangkaian pertempuran di mana semua kelas-kelas, kelompok-kelompok, dan elemen-elemen masyarakat yang kecewa terlibat. Di antara mereka, ada massa-massa yang punya prasangka-prasangka yang paling kasar, dengan gol-gol perjuangan yang paling kabur dan fantastis. Ada kelompok-kelompok yang menerima uang dari Jepang, ada spekulator dan para petualang, dan lain sebagainya. Tetapi secara objektif, gerakan massa sedang meremukkan punggung Tsarisme dan membuka jalan untuk demokrasi. Dan untuk alasan ini buruh yang sadar kelas memimpinnya.
“Revolusi Sosialis di Eropa tidak mungkin tidak merupakan sebuah ledakan perjuangan massa dari semua elemen-elemen yang tertindas dan kecewa. Secara tak terelakkan, elemen-elemen borjuis kecil dan buruh terbelakang akan berpartisipasi di dalamnya – tanpa partisipasi ini, perjuangan massa akan menjadi mustahil, dan tanpanya revolusi akan mustahil – dan juga tak terelakkan mereka akan membawa ke dalam gerakan semua prasangka mereka, semua fantasi reaksioner mereka, semua kelemahan dan semua kekeliruan mereka. Tetapi secara objektif mereka akan menyerang kapitalisme, dan kaum pelopor revolusi yang sadar kelas, kaum proletar yang maju, yang mengekspresikan kebenaran objektif dari perjuangan massa yang terdiri dari berbagai macam elemen dan fragmen, akan mampu menyatukan mereka dan mengarahkannya, merebut kekuasaan, menyita bank-bank, menyita sindikat-sindikat yang dibenci oleh semua orang (walaupun untuk alasan yang berbeda-beda), dan memperkenalkan kebijakan-kebijakan diktaturial yang dalam totalitasnya akan berarti penumbangan kaum borjuis dan kemenangan sosialisme, yang, akan tetapi, tidak akan dapat dengan segera ‘membersihkan’ dirinya dari sisa-sisa borjuis-kecil.”
Kalimat-kalimat ini sangatlah cocok untuk Revolusi Arab hari ini.
Libya
Kaum Kiri telah menunjukkan kebingungan yang besar mengenai Libya. Di satu pihak, sejumlah orang berkapitulasi pada imperialisme, dengan mendukung intervensi militer NATO. Ini naif dan reaksioner. Untuk membiarkan penilaian kita dikabuti oleh paduan suara media dan menelan kebohongan mengenai intervensi “humanitarian” untuk “melindungi rakyat sipil” adalah sangat bodoh.
Akan tetapi, tendensi-tendensi Kiri lainnya tidak lebih baik. Mereka bergerak ke ujung yang lain dan mendukung Gaddafi, yang mereka gambarkan sebagai seorang “progresif”, “anti-imperialis”, dan bahkan “sosialis”. Tidak ada satupun hal ini yang benar. Benar kalau rejim Libya (dan juga rejim Suria) punya karakter yang berbeda dari rejim Tunisia dan Mesir. Tetapi ini sama sekali tidak mengubah watak opresifnya, atau untuk menyebutnya sebagai anti-imperialis yang sejati.
Rejim Gaddafi memiliki sebuah karakter yang unik. Awalnya Gaddafi memiliki basis massa karena retorika anti-imperialisnya. Rejim ini, yang berlagak seperti “sosialis”, menasionalisasi mayoritas ekonomi, dan dengan minyaknya yang berlimpah dan populasi yang kecil, mampu menyediakan taraf hidup yang relatif tinggi, pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi mayoritas rakyat. Ini memberikan rejim ini kestabilan yang cukup lama. Ini juga menjelaskan mengapa, setelah pemberontakan awal menentangnya, Gaddafi masih mampu mengumpulkan dukungan yang cukup untuk melawan selama beberapa bulan dan tidak segera tumbang.
Akan tetapi, rejim Libya adalah sebuah sistem yang mengkonsentrasikan semua kekuasaan di tangan seorang individu. secara efektif mencegah perkembangan institusi politik atau bahkan Negara. Tidak akan partai penguasa (partai politik dilarang), sebuah birokrasi yang sangat kecil, dan militer yang lemah dan terpecahbelah. Gaddafi mempertahankan kekuasaannya melalui sebuah sistem penindasan, patron-klien, dan aliansi dengan pemimpin-pemimpin klan dan jaringan kontak-kontak informal yang kompleks.
Selama 20 tahun terakhir – dan terutama di dekade terakhir – rejim Gaddafi mulai melonggarkan kontrol negara terhadap ekonomi dan mulai melakukan perjanjian-perjanjian dengan imperialisme, membuka pasarnya dan mengadopsi ekonom pasar bebas dan kebijakan neo-liberal. Rejim ini memperkenalkan reforma-reforma yang berorientasi pasar, termasuk mendaftar menjadi anggota WTO, mengurangi subsidi-subsidi dan mengumumkan rencana-rencana privatisasi.
Pergeseran ke ekonomi pasar ini telah menyebabkan jatuhnya taraf hidup bagi banyak rakyat Libya. Sementara segelintir orang menjadi kaya, terutama keluarga Gaddafi. Ini adalah salah satu alasan utama dari kebangkitan popular di Libya. Insureksi di Benghazi adalah sebuah revolusi popular yang sejati, tetapi tanpa adanya sebuah partai revolusioner, revolusi ini dibajak oleh politisi-politisi borjuis dari Dewan Transisional Nasional (NTC, National Transisional Council). Elemen-elemen ini tak terpilih dan tidak bertanggungjawab kepada siapapun. Mereka merangsek masuk dan menyingkirkan massa revolusioner, terutama kaum muda yang melakukan semua pertempuran.
Ini menciptakan sebuah situasi yang morat-marit dan bingung, yang dapat dengan mudah menjadi kekacauan. Selama kebangkitan-kebangkitan revolusioner di Timur Tengah dan Afrika Utara, kaum imperialis tidak mampu mengintervensi. Tetapi sekarang mereka paham bahwa mereka dapat memainkan peran di dalam situasi ini. Amerika, Prancis, dan Inggris membuka hubungan dengan NTC, yang merupakan aliansi antara elemen-elemen borjuis dan mantan-mantan menteri rejim Gaddafi.
Para penguasa Libya yang baru ini bahkan lebih ingin melempar diri mereka ke pelukan kaum imperialis. Tetapi massa Libya membenci dan tidak mempercayai kaum imperialis. Mereka tahun bahwa revolusi Libya mendapatkan dukungan Barat karena Libya punya banyak minyak, dan Inggris, Prancis, dan Amerika hanya ingin menjarah sumber daya alam negeri ini.
Dalam menganalisis fenomena apapun, kita harus bisa membedakan dengan hati-hati berbagai tendensi yang ada, memisahkan yang progresif dari yang reaksioner. Di Libya, ini tidak mudah. Gerakan di Libya terdiri dari banyak elemen, yang reaksioner dan juga yang secara potensial revolusioner. Ada banyak kekuatan yang bersaing untuk merebut kepemimpinan revolusi. Perjuangan ini belum berakhir, dan ini dapat bergerak ke banyak arah. Nasib revolusi Libya belumlah final dan ini akan dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa dunia, terutama Mesir.
Suria
Seperti di Libya, pengaruh revolusi di Tunisia dan Mesir terasa di Suria. Massa percaya kalau apa yang dibutuhkan untuk menumbangkan rejim ini hanyalah demo-demo massa. Tetapi situasinya ternyata lebih rumit. Rejim ini jelas masih memiliki dukungan di antara massa. Tidak adanya kepemimpinan revolusioner yang jelas, dan juga kelas pekerja yang tidak keluar mendukung, ini menyebabkan situasi jalan buntu selama berbulan-bulan.
Rejim Ba’ath Suria pada masa lalu mencanangkan ekonomi terencana seperti Uni Soviet, yang memungkinkan perkembangan ekonomi yang signifikan pada tahun 1960-an dan 1970-an. Pada tahun 1980-an, perekonomian melambat. Setelah runtuhnya Uni Soviet, rejim ini mulai bergerak ke kapitalisme. Akibat dari transisi ini, polarisasi sosial makin membesar. Minoritas elit memperkaya diri mereka, sementara kemiskinan tumbuh. Tingkat pengangguran meningkat sampai lebih dari 20 persen. Ini lebih tinggi bagi kaum muda.
Polarisasi sosial inilah yang menjadi akar revolusi di Suria. Rejim Suria sekarang sangat dibenci oleh massa. Tetapi seperti di Libya, kaum imperialis melihat sebuah peluang untuk mengintervensi dan memasukan kacung-kacungnya ke dalam revolusi ini dan mengarahkannya ke arah yang aman.
Perpecahan-perpecahan telah terjadi di dalam angkatan bersenjata. Banyak perwira yang bergabung dengan “Free Syrian Army”. Ini mengindikasikan banyak tentara bawahan yang bersimpati dengan revolusi, dan sejumlah perwira tinggi yang menyadari ini segera meloncat keluar perahu sebelum perahu ini tenggelam. Para perwira tinggi ini telah meminta kaum imperialis agar membuat zona larangan terbang, yang mengindikasikan bahwa mereka akan memainkan peran konter-revolusioner di dalam revolusi.
Apa yang absen di Suria adalah sebuah kepemimpinan Marxis yang jelas, yang dapat menjelaskan kepada massa bahwa rejim ini harus ditumbangkan, dan digantikan dengan sistem ekonomi terencana di bawah kendali buruh. Tanpa kepemimpinan seperti ini, revolusi ini akan terdorong ke arah “konter-revolusi borjuis demokratik.” Ini tidak akan menyelesaikan masalah-masalah mendesak rakyat. Pada kenyataannhya, kesenjangan sosial akan semakin melebar, dan bahkan lebih cepat daripada sebelumnya. Pada akhirnya, massa akan belajar bahwa tidak cukup hanya menumbangkan Assad. Mereka akan belajar bahwa di bawah kapitalisme tidak ada satupun masalah mereka yang akan terselesaikan.
Para imperialis sangat khawatir akan perkembangan di dunia Arab, yang merupakan hal sentral di dalam perhitungan geopolitik mereka. Jatuhnya Mubarak merupakan sebuah pukulan serius terhadap strategi mereka di Timur Tengah. Ini akan memaksa mereka untuk semakin lebih dekat dengan Israel, satu-satunya sekutu mereka yang bisa diandalkan di daerah tersebut. Mereka juga akan melakukan apapun untuk mendukung rejim Saudi dan para sheik reaksioner di Negara-Negara Teluk.
Baru-baru ini, AS menjual senjata ke Saudi Arabia sebesar $600 juta. Ia berharap bisa menjual ribuan penghancur bunker ke UEA (Uni Emirat Arab). Ia bermanuver untuk menyelamatkan rejim Bahrain, di mana massa mulai bergerak lagi kendati represi hebat dan kehadiran tentara-tentara bayaran Saudi.
Tetapi semua manuver ini pada akhirnya akan sia-sia. Rejim Saudi mengintervensi Bahrain karena khawatir akan keselamatannya sendiri. Keluarga Raja ini busuk, korup, dan munafik, dan sekarang sedang menghadapi krisis suksesi. Pada saat yang sama, taraf hidup rakyat jelata Saudi semakin memburuk dan situasi yang dihadapi oleh para buruh imigran sangatlah menggenaskan. Kepala klerus Wahhabi telah memperingatkan rejim ini agar segera memberikan konsesi-konsesi dan meningkatkan taraf hidup, kalau tidak maka apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir akan dapat terjadi di Arab Saudi.
Jin sudah keluar dari botolnya dan akan sulit memasukkannya kembali ke botol. Kebangkitan-kebangkitan revolusioner telah menyebar ke Libya, Suria, Djibouti, Yemen, Bahrain, Jordan, Oman, Aljeria, dan Moroko. Dan massa, setelah bangkit, tidak akan mudah dijinakkan dengan janji-janji, seperti yang terjadi di Mesir. Revolusi ini akan mengalami pasang naik dan surut. Langkah maju akan diikuti dengan kemunduran, keletihan, kekecewaan, kekalahan, dan bahkan reaksi. Tetapi semua ini hanyalah awal dari kebangkitan revolusioner yang bahkan lebih dramatik.
Iran
Revolusi Arab juga mempengaruhi Iran. Ketika Revolusi Iran mulai pada bulan Juni 2009, ribuan kaum muda Iran memiliki harapan besar. Tetapi gerakan ini menemui jalan buntu setelah kebangkitan Ashura pada Desember 2009. Revolusi Arab memberikannya sebuah dorongan baru, menghidupkan kembali gerakan ini pada Februari dan Maret 2011. Ratusan ribu orang terus turun ke jalan. Tetapi gerakan ini, letih dan bingung, karena pengkhianatan Mousavi, Karroubi, dan kaum parlementer Liberal dari gerakan Reformis. Gerakan ini tidak mampu berkembang melebihi demonstrasi-demonstrasi dan oleh karenanya mengalami kekalahan setelah kebangkitan-kebangkitan terakhirnya pada April 2011.
