Skip to content
Sosialis Revolusioner
Menu
  • Berita
  • Analisa
    • Gerakan Buruh
    • Agraria & Tani
    • Gerakan Perempuan
    • Gerakan Mahasiswa
    • Ekonomi
    • Politik
    • Pemilu
    • Hukum & Demokrasi
    • Imperialisme & Kebangsaan
    • Krisis Iklim
    • Lain-lain
  • Teori
    • Sosialisme
    • Materialisme Historis
    • Materialisme Dialektika
    • Ekonomi
    • Pembebasan Perempuan
    • Organisasi Revolusioner
    • Iptek, Seni, dan Budaya
    • Lenin & Trotsky
    • Marxisme vs Anarkisme
    • Sejarah
      • Revolusi Oktober
      • Uni Soviet
      • Revolusi Indonesia
      • Lain-lain
  • Internasional
    • Asia
    • Afrika
    • Amerika Latin
    • Amerika Utara
    • Eropa
    • Timur Tengah
  • Perspektif Revolusi
  • Program
  • Pendidikan
  • Bergabung
Menu

Menyambung Benang Merah dari Leon Trotsky ke Ted Grant

Dipublikasi 23 August 2025 | Oleh : Fahri Anam

Seorang yang tidak memahami sejarahnya sendiri akan tersesat dalam perjalanannya ke masa depan. Kita belajar sejarah bukan demi kepentingan akademis atau memuaskan rasa keingintahuan kita, bukan sebagai kumpulan fakta semata, tetapi sebagai serpihan-serpihan penting yang membentuk jati diri kita sehingga kita dapat lebih memahami diri kita sendiri.

Kerja pembangunan organisasi proletariat revolusioner telah dimulai oleh bergenerasi pejuang sebelum kita, lebih dari 1 abad yang lalu, jauh lebih lama dari umur manusia yang pendek dan fana itu. Maka dari itu, tugas memahami sejarah organisasi revolusioner tidak bisa dilakukan secara pasif, tetapi harus digali dan diresapi secara aktif. Proses mentransfer pengalaman yang telah terkumpul dari sejarah panjang organisasi proletariat revolusioner – dan tidak hanya pengalaman, tetapi terutama semangat dan nilai-nilainya – adalah bagian penting dari pendidikan kader.

Seorang kader bisa saja baru berumur 20 tahun secara biologis. Tetapi bila dia telah mendalami sejarah Internasional kita, meresapi dan memahaminya, maka sejatinya dia telah berumur lebih dari seratus tahun. Inilah kader revolusioner yang ingin kita bangun.

Organisasi proletariat revolusioner memiliki sejarah panjang dengan banyak pengalaman dan pelajaran berharga, yang telah dibayar dengan pengorbanan besar dan kerja keras. Janganlah kita sia-siakan pelajaran-pelajaran ini.

Legasi Oposisi Kiri: Berjuang mempertahankan panji Bolshevisme

Kaum revolusioner menarik garis sejarah mereka jauh ke belakang sampai ke Internasional Pertama, yang cita-citanya dikumandangkan oleh manifesto yang paling terkenal itu, yaitu “menumbangkan supremasi borjuis dan penaklukan kekuasaan politik oleh proletariat” demi tercapainya masyarakat tanpa kelas. Benang merah sejarah ini terus mengalir dari Komune Paris sampai ke Revolusi Oktober, dan terus berlanjut ke empat kongres pertama Internasional Ketiga yang merupakan sekolah strategi revolusioner yang paling luar biasa.

Organisasi proletariat revolusioner terutama mengambil inspirasinya dari perjuangan gigih yang diluncurkan oleh kelompok Oposisi Kiri yang dipimpin oleh Leon Trotsky dalam melawan degenerasi birokratik di Uni Soviet. Risalah singkat ini akan mengupas sejarah Oposisi Kiri, yang bisa dikatakan merupakan masa tersulit dalam sejarah perjuangan proletariat.

Di sini kita saksikan bagaimana kemenangan gemilang Revolusi Oktober dikhianati oleh kontra-revolusi birokratik. Negara buruh demokratik digantikan oleh karikatur birokratik yang mengerikan. Birokrasi ini, dengan Stalin di kepalanya, bahkan menggambarkan diri mereka sebagai penerus Lenin, dan dengan demikian mengotori panji Revolusi Oktober. Trotsky dengan kaum Bolshevik lainnya, yang tergabung dalam Oposisi Kiri, adalah yang pertama menabuh genderang perang untuk mempertahankan legasi Revolusi Oktober.

Kendati apa yang digaungkan oleh kaum borjuis dan Stalinis, tidak ada kesamaan antara Stalinisme dan Bolshevisme-Leninisme, baik secara politik, teori, maupun organisasional. Ada sungai darah yang memisahkan mereka. Hampir semua kader Bolshevik Tua, yaitu kolega-kolega lama Lenin, lenyap ditelan oleh kegelapan reaksi yang pekat.

Dari 30 anggota Komite Pusat Partai Bolshevik pada 1917 yang memimpin Revolusi Oktober, sebagian besar dieksekusi oleh Stalin dalam pengadilan fitnah pada 1930an. Delapan belas pemimpin Revolusi Oktober ini dituduh sebagai agen fasis dan imperialis, dan kemudian dieksekusi. Sementara 8 lainnya beruntung meninggal secara wajar sebelum 1927, yaitu sebelum Stalin naik ke tampuk kekuasaan. Bila tidak, kebanyakan dari mereka pasti akan mengalami nasib buruk yang sama. Hanya 3 yang beruntung selamat dari cengkeraman mematikan Stalin. Nasib serupa dialami jajaran Bolshevik dari atas hingga bawah. Puluhan ribu dipecat, dipenjara, diasingkan, dihukum kerja paksa, dan akhirnya dieksekusi.

