Skip to content
Sosialis Revolusioner
Menu
  • Berita
  • Analisa
    • Gerakan Buruh
    • Agraria & Tani
    • Gerakan Perempuan
    • Gerakan Mahasiswa
    • Ekonomi
    • Politik
    • Pemilu
    • Hukum & Demokrasi
    • Imperialisme & Kebangsaan
    • Krisis Iklim
    • Lain-lain
  • Teori
    • Sosialisme
    • Materialisme Historis
    • Materialisme Dialektika
    • Ekonomi
    • Pembebasan Perempuan
    • Organisasi Revolusioner
    • Iptek, Seni, dan Budaya
    • Lenin & Trotsky
    • Marxisme vs Anarkisme
    • Sejarah
      • Revolusi Oktober
      • Uni Soviet
      • Revolusi Indonesia
      • Lain-lain
  • Internasional
    • Asia
    • Afrika
    • Amerika Latin
    • Amerika Utara
    • Eropa
    • Timur Tengah
  • Perspektif Revolusi
  • Program
  • Pendidikan
  • Bergabung
Menu

Menulis Ulang Sejarah demi Kekuasaan

Dipublikasi 10 July 2025 | Oleh : J. Wijaya

Pemerintah melalui kementerian kebudayaan tengah menggarap proyek penulisan ulang sejarah, yang kabarnya melibatkan ratusan sejarawan. Mereka akan menerbitkan 10 jilid buku sejarah nasional yang akan dijadikan bahan acuan bagi seluruh sekolah di Indonesia. Menteri Kebudayaan Fadli Zon mencoba menepis kontroversi seputar  proyek ini dengan alasan “reinventing Indonesian identity” alias menemukan kembali identitas Indonesia. Tetapi identitas yang dimaksud dalam sejarah resmi ini jelas adalah identitas kelas penguasa, bukan identitas rakyat pekerja.

Di berbagai media, pemerintah mengatakan tidak akan mengintervensi penulisan sejarah ini. Fadli Zon juga mengatakan penulisan kali ini akan bermuatan “tone positif dan netral”. Tetapi dengan mengatakan misalnya tidak ada pemerkosaan massal pada 1998, dia telah menunjukkan bahwa sejak awal proyek ini telah diorkestrasi agar narasi yang dihadirkan akan melindungi citra pemerintahan. Rezim Prabowo sedang berupaya mengingkari berbagai peristiwa kelam di masa lalu dengan bersembunyi di balik kata “tone positif” itu. Deretan peristiwa mulai dari pembantaian pasca G30S-65, pembantaian Santa Cruz, Peristiwa Tanjung Priok hingga pemerkosaan massal 1998, akan didistorsi dengan polesan “tone positif dan netral”. Bahkan bila perlu represi berdarah oleh militer akan dihilangkan dari buku sejarah atas dasar jargon yang abstrak: mempererat persatuan bangsa, yang pada intinya menjaga keutuhan rezim penguasa. Ini ditandai dari pernyataan menteri kebudayaan dalam rapat bersama DPR, bahwasanya penulisan sejarah tentang tokoh-tokoh bangsa, kebaikan-kebaikan dan jasa-jasanya akan lebih ditonjolkan. 

Selama periode kediktatoran militer Orde Baru, Prabowo turut berperan aktif merepresi, menculik, dan menghilangkan aktivis-aktivis muda yang berani melawan rezim mertuanya. Dosa-dosanya, serta dosa-dosa Soeharto yang sedang diwacanakan untuk diangkat statusnya sebagai pahlawan, akan dihilangkan dari memori kolektif seluruh rakyat. Rezim Prabowo sedang ingin mewarisi pada seluruh rakyat yang mengkonsumsi buku-buku sejarah resmi ini nantinya kutukan untuk mengulang kembali peristiwa kelam masa lalu. 

Di tengah kondisi ekonomi yang sedang krisis, terutama dengan perang tarif yang diluncurkan Trump serta defisit anggaran yang semakin membengkak, banyak orang mungkin heran mengapa pemerintah justru disibukkan dengan proyek penulisan ulang sejarah yang kontroversial ini. Namun kita tidak perlu heran karena ini adalah bagian dari ofensif ideologis kelas penguasa dalam menghadapi ancaman intensifikasi antagonisme kelas di tengah krisis kapitalisme terdalam dalam sejarah. Kelas penguasa mulai merasakan ada gemuruh di bawah pijakan mereka. Keresahan rakyat pekerja terus mengumpul di bawah permukaan, dan lapisan muda sudah mulai menyalurkan keresahan ini lewat aksi-aksi yang eksplosif.