Setelah lebih dari dua tahun perjuangan revolusioner, gerakan ini sekarang mengalami pasang surut. Tetapi tidak ada satupun hal yang terselesaikan. Krisis ekonomi yang semakin dalam, inflasi yang terus meningkat, tingkat pengangguran, dan dihapusnya subsidi untuk barang-barang pokok, akan membawa mood kekecewaan di antara massa, termasuk lapisan-lapisan yang tidak berpartisipasi di dalam gerakan massa 2009.
Walaupun gerakan ini telah kalah, ini tidak berarti situasi di Iran tidak akan berubah. Pada musim panas 2011, gerakan-gerakan besar, dengan puluhan ribu orang, muncul di daerah Azeri dan juga daerah Kurdish Iran. Juga, seperti yang kita prediksikan, sementara ada penurunan di dalam gerakan “demokratis”, ada peningkatan aktivitas kelas buruh. Sejak musim semi 2011, jumlah pemogokan telah meningkat.
Karakter yang paling menarik dari gerakan kelas buruh ini adalah bahwa gerakan ini dipimpin oleh lapisan-lapisan yang baru, yang terdiri dari pekerja kasual yang tidak berpartisipasi pada pemogokan-pemogokan pada periode sebelumnya. Terutama di industri petro-kimia, yang merupakan sektor strategis bagi rejim ini, serangkaian pemogokan, yang lamanya beberapa minggu, dan melibatkan puluhan ribu buruh, telah mengganggu ketenangan yang ada di permukaan masyarakat Iran. Pemogokan-pemogokan ini adalah antisipasi dari sebuah gelombang baru gerakan revolusioner di tingkatan yang lebih tinggi.
Ketegangan di dalam masyarakat menemukan refleksinya di dalam perpecahan di antara elit-elit penguasa, termasuk konflik terbuka antara Khamenei dan Ahmadinejad. Krisis di lapisan atas ini adalah gejala krisis masyarakat yang semakin membesar, yang cepat atau lambat akan menyebabkan gejolak-gejolak baru yang bahkan lebih eksplosif.
Israel dan Palestina
Israel telah mengalami protes-protes massa terbesar di dalam sejarahnya. Netanyahu sangat takut terhadap Revolusi Mesir, karena sekutu regionalnya yang paling dekat tumbang. Kemudian, pada musim panas 2011, rakyat Israel tumpah-ruah ke jalan-jalan, memprotes harga-harga yang naik, dan menuntut kondisi hidup yang lebih baik dan perumahan yang layak. Netanyahu, mencoba untuk meremehkan cakupan gerakan ini, mengatakan bahwa para demonstran ini dibayar oleh kekuatan-kekuatan asing. Tetapi sangat sulit untuk meyakinkan orang dengan ini, ketika 500 ribu orang dari populasi kurang dari 7 juta orang turun ke jalan. Gerakan yang megah ini membantah kelompok-kelompok sektarian yang memandang Israel sebagai satu blok reaksioner.
Rakyat Palestina juga telah terpengaruh oleh Revolusi Arab. Mereka melihat bahwa Abbas telah mengkhianati perjuangan Palestina. Usahanya untuk membuat PBB mengakui Negara Palestina adalah usaha putus-asa untuk mendapatkan kembali sejumlah kredibilitas. Tetapi ini, seperti yang diprediksikan, tidak membuahkan hasil apa-apa. Di antara kaum muda, gagasan Intifada (pemberontakan) akan semakin menggema.
Di bawah situasi seperti ini, kelas penguasa Israel Zionis memcoba mengalihkan perhatian dari isu-isu domestik. Seperti biasanya, Iran digunakan sebagai alat penakut, yang dipresentasikan sebagai ancaman bagi semua kaum Yahudi di Israel. Ini menjelaskan mengapa Israel sekali lagi mengancam untuk menyerang Iran. Israel juga merasa terancam oleh meningkatnya pengaruh Iran di wilayah ini.
Semua ancaman perang ini digambarkan oleh media sebagai usaha untuk “menghentikan” kekuatan nuklir. Tetapi alasannya lebih dalam daripada itu. Israel dan Iran, keduanya sedang memukul genderang-genderang perang untuk mengalihkan perhatian dari konflik-konflik sosial di rumah mereka masing-masing. Mereka sangat tertarik dengan konflik senjata, karena ini dapat digunakan untuk menenangkan gerakan yang sedang berkembang dari bawah dan juga menyatukan perpecahan yang terjadi di lingkaran penguasa. Namun, peperangan terbuka untuk sekarang tidak mungkin terjadi. Perang ini akan terbatas pada serangan-serangan udara terbatas terhadap pusat-pusat militer strategis dan nuklir – seperti yang sudah dilakukan oleh Israel terhadap Suria dan Iran di masa lalu. Kemungkinan serangan seperti ini semakin meningkat karena AS sedang meningkatkan keberadaan militernya di Teluk sementara ia menarik mundur tentaranya dari Irak.
Bila Israel menyerang Iran, ini akan memicu ledakan di seluruh Timur Tengah. Massa rakyat akan turun ke jalan-jalan menentang imperialisme Israel dan AS, dan menggoncang setiap rejim yang ada. Bahkan di Iran, perang ini hanya akan memberikan ruang bernapas sementara, dan seperti semua konflik militer ini akan membawa ke permukaan semua kontradiksi di dalam masyarakat dan mengekspos karakter rejimi ini yang sesungguhnya. Rejim Israel dan Iran akan merasakan tekanan dari rakyat dan oleh karenanya tidak akan dapat melangkah mundur. Mereka akan terpaksa terus melanjutkan provokasi mereka.
Kaum proletar Timur Tengah adalah faktor yang menentukan. Membangun sebuah tendensi Marxis di Arab adalah sebuah tugas mendesak. Revolusi Arab akan mengalami pasang surut dan naik seperti Revolusi Spanyol tahun 1930-an. Akan ada proses diferensiasi di dalam masyarakat. Sayap kiri akan mengkristal, dan begitu juga sayap kanan ekstrim. Kita harus mencari jalan untuk masuk ke dalam proses ini.
Amerika Latin
Dalam satu setengah tahun terakhir, Revolusi Arab dan badai-badai di Eropa telah mendorong diri mereka ke depan. Revolusi Amerika Latin, sebaliknya, tampak bergerak lebih lambat daripada sebelumnya. Perkembangan seperti ini adalah tak terelakkan, yang merefleksikan karakter perkembangan revolusi dunia yang tergabungkan dan tak-berimbang. Tetapi ada juga perkembangan-perkembangan penting di Amerika Latin, dengan beberapa peristiwa penting yang sedang dipersiapkan di bulan-bulan ke depan.
Amerika Latin dan Karibia sangat terpukul oleh resesi dunia 2008-2009, dengan GDP yang anjlok 2.1% pada tahun 2009. Pengaruh terbesar terasa di negara-negara yang ekonominya sangat terikat erat dengan AS, seperti Meksiko yang GDP-nya jatuh 6,1%. Akan tetapi, Amerika Latin secara umum pulih dengan cepat pada tahun 2010, dengan pertumbuhan GDP 5,9% (6.4% untuk 10 negara di Amerika Latin). Pertumbuhan ekonomi ini kebanyakan datang dari ekspor bahan mentah ke Tiongkok – 25% impor bahan baku Tiongkok datang dari Amerika Latin – dan membanjirnya investasi dari Tiongkok.
Pada tahun 2010 sendiri saja, investasi Tiongkok adalah dua kali lipat daripada investasi 20 tahun terakhir. Tiongkok telah menjadi tujuan ekspor terbesar bagi Brasil, Chile, dan Peru, dan tujuan ekspor terbesar kedua bagi Argentina, Kosta Rika, dan Kuba. Pemulihan ekonomi ini oleh karenanya sangat tergantung sekali pada apa yang terjadi pada ekonomi Tiongkok dan sudah menunjukkan tanda-tanda pelambatan (sekitar 4,4 persen tahun 2011 dan lalu 4,1 persen tahun 2012). Pelambatan ekonomi di Tiongkok, dan juga kembalinya resesi di AS dan EU, akan segera mengakhiri pemulihan ekonomi di Amerika Latin.
Pertumbuhan ekonomi ini merupakan satu faktor besar dalam terpilihnya Dilma Rousseff dari PT (Partai Buruh) di Brasil, terpilihnya kembali Christina Kirchner di Argentina, dan terpilihnya kembali Daniel Ortega dari FSLN di Nikaragua. Pertumbuhan ekonomi ini juga telah memainkan peran dalam stabilisasi sementara hubungan antara Kolombia dan Venezuela, dan perjanjian untuk kembalinya Zelaya ke Honduras yang dimediasi oleh kedua negara tersebut. Pada saat yang sama kita juga saksikan gerakan pelajar di Chile, yang telah berlangsung berbulan-bulan dan melibatkan ratusan ribu kaum muda dan buruh, dan telah menghancurkan konsensus politik post-Pinochet.
Gerakan yang serupa juga terjadi di Kolombia dan kita saksikan awal dari mobilisasi mahasiswa di Brasil. Kita juga saksikan terbukanya panggung politik yang baru dengan kemenangan elektoral Ollanta Humala yang mengalahkan kandidat dari oligarki dan imperialisme, Keiko Fujimori. Namun segera setelah Humala naik ke tampuk kekuasaan, dia bergerak ke kanan dengan tajam. Pada tahun 2012 kita akan menyaksikan pertarungan besar di pemilu Meksiko, di mana Andres Manuel Lopez Lobrador telah terpilih sebagai kandidat PRD, dan pemilihan presiden Venezuela.
Terbentuknya CELAC
Terbentuknya CELAC (Community of Caribbean and Latin American States; Komunitas Negara-negara Karibia dan Amerika Latin) telah membawa harapan tinggi di dalan gerakan buruh dan kaum muda di Amerika Latin, yang melihatnya sebagai alternatif dari OAS (Organization of American States) yang ada di bawah pengawasan imperialisme AS. Tujuan CELAC adalah memperdalam integrasi negara-negara Karibia dan Amerika Latin dalam kerangka “solidaritas, kerjasama, dan persetujuan politik yang saling menguntungkan”. Namun mustahil melakukan ini karena karakter ekonomi yang kapitalis, negara-bangsa, perbedaan-perbedaan tiap-tiap negara dan pemerintah, karakter borjuis nasional yang reaksioner dan ketergantungan mereka pada imperialisme.
Senjata historis untuk pembebasan nasional dan menendang keluar imperialisme adalah perjuangan kelas. kita harus menjelaskan bahwa tanpa penyitaan hak milik tuan-tuan tanah, para bankir, dan monopoli-monopoli dari Amerika Latin dan imperialis, dan tanpa perencanaan ekonomi yang sosialis dan demokratis demi kelas pekerja, maka tidak akan ada pembebasan anti-imperialis yang sejati di negara-negara Amerika Latin. Slogan kita adalah berjuang untuk Federasi Sosialis Amerika Latin, sebagai langkah pertama menuju Federasi Sosialis Amerika, sebagai satu-satunya orientasi yang dapat menawarkan jalan keluar bagi rakyat tertindas.
Venezuela
Revolusi Bolivarian masihlah merupakan elemen terpenting dalam revolusi Amerika Latin. Musuh-musuh utama Revolusi – imperialisme, perusahaan-perusahaan multinasional yang ada di Venezuela, dan kaum borjuasi yang busuk – mempertahankan dan memperdalam serangan-serangan mereka terhadap revolusi, lewat sabotase ekonomi, fitnah di pers bayaran, dan manuver diplomatik. Tetapi ini bukanlah satu-satunya musuh yang mengancam revolusi. Ada juga Kolom Kelima di dalam kamp revolusioner.
Revolusi Bolivarian telah menemui jalan buntu. Kegagalan untuk memenuhi tugas-tugas Revolusi Sosialis telah, seperti yang kita prediksikan dulu sekali, menyebabkan kekacauan ekonomi; stagnasi, inflasi, penutupan-penutupan pabrik dan jatuhnya standar hidup. Ini, bersama-sama dengan racun birokrasi dan korupsi, telah menciptakan sebuah situasi yang berbahaya di mana nasib Revolusi ada di ujung tanduk.
Revolusi Bolivarian dalam banyak kesempatan semestinya sudah bisa dibawa ke garis akhir, dengan mudah dan tanpa perang sipil. Terutama setelah kekalahan kudeta 2002, revolusi sosialis dapat dimenangkan dengan damai. Kaum konter-revolusioner terdemoralisasi dan tidak dapat melawan. Massa sedang bangkit dan percaya diri, dan sangat didukung oleh tentara. Satu kata dari Presiden akan cukup untuk menyelesaikan pekerjaan ini. Tetapi kata itu tidak pernah datang.
Sebuah Revolusi adalah perjuangan antara kekuatan-kekuatan yang hidup. Kendati semua kesalahan dan kemunduran, Revolusi Bolivarian masih memiliki dukungan besar di antara massa. Tetapi dukungan ini sedang dilumpuhkan oleh kaum birokrasi Chavista. Masalahnya adalah kepemimpinan.
Banyak kesempatan telah disia-siakan karena keragu-raguan untuk mengambil keputusan tegas melawan kaum oligarki konter-revolusioner. Perimbangan kekuatan hari ini lebih buruk daripada beberapa tahun yang lalu.
