Dunia kita sedang berubah, memasuki sebuah periode transisional dari satu epos ke epos lainnya. Berikut ini adalah perspektif dunia untuk memahami proses tersebut dan memberikan kita, kaum revolusioner, arahan untuk bertindak dan membawa sosialisme ke muka bumi.
Pengantar
Dua dekade telah berlalu sejak kejatuhan Stalinisme. Dalam kurun waktu ini kita telah mengalami suatu ofensif ideologis yang sebelumnya tidak pernah terjadi dari pihak borjuasi. Tekanan ideologi borjuis dan borjuis-kecil terhadap gerakan kaum pekerja telah meningkat ribuan kali lipat. Ide-ide asing telah berdampak pada gerakan buruh internasional. Banyak orang meninggalkan gerakan sama sekali. Yang lainnya tetap tinggal, tetapi terinfeksi oleh suasana-batin skeptisisme dan sinisme terhadap perspektif sosialisme.
Dalam periode yang sarat dengan kebingungan, penyimpangan ideologi dan ketersesatan, gagasan-gagasan revisionis mekar bersemi, yang mencerminkan tekanan-tekanan kapitalisme. Periode seperti ini bukanlah satu hal yang unik. Kita telah menyaksikan hal ini sebelumnya, dan kita telah mendengar semua argumen yang selalu sama. Secara umum, kaum revisionis tidak pernah menghasilkan argumen-argumen yang dikemukakan dengan jauh lebih baik oleh Bernstein [Edward Bernstein (1850-1932) adalah seorang sosial demokrat Jerman, yang merupakan ahli teori reformisme terkemuka] seratus tahun yang lalu: bahwa kapitalisme telah memecahkan persoalan-persoalannya, bahwa krisis-krisis ekonomi adalah cerita masa silam, bahwa perjuangan klas dan revolusi tidak lagi menjadi agenda, bahwa kita membutuhkan “ide-ide yang baru” untuk menggantikan ide-ide “yang lama” dari Marx dan Engels, dst., dst.
Internasionale kita berdiri teguh melawan kecenderungan-kecenderungan ini. Kita berdiri untuk Marxisme, dan untuk sebuah kebijakan klas yang revolusioner. Peristiwa-peristiwa telah membuktikan bahwa dengan pendirian tersebut kita telah melakukan hal yang benar. Dokumen Perspektif Dunia 2006 menyatakan bahwa kita telah memasuki satu periode yang sarat dengan kekacauan yang berskala dunia, suatu periode yang dipenuhi krisis, peperangan-peperangan, revolusi, dan kontra-revolusi: suatu periode yang di dalamnya krisis-krisis ekonomi, sosial, dan politik saling mempengaruhi satu sama lain secara signifikan. Kita percaya bahwa karakterisasi umum atas periode ini tepat, dan situasi masa kini mencerminkan hal ini dengan jelas.
Kita hidup dalam sebuah periode yang sarat dengan ketidakpastian dan krisis-krisis, suatu periode yang dimana seluruh situasi dapat berubah drastis dalam hitungan minggu bahkan hari. Ketidakstabilan umum ini termanifestasi secara dramatis oleh keruntuhan finansial yang segera diikuti oleh suatu kemerosotan perekonomian dunia dalam skala yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia Kedua. Dalam tataran politik, peristiwa-peristiwa revolusioner di Honduras dan, terlebih lagi, Iran, yang bagi banyak orang seperti serbuan halilintar dari langit yang biru-jernih, memperlihatkan bahwa peralihan-peralihan situasi yang tajam dan tiba-tiba tidak dapat dielakkan. Sekarang Yunani berdiri di pinggir jurang keruntuhan finansial dan pergolakan sosial.
Kekacauan yang dahsyat ini mempersukar tugas pembuatan perspektif. Kita tahu betul bahwa sementara fisika klasik dapat dengan mudah menjelaskan dan memprediksi aliran air yang teratur, tapi tidak dapat menjelaskan atau memprediksi pusaran air, yang mempunyai karakter yang kompleks dan kacau-balau. Dalam situasi seperti saat ini, yang jelas mempunyai karakter transisional yang menandai peralihan dari periode-historis yang satu dengan yang lain, sebuah analisa teoritis yang tepat adalah semakin diperlukan – tapi juga lebih rumit daripada yang sudah-sudah.
“Adalah di dalam periode-periode semacam itu bahwa segala macam situasi dan kombinasi transisional muncul, sebagai suatu perkara yang niscaya, yang mengganggu pola-pola yang lazim dan semakin membutuhkan suatu perhatian teoritis yang mantap. Pendeknya, bila di dalam kurun waktu yang damai dan “organis” (sebelum perang) kita masih dapat bergantung pada segelintir abstraksi yang sudah jadi, dalam waktu kita sekarang ini setiap peristiwa dengan sangat kuat menghadirkan hukum dialektika yang paling penting: Kebenaran itu selalu konkret.” (Leon Trotsky, Bonapartism and Fascism, Juli 1934)
Periode sekarang ini adalah sebuah periode yang dipenuhi peperangan-peperangan, revolusi dan kontra-revolusi (“kecil”), yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun atau berdekade-dekade sebelum babak yang terakhir dapat ditempatkan dalam agenda. Tapi analisa umum ini sama sekali tidak menjawab sepenuhnya masalah yang ada. Ada suatu bahaya penafsiran yang berat-sebelah dan mekanis terhadap perspektif-perspektif, yang, bila tidak dikoreksi, dapat mengakibatkan kesalahan-kesalahan yang serius. Karakterisasi umum tidak dapat menjelaskan semua perubahan yang sangat banyak, perubahan-perubahan siklus ekonomi, pasang-turun dan pasang-naik perjuangan klas, beragam krisis dan perpecahan di dalam organisasi-organisasi massa.
Namun, kita harus mempertahankan pemahaman yang berimbang (a sense of proportion). Karena absennya faktor subyektif, kendati perimbangan kekuatan-kekuatan klas secara keseluruhan menguntungkan, sebuah gerakan yang cepat ke arah revolusi atau reaksi tidak akan terjadi di negara-negara kapitalis maju. Ini tidak berarti bahwa pemberontakan-pemberontakan revolusioner tidak ada di agenda, jauh dari situ. Karena ketidakstabilan yang ekstrim, yang merupakan watak dasar dari situasi sekarang ini, peristiwa-peristiwa revolusioner akan terjadi dari satu negara ke negara yang lain. Akan tetapi, karena ketiadaan kepemimpinan revolusioner, ini juga akan disertai kekalahan dan kemunduran. Situasi yang tidak stabil ini dapat berlangsung, dengan pasang naik dan turun, bukan dalam hitungan bulan tetapi tahun.
Ini bukan pertanyaan yang sederhana, tapi sebuah proses yang kompleks, dialektis. Transisi dari periode yang satu ke periode lain yang sangat berbeda akan menghasilkan perubahan-perubahan yang penuh goncangan dalam hubungan-hubungan antara klas-klas dan antara negara-negara. Tekanan-tekanan ini secara tak terelakkan terpikulkan pada organisasi dan anggota-anggota kita sendiri. Trotsky menulis dalam On the Policy of the KAPD, 24 Nopember 1920:
“Seluruh rangkaian serangan yang diikuti oleh kemunduran-kemunduran, seluruh rangkaian pemberontakan yang diikuti oleh kekalahan-kekalahan; peralihan-peralihan dari aktif-menyerang ke posisi-bertahan, dan seluruhnya: analisa-diri yang kritis, pemurnian-diri, perpecahan-perpecahan, evaluasi-evaluasi ulang tentang para pemimpin dan metode-metode, perpecahan-perpecahan baru, dan penyatuan-penyatuan baru. Di dalam pengujian perjuangan ini, dan di atas landasan pengalaman-pengalaman revolusioner yang tiada tara, sebuah Partai Komunis yang sejati sedang ditempa. Sebuah sikap yang menghina terhadap proses ini seakan proses ini merupakan sebuah pertengkaran di antara “para pemimpin” atau sebuah percekcokan keluarga di antara para oportunis, dsb. – sikap semacam itu adalah bukti akan wawasan yang sangat-sangat sempit dan buta.”
Proses yang Berkontradiksi
Marx menjelaskan bahwa kunci dari semua perkembangan sosial adalah perkembangan tenaga-tenaga produktif. Krisis masa kini memperlihatkan bahwa perkembangan tenaga-tenaga produktif dalam skala dunia telah bergerak melampaui batasan-batasan sempit kepemilikan-pribadi dan Negara-bangsa. Itu adalah alasan yang paling fundamental untuk krisis masa kini. Tapi kemerosotan ekonomi tertunda untuk suatu waktu yang panjang, dan telah terdapat suatu periode pertumbuhan ekonomi, kendati ini terjadi dengan mengorbankan klas-pekerja dan massa-rakyat, khususnya di negara-negara eks-kolonial.
Dalam sebuah pengertian historis yang luas, ini benar sekian waktu yang lalu. Sudah pada tahun 1938 Trotsky menulis: “Berbicara secara obyektif, kondisi-kondisi bagi revolusi Sosialis sedunia bukan hanya telah masak dan matang, tetapi telah matang hingga membusuk!” Situasi telah mengungkapkan kebankrutan kapitalisme dari sebuah titik-pandang historis. Tapi kita ditinggali sebuah paradoks. Bila ini benar, mengapa kekuatan-kekuatan Marxisme masih tetap merupakan suatu minoritas yang sangat kecil?
Dalam analisa terakhir, kelemahan dari tendensi Marxis sejati berakar dari situasi objektif yang berkembang setelah Perang Dunia Kedua, yang berbeda dengan perspektif yang dibentuk oleh Trotsky secara teoritis pada tahun 1938. Hasil dari Perang Dunia Kedua tidak dapat diprediksi oleh siapapun. Bukan hanya Trotsky, tetapi Hitler, Stalin, Churchill, dan Roosevelt semuanya salah perhitungan.
Kemenangan Uni Soviet di Peperangan ini mengakibatkan penguatan luar biasa dari Stalinisme untuk seluruh periode. Penumbangan kapitalisme di Eropa Timur dan kemudian di Tiongkok (walaupun dengan cara yang cacat dan Bonapartis) semakin memperdalam proses ini. Selama berdekade-dekade, jalan ke buruh Komunis tertutup. Hanya sekarang, dengan runtuhnya Stalinisme, situasi berubah, membuka peluang-peluang baru.
Kekalahan gelombang revolusioner di Eropa yang mulai bahkan sebelum berakhirnya Perang (Italia, Yunani) adalah premis politik untuk pemulihan kapitalisme. Berbeda dengan situasi setelah Perang Dunia Pertama, kaum imperialis Amerika Serikat dipaksa memberikan bantuan finansial ke Eropa dengan Rencana Marshall. Kehancuran akibat Perang menciptakan kondisi untuk boom rekonstruksi paska-Perang. Teknologi-teknologi yang dikembangkan selama Perang Dunia (kimia, plastik, tenaga nuklir, dsb.) menyediakan lapangan-lapangan investasi baru.
Ini dan faktor-faktor lainnya menjadi basis untuk sebuah kenaikan ekonomi yang besar dalam kapitalisme, yang pada gilirannya menjadi basis penguatan ilusi-ilusi reformis di antara kelas pekerja di negara-negara kapitalism maju. Sebagai akibatnya, jalan ke buruh-buruh reformis juga tertutup untuk seluruh periode. Ini tidak dimengerti oleh para pemimpin Internasionale Keempat yang memiliki pemahaman mekanikal akan perspektif Trotsky dan sebagai akibatnya mereka membuat kesalahan-kesalahan serius yang menghancurkan Internasionale Keempat.
Pada waktu mundur di dalam sebuah peperangan, keberadaan jendral-jendral yang bertalenta bahkan menjadi lebih penting daripada pada saat menyerang. Dengan jendral-jendral yang baik, kita bisa mundur dengan teratur, menjaga utuh pasukan kita. Tetapi jendral-jendral yang buruk akan mengubah sebuah penarikan mundur menjadi sebuah kekacauan. Kesalahan-kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dari yang disebut-sebut pemimpin Internasionale Keempat berarti bahwa organisasi yang diciptakan oleh Trotsky sepenuhnya hancur.
Akan tetapi, alasan utama mengapa Marxism revolusioner (Bolshevisme atau “Trotskisme”) terlempar ke belakang dapat ditemukan di dalam kondisi-kondisi objektif di negara-negara kapitalis maju Eropa dan Amerika Serikat (situasi di negara-negara koloni atau eks-koloni benar-benar berbeda).
Kita harus menghadapi fakta-fakta ini: untuk seluruh periode historis kekuatan Marxisme sejati terlempar ke belakang. Akan membutuhkan waktu, kerja yang sabar, dan terutama peristiwa-peristiwa besar yang akan menggoncang kelas proletar dan organisasi-organisasinya, untuk mengubah situasi ini. Sekedar mengulang-ulang dalil-dalil umum dan rumusan-rumusan yang abstrak adalah sama sekali tidak memadai untuk menjelaskan realitas konkret dari tahapan yang sedang kita lalui.
Kebanyakan orang ingin balik-kembali ke “hari-hari yang indah di masa lalu”. Para pemimpin klas-pekerja, para pemimpin serikat-serikat buruh, para pemimpin Sosial Demokrasi, para eks Komunis, para pemimpin Bolivarian, dsb., semuanya menjunjung gagasan bahwa krisis ini merupakan sesuatu yang sementara. Mereka membayangkan ini dapat diselesaikan dengan membuat beberapa penyesuaian dengan sistem yang ada. Dan ketika kita berbicara tentang faktor subyektif, tentang kepemimpinan, kita harus juga memahami bahwa bagi kita kepemimpinan dari organisasi-organisasi ini bukanlah suatu faktor subyektif. Ia telah menjadi suatu bagian penting dari situasi obyektif, yang untuk waktu yang cukup lama dapat mengekang proses yang sedang berlangsung.
Sekarang ini, para ekonom dan politisi borjuasi, dan di atas segalanya, semua kaum reformis, berusaha keras mencari sejenis pemulihan agar dapat keluar dari krisis ini. Mereka mengharapkan pemulihan siklus bisnis sebagai keselamatan. Secara terus-menerus mereka berbicara tentang “tunas muda” (green shoot) pemulihan ekonomi. Para reformis membayangkan bahwa yang diperlukan hanyalah kontrol dan regulasi yang lebih besar, dan bahwa kita dapat kembali ke kondisi-kondisi yang sebelumnya. Ini keliru. Krisis ini bukan sebuah krisis yang normal, ia tidak sementara. Ia menandai sebuah titik-balik yang fundamental dalam sebuah proses. Tapi, ini tidak berarti bahwa sebuah pemulihan siklus bisnis tidak dapat terjadi. Sesungguhnya, semua data terakhir mengindikasikan bahwa sejenis pemulihan telah mulai terjadi.
Jawaban yang paling fundamental terhadap pertanyaan ini harus ditemukan di dalam kontradiksi yang dialektis antara situasi obyektif dan pemahaman massa-rakyat akan situasi obyektif tersebut. Kesadaran manusia pada dasarnya konservatif. Massa-rakyat kuat berpaut pada bentuk-bentuk dan ide-ide tentang masyarakat yang ada sekarang sampai mereka merasa terpaksa untuk meninggalkan ide-ide ini atas dasar hantaman palu-godam kejadian-kejadian yang mahadahsyat. Tapi cepat atau lambat, kesadaran akan bersesuaian dengan realitas melalui serangkaian ledakan-ledakan peristiwa. Ini adalah mekanisme dasar revolusi.
Di negara-negara kapitalis maju kesadaran kaum pekerja telah terbentuk oleh pengalaman setengah abad terakhir, dimana mereka belajar untuk melihat lapangan-kerja yang penuh, peningkatan taraf hidup, dan reforma-reforma sebagai satu kondisi yang normal. Karena itu adalah wajar bila mereka percaya bahwa krisis sekarang ini hanya merupakan suatu penyimpangan sementara, yang kemudian akan disusul dengan kondisi-kondisi yang “normal”. Tapi faktanya, lima puluh tahun yang terakhir bukanlah suatu kurun waktu yang normal, tetapi sebuah pengecualian historis. Memang perlu waktu bagi kaum pekerja untuk memahami hal ini, tetapi pada akhirnya mereka akan beroleh sebuah pelajaran yang keras dari sekolah kehidupan.
Perekonomian
Dua tahun yang terakhir telah menyaksikan krisis yang paling dalam sejak Perang Dunia Kedua. Sekarang kaum borjuasi dengan sia-sia sedang berupaya untuk memulihkan keseimbangan ekonomi (economic equilibrium), yang telah diporakporandakan oleh runtuhnya sebuah periode kemakmuran. Persoalan yang mereka hadapi adalah bahwa semua langkah yang telah mereka ambil untuk memulihkan keseimbangan ekonomi akan sepenuhnya menghancurkan keseimbangan sosial dan politik. Mereka berharap bahwa krisis ekonomi sudah teratasi.
Kontraksi produksi baru-baru ini adalah yang paling tajam dalam seratus tahun terakhir. Perekonomian AS adalah tenaga penggerak bagi periode kemakmuran. Sekarang tenaga penggerak ini macet. Pada Mei 2009, angka penggunaan kapasitas untuk industri di AS turun menjadi 68,3 persen, 12,6% di bawah rata-rata untuk 1972-2008. Utang nasional menumpuk, nilai-tukar merosot. Akibatnya, fondasi-fondasi perekonomian semakin rusak. Akan terjadi goncangan-goncangan yang baru, yang dapat mengakhiri pemulihan sebelum pemulihan itu terkonsolidasi.
Adalah jelas bahwa sejenis pemulihan dalam siklus bisnis telah mulai. Tapi pemulihan itu tidak seimbang dan lemah serta penuh kontradiksi. Adalah mustahil untuk memprediksikan secara detil proses tersebut. Untuk itu, kita memerlukan bukan perspektif yang ilmiah, tetapi sebuah bola kristal. Ilmu ekonomi tidak pernah dan tidak akan pernah menjadi sebuah ilmu pasti. Tapi adalah mungkin untuk memahami proses-proses fundamental dan arah umum kemana kita bergerak. Dan adalah sama jelasnya bahwa sebuah pemulihan yang lemah dan tidak menciptakan lapangan pekerjaan yang berdasarkan pinjaman yang semakin besar dan pemotongan yang semakin buas tidak akan menyelesaikan persoalan apapun yang menghadang kapitalisme. Sebaliknya, ini akan mempersiapkan suatu krisis ekonomi yang baru dan lebih dalam, dan di atas segalanya, suatu krisis sosial dan politik yang lebih dalam.
Ketua US Federal Reserve Ben Bernanke dan kolega-koleganya telah mengutarakan beberapa “tanda yang bersifat sementara” dari berakhirnya resesi dalam pembelanjaan konsumen, pembangunan rumah, dan laporan-laporan lainnya. Setelah empat kuartal kontraksi yang susul-menyusul, Produk Domestik Bruto (PDB) AS tumbuh sebesar 3,5% dalam kuartal ketiga 2009, dan diperkirakan akan tumbuh 5,7% dalam kuartal keempat. Meski demikian, gambaran ekonomi tetap suram dan keprihatinan bahwa sebuah resesi “double dip” tetap bisa terjadi. Secara keseluruhan, perekonomian AS merosot 2,4 persen pada 2009, penurunan terbesar sejak 1946. Sebuah kemunduran dalam pertumbuhan diproyeksikan untuk kuartal pertama 2010, ketika 60% dari pertumbuhan akhir tahun lalu merupakan akibat dari perusahaan-perusahaan yang membangun kembali persediaan yang berkurang karena resesi, yang mempunyai sebuah efek positif yang tidak langsung terhadap perekonomian. Namun jenis pertumbuhan ini mempunyai keterbatasannya. Dengan pembelanjaan konsumen terproyeksi untuk tetap stagnan, pada akhirnya penumpukan persediaan akan berakhir.
Yang lebih penting dari perspektif kaum Marxis, adalah efek yang dimiliki oleh ketidakstabilan yang konstan ini terhadap kesadaran kaum pekerja. Perekonomian Amerika kehilangan pekerjaan setiap bulan selama 23 bulan berturut-turut, suatu kejatuhan yang lebih tajam daripada semasa Depresi Besar. Pada Oktober 2009 pekan-kerja rata-rata 33 jam, terendah dalam catatan, yang memberikan para majikan sangat banyak ruang untuk memperluas jam-jam pekerja yang ada, dan juga menggunakan kapasitas industri yang ada sebelum menambah para pekerja baru atau membangun pabrik-pabrik baru. Menurut Biro Statisik Buruh (Bureau of Labour Statistics) 11 ribu pekerjaan hilang pada November 2009, sesudah bulan-bulan kehilangan ratusan ribu pekerjaan. Ini merupakan jumlah keseluruhan bulanan yang paling kecil sejak resesi bermula pada akhir 2007, dan tingkat pengangguran secara keseluruhan turun sedikit dari 10,2% ke 10,0%. Bahwa hasil-hasil seperti itu disanjung sebagai sebuah keberhasilan merupakan sebuah komentar yang gelap tentang seriusnya situasi.
Pemerintah AS telah memompakan sejumlah uang yang sangat besar dan ini tercermin dalam pertumbuhan lapangan kerja dalam pendidikan, layanan kesehatan, dan pemerintah. Namun, pemangkasan besar-besaran dalam anggaran negara dan lokal sekarang mulai menarik mundur perekonomian. Bahkan sektor jasa, yang merupakan sekitar 2/3 perekonomian, telah menyusut, karena semakin sedikit orang yang mempunyai uang untuk dibelanjakan untuk hal-hal yang tidak penting. Subsidi-subsidi bagi perusahaan-perusahaan otomobil besar telah menyebabkan sebuah ekspansi sedang dalam aktivitas manufaktur. Tapi statistik memperlihatkan bahwa aktivitas yang meningkat dalam manufaktur kebanyakan disebabkan oleh penambahan atas inventori-inventori yang sudah habis, dan tidak merepresentasikan sebuah solusi jangka panjang.