Ironisnya, yang ditugaskan Stalin untuk menjadi algojo dalam Pengadilan Moskow yang berdarah-darah itu adalah Andrey Vyshinsky, seorang Menshevik yang pada 1917 menentang keras Revolusi Oktober. Ia sebelumnya adalah musuh terbesar Bolshevisme. Seperti kutu loncat dia bergabung dengan Partai Bolshevik hanya pada 1920, yakni ketika Tentara Merah sudah mulai menang dan berhasil memukul balik Tentara Putih, dan kekuasaan Soviet sudah mantap.

Dari fakta sederhana ini saja jelas bahwa birokrasi Stalinis harus memusnahkan generasi Bolshevik yang terbaik untuk bisa mengukuhkan posisi mereka. Birokrasi ini tidak lain adalah unsur-unsur asing yang menyusup masuk ke dalam Partai Bolshevik dan Soviet: kutu loncat oportunis seperti Vyshinsky yang jumlahnya tidak sedikit, para pemburu jabatan, mantan pejabat Tsar, dll. Inilah basis sosial dari degenerasi birokratik di Uni Soviet, yang diejawantahkan dalam diri Stalin.

Oposisi Kiri dengan sendirinya berani berdiri melawan dan tidak tunduk pada persekusi Stalin. Inilah legasi organisasi kaum revolusioner. Perjuangan kaum revolusioner sedari awal adalah perjuangan untuk mempertahankan panji Bolshevisme dari penyelewengan, pemelintiran, dan vulgarisasi Stalinis.

Internasionalisme

Perjuangan Oposisi Kiri melawan birokrasi Soviet dimulai pada 1923. Dimulai dari tahun tersebut, boleh dikatakan birokrasi semakin menguat dan semakin sadar mengekspresikan kepentingan mereka. Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Lenin sendiri sudah cemas dengan tendensi birokrasi yang menguat ini. Di Kongres Partai Bolshevik terakhir yang dia hadiri pada April 1922 sebelum stroke melumpuhkannya, dia mengatakan:

“Bila kita ambil contoh Moskow dengan 4.700 Komunis yang ada dalam posisi bertanggungjawab di satu sisi, dan mesin birokrasi yang besar di sisi lain, kita harus bertanya: siapa yang mengarahkan siapa? Saya sangat meragukan kalau kita bisa mengatakan dengan jujur bahwa kaum Komunis-lah yang mengarahkan mesin birokrasi itu. Sejujurnya, bukan mereka yang mengarahkan tetapi mereka-lah yang diarahkan.”

Dalam kecemasan inilah pada akhir hidupnya Lenin membentuk blok dengan Trotsky untuk menyingkirkan Stalin dari posisi Sekretaris Jendral. Dalam Surat Terakhirnya (Lenin’s Last Testament), dia menulis:

“Kamerad Stalin, setelah menjadi Sekretaris Jendral, memiliki otoritas tak-terbatas yang terkonsentrasikan di tangannya, dan saya tidak yakin dia selalu bisa menggunakan otoritas itu dengan hati-hati. … Stalin orangnya terlalu kasar dan cacat ini, meskipun dapat ditolerir di antara kita dan dalam berhubungan dengan kita kaum Komunis, menjadi tidak dapat ditolerir sebagai seorang Sekretaris Jenderal. Inilah mengapa saya mengusulkan kamerad sekalian memikirkan cara untuk menyingkirkan Stalin dari jabatan itu dan mengangkat orang lain untuk menggantikannya, yang dalam banyak hal berbeda dari Kamerad Stalin, dengan satu ciri-ciri utama, yakni lebih toleran, lebih loyal, lebih sopan dan lebih perhatian pada para kamerad, dan tidak impulsif dan tak terduga.”

Sayangnya Lenin meninggal sebelum bisa meluncurkan perjuangan ini.

Namun ada proses lainnya yang lebih penting yang melandasi bangkitnya dan menguatnya birokrasi, yaitu kekalahan demi kekalahan revolusi Eropa Barat yang semakin memperparah kondisi keterisolasian Uni Soviet.

Isu yang awalnya jadi perseteruan antara Trotsky dan Stalin adalah bagaimana mempertahankan Uni Soviet di tengah keterisolasiannya itu. Trotsky menekankan Partai Bolshevik harus terus membangun industri Soviet sembari melanjutkan kerja memperkuat organisasi (Internasional Ketiga) untuk memenangkan revolusi dunia, karena mustahil bagi Soviet untuk membangun sosialisme, apalagi mencapai sosialisme, tanpa kemenangan revolusi sosialis di negara-negara kapitalis maju. Apa yang dibela Trotsky adalah jiwa internasionalisme dari Marxisme, gagasan yang juga dipegang oleh Lenin.

Sementara Stalin berpendapat bahwa Uni Soviet bisa membangun sosialisme dengan sendirinya, seturut teori “sosialisme di satu negara”, dan Partai Bolshevik tidak perlu lagi menyibukkan dirinya dengan revolusi sosialis dunia. Di sini Stalin merefleksikan kepicikan berpikir birokrasi, dengan nasionalismenya yang sempit, dan mewakili kepentingan birokrasi yang kini hanya ingin menjaga dan menikmati privilese mereka tanpa diganggu oleh usaha mengobarkan revolusi dunia yang berisiko itu. Inilah basis sosial dari teori “sosialisme di satu negara”.

Apa yang dibela Trotsky dan Oposisi Kiri adalah internasionalisme yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Marxisme dan gerakan proletariat. Bukan tanpa alasan Marx memulai aktivitas politiknya sedari awal sejak 1847 dengan usaha membangun partai buruh internasional, dan mengatakan bahwa tugas kaum revolusioner adalah “menunjukkan serta mengedepankan kepentingan bersama seluruh proletariat, terlepas dari semua kebangsaan.”

Slogan “kaum buruh sedunia bersatulah” bukanlah slogan hampa untuk bersolidaritas saja. Slogan ini merupakan esensi program kelas buruh, yang diwujudkan oleh Marx dan Engels dalam partai buruh sedunia yang kita kenal dengan nama Internasional Pertama dan Kedua.

