Revolusi yang Dikhianati adalah salah satu teks Marxis yang paling penting sepanjang masa. Revolusi yang Dikhianati adalah satu-satunya analisis yang serius dari sudut pandang Marxis tentang apa yang terjadi pada Revolusi Rusia setelah kematian Lenin. Tanpa suatu pengetahuan yang menyeluruh atas karya ini, mustahil bagi kita untuk memahami alasan-alasan dari keruntuhan Uni Soviet dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di Rusia dan pada suatu skala dunia.
Bagi kaum Marxis, Revolusi Oktober 1917 adalah peristiwa tunggal terbesar dalam sejarah manusia. Bila kita mengesampingkan episode yang singkat namun jaya dari Komune Paris, untuk pertama kalinya kelas buruh berhasil menggulingkan para penindasnya dan setidak-tidaknya memulai tugas transformasi sosialis atas masyarakat.
Sebagaimana digarisbawahi Trotsky dalam Revolusi yang Dikhianati, untuk pertama kalinya daya kehidupan dari Sosialisme didemonstrasikan, bukan dalam bahasa dialektika, melainkan dalam bahasa baja, batu bara, listrik, dan semen. Perekonomian terencana yang dinasionalisasikan yang didirikan oleh Revolusi Oktober dalam tempo yang luar biasa singkat berhasil mentransformasi sebuah perekonomian yang sama terbelakangnya dengan Pakistan sekarang ini menjadi bangsa terkuat kedua di muka bumi.
Revolusi Bolshevik, oleh karena itu, telah tervalidasi sepenuhnya oleh sejarah. Namun, Revolusi ini bukan terjadi di sebuah negeri kapitalis maju, sebagaimana pernah diharapkan Marx, tetapi di sebuah Rusia Tsaris yang semi-feodal, yang didasarkan pada keterbelakangan yang seburuk-buruknya. Untuk memberikan gambaran kira-kira dari kondisi yang dihadapi oleh kaum Bolshevik, cukuplah kiranya bila kita menunjukkan bahwa hanya dalam satu tahun, 1920, 6 juta orang mati kelaparan di Soviet Rusia.
Kondisi-kondisi Material untuk Sosialisme
Marx dan Engels telah lama menjelaskan bahwa untuk eksis Sosialisme – sebuah masyarakat tanpa kelas – membutuhkan kondisi-kondisi material tertentu. Titik berangkat Sosialisme harus berupa suatu titik perkembangan tenaga-tenaga produktif yang lebih tinggi daripada masyarakat kapitalis yang paling maju (AS, misalnya). Hanya di atas dasar suatu industri, pertanian, dan teknologi yang sungguh-sungguh maju, mungkin bagi kita untuk menjamin kondisi-kondisi bagi perkembangan yang bebas dari umat manusia, yang dimulai dengan pengurangan drastis dalam jam kerja: kondisi awal bagi partisipasi kelas buruh dalam kontrol dan administrasi demokratis atas masyarakat.
Engels menggarisbawahi bahwa dalam masyarakat manapun, di mana seni, sains, dan pemerintahan dimonopoli oleh segelintir minoritas, minoritas tersebut akan menggunakan dan menyalahgunakan posisinya seturut dengan kepentingan-kepentingan mereka sendiri. Lenin segera bisa melihat bahaya degenerasi/kemerosotan birokratik yang dialami Revolusi dalam kondisi-kondisi keterbelakangan umum. Dalam State and Revolution (Negara dan Revolusi), yang ditulis pada 1917, ia mengajukan syarat-syarat dasar – bukan untuk sosialisme atau komunisme – tapi untuk periode pertama setelah Revolusi, yakni periode transisi antara kapitalisme dan sosialisme. Kondisi-kondisi yang dimaksud adalah:
1) Pemilu yang bebas dan demokratis terhadap semua pejabat, dan hak untuk me-recall semua pejabat.
2) Tidak ada pejabat yang menerima upah yang lebih tinggi daripada seorang buruh terampil.