Pemilihan Presiden yang akan datang akan menandakan sebuah titik balik yang penting. Dalam 12-18 bulan ke depan peristiwa-peristiwa yang menentukan sedang dipersiapkan yang akan memiliki konsekuensi penting bagi nasib Revolusi Venezuela. Kekecewaan massa mungkin akan terekspresikan dalam abstensi yang luas, yang dapat memberikan kemenangan kepada oposisi konter-revolusioner. Tetapi ini sama sekali belum pasti.
Selama lebih dari satu dekade, kekuatan utama dari Revolusi ini adalah semangat revolusioner massa yang besar. Di setiap momen penting, buruh dan tani memobilisasi untuk Revolusi. Ketika hari pemilihan presiden semakin dekat dan ancaman konter-revolusioner semakin dekat, sangatlah mungkin kalau mereka akan sekali lagi memobilisasi untuk memberikan kemenangan kepada Chavez.
Kaum birokrasi adalah sekutu terutama dari konter-revolusi dan mereka sedang melemahkan revolusi dari dalam. Banyak birokrat ini yang datang dari latar belakang Stalinis. Ini ada sumber dari sinisme dan pesimisme mereka terhadap potensi revolusioner massa. Kaum birokrat biasanya punya sikap yang sombong terhadap massa dan sangat takut terhadap kaum borjuasi, yang dia anggap sebagai pemegang kekuasaan yang sewajarnya.
Selain itu, jelas kalau mereka-mereka yang ada di kubu birokrasi Kuba yang sedang bergerak ke arah restorasi kapitalisme di Cuba sedang menekan Chavez untuk memperlambat laju revolusi di Venezuela, dan mencapai persetujuan dengan kaum borjuasi.
Elemen-elemen ini sudah sepenuhnya pecah dari sosialisme dan komunisme dan tidak tertarik dalam mempertahankan revolusi sosialis di Venezuela atau di manapun. Yang mereka inginkan adalah rejim borjuis yang bersahabat di Caracas yang dapat memberikan mereka minyak. Tetapi tindakan-tindakan mereka akan memberikan hasil yang sebaliknya. Mereka sedang mempersiapkan jalan untuk jatuhnya Chavez dan kemenangan borjuis konter-revolusioner, yang tindakan pertamanya adalah memotong semua hubungan dengan Kuba.
Tampaknya semua sedang berkonspirasi untuk mengalahkan Revolusi Venezuela, kendati heroisme massa rakyat. Semua tendensi-tendensi “kiri” bersikap kriminal terhadap Revolusi Venezuela. Para mantan Stalinis di PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela) memainkan peran konter-revolusioner mereka dengan mendukung kaum reformis di dalam kepemimpinan partai. Tetapi para mantan Stalinis ini bukan satu-satunya hambatan bagi kelas buruh.
Federasi Serikat Buruh UNT, yang punya potensi revolusioner yang besar, dihancurkan oleh avonturisme Orlando Chirinos dan orang-orang yang menyebut diri mereka “Trotskis”. Elemen-elemen ini ada di kepemimpinan UNT dan menolak melakukan apapun untuk memajukan perjuangan menuju sosialisme. Mereka menghentikan gerakan okupasi pabrik dan kontrol buruh. Sekarang Chirinos sedang mengorganisir demonstrasi menentang nasionalisasi.
Selama lebih dari satu dekade, Chavez telah menjadi pusat bersatunya kekuatan-kekuatan revolusioner. Tetapi kita telah memperingatkan lebih dari sekali bahwa Chavez bukanlah seorang pemimpin yang terlatih dalam Marxisme, walaupun kita menganggap dia pemimpin yang jujur dan berani. Sepuluh tahun setelah bergulirnya proses revolusi, Venezuela ada di persimpangan jalan. Krisis kepemimpinan mengekspresikan dirinya dengan cara yang sulit. Tidak adanya partai revolusioner dengan akar di dalam massa sangatlah jelas. Chavez mungkin saja ingin melaksanakan revolusi sosialis, tetapi dia tidak tahu bagaimana caranya, dan dia juga tidak punya sebuah organisasi kader Marxis yang kuat di sekitarnya yang mampu membantunya menemukan jalan untuk maju ke depan dengan tegas. Terlebih lagi, dia dikelilingi oleh kaum birokrat, reformis, atau bahkan lebih parah. Dia terus berayun-ayun dari kiri ke kanan, dan ini telah membingungkan massa. Situasi ini berlangsung terlalu lama dan rakyat menjadi letih.
Chavez mencoba bersandar pada berbagai kelas yang berbeda-beda. Setelah pemilu September 2009, dia tampaknya hampir menasionalisasi seluruh ekonomi. Tetapi dia terus ragu-ragu. Enabling Law (Hukum Dekrit) memberikannya kekuataan untuk benar-benar merebut kekuasaan dan menyita kaum tuan tanah dan kapitalis, dan menyerukan kepada buruh untuk merebut kendali pabrik-pabrik dan kepada tani untuk merebut tanah-tanah. Tetapi ini tidak dilakukannya.
Kegagalan dalam mengekspropriasi kaum tuan tanah, bankir, dan kapitalis telah membawa kita ke situasi sekarang. Kita mendukung semua nasionalisasi, sejauh mana mereka dapat dicapai. Tetapi nasionalisasi setengah-setengah tidak akan efektif, bahkan lebih parah bila perusahaan-perusahaan tersebut tidak dijalankan di bawah kontrol buruh sebagai bagian dari rencana produksi seluruh negeri. Kita tidak akan bisa merencanakan ekonomi tanpa merebut pilar-pilar ekonomi yang penting, termasuk perbankan.
Kebijakan “reformisme” seharusnya praktis, tetapi pada kenyataannya mereka membuat ekonomi mustahil berfungsi. Kita dapatkan semua yang terburuk: ekonomi pasar dengan semua kekacauan dan anarkinya, digabungkan dengan semua korupsi dari sistem birokratik. Hasilnya adalah chaos.
Kepentingan-kepentingan kaum borjuis dan birokrat semakin jelas. Ada Kolom Kelima di dalam Gerakan Bolivarian yang berkonspirasi untuk mengalahkannya dari dalam. Ini adalah ancaman mematikan bagi Revolusi. Tetapi ancaman yang lebih besar adalah kekecewaan dan pasivitas massa.
Massa letih dengan semua pembicaraan tanpa akhir mengenai sosialisme dan revolusi. Situasi ini semakin rumit dengan jatuh sakitnya Chavez. Kita tidak bisa bermain petak umpet dengan revolusi. Sekarang adalah waktunya menentukan jalan revolusi. Pemilu 2012 akan menjadi titik yang krusial. Mood kekecewaan di antara massa dapat membawa sikap pasif dan abstensi, sementara sayap kanan menjadi lebih bersemangat dengan kemunduran-kemunduran revolusi.
Mustahil untuk memprediksi hasil pemilihan nanti, tetapi hasil akhirnya tidak akan ditentukan oleh kotak suara saja. Mungkin saja Chavez akan meraih kemenangan. Bila demikian, mungkin sekali pihak oposisi akan mengeluh mengenai kecurangan pemilu dan memobilisasi pendukungnya untuk turun ke jalan. Ini dalam membawa Venezuela ke ambang perang sipil dan kaum konter-revolusioner tidak yakin mereka bisa menng.
Pembentukan milisi popular akan menjadi faktor yang penting. Para Chavista memiliki senjata, dan walaupun tidak cukup terlatih dan disiplin, mereka dapat memenangkan benturan bersenjata dengan kaum konter-revolusioner di jalan-jalan. Ini akan memberikan dorongan baru bagi Revolusi.
Di pihak lain, bila kaum oposisi memang dengan mayoritas kecil, apa yang akan terjadi? Chavez telah membuat sejumlah pidato di mana dia memperingatkan kaum oposisi bahwa dia tidak bermaksud mengorbankan Revolusi Bolivarian tanpa perlawanan. Tidaklah mustahil kalau dia tidak akan menerima hasil pemilu ini. Ini akan membawa kita pada skenario yang sama seperti di atas: semuanya akan diselesaikan di jalan-jalan.
Kuba
Masa depan Revolusi Kuba mempunyai implikasi yang dalam terhadap Amerika Latin dan seluruh dunia. Setelah jatuhnya Uni Soviet, Kuba terus bertahan, hanya 150 kilometer dari negara imperialis terkuat di dunia. Pengaruh positif dari ekonomi terencana dan ternasionalisasi dalam bidang kesehatan, pendidikan, perumahan, dan ketenaga-kerjaan sangat bertolak belakang dengan situasi-situasi di negara-negara tetangga. Terlebih lagi, masih ada generasi dari jaman revolusi. Perbedaan lainnya adalah bahwa di Eropa Timur, rakyat membandingkan diri mereka dengan Eropa Barat, sedangkan rakyat Kuba membandingkan diri mereka dengan Amerika Latin.
Tetapi sekarang ada tanda tanya besar untuk masa depannya. Apa karakter rejim Kuba dan akan kemana dia melangkah?
Kuba adalah negara buruh yang cacat. Tetapi keruntuhan Uni Soviet berarti bahwa birokrasi sudah tidak lagi punya model Stalinis yang kuat dengan pengaruh dan otoritas ideologi. Banyak orang yang berpikir secara kritis. Banyak debat-debat terbuka yang hangat mengenai apa yang terjadi di Uni Soviet dan mengambil kesimpulan untuk Kuba. Di pihak yang lain, jelas bahwa elemen-elemen di dalam birokrasi sedang bergerak menuju restorasi kapitalisme.
Faktor yang paling penting adalah krisis ekonomi yang parah di pulau tersebut. Marxisme menjelaskan bahwa pada analisis terakhir keberlangsungan sebuah sistem sosio-ekonomik ditentukan oleh kemampuannya untuk mengembangkan kekuatan-kekuatan produksi. Selama sistem tersebut dapat menyediakan pelayanan kesehatan yang baik, pendidikan, dan menjamin pekerjaan dan perumahan, maka ia dapat mempertahankan dirinya dan partai penguasa punya legitimitas. Tetapi ketika ini sudah tidak lagi mungkin, maka gejolak sosial mencuat ke permukaan. Sistem ini dipertanyakan, dan mood sinisme dan skeptisisme menyebar, terutama di antara kaum muda.
Dua faktor yang saling berhubungan erat menyebabkan krisis ekonomi di Kuba: runtuhnya Uni Soviet dan krisis kapitalisme dunia. Jatuhnya blok Timur berarti lenyapnya subsidi-subsidi dan perdagangan yang menguntungkan, dan ini membuat Kuba tergantung pada belas kasihan pasar dunia.
“Sosialisme di Satu Negeri” adalah sebuah utopia reaksioner. Bila Uni Soviet dan Tiongkok, kedua negara dengan sumber daya alam dan manusia yang besar, tidak dapat mempertahankan diri mereka dari hisapan pasar dunia kapitalis, bagaimana sebuah negeri kecil dengan sumber daya yang sedikit dan populasi yang kecil dapat berharap selamat? Satu-satunya solusi yang sejati adalah revolusi dunia, dimulai dengan menyebarkan revolusi ke Amerika Latin.
Karena sekarang tergantung pada pasar dunia, Kuba sangat terpukul oleh krisis kapitalis. Sektor jasa mewakili 75 persen GDP. Pendapatan dari ekspor pelayanan kesehatan (dokter-dokter Kuba di Venezuela) adalah dua kali lipat dari sektor turisme. Oleh karenanya, sekarang ekonomi Kuba bergantung pada Venezuela.
Krisis kapitalisme dunia telah berarti jatuhnya harga nikel, ekspor utama Kuba, jatuhnya kiriman uang dari orang-orang Kuba yang bekerja di Amerika, jatuhnya pemasukan industri turisme, dan investasi asing yang semakin menyusut. Dan membuat situasi bahkan lebih parah, tiga angin badai menghantam Kuba dari tahun 2008 sampai 2009, yang menyebabkan kerusakan sebesar $10 milyar.
Pada tahun 2009, Kuba mengalami defisit sebesar $1.5 milyar. Kuba tidak bisa membayar utangnya pada tahun 2009/2010. Ini membuat rating kreditnya semakin rendah, dan membuatnya semakin sulit mendapatkan pinjaman dan meningkatkan beban yang diderita oleh rakyatnya. Kuba terpaksa memotong impor bahan makanan, dan harus melakukan sejumlah perubahan.
Bagian terbesar dari “gaji” para buruh Kuba adalah tunjangan-tunjangan sosial, dan bukan gaji dalam bentuk uang. Perumahan kurang lebih gratis. Pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis dan berkualitas tinggi, dan telpon dan listrik hampir gratis. Transportasi hampir gratis tetapi sangatlah tidak memadai. Akan tetapi, selama 20 tahun terakhir, pelayanan kesehatan telah memburuk. Kuba memilikir rasio dokter per populasi yang paling tinggi, tetapi banyak yang di luar Kuba. Sistem pendidikan juga mengalami deteorisasi. Para guru mendapatkan lebih banyak uang bekerja sebagai supir taksi, sehingga mereka lebih memilih menjadi supir taksi daripada mengajar.