Ketika kaum Bolshevik dan Lenin meluncurkan Revolusi Oktober, mereka tidak hanya berpikir untuk Rusia saja. Mereka melihat kemenangan proletariat Rusia sebagai bagian dari revolusi dunia. Bukan tanpa alasan kaum Bolshevik segera mencurahkan energi mereka untuk mendirikan Internasional Ketiga, membantu dengan aktif dan gigih pembangunan partai-partai revolusioner di seluruh dunia guna memastikan kemenangan proletariat di negara-negara lain. Ini bukan hanya “solidaritas” semata. Lenin mengatakan berulang kali dalam banyak kesempatan, tanpa kemenangan revolusi di Barat maka revolusi Rusia tidak akan selamat.

Menyelamatkan Internasional Ketiga

Inilah esensi Internasionalisme yang menjadi DNA organisasi proletariat revolusioner. Trotsky dan Oposisi Kiri berjuang untuk menyelamatkan Internasional Ketiga. Sejak kematian Lenin pada 1924, Stalin dan birokrasi terus menggeser Internasional Ketiga ke kanan, dengan kebijakan zig-zag mereka yang menghasilkan kekalahan demi kekalahan. Setiap kekalahan ini membuat Uni Soviet semakin terisolasi, yang pada gilirannya semakin memperkuat kasta birokrasi. Oposisi Kiri dengan teguh terus mengkritik kebijakan-kebijakan Stalinis dalam Internasional Ketiga yang keliru. Tulisan-tulisan Trotsky dan Oposisi Kiri seputar ini merupakan harta karun.

Pada 1927, Trotsky dan semua kaum Oposisi Kiri dipecat dari partai. Stalin dan birokrasi memperketat represi terhadap semua oposisi. Semasa hidup Lenin, Partai Bolshevik adalah partai yang paling demokratik. Di bawah Stalin, demokrasi partai diberangus dan sentralisme demokratik dijungkirbalikkan menjadi sentralisme birokratik. Tidak puas dengan memecat Trotsky, Stalin bahkan memerintahkan Trotsky ditangkap dan diasingkan.

Pada 1928 Trotsky diasingkan ke pedalaman Alma-Ata (Kazakhstan), tetapi dia tidak menyerah. Di pengasingan yang terpencil itu, dia menulis salah satu dokumen perspektif Oposisi Kiri yang terpenting: The Third International After Lenin: The Draft Program of the Communist International, A Criticism of Fundamentals, yang ditulisnya sebagai perspektif tandingan untuk Kongres Internasional Ketiga yang ke-6 pada 1928. Dokumen tersebut memaparkan kritik komprehensif terhadap teori sosialisme di satu negara dan teori revolusi dua tahap yang mulai dijajakan oleh Stalin.

Dari pengasingannya itu Trotsky mengirim dokumen tersebut ke Kongres Internasional Ketiga. Sebagai seorang yang sudah dipecat, diasingkan, dan dicap agen kontra-revolusioner, Trotsky tidak terlalu berharap banyak dokumennya akan sampai ke tangan para delegasi kongres. Tetapi dia harus mencobanya, karena baginya nasib Revolusi Oktober akan tergantung pada Internasional Ketiga. Entah karena keberuntungan apa, atau mungkin masih banyak simpatisan di dalam partai, dokumen tersebut tiba di meja komite penerjemah dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan dibagikan ke sejumlah delegasi kongres. Stalin dan birokrasi mengetahui ini terlambat dan memerintahkan para delegasi untuk mengembalikan dokumen terlarang tersebut. Tetapi sejumlah delegasi sudah sempat membacanya. Delegasi dari Amerika, James Cannon, menyembunyikannya untuk diselundupkan ke luar Rusia. Dokumen ini dengan tajam menjelaskan gagasan Oposisi Kiri dan menghancurkan fitnah mengenai “Trotskisme” yang disebarkan oleh birokrasi ke seluruh partai komunis saat ini. Lewat dokumen ini, faksi-faksi Oposisi Kiri-pun terbentuk di banyak partai komunis lainnya dan dengan demikian embrio Oposisi Kiri Internasional lahir.

Trotsky melihat polemik di dalam Partai Bolshevik bukan sebagai urusan Rusia semata, tetapi sebagai bagian dari problem internasional gerakan proletariat di seluruh dunia. Ini tidak hanya akan menentukan nasib Soviet Rusia tetapi juga nasib gerakan proletariat dunia. Pada kenyataannya, keberhasilan revolusi di negara-negara lain memiliki konsekuensi besar pada perkembangan Uni Soviet. Cara pandang demikian juga menjadi DNA organisasi kaum revolusioner sejati. Kaum revolusioner tidak hanya memikirkan problem revolusi di negeri mereka sendiri saja, tetapi juga revolusi dunia, dan oleh karenanya mesti memperhatikan, mengikuti, dan terlibat secara aktif dalam perkembangan politik dan gerakan proletariat di negara-negara lain. Inilah makna dari pembangunan partai proletariat dunia.

Dari pengasingannya Trotsky bekerja keras untuk mengorganisir Oposisi Kiri Internasional. Oposisi Kiri Internasional menganggap dirinya sebagai faksi Internasional Ketiga, walaupun telah dipecat darinya, dengan tujuan menyelamatkan organisasi tersebut dari birokrasi.

Pada 1938, menjadi jelas bahwa Internasional Ketiga ini sudah tidak lagi bisa diselamatkan. Kanker birokrasi telah melumatnya dan membunuhnya. Internasional Ketiga sudah berubah dari organisasi untuk revolusi dunia menjadi alat kebijakan asing birokrasi Uni Soviet. Pada 1938, Oposisi Kiri mendirikan Internasional Keempat dengan dokumen pendiriannya Program Transisional. Trotsky tidak keliru, karena tidak lama kemudian pada 1943 Stalin membubarkan Internasional Ketiga sebagai konsesi kepada imperialisme, untuk menunjukkan kepada kapitalis dunia bahwa dia tidak lagi akan mengancam dominasi mereka dengan revolusi dunia, bahwa Uni Soviet (atau lebih tepatnya birokrasi Soviet) hanya akan mengurus dirinya sendiri.