3) Tidak ada tentara reguler, melainkan rakyat yang dipersenjatai.
4) Berangsur-angsur, semua tugas mengelola negara harus dilakukan secara bergiliran oleh kaum buruh: ketika tiap-tiap orang adalah seorang “birokrat”, maka tidak ada seorang pun birokrat.
Ini adalah sebuah program demokrasi buruh. Program ini ditujukan untuk melawan bahaya birokrasi. Pada gilirannya, program ini menjadi dasar dari Program Partai 1919. Dengan kata lain, bertentangan dengan fitnah dari musuh-musuh Sosialisme, Soviet Rusia pada masa Lenin dan Trotsky adalah rezim yang paling demokratis dalam sejarah.
Namun, rezim demokrasi buruh soviet yang didirikan oleh Revolusi Oktober tidak bisa bertahan di bawah kondisi-kondisi kekurangan material dan keterbelakangan kultural yang sangat parah. Setelah kematian Lenin terjadi suatu proses kemunduran. Kaum birokrat yang sebelumnya ketakutan terhadap gerakan massa buruh, berangsur-angsur maju ke depan dan menegaskan diri mereka, dengan meminggirkan kaum buruh yang kehabisan tenaga serta menempatkan diri mereka di atas masyarakat sebagai sebuah kasta penguasa yang menyandang hak-hak istimewa.
Pada awal dekade 1930-an, semua poin dari program Lenin – yang sudah kita paparkan di atas – telah dihapuskan. Di bawah Stalin, negara buruh menderita proses degenerasi birokratik yang bermuara pada tegaknya sebuah rezim totalitarian yang mengerikan serta penghilangan secara fisik Partai Leninis. Bagaimana konter-revolusi politik ini terjadi dijelaskan Trotsky dalam Revolusi yang Dikhianati.
Sebuah Fenomena Baru
Pada 1936, Stalinisme adalah sebuah fenomena yang sama sekali baru dan tak terduga. Fenomena ini tidak dijelaskan apalagi diantisipasi dalam teks-teks klasik Marx dan Engels. Dalam tulisan-tulisannya yang terakhir, Lenin mengungkapkan keprihatinannya terhadap kebangkitan birokrasi di negara Soviet, yang diperingatkannya bisa menghancurkan rezim Oktober. Tapi Lenin berpikir bahwa isolasi yang berkepanjangan atas negara buruh Rusia secara tak terelakkan akan mengakibatkan restorasi kapitalis. Pada akhirnya ini benar-benar terjadi, tapi setelah kurun waktu 7 dekade; di sepanjang kurun waktu tersebut kaum buruh Soviet kehilangan kekuasaan politik dan rezim demokratis yang didirikan oleh kaum Bolshevik pada 1917 diubah menjadi sebuah karikatur birokratik dan totalitarian yang sangat mengerikan. Hanya bentuk-bentuk properti yang dinasionalisasikan dan perekonomian terencana yang didirikan oleh Revolusi yang masih tinggal.
Dalam Revolusi yang Dikhianati, Trotsky memberikan sebuah analisis yang cemerlang dan mendalam tentang Stalinisme dari sudut pandang Marxis. Analisisnya belum pernah dikoreksi, apalagi diganti. Dengan penundaan selama 60 tahun, analisis Trotsky tervalidasi sepenuhnya oleh sejarah. Trotsky memperingatkan bahwa Birokrasi adalah bahaya terhadap perekonomian terencana yang dinasionalisasikan dan Uni Soviet. Sebagai tanggapan, Trotsky menjadi sasaran kampanye fitnah yang tidak ada bandingannya oleh “sahabat-sahabat Uni Soviet.”