Tingkat pengangguran AS sekarang telah melampaui 10 persen untuk pertama kalinya sejak 1983, dan barangkali akan berada di atas tingkat tersebut untuk beberapa waktu. Di beberapa negara bagian, yang dikenal sebagai rust belt (daerah industri berat), misalnya, Ohio dan Michigan, secara substansial tingkat pengangguran lebih tinggi. Bila mereka yang bekerja paruh waktu atau tidak lagi mencari pekerjaan diikutsertakan, tingkat pengangguran yang riil akan mendekat 17,5%. Satu dari lima orang Amerika berusia kerja tidak bekerja. Bagi para imigran dan orang kulit hitam bahkan lebih buruk. 34,5 persen orang Afrika-Amerika muda tidak bekerja. Kaum muda juga terdampak. Misalnya, di Maryland, tingkat pengangguran bagi kaum pekerja di bawah 20 tahun kira-kira 50 persen pada Agustus 2009, sementara gambarannya bahkan lebih buruk di Washington DC dengan 55 persen dari mereka yang berada di bawah 20 tahun yang secara terminal tidak bekerja. Situasi petaka ini mempunyai implikasi-implikasi penting untuk masa depan.
Tahun 2009 berakhir dengan jumlah keseluruhan pekerjaan yang hilang sebesar 4,2 juta dan tingkat pengangguran 9,3%. Itu dibandingkan dengan tingkat 4,6 persen pada tahun 2007. Lebih dari 7,2 juta pekerjaan telah menguap sejak resesi bergulir pada Desember 2007, tiga kali lebih banyak daripada yang hilang semasa resesi 1980-82. Tingkat pengangguran resmi untuk Januari 2010 tetap pada 10 persen, dengan 85 ribu lebih pekerjaan hilang pada bulan Desember, jauh lebih besar daripada 8.000 yang diperkirakan oleh para analis. Ketika “tingkat underemployment” dipertimbangkan, yakni dengan memperhitungkan para pekerja yang bekerja paruh-waktu tapi menginginkan kerja penuh-waktu, juga mereka yang sudah menyerah untuk aktif mencari kerja, tingkat pengangguran bisa mencapai setinggi 17,3 persen.
Pada akhir 2009, orang-orang yang tidak mampu menemukan pekerjaan untuk enam bulan atau lebih lama meningkat sampai 5,6 juta, atau 35,6%, sebuah rekor baru. Bagi para pekerja, yang namanya “jobless recovery” (pemulihan tanpa penciptaan lapangan pekerjaan) bukan pemulihan sama sekali. Ada enam pekerja yang mencari pekerjaan untuk setiap satu pekerjaan yang tersedia. Karena perekonomian Amerika perlu menambah sekitar 125.000 pekerjaan setiap bulan hanya untuk mengimbangi pertumbuhan populasi, optimisme kaum borjuasi ini hanyalah sebuah harapan kosong.
Federal Reserve percaya bahwa pengangguran akan tetap tinggi sampai 2011, dan kebanyakan ekonom tidak berpikir bahwa tingkat pengangguran akan kembali ke tingkat “normal” (sekitar 5 persen) sampai tahun 2013. Lebih dari 5,2% dari semua pekerjaan telah dipangkas sejak resesi bergulir. Heidi Shierholz, seorang ekonom dari Economic Policy Institute di Washington, telah mengatakan bahwa AS menderita sebuah “jobs gap” (kekurangan pekerjaan) sebesar sekitar 10 juta. Untuk menutup kekurangan itu dan kembali pada level pra-resesi dalam dua tahun akan membutuhkan lebih dari 500.000 pekerjaan baru setiap bulan, suatu kecepatan penciptaan pekerjaan yang belum pernah terlihat sejak 1950-51.
Pengaruh dari situasi ini pada kesadaran kaum pekerja adalah hal yang paling menarik perhatian kita. Pemulihan macam apa itu ketika hampir 16 juta orang tidak dapat memperoleh pekerjaan? Bagaimana PDB bisa melonjak ketika ada jutaan lebih sedikit pekerjaan daripada dua tahun yang lalu? Jawabannya sederhana: para kapitalis sedang membuat lebih sedikit pekerja untuk bekerja lebih banyak dengan gaji yang lebih rendah. Menurut Departemen Buruh AS, produktivitas – jumlah yang diproduksi per pekerja per jam – meningkat sampai 9,5% dalam kuartal ketiga, sesudah meningkat 6,9% dalam kuartal kedua. Upah dan keuntungan meningkat sampai 1,5 persen pada 2009, tampilan terlemah sejak tahun 1982. Daya beli yang kurang berarti lebih sedikit barang yang dapat dibeli; dalam sebuah perekonomian yang 70% bersandar pada pembelanjaan konsumen, ini berarti pelambatan ekonomi pada akhirnya tidak terelakkan.
Hutang publik membengkak tanpa kendali. Cepat atau lambat ini akan menyebabkan tingkat bunga dan inflasi yang lebih tinggi. Ini merupakan bahaya-bahaya yang mematikan bagi sebuah pemulihan yang berkelanjutan. Di bawah kondisi-kondisi ini, bahkan ketika resesi berakhir, perekonomian AS dan negara-negara kapitalis kunci lainnya akan tepat rapuh dan pengangguran akan tetap pada tingkat yang tinggi. Krisis ini sedang digunakan oleh para kapitalis untuk memaksa kaum pekerja di negara-negara kapitalis maju untuk menerima standar hidup yang lebih rendah. Ini merupakan resep jadi untuk ledakan perjuangan klas di tahun-tahun yang akan datang.
Selama hampir 200 tahun kapitalisme telah bergerak melalui sebuah siklus periodik kemakmuran dan kemerosotan (boom and bust). Tapi, situasi masa kini bukanlah sebuah manifestasi “yang normal” dari siklus boom-and-bust, tapi sebuah transisi antara seluruh periode-periode perkembangan kapitalis. Kita telah memasuki suatu periode yang di dalamnya seluruh kurva perkembangan kapitalis akan menurun. Ini, tentu saja, tidak berarti bahwa perkembangan tenaga-tenaga produktif akan tidak mungkin terjadi.
Lenin menjelaskan bahwa tidak ada situasi yang mustahil bagi kapitalisme. Tidak ada sebuah krisis “terakhir” dari sistem ini. Kaum borjuasi akan selalu menemukan jalan keluar bahkan dari krisis yang paling dalam, kecuali dan sampai sistem ini digulingkan oleh aksi yang sadar dari klas pekerja. Mereka tak ragu lagi akan keluar dari krisis ini. Tapi pertanyaannya: bagaimana mereka melakukannya dan siapa yang harus menanggung biayanya? Bahkan dalam periode-periode kemunduran ekonomi, bisa ada pemulihan-pemulihan yang temporer, seperti halnya seorang yang sekarat dapat bangun, dan bahkan membuat kesan bahwa ia sudah pulih sepenuhnya. Kebangkitan-kebangkitan seperti ini bahkan diikuti dengan kemunduran-kemunduran yang lebih serius, sampai kemanusiaan dan peradaban seperti yang kita ketahui jatuh ke dalam barbarisme, bila kaum proletar tidak berhasil membuka jalan keluar revolusioner.
Ini adalah sebuah momentum untuk berefleksi atas hal-hal yang fundamental dan menggarap garis perkembangan yang tepat. Adalah mutlak-perlu untuk memahami proses-proses fundamental pada semua tingkatan, bukan hanya yang insidental dan tren-tren yang episodik. Ini merupakan sebuah proses yang kompleks, dialektis, yang harus kita ikuti dengan seksama melalui seluruh tahapannya. Sebagaimana dijelaskan Trotsky dalam Kurva Perkembangan Kapitalis (1923): “Terlebih lagi, sebuah transisi dari satu epos seperti ini ke epos yang lain secara wajar akan menghasilkan ledakan-ledakan yang paling besar dalam hubungan-hubungan antara klas-klas dan negara-negara.” Inilah periode yang sedang kita masuki.
Ted Grant memprediksikan bahwa dalam satu kemerosotan ekonomi yang mendalam, kaum borjuasi akan menggunakan sumber-sumber daya raksasa yang telah diakumulasinya selama lebih dari 50 tahun untuk menghindari keruntuhan total. Inilah yang sekarang sedang mereka lakukan. Krisis masa kini, yang mengejutkan kaum borjuasi, telah memprovokasi sebuah gelombang kepanikan dalam pemerintahan-pemerintahan di seluruh dunia. Dalam rangka mencegah dampak-dampak yang paling buruk dari krisis ini, mereka terpaksa mengambil langkah-langkah yang sebelumnya tidak pernah ditempuh. Kaum borjuasi takut akan dampak-dampak sosial dan politik dari kemerosotan yang mendalam dan terpaksa menggunakan sebagian besar dari cadangan-persediaannya untuk mencegah keruntuhan total. Ia mampu melakukannya karena ia telah mengakumulasi “selapisan lemak” dalam beberapa dekade pertumbuhan ekonomi. Tapi sekarang ini sedang mencapai batasnya.
Selama puluhan tahun para ekonom borjuis berargumen bahwa pemerintah tidak boleh mengintervensi pasar, yang dianggap sebagai mekanisme yang-mengatur-dirinya-sendiri. Tapi ketika krisis menghantam, satu-satunya yang menjaga sistem kapitalis tetap berjalan adalah intervensi Negara. Stimulus fiskal dan moneter yang agresif di AS dan RRC, dan, sampai luas jangkau tertentu, di zona Eropa dan Jepang, telah sampai saat ini mencegah sebuah keruntuhan total seperti tahun 1929. Tapi langkah-langkah seperti itu tidak dapat menghasilkan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan langkah-langkah yang mereka ambil akan menciptakan kontradiksi-kontradiksi baru yang bahkan akan lebih sulit untuk diatasi.
Sebuah “krisis kredit”?
Para ekonom borjuis tidak dapat menjelaskan resesi ini. Mereka mengatakan ini disebabkan oleh kredit-macet (credit crunch) dan penurunan permintaan yang disebabkannya. Tapi, Marx menunjukkan bahwa bukanlah kelangkaan uang (“likuiditas”) yang menjadi penyebab sebuah krisis, tapi krisis itu sendiri yang menyebabkan kelangkaan uang. Hal yang sama benar pula sehubungan dengan kredit. Marx menjelaskan bahwa kredit memampukan kaum kapitalis untuk secara temporer melampaui batas-batas sistem kapitalis. Tapi peningkatan kredit tidak menandai peningkatan yang berkelanjutan dalam produksi. Kredit dapat secara temporer meningkatkan permintaan dan konsumsi, tetapi hanya dengan memperburuk resesi ketika ia datang. Kita melihat ini persis dalam krisis masa kini, dimana krisis over-produksi telah luar biasa diperburuk oleh permintaan yang jatuh secara tajam di AS, sebagai akibat dari kontraksi kredit yang tajam.
Kaum borjuis telah menggunakan hutang dalam suatu skala yang belum pernah ada sebelumnya, membangun defisit yang sangat besar. Sekarang mereka semakin memperbesar ini dan meningkatkan pasokan uang melalui apa yang mereka namakan “pemudahan kuantitatif” (“quantitative easing”) [Bahasa teknis untuk mencetak uang – Ed.]. Secara teoritis ini tidak mantap dan secara praktis sangat berbahaya. Ini mengasumsikan bahwa problem-problem perekonomian adalah insolvensi dan kelangkaan kredit. Bila ini benar, maka kita bisa keluar dari krisis ini dengan menyediakan kredit murah dan dengan mencetak dan membelanjakan lebih banyak uang. Tapi ini tidak benar.
Selalu ada sebutir kebenaran dalam argumen-argumen para ekonom borjuis, kendati mereka berat-sebelah dan tidak dialektis. Mereka tidak mampu melihat semua sisi proses. Milton Friedman [Milton Friedman adalah ahli ekonomi ternama dari Amerika, pemenang hadiah Nobel] benar ketika ia berargumen bahwa defisit pendanaan Keynesian [Keynesian adalah satu mahzab ekonomi yang menganjurkan pembelanjaan negara yang besar atau deficit spending untuk memompa ekonomi – Ed.] akan menyebabkan sebuah ledakan inflasi. Tapi para Keynesian juga benar ketika mereka menunjukkan bahwa memangkas pembelanjaan negara dan menurunkan upah akan mempunyai dampak yang berlawanan: menurunkan permintaan dan memperbesar dan memperpanjang resesi. Tapi, solusi mereka bukan sebuah solusi: seseorang tidak dapat menyelesaikan krisis dengan memperbesar pembelanjaan negara dengan meminjam dan menciptakan utang yang besar untuk dibayar dengan bunga pada masa depan. Tidak mungkin juga untuk menciptakan uang tanpa pada akhirnya memperbesar inflasi. Ini telah dicoba pada 1970-an, ketika ini menyebabkan sebuah ledakan inflasi dan gejolak hebat perjuangan klas susul-menyusul dari satu negara ke negara yang lain. Jadi, kaum borjuasi terjebak di antara setan dan laut samudera raya.
Tidak ada yang secara fundamental baru dalam krisis masa kini, kecuali cakup-luas dan kedalamannya. Ini pada gilirannya hanya merupakan suatu pencerminan dari kontradiksi-kontradiksi yang terakumulasi dalam periode kemakmuran sebelumnya. Dalam suatu periode kemajuan, spekulasi dan penipuan bermekaran. Tetapi ketika gelembung ini meletus, penipuan-penipuan tersingkap dan keyakinan ambruk. Para borjuasi yang berpartisipasi sedemikian bersemangat dalam pesta karnaval pembuatan-uang, sekarang membusanai diri mereka dengan baju compang-camping, menaburkan abu di kepala mereka, dan memukuli dada mereka, dan menyatakan bahwa mereka telah menyimak pelajaran mereka dan tidak akan berbuat dosa lagi – sampai kegilaan pembuatan uang selanjutnya. Hanya satu tahun setelah fase krisis yang paling akut, para pejabat nomor wahid dari korporasi-korporasi yang mendapat dana bail-out paling besar memewahkan diri mereka sendiri dengan bonus-bonus dan keuntungan-keuntungan yang ekstravagan, yang memicu kemarahan dan kegaduhan publik.
Kaum borjuasi terpaksa mengimplementasikan sebuah kebijakan fiskal berskala-besar yang dirancang untuk mencegah krisis ekonomi ini jatuh ke dalam kemerosotan yang dalam. Sebagai akibatnya, defisit-defisit anggaran negara telah mencapai proporsi yang luar biasa besar dan perusahaan-perusahaan swasta dan bank-bank telah secara artifisial dijaga untuk tetap beroperasi; dalam rangka menghindari kejatuhan yang bahkan lebih luas. Semuanya ini untuk tujuan politik memulihkan kemakmuran komersial-industrial yang fiktif dari tahun-tahun boom ekonomi sebelumnya. Tapi ini mengabaikan satu detil kecil, bahwa inilah yang justru menyebabkan kejatuhan finansial pada awalnya.
Boom ekonomi disertai dengan orgi spekulasi yang tidak ada pararelnya dalam cakupannya dan ukurannya. Para bankir yang “terhormat” berpartisipasi dengan antusias. Kapital fiktif yang sangat besar disuntikkan ke dalam sistem melalui apa yang disebut gelembung perumahan. Ini hanyalah satu contoh aktivitas spekulasi massif yang berdasarkan kapital fiktif. Bursa-bursa saham dunia melonjak tinggi ke level yang tidak pernah terdengar sebelumnya. Pasar derivatif dunia berjumlah sebesar US$ 700 trilyun sebelum ambruknya ekonomi, seperti yang ditunjukkan oleh angka-angka di bawah:
Pasar derivatif global OTC, akhir Juni 2009
(Dalam milyaran US dollar)
Juni 2007: 516.407
Des 2007: 595.738
Juni 2008: 683.814
Des 2008: 547.371
Juni 2009: 604.622
Angka-angka ini adalah dari Bank for International Settlements Quarterly Review (Desember 2009). Tapi, yang sangat luar biasa, sekarang mereka telah melonjak ke tingkatan yang serupa dengan tingkatan pada tahun-tahun boom ekonomi.
Ini memperlihatkan sisi lain dari “pemulihan”, yang hampir sepenuhnya berdasarkan pembiayaan negara yang masif, yang didasarkan pada pinjaman. Ini merupakan sebuah upaya yang putus-asa dari pihak borjuasi untuk keluar dari krisis dengan membesarkan kembali “gelembung”. Ini sama sekali tidak bertanggungjawab dari sudut pandang ilmu ekonomi ortodoks. Ini mempersiapkan jalan untuk inflasi dan meninggikan tingkat bunga, yang akan menyebabkan suatu kejatuhan yang bahkan lebih curam pada masa depan. Ini menyebabkan peringatan tanda bahaya di kalangan para ekonom borjuis yang belum kehilangan kepala mereka seluruhnya. Cepat atau lambat sistem ini akan menghadapi periode “penyesuaian” yang menyakitkan setelah kapital yang fiktif ini ditekan keluar daripadanya.
Semasa periode boom setiap orang ingin meminjamkan dan meminjam seolah-olah tidak ada hari esok. Kredit mudah diperoleh. Tapi segera sesudah siklus ekonomi mencapai ujungnya, kredit selalu mengering; setiap orang menjadi kikir dan menginginkan uang tunai, bukan janji pembayaran. Menggantikan pemborosan yang sembrono dan tak bertanggungjawab, suatu semangat kekikiran mendominasi. Alih-alih meminjamkan lebih banyak uang, para bankir menuntut pembayaran utang dengan segera. Ini mendorong perusahaan-perusahaan yang kecil atau menengah ke kebangkrutan dan berkontribusi pada keanjlokan. Jadi, kredit dan faktor-faktor lainnya yang mendorong perekonomian ke atas, berkombinasi untuk mendorongnya ke bawah. Secara dialektis, segala sesuatu beralih menjadi sebaliknya. Apa yang memerlukan waktu bertahun-tahun untuk membangunnya, bisa membutuhkan beberapa hari saja untuk menjadi berantakan.
Untuk melindungi dari dampak keambrukan finansial, Federal Reserve memotong bunga peminjaman bahkan lebih jauh sampai mendekati nol persen dan mengucurkan uang kepada bank-bank untuk memacu pemberian pinjaman. Pemerintah AS meluncurkan US$ 787 milyar stimulus dalam bentuk pemangkasan pajak dan peningkatan pembelanjaan pemerintah untuk proyek-proyek pekerjaan umum yang besar guna membantu mendorong aktivitas ekonomi. Tapi sampai sekarang dampaknya pada penciptaan pekerjaan tidak berarti banyak. Hanya 650.000 pekerjaan telah diciptakan atau diselamatkan, kurang dari yang hilang dalam satu bulan di bulan Januari 2009.
Mengikuti Inggris dan AS, Uni Eropa juga meluncurkan rencana-rencana stabilisasi. Bahkan kaum borjuasi Swiss menyuntikkan modal dalam jumlah yang masif kepada bank-bank mereka, dan mengambil langkah-langkah darurat untuk mencegah jatuhnya kepercayaan kepada sistem perbankan negeri itu. Kaum borjuasi kelihatan telah berhasil dalam menunda suatu kemerosotan yang dalam untuk suatu kurun waktu tertentu, tapi hanya dengan mengacaukan lebih jauh sistem finansial dan melakukan “quantitative easing”, yang akan menyebabkan inflasi pada tahapan tertentu, dengan konsekuensi-konsekuensi yang besar bagi perekonomian dan suatu kejatuhan yang baru dan bahkan lebih tak terkendali di kemudian hari.
Bank-bank sentral telah menyuntikkan sejumlah likuiditas yang sangat besar kepada pasar-pasar uang dalam upaya untuk mempertahankan pinjaman-pinjaman bank-bank dunia satu dengan yang lain. Sistem perbankan sekarang telah hampir sama sekali bersandar pada pembiayaan publik, tapi kendati semua langkah ini, bank-bank sejauh ini tetap tidak bersedia menawarkan kredit kepada siapapun kecuali kepada usaha-usaha yang paling aman dan para pembeli rumah. Alasannya adalah bahwa mereka tahu bahwa krisis mungkin belum berakhir dan mereka tidak yakin bisa mendapatkan kembali uang mereka. Kendati tingkat bunga nominal mendekati nol, perusahaan-perusahaan dan rumah tangga-rumah tangga telah bereaksi dengan lamban karena untuk waktu yang cukup lama harga-harga telah jatuh, dan karena itu tingkat bunga riil tetap lebih tinggi.
Pemerintah AS telah memberikan subsidi yang sangat besar sejumlah US$ 11 trilyun: jaminan, investasi, pemulihan kapital dan provisi likuiditas. Tapi semua upaya pemerintah untuk menangkal kemerosotan hanya mempunyai dampak yang kecil, tanpa menyelesaikan apapun yang fundamental. Ini karena mereka tidak menangani penyebab krisis yang fundamental, yang bukan kelangkaan kredit tapi over-produksi. Semua program pemerintah untuk menstimulisasi permintaan tidak akan memadai untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan, yang merupakan sebuah persoalan sentral dari modus produksi kapitalis yang tak terencana dan anarkis.