Internasional Keempat didirikan sebagai kelanjutan Internasional Ketiga, atau lebih tepatnya kelanjutan dari empat kongres pertama Internasional Ketiga (1919-1923). Dokumen empat kongres pertama Internasional Ketiga adalah fondasi organisasi proletariat revolusioner. Inilah yang sedang kita teruskan sekarang. Kita sedang melanjutkan apa yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu kita: membangun partai revolusioner dunia.

Kemandirian Kelas Buruh

Satu gagasan penting lain yang dibela oleh Oposisi Kiri adalah kemandirian kelas buruh. Dengan menguatnya birokrasi di dalam Soviet dan Partai Bolshevik, menguat pula tendensi kolaborasi kelas dan reformisme. Polemik ini pertama kali terkuak dalam problem Revolusi Cina pada 1923-27, yang menjadi isu penting dalam Partai Bolshevik.

Stalin mengarahkan Partai Komunis Cina (PKC) untuk tidak hanya beraliansi dengan partai borjuis Kuomintang (KMT), tetapi bahkan untuk tunduk di bawahnya. Alasan yang digunakan adalah bahwa karakter revolusi Cina adalah revolusi borjuis, dan oleh karenanya tugas kaum revolusioner adalah mendukung kelas borjuis. Hanya setelah revolusi demokratik tuntas, hanya setelah borjuasi berkuasa dan menegakkan kapitalisme, maka kaum buruh boleh berbicara mengenai perjuangan kelas dan sosialisme. Sebelum itu, perjuangan kelas tunduk di bawah perjuangan demokratik nasional. Stalin menganggap KMT sebagai partai revolusioner dan bahkan mengangkatnya menjadi “anggota kehormatan” Internasional Ketiga. Teori Stalinis ini kita kenal dengan nama teori revolusi dua-tahap.

Trotsky menekankan, tugas-tugas revolusi borjuis-demokratik (penghapusan feodalisme, pendirian negara demokratik yang berdaulat) hanya bisa dituntaskan lewat perebutan kekuasaan oleh kelas buruh yang memimpin kaum tani. Perjuangan ini harus dikobarkan dengan menjaga kemandirian kelas buruh. Kelas borjuis nasional terlalu bangkrut dan penuh keragu-raguan untuk bisa dijadikan sekutu. Namun, seketika kaum buruh mengambil kekuasaan ke tangannya untuk menyelesaikan tugas-tugas demokratik, mereka akan segera terdorong melangkah ke revolusi sosialis dan memulai penyelesaian tugas-tugas sosialis (ekspropriasi kelas kapitalis, pendirian ekonomi terencana, dll.). Sejatinya, hanya dengan melangkah ke revolusi sosialis maka tugas-tugas revolusi borjuis-demokratik dapat dituntaskan.

Ini terkonfirmasi dalam Revolusi Oktober. Kaum borjuis liberal Rusia (pemerintahan provisional borjuis) terlalu bangkrut dan di setiap langkah tidak hanya senantiasa berupaya mengerem laju Revolusi Rusia tetapi bahkan menyabotasenya. Partai Menshevik mendukung borjuis liberal dengan dalih bahwa tahapan revolusi di Rusia adalah revolusi borjuis demokratik, dan proletariat tidak diperbolehkan merebut kekuasaan. Tanpa Partai Bolshevik yang memimpin proletariat ke perebutan kekuasaan pada Oktober 1917 maka seluruh revolusi Rusia sudah pasti akan gagal. Revolusi yang gagal hanya akan berakhir dengan pembantaian terhadap proletariat, seperti yang terjadi di Komune Paris 1871, juga seperti yang terjadi pada Spartakus dan budak-budak yang melawan 2000 tahun yang lalu, atau yang terjadi pada tragedi 1965.

Dengan teori revolusi dua-tahap itu, yang esensinya adalah kolaborasi kelas, Stalin mengikat PKC pada KMT, mengikat kaum buruh pada kaum borjuis, dan menghancurkan peluang revolusi Cina. Pada 1927, KMT berbalik menghantam PKC dan membantai puluhan ribu anggota PKC. Alih-alih belajar dari kesalahan ini, birokrasi Stalinis justru mengkodifikasinya menjadi teori revolusi dua-tahap, teori utama Stalinis yang disebar ke seluruh partai komunis di dunia. Hasilnya adalah kekalahan demi kekalahan sepanjang sejarah. Sebut saja kekalahan Revolusi Spanyol 1936-39 akibat kebijakan Front Popular, yakni kebijakan berkolaborasi dengan apa yang mereka sebut kaum borjuis demokratik anti-fasis. Di Indonesia, ini berakhir dengan tragedi 1965. PKI menunda revolusi sosialis dan perjuangan kelas untuk mengekor Sukarno, untuk beraliansi dengan apa yang mereka anggap sebagai borjuasi progresif, untuk menuntaskan terlebih dahulu revolusi nasional. Lewat teori revolusi dua-tahap ini kelas buruh Indonesia dilucuti kesadaran kelasnya, yang akhirnya membuka jalan bagi kontra-revolusi.

Gagasan yang diperjuangkan oleh Trotsky dan Oposisi Kiri ini – internasionalisme dan kemandirian kelas buruh – kita kenal dengan nama Revolusi Permanen. Trotsky tentunya tidak menciptakan ini dengan sendirinya, tetapi hanya mengembangkan lebih lanjut apa yang telah dirumuskan oleh Marx dan Engels. Ini adalah landasan teori organisasi proletariat revolusioner, yang pembangunannya dimulai terlebih dahulu dengan perjuangan ideologis untuk meluruskan gagasan Revolusi Permanen, yang sudah banyak sekali difitnah dan sengaja didistorsi oleh banyak kaum Kiri. Misalnya, hampir semua aktivis PRD dicekoki dengan sentimen anti-Trotsky walaupun mereka tidak pernah membaca satupun karya Trotsky. Maka dari itu, tugas awal kaum revolusioner adalah menerjemahkan Revolusi Permanen, mendalaminya dan menyebarkan gagasan tersebut, terutama untuk memahami akar ideologis kekalahan PKI pada 1965.