Terutama, produktivitas tenaga kerja sangatlah rendah. Selama negara tidak mampu menjamin gaji yang layak atau subsidi-subsidi, hampir semua orang terpaksa melakukan aktivitas-aktivitas ilegal atau semi-legal untuk menghidupi diri mereka. Mereka harus menggunakan pasar gelap untuk mendapatkan mata uang peso. Dengan begini, sebuah ekonomi paralel berkembang di mana harga-harga barang lebih tinggi.
Perlahan-lahan, akan semakin banyak orang yang percaya kalau “perusahaan swasta” lebih baik daripada solusi-solusi kolektif. Sistem ekonomi terencana dilemahkan dari dalam. Gagasan individualisme dan “mencari laba” akan menjadi semakin dominan. Dengan tidak adanya kontrol buruh, korupsi dan birokrasi tumbuh subur, dan ini semakin melemahkan ekonomi terencana.
Semua orang tahu kalau situasi sekarang ini tidak dapat dipertahankan, bahwa sesuatu harus berubah. Tetapi apa? Raul Castro mengatakan: kita harus efisien. Tetapi bagaimana efisiensi ini tercapai? Hanya ada dua pilihan: kembali ke ekonomi pasar atau melaksanakan demokrasi buruh seperti yang dijelaskan oleh Lenin.
Satu sayap birokrasi ingin kembali ke kapitalisme, walaupun mereka tidak bisa terbuka mengenai tujuan mereka ini. Mereka merujuk pada model “sosialisme” Tiongkok dan Vietnam. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak ingin mencampakkan sosialisme, hanya ingin “membuatnya lebih baik”. Tetapi jalan itu menuju kapitalisme. Kebijakan-kebijakan ekonomi mereka, yang sudah dilaksanakan, semua bergerak ke arah memperkenalkan mekanisme-mekanisme pasar di dalam menjalankan ekonomi dan mendorong orang-orang ke sektor usaha kecil. Semua ini adalah pintu-pintu dari mana tekanan pasar kapitalis dunia dapat masuk dan menghancurkan ekonomi terencana Kuba.
Pada analisis terakhir, nasib Kuba akan ditentukan dalam ranah internasional. Perspektif umum untuk revolusi dunia mendukung keselamatan Kuba dan ekonomi terencananya, dengan syarat demokrasi buruh Leninis diterapkan dan ini dihubungkan dengan gerakan buruh internasional. Tetapi semakin lama ini tertunda, kekuatan pro-kapitalis di Kuba akan semakin maju menyerang.
Bagi kita, masalah utama adalah kepemilikan alat-alat produksi. Perpecahan di dalam birokrasi mulai muncul. Kita harus mencari jalan ke elemen-elemen terbaik yang sedang melawan restorasi kapitalisme dan mempertahankan ekonomi terencana dan ternasionalisasi. Pada saat yang sama kita harus mengedepankan program kontrol buruh dan perluasan revolusi sosialis ke Amerika Latin sebagai satu-satunya jalan keluar.
Kemenangan revolusi sosialis di Venezuela akan menjadi satu langkah besar dalam menghancurkan keterisolasian Kuba. Tetapi birokrasi Kuba, dengan mentalitas nasionalisnya yang sempit, tidak dapat melihat bahwa kegagalan revolusi Venezuela adalah ancaman yang serius bagi Revolusi Kuba. Dengan terus-menerus memperlambat laju Revolusi Venezuela, kaum birokrasi ini menggali liang kuburnya sendiri.
Tahapan apa yang sedang dilalui revolusi dunia?
Lenin Mengatakan bahwa politik adalah ekonomi yang terkonsentrasikan. Bagi kaum Marxis pentingnya ekonomi adalah efeknya terhadap perjuangan kelas. Di Kongres Komunis Internasional yang Kedua, Trotsky mengatakan bahwa semua kebijakan yang diambil kaum borjuis untuk mengatasi krisis kapitalis akan membuat perjuangan kelas semakin intens. Kita telah saksikan buktinya dari semua penjuru. Pada tahun 1921 Trotsky menulis:
“Selama kapitalisme tidak ditumbangkan oleh revolusi proletarian, ia akan terus hidup dalam siklus, berayun naik dan turun. Krisis-krisis dan boom-boom adalah sesuatu yang inheren di dalam kapitalisme semenjak kelahirannya, dan mereka akan menemaninya sampai ke liang kuburnya. Tetapi untuk menentukan umur kapitalisme dan kondisi umumnya – untuk menentukan apakah kapitalisme masih berkembang atau apa ia telah matang atau apa ia sedang menurun – kita harus mendiagnosis karakter dari siklus-siklusnya. Seperti halnya kondisi manusia dapat didiagnosis melalui cara bernapasnya, apakah ini reguler, spasmodik, dalam, atau dangkal, dan sebagainya.” (Lima Tahun Pertama Komunis Internasional, Vol. 1. Laporan Mengenai Krisis Ekonomi Dunia dan Tugas-Tugas Baru Komunis Internasional)
Marx menjelaskan bahwa tidak ada sistem ekonomi yang lenyap sebelum menghabiskan semua potensinya. Hari ini sistem kapitalis telah menunjukkan tanda-tanda yang jelas bahwa ia sudah kehabisan potensi. Tetapi kapitalisme sudah sejak dahulu tidak lagi memainkan peran progresif dalam skala dunia. Ia telah memenuhi peran progresifnya secara historis dan telah hidup melebihi limitnya. Ia tidak lagi mampu mengembangkan potensi besar dari kekuatan-kekuatan produksi. Krisis yang berlangsung hari ini adalah buktinya.
Dua hambatan dasar dari progres manusia adalah di satu pihak kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan di pihak lain negara-bangsa. Banyak faktor yang menyebabkan kenaikan ekonomi pasca Perang Dunia II, seperti kehancuran yang disebabkan peperangan, intervensi negara, pembiayaan defisit Keynesian, ekspansi kredit, dsb. Tetapi yang terutama adalah ekspansi perdagangan dunia yang besar. Kenaikan ekonomi dunia ini memungkinkan kapitalisme untuk mengatasi – secara parsial dan untuk sementara – batasan-batasan dari sistem kapitalisme. Proses ini telah mencapai berakhir.
Krisis hari ini sangatlah berbeda dengan yang telah kita hadapi pada masa lalu. Ini lebih mirip dengan situasi yang ditulis oleh Trotsky pada tahun 1938. Yang sedang kita alami hari ini bukanlah siklus krisis kapitalisme yang biasanya terjadi. Ini adalah sesuatu yang lebih dalam dan lebih serius, sebuah krisis organik sistem kapitalis, yang tidak ada jalan keluar, kecuali lebih banyak krisis-krisis lagi di masa depan dan pemotongan yang tajam terhadap standar kehidupan rakyat.
Ini adalah sesuatu yang benar-benar baru, dan ini menjelaskan kebingungan yang melanda para ekonom borjuis. Mereka kehilangan pijakan mereka. Mereka seperti seorang buta di kamar yang gelap, yang sedang mencari kucing hitam yang tidak ada di sana. Kaum borjuis sangat khawatir. Sebuah resesi yang baru akan membawa “malapetaka”, menurut Roger Altman, penjabat senior Departemen Keuangan saat masa Clinton. “Pengalaman 1937 dapat terulang kembali, ketika Amerika jatuh ke resesi kembali setelah tiga tahun pemulihan dari Depresi Hebat,” tulisnya di Financial Times.
Para ahli strategi borjuis memahami bahwa sebuah resesi global yang baru akan membawa konsekuensi politik dan sosial yang serius. Mereka sangat muram dalam prognosis mereka. Laporan USB yang sama memperingatkan bahaya kekacauan sipil akibat dari krisis ekonomi di Eropa:
“Bila konsekuensi-konsekuensi pengangguran diikutsertakan, mustahil kalau skenario perpecahan Uni Eropa tidak akan disertai konsekuensi-konsekuensi sosial yang serius. Dengan kekacauan sosial seperti ini, pararel sejarah yang ada sangat buruk. Perpecahan persatuan moneter biasanya menghasilkan satu atau dua skenario. Akan ada sebuah pemerintahan yang lebih otoriter untuk menertibkan kekacauan sosial (sebuah skenario yang membutuhkan perubahan dari pemerintahan demokratis ke pemerintahan otoriter atau militer), atau, kekacauan sosial akan memecahbelah negara tersebut dan menjadi perang sipil. Ini bukanlah sesuatu yang tak terelakkan, tetapi mengindikasikan bahwa perpecahan kesatuan moneter bukan sesuatu yang dapat diangggap sebagai isu kebijakan moneter biasa.
“Beberapa negara zona euro memiliki sejarah perpecahan internal: Belgia, Italia, dan Spanyol adalah yang paling jelas. Juga benar kalau perpecahan kesatuan moneter hampir selalu disertai dengan kekacauan sosial atau perang sipil.” (USB Global Economic Perspectives, 6 September 2011)
Kesimpulannya tidak bisa lebih pesimistis:
“Masalahnya bukanlah bagaimana demokrasi liberal berkembang, tetapi apakah demokrasi liberal dapat menghadapi kekacauan sosial akibat dari perpecahan kesatuan moneter. Tidak ada bukti bahwa demokrasi liberal dapat menghadapi ini.”
Kalimat-kalimat ini menunjukkan betapa khawatirnya para ahli strategi kapitalis. Mereka melihat kemustahilan untuk mencapai sebuah keseimbangan sosial dan politik yang berkepanjangan. Mereka juga paham bahwa instrumen-instrumen demokrasi borjuis akan diuji oleh “kekacauan sipil ekstrim”.
Ini benar. Tetapi kaum borjuis tidak akan mengambil resiko perang sipil, di Yunani ataupun di negara-negara kapitalis maju lainnya. Hanya setelah menggunakan semua kemungkinan maka kaum borjuis akan mempertimbangkan kudeta miiter, yang penuh dengan bahaya.
Perjuangan Kelas
Sudah ada gerakan-gerakan perjuangan kelas yang besar di periode baru-baru ini, terutama di Eropa Selatan. Gerekan ini belum mulai di negara-negara Eropa Utara yang lebih kuat. Tetapi giliran mereka akan tiba, seperti yang kita saksikan di Inggris dan Prancis. Pada musim gugur 2009, sebuah kebangkitan yang besar di Prancis menentang pemotongan-pemotongan, dengan 3,5 juta buruh turun ke jalan. Protes-protes ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi terjadi di ratusan kota-kota kecil. Seperempat populasi kota-kota kecil ini turun ke jalan. Kilang-kilang minyak diblokade dan ada gerakan-gerakan besar di sekolah-sekolah dan univesitas-universitas. 65-70 persen populasi mendukung gerakan ini.
Ini adalah antisipasi dari apa yang akan datang. Di Portugal, kita saksikan pemogokan umum terbesar semenjak 1975. Di Italia, kita saksika demo-demo di Roma dan pemogokan umum. Di Yunani sudah terjadi 13 pemogokan umum dalam satu tahun. Di Inggris ada demonstrasi terbesar di dalam sejarah yang diserukan oleh serikat-serikat buruh, yang diikuti oleh pemogokan terbesar semenjak tahun 1926.
Gubernur Bank Inggris, Mervyn King, telah mengatakan bahwa Inggris akan mengalami penurunan taraf hidup paling besar semenjak tahun 1920an. Pensiun akan dipotong 40 persen. Sementara laba-laba perusahaan-perusahaan meloncat tinggi. Bank Barclays meraup laba terbesar, dan hanya membayar pajak 2 persen. Penghasilan direktur-direktur dari 100 perusahaan FTSE terbesar meningkat 49 persen pada tahun 2011. Ini mengobarkan api kegeraman, yang terrefleksikan di dalam sebuah gelombang kerusuhan kaum muda miskin di London dan kota-kota lain.
Ada gerakan-gerakan kaum muda yang besar di Spanyol, yang terinspirasi oleh Revolusi Mesir. Seperti Mesir dan begitu juga Spanyol, tingkat pengangguran kaum muda yang sangat tinggi yang menyebabkan meledaknya gerakan indignados. Pada gilirannya, aksi-aksi di Spanyol menginspirasi gerakan okupasi yang serupa di Yunani. Kota Athena penuh dengan gas air mata ketika polisi-polisi pemerintahan sosial demokrasi membubarkan kaum muda revolusioner. Bahkan di Belanda, ada 15 ribu pelajar yang berdemo di Den Haag.
Peristiwa, peristiwa, dan peristiwa adalah kunci dari semua situasi ini. Dan peristiwa-peristiwa besar sedang dipersiapkan, yang akan menggoncang masyarakat ini sampai ke akar-akarnya dan menghasilkan perubahan kesadaran yang dramatis. Kita telah menyaksikan ini di Tunisia, Mesir, Spanyol, dan Yunani. Bahkan di Eropa Timur kita telah saksikan gerakan-gerakan besar di Albania dan Romania. Di Bulgaria, bahkan para polisi telah mogok. Di Rusia, kita saksikan peningkatan suara yang masif untuk Partai Komunis, yang mulai menarik kaum muda, dan ini merupakan indikasi bahwa sesuatu telah berubah. Ini adalah perkembangan-perkembangan yang sangat penting yang menggambarkan sebuah perubahan di Eropa. Yang lain akan menyusul, cepat atau lambat sesuai dengan situasi di sana.
Apa yang benar di Eropa juga benar dalam skala dunia, seperti yang ditunjukkan oleh Revolusi Arab dan gerakan protes di AS.