Kelas penguasa mempertahankan kekuasaan mereka tidak hanya lewat bayonet tetapi lewat kontrol mereka atas gagasan yang berlaku dalam masyarakat, termasuk sejarah. Ada banyak contoh bagaimana kelas penguasa berupaya menulis ulang sejarah untuk melegitimasi kekuasaan mereka. Di Korea Selatan pada tahun 2015 ada upaya untuk memanipulasi sejarah oleh presiden Park Geun-hye, yang ingin membersihkan nama bapaknya Park Chung-hee yang merupakan diktator militer yang brutal yang berkuasa dari 1962-1979. Namun upaya ini akhirnya digagalkan oleh penolakan masif dari massa rakyat. Demikian juga upaya yang dilakukan oleh Bongbong di Filipina untuk memperbaiki citra ayahnya Ferdinand Marcos. Javier Milei dari Argentina berupaya menghapus peristiwa kelam di masa kediktatoran militer Jorge Videla pada tahun 70-an. Masih banyak contoh-contoh lain yang bisa kita pelajari di mana kelas penguasa berupaya menghapus memori kolektif rakyat pekerja tentang perjuangan sengit mereka melawan kediktatoran.

Kebijakan masing-masing negara tersebut tentunya ditentang habis-habisan oleh rakyat. Namun upaya kelas penguasa tidak akan berakhir begitu saja. Mereka sadar benar bahwa siapa yang memonopoli sejarah dapat memenangkan dan mempertahankan kekuasaan. Mengendalikan cara berpikir rakyat lebih efisien dibanding melakukan represi secara fisik. Itulah karakter kelas penindas sesungguhnya.

Narasi sejarah resmi kelas penguasa pada akhirnya mendominasi segala ruang kehidupan intelektual masyarakat, karena seperti kata Marx, gagasan yang berkuasa adalah gagasan kelas penguasa. Sejarah resmi bukan sekedar kumpulan kata-kata, melainkan alat propaganda penguasa dengan menggunakan segala kekuatan instrumen negara yang lengkap guna mengendalikan cara pandang rakyat.

Hakikatnya sejarah resmi selalu ditulis dari sudut pandang dan ideologi penguasa. Tidak hanya buku sejarah yang resmi diterbitkan langsung oleh pemerintah, tetapi juga mayoritas besar buku-buku sejarah yang ada merupakan cerminan dari cara pandang dan kepentingan kelas penguasa. Dalam tatanan masyarakat kelas hari ini tidak akan kita temukan narasi tentang setiap peristiwa, baik di masa sekarang maupun masa lalu, dalam bentuk yang netral. Hanya sejarawan naif yang bersembunyi di balik kata netral.

Terlebih para politisi borjuis. Sekalipun hari ini mereka mengatakan akan menampilkan sejarah yang netral hingga mulutnya berbusa-busa, ini tidak lantas menghentikan mereka untuk melempar fitnah dan kebohongan yang paling keji terhadap peran Partai Komunis Indonesia dan Marxisme. Kelas penguasa sadar atas konsekuensi yang akan mereka dapatkan bila seluruh peserta didik di sekolah maupun universitas, dan seluruh rakyat pekerja, memahami dan menyadari kebenaran sejarah, terutama sejarah perjuangan kelas pekerja. 

Mustahil sejarah resmi akan ditulis secara jujur apa adanya dan berpihak pada kelas pekerja layaknya penyajian Howard Zinn dalam karyanya A People’s History Of United States. Mustahil pula rezim penguasa menginisiasi proyek seperti Zinn Education Project atau menggunakan buku A People History for The Classroom-nya Bill Bigelow untuk membekali para guru dalam mendidik anak-anak mengenai sejarah kelas tertindas.

Legitimasi status-quo melalui narasi sejarah adalah bagian dari antagonisme kelas dalam masyarakat. Sejarah akan selalu dimonopoli oleh kelas penguasa. Peristiwa-peristiwa revolusioner akan selalu dihitamkan. Sejarah kerap disajikan dalam bentuk hafalan kronologi peristiwa belaka tanpa harus dipahami, yang membuat manusia menjadi pasif dalam arus peristiwa hari ini dan masa depan. Oleh karenanya, bagian penting dalam perjuangan kelas adalah meluruskan sejarah dari distorsi kelas penguasa dan memahami esensi serta pelajaran perjuangan kelas yang terkandung dalam sejarah yang sesungguhnya. Pemahaman seperti itu penting bagi kaum muda revolusioner agar tidak sekadar membaca sejarah, filsafat, atau sosiologi secara pasif dan netral, melainkan mendorong setiap kaum muda dan pekerja untuk secara aktif mengambil bagian dalam mengakhiri penindasan kapitalis. Melalui kekuatannya, kelas pekerja akan menoreh sejarahnya dengan mengemban tugas sejarahnya, yaitu mengakhiri kapitalisme dan memenangkan revolusi sosialis.

Ingin menghancurkan kapitalisme ?
Teorganisirlah sekarang !


    Dokumen Perspektif

    srilanka
    Manifesto Sosialis Revolusioner
    myanmar protest
    Perspektif Revolusi Indonesia: Tugas-tugas kita ke depan

    ©2025 Sosialis Revolusioner | Design: Newspaperly WordPress Theme