Internasional Keempat, Membangun Partai Kader

Pada 3 September, 1938, di sebuah desa kecil Perigny, Prancis, berkumpullah 22 delegasi dari 11 negara untuk Kongres Pendirian Internasional Keempat. Dengan Internasional Keempat, Trotsky sedang mempersiapkan kader-kader revolusioner baru yang dapat memimpin proletariat ke kemenangan. Seperti yang dia tulis dalam manifesto politik Program Transisional yang menjadi dokumen pendirian, krisis yang dihadapi oleh umat manusia dapat direduksi menjadi krisis kepemimpinan proletariat. Kepemimpinan reformis dan Stalinis telah menjadi penghalang utama kemenangan proletariat.

Sejak Trotsky membangun Oposisi Kiri Internasional, yang lalu menjadi Internasional Keempat, dia menaruh perhatian pada dua hal: teori dan profesionalisme.

Mengikuti metode dan tradisi Partai Bolshevik, Trotsky memastikan adanya kedisiplinan dan kesatuan teori dalam Internasional Keempat. Organisasi ini bukanlah organisasi longgar yang semata-mata menghimpun semua orang yang kritis dan anti terhadap Stalin. Banyak sekali orang yang anti-Stalin tetapi untuk alasan yang keliru, dengan landasan teori yang salah. Seperti halnya hari ini banyak Kiri yang kritis terhadap kapitalisme, tetapi tidak semua yang melakukannya dari sudut pandang Marxis.

Trotsky tidak ingin membangun organisasi yang tampaknya besar, yang di atas kertas memiliki banyak anggota, tetapi sesungguhnya berisikan anggota-anggota yang tidak memiliki kesatuan ideologis. Trotsky sedari awal memerangi ini dan kita bisa melihat ini dari tulisan Trotsky selama periode ini (1923-1940), yang penuh dengan polemik-polemik tajam. Polemik-polemik ini bukan debat kusir remeh temeh, tetapi bagian dari perjuangan ideologis yang penting untuk mengukuhkan fondasi partai.

Di tengah kemunduran gerakan proletariat akibat degenerasi birokratik di Uni Soviet, klarifikasi teori Marxis sampai ke dasar-dasarnya menjadi penting. Salah satu isu penting misalnya adalah analisis Marxis mengenai proses degenerasi birokratik Uni Soviet yang dituangnya dalam buku Revolusi yang Dikhianati; dan dalam isu ini Oposisi Kiri dan Internasional Keempat harus pecah dengan banyak elemen sepanjang perjalanannya. Tetapi ini merupakan proses penting untuk menyelamatkan tradisi Bolshevisme, terutama dari tekanan borjuis kecil.

Degenerasi Internasional Keempat Setelah kematian Trotsky

Walaupun Internasional Keempat sangatlah kecil dan terisolasi, tetapi Stalin dan birokrasi sangatlah takut padanya. Ini karena Internasional Keempat mewarisi ide dan tradisi Bolshevisme yang diteruskan dengan sangat gigih oleh Leon Trotsky. Untuk itu, Stalin merasa perlu menghabisi Trotsky, seperti yang telah dia lakukan terhadap semua Bolshevik Tua di Uni Soviet. Pada 21 Agustus 1940, Stalin berhasil membunuh Trotsky.

Sayangnya, mayoritas kepemimpinan Internasional Keempat yang ada tidak memadai untuk membangun organisasi ini selepas kematian Trotsky. Ini mengakibatkan degenerasi Internasional Keempat.

Pada 1938, Trotsky mengajukan perspektif bahwa perang dunia saat itu akan mendorong kapitalisme ke krisis yang dalam dan membuka periode revolusi yang akan menumbangkan kapitalisme. Menurut perspektifnya, periode ini juga akan menyapu bersih reformisme dan Stalinisme, dan membuka jalan bagi bangkitnya kembali Marxisme dan menguatnya Internasional Keempat. Tetapi perang adalah problem yang kompleks, yang bisa menghasilkan perkembangan-perkembangan baru yang tak terduga. Dan inilah yang terjadi. Selama Perang Dunia II, situasi berubah dengan drastis dan cepat, dan sayangnya Trotsky sudah tidak bisa lagi menganalisis perubahan-perubahan ini dan menelurkan perspektif baru. Sementara, para pemimpin Internasional Keempat hanya bisa membeo apa yang ditulis oleh Trotsky pada 1938.

Pasca Perang Dunia kedua membuka periode boom kapitalisme. Kemenangan Uni Soviet atas Nazi Jerman meningkatkan prestise Stalinisme. Boom kapitalisme memberi ruang besar bagi reformisme. Alih-alih periode revolusioner, yang ada setelah berakhirnya perang dunia adalah kestabilan kapitalisme, dan menguatnya reformisme dan Stalinisme. Kepemimpinan Internasional Keempat (James Cannon, Ernest Mandel, Pablo, dkk.) menolak melihat perubahan situasi ini, dan masih berpegang pada apa yang ditulis Trotsky pada 1938. Padahal, perspektif itu seharusnya hidup, dan bukan dogma kaku. Perspektif harus terus berkembang dengan mengamati proses-proses yang terus berjalan. Hanya kamerad Ted Grant (1913-2006), teoretikus dan pendiri Internasional kita, yang mampu membaca situasi baru ini dan berusaha mengubah orientasi Internasional Keempat.