Kesadaran
Selama bertahun-tahun mereka yang menyebut diri mereka Kiri telah mengeluh mengenai “rendahnya kesadaran” massa. Orang-orang seperti ini tidak mampu berpikir secara dialektis. Mereka terhipnotis oleh kekinian, dan tidak mampu melihat segala sesuatu dalam perkembangannya dan perubahannya. Tidak mampu memahami gerakan kelas buruh, mereka selalu terkejut. Mereka akan selalu mempelajari sejarah dari belakang.
Pendekatan mereka tidak sama dengan Marxisme. Pendekatan mereka adalah campuran empirisisme dan idealisme. Mereka mulai dari kesadaran yang ideal, dan lalu mengutuk realitas karena tidak sesuai dengan ideal mereka. Oleh karenanya, bagi mereka kelas buruh tidak pernah cukup sadar. Akan tetapi, sepanjang sejarah, revolusi dibuat bukan oleh orang-orang pintar ini tetapi oleh “massa yang tidak terdidik secara politik”.
Berkebalikan dari prasangka-prasangka kaum idealis, kesadaran manusia tidaklah revolusioner atau progresif, tetapi sangatlah konservatif. Manusia tidak menyukai perubahan. Mereka menyukai kestabilan, karena ini lebih nyaman. Mereka akan dengan keras kepala berpegang teguh pada cara-cara lama, moralitasnya, prasangka-prasangkanya, mengikuti partai-partai dan pemimpin-pemimpin lama, sampai tiba saatnya ketika peristiwa-peristiwa memaksa mereka untuk berubah.
Perubahan kesadaran datang dari pengalaman massa. Ini bukan sebuah perubahan yang perlahan-lahan, namun memiliki karakter yang keras dan meledak-ledak. Kesadaran revolusioner tidak berkembang dalam garis lurus yang mulus. Sebuah revolusi adalah titik kritis di mana kuantitas berubah menjadi kualitas, dan ada loncatan yang mendadak.
Bagaimana kesadaran revolusioner berkembang di Rusia? Ketika pemogokan terjadi di Putilov pada 1904, kaum Bolshevik dan Menshevik tidak memimpin mereka. Pada tahapan pertama Revolusi 1905, yang memimpin adalah Pendeta Gapon – yang adalah seorang agen polisi – dengan semua keterbelakangan dan prasangka-prasangka mereka, justru karena dia merefleksikan tahapan yang sedang dilalui oleh massa.
Pada tahapan awal Revolusi 1905, kaum revolusioner terisolasi dari massa. Ketika kaum Bolshevik datang dengan selebaran-selebaran mereka, menuntut penumbangan monarki dan dibentuknya dewan konstituante, para buruh merobek-robek selebaran tersebut dan bahkan sering kali memukuli kaum Bolshevik. Tetapi pada malam 9 Januari, segera setelah pembantaian Minggu Berdarah, para buruh kembali mendatangi kaum Bolshevik dengan satu tuntutan: “Beri kami senjata!”
Kelompok-kelompok lain memandang remeh betapa seriusnya situasi hari ini, yang tidak ada preseden dalam sejarah. Benar bahwa kesadaran buruh ada di belakang realitas objektif. Mereka belum sadar kalau ini tidak sama dengan pengalaman masa lalu mereka. Kebanyakan orang masih percaya kalau semua ini akan kembali normal. Tetapi seorang penulis dari The Economist menjelaskan dengan tepat: “Ya, cepat atau lambat kita akan kembali ke normalitas. Tetapi ini akan menjadi sebuah normalitas yang baru.”
Kita tidak akan bisa kembali ke “hari-hari lama yang baik”, ketika kelas penguasa di negeri-negeri kapitalis maju dapat memberikan konsesi-konsesi dan reforma-reforma untuk membeli kedamaian kelas. Sekarang semua pencapaian-pencapaian kelas buruh Amerika dan Eropa sedang terancam. Dari sudut pandang kelas borjuis, pencapaian-pencapaian inilah yang menghalangi mereka untuk menyelesaikan krisis ini.
Kesadaran kelas penguasa telah mengalami perubahan yang dramatis. Dua puluh tahun yang lalu mereka penuh dengan kesombongan setelah runtuhnya Uni Soviet. Namun sekarang semua kesombongan ini telah hilang. Kepercayaan diri mereka yang lama telah hilang dan mereka memandang ke masa depan dengan rasa khawatir. Selama periode boom, kaum kapitalis bermimpi besar, terutama setelah runtuhnya “komunisme”. Mereka benar-benar percaya kalau sistem mereka dapat berlangsung selamanya. Superioritas ekonomi pasar akan menyelesaikan semua masalah bila saja pemerintah membiarkan pasar melakukan keajaiban-keajaibannya.
Sekarang semuanya telah terjungkirbalik. Saat ini kaum kapitalis benar-benar tergantung pada pemerintah untuk keselamatan mereka. Bank-bank mengharapkan kerugian mereka dibayar oleh negara – yakni oleh pajak-pajak dari kelas buruh dan kelas menengah, yang di pundaknya akan diletakkan beban krisis ini. Tetapi ini akan mempengaruhi hubungan-hubungan sosial, politik, dan perjuangan kelas. Dan ini sudah dimulai.
Di masa lalu, kaum borjuis membeli kedamaian sosial dengan memberikan konsesi-konsesi, memberikan sepotong nilai surpplus yang diproduksi oleh buruh kepada mereka kembali. Mereka punya ruang manuver yang cukup untuk melakukan ini karena laba besar yang mereka peroleh selama periode boom. Tetapi ini semua telah hilang. Satu-satunya orang yang masih percaya ekonomi pasar adalah para pemimpin serikat buruh, yang pada periode krisis merupakan garis pertahanan utama sistem kapitalis. Ini akan berarti bahwa organisasi-organisasi buruh akan mengalami krisis-krisis. Cepat atau lambat, para pemimpin sayap-kanan yang lama akan ditendang keluar dan digantikan oleh pemimpin-pemimpin lain yang lebih merespon tekanan dari bawah.
Kegagalan Sekte-Sekte
Pada tahun-tahun terakhir ini, kita telah saksikan beberapa usaha dari sekte-sekte ultra-kiri untuk membentuk “partai-partai baru”. Dalam beberapa kasus, seperti di Prancis, mereka awalnya meraih kesuksesan sementara, tetapi pada akhirnya kesuksesan ini cepat menghilang. Semua usaha untuk membentuk “partai-partai revolusioner” di luar organisasi-organisasi massa kelas buruh yang sudah ada telah menemui kegagalan yang menyedihkan.
Di Inggris, pertama Socialist Alliance dan lalu Respect, keduanya pecah dan ambruk. Di pemilu-pemilu daerah baru-baru ini Partai Buruh yang meraih kemenangan besar, dengan para sekte justru kehilangan kursi mereka untuk Partai Buruh!
DI Prancis, Partai Anti-Kapitalis Baru (NPA, Nouveau Partai Anticapitaliste, penerus LCR Mandelite) mengalami kekalahan besar, hanya meraih 1,2% suara saat pemilihan presiden (dibandingkan 4,1 % yang diraih oleh LCR sendiri pada 2007), dan sekarang mengalami perpecahan dan dalam krisis. Sekte-sekte sekarang mengalami disorientasi dan demoralisasi.
Adalah Jean-Luc Mélenchon dan Front de Gauche (Front Kiri) yang meraih suara dari lapisan rakyat yang lebih radikal. Sekarang PCF (Partai Komunis Prancis) mulai tumuh, dan begitu juga dengan PdG di bawah kepemimpinan Mélenchon. PCF dan PdG adalah dua partai di dalam Front de Gauche. Bila sebuah Partai Kiri “baru” akan muncul di Prancis, ini akan merupakan hasil dari fusi antara Partai Komunis dengan pecahan dari SP (Partai Sosialis Prancis), dan bukan dari persatuan berbagai sekte.
Di Jerman, partai baru DIE LINKE dibentuk pada 2007 dari merger antara PDS (penerus Partai Komunis Jerman Timur, dengan basis yang besar di Timur) dan WASG (pecahan kiri dari Partai Sosial Demokrat Jerman pada 2004 yang dipimpin oleh aktivis-aktivis serikat buruh, terutama berbasis di Barat). Oskar Lafontaine, mantan pemimpin Partai Sosial Demokrat Jerman pada 1990an, memainkan peran kunci dalam proses ini dan masih merupakan figur pemimpin di dalam partai. Di Spanyol, Persatuan Kiri (Izquierda Unida), yang sedang tumbuh, dibentuk oleh Partai Komunis, yang masih merupakan tulang punggung dan kekuatan pengorganisirnya. Di Portugal, begitu juga dengan Bloco de Esquerda (Blok Kiri), yang bukan partai “baru” ciptaan sekte-sekte, tetapi adalah fusi dari Maois (yang punya tradisi dalam revolusi Portugis), kaum Mandelite, dan pecahan dari Partai Komunis Portugal yang menolak garis-keras Stalinisme.
Di Denmark, Unity List (Red Green Alliance) juga memiliki akar di dalam organisasi-organisasi massa tradisional, hasil dari fusi antara Sosialis Kiri (pecahan dari Partai Rakyat Sosialis pada 1967, yang menentang dukungan Partai Rakyat Sosialis terhadap pemerintahan minoritas sosial demokratik), Partai Komunis Denmark, dan kaum Mandelite.
Perkembangan yang paling mengejutkan adalah di Yunani, yang sedang melalui sebuah periode pra-revolusioner. PASOK, yang pada satu waktu meraih 48% suara, telah jatuh menjadi 13%. Sementara SYRIZA, yang mati-matian meraih 5 % dulunya, sekarang adalah partai kedua terbesar, dengan sekitar 27% suara.
SYRIZA bukanlah sebuah “partai baru” yang diciptakan oleh sekte-sekte. Komponen utamanya adalah Synaspismos, pecahan dari Partai Komunis Yunani (KKE) dan dilihat sebagai bagian dari “keluarga Komunis”.
Kaum ultra-kiri Yunani membentuk blok elektoral mereka sendiri, yakni Antarsya, yang menyerang Syriza secara histerikal, dan mereka hanya mendapatkan 1,19% suara di pemilu legislatif Mei dan 0,33% yang menyedihkan pada pemilu Juni, dimana kebanyakan pemilih mereka mencampakkan mereka dan bergerak ke SYRIZA.
Semua ini mendemonstrasikan kebenaran orientasi umum kami. Kita mempertahankan orientasi teguh ke organisasi-organisasi buruh tradisional Ini termasuk Partai-partai Komunis dan formasi-formasi yang mengkristal di sekitar mereka, dan pecahah-pecahan dari partai-partai Sosialis dan Sosial-Demokratik.
Mood radikanl di antara lapisan kelas buruh yang lebih maju sedang terekspresikan melalui tradisi Komunis – yang masih punya basis massa – dan melalui tendensi-tendensi kiri yang telah pecah dari sosial demokrasi. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh kaum sektarian.
Kita mempertahankan orientasi umum kita ke organisasi-organisasi massa tradisional kelas buruh, tetapi kita juga paham bahwa di banyak negeri-negeri ada lebih dari satu tradisi, dan ketika salah satu dari mereka terdiskreditkan di mata massa, yang lain dapat tumbuh. Taktik yang fleksibel akan memungkinkan kita untuk mengikuti semua perubahan di dalam situasi dan mengambil keuntungan dari setiap peluang yang ada.
Batas-Batas Spontanitas
Jutaan rakyat yang telah turun ke jalan-jalan dan lapangan-lapangan di Spanyol dan Yunani untuk menentang kebijakan-kebijakan pemotongan dan penghematan tidak mempercayai para politisi dan pemimpin-pemimpin serikat buruh. Dan siapa yang bisa menyalahkan mereka? Di Yunani dan Spanyol, pemerintahan yang sedang melakukan serangan-serangan ini seharusnya adalah “sosialis”. Massa awalnya memberikan kepercayaan mereka kepada partai-partai ini, dan menemukan diri mereke dikhianati. Mereka menyimpulkan bahwa untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka, mereka tidak boleh bergantung pada para politisi dan harus mengambil tindakan sendiri. Ini menunjukkan insting revolusioner yang tepat.
Mereka-mereka yang mencibir gerakan ini sebagai “hanya gerakan spontan” menunjukkan bahwa mereka sama sekali tidak tahu esensi dari revolusi, yang adalah intervensi langsung massa ke dalam politik. Spontanitas ini adalah kekuatan yang besar – tetapi pada saat yang sama ini dapat menjadi kelemahan fatal bagi gerakan.
Tentu saja, gerakan massa pada tahapan-tahapan awalnya akan menderita kebingungan. Massa hanya akan keluar dari kebingungan ini lewat pengalaman langsung mereka di dalam perjuangan. Tetapi sangatlah penting bagi massa untuk melewati periode kebingungan dan naif mereka ini, untuk tumbuh besar dan dewasa dan menarik kesimpulan yang tepat.
Para pemimpin “anarkis” ini – yang, kaum anarkis juga punya pemimpin-pemimpin, atau orang-orang yang ingin memimpin – yang percaya bahwa kebingungan, kekaburan organisasional, dan absennya definisi ideologi adalah hal yang positif dan penting, memainkan peran yang jahat. Ini seperti mencegah seorang anak kecil untuk tumbuh besar, supaya ia terus tidak bisa bicara, tidak bisa jalan, dan berpikir sendiri.
