Penyerangan kembali terjadi di Asrama mahasiswa Papua Surabaya pada Kamis (15/8). Aparat beserta kelompok ormas reaksioner yang mengatasnamakan Pancasila dan Islam membawa pentungan melempari asrama dengan batu bata. Mereka berteriak memprovokasi, berumpat rasis serta merusak sarana asrama.
“Kemarin sore jam 15.00 wib, Kami kaget saat TNI mendobrak pintu disertai ‘hei anjing, babi, monyet keluar lo. Kalau berani. Hadapi kami di depan’,” ujar Dorlince Iyowauw. Aparat yang bertugas hanya melihat dan ketika situasi sudah berkecamuk, aparat beserta pasukan anti huru-hara menyerbu asrama dengan peluru dan gas air mata. Asrama diacak-acak. Tanpa mengetahui kesalahan mereka, 42 penghuni asrama ditangkapi dan ditahan.
Sebelumnya di Malang aksi memperingati New York Agreement juga ditindas oleh aparat dan ormas mereka. Ini adalah satu dari sekian teror yang dilancarkan negara lewat aparat dan ormas reaksionernya untuk membungkam kebebasan dan aspirasi kemerdekaan Papua. Membenturkan ormas reaksioner adalah cara ampuh aparat negara untuk memberi alasan bagi mereka untuk menindas dan membungkam kebebasan pendapat di masa-masa ‘damai’. Legitimasi aparat akan terganggu oleh pemberitaan media bila mereka menggunakan teror langsung. Oleh karena itu mereka menggunakan ormas-ormas bayaran mereka untuk melakukan tugas pertama mereka.
Media-media yang ada tidak pernah bisa dipercaya. Mereka tidak pernah memberitakan apa yang sebenarnya dan mengapa serangan ini berulang kali terjadi. Tajuk-tajuk seperti “Asrama Ditembak Gas Air Mata, Mahasiswa Papua Menyerah”, “Tolak Kibarkan Merah Putih, Asrama Mahasiswa Papua Digeruduk Warga” menguasai layar-layar media. Seakan-akan semua kesalahan ini dilemparkan kepada mahasiswa Papua. Bila media ini jujur tentu mereka mengatakan bahwa kenapa Asrama Papua yang diserang ormas, dan mengapa pula mereka yang ditangkap. Tapi kita tidak bisa mengeluh mengenai netralitas media, karena media-media yang adalah corong bicaranya penguasa. Mereka bersatu padu menciptakan opini publik bahwa gerakan Papua salah dan patut ditindas. Inilah tujuan mereka.
Cara-cara penguasa Indonesia membungkam aspirasi kebebasan sebuah bangsa bukanlah sesuatu yang asing dan hampir digunakan oleh penguasa di berbagai negeri. Di Turki cara kekerasan dan tuduhan teroris dialamatkan kepada rakyat Kurdi. Begitu pula penderitaan rakyat Uighur di bawah Tiongkok serta rakyat Kashmir di bawah India. Perang melawan gerakan separatis selalu dijadikan alasan atas teror yang dilakukan kelas penguasa untuk membasmi gerakan kemerdekaan. Semakin gerakan ini ditindas dan dibungkam semakin jelas bahwa masalah kebangsaan tidak pernah diselesaikan dengan cara-cara damai.
Hanya melalui solidaritas kelas tertindas mampu memberikan jaminan terhadap Masalah Kebangsaan Papua. Kita tidak percaya pada dialog-dialog klise serta tekanan-tekanan pada badan Internasional borjuis seperti PBB dll., apalagi pendekatan patriotik (PRD) Partai Rakyat Demokratik memenangkan Pancasila di bumi Papua yang merupakan cara impoten untuk menyelesaikan masalah kebangsaan Papua. Ini hanya menjadi bahan tertawaan bagi para pejuang Papua yang sehari-hari mengalami penindasan dan represi.
Cara-cara ini adalah cara lembek yang terbukti tidak pernah bisa membebaskan sebuah bangsa. Kelas penguasa Indonesia telah secara terbuka mempertahankan kekuasaannya terhadap Papua dengan teror dan kekerasan. Karenanya Masalah Kebangsaan Papua hanya bisa diselesaikan lewat jalur perjuangan kelas dengan metode aksi massa yang militan. Kelas tertindas di negeri penindas terutama kelas buruhnya harus mendukung Hak Menentukan Nasib Sendiri bagi rakyat Papua. Serikat-serikat buruh Indonesia harus berani berdiri bersama rakyat Papua. Bila ada penyerangan kembali terhadap kawan-kawan Papua kita, serikat-serikat buruh harus segera mengorganisir aksi solidaritas, dengan memobilisasi anggota-anggota buruh untuk menjadi pagar betis. Tunjukkan kepada ormas-ormas reaksioner ini kalau kawan-kawan muda Papua kita ini tidak sendirian. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kelas tertindas di negeri penindas tidak mempunyai kepentingan yang sama dengan kelas penguasanya. Kepentingan kelas tertindas di manapun mereka berada adalah menghancurkan para penindasnya tidak peduli bangsa, ras dan warna kulit mereka.
Hentikan teror!
Hentikan kekerasan!
Berikan Hak menentukan Nasib Sendiri bagi Papua!
Kaum tertindas Indonesia dan Papua bersatulah!