Ted Grant lahir di Afrika Selatan pada 1913 dan bergabung dengan Oposisi Kiri di sana saat baru saja menginjak umur 16 tahun. Sejak itu dia tidak pernah lagi melihat ke belakang dan mendedikasikan hidupnya untuk Marxisme. Pada 1934 dia berangkat ke Inggris untuk bergabung dengan kelompok Oposisi Kiri di sana, karena di Eropa-lah kapitalisme memasuki periodenya yang sangat penuh gejolak. Di sana dia bersama kamerad-kameradnya mendirikan Workers International League (WIL). Walaupun saat itu kelompoknya tidak diikutsertakan dalam kongres pendirian Internasional Keempat, karena manuver birokratik James Cannon, WIL selalu melihat dirinya sebagai bagian dari Internasional Keempat, dan dengan setia menerapkan garis Trotsky. Selama PD II, WIL adalah organisasi Trotskis yang paling aktif dan berhasil. Hanya pada Maret 1944 kamerad-kamerad WIL dan Ted Grant, setelah membuktikan dirinya sebagai organisasi Trotskis yang paling besar dan berhasil di Inggris, akhirnya diterima sebagai seksi resmi Internasional Keempat. Namun manuver para pemimpin Internasional Keempat baru saja mulai.

Dalam salah satu wawancaranya, dia menceritakan kembali masa itu:

“Mereka [para pemimpin Internasional Keempat seperti Cannon, Pablo, Mandel, dkk.] benar-benar ultra-kiri. Mereka mengira revolusi sudah di depan mata. Mereka mencoba menyangkal adanya pemulihan ekonomi – padahal jelas ada. Mereka berbicara tentang keruntuhan ekonomi. Kami mengatakan bahwa, sebaliknya, karena sejumlah alasan, yang kemudian saya jelaskan dalam dokumen saya Will there be a slump?, akan ada pemulihan ekonomi – meskipun tidak seorang pun dari kami mengira itu akan berlangsung selama itu.

“Oleh karena itu, untuk waktu yang lama, Internasional Keempat hanya bisa tumbuh sedikit. Yang terutama adalah mendidik kader, mempertahankan kekuatan kita dan memenangkan satu atau dua orang, atau mungkin kelompok kecil di sana-sini, dan mempersiapkan perubahan situasi.

“Tetapi Mandel, Pablo dan kawan-kawan tidak mau menerima fakta-fakta tersebut. Mereka menolak kemungkinan demokrasi di Eropa, dan meramalkan terbentuknya rezim-rezim Bonapartis (kediktatoran) di Eropa. Kami menentang kegilaan ini, dengan menunjukkan bahwa ada Pemerintah Buruh di Inggris dan Partai-partai Komunis ada dalam pemerintahan di Prancis dan Italia – tentu saja mereka menjalankan kebijakan kontrarevolusioner. Tetapi, seperti yang kami jelaskan, itu adalah kontrarevolusi dengan kedok demokrasi. Mereka tidak mengerti apa pun tentang semua ini.”

Dengan terus mewartakan datangnya revolusi dalam waktu dekat, bahwa kapitalisme ada dalam krisis permanen, dan bahkan mengatakan bahwa Perang Dunia Ketiga akan segera meletus, mereka memberikan pendidikan keliru bagi para anggota muda Internasional Keempat. Ted Grant memahami perubahan situasi ini, dan mencoba menjelaskan bahwa kita tidak sedang memasuki periode revolusioner. Ada boom kapitalisme yang menciptakan kestabilan, tetapi kestabilan ini tidak akan bertahan lama. Internasional Keempat perlu menghentikan kegilaan ultra-kirinya sekarang, dan membangun kekuatannya dengan sabar untuk periode revolusioner yang akan datang. Dan memang demikian, karena pada 1960-70an dunia memasuki periode penuh gejolak. Tetapi sayangnya, kepemimpinan Internasional Keempat justru membuat kesalahan demi kesalahan, dan tidak siap menjadi organisasi yang dapat mengintervensi ini.

Pada awal 1950an, Michel Pablo selaku Sekjen Internasional Keempat mengembangkan tesis bahwa birokrasi Stalinis tengah memainkan peran revolusioner dan bukan kontra-revolusioner. Menurutnya, birokrasi Stalinis sudah bukan lagi parasit seperti yang dipaparkan oleh Trotsky dalam Revolusi yang Dikhianati, tetapi tahapan yang sah di sepanjang jalan ke sosialisme. Dengan demikian ini mendorong Internasional Keempat untuk berorientasi dan beradaptasi ke birokrasi Stalinis, dan dalam praktik mereka melakukan “entrisme dalam” ke partai-partai komunis.

Pablo dkk. juga memiliki ilusi terhadap rejim Tito di Yugoslavia, yang mereka anggap sebagai negara buruh yang sehat. Pada kenyataannya tidak demikian. Rejim Tito tidak lain adalah rejim birokratik yang serupa seperti rejim Stalin. Perbedaannya, tidak seperti negara-negara satelit Eropa Timur lain, birokrasi Yugoslavia mandiri dari Uni Soviet. Mereka mengejar “sosialisme di satu negara”-nya sendiri, demi privilese birokratik mereka sendiri, yang membuat Tito lantas berseberangan dengan Stalin.

Setelah kematian Stalin pada 1953 dan pidato terkenal Khrushchev pada kongres PKUS ke-20 yang mengecam kekejaman Stalin, Michel Pablo dan Ernest Mandel menyimpulkan birokrasi Soviet akan mereformasi dirinya sendiri.

Pada 1960an, ilusi Maois, Castrois, dan gerilyaisme merasuki jajaran Internasional Keempat. Para pemimpin Internasional Keempat terseret euforia Revolusi Kuba dan memuja-muja Fidel Castro. Ini seperti cinta bertepuk sebelah tangan, karena Castro sangatlah anti-Trotskis dan secara aktif mempersekusi kaum Trotskis. Di Amerika Latin, anggota-anggota muda Trotskis diarahkan untuk meluncurkan taktik gerilya dan banyak dari mereka yang kehilangan nyawa mereka; dengan demikian mengorbankan generasi muda ini dalam taktik avonturis yang sia-sia. Gambaran yang kita dapati adalah kepemimpinan Internasional Keempat ini tidak memiliki pijakan teori yang kokoh. Mereka terus terombang-ambing dan mudah terseret oleh tekanan-tekanan borjuis kecil. Para pemimpin ini sudah kehilangan kepercayaan pada potensi gerakan buruh di Eropa dan terus mencari-cari jalan pintas.