Berulang kali di dalam sejarah peperangan, sebuah pasukan yang terdiri dari tentara-tentara yang pemberani tetapi tidak terlatih dikalahkan oleh pasukan yang lebih kecil tetapi disiplin, profesional, dan terlatih, yang dipimpin oleh perwira-perwira yang terlatih dan berpengalaman. Menduduki lapangan-lapangan adalah satu cara untuk memobilisasi massa untuk beraksi. Tetapi dengan sendirinya ini tidak cukup. Kelas penguasa mungkin pada awalnya tidak bisa mengusir para demonstran dengan jalan kekerasan, tetapi mereka dapat menunggu sampai gerakan ini menyurut, dan lalu bergerak dengan tegas untuk mengakhiri “kekacauan” tersebut.
Tidak perlu diulang lagi kalau kaum Marxis akan selalu berada di garis depan perjuangan apapun untuk memperbaiki kondisi hidup kelas buruh. Kita akan berjuang untuk setiap pencapaian, tidak peduli sekecil apapun ini, karena perjuangan menuju sosialisme tidak akan mungkin tanpa perjuangan sehari-hari untuk pencapaian di bawah kapitalisme. Hanya melalui serangkaian perjuangan-perjuangan parsial, yang berkarakter defensif dan ofensif, maka massa rakyat dapat menemukan kekuatan mereka sendiri dan memperoleh kepercayaan diri yang mereka butuhkan untuk berjuang sampai akhir.
Ada situasi-situasi tertentu di mana pemogokan-pemogokan dan demo-demo massa dapat memaksa kelas penguasa untuk memberikan konsesi. Tetapi situasi hari ini bukanlah situasi seperti itu. Untuk bisa berhasil, kita harus membawa gerakan ini ke tingkatan yang lebih tinggi. Ini hanya bisa dilakukan dengan menghubungkannya dengan erat ke gerakan buruh di pabrik-pabrik dan serikat-serikat buruh. Slogan pemogokan umum dikedepankan. Tetapi bahkan pemogokan umum dengan sendirinya tidak akan dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Ini harus dihubungkan dengan perlunya melakukan pemogokan umum tak terbatas, yang segera mengedepankan masalah kekuasaan negara.
Para pemimpin yang bingung dan ragu-ragu hanya bisa menghasilkan kekalahan dan demoralisasi. Perjuangan kaum buruh dan muda akan menjadi jauh lebih mudah bila mereka dipimpin oleh orang-orang pemberani dan berpandangan jauh ke depan. Tetapi para pemimpin seperti ini tidak jatuh dari langit. Di momen perjuangan, massa akan menguji setiap tendensi dan pemimpin. Mereka akan segera menemukan kekurangan-kekurangan dari para figur kebetulan yang tampil di tahap-tahap awal gerakan revolusioner. Mereka seperti busa yang tampak di atas gelombang laut, dan akan hilang selayaknya busa.
Melalui pengalaman mereka, semakin banyak aktivis yang akan menyadari perlunya sebuah program revolusioner yang konsisten. Ini hanya bisa didapati dari Marxisme. Gagasan yang selama berpuluh-puluh tahun hanya didengar oleh segelintir orang akan dicari-cari oleh ratusan orang, lalu ribuan, dan kemudian ratusan ribu orang. Di satu pihak, yang kita perlukan adalah persiapan kader-kader Marxis dengan sabar. Di lain pihak, kita juga memerlukan pengalaman konkret dari massa itu sendiri.
Taktik dan Strategi
Taktik dan strategi adalah dua hal yang berbeda, dan bahkan pada situasi-situasi tertentu dapat tampak berkontradiksi. Strategi jangka panjang kita sangatlah jelas dan kita harus mempertahankan ini. Ketika massa mulai bergerak, mereka pada awalnya akan berpaling ke organisasi-organisasi massa kelas buruh yang ada. Tetapi untuk membangun organisasi Marxis tidaklah cukup hanya mengulang-ulang proposisi umum. Kita harus memulai dari kondisi-kondisi gerakan yang konkret pada tahapan yang ada. Dan kondisi-kondisi ini terus berubah.
Taktik harus fleksibel, dan kita harus bisa menggantikan dalam 24 jam bila memang diperlukan. Di dalam peperangan, strategi kita mungkin ingin merebut sebuah posisi. Tetapi bila posisi tersebut sangat ketat pertahanannya, dan kekuatan kita belum cukup kuat untuk merebutnya, kita harus mempertimbangkan ulang taktik kita. Alih-alih melakukan serangan frontal, kita mungkin dapat memutuskan untuk mengkonsentrasikan kekuatan kita ke objektif sekunder yang lebih mudah terpenuhi. Setelah berhasil meraih objektif tersebut, kita akan lebih kuat untuk bisa kembali menyerang posisi tersebut.
Situasi yang baru ini belumlah menemukan refleksinya di dalam organisasi-organisasi massa, dengan pengecualian serikat-serikat buruh. Dibandingkan dengan partai, serikat-serikat buruh lebih dekat dengan massa. Beberapa hal mengalir dari ini. Bila kegeraman masyarakat tidak menemukan saluran pelepasannya di organisasi-organisasi massa, ia akan menemukannya dalam manifestasi-manifestasi lain.
Gerakan-gerakan seperti indignados di Spanyol muncul karena kebanyakan buruh dan kaum muda merasa tidak terwakili oleh siapapun. Orang-orang ini bukanlah anarkis. Mereka bingung dan tidak punya program yang jelas. Namun demikian, di mana mereka bisa menemukan gagasan-gagasan jelas? Dari pemimpin-pemimpin serikat buruh dan politisi-politisi partai? Gerakan-gerakan spontan ini adalah konsekuensi dari berpuluh-puluh tahun degenerasi birokratis dan reformis dari partai-partai dan serikat-serikat buruh tradisional. Gerakan-gerakan ini, di satu pihak, adalah sebuah respon yang sehat dari massa, seperti yang ditulis oleh Lenin di Negara dan Revolusi ketika dia berbicara mengenai kaum anarkis.
Dengan impresionisme mereka, kelompok-kelompok sektarian benar-benar mabuk dengan gerakan-gerakan baru ini. Tetapi kita tidak boleh membiarkan penilaian kita dikabuti oleh fenomena-fenomena yang berlangsung sebentar saja. Kita harus memahami bahwa gerakan-gerakan ini memiliki keterbatasan-keterbatasan dan ini akan terungkap dari pengalaman itu sendiri. Gerakan-gerakan yang baru ini memisahkan diri dari organisasi-organisasi massa, karena mereka merasa mereka tidak membutuhkan organisasi-organisasi massa ini. Gerakan-gerakan ini juga belum menyadari betapa seriusnya situasi hari ini. Mereka mencoba menekan pemerintahan borjuis untuk mengubah kebijakan mereka, tanpa menyadari bahwa situasi hari ini membuat ini mustahil. Pada akhirnya mereka akan menemui jalan buntu.
Pada tahapan tertentu, gerakan-gerakan baru ini akan surut, dan organisasi massa akan menjadi satu-satunya ekspresi politik massa bagi kaum buruh. Tekanan massa atas organisasi ini akan tumbuh, menggoncangnya dari atas hingga bawah. Akan ada serangkaian krisis dan perpecahan, yang akan menyebabkan tumbuh besarnya sayap kiri massa pada satu tahapan tertentu. Kita harus memahami ini bila kita tidak ingin menjadi kelompok sektarian yang terisolasi.
Nasib kelompok-kelompok sektarian harus menjadi peringatan bagi kita. Mereka ada dalam krisis karena semua usaha mereka untuk membangun “partai revolusioner” di luar organisasi massa tradisional telah menemui kegagalan besar, walaupun hari ini situasi objektif tidak akan bisa lebih baik lagi. Kegagalan mereka untuk memahami bagaimana kelas buruh bergerak membuat mereka impoten. Mereka akan segera tersapu ke samping saat kelas buruh mulai bergerak dengan serius.
Gerakan massa pada tahapan tertentu niscaya akan terrefleksikan di dalam barisan organisasi-organisasi buruh tradisional. Tentu saja proses ini tidak terjadi dalam satu malam atau dalam garis lurus. Akan ada banyak zig-zag dan perkembangan-perkembangan yang penuh kontradiksi, dan inilah mengapa taktik kita harus fleksibel. Tetapi terutama, perkembangan-perkembangan utama akan terjadi melalui organisasi-organisasi massa.
Perang Dunia Baru?
Kelas borjuis hari ini menemui diri mereka di dalam krisis yang terbesar dalam sejarahnya. Tetapi kita harus hati-hati bagaimana kita menjelaskan ini. Lenin mengatakan bahwa tidak akan ada krisis akhir bagi kapitalisme. Sejarah menunjukkan baha kapitalis selalu dapat menemukan jalan keluar bahkan dari krisis yang paling dalam, kecuali bila mereka ditumbangkan oleh kelas buruh. Yang harus kita tanya adalah: berapa lama waktu yang dibutuhkan kaum kapitalis untuk keluar dari krisis ini, dan apa harga yang harus dibayarnya?
Pada tahun 1939, mereka menyelesaikan krisis mereka dengan perang. Dapatkan mereka melakukan ini lagi? Menteri Keuangan Polandia Jacek Rostowski, yang negaranya sekarang menjadi pemimpin sidang-sidang EU, mengatakan ini kepada Parlemen Eropa di Strasbourg: “Bila zona euro pecah, Uni Eropa tidak akan bisa selamat.” Dia bahkan memperingatkan bahwa perang dapat kembali ke Eropa bila krisis ini melemahkan EU. Jelas bahwa semua kontradiksi sedang muncul ke permukaan. Akan tetapi perspektifnya bukanlah perspektif perang dunia yang baru seperti tahun 1914 atau 1939, tetapi intensifikasi perang kelas.
Analogi 1939 sangatlah dangkal dan keliru. Situasinya sama sekali tidak sama. Pertama, perang di Eropa terjadi hanya setelah serangkaian kekalahan-kekalahan serius yang dialami oleh kelas buruh di Italia, Jerman, Austria, dan Spanyol, seperti yang dijelaskan oleh Trotsky. Perimbangan kekuatan-kekuatan kelas hari ini sangatlah berbeda. Organisasi-organisasi buruh masihlah utuh, dan kaum borjuis tidak bisa segera menggunakan reaksi dalam bentuk negara polisi militer.
Selain dari perimbangan kekuatan-kekuatan kelas, yang merupakan alasan utama mengapa perang dunia adalah mustahil, ada alasan lain mengapa kelas penguasa Eropa tidak akan begitu saja bergerak ke arah fasisme atau Bonapartisme. Jari-jari mereka terbakar parah ketika mereka dulu menyerahkan kekuasaan kepada gang-gang fasis dan diktatur-diktatur yang tidak stabil. Di Jerman, ini mengakibatkan kekalahan besar dalam perang dan hilangnya banyak teritori mereka. Kasus yang baru-baru ini adalah Junta Yunani yang merebut kekuasaan pada tahun 1967. Ini berakhir dengan kebangkitan revolusioner 1973. Mereka akan berpikir dua kali sebelum mengulang pengalaman ini. Hanya bila kaum buruh telah mengalami kekalahan yang tealk, maka prospek kediktaturan akan muncul.
Selain perimbangan kekuatan kelas, kita juga harus mempertimbangkan perimbangan kekuatan antara negara-negara besar. Untuk berbicara mengenai masalah peperangan, kita harus bertanya secara konkret: siapa yang akan berperang melawan siapa? Ini adalah pertanyaan yang konkret. Ada ketegangan antara Eropa dan AS, yang dapat membawa perang dagang di masa depan. Tetapi superioritas AS berarti bahwa tidak ada satupun kekuatan di muka bumi yang dapat berperang melawannya. Semua negara Eropa bergabung tidak akan bisa berperang melawan AS.
Kendati kekuatan industrinya, Jerman tidak ada di dalam posisi untuk menyerang Rusia seperti pada tahun 1941. Sebaliknya, Jerman terus ada di bawah pengaruh kepentingan Rusia di Eropa. Kita juga melihat hal yang sama di Asia, di mana Tiongkok yang sebelumnya terbelakang sekarang telah menjadi negara industri dan militer yang kuat. Dapatkan Jepang menyerang Tiongkok seperti yang mereka lakukan pada tahun 1930-an? Biarlah mereka mencoba! Ini bukan Tiongkok tahun 1930-an. Untuk alasan yang sama, AS tidak dapat memaksa Tiongkok untuk menjadi koloninya, seperti yang ia coba lakukan pada masa lalu.
Ada ketegangan yang semakin meningkat di antara negara-negara. Tiongkok terus meningkatkan belanja militernya. Beijing membeli kapal pengangkut pesawat (aircraft carrier) dan misil-misil jarak jauh. Untuk melawan ini, AS melakukan latihan militer bersama dengan Vietnam dan mengirim lebih banyak pasukan ke wilayah ini. Vietnam juga sedang menguatkan kekuatan militernya, membeli kapal selam dan pesawat jet dari Rusia. Ada ketegangan yang serius di Semenanjung Korea, akibat dari krisis serius yang dialami rejim Korea Utara, yang dapat meledak setiap saat. Tiongkok khawatir akan ini, takut kalau-kalau rejim ini akan tumbang. Di bawah kondisi-kondisi tertentu, ini dapat menjadi konflik-konflik militer. Tetapi perang dunia antara dua kekuatan besar untuk sekarang tidaklah mungkin.