Over-produksi
Marx dan Engels menjelaskan di dalam Manifesto Komunis (1848):
“Masyarakat borjuis modern dengan hubungan-hubungan produksinya, hubungan-hubungan pertukaran, dan hubungan-hubungan miliknya, suatu masyarakat yang telah menjelmakan alat-alat produksi serta alat-alat pertukaran yang begitu raksasa, adalah seperti tukang sihir yang tidak dapat mengontrol lagi tenaga-tenaga dari alam gaib yang telah dipanggil olehnya dengan mantra-mantranya. Sudah sejak berpuluh-puluh tahun sejarah industri dan perdagangan hanyalah sejarah pemberontakan tenaga-tenaga produktif modern melawan syarat-syarat produksi modern, melawan hubungan-hubungan milik yang merupakan syarat-syarat untuk hidup bagi borjuasi dan kekuasaannya. Cukuplah untuk menyebut krisis-krisis perdagangan yang dengan terulangnya secara periodik, setiap kali lebih berbahaya, mengancam kelangsungan hidup seluruh masyarakat borjuis. Di dalam krisis-krisis ini tidak saja sebagian besar dari baranghasil-baranghasil yang ada, tetapi juga dari tenaga-tenaga produktif yang telah diciptakan terdahulu, dihancurkan secara periodik. Di dalam krisis-krisis ini berjangkitlah wabah yang di dalam zaman-zaman terdahulu akan merupakan suatu kejanggalan – wabah produksi kelebihan. Tiba-tiba masyarakat mendapatkan dirinya terlempar kembali dalam suatu keadaan kebiadaban sementara; nampaknya seakan-akan suatu kelaparan, suatu perang pembinasaan umum telah memusnahkan persediaan segala bahan-bahan keperluan hidup; industri dan perdagangan seakan-akan dihancurkan; dan mengapa? Karena terlampau banyak peradaban, terlampau banyak bahan-bahan keperluan hidup, terlampau banyak industri, terlampau banyak perdagangan. Tenaga-tenaga produktif yang tersedia bagi masyarakat tidak lagi dapat melanjutkan perkembangan syarat-syarat milik borjuis; sebaliknya, mereka telah menjadi terlampau kuat bagi syarat-syarat ini, yang membelenggu mereka, dan segera setelah mereka mengatasi rintangan belenggu-belenggu ini, mereka mendatangkan kekacauan ke dalam seluruh masyarakat borjuis, membahayakan adanya milik borjuis. Syarat-syarat masyarakat borjuis adalah terlampau sempit untuk memuat kekayaan yang diciptakan olehnya. Dan bagaimanakah borjuasi mengatasi krisis-krisis ini? Pada satu pihak, dengan memaksakan penghancuran sejumlah besar tenaga-tenaga produktif, pada pihak lain, dengan merebut pasar-pasar baru dan menghisap pasar-pasar yang lama dengan cara yang lebih sempurna. Itu artinya, dengan membukakan jalan untuk krisis-krisis yang lebih luas dan lebih merusakkan, dan mengurangi syarat-syarat yang dapat mencegah krisis-krisis itu.”
“Sebab fundamental dari krisis di dalam masyarakat kapitalis, sebuah fenomena unik yang hanya ada di masyarakat kapitalis, terletak pada keniscayaan over-produksi barang-barang konsumsi dan kapital untuk tujuan produksi kapitalis. Bisa ada segala macam penyebab-penyebab sekunder, terutama dalam periode perkembangan kapitalis – over-produksi parsial di beberapa sektor industri; spekulasi finansial di bursa saham; penipuan-penipuan yang menyebabkan inflasi; dan sebagainya – tetapi penyebab fundamentalnya adalah over-produksi. Overproduksi disebabkan karena ekonomi pasar, dan divisi masyarakat ke dalam kelas-kelas yang saling berlawanan.” (Ted Grant, Will There Be a Slump? 1960)
Ini yang ditulis oleh Ted Grant berpuluh-puluh tahun yang lalu di Will There be a Slump? Tulisan ini telah terbukti benar. Penyebab krisis yang sesungguhnya adalah overproduksi: ada suplai yang berlebihan secara global (rumah, mobil, dan barang-barang konsumsi). Akan membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan masalah suplai yang berlebihan ini. Adalah suplai berlebihan yang menghambat ekspansi industri, bukan kurangnya kredit. Ketika para politisi menggerutu bahwa setelah semua uang yang telah diterima oleh bank-bank mereka tidak meminjamkan uang, para bankir menjawab bahwa ketika mereka menawarkan untuk meminjamkan uang, tidak ada yang meminjam. Tentu saja! Sebuah boom fiktif yang berdasarkan pengeluaran negara akan segera menghadapi batas-batas permintaan. Sekarang karena kaum buruh sudah tidak bisa lagi meminjam uang dengan harga rumahnya yang tinggi, maka ruang untuk ekspansi permintaan artifisial semakin berkurang.
Tenaga pendorong dari suatu pemulihan yang riil adalah manufaktur dan konstruksi. Tapi ini dicegah oleh overproduksi dalam sektor-sektor ini pula (yang juga dirujuk sebagai “oversupply” [kelebihan-penawaran] atau “overcapacity” [kelebihan kapasitas] oleh para ekonom borjuis modern). Di mana-mana, blok-blok perkantoran berdiri kosong dan konstruksi pembangunan berhenti. Dengan jatuhnya permintaan dalam skala dunia, para kapitalis terpaksa melakukan pemecatan masal, kerja paruh-waktu, dan penutupan-penutupan pabrik. Ini merupakan bukti nyata dari ketidaksanggupan kapitalisme untuk menyerap potensi produktif kolosal yang telah diciptakannya. Sebagai contoh, terjadi overproduksi baja sedunia. Terjadi “terlalu banyak baja” (dalam batas-batas sistem kapitalis, tentunya). Ini, sampai suatu cakupan yang luas, terkait dengan kejatuhan yang tajam dalam produksi mobil.
Majalah Businessweek mengajukan sebuah pertanyaan yang menarik: bagaimana bisa ada overproduksi?
“Bagi para ekonom, kapasitas-berlebihan (overcapacity) adalah sebuah konsep yang kompleks. Keinginan manusia tidak terbatas, jadi bagaimana dunia bisa pernah memproduksi terlalu banyak sebuah barang yang baik? Kuncinya adalah apa yang dapat dibayar oleh orang. Dalam banyak sektor, harga masih tidak cukup rendah untuk memproduksi barang. Harus ada suatu kombinasi dari harga-harga yang jatuh dan kehancuran kapasitas produktif sebelum penawaran dan permintaan menjadi seimbang. […] Pertanyaannya adalah bagaimana keseimbangan itu akan dicapai.” (http://www.businessweek.com/magazine/content/09_07/b4119000357826.htm)
Pertanyaan ini langsung menusuk ke jantung persoalan. Kapitalisme adalah produksi tanpa perencanaan demi keuntungan, bukan produksi yang direncanakan secara rasional untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia. Tidak ada alasan mengapa suplai mobil, baja, makanan, atau apapun lainnya harus bersesuaian dengan apa yang disebut oleh para ekonom sebagai “permintaan efektif” (effective demand). Seluruh sejarah kapitalisme adalah sejarah krisis demi krisis yang disebabkan oleh kontradiksi antara kapasitas kapitalisme yang luar biasa untuk berproduksi demi keuntungan, dan kekuatan pembelian yang secara niscaya terbatas dari massa-rakyat (“permintaan”), yang menyebabkan krisis-krisis overproduksi secara periodik.
Pada zaman modern, overproduksi memanifestasikan dirinya sebagai over-kapasitas. Semasa krisis level-level penggunaan kapasitas jatuh di semua negara-negara kapitalis maju, sebagai contoh:
Amerika Serikat
Data Produksi Industrial dan Penggunaan Kapasitas (Industrial Production and Capacity Utilization) dari Federal Reserve memberikan angka-angka sebagai berikut:
April 2009 (titik-rendah): 68,28%
Desember 2009: 72%
Desember 1982: 70,8%
Jepang
Indeks, 2000=100
Februari-08: 110
Februari-09: 62,61
Agustus-09: 81,75
yakni penggunaan kapasitas hampir menyusut separuh antara Februari 2008 dan Februari 2009. (Regional Economic Outlook: Asia and Pacific, IMF, Oktober 2009)
Sebuah studi dari “NLI research” memperkirakan penggunaan kapasitas Q1 2009 sebesar 50,4%.
Zona-Eropa
Tingkat penggunaan kapasitas di kawasan Eropa pada akhir Juli 2009 berkisar pada 69,5%, di bawah rata-rata jangka panjangnya, 81,6%. Yang terpukul terutama berat adalah para produsen barang-barang kapital (67,6%). Dalam industri otomotif, penggunaan kapasitas bahkan turun sampai di bawah 60%.
Angka-angka ini adalah dari Bank Sentral Eropa (European Central Bank).
Turki
Jun-08: 82,3%
Jan-09: 63,8%
Jul-09: 72,3%
Des-09: 69,7%
Ini adalah statistik dari siaran pers Institut Statistik Turki (Turkish Statistical Institute) pada 12 Januari.
Kanada
Q3 2008: 78,9%
Q3 2009: 67,5%
Ini adalah angka-angka resmi menurut Statistics Canada
Thailand
Q4 2007: 73,12%
Q1 2009: 58,09%
Q4 2009: 67,20%
(Bank of Thailand)
Ini merupakan rekor titik terendah paska Perang Dunia Kedua. Tetapi di beberapa negara yang lebih miskin, situasinya bahkan lebih buruk, dengan penggunaan kapasitas 50% atau kurang.
Industri otomobil adalah sebuah contoh yang jelas. Pada tahun 2008 penggunaan kapasitas global dalam industri ini jatuh sampai 70,9% – 10% di bawah rata-ratanya dari tahun 1979 sampai 2008. Ini merupakan sebuah titik terendah yang historis, dan setara dengan level yang tercapai pada Desember 1982. Majalah Autos (31/12/08) menampilkan sebuah artikel dengan judul, “Masalah Kapasitas-Berlebihan Perusahaan Mobil,” dan subjudul, “Perusahaan Mobil harus memotong pabrik-pabrik tanpa kehilangan kemampuannya untuk meningkatkan produksi kembali ketika orang-orang mulai membeli mobil lagi.” Ini mengekspresikan dilema para kapitalis dengan sangat jelas. Industri otomobil dunia mempunyai kapasitas untuk memproduksi 94 juta kendaraan setiap tahun. Berdasarkan penjualan sekarang, ini terlalu banyak sekitar 34 juta, setara dengan output 100 pabrik.
Over-kapasitas global dalam sektor otomobil sekitar 30% berarti bahwa para pembuat mobil besar dapat menutup sepertiga pabrik dan masih akan mengalami kesulitan untuk menjual mobil-mobil yang mereka produksi. Para pembuat otomobil mengharapkan penjualan bangkit kembali, yang dimulai pada tahun 2011. Tapi tidak seorang pun yang secara realistis berpikir mereka dapat menjual 34 juta kendaraan hingga saat itu. Di atas segalanya, para pembuat otomobil sedang bersandar pada pertumbuhan populasi dan suatu peningkatan dalam penjualan pada tahun 2013 ketika orang mulai mengganti kendaraan-kendaraan lama mereka. Bahkan kalau begitu pun masih akan ada “terlalu banyak” pabrik.
Karena alasan ini, General Motors telah menggarap sebuah rencana restrukturisasi yang masif yang mencakup pemotongan lebih dari 21 ribu pekerjaan di pabrik. Timken Co., pembuat bearing dan baja, telah mengindikasikan akan memotong sekitar 4 ribu lagi pekerjaan. Fenomena yang sama sedang terulang dalam satu atau lain bentuk ketika ratusan ribu pekerja “kapasitas berlebihan” (excess capacity) dikeluarkan dari pekerjaan mereka. Ini adalah pekerjaan-pekerjaan yang bergaji tinggi, seringkali dengan perwakilan serikat buruh, sementara segelintir pekerjaan yang sedang diciptakan biasanya tidak berserikat buruh dan menawarkan tingkat upah yang murah dan sedikit, bila ada, tunjangan
Fakta bahwa ini merupakan suatu krisis overproduksi sekarang sudah merembesi bahkan kepala-kepala kaum borjuasi yang paling bebal yang selama bertahun-tahun menyangkali kemungkinan seperti itu. Sebuah artikel di surat kabar sayap kanan Konservatif, The Telegraph (15 Agustus, 2009), menyatakan ini dengan sangat jelas:
“Terlalu banyak pabrik baja telah dibangun, terlalu banyak pabrik yang membuat mobil, chip komputer atau panel matahari, terlalu banyak kapal laut, terlalu banyak rumah. Mereka telah melampaui daya beli orang-orang yang diperkirakan akan membeli produk-produk. Inilah yang kurang lebih terjadi pada tahun 1920-an ketika elektrifikasi dan metode-metode assembly line Ford meningkatkan output lebih cepat dari upah. Ini merupakan suatu alasan utama mengapa Kemerosotan terbukti begitu sukar dikendalikan, kendati utang pada saat itu jauh lebih rendah daripada sekarang.”
Toyota, Honda dan Nissan telah mengurangi marjin keuntungan mereka. Mereka sedang memperlambat produksi, memotong kontrak para pekerja, dan menunda rencana-rencana untuk membuka pabrik-pabrik baru. Pada saat yang sama, mereka bermaksud meraih kembali porsi pasar mereka bilamana permintaan AS bangkit kembali. Persoalannya adalah bahwa mereka akan menghadapi kompetisi yang keras dari industri mobil AS, yang ada di dalam sebuah krisis yang mendalam. Di Amerika Utara industri mobil mempunyai kapasitas untuk membangun sekitar 7 juta kendaraan lebih banyak daripada yang dapat diserap pasar. Itulah sebabnya kaum borjuasi begitu bermuram-durja. Mereka tahu bahwa kecuali dan sampai overproduksi dieliminir, tidak mungkin ada pemulihan ekonomi yang serius dan berkelanjutan.
Over-kapasitas global mengakibatkan jatuhnya harga barang bagi para konsumen, tetapi meningkatkan persaingan dan menurunkan keuntungan bagi para kapitalis. Di sini kita tidak sedang berbicara tentang tingkat keuntungan yang jatuh, tetapi suatu kejatuhan dalam jumlah keuntungan, yang pasti mengakibatkan suatu pengurangan dalam produksi, meningkatnya pengangguran, kebangkrutan, dan penutupan pabrik. Dalam sebuah pasar global yang menciut, para produsen domestik harus bersaing dengan impor. Para pembuat mobil dan para produsen baja menghadapi sebuah “lingkaran setan” – sebuah spiral yang berpilin ke bawah dari penurunan output, harga, dan keuntungan. Jatuhnya produksi mobil berarti suatu kejatuhan dalam permintaan atas baja, listrik, minyak, dan banyak komponen lainnya yang terlibat dalam produksi mobil.
Menurut Michelle Hill dari perusahaan konsultasi Oliver Wyman, dalam rangka memulihkan keuntungan, para pembuat mobil AS akan harus menutup setidaknya selusin dari 53 pabrik di Amerika Utara dalam beberapa tahun ke depan. Jalan satu-satunya untuk menghapus over-kapasitas adalah dengan penghancuran sistematis atas tenaga-tenaga produktif: pabrik-pabrik ditutup seakan-akan mereka kotak korek-api, para pekerja dipecat, dan mesin-mesin dibiarkan berkarat sampai, pada akhirnya, pasar-pasar dan lahan-lahan investasi baru muncul.
Inilah yang dinamakan para ekonom borjuis sebagai “penghancuran yang kreatif” (creative destruction). Ia mirip dengan sosok mitologis Yunani Procrustes, yang memotong anggota badan tamu-tamunya untuk membuat mereka pas dengan tempat tidurnya. Kontradiksi yang utama adalah antara batas-batas Negara-bangsa dan pasar-dunia, yang telah sekian lama berkembang melampaui batas-batas sempit pasar-pasar nasional.
Ekspansi Perdagangan Dunia
Faktor utama yang memampukan kapitalisme untuk menghindari kemerosotan yang mendalam untuk sekian lama adalah peningkatan besar-besaran perdagangan dunia (“globalisasi”). Periode antara Perang-Perang Dunia dicirikan dengan suatu gelombang proteksionisme dan devaluasi-devaluasi kompetitif yang menekan perdagangan dunia dan mengintensifkan kemerosotan selama satu dekade. Berkenaan dengan alasan-alasan yang telah kita jelaskan di tempat lain (Lihat Ted Grant: Will there be a Slump?), periode yang menyusul tahun 1945 sama sekali berbeda. Pada waktu itu, AS memiliki duapertiga dari emas yang tersedia di dunia dan industri-industrinya utuh, sementara Eropa dan Jepang masih berjuang untuk bangkit setelah Perang.
Mata uang dolar AS adalah “sama baiknya dengan emas” dan menjadi mata uang dunia (dengan pound sterling di tempat kedua). Marshall Plan dan boom rekonstruksi pasca-Perang di Eropa membawa sebuah peningkatan ekonomi yang baru yang bertahan selama lebih dari dua dekade. Ekspansi yang tiada tara dari perdagangan dunia memampukan kaum borjuasi, secara parsial dan sementara, untuk menyelesaikan salah satu kontradiksi yang paling fundamental: keterbatasan Negara-bangsa. Akibatnya, sains dan teknologi tumbuh lebih cepat daripada dalam waktu manapun dalam sejarah. Kapitalisme memperlihatkan, barangkali untuk terakhir kalinya, apa yang dapat dicapai oleh sistem penghisapan ini. Atas dasar investasi-investasi raksasa, kaum borjuasi mencapai hasil-hasil yang bakal membuat terperangah Marx dan Engels.
Proses ini telah diperdalam dan diintensifkan dalam dua dekade terakhir. Kejatuhan Uni Soviet dan rezim-rezim Stalinis Eropa Timur, dan masuknya Tiongkok ke dalam pasar dunia, serta kebangkitan India sebagai kekuatan ekonomi regional, menandai partisipasi dari dua milyar manusia dalam perekonomian dunia kapitalis, yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Fakta ini, pada dirinya sendiri, merepresentasikan suatu stimulus yang luar biasa dan sebuah intensifikasi yang lebih jauh dari pembagian-kerja dunia. Setiap negara sekarang bergantung pada pasar dunia dan itulah artinya “globalisasi”.
Tapi sekarang semua ini sedang mencapai batas-batasnya. Karena untuk pertama kali sejak 1982, perdagangan dunia telah jatuh dengan tajam – 14,4% pada 2009. Meski diharapkan untuk tumbuh lagi pada 2010, ini merupakan sebuah penyusutan yang serius, yang mengungkapkan sisi lain dari globalisasi. Integrasi dalam pasar dunia berarti bahwa semua yang dinamakan “perekonomian-perekonomian yang sedang bangkit” (emerging economies) sekarang tunduk pada fluktuasi-fluktuasi pasar dunia. Mereka semua telah terdampak oleh resesi dan jatuhnya permintaan, dimana konsumsi telah jatuh dan proteksionisme semakin besar. Globalisasi memanifestasikan dirinya sebagai sebuah krisis global kapitalisme. Fakta ini sekarang disadari oleh para s ahli strategi kapitalis yang lebih serius:
“Skala dan kecepatan kontraksi ekonomi global secara bersamaan benar-benar tidak ada preseden (setidaknya sejak Depresi Besar), dengan terjun-bebasnya PDB, pendapatan, konsumsi, produksi industrial, lapangan kerja, ekspor, impor, investasi perumahan, dan yang mengkhawatirkan, pembelanjaan kapital di seluruh dunia. Dan sekarang banyak pasar yang sedang muncul ada di tepi jurang sebuah krisis finansial penuh, dimulai dengan Eropa yang sedang muncul.” (Financial Times, 3/05/09)
Kalimat-kalimat ini mengekspresikan sebuah kontradiksi fundamental. Dalam sebuah kemerosotan, harga-harga, keuntungan, dan upah jatuh merosot. Dalam tiga bulan terakhir tahun 2008, harga-harga konsumen di AS jatuh pada tingkat tahunan yang menggemparkan, mendekati 13%. Harga-harga jatuh untuk semua jenis barang, dari sandang sampai perabotan, dan para retailer mengiklankan banyak diskon. Dengan kejatuhan permintaan-agregat (konsumsi, investasi perumahan, pembelanjaan kapital di sektor korporat, inventori-inventori bisnis dan ekspor), stimulus dari pembelanjaan pemerintah secara total tidak memadai untuk membangkitkan kembali perekonomian secara berkelanjutan. Bahkan dengan lebih dari $11 trilyun bailout dan jaminan pemerintah (hampir semua, bila tidak semuanya, adalah hutang), sistem keuangan AS secara efektif menjadi pailit.
Para kapitalis terpaksa membuang komoditi mereka ke pasar yang sudah tersaturasi dengan diskon-diskon yang besar, bahkan menjual rugi. Mereka berusaha untuk melakukan hal yang sama di pasar-pasar dunia. Proteksionisme adalah suatu upaya untuk mengekspor pengangguran. Dalam sebuah periode boom ekonomi, kaum borjuasi dapat mencapai sebuah kesepakatan yang bersahabat untuk berbagi jarahan. Tapi dalam sebuah kemerosotan, slogannya adalah: “setiap orang untuk dirinya sendiri!” Mereka tidak peduli apa yang terjadi pada pihak-pihak yang lain. Ini berbahaya bagi kapitalisme karena justru proteksionisme dan devaluasi-devaluasi kompetitif yang mengubah Kejatuhan Bursa Saham 1929 menjadi Depresi Hebat.
Kecenderungan-kecenderungan proteksionis sudah muncul. Pemerintah-pemerintah Eropa Barat sedang memberi uang kepada para pembuat mobil hanya jika mereka setuju untuk tidak menutup pabrik-pabrik di dalam negeri. Perusahaan-perusahaan seperti Volkswagen dan Renault sedang merencanakan untuk menurunkan produksi di Spanyol, Portugal dan Italia dalam rangka menjaga agar pabrik-pabrik mereka tetap buka di Jerman dan Prancis. Para pembuat mobil AS sedang menurunkan operasi-operasi Eropa mereka dengan alasan yang sama.
Konflik yang paling serius adalah antara Tiongkok, AS, dan Eropa. Tiongkok mempunyai kepentingan dalam mempertahankan yuan terhadap dolar AS guna menaikkan ekspornya. Tiongkok mengijinkan yuan naik 21% terhadap dolar dalam tiga tahun sampai Juli 2008, tapi sejak saat itu Tiongkok telah kurang lebih mempertahankan nilai tukarnya. Sebagai akibatnya, nilai yuan telah tertarik mundur oleh dolar, sementara banyak mata-uang lainnya telah melonjak.