Ted Grant dan kamerad-kameradnya di Inggris berusaha memerangi tendensi borjuis kecil ini, yang memuncak pada Kongres Ke-8 pada 1965 di mana Ted mengajukan dokumen alternatif The Colonial Revolution and the Sino-Soviet Dispute. Ini berakhir dengan dipecatnya Ted Grant dan organisasinya (saat itu sudah berganti nama menjadi Revolutionary Socialist League). Sejak itu Ted Grant dan kamerad-kamerad RSL lainnya tidak pernah lagi melihat kembali ke Internasional Keempat, yang dianggapnya sudah bangkrut dan tak bisa lagi diselamatkan.

Pada 1970, Ted Grant menyimpulkan pengalaman Internasional Keempat dalam The Programme of the International:

“Selama 25 tahun, USFI (United Secretariat of the Fourth International) telah terhuyung-huyung dari satu kesalahan ke kesalahan lainnya. Dari satu kebijakan yang keliru, mereka berayun ke kebijakan lainnya yang juga sama kelirunya, dan kemudian berayun kembali untuk membuat kesalahan yang bahkan lebih parah lagi. Ini adalah ciri khas kecenderungan borjuis kecil, yang sekarang telah menjadi organik dalam organisasi ini, atau setidaknya dalam tubuh kepemimpinannya. Seluruh cara pandang mereka telah dibentuk oleh kesalahan-kesalahan yang mereka buat selama seperempat abad terakhir, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari metode berpikir mereka, kebiasaan kerja mereka, dan seluruh cara pandang mereka.”

Internasional yang baru harus dibangun kembali, dengan kembali pada gagasan sejati Marx, Engels, Lenin dan Trotsky. Inilah tugas yang diemban oleh Ted Grant.

Membangun Internasional yang baru

Ted Grant tidak pernah melupakan pentingnya internasionalisme. Bahkan ketika dia baru saja memulai membangun organisasinya di Inggris, dan belum ada seksi di negara-negara lain, dia selalu memulai kongres organisasi dengan diskusi perspektif dunia. Setiap diskusi mengenai perspektif nasional Inggris selalu dihubungkan dengan problem revolusi dunia.

Pada 1964, Ted Grant dan kawan-kawan meluncurkan koran Militant, dan memulai kerja membangun organisasi dengan secara terampil memadukan kerja independen dengan kerja entrisme ke Partai Buruh. Organisasi di Inggris sejak itu dikenal dengan nama Militant.

Pada 1960-70an, kondisi untuk entrisme semakin matang di seluruh Eropa. Ada radikalisasi di antara kaum muda dan buruh yang terekspresikan di dalam partai massa tradisional. Militant memasuki partai-partai massa kelas buruh di sana untuk memenangkan lapisan muda dan buruh yang teradikalisasi ini ke Marxisme, dan meluncurkan perjuangan sengit melawan kepemimpinan reformis di dalamnya. Dari hanya beranggotakan beberapa lusin, Militant terus tumbuh, menjadi 600 pada 1974 dan lalu mencapai 8000 anggota sepuluh tahun kemudian.

Ted Grant terus mencurahkan energinya untuk membangun partai revolusioner dunia, dan dengan kerja yang sabar kita mulai merekrut sejumlah aktivis sosialis muda di banyak negara. Akhirnya pada 1974, Committee for a Workers International (CWI) diluncurkan.

Perpecahan di Militant dan Keruntuhan Uni Soviet

Pada akhir 1970an dan 80an, kesuksesan Militant membuat resah para pemimpin sayap kanan Partai Buruh dan kelas penguasa. Militant memiliki 3 anggota yang terpilih sebagai anggota parlemen Partai Buruh dan sekitar 50 anggota dewan kota. Pada 1980an Militant mengontrol dewan kota Liverpool. Pada 1989, Militant meluncurkan kampanye anti poll-tax yang memobilisasi ratusan ribu buruh dan berhasil memukul mundur Margaret Thatcher.

Pemimpin kanan Partai Buruh bersama-sama dengan media borjuis meluncurkan kampanye kotor untuk mencemarkan nama Militant. Hampir setiap hari nama Militant muncul di koran atau TV. Mereka bermanuver untuk memecat anggota-anggota Militant dari Partai Buruh. Tetapi ini justru semakin meningkatkan popularitas Militant di antara kaum muda dan buruh yang sadar kelas. MI5 (badan intelijen Inggris) bahkan mengirim 30 agen untuk menyusup masuk ke Militant. Tetapi mereka tidak menemukan apapun selain keseriusan dalam teori.

Dengan 8000 anggota, Militant mungkin telah menjadi organisasi Trotskis terbesar di dunia. Walaupun demikian, ini masih jauh dari apa yang dibutuhkan untuk memenuhi gol strategis memenangkan revolusi sosialis. Untuk itu kita harus memenangkan mayoritas proletariat. Militant memang sudah semakin besar dan pengaruhnya terus meluas, tetapi masih merupakan tendensi kecil dalam keseluruhan gerakan proletariat.

Terlebih lagi, pada 1980an situasi objektif mulai berubah menjadi tidak menguntungkan. Arus revolusioner pada 1960-70an telah berbalik, dan gerakan buruh mulai mengalami kekalahan demi kekalahan. Di Inggris ini ditandai dengan kekalahan telak pemogokan buruh tambang Inggris pada 1984-85; di Amerika, kekalahan telak pemogokan pemandu lalu lintas udara pada 1981; di Itali, kekalahan buruh FIAT pada 1980, dst. Di panggung dunia, ada krisis mendalam di Uni Soviet, yang berakhir dengan runtuhnya Tembok Berlin pada 1989 dan runtuhnya Uni Soviet pada 1991.

Namun sebagian kepemimpinan Militant di sekitar Peter Taaffe meninabobokan diri mereka dengan ilusi revolusioner. Mereka bahkan berbicara mengenai “red 90s” (periode merah 1990an). Sementara, Alan Woods dan Ted Grant mulai memahami perubahan situasi ini dan melihat ada banyak problem dalam organisasi yang perlu dibenahi. Ini membuka periode debat tajam dalam tubuh kepemimpinan Militant dan CWI, dengan faksi mayoritas dipimpin oleh Peter Taaffe dan faksi minoritas dipimpin oleh Ted Grant dan Alan Woods.