Di pihak yang lain, krisis dunia berarti akan ada banyak perang-perang kecil setiap saat – seperti perang di Irak dan Afghanistan. Ini akan membuat rakyat semakin kecewa dan memperparah perjuangan kelas di Eropa dan AS. Kekuatan imperialisme AS sangatlah besar, tetapi ada batasnya. Kita dapat melihat batas dari kekuatan militer AS di Irak dan Afghanistan. Mereka hanya menyerang Irak ketika angkatan bersenjata Irak sudah luluh-lantak akibat bertahun-tahun embargo. Kendati demikian, usaha untuk menduduki Irak dikalahkan oleh perang gerilya. Kekuatan yang paling besar di muka bumi, setelah bersiap meninggalkan Irak, akan juga terpaksa mundur dari Afghanistan, dan meninggalkan situasi yang kacau.
Ancaman Reaksi?
Kita telah menunjukkan bahwa semua usaha kaum borjuis untuk mengembalikan keseimbangan ekonomi akan menghancurkan keseimbangan politik dan sosial. Yunani adalah buktinya. Kestabilan sosial dan politik telah hancur. Dan rakyat yang menyadari bahwa semua pengorbanan mereka telah sia-sia akan membuat program penghematan ini tak tertanggungkan. Ini akan membawa sebuah periode penuh gejolak revolusi – dan konter-revolusi – yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Kelas buruh telah menderita banyak serangan, yang akan menggoncang kesadaran buruh dan kaum muda dan membuat mereka tangguh. Peristiwa menggenaskan di Norwegia adalah sebuah peringatan akan apa yang dapat terjadi di masa depan. Norwegia, yang sebelumnya damai, makmur, dan demokratis, yang tampaknya kebal terhadap krisis, tergoncang oleh pembunuhan pemuda-pemudi Sosialis yang dilakukan oleh seorang fasis.
Pada kenyataannya, hubungan antara kelas-kelas di negara-negara Skandinavia setelah Perang Dunia Kedua telah melunak. Tidak adanya pertempuran-pertempuran kelas yang besar telah menumpulkan perjuangan kelas. Ini membawa pengaruh yang buruk ke dalam gerakan buruh, di mana ide-ide asing (feminisme borjuis-kecil, pasifisme, dan berbagai gagasan borjuis kecil lainnya) telah mempenetrasi gerakan. Dan ini bukan hanya di Skandinavia.
Selama puluhan tahun, negara-negara Skandinavia adalah model untuk reforma-reforma yang damai. Inilah yang mereka pikir sebelum semua skema mereka terjungkir balik oleh pembantaian kaum muda Partai Buruh. Kendati keputusan dari pengadilan Norwegia, ini bukanlah aksi dari seorang yang gila. Ini menunjukkan bahwa kontradiksi-kontradiksi yang telah menumpuk di dalam kapitalisme dan mengancam menghancurkan persatuan dan stabilitas di negara-negara kapitalis maju, termasuk AS.
Pada tahun 1970-an, Konspirasi Gladio menunjukkan betapa rapuhnya demokrasi borjuis. Kaum borjuis dapat bergerak dari demokrasi ke kediktaturan dengan sangat mudah. Akan tetapi untuk melakukan ini, sejumlah kondisi harus terpenuhi. Seperti halnya ada hukum-hukum yang mengatur revolusi, ada juga hukum-hukum yang mengatur konter-revolusi. Kaum kapitalis tidak bisa seenak hati bergerak ke kediktaturan, seperti halnya kita tidak seenak hati melaksanakan revolusi sosialis sekehendak kita.
CIA di dalam sebuah laporannya memperingatkan bahwa kebijakan-kebijakan penghematan yang keras dapat membuat situasi yang buruk ini menjadi lebih parah dan bahkan dapat membawa kudeta militer di Yunani. Menurut laporan CIA ini, pemerintahan Yunani bisa kehilangan kendali situasi akibat protes-protes di jalan-jalan. Laporan ini berbicara mengenai kemungkinan kudeta militer bila situasi menjadi tambah serius dan tak terkontrol.
Mungkin satu seksi dari kelas penguasa Yunani sedang bermain-main dengan gagasan untuk bergerak ke reaksi seperti yang mereka lakukan pada tahun 1967. Akan tetapi, kaum buruh Yunani masih ingat kudeta 1967 dan kejahatan-kejahatan Junta. Gerakan ke sana akan memprovokasi perang sipil. Ini dipahami oleh seorang pengamat politik, Barry Eichengreen, seorang profesor ekonomi dan ilmu politik dari Universitas California Berkeley. Di dalam artikel bertajuk Europe on the Verge of a Political Breakdown, dia menulis: “Di Yunani, kestabilan politik dan sosial sudahlah sangat rapuh. Satu peluru karet yang salah sasaran dapat merubah protes selanjutnya menjadi perang sipil terbuka.”
Barry Eichengreen tidaklah sendirian. Paul Mason, editor ekonomi BBC2 Newsnight menulis: “Di Eropa, terutama di Berlin, ini adalah hal-hal yang mustahil disebut. Ada ketidakcocokan antara pengharapan politik dan apa yang akan terjadi. Ini mengingatkan saya pada tahun 1848. Metternich melihat ke luar jendela dan mencibir massa yang ada diluar, beberapa jam sebelum ia tumbang; Guizot tidak dapat bernapas karena terkejut setelah lengser dari kabinetnya; Thiers, sang perdana menteri untuk satu hari, menderita Tourette Abad Ke-19 di dalam kereta kudanya, dikejar-kejar massa …”
Para ahli strategi kaum borjuis sangat khawatir akan perkembangan di Yunani. Masalahnya bukan karena ini akan mengakibatkan perang sipil. Masalahnya kaum borjuis tidak yakin bisa memenangkan perang ini. Kelas buruh belum mengalami kekalahan. Di belakang mereka adalah dukungan dari massa rakyat Yunani – bukan hanya buruh dan tani, bukan hanya para pelajar dan intelektual, tetapi juga pemilik toko kecil dan supir taksi, dan bahkan veteran-veteran militer yang terdorong ke kesimpulan revolusioner karena taraf hidup mereka yang tiba-tiba anjlok.
Peran Reformisme
Di momen seperti sekarang, di semua negara Eropa tidak ada basis untuk fasisme dan Bonapartisme. Organisasi-organisasi fasis hari ini kebanyakan adalah sekte-sekte kecil tanpa pengaruh massa. Bahkan serangan di Norwegia bukanlah ekspresi kekuatan, tetapi kelemahan. Terorisme selalu merupakan ekspresi kelemahan dan ketidakmampuan meraih massa.
Kaum borjuis tidak membutuhkan kaum fasis saat ini. Setiap usaha untuk bergerak ke arah fasisme atau Bonapartisme hanya akan memprovokasi gerakan buruh. Para politisi di Brussel khawatir kalau Yunani akan menjadi kacau. Bila ini belum terjadi, ini adalah karena para pemimpin reformis. Inilah mengapa untuk masa depan yang dekat ini, kaum borjuis akan berkuasa melalui partai-partai reformis dan serikat-serikat buruh reformis.
Di Yunani, kepemimpinan PASOK memainkan peran penyelamat kapitalisme. Papendrou begitu ingin membuktikan “kualitas-kualitas negarawan”nya, yakni pengabdiannya kepada kepentingan-kepentingan kaum bankir dan kapitalis. Dia bersedia menerima semua kebencian terhadap program penghematan, dan akhirnya mengorbankan dirinya di atas altar Kapital Yunani dan Eropa.
Kaum reformislah yang mengimplementasikan pemotongan-pemotongan, secara langsung atau dengan mendukung serangan-serangan yang dilakukan oleh pemerintah kanan sebagai “tugas patriotik”. Di Yunani, mereka kaum reformislah yang mengimplementasikan pemotongan-pemotongan, secara langsung atau dengan mendukung serangan-serangan yang dilakukan oleh pemerintah kanan sebagai “tugas patriotik”. Di Yunani, mereka masuk ke dalam pemerintahan “persatuan nasional” dengan New Democracy dan juga partai kanan ekstrim LAOS. Di Italia mereka berkolaborasi dengan mendukung pemerintahan “teknokratik” Monti. Di Yunani dan Italia, pemerintahan-pemerintahan persatuan nasional ini mewakilkan persatuan kaum pemilik modal melawan kaum buruh, untuk mengorganisir serangan-serangan lebih lanjut terhadap standar hidup kaum buruh.
Karena degenerasi birokratis dan reformis selama puluhan tahun terakhir, paara pemimpin organisasi massa kelas buruh telah merubah diri mereka menjadi halangan besar bagi gerakan revolusioner. Adalah sebuah kontradiksi dialektis di mana justru ketika kapitalisme sedang dalam krisis yang terdalam semua pemimpin Gerakan Buruh percaya pada “pasar”.
Bila Anda menerima keberadaan kapitalisme, maka kau harus melakukan apa yang didikte oleh Kapital. Ini menjelaskan tindak-tanduk kaum reformis yang di mana-mana bertindak sebagai administratur krisis kapitalis, yang melaksanakan program pemotongan untuk kepentingan para bankir dan kapitalis. Dalam hal ini, kaum “Kiri” ini sama seperti sayap kanan. Mereka percaya bahwa tidak ada alternatif selain kapitalisme, dan oleh karenanya harus bertindak sesuai dengannya.
Mereka telah mencampakkan perspektif transformasi sosialis. Perbedaannya adalah bahwa kaum sayap kanan melayani Kapital dengan antusias dan tanpa ragu-ragu, sementara kaum reformis percaya bahwa kita bisa memanusiawikan kapitalisme. Mereka ingin menambahkan sesendok gula ke obat yang pahit. Tetapi kehidupan telah mempersiapkan pelajaran yang pahit bagi reformisme kiri. Apapun maksud mereka, kaum reformis kiri pada kenyataannya menjadi perisai bagi kaum reformis sayap kanan.
Hal yang sama benar untuk para pemimpin “komunis” yang telah berubah menjadi Sosial Demokrat. Para pemimpin ini sama sekali tidak memahami perasaan massa yang sesungguhnya. Mereka yang berpikir bahwa kaum buruh Italia, Spanyol, atau Belgia, atau kaum buruh dari manapun, akan menerima pemotongan ini tanpa perlawanan hidup di planet yang berbeda.
Tanpa pemimpin-pemimpin reformis ini, kapitalisme tidak akan bisa bertahan barang seminggu. Untuk alasan inilah semua pembicaraan mengenai bahaya fasisme dan Bonapartisme sama sekali tidak masuk akal untuk saat ini. Kelas penguasa di seluruh Eropa harus bersandar pada para pemimpin organisasi-organisasi massa buruh pada tahapan ini. Setiap usaha untuk bergerak ke arah fasisme atau Bonapartisme hanya akan memprovokasi gerakan buruh.
Tentu saja ini dapat berubah. Krisis hari ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Pada titik tertentu, kelas penguasa akan mengatakan: terlalu banyak pemogokan, terlalu banyak demonstrasi, terlalu banya kekacauan. Kita harus mengembalikan Ketertiban! Lalu bisa ada gerakan menuju reaksi. Tetapi bahkan bila demikian, kelas penguasa harus bergerak dengan hati-hati, dengan menguji medan terlebih dahulu dengan Bonapartisme parlementer.
Kelas penguasa tidak ada dalam posisi bisa meluncurkan serangan besar terhadap Gerakan Buruh. Sebaliknya, pendulum dapat berayun ke kiri. Kelas pekerja akan punya banyak kesempatan untuk merebut kekuasaan ke dalam tangannya sebelum kelas penguasa dapat berpaling ke reaksi. Tentu saja, gerakan kelas buruh tidak bergerak dalam satu garis yang lurus. Kita punya waktu, tetapi waktu ini ada batasnya. Kaum borjuis tidak bisa menggunakan kekerasan terbuka pada tahapan ini. Tetapi ini dapat berubah, dan akan berubah. Kekalahan-kekalahan adalah tak terelakkan. Pada satu tahapan tertentu, kaum borjuis dapat memenangkan dukungan untuk menuntut restorasi ketertiban. Akan tetapi ini bukan perspektif ke depan yang segera bagi negara-negara kapitalis maju.
Peran Kaum Muda
Salah satu faktor yang paling mencolok di dalam gerakan-gerakan yang telah menyapu dunia ini adalah mobilisasi kaum muda, yang di setiap tahapan telah ada di garis depan perjuangan. Kaum muda dan buruh muda, karena posisi mereka, adalah barometer yang sensitif terhadap kontradiksi yang ada di dalam masyarakat. Di dunia Arab, hampir 75% populasi berumur di bawah 35 tahun. Dari ini semua, hampir 70% tidak punya pekerjaan dan kebanyakan dari mereka harus membanting tulang di sektor informal untuk sesuap nasi. Terlebih lagi, represi hak-hak demokratis yang mencekik juga menekan kaum muda ini, yang secara alami selalu memberontak melawan belenggu-belenggu seperti itu.