Kebijakan-kebijakan proteksionis, melalui devaluasi mata uang yang artifisial, telah memperbesar kekacauan di dalam pasar dunia. Pertama, dolar jatuh nilainya terhadap mata uang lainnya, yang secara otomatis menyebakan jatuhnya harga produk-produk Amerika dan peningkatan harga produk-produk negara lain. Dengan sebuah pasar yang didominasi oleh perusahaan-perusahaan Amerika dan uang yang didepositokan di Amerika, Tiongkok tidak punya alternatif lain selain mematok mata uangnya pada dolar US (dan banyak ekonom AS yang mulai mengatakan bahwa ini adalah nilai Yuan yang sesungguhnya). Pada awalnya, nilai Euro meningkat, dan juga mata uang negara-negara seperti Brasil dan Korea Selatan. Krisis di Yunani sekali lagi menggoncang seluruh pasar ini dan Euro kehilangan nilainya dengan cepat, dan juga mata uang Brasil dan Korea Selatan, sementara Yuan tetap terpatok pada dolar! Ekspor Jerman mendapatkan kekuatan baru sebagai akibatnya, sementara ini meningkatkan kontradiksi di dalam Zona Euro. Ada satu hal yang konsisten dimana-mana: nilai emas telah naik dari sekitar $700 (awal 2008) hingga lebih dari $1000.
Guna mengelak tekanan sebelum pertemuan G20, Tiongkok mengumumkan beberapa kebijakan yang samar-samar untuk mengubah kebijakan nilai tukar mata uangnya.
Lebih dari 10 tahun sampai 2008 ekspor Tiongkok tumbuh dengan rata-rata tahunan 23% dalam nilai dolar, lebih dari dua kali kecepatan perdagangan dunia. Bila ini terus berlanjut, Tiongkok dapat mencakup sekitar seperempat dari ekspor dunia dalam 10 tahun. Itu akan lebih dari 18% ekspor dunia yang dicapai AS pada awal 1950-an (yang sejak itu merosot menjadi 8%). Sebuah laporan IMF yang diterbitkan pada 2009 memperhitungkan bahwa bila Tiongkok tetap bergantung pada ekspor seperti tahun-tahun terakhir, maka untuk mempertahankan pertumbuhan PDB tahunan 8% porsinya dalam ekspor dunia harus meningkat sampai sekitar 17% pada 2020.
Namun, prediksi semacam ini harus disimak dengan hati-hati. Prediksi serupa telah dibuat pada masa lalu tentang Jepang, yang pada puncaknya pada 1986 mencapai 10% – satu angka yang mirip dengan yang dicapai Tiongkok pada tahun ini. Tapi, selanjutnya, porsi ekspor Jepang jatuh sampai menjadi kurang dari 5%. Ekspor-ekspornya terpangkas oleh peningkatan yang tajam dalam yen, yang diapresiasi lebih dari 100% terhadap dollar antara 1985 dan 1988. Porsi pasar-ekspor kombinasi dari empat macan Asia (Hong Kong, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan) juga mencapai 10% sebelum merosot.
Sangat mungkin ekspor Tiongkok akan tumbuh lebih lambat dalam dekade mendatang, karena permintaan dari negara-negara kaya tetap lemah. Tapi, porsi pasarnya barangkali akan terus meningkat. Proyeksi-proyeksi dalam World Economic Outlook-nya IMF menyiratkan bahwa ekspor Tiongkok akan mencapai 12% dari perdagangan dunia pada 2014. Tapi pada suatu titik tertentu, ini akan berbenturan dengan rintangan proteksionisme.
Para penulis laporan IMF yang disebutkan di atas menganalisa kapasitas-penyerapan global tiga industri ekspor – baja, pembuatan kapal, dan permesinan, dan menyimpulkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekspor yang dibutuhkan, Tiongkok harus mengurangi harga-harga, yang semakin sulit tercapai, entah dari produktivitas yang semakin meningkat atau reduksi laba. Dalam banyak industri ekspor, khususnya baja, marjin keuntungan sudah kecil.
Ekspor Tiongkok jatuh sekitar 17% pada 2009 secara keseluruhan, tapi ekspor-ekspor negara-negara lain jatuh lebih besar lagi. Akibatnya Tiongkok menggantikan Jerman sebagai eksportir terbesar dan porsi ekspor dunianya melonjak sampai hampir 10%, naik dari 3% pada 1999. Dalam sepuluh bulan pertama Amerika mengimpor 15% lebih kecil dari Tiongkok daripada dalam periode yang sama pada tahun 2008, tapi impornya dari negara-negara lainnya jatuh sampai 33%, yang meningkatkan porsi pasar Tiongkok sampai mencapai rekor 19%. Jadi meski defisit perdagangan Amerika dengan Tiongkok menyempit, Tiongkok sekarang mencakup separuh dari total defisit Amerika, naik dari kurang dari sepertiga pada tahun 2008. Ini telah memberikan daya-dorong yang segar bagi kecenderungan-kecenderungan proteksionis:
“Friksi-friksi perdagangan dengan seluruh dunia sedang memanas. Pada 30 Desember Komisi Perdagangan Internasional Amerika menyetujui tarif impor baru terhadap pipa-pipa baja Tiongkok, yang disubsidi secara tidak adil. Ini merupakan tarif terbesar yang sejauh ini melibatkan Tiongkok. Pada 2 Desember pemerintah-pemerintah Uni Eropa mengambil suara untuk memperpanjang durasi tarif anti-dumping terhadap sepatu-sepatu yang diimpor dari Tiongkok selama 15 bulan.” (The Economist, 7 Januari 2010)
“Permusuhan dari negara-negara asing terhadap keunggulan ekspor Tiongkok sedang tumbuh. Paul Krugman, pemenang hadiah nobel dalam bidang ekonomi, menulis baru-baru ini dalam New York Times bahwa dengan mengekang mata-uangnya untuk mendukung ekspor, Tiongkok ‘menyedot permintaan yang sangat banyak dibutuhkan dari sebuah perekonomian dunia yang dilanda depresi’. Ia berargumen bahwa negara-negara yang menjadi korban merkantilisme Tiongkok barangkali tepat untuk mengambil tindakan proteksionis.” (ibid.)
Tiongkok menggarisbawahi bahwa impor mereka lebih kuat daripada ekspor mereka, meningkat 27% pada tahun 2009 sampai November, ketika ekspornya masih jatuh. Ekspor Amerika ke Tiongkok (pasar ekspor terbesar ketiganya) naik 13% pada tahun 2009 sampai Oktober, pada saat yang sama ekspornya ke Kanada dan Meksiko (dua negara di atas Tiongkok) jatuh sampai 14%. Di lain pihak, ekspor barang-barang Tiongkok telah jatuh dari 36% PDB pada tahun 2007 ke sekitar 24% pada tahun 2009 dan surplus perdagangan Tiongkok telah jatuh dari 11% ke perkiraan 6% PDB. Ini berarti Tiongkok membantu mendorong perekonomian dunia sepanjang tahun yang lalu. Tapi argumen-argumen ini tidak akan membungkam paduan suara proteksionis.
Konflik antara Tiongkok dan AS sedang menjadi semakin intens. Tuntutan-tuntutan luar negeri untuk merevaluasi yuan menjadi semakin keras dan lebih mendesak.
Sebuah perdebatan yang tajam telah berkembang di arena dunia mengenai kebijakan Tiongkok dalam mematok mata uangnya terhadap dolar. Kekuatan-kekuatan imperialis besar berhadapan satu sama lain dalam masalah ini. Kelas penguasa di AS pecah dalam isu ini.
Pemerintahan Obama dan ekonom-ekonom seperti pemenang Hadiah Nobel Paul Krugman mengadvokasikan sebuah jalan keluar melalui pengadopsian kebijakan-kebijakan proteksionis “Beli Produk Amerika” dan meningkatkan tekanan untuk revaluasi Yuan.
Paul Krugman berargumen bahwa kebijakan devaluasi mata uang Tiongkok dan surplus perdangangan yang meningkat memiliki “efek menekan” pada pertumubuhan ekonomi di Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang. Dalam pendaatnya, bila mata uang Cina di-revaluasi, ini akan memberikan “impak yang besar” pada pemulihan global. Ini akan membuat ekspor Cina lebih kurang kompetitif dan, dalam argumennya, akan menciptakan lapangan kerja di AS.
Paul Krugman adalah juru bicara dari kaum borjuis nasionalis dan proteksionis, terutama perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang memproduksi barang-barang konsumen lunak (sepatu, garmen, kain, dsb.) yang masih ada di AS dan menderita langsung dari kompetisi dengan ekspor Cina.
Stephen Roach dan Jurnal Wall Street mewakilkan sayap kaum borjuis Amerika yang liberal dan pro-globalisasi. Seksi kelas penguasa ini khawatir, dan mereka benar, bahwa menekan China untuk merevaluasi Yuan akan dapat memulai perang dagang, penarikan simpanan Cina dari Surat Obligasi AS, dan ketergelinciran umum ke proteksionisme yang akan membawa ekonomi dunia kembali ke resesi. Ekonom-ekonom borjuis ini yang mendukung doktrin akumulasi kapital yang lebih “internasionalis”, yakni, mereka yang lebih berhubungan langsung dengan finans kapital internasional, ada di posisi yang lebih baik untuk menilik akibat dari ekonomi global dan bahkan kepentingan-kepentingan yang kompleks dari ekonomi imperialis AS di dunia.
Stephen Roach mengatakan dengan sangat jelas: “Pengkambinghitaman yang dilakukan oleh Washington terhadap Tiongkok dapat membawa dunia ke tepi lereng yang sangat licin … konsekuensi dari kekeliruan macam ini – friksi perdagangan dan proteksionisme – dapat membuat krisis 2008-09 seperti mainan anak-anak.” (Financial Times, 29 Maret)
Dalam sebuah situasi internasional yang ditandai oleh sebuah krisis ekonomi yang besar, dua jiwa merasuki satu tubuh imperialisme borjuis yang sama. Tedensi proteksionisme, yang muncul sebagai sebuah solusi “mudah” di antara kaum borjuis, dihadapi oleh kembar siamnya, finans kapital internasional, yang memiliki kepentingan global.
Pada kenyataannya, mereka berdua benar dan mereka berdua salah. Kaum proteksionis ingin membuat negara-negara yang lain membayar untuk krissi ini (mereka inin mengekspor pengangguran ke Tiongkok). Para pedagang bebas memperingatkan bahwa ini dapat menjatuhkan ekonomi dunia. Tetapi pada saat yang sama, sebuah situasi dimana konsumen, perusahaan, dan pemerintahan AS berhutang besar tidak dapat dibiarkan berlanjut selamanya dan ini yang menyebabkan resesi.
Sementara menyanyikan puja-puji kepada perdagangan bebas, semua borjuasi di seluruh dunia sedang bersiap untuk proteksionisme. Kecenderungan-kecenderungan ini akan meningkat dalam periode berikutnya, karena setiap bangsa kapitalis berupaya untuk mengekspor pengangguran dan melempar persoalan-persoalannya kepada rival-rivalnya. Ini membuka sebuah skenario yang lebih mirip dengan skenario 1930-an daripada periode setelah 1945.
Tiongkok
Perkembangan tenaga produktif di Tiongkok dan Asia Tenggara telah menguatkan klas pekerja. Ilusi telah diciptakan bahwa pertumbuhan ekonomi Tiongkok tidak terbatas. Tapi dengan berpartisipasi dalam pasar dunia kapitalis, Tiongkok sekarang rentan terhadap semua kontradiksi dari kapitalisme dunia. Perekonomian Tiongkok sangat bergantung pada perdagangan. Tiongkok mempunyai surplus perdagangan 12% dari PDB, dan menurut statistik resmi Tiongkok mengekspor sebesar hampir 40% dari PDB, kendati menurut beberapa perhitungan, sekali Anda menyingkirkan impor suku-cadang yang kemudian dirakit di Tiongkok dan diekspornya, angka yang sesungguhnya lebih dekat pada sekitar 10% of PDB.
Overproduksi dalam skala dunia mempengaruhi ekspor Tiongkok. Jutaan buruh telah dipecat dan banyak pabrik yang ditutup. Resesi ekonomi dunia telah menghancurkan cukup besar industri ekspor Tiongkok, terutama di industri ringan, pabrik perakitan, dll. Industri-industri ini kebanyakan ada di tangan sektor swasta. Di beberapa sektor industri berat, seperti baja, batu bara, dan yang lainnya, pemerintah telah memperkenalkan rencana-rencana untuk “merasionalisasi” produksi, memaksa “konsolidasi” ratusan perusahaan-perusahaan kecil menjadi beberapa perusahaan raksasa (kebanyakan adalah milik negara).
Seperti negara-negara yang lain, Tiongkok telah mengimplementasikan program stimulus, bersamaan dengan ekspansi kredit yang masif oleh bank-bank negara. Ini berarti adanya penyuntikan uang yang besar ke dalam ekonomi. Ini kebanyakan diarahkan ke investasi, yang bertanggungjawab untuk 90% pertumbuhan pada paruh pertama 2009. Kebanyakan investasi (hampir 50% PDB) didedikasikan untuk produksi lebih banyak kapasitas dan mesin-mesin untuk memproduksi lebih banyak barang untuk dieskspor. Sebagian besar investasi lainnya ditujukan ke konstruksi perumahan dan infrastruktur.
Alasan utama mengapa kepemimpinan Tiongkok melakukan ini adalah karena ketakutan mereka akan gejolak sosial yang akan mengancam posisi, kekuasaan, dan privilese mereka. Ada perpecahan di dalam Partai Komunis Tiongkok (PKT) dan di dalam pemerintahan. Tetapi perpecahan ini bukanlah antara mereka yang ingin kembali ke ekonomi terencana dan mereka yang ingin melanjutkan konsolidasi kapitalisme. Perpecahan ini adalah antara mereka yang berpendapat bahwa jaringan jaminan sosial dan investasi negara dibutuhkan untuk mempertahankan stabilitas sosial, dan mereka yang berpendapat bahwa ekonomi Tiongkok harus terus “diliberalisasi” untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan maka dari itu kestabilan sosial.
Ini bukan berarti terdorong mundurnya kapitalisme di Tiongkok. Ini adalah usaha untuk menciptakan perusahaan-perusahaan Tiongkok yang mampu berkompetisi di pasar dunia, dan juga untuk mengendalikan over-kapasitas. Penghancuran perusahaan-perusahaan kecil dan konsentrasi kapital adalah proses normal dari perkembangan kapitalisme.
Ini telah mengakibatkan ledakan pertumbuhan yang terus-menerus, tetapi di bawah kondisi ekonomi pasar, yang hanya akan memperburuk masalah over-produksi (over-kapasitas). Komoditas-komoditas yang diproduksi harus terjual, dan pasar internal Tiongkok terlalu sempit untuk menyerap semuanya. Kebanyakan ekonom borjuis menganggap kebijakan ekonomi ini tidak baik dan tidak dapat bertahan untuk jangka menengah atau panjang. Bila investasi besar dan kapasitas yang meningkat ini tidak disertai dengan peningkatan ekspor atau konsumsi domestik, ini akan menyebabkan perusahaan-perusahaan tidak mampu membayar hutang mereka dan gelombang hutang non-performing, kebangkrutan, dan penutupan pabrik.
Nasib ekonomi Tiongkok, dan Asia secara umum, tergantung pada perspektif dari ekonomi dunia kapitalis secara keseluruhan. Financial Times menulis:
“Dengan kelebihan kapasitas yang masif di dalam sektor manufaktur industri dan ribuan perusahaan yang tutup, perusahaan swasta dan milik negara mana yang mau berinvestasi lebih banyak, bahkan bila bunga bank rendah dan kredit lebih murah. Memaksa perusahaan-perusahaan dan bank-bank milik negara untuk meminjamkan dan berinvestasi lebih banyak hanya akan meningkatkan jumlah hutang non-performing dan jumlah kapasitas berlebihan. Dan dengan kebanyakan aktivitas ekonomi dan stimulus fiskal berupa kapital – dan bukan labour-intensive, penciptaan lapangan pekerjaan akan terus terhambat.
“Jadi tanpa sebuah pemulihan di AS dan ekonomi global, tidak akan ada pertumbuhan yang berkelanjutan untuk Tiongkok. Dan dengan pemulihan AS yang mensyaratkan konsumsi yang lebih rendah, simpanan privat yang lebih tinggi, dan defisit perdagangan yang lebih rendah, maka negara-negara surplus seperti Tiongkok, Jepang, Jerman, dll harus bergantung lebih pada permintaan domestik. Tetapi pertumbuhan ekonomi berdasarkan konsumsi domestik adalah lemah di negara-negara surplus karena alasan-alasan struktural dan siklus. Jadi sebuah pemulihan ekonomi global tidak dapat terjadi tanpa sebuah perbaikan yang cepat dan tertib dalam ketidakseimbangan neraca perdagangan dunia.” (Financial Times, 3 Mei 2009)
Analisa ini dikonfirmasikan oleh pernyataan yang dibuat pada bulan Januari 2009 di World Economic Forum di Davos, Swiss, oleh Zhu Min, Wakil Presiden Eksekutif Bank of China Group, yang mengatakan kepada sebuah panel diskusi bahwa bahkan sebuah pertumbuhan cepat dalam konsumsi domestik di Tiongkok tidak akan bisa menyamai konsumsi AS yang melemah (Business Week). Dalam pasar dunia, Tiongkok jauh lebih penting sebagai produsen dibandingkan sebagai konsumen. Manufaktur mainan anak-anak di Tiongkok dihadapi dengan sebuah bencana karena order-order eskpor mengering dan pasar domestik tidak dapat menyerap apa yang diproduksi oleh pabrik-pabrik. Oleh karena itu, AS dan Eropa memberikan tekanan pada Tiongkok untuk mengurangi over-kapasitasnya dengan cara bergeser dari investasi ke konsumsi domestik.
Ekspansi kredit yang besar telah memungkinkan perusahaan-perusahaan untuk meminjam dengan murah guna berinvestasi di deposito yang memberikan bunga lebih tinggi. Dorongan likuiditas yang masif yang diimplementasikan oleh pemerintah tahun lalu telah menghasilkan bukan hanya pertumbuhan PDB tetapi juga peningkatan investasi-investasi spekulatif.
Harga rata-rata rumah baru-baru ini menyentuh 2200 dolar per meter persegi di Beijing, satu-pertiga pendapatan rata-rata pertahun di ibukota ini. Di Shanghai, harga-harga bahkan lebih tinggi, telah meningkat 60% pada tahun 2009. Banyak perusahaan milik negara, yang dibanjiri likuiditas, mengalihkan uangnya ke spekulasi bahan mentah, bursa saham, dan operasi derivatif yang kompleks. Sebagai akibatnya bursa saham Shanghai tumbuh lebih dari 60% pada tahun 2009.
Jadi kita melihat pengeluaran uang untuk spekulasi dan peningkatan berkelanjutan di dalam fenomena over-kapasitas yang telah mengakibatkan jatuhnya harga barang di beberapa sektor. Harga baja di Tiongkok sedang menurun, merefleksikan penurunan permintaan global. Perdagangan menurun di Asia dengan penurunan ekspor sebesar 40-50% di Jepang, Taiwan, dan Korea.
Di bawah ini adalah sebuah komentar menarik mengenai over-kapasitas di Tiongkok, yang ditulis oleh jurnalis ekonomi merujuk pada komentar-komentar yang dibuat kepadanya oleh Yu Yongdim [mantan anggota komite kebijakan moneter dari Bank Rakyat Tiongkok, mantan Direktur dari Akademi Institut Sains Ekonomi dan Politik Dunia Tiongkok, dan Presiden dari Asosiasi Ekonomi Dunia Tiongkok]:
“Dia percaya bahwa Tiongkok sekarang terperangkap di sebuah siklus dimana pertumbuhan investasi akan meningkatkan secara terus menerus suplai Tiongkok, tetapi konsumsi jelas telah gagal untuk tumbuh cepat untuk menyerapnya. Dan jadi Tiongkok terpaksa meningkatkan investasi untuk menyediakan cukup permintaan untuk menyerap suplai yang meningkat sebelumnya, dan oleh karena itu menciptakan sebuah siklus over-suplai yang semakin membesar.
“Dengan ini, porsi investasi dari produk domestik bruto telah meningkat dari seperempat PDB pada tahun 2001 ke setidaknya separuh. ‘Ada semacam kejar-kejaran – permintaan mengejar suplai dan lalu lebih banyak permintaan dibutuhkan untuk mengejar lebih banyak suplai.’ katanya. ‘Ini tentu saja adalah sebuah proses yang tidak dapat berkelanjutan.’
“Dari tahun 2005, over-kapasitas Tiongkok telah ‘terselubung’ oleh ekspor netto yang terus meningkat – tetapi strategi ini telah terinterupsi oleh krisis finansial. Lalu datang pesta investasi-stimulus di seluruh dunia yang tidak ada preseden, yang tidak akan mengkhawatirkan bila saja ini menyediakan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang. Tetapi campur tangan pemerintah dalam alokasi sumberdaya telah menjadi semakin besar semenjak krisis, tanpa reforma-reforma untuk membuat para pejabat lebih bertanggungjawab atas apa yang mereka keluarkan.
“ ‘Sebagai akibat dari perubahan-perubahan institusional di Tiongkok, pemerintahan-pemerintahan lokal mempunyai selera yang besar untuk proyek-proyek investasi yang megah dan alokasi sumberdaya yang sub-optimal,’ seperti yang dikatakan Yu sebelumnya, di ceramah Richard Snape untuk Komisi Produktivitas pada bulan Nopember.
“Jadi sekarang ada lapangan-lapangan terbang baru tanpa kota, jalan raya dan rel-kereta cepat yang berjalan secara paralel, dan kota-kota dimana para petani membangun rumah tanpa alasan selain untuk membongkarnya lagi karena mereka tahu ini akan memberikan mereka lebih banyak kompensasi ketika pemerintah lokal niscaya menyita tanah mereka (/http://www.smh.com.au/business/chinas-runaway-growth-train-on-a-dangerous-course-20100124-msll.html)
Tingkat pekerjaan Tiongkok hampir tidak tumbuh, karena investasi di pertumbuhan ekspor sangatlah kapital-intensif: pada tahun 2005, kapasitas berlebihan di industri baja Tiongkok adalah 120 juta ton – lebih dari produksi pertahun Jepang, produsen dunia terbesar kedua. Ini adalah situasinya pada saat boom. Selama kemerosotan, tingkat pengangguran Tiongkok naik dengan cepat. Tingkat pengangguran resmi, yang hanya menghitung buruh kota yang terdaftar, diperkirakan pada Nopember 2008 sebesar 8,8 juta, atau 4,3%. Tetapi angka sesungguhnya jauh lebih tinggi. Sebuah survei oleh Akademi Ilmu Sosial Tiongkok menaruh angka pengangguran kota sebesar 9,4%.