Sekarang ini, semua orang yang pernah dikenal sebagai Komunis dan simpatisan Komunisme yang menyenandungkan puja-puji kepada Stalin dan mencemooh Trotsky, harus menggantung kepala mereka dengan rasa malu. Kebanyakan dari mereka telah meninggalkan kubu Komunisme dan Sosialisme sama sekali. Segelintir orang yang secara formal masih menganut Komunisme tidak bisa berkata apa-apa tentang apa yang telah terjadi di Uni Soviet. Tidak seorang pun di antara mereka bisa memberikan analisis Marxis atas keruntuhan Uni Soviet. Padahal justru inilah yang dituntut oleh generasi baru (dan yang terbaik dari generasi lama juga). Mereka tidak akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mereka dari para pemimpin mereka. Tapi dalam halaman-halaman Revolusi yang Dikhianati mereka akan mendapati bahwa Trotsky tidak hanya memprediksikan apa yang terjadi di Uni Soviet 60 tahun kemudian, tapi juga menganalisa dan menjelaskannya dari sudut pandang Marxis.
Birokrasi Menggangsir Perekonomian Soviet
Sekarang ini musuh-musuh Sosialisme berupaya mempertahankan bahwa keruntuhan Uni Soviet merupakan akibat dari kegagalan perekonomian terencana yang dinasionalisasikan, dan bahwa perekonomian tersebut tidak bisa dipisahkan dari sebuah rezim yang birokratik dan diktatorial. Argumen ini telah dijawab jauh sebelumnya oleh Trotsky, dengan menjelaskan bahwa sebuah perekonomian terencana yang dinasionalisasikan membutuhkan demokrasi sebagaimana halnya tubuh manusia membutuhkan oksigen.
Dengan bantuan fakta dan statistik, Trotsky menunjukkan bagaimana Uni Soviet, berdasarkan sebuah perekonomian terencana yang dinasionalisasikan, telah menciptakan sebuah potensi produktif yang kolosal, namun tidak mampu menggunakannya karena kontradiksi-kontradiksi yang secara inheren terdapat di dalamnya. Kebutuhan akan perekonomian terencana yang dinasionalisasikan sama sekali berkontradiksi dengan rezim Stalinisme yang birokratik. Selalu begitu. Bahkan dalam periode Rencana Lima Tahun pertama, ketika Birokrasi masih memainkan peran yang relatif progresif dalam mengembangkan alat produksi. Nyatanya Birokrasi bertanggung jawab atas pemborosan besar-besaran. Trotsky mengatakan bahwa mereka mengembangkan alat produksi, tetapi dengan ongkos tiga kali lebih mahal daripada kapitalisme. Kontradiksi ini tidak lenyap dengan perkembangan ekonomi, tapi, sebaliknya, terus tumbuh hingga tidak bisa ditanggung lagi hingga akhirnya sistem tersebut hancur berantakan sama sekali.
Tenaga-tenaga produktif Rusia secara artifisial dikekang oleh sistem birokratik. Mereka telah berkembang hingga mencapai suatu tingkatan yang menakjubkan berkat perekonomian terencana yang dinasionalisasi, tetapi secara efektif disabot oleh mismanajemen birokratik, pemborosan, korupsi, dan inefisiensi. Cara satu-satunya untuk memecahkan masalah ini adalah melalui kontrol demokratis dan pengelolaan oleh kelas buruh, sebagaimana dimaksud Lenin. Seharusnya hal ini bisa diwujudkan berdasarkan perekonomian maju yang eksis dalam dekade 1980-an.
Tetapi Birokrasi tidak berniat menempuh jalan itu. Sebaliknya, alih-alih mengalihkan kontrol kepada kelas buruh, para tuan besar birokratik lebih memilih untuk kembali kepada kapitalisme. Gerakan menuju kapitalisme tidak datang dari keniscayaan ekonomi manapun, tapi dari ketakutan terhadap kelas buruh, dan sebagai cara untuk mengamankan kekuasaan dan privilese kasta penguasa. Trotsky telah memperingatkan bahwa kaum birokrat tidak akan puas dengan kekayaan yang berlimpah, mobil-mobil mewah, dacha (villa), dan pelayan-pelayan. Karena semuanya ini didasarkan pada kepemilikan negara, mereka tidak bisa meneruskannya kepada anak-anak mereka. Cepat atau lambat, karena itu, mereka akan berusaha mengubah kepemilikan negara menjadi kepemilikan pribadi. Dan itulah yang terjadi.