Karena keberhasilan Militant selama periode terakhir, Peter Taffee dan pendukungnya menjadi besar kepala. Mereka mengira mereka bisa menghidupkan kembali gerakan yang mulai mundur itu dengan aktivisme mereka sendiri. Dengan demikian, mereka terus melompat dari satu aktivitas ke aktivitas lain, mencoba menggantikan partisipasi aktif buruh dengan partisipasi segelintir aktivis. Ini adalah tendensi super-aktivisme, tendensi “gerakan-isme”.

Ted Grant dan Alan Woods memperingatkan organisasi akan bahaya tendensi ini, yang sudah terlihat dalam memburuknya level teori dan politik di antara anggota, menurunnya tingkat partisipasi dalam pertemuan cabang, dan tekanan “membangun gerakan” yang mengorbankan tugas membangun partai revolusioner. Anggota-anggota baru yang masuk tidak diberi pendidikan teori dan tidak ditempa dengan Marxisme, tetapi didorong untuk menjadi aktivis saja. Namun yang sesungguhnya diperlukan saat itu justru adalah mengkonsolidasi secara teori anggota-anggota muda ini untuk memahami perubahan arus yang ada, dan menempa mereka dengan Marxisme agar tidak terombang-ambing.

Peter Taaffe terus mencari jalan pintas. Keberhasilan Militant dilihat sebagai alasan untuk mencampakkan kerja entrisme di Partai Buruh dan membentuk partai massa mereka sendiri. Mereka menyatakan bahwa Partai Buruh telah menjadi partai kapitalis dan mendeklarasikan diri mereka sebagai partai buruh yang baru. Ini adalah kegilaan sektarian.

Entrisme adalah taktik dan kita menggunakannya secara luwes. Ketika tidak ada yang bisa diraih lagi dari dalam Partai Buruh, kita akan mengalihkan kerja kita ke medan lain di mana kita bisa menemukan dan merekrut kaum muda. Situasinya memang demikian: tidak ada lagi lapisan muda dan buruh yang teradikalisasi yang masuk ke Partai Buruh. Tetapi untuk lalu menyatakan bahwa Partai Buruh telah menjadi partai kapitalis, dan lalu mendeklarasikan diri sebagai partai buruh baru, ini jelas-jelas keblinger.

Perubahan haluan ini menjadi polemik tajam di seluruh CWI. Dalam polemik ini, alih-alih debat yang jujur, Peter Taaffe menggunakan metode klik, birokratik, dan politik prestise. Pada 1992, Ted Grant dan Alan Woods dipecat dari Militant dan CWI. Taaffe dan kelompoknya kemudian mendeklarasikan pembentukan partai buruh massa, dengan nama Partai Sosialis Inggris. Jalan pintas ini akhirnya mendorong mereka ke oportunisme. Alih-alih tumbuh, dari awalnya memiliki 5000 anggota, mereka kini menjadi kelompok kecil dengan beberapa ratus  kader, dan bahkan akhirnya pecah berkeping-keping belum lama ini karena kebusukan gagasan-gagasan borjuis kecil (politik identitas, dll.) yang telah diadopsinya.

Benang Merah yang Tak Putus

Setelah pemecatannya, Ted bergurau: “Wah, ini adalah perpecahan terbaik dari semua yang pernah saya alami!”. Mengapa optimisme seperti ini ketika Ted Grant baru saja kehilangan semua yang telah dibangunnya selama puluhan tahun? Ini karena Ted Grant memiliki Marxisme sebagai pedoman. Partai revolusioner pertama-tama adalah ide, program, metode dan tradisi. Dengan ide yang tepat, partai bisa dibangun kembali.

Seperti kata Engels, partai menjadi kuat dengan membersihkan dirinya. Dari perpecahan ini kita belajar banyak dan menjadi lebih kuat, bahkan bila yang tersisa hanyalah segelintir. Marx, Engels, Lenin dan Trotsky pun telah berulang kali melewati periode sulit seperti ini, terisolasi dan hanya menjadi suara kecil di belantara.

Pada saat yang bersamaan, Uni Soviet baru saja runtuh dan ada mood pesimisme yang melanda gerakan kiri. Hampir semua orang mencampakkan sosialisme dan Marxisme. Ada ofensif ideologis besar-besar dari kapitalisme. Sejarah telah berakhir, demikian yang diproklamirkan oleh Francis Fukuyama. Kekuatan Marxisme terhempas ke belakang. Walaupun begitu, Ted Grant dan kamerad-kameradnya tetap semangat mempertahankan ide dan tradisi Marxisme. Dengan berbekal satu mesin tik dan menyewa satu kantor yang kecil, mereka menerbitkan koran Socialist Appeal di Inggris dan mengorganisasi kembali Internasional.

Pada 1992, di Tarragona, Spanyol, kamerad-kamerad yang pecah dari CWI berkumpul dan mendeklarasikan pembentukan International Marxis Tendency. Ini adalah awal yang baru, tetapi juga kelanjutan dari benang merah yang tak putus sejauh Internasional Pertama. Dari masa ke masa kaum revolusioner telah mengumpulkan modal teori dan politik, serta pengalaman. Tugas kaum revolusioner hari ini adalah terus menimba dari sumur pengetahuan yang dalam ini, untuk satu cita-cita besar: mengakhiri kapitalisme di seluruh dunia untuk selama-lamanya dan menegakkan masyarakat sosialis.

Ingin menghancurkan kapitalisme ?
Teorganisirlah sekarang !


    Dokumen Perspektif

    srilanka
    Manifesto Sosialis Revolusioner
    myanmar protest
    Perspektif Revolusi Indonesia: Tugas-tugas kita ke depan

    ©2025 Sosialis Revolusioner | Design: Newspaperly WordPress Theme