Walaupun pertumbuhan di kota-kota adalah cepat pada beberapa tahun belakangan ini, pertumbuhan di pedesaan telah tertinggal di belakang. Kaum tani terpaksa bermigrasi untuk mencari pekerjaan pabrik di kota. Menurut sebuah survei pemerintah baru-baru ini, lebih dari 15 persen dari 130 juta pekerja migran di Tiongkok telah kembali ke kampung halamannya baru-baru ini, dimana mereka sekarang menganggur. Lima sampai enam juta migran baru memasuki lapangan pekerjaan setiap tahun. 26 juta orang dipecat dari pekerjaannya di sektor manufaktur karena krisis ekonomi global dan terpaksa kembali ke kampung halamannya.
Ini berarti ada sekitar 25 sampai 26 juta buruh migran pedesaan yang sekarang sedang mencari pekerjaan. Di pedesaan, banyak keluarga miskin yang mengandalkan uang kiriman dari para migran yang bekerja di pabrik-pabrik atau di konstruksi. Situasi di Tiongkok semakin eksplosif. Banyak buruh pabrik telah turun ke jalan. Protes-protes pada bulan Juli dan Agustus 2009 menentang privatisasi dan PHK sangatlah signifikan.
Para buruh berjuang melawan dampak dari restrukturasi kapitalis dari perusahaan-perusahaan milik negara dan di satu kasus bahkan membunuh manejer yang dikirim ke pabrik oleh pemilik swasta yang baru. Ini menunjukkan suasana hati kemarahan yang sedang berkembang di bawah permukaan, dan dapat meledak kapan saja. Diskusi mengenai watak kelas di Tiongkok sangatlah penting. Tetapi kita harus mengikuyi secara seksama gerakan-gerakan buruh dan tani Tiongkok. Selama periode sebelumnya, kaum proletar Tiongkok telah menjadi sangat kuat, dan mereka belumlah menuturkan kata terakhir mereka.
Hubungan-hubungan dunia
Runtuhnya Uni Soviet menciptakan sebuah situasi yang unik dalam sejarah dunia. AS adalah satu-satunya kekuatan adidaya, dan menguasai dunia melalui semacam Pax Americana. Pada tahun 1999, ketika Clinton memutuskan untuk menendang Slobodan Milosevic keluar dari Kosovo, dia memenuhi objektifnya hanya dengan kekuatan angkatan udara Amerika. Tidak ada negara lain yang memiliki kemampuan untuk mengerahkan kekuatan begitu cepat dan masif ke setiap sudut dunia. Perasaan superioritas membuat para pejabat di Washington sombong, dan menyebabkan serangkaian petualangan militer, terutama setelah 9/11.
Pada tahun 1930an, Hitler mengimplementasikan sebuah program pembangunan angkatan bersenjata yang besar. Di Amerika, Roosevelt dengan New Deal. Ini tidak menyelesaikan krisis di Amerika. Yang menyelesaikan masalah pengangguran di Amerika bukanlah New Deal tetapi Perang Dunia Kedua. Hal yang sama juga benar di Jerman. Hitler harus pergi berperang pada tahun 1938, kalau tidak ekonomi Jerman akan runtuh. Kapitalisme Jerman terpaksa menyelesaikan masalahnya dengan mengorbankan Eropa.
Hitler menyerang Eropa dan merebut semua kekayaan Prancis dan musuh-musuh imperialis lainnya. Akan tetapi, sekarang tidak ada perspektif perang dunia. Pada masa kini, kapitalis-kapitalis Eropa sedang bersaing dengan AS. Tetapi siapa yang akan melawan Amerika Serikat? Tidak akan ada perang dunia di bawah situasi seperti ini. Tetapi akan selalu ada perang-perang kecil setiap saat. Irak adalah sebuah perang kecil. Afghanistan adalah sebuah perang kecil. Ada perang kecil di Somalia. Tetapi konfrontasi langsung antara kekuatan-kekuatan besar untuk saat ini tidak akan terjadi.
AS dalam hal kekuatan militer ada di kelasnya tersendiri. Anggaran militernya melebihi gabungan anggaran militer dari kompetitor-kompetitor terdekatnya – Tiongkok, Jepang, Eropa Barat, dan Rusia. Jangkauan kekuatan militernya di dunia tidak ada lawannya. Tetapi batas dari kekuatan imperialisme AS sudah mulai tercapai. Pada abad ke-19, ketika Inggris memainkan peran yang sama, kapitalisme ada dalam fase kenaikan. Tetapi sekarang imperialisme AS sedang mewarisi peran polisi dunia di dalam periode degenerasi kapitalisme. Daripada mendapatkan keuntungan dari peran ini, kekuatan AS terhisap secara kolosal.
Rusia sekarang hanyalah bayang-bayang dari Uni Soviet dulu, yang dibebani oleh jumlah populasi yang menurun, mis-manajemen dan korupsi. Tetapi ia tetap adalah satu kekuatan militer besar dan Rusia sekarang menegaskan kembali posisinya dan melawan kemajuan kekuatan AS. Bush berpikir bahwa Rusia tidak akan mampu melawan ekspansi NATO yang mulai mengancam akan mengelilingi Rusia dengan pangkalan-pangkalan militer. Dia salah.
Pada bulan September tahun lalu, Presiden AS Barack Obama mengumumkan bahwa dia akan membatalkan rencana-rencana untuk membangun pangkalan-pangkalan misil di Polandia dan Republik Ceko dalam sebuah perubahan besar rencana pertahanan misil di Eropa. Rencana Presiden George W. Bush sebelumnya akan menaruh sebuah instalasi radar di Republik Ceko dan interseptor di Polandia. Obama kemudian mempertimbangkan ulang proposal untuk menggunakan interseptor yang lebih kecil karena ancaman Moskow bahwa mereka akan memasang misil-misil Iskander di Kaliningrad bila Washington melanjutkan rencana anti-misilnya. Rencana terakhir untuk memasang misil-misil Patriot telah membangkitkan lagi kecurigaan Rusia akan motif untuk memperkuat kehadiran NATO di dekat perbatasannya, dan Rusia memutuskan untuk menguatkan armada laut Baltiknya sebagai respon terhadap rencana-rencana AS. Ini sekali lagi menunjukkan batas dari kekuatan imperialisme AS.
Obama memiliki sebuah pendekatan yang berbeda dalam kebijakan luar negeri dibandingkan dengan presiden sebelumnya, setidaknya dalam bentuk tetapi bukan dalam isinya. Dia membela kepentingan imperialis yang sama, tetapi dengan cara yang lebih halus (yang tidak terlalu sulit). Dia telah memperbesar anggaran militer secara keseluruhan ke 680 milyar dolar – sebuah jumlah yang hanya bisa dimimpinkan oleh Reagan dan Bush. Pengeluaran pertahanan sekarang mengkonsumsi 35-42% dari pendapatan pajak AS. Tambahkan milyaran dolar yang telah dibagikan ke kaum kaya tanpa pertanggungjawaban, tidaklah mengherankan kalau “tidak ada cukup” uang untuk menciptakan pekerjaan, sekolah-sekolah, atau pelayanan kesehatan. Ini adalah satu versi baru “pistol dulu baru mentega”. Dan untuk ini dia mendapatkan Hadiah Nobel Perdamaian!
Tentu saja kebijakan luar negeri AS didikte oleh kepentingan mereka, bukan oleh idealisme. Biaya ekonomi untuk peperangan di Irak dan Afghanistan sekarang sudah mencapai lebih dari 1 trilyun dolar dan masih meningkat. Biaya hidup juga meningkat dan peperangan ini mengakibatkan oposisi yang meningkat di AS. Bahkan superpower terbesar di dunia tidak akan bisa terus mentolerir tertumpahnya begitu banyak darah dan emas terlalu lama.
Estimasi defisit untuk tahun depan adalah hampir 11% dari seluruh output ekonomi AS. Ini adalah tanpa preseden di waktu damai. Selama Perang Saudara, Perang Dunia I dan Perang Dunia II, Amerika Serikat mengalami defisit yang besar, tetapi setelah perdamaian terrestorasi, biasanya neraca yang seimbang juga terrestorasi. Tetapi sekarang berbeda. Bahkan dalam proyeksi dari Obama (yang optimistis), defisit Amerika tidak akan kembali ke level yang sehat untuk setidaknya 10 tahun. Kenyataannya, pada tahun 2019 dan 2020 defisit diprediksi akan meningkat secara tajam lagi, sampai lebih dari 5% PDB.
Defisit anggaran federal AS sangatlah besar dan dapat melemahkan basis kekuatan Amerika. Penasehat ekonomi utama Obama, Lawrence H. Summers, biasa mengajukan pertanyaan: “Selama apa peminjam terbesar dunia bisa tetap menjadi kekuatan dunia terbesar?” Obama mengingatkan Amerika bahwa “administrasi dan Kongres sebelumnya menciptakan program obat-obatan baru yang mahal, memberikan pemotongan pajak besar untuk orang kaya, dan membiayai dua perang tanpa membayar satupun dari ini.” Sekarang kapitalisme AS terperangkap di antara dua batu: untuk tetap mengapungkan sistem ini, ia terpaksa melakukan pengeluaran defisit yang intens.
Ini berarti bahwa defisit akan melonjak ke tingkat tinggi yang baru sebelum turun. Ini merepresentasikan sebuah krisis mendalam, yang terrefleksikan di dalam perpecahan yang mendalam di kelas penguasa AS. Kaum Republikan, yang diam saja mengenai hutang yang diciptakan oleh tahun-tahun Bush, sekarang menolak berbicara mengenai peningkatan pajak. Kaum Demokrat menolak untuk berbicara mengenai pemotongan program-program sosial.
Departemen Keuangan AS telah meminjamkan uang untuk membiayai defisit pemerintah dengan bunga yang sangat rendah. Ini mengindikasikan bawah pasar percaya hutang-hutang ini akan dibayar tepat waktu dan sepenuhnya. Tetapi berapa lama kepercayaan ini akan berlangsung? AS hutang banyak sekali pada Tiongkok, dan Tiongkok tidak yakin mereka akan mendapatkan semua hutang itu kembali. Ketika anggota-anggota kepemimpinan Tiongkok mengunjungi Washington tahun lalu, mereka menanyakan pertanyaan yang kikuk mengenai anggaran Tuan Obama. Eropa juga kawatir mengenai defisit AS.
Obama mulai menarik kesimpulan yang diperlukan. Pada awal Desember dia mengumumkan rencananya untuk mengirim 30 ribu pasukan Amerika ke Afghanistan, tetapi dia juga menjelaskan bahwa AS tidak dapat tinggal di sana untuk terlalu lama. “Kemakmuran kita menyediakan satu pondasi untuk kekuatan kita,” dia mengatakan ini kepada para kadet di West Point. “Kemakmuran ini membiayai militer kita. Ia mendukung diplomasi kita. Ia mengembangkan potensi rakyat kita, dan memungkinkan investasi di industri bari […] Inilah mengapa komitmen pasukan kita di Afghanistan tidak bisa selamanya,” katanya, “karena negara yang saya prioritaskan paling besar untuk dibangun adalah negara kita sendiri.”
Untuk alasan-alasan ini, Obama telah dipaksa mengakui keterbatasan dari kekuatan AS. Dia mencoba untuk keluar dari Irak. Tetapi ia justru mengirim 30 ribu pasukan lagi untuk bergabung dengan 68 ribu tentara AS dan 39 ribu lainnya dari NATO yang sudah ada di Afghanistan. Ini 10 ribu kurang dari yang diminta oleh komandannya di Afghanistan, Jendral Stanley McChrystal. Harapannya adalah bahwa kekurangan ini diatasi oleh kontribusi lebih besar dari sekutu-sekutu NATO. Ini menyiapkan krisis-krisis politik baru di AS dan Eropa. Tetapi ini tidak akan membuat perbedaan apapun dalam hasil perang di Afghanistan.
Obama sedang mencoba menyeimbangkan situasi, berjanji untuk mengalahkan Taliban sementara pada saat yang sama mengatakan kepada rakyat Amerika bahwa peperangan di Afghanistan bukanlah sebuah komitmen terbuka tanpa akhir. Tujuan yang dia deklarasikan adalah untuk memperkuat pemerintah Afghanistan, dan melatih dan memperlengkapi kekuatan polisi dan tentara lokal. Tetapi rejim Karzai sangatlah korup dan tentara Afghan tidak akan bisa bertahan satu minggu tanpa kehadiran kekuatan NATO. Kematian rakyat sipil yang besar yang disebabkan oleh serangan udara AS telah menyebabkan kebencian terhadap penjajah asing. Taliban hampir memiliki persediaan sukarelawan yang tidak terbatas, dan banyak senjata dan uang dari perdagangan opium yang mensuplai 92 persen dari opium dunia. Taliban memiliki pendukung-pendukung yang kuat dari petinggi-petinggi Negara dan Badan Intelijen Pakistan.
Karzai telah memberikan peringatan bahwa angkatan bersenjata Afghanistan tidak akan mampu bertarung dengan sendirinya hingga “15, atau 20 tahun”. Bahkan estimasi ini adalah optimis. Jendral-jendralnya Obama sedang menekan dia untuk mengirim lebih banyak pasukan ke Afghanistan, tetapi sebanyak apapun yang mereka kirim, mereka tidak akan meraih kesuksesan lebih banyak daripada imperialis Inggris pada masa lalu. Pada saat itu kaum imperialis Inggris terpaksa membeli perdamaian dengan menyuap para pemimpin suku-suku. Amerika pada akhirnya tidak punya pilihan lain selain melakukan hal yang sama. Dalam jangka panjang ini akan lebih murah.
Imperialis AS tidak akan dapat memenangkan perang di Afghanistan, tetapi mereka telah menciptakan ketidakstabilan di seluruh wilayah tersebut. Washington terpaksa bekerja dengan pemerintah Pakistan dalam usahanya yang tidak berhasil untuk menghancurkan Taliban di Pakistan. Obama telah berjanji bahwa “Amerika tetap adalah pendukung kuat dari keamanan dan kemakmuran Pakistan jauh setelah pistol-pistol telah diam.” Tetapi memasuki Pakistan seperti seekor gajah di toko keramik, AS telah membuat tidak stabil negara tersebut.
Dengan menyerang Irak, satu-satunya yang dilakukan imperialis AS adalah membuat tidak stabil seluruh wilayah tersebut. Semua rejim pro-barat ada di bibir jurang: Saudi Arabia, Mesir, Lebanon, Jordan, dan juga Moroko. Para elit penguasa ini ketakutan oleh demonstrasi-demonstrasi yang terjadi selama peperangan Gaza.
Obama ingin membuat sebuah perjanjian dengan Palestina, ini akan membantu sekutu-sekutunya di Timur Tengah, dan akan sangat berguna baginya. Tetapi kelas penguasa Israel memiliki kepentingannya sendiri, yang tidak selalu sama dengan Washington, dan mereka tidak siap untuk mencapai perjanjian yang berarti. Sementara berbicara mengenai sebuah perjanjian, perdana menteri Israel membocorkan berita mengenai sebuah rencana untuk membangun 900 rumah di suburban Gilo di Yerusalem yang diokupasi. Semua usaha untuk mencari jalan menghentikan pembangunan rumah ini telah terbukti sia-sia.
Dalam kenyataannya, negosiasi-negosiasi tersebut adalah sandiwara. Netanyahu mengatakan: “ya, kami akan menerima sebuah perjanjian” tetapi dia telah menaruh syarat-syarat yang pasti tidak akan diterima oleh rakyat Palestina. Mereka harus dilucuti persenjataannya, yang sejatinya berarti mereka harus menerima kendali dari Israel. Negara macam apa ini? Kemerdekaan macam apa ini? Seperti yang telah kita katakan berulang kali, tidak akan ada solusi untuk masalah-masalah Palestina di atas basis kapitalisme dan di dalam batasan sempit Israel/Palestina.
Impotennya imperialisme juga jelas di Somalia. Mereka telah terseret ke sebuah konflik yang akan menciptakan kesulitan-kesulitan yang lebih besar. Sekarang Yemen juga sama. Perkembangan di Pakistan dan Somalia punya potensi untuk menjadi ancaman lebih besar untuk kaum imperialis dibandingkan Irak dan Afghanistan. Tetapi mereka tidak bersedia mengirim lebih banyak pasukan karena mereka masih dihantui ingatan mengenai Vietnam. Para komentator sudah menarik paralel antara Afghanistan dan Vietnam. Perang Vietnam memperingatkan mereka bahwa revolusi kolonial dapat mempengaruhi massa rakyat di rumah. Petualangan-petualangan di Irak dan Afghanistan dapat memiliki pengaruh yang sama, bukan hanya di AS tetapi juga di negara-negara koalisi imperialis lainnya.
Revolusi kolonial
Negara-negara mantan koloni telah secara parsial berhasil menendang keluar kekuasaan militer langsung oleh kekuatan asing. Tetapi negera-negara ini masih dieksploitasi oleh negara-negara imperialis, yang memiliki kendali yang bahkan lebih besar melalui mekanisme pasar dunia. Mereka menghisap negara-negara ini bahkan lebih parah dari sebelumnya. Di kebanyakan negara-negara ini taraf hidup telah jatuh bahkan sebelum krisis. Sekarang sebuah perspektif yang menakutkan membuka kelaparan, pengangguran massal, dan penderitaan dalam skala yang besar.
Kaum liberal barat berbicara banyak mengenai omongkosong sentimental akan “negara-negara miskin”, dan pada saat yang sama mengeksploitasi mereka. Negara-negara ini harus membayar milyaran dolar untuk pembayaran hutang, tetapi sekarang berhutang lebih banyak lagi. Nilai ekspor negara-negara ini (bahan mentah dan produk pertanian) selalu lebih rendah dari barang-barang manufaktur yang mereka impor dari negara-negara maju. Tidak ada solusi untuk ini di bawah basis kapitalisme. Ini akan berarti ledakan-ledakan besar di periode selanjutnya di Amerika Latin, Asia, dan Afrika.
Di Afrika, ancaman jatuhnya benua ini ke dalam barbarisme adalah, di satu pihak, satu ekspresi dari kemustahilan untuk menyelesaikan masalah-masalah Afrika di atas basis kapitalisme, dan di pihak yang lain ini adalah ekspresi dari campurtangan kekuatan imperialis yang rakus untuk mendapatkan sumberdaya alam besar dari benua ini. Bahkan pada saat boom ekonomi ada situasi mimpi buruk di Sub-Sahara Afrika. Apa yang terjadi di Rwanda adalah sebuah peringatan yang buruk. Peristiwa-peristiwa serupa dapat terulang di tempat lain, seperti yang kita saksikan dalam perang saudara yang menyeramkan di Kongo dimana setidaknya 5-6 juta orang terbantai.
Kekejaman yang serupa terjadi di Sierra Leone dan Uganda. Tidak lama yang lalu, Kenya, sebuah negara Afrika yang secara relatif stabil, ada di tepi jurang perang saudara. Sekarang sebuah peperangan terjadi di Somalia, dan perang di Sudan ada dalam titik dimana ia akan meledak kembali. Ada konflik beragama antara kaum Muslim dan Kristen di Nigeria. Akan tetapi, di Afrika ada negara-negara kunci dimana terdapat kelas pekerja yang kuat: Nigeria, Afrika Selatan, dan Mesir, dimana telah terjadi pemogokan-pemogokan besar di periode terakhir.
Pemogokan-pemogokan besar buruh tekstil pada tahun 2007 adalah satu indikasi dari apa yang akan terjadi di Mesir di masa depan. Yang paling signifikan dari pemogokan-pemogokan ini adalah bahwa ini dimulai oleh kaum perempuan, yang memakai pakaian Islam tradisional, yang memakai chador, dan di banyak pabrik mereka pergi ke para lelaki menanyakan mengapa mereka tidak mogok. Perempuan-perempuan ini berpartisipasi di dalam okupasi-okupasi pabrik, tidur di pabrik dengan bayi-bayi mereka. Ada juga pemogokan penting seperti ini dari para guru. Ada sebuah gejolak di masyarakat Mesir, yang merefleksikan tumbuhnya kepercayaan diri kelas pekerja, di salah satu negara terbesar dan paling berkembang di Afrika.
Di Nigeria, di dekade sebelumnya, kita telah menyaksikan delapan pemogokan umum, dan beberapa pemogokan penting lainnya dari para dokter, staf universitas, pegawai negara, dan sebagainnya. NLC (Nigerian Labour Congress, Kongres Buruh Nigeria) adalah organisasi paling popular di antara massa rakyat. Para pemimpin NLC memainkan peran politik yang penting, tetapi mereka sadar akan potensi kekuatan dari kelas pekerja Nigeria dan inilah mengapa sampai saat ini mereka belum memberikan dukungan penuh kepada Partai Buruh Nigeria yang baru saja terbentuk. Bila NLC memberikan dukungan resmi kepada partai ini, tidak diragukan lagi kalau partai ini akan menjadi satu kekuatan yang besar di dalam politik Nigeria. Namun, karena tidak adanya alternatif, rakyat hanya dapat memilih di antara politisi-politisi gengster borjuis. Rejim Nigeria sekarang sangatlah lemah, dan tetap berkuasa karena inersia, dan karena tidak ada alternatif yang kredibel. Tetapi ada kemarahan di antara massa, dan hanya masalah waktu saja sebelum mereka bergerak lagi.