Peran “Partai Komunis”
Yang mengejutkan adalah cara yang cemerlang yang dengannya Trotsky mengantisipasi garis-garis utama dari apa yang terjadi di Rusia sejak 1989. Namun, dalam hal-hal tertentu, peristiwa-peristiwa telah terjadi dengan cara yang berbeda dengan yang diperkirakannya. Pada dekade 1930-an Trotsky yakin bahwa sebuah konter-revolusi kapitalis hanya bisa terjadi sebagai akibat dari perang sipil. Ia menulis, “Revolusi Oktober telah dikhianati oleh lapisan penguasa, tetapi belum tergulingkan. Revolusi memiliki daya tahan yang luar biasa, yang berseiring dengan hubungan kepemilikan yang telah didirikannya, dengan kekuatan proletariat yang hidup, kesadaran dari unsur-unsur termajunya, kebuntuan kapitalisme dunia, dan keniscayaan revolusi dunia.” (Leon Trotsky, The Revolution Betrayed)
Ini tidak terjadi. Konter-revolusi kapitalis terjadi dengan perlawanan minimum terhadapnya. Namun, ini bukan untuk pertama kalinya dalam sejarah bahwa suatu transformasi sosial yang mendalam telah terjadi tanpa perang sipil. Pernah terjadi berkali-kali ketika sebuah rezim telah begitu kehabisan daya sehingga runtuh tanpa melalui pertempuran, seperti sebuah apel busuk. Misalnya yang terjadi di Hungaria pada 1919, ketika pemerintahan borjuis Count Karolyi runtuh dan kekuasaan beralih kepada Partai Komunis.
Sesuatu yang mirip terjadi di Eropa Timur pada 1989. Rezim-rezim Stalinis telah begitu terdemoralisasi sehingga mereka menyerah tanpa melalui pertempuran. Di Polandia, Jaruzelski menyerahkan kekuasaan begitu saja kepada oposisi. Semuanya ini tidak terjadi tanpa intervensi massa, yang sebenarnya tidak menginginkan sebuah restorasi kapitalis. Tapi di tengah ketiadaan faktor subyektif, unsur-unsur pro-kapitalis mampu mengisi kekosongan dan menggelincirkan pergerakan ke jalur kapitalis. Ini dilakukan dengan bantuan para pemimpin “Komunis” yang mengubah diri mereka menjadi kaum kapitalis dan pemilik alat-alat produksi.
Bagaimana kita bisa menjelaskan keganjilan ini? Kenyataannya, PKUS Stalinis bukan sebuah Partai Komunis sama sekali, melainkan sebuah klub birokratik, dengan anggota jutaan orang. PKUS adalah kepanjangan dari negara, yang terdiri dari tak terhitung banyaknya para pengejar karier dan begundal, yang bertujuan mengontrol kelas buruh dan menundukkannya pada kasta penguasa. Memiliki selembar kartu Partai bukanlah, sebagaimana pada masa Lenin, suatu ikrar untuk hidup dalam pengorbanan dan perjuangan demi kepentingan kelas buruh, melainkan sebuah paspor untuk mengejar karier. Untuk setiap buruh yang jujur, yang bergabung dengan Partai, terdapat ratusan pengejar karier, penjilat, informan, dan pengkhianat. Peran seorang anggota Partai bukanlah untuk membela kelas buruh, melainkan untuk membela Birokrasi dan melawan kelas buruh.
Kita harus menggarisbawahi bahwa yang gagal di Rusia bukanlah Sosialisme. Rezim yang didirikan oleh konter-revolusi politik Stalinis setelah kematian Lenin bukanlah sosialisme, bukan pula sebuah negara buruh sebagaimana yang dipahami oleh Marx dan Lenin. Rezim tersebut adalah karikatur buruk yang sangat mengerikan dari sebuah negara buruh – atau, bila menggunakan istilah ilmiah Trotsky, sebuah rezim Bonapartisme proletarian. Setelah berpuluh-puluh tahun kekuasaan yang totaliter, elite yang berprivilese telah menjadi korup sama sekali.