Kaum muda di negara-negara kapitalis maju secara fundamental tidak berbeda dari posisi kaum muda di negara-negara terbelakang. Di Spanyol, tingkat pengangguran di antara kaum muda di bawah umur 25 tahun adalah 50 persen, dan situasi di seluruh Eropa sedang bergerak ke arah yang sama. Pada saat yang sama, demokrasi borjuis – begitu juga partai-partai yang terlibat di dalamnya – dengan cepat kehilangan legitimasinya di mata kaum muda, yang melihatnya sebagai kedok untuk kediktaturan para bankir.
Poll dari Pew Research menemukan bahwa kekayaan orang-orang berumur 35 tahun ke bawah hanyalah $3662 pada tahun 2009, 47 kali lebih kecil daripada total kekayaan mereka yang berumur 65 ke atas. Dengan tingkat pengangguran dan utang yang tinggi, tidak ada jalan keluar bagi mereka.
Generasi muda di negara-negara kapitalis maju hari ini adalah generasi yang pertama semenjak Perang Dunia Kedua yang taraf hidupnya akan lebih rendah dibandingkan orang tua mereka. Mereka tidak akan punya memori “hari-hari indah” dari reformisme, di mana kapitalisme dapat memberikan sejumlah konsesi kecil, yang memungkinkan kaum reformis membangun otoritas yang digunakannya untuk membangun kedamaian sosial. Mereka tidak punya memori perjuangan-perjuangan periode paska-perang ketika buruh bergerak melalui organisasi-organisasi massa tradisional mereka. Satu-satunya pengalaman yang mereka miliki adalah konter-konter reforma tahun 90-an, dan pengkhianatan terus-menerus dari kaum sosial-demokrat, dan juga kaum Stalinis.
Oleh karenanya, kaum muda melihat semua kekuatan-kekuatan politik yang ada dengan rasa ketidakpercayaan. Otoritas dari para pemimpin organisasi-organisasi massa tradisional di mata kaum muda sangatlah rendah. Sejak meledaknya krisis ini, kaum muda telah terpukul keras, tetapi mereka belum melihat para pemimpin reformis dan Stalinis mewakili kepentingan mereka. Organisasi-organisasi massa masih dibebani oleh birokrasi pengejar karir yang menyesakkan, dan oleh karenanya pada tahapan sekarang tidak merefleksikan aspirasi-aspirasi gerakan yang sedang berlangsung. Sebaliknya, para pemimpin Partai Buruh di Inggris, PASOK di Yunani, dan Partai Demokrat di Itali bertekuk lutut di bawah tekanan kelas kapitalis.
Situasi ini akan berubah di masa depan, dimulai dari serikat-serikat buruh. Kita sudah dapat melihat tekanan-tekanan yang dirasakan oleh para pemimpin serikat buruh untuk melakukan sesuatu. Di beberapa negara, mereka telah terpaksa menyerukan pemogokan-pemogokan umum. Akan tetapi, kita masih ada di tahapan yang sangat awal dari sebuah proses diferensiasi di dalam organisasi-organisasi massa.
Oleh karenanya, sementara kaum muda, terutama lapisan yang paling aktif, sedang menarik kesimpulan-kesimpulan revolusioner, para pemimpin resmi organisasi massa justru berpegang erat-erat pada kapitalisme. Inilah mengapa mereka tidak akan bisa memuaskan kaum muda yang sekarang sedang mencari gagasan-gagasan revolusioner untuk pecah dari sistem. Kaum muda bertindak dengan sangat berani dan penuh enerji, dan ini menciptakan kesempatan-kesempatan besar bagi kaum Marxis yang dapat mendekati kaum muda ini dengan panji mereka sendiri. Bila kaum Marxis dapat mengambil pendekatan yang fleksibel ini, maka kaum Marxis dapat meraih pencapaian-pencapaian besar.
Pasang Surut dan Naik Tak Terelakkan
Sebuah dokumen perspektif bukan hanya sebuah daftar fakta-fakta dan angka-angka. Ia harus berbicara mengenai proses-proses fundamental dari Revolusi Dunia. Kita harus mencoba menarik semua benang merahnya dan mencapai kesimpulan. Kita sekarang sedang memasuki waktu yang paling bergejolak di dalam sejarah manusia, dengan penajaman perjuangan kelas di mana-mana. Kita sedang memasuki sebuah periode di mana kita akan saksikan rejim-rejim borjuis berjatuhan, seperti rejim-rejim Stalinis yang berjatuhan 20 tahun yang lalu. Kaum borjuis sangat khawatir akan ini.
Di mana-mana kita lihat gejala-gejala kemunduran. Bagi para pelajar sejarah, ini mirip dengan mundurnya dan tumbangnya Kerajaan Romawi. Skandal-skandal menggoncang kaum borjuis di Prancis, Italia, dan Inggris. Skandal di Inggris adalah yang paling dalam, yang mempengaruhi semua institusi: pers, politisi, bankir, dan monarki.
Peristiwa-peristiwa di Wisconsin menunjukkan awal dari gejolak di AS. Tentu saja ini tidak berarti kalau bendera merah akan berkibar di Istana Presiden esok harinya. Tetapi ini berarti bahwa proses yang sama sedang terjadi di mana-mana, dengan kecepatan yang berbeda dan di bawah kondisi-kondisi berbeda, bahkan di negara yang paling kuat dan kaya di dunia.
Akan tetapi kita tidak boleh mengambil sikap yang dangkal dan impresionistik. Massa tidak bisa turun ke jalan setiap harinya. Akan ada perubahan yang tajam dan cepat. Gejolak revolusioner ini akan berlangsung selama bertahun-tahun, mungkin berpuluh-puluh tahun. Akan ada pasang surut dan naik. Akan ada momen-momen kemajuan besar, tetapi juga momen-momen letih dan kecewa, dan bahkan periode reaksi.
Akan akan kemunduran dan kekalahan. Tetapi di periode seperti sekarang ini, kekalahan hanya akan menjadi awal dari kenaikan revolusioner yang baru. Pada tahun 1917, ada kemajuan dan kemunduran di dalam Revolusi. Setelah kekalahan Hari-hari Juli, Lenin harus lari ke Finlandia dan di bawah tanah sampai Revolusi Oktober. Tetapi kondisi-kondisi revolusioner menciptakan kebangkitan yang baru. Hal yang sama juga terjadi saat Revolusi Spanyol pada tahun 1930-an.
Jalan yang kita pilih tidak akan mudah, tetapi sangat sulit. Kita harus menempa kader-kader kita supaya mereka tidak terpengaruh oleh perkembangan-perkembangan yang dangkal di dalam perjuangan kelas. Ini adalah epos revolusi, dan juga epos perang dan konter revolusi. Ini berarti akan ada peluang-peluang besar bagi Marxisme di mana-mana. Namun, kita hanya akan berhasil jika kita melatih kader-kader kita dengan metode Marxis.
Perspektif Revolusioner
Dua puluh tahin yang lalu, negara-negara Stalinis dengan aparatus penindas mereka yang maha kuat jatuh satu per satu di bawah tekanan kebangkitan massa. Ted Grant menjelaskan bahwa kejatuhan Stalinisme adalah sebuah peristiwa dramatis, tetapi ini hanyalah awal dari sesuatu yang lebih besar: krisis kapitalisme. Dan inilah yang sedang kita saksikan hari ini.
Yang mengejutkan mengenai jatuhnya Stalinisme adalah begitu mudahnya kaum buruh menumbangkan pemerintah-pemerintah dengan aparatus penindas yang besar. Hal yang sama dapat terjadi di bawah kapitalisme, seperti yang kita saksikan di Tunisia dan Mesir. Di momen penentuan, rejim-rejim lama berjatuhan seperti rumah kartu. Situasi-situasi seperti Mei 1968 di Prancis dapat terulang.
Satu hal yang tidak ada di dalam situasi revolusioner yang muncul di Tunisia, Mesir, dan Yunani adalah kepemimpinan revolusioner. Ini adalah sesuatu yang tidak dapat diimprovisasi. Ia harus disiapkan sejak awal. Bagimana caranya? Apa tugas kaum Marxis di dalam situasi ini? Kita belumlah berniat meraih telinga massa luas dengan propaganda kita. Ini masih di luar kemampuan kita. Kita sedang mencoba meraih telinga elemen-elemen buruh dan kaum muda yang termaju. Kita tidak mengedepankan slogan-slogan agitasi yang “sederhana” yang hanya memberitahukan kepada buruh apa yang sudah mereka ketahui. Kaum buruh harus diberitahukan yang benar. Dan kebenaran ini adalah bahwa di bawah kapitalisme satu-satunya masa depan yang menanti mereka adalah penghematan yang permanen, jatuhnya taraf hidup, pengangguran, dan kemiskinan.
Elemen-elemen yang lebih tua, yang sudah letih dan terdemoralisasi, biasanya akan berguguran dan digantikan oleh elemen-elemen yang lebih muda dan bersemangat, yang siap untuk berjuang. Seperti yang telah kita jelaskan, massa akan menguji semua partai dan pemimpin yang ada. Akan ada serangkaian krisis dan perpecahan ke kanan dan ke kiri. Pada tahapan tertentu, sebuah sayap kiri di dalam organisasi massa akan muncul. Sayap kanan akan remuk oleh peristiwa-peristiwa.
Seorang mungkin akan berkeberatan: “tetapi massa di Spanyol dan Yunani dan Itali tidak tahu apa yang mereka inginkan!” Namun mereka tahu apa yang mereka tidak inginkan! Kapitalisme sedang dipertanyakan. Akan tetapi kita harus realistik. Massa tidak akan bisa turun ke jalan terus menerus. Akan ada periode pasang surt, di mana para buruh akan berpikir dalam-dalam mengenai semua ini. Mereka akan mengkritik, membedakan, dan menarik kesimpulan-kesimpulan. Di periode seperti inilah Marxisme akan dapat meraih gema. Syaratnya, kita harus sabar, mendengarkan apa yang sedang dikatakan oleh massa dan mengedepankan slogan-slogan yang tepat.
Tugas kita, seperti yang dikatakan oleh Lenin, adalah menjelaskan dengan sabar. Kita harus menjelaskan bahwa penyitaan bank-bank dan kapitalis dan menggantikan anarki kapitalis dengan ekonomi terencana akan memberikan jalan keluar dari krisis ini. Terutama, kita harus melawan racun nasionalis yang ditebarkan oleh kaum Stalinis, yang di Yunani menyerukan kembali ke mata uang Drachma. Kita melawan ini dengan mengedepankan slogan Federasi Sosialis Eropa, sebagai satu-satunya alternatif dari EU.
Di dalam peristiwa-peristiwa revolusioner yang akan datang, kaum buruh dan muda yang maju akan belajar. Tentu saja, gerakan-gerakan seperti indignados di Spanyol mempertunjukkan sejumlah kenaifan dan kebingungan, tetapi ini tak terelakkan. Ini karena massa tidak belajar dari buku, tetapi dari pengalaman. Bila kita bekerja dengan tepat, kita dapat membantu massa untuk meraih kesimpulan revolusioner dan memahami perlunya Marxisme dan organisasi revolusioner.
Gagasan-gagasan Marxisme adalah satu-satunya gagasan yang dapat membawa kelas buruh ke kemenangan di Eropa, Timur Tengah, dan seluruh dunia. Ini adalah senjata kita. Di akademi-akademi militer borjuis, calon-calon perwira mempelajari peperangan masa lalu untuk mempersiapkan peperang di masa depan. Dengan cara yang sama, kita harus mempersiapkan kader-kader kita sebagai perwira-perwira proletar revolusioner masa depan. Setiap kamerad harus mempelajari revolusi-revolusi masa lalu supaya bisa menggunakan pelajaran ini untuk revolusi masa depan.
Di masa yang lalu, perspektif-perspektif kita benar tetapi mungkin tampak sedikit abstrak. Hari ini mereka telah menjadi konkret. Ini merefleksikan, di satu pihak, semakin matangnya situasi di mana-mana. Di lain pihak, ini mencerminkan kenyataan bahwa kita secara aktif berpartisipasi di dalam peristiwa-peristiwa revolusioner. Kita bukan lagi hanya pengamat dan komentator, tetapi partisipan aktif.
Peluang-peluang besar untuk membangun organisasi ada di hadapan kita. Akan tetapi, organisasi ini tidak akan membangun dirinya sendiri. Ini membutuhkan kerja keras dan pengorbanan dari tiap-tiap kamerad. Kita harus memiliki perasaan urgensi untuk membangun kekuatan Internasional revolusioner. Bila kita tidak membangunnya, tidak ada orang yang akan melakukannya untuk kita.
Apa yang sekarang sedang terjadi harus memberi kita perasaan antusias, membuat kita teguh dan percaya akan masa depan sosialisme. Dengan mendasarkan diri kita atas analisis ilmiah, dan menggunakan taktik-taktik yang tepat dan fleksibel, kita akan bisa meraih telinga elemen-elemen buruh dan kaum muda yang terbaik, dan memenuhi tugas yang dikedepankan oleh sejarah.