Akan tetapi, negara kunci di Sub-Sahara Afrika adalah Afrika Selatan. ANC (African National Congress, Kongres Nasional Afrika) tiba di tampuk kekuasaan berdasarkan kompromi yang busuk dengan kelas penguasa putih. Massa buruh hitam hampir tidak mendapatkan apa-apa dari perjanjian tersebut. Satu-satunya hal yang terjadi adalah kaum borjuis hitam dan kelas menengah hitam berfusi dengan kaum penindas putih, dan kepentingan dari kaum borjuis ini diwakilkan oleh satu seksi dari ANC yang dipimpin oleh Thabo Mbeki. Dia adalah seorang Stalinis dan dia menjadi seorang borjuasi sepenuhnya, dan sebagai akibatnya ada perpecahan terbuka di dalam ANC.
Di Afrika Selatan, sebuah skenario mimpi buruk terbuka di atas basis kapitalisme. Partai Komunis Afrika Selatan (PKAS) sedang memajukan kebijakan-kebijakan reformis. ANC telah bergeser ke kanan dan sedang melakukan pekerjaan kotor kaum borjuasi. Ada jutaan penganggur dan hanya segelintir orang hitam yang menjadi kaya dan bergabung dengan para elit. Satu-satunya selera ANC adalah kekayaan tambang, yang dieksploitasi untuk keuntungan kaum imperialis. Ini sangatlah tidak populer. Massa rakyat hitam gusar terhadap Mbeki. Zuma telah menggantikan dia sekarang, tetapi sekarang Afrika Selatan terpukul dengan parah oleh krisis ekonomi. Rakyat masih memiliki ilusi terhadap ANC. Tetapi kesabaran mereka ada batasnya.
Tingkat pengangguran adalah 23,5%; angka yang sesungguhnya jauh lebih tinggi. Rakyat pekerja kulit hitam berpikir bahwa Zuma akan ada di sayap kiri, dan bahwa dia akan membela kepentingan mereka. Tetapi ilusi ini tidak bertahan lama. Sudah ada pemogokan-pemogokan besar di kota-kota besar Afrika Selatan, bukan hanya pemogokan bus, tetapi juga klinik, polisi lalu lintas, perpustakaan, taman-taman, dan sektor publik secara umum. Sudah ada bentrokan-bentrokan dengan polisi, barikade-barikade telah dibangun dan polisi telah menembaki buruh dengan peluru karet. Kita harus memperhatikan perkembangan di Afrika Selatan.
India dan Pakistan
Jatuhnya Stalinisme berarti bahwa para pemimpin Partai-Partai Komunis telah menjadi bahkan lebih bangkrut. Di masa lalu mereka mengikuti Moskow, sekarang mereka mengikuti kaum borjuasi. Mereka telah menanggalkan kepura-puraan dalam berdiri untuk sosialisme. Di India, Partai Komunis India selalu menjadi alat dari Partai Kongres [Indian National Congress]. Ini telah mengakibatkan perpecahan Partai Komunis India (Maois) dari Partai Komunis India. Sekarang Partai Komunis India dan Partai Komunis India (Maois) memiliki kebijakan reformis yang sama. Perpecahan perang gerilya yang dipimpin oleh kaum Naxalite di beberapa negara bagian India adalah sebuah reaksi keputus-asaan melawan kebijakan kolaborasi-kelas dari para pemimpin Partai-Partai Komunis.
Kaum proletar India adalah sebuah kekuatan yang besar. Di periode terakhir, sudah ada pemogokan-pemogokan. Di dalam Partai-Partai Komunis ada gejolak kekecewaan. Anggota-anggota kelas pekerja mempercayai sosialisme dan komunisme, dan tidak senang dengan kebijakan para pemimpin mereka. Sebuah tendensi Marxis akan dapat segera memenangkan dukungan di antara kaum buruh dan muda dari Partai-Partai Komunis. Ini ada di agenda dalam hari depan yang dekat.
Di Pakistan, pemilihan pemerintah PPP [Partai Rakyat Pakistan] di bawah kondisi krisis merepresentasikan sebuah tahapan baru. Situasi di negara ini sangat buruk: kenaikan harga-harga, pengganguran, kemiskinan, kekurangan listrik, air, dan gas, PHK, privatisasi, dan faktor-faktor lain telah menciptakan satu situasi bagi kelas pekerja yang tidak ada preseden dalam sejarah Pakistan.
Para pemimpin PPP, dengan mendasarkan diri mereka pada kapitalisme Pakistan yang bangkrut, terpaksa memulai serangkaian serangan terhadap kelas pekerja. Untuk membuat masalah lebih parah, Zardari menjanjikan Amerika kepatuhan penuh yang bahkan Musharraf tidak mampu berikan. Rejim ini telah memberikan dukungan buta dan penuh kepada agresi imperialis yang telah membunuh ribuan rakyat di Afghanistan dan Pakistan.
Peran dari kamerad-kamerad kita di Pakistan sangatlah penting. Kaum Marxis Pakistan telah berhasil membangun sebuah kekuatan yang lumayan kuat tetapi penting di bawah kondisi yang paling sulit. Adalah sebuah pencapaian yang luar biasa bahwa di sebuah negara Islam yang miskin dan terbelakang kekuatan Marxisme telah membuat pencapaian yang menonjol. Kamerad-kamerad kita sedang bekerja di dalam kondisi yang sangat sulit dan berbahaya. Mereka menghadapi serangan dari berbagai sisi dan sedang berenang melawan arus. Tetapi arus ini sudah mulai berubah.
Kaum buruh dan tani Pakistan berpaling ke PPP setelah kembalinya Benazir Bhutto. Mereka memberikan suara mereka ke PPP dengan harapan akan sebuah perubahan. Tetapi harapan mereka telah terkhianati. Anggota buruh dan tani PPP juga bereaksi melawan kebijakan-kebijakan kanan dari Zardari dan kepemimpinan PPP. Situasi ini sepenuhnya mengkonfirmasikan perspektif kita untuk PPP. Kaum buruh harus melalui sekolah Zardari terlebih dahulu untuk mempelajari watak sesungguhnya dari para pemimpin PPP ini. Dan mereka belajar dengan cepat.
Keretakan-keretakan sudah mulai terlihat di dalam PPP yang akan melebar dengan jalannya waktu dan pengalaman. Kita tidak punya niat untuk mencampakkan PPP, tetapi akan menjadi fatal bila kita terlihat mendukung kebijakan anti-kelas-pekerja dari Zardari, yang mengasingkan massa rakyat dan mempersiapkan jalan untuk kembalinya reaksi. Posisi kita adalah posisinya Lenin: “menjelaskan dengan sabar”. Ini akan menarik semakin banyak orang ke ideologi revolusioner kita.
Kamerad-kamerad di Pakistan telah tetap teguh di hadapan tekanan-tekanan yang besar. Ini adalah bukti bahwa kita telah membangun sebuah kekuatan revolusioner yang sehat, yang mampu melawan dan mengalahkan elemen-elemen oportunis dan ultra-kiri, dan melakukan kerja yang serius di antara massa. Di periode yang mendatang, mereka akan memiliki kesempatan untuk menjadi kekuatan yang menentukan, bukan hanya di Pakistan tetapi juga di seluruh sub-benua. Sebuah revolusi di Pakistan akan segera menyebar ke India, merubuhkan perbatasan artifisial yang memisahkan rakyat yang berbicara bahasa-bahasa yang sama dan memiliki sebuah sejarah dan kebudayaan bersama selama ribuan tahun.
Iran
Di Iran, masuknya rakyat ke dalam panggung politik menandakan bahwa revolusi telah dimulai. Fakta ini jelas bagi jutaan rakyat yang turun ke jalan untuk melawan Basij [milisi para-militer reaksioner Iran – Ed.] selama berbulan-bulan. Kendati represi brutal, ada satu juta atau mungkin dua juta rakyat di jalan-jalan Tehran setelah pemilu bulan Juni. Ini adalah sebuah gerakan revolusioner yang luar biasa. Ini adalah jawaban akhir bagi para penakut dan skeptis, orang-orang sinis, mantan-mantan Marxis, mantan-mantan komunis, dan semua lainnya yang meragukan kemungkinan gerakan revolusioner di epos masa kini.
Dari tulisan Lenin dan Trotsky kita dapat melihat apa itu situasi revolusioner. Di “Kegagalan Internasionale Kedua” (1916) Lenin menjelaskan:
“Bagi kaum Marxis tidaklah dapat disangkal bahwa sebuah revolusi mustahil tanpa sebuah situasi revolusioner; terlebih lagi, tidak setiap situasi revolusioner dapat menuju ke revolusi. Secara umum, apa gejala-gejala dari sebuah situasi revolusioner? Kita pasti tidak keliru bilan kita mengindikasikan tiga gejala besar berikut ini: (1) ketika menjadi mustahil bagi kelas penguasa untuk mempertahankan kekuasaan mereka tanpa perubahan; ketika ada sebuah krisis, dalam satu bentuk atau yang lainnya, di antara “kelas-kelas atas”, sebuah krisis di dalam kebijakan kelas penguasa, yang kemudian menyebabkan sebuah keretakan dimana kekecewaan dan kemarahan kelas-kelas yang tertindas meledak. Untuk terjadinya sebuah revolusi, tidaklah cukup bagi “kelas-kelas bawah untuk tidak ingin” hidup dalam cara yang lama, juga diperlukan “kelas-kelas atas tidak dapat” hidup dalam cara yang lama; (2) ketika penderitaan dan kemiskinan kelas-kelas yang tertindas telah tumbuh menjadi lebih akut daripada sebelumnya; (3) ketika, sebagai sebuah konsekuensi dari sebab-sebab di atas, ada peningkatan aktivitas massa yang besar, yang tanpa mengeluh membiarkan diri mereka dirampok “masa damainnya”, tetapi, di waktu-waktu yang penuh gejolak, terdorong oleh situasi krisis dan “kelas-kelas atas” untuk melakukan aksi historis yang independen.
“Tanpa perubahan-perubahan objektif ini, yang independen dari kehendak bukan hanya grup-grup ataupun partai-partai secara individual tetapi bahkan kelas-kelas secara individual, sebuah revolusi, sebagai satu aturan umum, adalah mustahil. Totalitas dari semua perubahan objektif ini disebut situasi revolusioner. Situasi seperti ini ada pada tahun 1905 di Rusia, dan di semua periode revolusioner di Barat; ia juga eksis di Jerman pada tahun 60an abad yang lalu, dan di Rusia pada tahun 1859-61 dan 1879-80, walaupun tidak ada revolusi yang terjadi pada saat itu. Mengapa? Karena tidak semua situasi revolusioner menjadi revolusi; revolusi hanya terjadi bila perubahan-perubahan objektif di atas disertai dengan sebuah perubahan subjektif, yakni, kemampuan kelas revolusioner untuk mengambil aksi massa revolusioner yang cukup kuat untuk menghancurkan (atau menyingkirkan) pemerintahan yang lama, yang tidak pernah, bahkan di dalam sebuah periode krisis, “jatuh”, bila ia tidak ditumbangkan.
“Inilah pandangan Marxis mengenai revolusi, pandangan yang telah dikembangkan berkali-kali, yang telah diterima tanpa keraguan oleh semua Marxism, dan bagi kita, kaum Marxis Rusia, telah dikonfirmasikan dalam cara yang sangat meyakinkan oleh pengalaman 1905.”
Bahkan dengan munculnya sebuah revolusi (yang merupakan sebuah produk dari perjuangan kelas) tidak ada jaminan bahwa ini akan menjadi revolusi yang berjaya. Pada tahun 1979 kita menyaksikan munculnya sebuah revolusi yang luar biasa di Iran. Bahkan ada pembentukan Soviet-soviet. Di Nikaragua ada sebuah revolusi dengan kemenangan Front Sandinista. Tetapi dalam kedua kasus ini kita tidak menyaksikan kemenangan revolusi proletarian dalam arti ekspropriasi kapitali. Di Iran revolusi ini diremukkan oleh pembentukan rejim reaksioner Ayatollah, dan di Nikaragua kita menyaksikan pembentukan sebuah Front Popular dan kemudian sebuah pemerintahan borjuis yang akhirnya membawa kemenangan sayap kanan.
Trotsky pada tahun 1940, dalam “Emergency Manifesto” menjelaskan syarat-syarat yang diperlukan untuk kemenangan proletariat:
“Kondisi-kondisi utama untuk kejayaan revolusi proletar telah ditentukan oleh pengalaman sejarah dan dijernihkan secara teoritis: (1) kebuntuan kaum borjuis dan sebagai akibatnya kebingungan di antara kelas penguasa; (2) kekecewaan yang tajam dan keinginan untuk perubahan mendasar di antara barisan kelas borjuis kecil, yang tanpa dukungan mereka kelas borjuis besar tidak dapat mempertahankan dirinya; (3) kesadaran akan situasi yang tidak tertahankan dan kesiapan untuk aksi-aksi revolusioner dari barisan proletar; (4) sebuah program yang jelas dan kepemimpinan yang teguh dari kaum pelopor proletar – ini adalah empat kondisi untuk kemenangan revolusi proletar.” (Manifesto of the Fourth International on Imperialist War and the Proletarian Revolution”)
Dalam kutipan yang konkrit ini, Lenin menggunakan terma “revolusi” dalam artian revolusi atau pemberontakan yang berjaya. Biasanya, kita sebagai kaum Marxis mengikuti para raksasa (Marxisme) dan memilih untuk menggunakan terma “revolusi” sebagai sinonim dengan “proses revolusioner” atau, seperti yang Lenin ekspresikan dalam kutipan ini, sebagai sinonim dengan “situasi revolusioner”. Maka dari itu kita berbicara mengenai Revolusi Rusia sebagai sebuah periode yang mencakup peristiwa-peristiwa antara Februari dan Oktober 1917; atau Revolusi Spanyol sebagai periode antara April 1931 dan Mei 1937.
Rejim di Iran pecah dari atas hingga bawah. Untuk poin ke dua, kelas menengah tidak bimbang, tetapi berpihak ke revolusi. Ada sedikit partisipasi dari kaum buruh, seperti para supir bus Teheran. Bahkan ada perbincangan mengenai pemogokan umum, tetapi ini gagal terrealisasi, karena absennya faktor yang terakhir: sebuah partai dan kepemimpinan revolusioner.
Ada dua kelemahan fatal di dalam gerakan yang spontan ini. Pertama adalah kelemahan dari spontanitas ini. Tidak ada kepemimpinan, tidak ada rencana, tidak ada strategi. Mustahil untuk mempertahankan rakyat di jalan tanpa sebuah rencana yang matang.
Terutama, tidak ada partisipasi terorganisir dari buruh. Ini adalah kelemahan kedua dan yang menentukan. Ini sekali lagi menunjukkan keterbatasan dari para pemimpin buruh Iran. Sudah ada banyak pemogokan di Iran di periode terakhir, tetapi pada momen yang menentukan, dimana kepemimpinan ini? Sayangnya, apa yang disebut kaum pelopor buruh gagal untuk mendukung gerakan ini dan tidak menyerukan buruh untuk bergabung.
Pada tahun 1930, ada demonstrasi mahasiswa yang besar, Trotsky menekankan bahwa kaum buruh dan kaum Komunis Spanyol harus mendukung demonstrasi-demonstrasi ini dan mengedepankan tuntutan-tuntutan demokratik revolusioner. Sayangnya, di Iran, para pemimpin buruh memboikot pemilu dan memboikot gerakan ini. Sebuah pemogokan umum tanpa batas akan bisa mengakhiri rejim ini, terutama bila ini disertai dengan pembentukan shora (dewan-dewan buruh). Tetapi tuntutan ini tidak pernah dikonkritkan, dan sebuah kesempatan hilang.
Di atas permukaan, tampak bahwa rejim Iran telah berhasil mengambil kembali kendali setelah demonstrasi-demonstrasi Juni, tetapi ini tidak benar. Tidak ada yang terselesaikan dan perpecahan di dalam rejim semakin mendalam. Kritik publik dari Rafsanjani [Rafsanjani adalah mantan presiden Iran dari tahun 1898-1997] adalah satu hal; perpecahan antara ayatollah adalah hal yang lain. Demonstrasi-demonstrasi terus berlanjut dengan kekuatan yang baru pada bulan September (Hari Quds), dan di Nopember dan Desember, dimana mereka berkulminasi dengan kebangkitan massa selama Ashura.
Rakyat Iran telah menunjukkan keberanian yang besar, bentrok dengan polisi, tentara dan Basij di jalan-jalan. Mereka melakukan ofensif, menyerang gedung-gedung Basij. Ada beberapa kasus dimana tentara tidak mematuhi perintah dari atasan mereka untuk menembaki para demonstran.
Tentu saja akan menjadi satu kesalahan bila kita membingungkan bulan pertama kehamilan dengan bulan kesembilan, tetapi akan menjadi satu kesalahan yang lebih besar bila kita menyangkal bahwa kehamilan telah terjadi. Walaupun apa yang sudah terjadi, beberapa “Marxis” terus menyangkal bahwa ada sebuah revolusi di Iran. Beberapa, seperti James Petras, membuat kesalahan kecil membingungkan revolusi dengan konter-revolusi. Dengan orang-orang semacam ini, mustahil untuk berdebat. Yang lain tidak begitu parah, tetapi tetap menyangkal bahwa ada revolusi di Iran karena kelas pekerja dan kaum Marxis tidak memimpin gerakan ini. Mereka bertikai dan berdebat mengenai detil-detil kecil penggunaan kata-kata dan frase-frase secara dogmatis. Tetapi bagi massa tidak ada keraguan sama sekali bahwa yang sedang terjadi di Iran adalah sebuah revolusi.
Untuk memimpin massa, kita perlu menunjukkan bahwa kita mengerti karakter sesungguhnya dari gerakan ini, yang pada tahapan awalnya pasti akan berkarakter heterogen, penuh kebingungan, dan naif secara politik. Di Iran, revolusi masih ada di fase awal ilusi demokratis. Tetapi bagaimana mungkin tidak setelah tiga dekade kediktaturan yang kejam? Kecuali kalau kaum Marxis bisa berhubungan dengan gerakan yang riil, menggunakan secara baik slogan-slogan demokratis revolusioner, mereka akan terkutuk ke dalam peran sekte yang tidak relevan yang mengomentari gerakan dari luar.
Ketika kita mengatakan bahwa revolusi telah dimulai, ini tidak berarti bahwa buruh akan merebut kekuasaan besok Senin pada jam sembilan pagi. Sebaliknya, karena absennya faktor subjektif, proses ini bisa berkepanjangan, dengan banyak maju dan mundur. Seperti di Spanyol pada tahun 1930an, ketika revolusi berlangsung lebih dari 7 tahun, periode aktivitas intens akan diikuti periode keletihan, kekecewaan, dan bahkan reaksi. Tetapi periode-periode ini hanyalah awal dari gerakan massa yang baru dan lebih eksplosif.
Ketika Iran mendekati revolusi pada akhir 1970an, Shah Mohammad Reza Pahlavi berayun-ayun dari konsiliasi dan represi brutal, tetapi tidak ada yang bisa menyelamatkan rejimnya. Sekarang Khamenei sang Pemimpin Agung ada di posisi yang serupa.
Mir Hosein Mousavi terus mencoba meraih perjanjian, tetapi semua tawaran konsiliasi dia diabaikan. Sang Pemimpin Agung telah memberitahu kepada semua orang bahwa satu-satunya harapan untuk pengampunan adalah untuk bertobat dan meminta belas kasihan kepadanya. Beberapa orang mungkin siap melakukan ini, tetapi mereka merasakan nafas panas Revolusi di leher mereka.
Para pemimpin yang lebih cerdas sangat gusar dengan ketidakfleksibelan sang pemimpin agung. Mereka menganjurkan konsensi atas nama kesatuan nasional. Beberapa kali semenjak Juni, politisi-politisi konservatif dan para ulama telah mengajukan kebijakan-kebijakan seperti membebaskan tahanan-tahanan politik, membentuk komisi pemilu yang imparsial, dan mendorong monopoli penyiaran negara untuk mengurangi bias mereka. Tetapi semua ini sia-sia. Khamenei telah menolak semua ini.
Sekarang lima kaum intelektual ternama yang ada di pengasingan (Abdolkarim Soroush, Mohsen Kadivar, Ataollah Mohajerani, Akbar Ganji and Abdolali Bazargan) telah mengeluarkan sebuah manifesto yang menyerukan diangkatnya larangan-larangan terhadap aktivitas politik, akamedik, dan media; dan kembalinya Tentara Revolusioner ke barak. Manifesto itu juga menganjurkan bahwa Pemimpin Agung harus dipilih untuk jangka waktu yang terbatas dan kehilangan kemampuannya untuk memveto legislasi parlemen melalui Dewan Pelindung, dan untuk memilih hakim utama negara. Pendeknya mereka secara sopan meminta setan untuk memotong cakarnya.
Ini tidak akan mempengaruhi sebuah rejim yang masih memiliki sebuah aparatus penindas yang kuat. Pemakaman Ayatollah Hosein Ali Montazeri baru-baru ini menunjukkan bahwa gerakan massa revolusioner masihlah hidup dan tidak bermaksud berkompromi sama sekali. Slogan-slogannya lebih radikal daripada sebelumnya, yang menandai kenaikan kesadaran. The Economist (7 Jan 2010) melaporkan:
“Pada 21 Desember, yakni pada hari pemakaman, ribuan penduduk kelas menengah Tehran berkumpul di kota suci Qom, pusat dari konservatisme ulama. Di jalan-jalan di luar kuil suci Qom mereka bergabung dengan ribuan rakyat Iran tradisional, pengikut setia ajaran Montazeri, dan meneriakkan sumpah serapah terhadap para pemimpin Republik Islam. ‘Ini adalah hari yang besar untuk kota ini,’ komentar salah seorang saksi mata. ‘Orang-orang tidak percaya kalau mereka mendengar slogan-slogan seperti itu diteriakkan – di Qom dari semua tempat’.”