Seperti kaum reaksioner Thermidorian dalam Revolusi Prancis, para pemimpin Stalinis yang lama adalah “orang kaya baru” yang abai, sinis, dan kasar. Tapi setidak-tidaknya mereka memiliki sejumlah kaitan dengan kelas buruh dan Sosialisme. Tetapi setelah sekian dekade berkuasa, kasta penguasa benar-benar telah mengalami kemerosotan. Pada akhirnya kasta penguasa terdiri dari anak-anak dan cucu-cucu para pejabat yang berprivilese, orang-orang yang tidak memiliki hubungan sama sekali dengan ide-ide dan tradisi-tradisi yang sesungguhnya dari Revolusi Oktober. Pada saat yang menentukan, makhluk-makhluk ini menyeberang ke kapitalisme dengan cara yang sama mudahnya dengan orang yang pindah dari ruangan kelas dua ke ruangan kelas satu di sebuah kereta api.
Dalam semalam, Partai “Komunis” Uni Soviet yang kelihatan perkasa dan monolitik runtuh seperti sebuah rumah kartu. Ketika menjadi jelas bahwa hari-hari Uni Soviet sudah bisa dihitung, yang pertama melompat dari kapal yang sedang tenggelam dan memeluk kapitalisme adalah para pemimpin “Partai Komunis” itu sendiri, dipimpin oleh Boris Yeltsin. Mereka saling berebut untuk mendistribusikan buah-buah kekuasaan ke keluarga-keluarga mereka, teman-teman mereka, kroni-kroni mereka, dengan menjarah negara dan mengubah diri mereka menjadi milyarder-milyarder. Dibandingkan dengan apa yang telah dilakukan para pemimpin “Partai Komunis” ini, pengkhianatan para pemimpin Sosial Demokrasi pada 1914 adalah permainan kanak-kanak semata! .
“Sosialisme yang Sejati”?
Pengkhianatan besar-besaran ini tidak bisa dipahami bila kita menerima ide bahwa yang eksis di Uni Soviet dan Eropa Timur adalah “Sosialisme yang sejati”, sebagaimana dipertahankan oleh para pemimpin Partai Komunis selama sekian dekade. Keruntuhan Uni Soviet, dalam kenyataannya, adalah akibat dari sekian dekade kemerosotan birokratik. Pada suatu waktu ketika birokrasi Moskow membanggakan diri tentang “pembangunan Sosialisme”, dalam kenyataannya Uni Soviet sedang meninggalkan Sosialisme. Dan, sebagaimana diprediksikan Trotsky pada 1936, kasta penguasa para pejabat tidak akan puas dengan hak-hak istimewa dan gaji mereka yang tinggi, tapi juga ingin mengamankan posisi mereka dan posisi anak-anak mereka, dengan mengubah kepemilikan negara menjadi kepemilikan pribadi. Ini tak terelakkan, kecuali kelas buruh menggulingkan birokrasi dan kembali kepada kebijakan Leninis tentang demokrasi buruh dan internasionalisme. Pada akhirnya, yang telah diprediksikan Trotsky benar-benar terjadi.
Dari 20 juta anggota yang PKUS, hanya 500 ribu orang yang tetap tinggal untuk membentuk Partai Komunis Federasi Rusia (PKFR). Tapi partai ini juga tidak ada sangkut-pautnya dengan Komunisme kecuali namanya saja. Setelah terpisah dari negara, para pemimpin PKFR menampilkan diri sebagai semi-oposisi terhadap Yeltsin dan sayap borjuis. Tapi dalam praktek, mereka menerima kapitalisme dan pasar, dan oposisi mereka memiliki karakter ritual dan simbolik semata. Hal yang sama bisa dikatakan tentang para pemimpin serikat-serikat buruh resmi (FNPR). Maka, kemarahan, kepahitan, dan frustrasi yang sangat besar dari massa tidak mendapatkan ekspresi yang terorganisir. Karena tidak ada kendaraan diperlukan untuk mengekspresikan dirinya, ketidakpuasan massa tersia-siakan, seperti uap tanpa kotak piston.
Trotsky telah menunjukkan bahwa sementara revolusi merupakan lokomotif sejarah, rezim-rezim reaksioner – khususnya rezim-rezim totalitarian seperti Stalinisme – bertindak sebagai rem atau tali kekang raksasa terhadap kesadaran manusia. Hingga tingkatan yang tidak bisa kita hargai, Stalin telah berhasil menghancurkan sama sekali tradisi-tradisi lama Bolshevik. Penghapusan secara fisik Garda Tua Leninis dan Oposisi Kiri membuat proletariat tidak memiliki pemimpin. Sekian dekade pemalsuan dan pembungkaman atas tulisan-tulisan Trotsky di Uni Soviet menghancurkan sisa-sisa terakhir dari tradisi-tradisi demokratis dan internasionalis Bolshevisme. Satu demi satu, kaum buruh yang berhasil bertahan dari mimpi buruk Stalinisme meninggal dunia, meninggalkan sebuah kekosongan kolosal, dan tidak ada yang mengisinya. Pada saat yang menentukan, proletariat ditinggalkan tanpa pimpinan, untuk menghadapi serangan gencar kapitalis.
Keruntuhan Uni Soviet dan “Partai Komunis”, setelah sekian dekade kekuasaan Stalinis, menyebabkan kebingungan dan disorientasi yang luar biasa. Setelah diberi asupan dusta dan falsifikasi sekian dekade, kebohongan-kebohongan yang dibikin oleh mesin propaganda raksasa yang mengajar rakyat untuk percaya bahwa Sosialisme dan Komunisme telah mendapatkan ekspresi tertingginya dalam sebuah rezim totaliter, yang didominasi oleh sebuah kasta birokrat yang korup dan merosot, kesadaran massa telah terpental jauh ke belakang. Ketika pada akhirnya rezim itu runtuh – sebagaimana telah diprediksikan dengan cemerlang oleh Trotsky dalam halaman-halaman Revolusi yang Dikhianati – massa dilumpuhkan oleh keterkejutan dan tidak mampu bereaksi. Sejumlah orang bahkan berilusi tentang kapitalisme, dengan asumsi bahwa hal-hal ihwalnya tidak akan menjadi semakin buruk. Namun, ilusi-ilusi ini tidak bertahan di hadapan ujian pengalaman.
Sebuah Rezim Kemunduran
Trotsky menulis dalam Revolusi yang Dikhianati: “Keruntuhan kediktatoran birokratik yang sekarang, jika tidak digantikan oleh kekuatan sosialis yang lain, niscaya akan berarti kembalinya hubungan kapitalistik yang disertai oleh kemunduran industri dan kebudayaan yang penuh bencana.” (Leon Trotsky, The Revolution Betrayed, hlm. 250-1.)
Pernyataan yang profetik ini secara akurat memprediksikan apa yang terjadi di Rusia sejak kejatuhan Uni Soviet. Marx menjelaskan bahwa satu-satunya cara sebuah sistem sosio-ekonomi bisa mempertahankan dirinya adalah dengan mengembangkan alat-alat produksi. Dari sudut pandang teori Marxis tentang sejarah, sebuah kelas penguasa yang baru — di bawah sistem sosio-ekonomi manapun — hanya bisa muncul dan menegakkan dirinya dengan syarat mengembangkan alat-alat produksi. Alasan keruntuhan Stalinisme adalah bahwa ia tidak sanggup lagi mencapai tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi daripada perekonomian-perekonomian kapitalis maju. Dalam periode yang lazim dikenal sebagai periode stagnasi pada masa Brezhnev, birokrasi tidak mengembangkan alat-alat produksi sama sekali. Ini berarti rezim birokratik Soviet ini sedang menjelang ajalnya.