Para demonstran menderita korban yang besar – setidaknya delapan orang mati dan lebih banyak lagi terluka dan ditangkap – tetapi semua represi ini belum mematahkan semangat rakyat. Sebaliknya, banyak laporan mengenai para demonstran yang merespon serangan Basij dengan kekerasan, dan meneriakkan slogan melawan Khamenei. Hilang sudah semua perbincangan mengenai anti-kekerasan. Gerakan ini menjadi semakin radikal. Seiring hilangnya rasa takut di antara massa, juga ada tanda-tanda keretakan di dalam aparatus represi negara. Ada laporan mengenai tentara yang menolak menembaki massa.
Mousavi mencoba mencapai sebuah perjanjian dengan rejim guna menghentikan gerakan ini. Dia telah mundur dari pernyataan dia bahwa pemerintah Ahmadinejad adalah ilegal, dan mengatakan bahwa “tidak semua tuntutan kaum oposisi harus dipenuhi sekaligus”. Tetapi ini tidak mengesankan Pemimpin Agung sama sekali. Pada 30 Desember pemerintah mengorganisir sebuah demonstrasi konter di Tehran pusat, dimana massa demonstran menuntut tuan Mousavi dan pendukung-pendukungnya dieksekusi karena “melawan Tuhan”. Ulama-ulama reaksioner dan koran-koran konservatif menuntut Mousavi dan Karroubi untuk dieksekusi. Satu-satunya alasan mengapa Khamenei belum setuju untuk menangkapi mereka adalah karena dia takut ini akan mengubah mereka menjadi martir dan memprovokasi pemberontakan yang baru dan lebih penuh kekerasan.
Pada kenyataannya, para pemimpin borjuis dari pihak oposisi adalah harapan keselamatan terbaik untuk rejim ini. Pada minggu pertama Januari Ezzatolah Sahabi, seorang kritikus terhadap rejim, mengisukan sebuah surat terbuka dimana dia memperingatkan gerakan ini untuk tidak tergelincir ke “radikalisme dan kekerasan”. “Sebuah revolusi di Iran hari ini,” tulisnya, “tidaklah mungkin dan tidak baik.” Bila ulama-ulama moderat dan konservatif dipaksa memilih antara sebuah revolusi dan status quo, dia memprediksikan, mereka akan memilih kestabilan. Tidak diragukan lagi kalau dia mengatakan yang sebenarnya. Tetapi kenyataan bahwa kaum “moderat” dan “konservatif” semua takut pada gerakan revolusioner bukanlah sesuatu yang baru, dan ini tidak akan menghentikan gerakan.
Pada tanggal 11 Februari, pada perayaan resmi ulang tahun revolusi 1979, kita akan melihat sebuah gebrakan baru dari gerakan, ketika ratusan ribu orang akan turun ke jalan lagi. Khamenei tidak akan mundur. Seperti yang dikatakan oleh The Economist secara tepat:
“Untuk memberikan konsesi di bawah tekanan, menurut ayatollah, adalah tanda kurangnya kebijaksanaan daripada kelemahan. Jadi dia membatasi dirinya dengan seruan lemah mengenai persatuan nasional, bahkan ketika Basij memukul kepala kaum oposisi dan para penjaga penjara meraih reputasi buruh sebagai pemerkosa dan penyiksa.” Tetapi artikel yang sama menambahkan:
“Setelah bercokol lebih dari dua dekade di atas hirarki kekuasaan Iran, Mr. Khamenei sekarang semakin kelihatan tidak tenteram. Dengan menolak untuk mengadakan pemilu ulang setelah pemilu Juni, dia mengalihkan ke dirinya sendiri banyak kemarahan yang diarahkan ke presidennya. Beberapa bulan yang lalu, tidak ada penduduk Tehran yang berani membisikkan “Matilah Khamenei”. Sekarang slogan itu telah menjadi umum.” (The Economist, 7 Januari 2010)
Penumbangan rejim ini mungkin akan tertunda selama 6 bulan, 12 bulan, atau bahkan lebih lama. Tetapi ini adalah tak terelakkan. Dan ini akan membuka sebuah periode yang penuh badai di Iran. Penumbangan rejim mullah akan memiliki pengaruh yang dalam di semua negara dalam wilayah ini dan selebihnya. Di bawah kondisi ini, kita perlu memperjuangkan tuntutan-tuntutan demokratik yang paling maju. Tetapi mereka harus disimpulkan dengan slogan pemogokan umum nasional dan pembentukan shora (soviet). Dengan basis ini, rejim ini akan habis, dan pondasi akan dipersiapkan untuk transfer kekuasaan kepada kelas pekerja.
Kita tidak bisa tahu dengan pasti apa watak rejim yang akan datang. Adalah mungkin bahwa pada tahap awal rejim ini akan bersifat borjuis-demokratik – seperti di Rusia setelah Revolusi Februari pada tahun 1917 atau di Spanyol setelah jatuhnya Monarki pada tahun 1931. Tetapi kita bisa yakin bahwa tidak akan ada rejim Islam fundamentalis lagi di Iran. Revolusi Iran akan memotong semua kegilaan fundamentalisme yang ada di Timur Tengah. Ini akan mengubah situasi di Pakistan dan Afghanistan, dan memiliki sebuah pengaruh yang besar di India, Pakistan, dan seluruh Asia. Rejim-rejim seperti Mesir, Jordan, dan Arab Saudi akan jatuh satu persatu.
Gagasan-gagasan kami telah memiliki gaung di dalam Iran. Artikel-artikel kita telah diterjemahkan ke dalam bahasa Farsi, dan didistribusikan dengan cepat di Iran, dan menurut laporan kami, mereka direspon dengan baik. Kita harus mendiskusikan masalah-masalah dan perspektif-perspektif revolusi Iran sebagai satu urgensi guna memformulasikan slogan-slogan, program, dan taktik yang tepat, guna mempersiapkan sebuah intervensi di gejolak-gejolak yang akan datang.
Revolusi Amerika Latin
Kita telah mendiskusikan Amerika Latin secara luas di dokumen-dokumen sebelumnya. Amerika Latin tetap merupakan sektor kunci dalam revolusi dunia. Apapun yang dikatakan oleh politisi-politisi borjuis dan reformis, jauh dari imun terhadap resesi dunia, Amerika Latin telah terpukul terutama secara besar. Di satu pihak, jatuhnya harga-harga bahan mentah dan minyak telah mempengaruhi negara-negara di wilayah tersebut, yang kebanyakan bergantung padanya. Ekspor tambang dan minyak di seluruh wilayah tersebut anjlok 50,7% di semester pertama 2009.
Resesi di AS dan Eropa juga telah mempengaruhi kiriman uang (remitan) oleh pekerja migran Amerika Latin yang di beberapa negara (Honduras, Nikaragua, Meksiko, Ekuador, Bolivia, Peru, dsb.) merupakan porsi besar di dalam PDB. Di 10 bulan pertama tahun 2009, jumlah remitan ke Meksiko jatuh 16,5% dan di Kolombia 17,5%, dengan El Salvador dan Guatemala jatuh sebesar 10%. Akhirnya, krisis kredit sedunia telah menyebabkan anjloknya Investasi Asing Langsung, dimana badan ekonomi regional CEPAL memperkirakan ini sebesar 45% dibandingkan tahun 2008.
Meksiko dan Amerika Tengah juga telah membayar harga yang mahal untuk integrasi ekonomi mereka dengan ekonomi AS, menderita lebih banyak daripada negara-negara yang memiliki lebih banyak hubungan dagang dengan Uni Eropa dan Tiongkok. Ekonomi dari benua ini secara keseluruhan jatuh sebesar 2,1% pada tahun 2009, dangan negara-negara seperti Meksiko (-7%) dan Venezuela (-2,9%) di antara yang paling parah. Tetapi bahkan setelah negara-negara ini pulih dari resesi pada tahun 2010, jumlah orang miskin akan terus tumbuh sebesar 39 juta. Ini adalah latar belakang eksplosif untuk revolusi di Amerika Latin yang sedang berkembang.
Venezuela
Selama dekade terakhir, lebih dari satu kali kaum buruh sudah bisa merebut kekuasaan di Venezuela. Masalahnya adalah kepemimpinan. Chavez adalah seorang yang pemberani dan jujur, tetapi dia bergerak secara empirikal, berimprovisasi dan membuat program sembari jalan. Dia mencoba menyeimbangkan kelas pekerja dan kaum borjuasi. Dan ini tidak bisa berlangsung selamanya.
Lenin menjelaskan bahwa politik adalah ekonomi yang terkonsentrasi. Chavez mampu memberikan konsesi, reforma-reforma, misi-misi sosial, dsb. untuk waktu yang cukup lama karena situasi ekonomi. Harga minyak yang tinggi memungkinkan dia untuk melakukan ini. Tetapi sekarang ini sudah berakhir. Harga minyak telah jatuh secara dramatik, walaupun ini telah pulih sedikit. Inflasi adalah sekitar 30%. Oleh karenanya ada penurunan upah riil. Banyak skema-skema jaminan sosial yang harus dipangkas dan pengangguran meningkat.
Tidak diragukan kalau kaum buruh Venezuela masih setia pada Chavez, tetapi juga tidak diragukan kalau banyak buruh, walaupun setia, semakin menjadi tidak sabar. Mereka bertanya: revolusi macam apa ini? Sosialisme macam apa ini? Apakah kita akan menyelesaikan masalah-masalah ini atau tidak? Ancaman konter-revolusi belumlah menghilang. Oposisi konter-revolusi sedang mempersiapkan sebuah ofensif baru untuk memenangkan mayoritas di Majelis Nasional pada tahun 2010. Bila mereka berhasil, atau bila mereka memenangkan sejumlah besar kursi, jalan akan terbuka untuk sebuah ofensif konter-revolusioner yang baru.
Fakta yang paling menonjol mengenai Revolusi Venezuela adalah ketidakmampuan para imperialis untuk mengintervensi secara langsung. Di masa lalu, mereka sudah pasti akan mengirim pasukan angkatan laut untuk menumbangkan Chavez. Tetapi mereka belum mampu mengintervensi secara langsung. Dengan cara yang sama, imperialisme Inggris terpaksa melepaskan kendali militer-birokratiknya dari koloni-koloninya karena biaya yang tinggi, secara finansial dan politis. Sebagaimana hal biaya okupasi Iraq dan Afghanista telah menyedot sumber daya AS. Sebuah aksi militer langsung melawan Venezuela oleh karenanya tampak mustahil sampai AS menarik mundur tentaranya dari negara-negara ini. Akan tetapi, ini tidak menihilkan intervensi proxi dari Kolombia yang disponsor oleh AS, yang telah meluncurkan kampanye terus-menerus untuk melemahkan, mengisolasi, dan menghancurkan Revolusi Bolivarian. Kekalahan kudeta 2002 disebabkan oleh intervensi massa.
Washington sedang bermanuver dengan Uribe untuk mengancam Venezuela. Perjanjian dimana Kolombia memberikan kepada AS akses ke tujuh pangkalan militer adalah sebuah aksi agresi terhadap Revolusi Venezuela. Ancaman eksternal dari Kolombia adalah nyata. Tetapi yang lebih serius adalah ancaman dari dalam. Kaum borjuasi masih memegang di tangannya titik-titik kunci ekonomi. Sepuluh bank masih mengendalikan 70% aktivitas finansial. Kebanyakan tanah masih ada di tangan tuan tanah besar, sedangkan 70% bahan makanan masih diimpor (dengan inflasi). Terutama, pemerintah masih ada di tangan birokrasi konter-revolusioner. Setelah lebih dari satu dekade, ada tanda-tanda keletihan dan kekecewaan di antara massa. Ini adalah elemen yang paling berbahaya.
Di Kongres Luar Biasa Pertama PSUV (Partai Persatuan Sosialis Venezuela), Chavez mengakui hal-hal ini dan menyatakan bahwa “sosialisme belumlah tercapai”. Dia menyerukan penghapusan kapitalisme secara total, penyenjataan rakyat dan milisi buruh. Semua ini diperlukan, tetapi bila ini hanya tinggal pidato saja, ini tidak akan menuju kemana-mana. Kenyataannya adalah bahwa birokrasi sedang secara sistematik melemahkan Revolusi dari dalam. Gerakan menuju kontrol buruh sedang secara sistematis disabotase, dan buruh-buruh yang berusaha berjuang melawan birokrasi sedang diserang, seperti yang kita lihat dalam kasus Mitsubishi. Situasi ini menghasilkan sebuah gejolak ketidakpuasan dan kekecewaan yang merupakan bahaya terbesar dari semuanya. Bila suasana hati ini terekspresikan dalam apati dan abstensi di pemilu-pemilu, ini akan menyiapkan sebuah konter-ofensif ke kanan.
Di Venezuela kelas buruh memisahkan diri mereka dari partai-partai borjuis dan melempar dirinya, di atas basis seruan Chavez, ke dalam usaha untum membangun partainya sendiri, sebuah partai kelas, PSUV. Partai ini, yang masa depannya belum ditentukan, dilahirkan di tengah sebuah revolusi, dan massa rakyat mengambilnya sebagai sebuah usaha untuk membangun apa yang kita sebuah partai buruh yang independen.
PSUV dilahirkan, dengan cara yang penuh kebingungan, dengan impuls kelas, dan di tengahnya ada perjuangan antara mereka yang ingin membangun sebuah partai kelas dan mereka yang ingin melihat PSUV hanya sebagai partai yang menjaga ketertiban, yang mewakilkan keinginan mereka sebagai sebuah klik dan orde kapitalis. Tugas utama dari kaum Marxis di revolusi Venezuela adalah untuk membantu mencapai hasil yang paling positif dari perjuangan ini, menjadi sebuah faksi Marxis dari partai ini dan membangunnya dengan penuh semangat, membantu elemen-elemen yang paling serius di dalamnya untuk meraih mayoritas di partai, menendang keluar para birokrat dan memperdalam revolusi proletar yang sedang terjadi.
Kita harus memberikan perhatian lebih banyak pada kerja kita di dalam PSUV, yang saat ini adalah ada di pusat masalah Revolusi. Kita harus mengakui secara jujur bahwa kepemimpinan dari seksi Venezuela belum memberikan perhatian yang cukup pada kerja ini, dan sebagai akibatnya kita kehilangan banyak kesempatan. Ini adalah satu kesalahan yang sangat serius, yang harus diperbaiki segera. Kerja serikat buruh sangat penting, tetapi ini harus diberikan ekspresi politik. Kerja kita di pabrik-pabrik yang diokupasi tetap adalah masalah yang kunci, tetapi ini akan menjadi sia-sia bila tidak dihubungkan dengan perjuangan untuk mentransformasi PSUV.
Kaum Marxis Venezuela harus menggabungkan keteguhan teoritis dengan fleksibilitas taktik yang dibutuhkan, selalu menekankan peran gerakan Bolivarian dan PSUV. Bila kita bekerja dengan tepat di tahun-tahun ke depan, pondasi untuk oposisi kiri massa akan terbentuk di dalam PSUV, dimana kita akan berpartisipasi dan memupukinya dengan ide-ide Marxisme. Ini adalah satu-satunya cara untuk membangun sebuah tendensi Marxis massa di Venezuela, sebagai langkah pertama menuju sebuah partai Marxis massa revolusioner di hari depan.
Meksiko, Kuba, dan Amerika Tengah
Ada sebuah krisis ekonomi yang serius di Meksiko. Seluruh Meksiko bergantung pada para imigran yang bekerja di Amerika Serikat, yang remitannya telah anjlok karena krisis. Kaum borjuasi tidak bisa mentolerir keberadaan reforma-reforma dan konsensi-konsesi yang mereka berikan di masa lalu. Tetapi tidak ada alternatif bagi massa selain mengambil jalan perjuangan.
Serangan terhadap serikat buruh listrik adalah satu indikasi bagaimana kelas penguasa Meksiko berpikir. Mereka terdorong untuk menyerang taraf hidup, dan guna mencapai ini, mereka harus menghancurkan serikat-serikat buruh yang kuat di Meksiko. Ini ditunjukkan oleh penutupan Luz y Fuerza dan usaha untuk menghancurkan Serikat Buruh Listrik Meksiko yang kuat, yang menyebabkan ledakan gerakan massa dan Pemogokan Nasional pada bulan Oktober 2009.
Serangan dari pemerintahan PAN akan memprovokasi sebuah reaksi yang dapat membawa sebuah ledakan sosial seperti tahun 2006, atau bahkan dalam tingkatan yang lebih tinggi. Kita harus siap! PRD akan pulih kembali karena ketidakpopuleran pemerintahan Calderon. Partai ini ada di tangan sayap kanan, dan akan tergoncang oleh krisis-krisis internal dan perpecahan. Adalah mungkin kalau Lopez Obrador akan memutuskan untuk pecah dari PRD dan bergabung dengan PT (Partai Buruh). Kita harus fleksibel dalam taktik kita dan mengikuti peristiwa-peristiwa dengan seksama supaya bisa menjangkau kaum buruh termaju dengan ide-ide kita.
Nasib Revolusi Kuba terhubung secara langsung dengan perspektif revolusi sosialis di Amerika Latin. Setelah jatuhnya Uni Soviet, Kuba terisolasi dan ada di bawah tekanan, yang sekarang semakin besar. Selama Castro masih memimpin, mereka bisa menahan elemen-elemen pro-kapitalis dalam kendali dan mempertahankan situasi. Tetapi sekarang Kuba ada di dalam kesulitan-kesulitan yang serius. Krisis kapitalisme global telah memukul ekonomi Kuba, yang setelah jatuhnya Uni Soviet bergantung pada pasar dunia.
Ada bahaya jelas dalam mengambil kebijakan-kebijakan ekonomi, yang atas nama “efisiensi” dapat membuka jalan ke restorasi kapitalisme. Di persimpangan ini, revolusi Kuba harus diperkuat dengan membebaskan kekuatan kreativitas rakyat pekerja Kuba melalui keterlibatan penuh mereka dalam menjalankan masyarakat dan ekonomi.
Ini menunjukkan keterbatasan dari “sosialisme di satu negara”. Isolasi revolusi adalah sumber birokratisasi dan juga tendensi-tendensi pro-kapitalis. Revolusi Kuba dihadapi oleh pilihan yang pahit: kapitalise ditumbangkan di Amerika Latin, atau tendensi menuju restorasi kapitalisme di Kuba akan menjadi lebih kuat.
Bila Revolusi Venezuela berhasil diselesaikan, maka situasi ini akan berubah. Situasi objektif untuk revolusi semakin cepat matang di Amerika Latin. Yang ada di Meksiko sekarang adalah bahkan lebih benar di Amerika Tengah, seperti yang telah kita saksikan di Honduras. Yang dibutuhkan adalah sebuah kepemimpinan revolusioner yang paham akan tujuannya dan bagaimana meraihnya.
Teori dua-tahap Stalinis telah gagal dimana-mana. Supaya bisa berhasil, revolusi tidak bisa berhenti di batas kepemilikan pribadi. Dimulai dari tugas-tugas nasional-demokratik (perjuangan melawan imperialisme dan oligarki, revolusi agraria), revolusi harus melaksanakan ekspropriasi bank-bank dan industri besar, yang merupakan agen-agen lokal dari imperialisme dan pusat konter revolusi. Terakhir namun juga penting, revolusi ini tidak boleh berhenti di perbatasan nasional, yang sebenarnya hanyalah artifisial, terutama di Amerika Tengah.
Di El Salvador, dimana revolusi sosialis dapat dilaksanakan dengan sehat di masa lalu, tetapi dikhianati oleh kebijakan-kebijakan keliru dari kepemimpinan, gerakan revolusioner sekarang sedang memasuki tahapan yang baru. Suara untuk FMLN adalah ekspresi dari kemarahan rakyat. Pemilihan untuk pertama kalinya pemerintahan FMLN di dalam sejarah El Salvador menunjukkan sebuah hasrat mendalam dari rakyat untuk perubahan radikal. Tetapi para pemimpin reformis tidak memiliki solusi untuk krisis ini, yang hanya bisa diselesaikan dengan cara revolusioner, melalui penyitaan tanah, bank, dan titik-titik kunci di dalam ekonomi.
Di Nikaragua, Guatemala atau El Salvador, krisis kapitalisme adalah sebuah bencana. Ketika buruh imigran di AS dipecat, mereka tidak dapat mengirim uang kembali ke keluarga mereka. Ini adalah sebuah bencana sosial untuk seluruh wilayah ini. Ini menjelaskan gejolak-gejolak di Honduras di mana permasalahan kekuasaan terpampang. Ada gejolak-gejolak serupa yang terjadi di semua negara di Amerika Tengah. Negara-negara ini terlalu lemah dan kecil untuk bersaing dengan ekonomi-ekonomi kapitalis yang kuat, terutama Amerika Utara yang mencekik mereka.
Krisis di AS telah menyebabkan anjloknya permintaan barang-barang dari wilayah ini, dan para buruh migran dari Amerika Tengah yang menyediakan tenaga kerja murah untuk ekonomi AS selama boom ekonomi adalah yang pertama dipecat dalam resesi. Anjloknya remitan dari buruh-buruh imigran ini merupakan bencana untuk Amerika Tengah.
Gerakan massa Honduras yang luar biasa, yang berlangsung selama lima bulan, tidak dapat dihentikan oleh represi, jam malam, dan pembunuhan. Situasi di Honduras adalah produk langsung dari situasi dunia yang menggabungkan revolusi dan konter-revolusi di sebuah ekonomi terbelakang yang didominasi oleh imperialisme. Tidak mampu mengembangkan ekonomi Honduras karena ketertundukan mereka pada imperialisme, kaum kapitalis lokal juga tidak mampu mengijinkan demokrasi sekecil apapun di negara tersebut. Tuntutan Majelis Konstituante, di mata rakyat, tampak sebagai sebuah cara untuk mengekspresikan diri mereka dan sebagai satu cara untuk menyelesaikan kebutuhan-kebutuhan mereka yang urgen. Perkembangan situasi di Honduras adalah sebuah demonstrasi dari kebenaran teori Revolusi Permanen dan program transisional. Ini menunjukkan potensi revolusioner besar yang ada di semua negara di Amerika Latin. Di hari-hari sebelum dan menyusul kembalinya Zelaya secara rahasia ke Honduras pada bulan September, rakyat dapat merebut kekuasaan dan menumbangkan kediktaturan dengan cara revolusioner. Akan tetapi, kebimbangan dari kepemimpinan Front Perlawanan dan Zelaya sendiri pada momen-momen yang penting berarti hilangnya kesempatan ini. Sekali lagi, masalah kepemimpinan adalah kunci. Namun, situasi ini belumlah terselesaikan, walaupun sekarang ini terkendali, dimana perlawanan rakyat mendorong situasi internasional yang dilalui oleh Amerika Latin.