Tapi apakah konter-revolusi kapitalis membawa suatu perbaikan? Sebaliknya, restorasi kapitalisme telah mengakibatkan krisis ekonomi, pengangguran, jatuhnya standar hidup bagi mayoritas masyarakat, kekayaan yang luar biasa besar bagi segelintir oligarki, keluarga mereka, dan pengikut-pengikut mereka. Restorasi kapitalis telah mendatangkan bagi rakyat Rusia semua berkah “pasar bebas”: prostitusi, kriminalitas, Gereja Ortodoks, anti-Semitisme dan berbagai macam rasisme, xenofobia Black Hundred (anti semitisme), kecanduan narkoba, Mafia, dan level-level korupsi yang membuat para birokrat Soviet lama kelihatan seperti orang suci bila dibandingkan.
Terlepas dari berbagai bencana kemanusiaan yang menjadi konsekuensi restorasi kapitalis, borjuasi Rusia tidak mengembangkan perekonomian. Borjuasi Rusia telah menangguk keuntungan dari sumber-sumber daya Rusia yang berlimpah, yakni minyak bumi dan gas. Tetapi secara sistematis kaum borjuasi Rusia menjarah perekonomian, mengeduk keuntungan dengan menjarah negara. Putin bercokol di puncak sebuah mesin birokratik-oligarkis yang korup, yang lebih besar dan lebih parasitik daripada mesin birokrasi Uni Soviet. Rezim ini adalah sebuah rezim gangster, yang dikepalai oleh seorang gangster dengan sebuah mentalitas gangster. Ini bukan kemajuan, melainkan kemunduran yang sangat mengerikan.
Panggung telah disiapkan bagi suatu periode yang bergejolak dalam sejarah Rusia. Saat ini rezim Putin kelihatan solid. Tapi dalam kenyataannya, rezim ini seperti “gubuk di atas kaki ayam” dalam fabel Rusia. Nasib Rusia masih belum diputuskan oleh sejarah. Pertanyaan yang menentukan adalah perekonomian, yang sedang menghadapi kesulitan-kesulitan yang semakin besar. Semakin banyak orang yang bilang, “Kendati segala sesuatunya, hal-ihwal lebih baik di zaman Uni Soviet.” Tabir asap nasionalisme pada akhirnya akan lenyap tersapu dan rezim ini akan masuk ke dalam krisis.
Ketidakpuasan telah berkembang di kalangan kelas-kelas menengah. Namun pertanyaan kuncinya, selalu, adalah: kelas buruh. Sekali proletariat mulai bergerak, ia bisa menyapu semua yang ada di hadapannya. Proletariat Rusia memiliki suatu tradisi revolusioner yang panjang dan jaya. Mereka akan menemukannya kembali selama proses perjuangan. Sudah barang tentu, proses ini akan jauh lebih cepat dan lebih efektif bila sebuah tendensi Leninis massa yang sejati hadir. Tapi proletariat Rusia akan tetap belajar.
Rusia masa kini bukanlah Rusia yang terbelakang, semi-tani seperti dekade 1920-an. Rusia hari ini memiliki sebuah basis industrial yang hebat dan suatu kelas buruh yang terdidik dan berbudaya, yang merupakan mayoritas yang sangat luas dari masyarakat. Basis material eksis bagi suatu kemajuan yang cepat ke arah Sosialisme. Hanya sebuah rezim demokrasi buruh yang sejati, seturut dengan garis-garis 1917, bisa memberi Rusia suatu jalan keluar dari kebuntuan saat ini. Sebuah Oktober yang baru akan mentransformasi seluruh situasi dunia jauh lebih cepat dan radikal ketimbang 10 hari yang mengguncangkan dunia pada 1917. Jalan akan terbuka bagi kemenangan Sosialisme, bukan hanya di Rusia, tetapi juga di seluruh dunia.
London 26 Mei 2015.