Semua seksi kelas penguasa – termasuk Obama – tersatukan dalam ketakutan mereka akan penumbangan revolusioner rejim Honduras. Pada akhirnya, melalui trik, diplomasi dan penipuan, mereka semua mendapatkan apa yang mereka inginkan: kaum oligarki dan teman-teman mereka di Washington berhasil mendapatkan “legitimasi” untuk kudeta mereka melalui pemilu yang palsu. Secara tipikal, Obama mundur di bawah tekanan dari sayap kanan, menjatuhkan keberatan dia terhadap kudeta dan mengatakan bahwa pemilu ini mewakilkan “restorasi demokrasi”. Detil kecil ini mengungkapkan karakter Obama yang sesungguhnya dan kebijakan-kebijakan “progresifnya”, di dalam dan di luar negeri.
Apa yang terjadi di Honduras dapat terjadi setiap negara di Amerika Tengah. Peristiwa di Honduras menunjukkan bahwa Revolusi Amerika Tengah adalah sebuah proses tunggal yang tidak dapat terpisahkan. Akan tetapi, bahkan di atas basis yang sehat, negara-negara Amerika Tengah tidak dapat menyelesaikan masalah-masalah mereka dalam isolasi. Bila revolusi ini ingin berhasil, Revolusi Amerika Tengah setidaknya harus terhubungkan dengan perspektif Revolusi Amerika Latin. Sebuah revolusi sosialis yang berhasil di salah satu negara ini akan memberikan sebuah dorongan yang kuat untuk revolusi sosialis, bukan hanya di Amerika Tengah dan Latin dan Karibia, tetapi juga di AS dan negara-negara kapitalis maju lainnya. Pada analisa terakhir, ini adalah satu-satunya jaminan untuk keberhasilannya.
Bolivia, Ekuador, dan Kolombia
Pemilihan kembali Evo Morales dengan suara yang meningkat menunjukkan dukungan yang besar dari massa untuk gerakan revolusioner. Pemerintah yang baru ini akan berada di bawah tekanan besar untuk menyelesaikan semua permasalahan krusial: pekerjaan, tanah, layanan kesehatan, dan pendidikan, yang kesemuanya tidak akan dapat diselesaikan secara serius dalam batasan kapitalisme.
Ini telah membuka sebuah periode perjuangan kelas yang tajam di Bolivia, yang belum terselesaikan, seperti yang telah ditunjukkan oleh konflik baru-bari ini antara pemerintah dengan gerakan buruh dan penduduk asli [Indian Amerika], dimana MAS telah memobilisasi gerakan petani dan borjuis kecil urban yang mengakibatkan dilontarkannya ancaman-ancaman terhadap markas dari serikat guru di La Paz. Meliha karakter unik dari MAS dan perkembangan revolusi Bolivia, hasil pertama dari mobilisasi terakhir ini bukanlah pergeseran pemerintahan ke arah kiri tetapi justru memperkuat tendensi bonapartisnya, yang mana kelompok-kelompok sektarian dalam cara mereka yang impresionis membingungkan ini dengan fasisme. Gerakan buruh pada gilirannya terus terjebak antara sektarianisme dan oportunisme, yang termanifestasikan dalam usaha-usaha dari setiap serikat buruh untuk meraih, dengan cara yang korporatis, bagian kekuasaan mereka di dalam kabinet pemerintah. Perspektif Bolivia tergantung dari kemampuan kaum buruh yang paling maju untuk menarik kesimpulan yang diperlukan, yang pada gilirannya bertautan dengan kemampuan kaum Marxis Bolivia untuk membangun hubungan yang kuat dengan kaum pelopor dan meyakinkan mereka akan perlunya sebuah alternatif revolusioner.
Bila kaum buruh Venezuela berhasil merebut kekuasaan, ini akan memberikan efek yang luar biasa pada revolusi di Bolivia dan terutama pada kelas buruh Bolivia. Berhadapan dengan gerakan massa revolusioner, kaum imperialis tidak akan bisa mengintervensi. Sebaliknya, mereka akan menghadapi gerakan massa oposisi di negaranya sendiri, yang akan membuat protes Perang Vietnam tampak jinak dalam perbandingannya. Akan tetapi, bila langkah-langkan menentukan tidak diambil, dan rakyat mulai letih akan perjuangan bertahun-tahun tanpa hasil yang jelas, perimbangan kekuatan akan berubah.
Revolusi Venezuela memiliki pengaruh yang kuat pada negara-negara tetangga seperti Bolivia dan Ekuador. Ekuador telah menutup pangkalan-pangkalan militer AS dan sekarang kaum imperialis sedang membangun militer mereka di Kolombia, yang telah memberikan mereka tujuh pangkalan militer. Ini merupakan ancaman bahaya bagi Revolusi Venezuela. Pada satu hari di masa depan, Washington akan mencoba merancang sebuah peperangan antara Kolombia dan Venezuela. Namun ini adalah sebuah strategi yang beresiko.
Rakyat Venezuela akan melawan seperti harimau untuk membela Revolusi, dan rejim Kolombia akan mendapati dirinya bertarung di dua front dengan pembaharuan permusuhan dari para gerilyawan, dan juga oposisi dari buruh Kolombia. Tidaklah jelas kalau imperialisme dapat memenangkan perang semacam ini, dan sebuah kekalahan militer dapat berarti akhir kapitalisme, bukan hanya di Venezuela, Bolivia, dan Ekuador, tetapi di Kolombia juga.
Brazil
Brazil adalah negara terbesar di Amerika Selatan, dengan populasi sekitar 190 juta. Ia telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan semenjak Perang Dunia Kedua, dan terutama dalam 30 tahun belakangan ini. Dengan ini juga telah tumbuh proletariat Brazil, yang berakibat terbentuknya organisasi-organisasi buruh yang kuat, terutama federasi serikat buruh CUT yang beranggotakan 7 juta buruh, dan partai buruh PT dengan lebih dari satu juta anggota.
Ekonomi Brazil yang sebesar 1,75 trilyun dolar adalah lebih besar daripada India dan Rusia, dan pendapatan per kapitanya hampir dua kali lebih besar daripada Tiongkok. Penemuan cadangan-cadangan minyak yang baru juga diharapkan akan membuat negara ini menjadi salah satu produsen minyak mentah terbesar di dunia. Investasi asing (45 milyar dolar pada tahun 2008) adalah 3 kali lipat dibandingkan satu dekade lalu.
Tahun lalu Brazil terpukul oleh resesi dunia, menderita penurunan singkat pada kuartal ke dua (sebuah resesi -0,2% pada tahun 2009), tetapi sekarang diprediksikan akan tumbuh lebih dari 5 persen tahun ini, menurut sebuah survei dari institusi ekonomi ternama yang diterbitkan bulan Februari.
Lula meraih kemenangan besar pada pemilihan presiden 2002, dan terpilih lagi pada tahun 2006, memperpanjang jabatannya sebagai presiden hingga 1 Januari 2011. Pada akhir tahun ini, Brazil akan kembali ke bilik suara. Lula telah menjadi presiden yang paling populer di dalam sejarah Brazil baru-baru ini, tetapi ia tidak akan bisa ikut pemilihan lagi karena hukum Brazil melarang dia untuk menjadi presiden tiga kali.
Lula telah memerintah selama satu periode kenaikan ekonomi yang panjang (ledakan pertumbuhan ekonomi terbesar di Brazil dalam 30 tahun terakhir). Semenjak 2008, 8,5 juta pekerjaan telah tercipta dan program-program seperti bantuan sembako untuk keluarga miskin (Bolsa Familia) telah diimplementasikan. Ini telah menguntungkan sejumlah besar keluarga dan juga menjelaskan mengapa tingkat kepopuleran dia telah mencapai 82%.
Pada saat yang sama dimana kebijakan-kebijakan Bank Dunia telah dicanangkan, Lula belum membatalkan privatisasi yang dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya dan juga serangan-serangan pada reforma-reforma sebelumnya. Dan pemerintahannya terus memprivatisasi jalan tol, dam listrik, hutan Amazon, jaminan sosial, dan layanan publik lainnya. Masih ada jurang yang besar antara orang kaya dan miskin. Kenyataannya, Brazil adalah sebuah negara dengan kontradiksi yang besar. Ia memiliki kota-kota moderen seperti Rio de Janeiro dan Sao Paulo, yang dapat dibandingkan dengan kota-kota di negara kapitalis maju, tetapi sepertiga populasinya tinggal di daerah kumuh (favela). Kontradiksi ini bahkan lebih besar ketika kita melihat kesenjangan antara daerah-daerah, dimana daerah Timur laut lebih mirip dengan kondisi kemiskinan “dunia ketiga”. Sebagian besar tanah dikontrol oleh latifundistas [tuan tanah besar] dan perusahaan kapitalis nasional dan multinasional. Ini telah menyebabkan lahirnya Gerakan Buruh Desa Tak Bertanah (MST) yang mengorganisir lima juta petani tak bertanah yang menuntut distribusi tanah.
Seperti yang dapat diharapkan, pemilihan Lula pada tahun 2002, dan pertumbuhan ekonomi dan reforma-reforma yang menyusul, telah memiliki efek sementara dalam mencapai sebuah perimbangan yang tidak stabil, semacam “perdamaian sosial”. Walaupun telah terjadi sejumlah pemogokan yang penting, secara umum tingkat konflik telah berkurang. Para buruh melihat pemerintah sekarang ini sebagai pemerintahan mereka. Ini adalah satu hal yang tidak dimengerti oleh kaum sektarian. Benar kalau partai ini telah terbirokratisasi, tetapi PT memiliki cadangan dukungan sosial yang besar. PT dibentuk oleh kelas pekerja Brazil dalam perjuangan buruh metal pada akhir 1970an dan awal 1980an. Ia memiliki akar yang dalam di kelas pekerja Brazil.
Kaum Marxis Brazil mendasarkan diri mereka dari fakta fundamental ini. Massa buruh masih melihat PT sebagai partai mereka. Popularitas besar Lula mengkonfirmasikan ini. Kenyataan bahwa kaum Marxis Brazil memenangkan lebih dari 3500 suara di dalam pemilihan internal PT dan memenangkan posisi di dewan nasional PT mengkonfirmasi bahwa di dalam partai ini ada lapisan buruh yang maju yang sedang mencari sebuah alternatif revolusioner. Di atas basis peristiwa-peristiwa, di atas basis pengalaman pemerintah PT dan gerakan kelas pekerja, pada satu tahapan tertentu sayap kiri di dalam partai akan menjadi kuat dan kaum Marxis akan dapat tumbuh dari proses ini. Mereka sudah mendapat posisi-posisi penting di serikat buruh kereta, kimia, dan buruh gelas. Mereka juga punya posisi sebagai anggota dewan PT di Sao Paulo dan Santa Caterina yang memberikan mereka gaung yang lebih luas di dalam gerakan buruh. Mereka juga dikenal luas di dalam gerakan buruh Brazil sebagai pemimpin Gerakan Pendudukan Pabrik, yang memberikan mereka otoritas di antara massa buruh. Semua ini menempatkan mereka dengan baik sebagai sebuah tendensi yang disegani oleh banyak buruh dan membuka kesempatan-kesempatan yang besar di hari depan.
Dalam situasi ini, Kaum Marxis dari kelompok Esquerda Marxista yang merupakan sebuah tendensi di dalam PT sedang berjuang dalam basis Front Persatuan, dengan tuntutan bahwa Lula dan PT harus pecah dari kelas penguasan (pecahkan pemerintah koalisi dengan partai-partai borjuis), mendorong terbentuknya Pemerintahan Buruh, yang mendasarkan dirinya pada CUT dan MST dan organisasi-organisasi rakyat, yang harus menjalankan program anti-imperialis dan anti-kapitalis, mengimplementasikan aspirasi kelas buruh yang paling urgen di kota-kota dan pedesaan.
Argentina
Kendati pertumbuhan ekonomi yang signifikan pada 2003-2008, dengan rata-rata pertahun 8%, taraf kehidupan massa tidaklah meningkat secara substansial, dan walaupun kelas pekerja secara insting menolak politisi-politisi sayap kanan, pemerintahan Cristina Fernandez tidaklah membangkitkan antusiasme.
Aspek yang paling penting dari situasi ini adalah benturan frontal antara pemerintahan Cristina Fernandez de Kirchner dan kaum borjuasi. “Kirchnerisme” adalah sebuah varian politik dari Peronisme (populisme borjuis) – sebuah fakta yang membedakannya dari pemerintah-pemerintah serupa di Venezuela, Bolivia, dan Ekuador. Namun, kaum borjuasi tidak dapat mentolerir usaha pemerintah untuk mempertahankan semacam independensi. “Kirchnerisme” berusaha untuk membatasi tendesi predatoris dari modal-modal besar nasional dan imperialis, dan memberikan beberapa konsesi kepada rakyat pekerja, guna memenuhi kepentingan umum dari kapitalisme Argentina. Pada akhirnya, ini tidak membahagiakan kedua pihak.
Namun, untuk sekarang ini ketiadaan partai politik kelas buruh memberikan “Kirchnerisme” peluang untuk menggunakan demagogi kiri dan oleh karenanya tampak sebagai satu-satunya kekuatan yang dapat berdiri melawan kaum Kanan. Ini memberikannya dukungan dari cukup besar kelas pekerja yang melihat “Kirchnerisme” sebagai sesuatu yang lebih tidak buruk ketika dihadapi dengan bahaya kaum Kanan yang diwakilkan oleh kaum oposisi dan kebijakan mereka yang reaksioner.
Satu-satunya alternatif adalah untuk membentuk sebuah Partai Buruh, dan membawa perjuangan politik ke lapisan luas kelas pekerja, dimana sebuah tendensi Marxis dapat menyatukan sektor-sektor yang paling sadar dan maju. Ada elemen-elemen objektif dalam situasi iniyang dapat membentuk perspektif tersebut, seperti Proyecto Sur dan Constituyente Social. Proyecto Sur adalah sebuah gerakan politik yang didukung oleh kaum Peronis kiri, para pemimpin serikat buruh CTA, dan aktivis-aktivis kiri, dan mendapatkan 25% suara di pemilu-pemilu lokal di ibu kota Bueons Aires, dan mempresentasikan dirinya sebagai sebuah alternatif kiri dari Kirchnerisme. Constituyente Social adalah sebuah platform politik luas yang diajukan oleh serikat buruh CTA untuk menciptakan gerakan politiknya sendiri. Tetapi kemungkinan akan sebuah front antara Constituyente Social dan Proyecto Sur yang dapat mendorong terbentuknya sebuah gerakan politik atau partai rakyat pekerja, secara praktis telah menjadi mustahil karena pergeseran ke kanan oleh para pemimpin Proyecto Sur yang mencari basis dukungan dari kaum borjuis kecil dan bukan dari kelas buruh dan sedang membentuk persetujuan dengan pengejar karir politik dan kelompok-kelompok yang mayoritas ada di sebelah kanan dari Kirchnerisme. Ini mengasingkan ribuan militan, simpatisan, dan pendukung dari gerakan tersebut.
Masalah politik yang utama adalah komposisi borjuis kecil dari kepemimpinan Proyecto Sura dan ketidakteguhan dari para pemimpin seksi CTA yang merupakan bagian dari gerakan politik ini dan yang memimpin Constituyente Social.
Namun, CTA tetap merupakan satu front yang penting untuk kerja agitasi di seputar isu membangun sebuah partai buruh massa. Selain Constituyento Social, yang menyatukan para pemimpin serikat buruh reformis kiri dan ribuan kaum buruh yang maju di seluruh negeri, ada juga di sekitar CTA sebuah lapisan penting aktivis-akvitis serikat buruh yang anti-birokrasi yang akan memandang perspektif ini dengan antusiasme dan ketertarikan. Tekanan perjuangan kelas dan kelas pekerja pada satu saat akan mendobrak bendungan Peronis, karena perjuangan kelas adalah motor dari sejarah dan lebih kuat daripada aparatus-aparatus konter-revolusi.
Sekarang, inilah lapangan dimana tugas dari kaum Marxis adalah untuk berpartisipasi di setiap front massa yang mencoba menyalurkan aktivitas politik rakyat pekerja, dan disana untuk menjelaskan dengan sabar program sosialis, untuk menyediakan sebuah perspektif kelas, apapun kebimbangan, inkonsistensi, dan kebingungan dari para pemimpin insidental dari gerakan-gerakan ini.
Krisis dan perjuangan kelas di Eropa
Adalah suatu proposisi dasar bahwa munculnya pengangguran massal tidak kondusif untuk aktivitas pemogokan. Krisis keuangan tidak segera berdampak pada kaum pekerja di tempat-tempat kerja, tetapi dengan bulan-bulan yang berlalu pengangguran mulai meningkat secara dramatis. Pada musim gugur tahun 2008 terjadi mobilisasi mahasiswa yang signifikan di Italia, Yunani dan negara-negara lain, di mana juga terjadi pemogokan umum. Namun pada awal tahun 2009 situasi mulai berubah dengan kenaikan yang tajam dalam jumlah pengangguran.
Di sebagian besar negara-negara Eropa terjadi penurunan yang tajam dalam level pemogokan. Ini telah kita lihat dengan sangat jelas di Italia, tetapi tren yang sama dapat diamati di negara-negara seperti Denmark, Inggris, dll. Menurut BBC News tingkat pemogokan di Inggris hanyalah sepertiga dari level pemogokan pada saat resesi tahun 1991-92. Kedalaman krisis sekarang ini merupakan salah satu dari faktor dalam situasi ini. Namun, situasinya kontradiktif, dengan meletusnya perjuangan yang cukup sengit dan militan di beberapa sektor, termasuk okupasi pabrik di Inggris, Italia dan bahkan Amerika Serikat.
Di Italia baru-baru ini, tengah terjadi sejumlah pertikaian, semuanya melibatkan pabrik-pabrik besar dimana sejumlah besar kaum pekerja kehilangan pekerjaan mereka. Hal ini tengah memancing sebuah respon, dengan pemogokan-pemogokan, barisan mogok, dan okupasi-okupasi parsial. Tetapi secara umum gambaran keseluruhannya masihlah satu level yang rendah dalam pemogokan.
Pada periode sebelumnya Spanyol menikmati pertumbuhan yang pesat. Sekarang telah mengalami penurunan yang spektakuler. Spanyol merupakan satu dari sedikit negara-negara Eropa yang terus berlanjut dalam resesi sebagaimana yang terjadi pada bulan Januari 2010, setelah kemerosotan PDB sebesar 3,7% pada tahun 2009 (dan runtuhnya produksi industrial dengan kisaran 15,8%), dan diperkirakan akan terus mengalami resesi sepanjang tahun 2010 dengan penurunan sebesar 0,5% PDB. Pengangguran meningkat tajam, sampai pada puncaknya sekitar 4,3 juta penganggur (18,8%, yakni dua kali lipat rata-rata Uni Eropa), meningkat sebesar 1,1 juta pada tahun 2009, dan 1,2 juta pada tahun 2008.
Angka resmi pengangguran diperkirakan akan mencapai 20% pada tahun 2010, yang mana setahun lagi akan terjadi penghancuran lapangan kerja netto. Pengangguran muda sekarang sudah mencapai 39% menurut statistik resmi. Bersamaan dengan pertumbuhan pengangguran yang cepat, tren umumnya adalah berkurangnya aktivitas mogok. Akan tetapi, ada beberapa pergolakan penting yang tengah terjadi, seperti sengketa buruh metal Vigo di Galicia dan pemogokan yang terjadi di negara bagian Basque, yang merupakan keberhasilan parsial (meskipun pemogokan umum terjadi hanya di Guipuzcoa). Juga, mengenai masalah kebangsaan Basque, kita harus mempertimbangkan pernyataan dari pemimpin-pemimpin historis dari Abertzale Kiri yang, semenjak tahun lalu telah mengajukan sebuah genjatan senjata dengan perjuangan bersenjata ETA, yang secara utama menekankan bahwa proses perjuangan untuk “kedaulatan” Negara Basque harus dilaksanakan sebagai sebuah proses politik murni untuk aspirasi rakyat Basque. Ini adalah sebuah perkembangan yang positif yang disambut oleh kaum Marxis. Kita harus menggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan ide-ide Marxisme di antara anggota Abertzale Kiri. Kita harus menjelaskan bahwa kita menentang penindasan kelompok-kelompok nasional lain di negara Spanyol oleh nasionalisme Spanyol yang paling reaksioner, dan kita mendukung hak demokrasi mereka, pada saat yang sama kita juga menekankan bahwa hanya persatuan buruh dan sosialisme internasional yang dapat menyelesaikan problem-problem kaum buruh dan muda di Basque dan dimanapun.
Ada gejolak awal dalam serikat-serikat buruh (CCOO) dan United Left, dimana Cayo Lara menyerukan sebuah pemogokan umum. Kita harus memberikan perhatian yang seksama terhadap ini dan mengintensifkan kerja kita dalam organisasi-organisasi massa kelas pekerja.
Sebuah keniscayaan perubahan-perubahan yang tajam dan mendadak dalam situasi ini ditunjukkan oleh peristiwa-peristiwa di Islandia, sebuah negara yang menikmati stabilitas politik dan standar hidup yang tinggi. Pada bulan Januari 2009 protes di ibukota Reykjavik membawa ribuan orang ke jalan-jalan dalam demonstrasi terbesar yang pernah ada di negara tersebut. Akibatnya, pemerintahan koalisi antara Samfylkingin (Sosial Demokrat) dan Partai Independen Konservatif pecah. Di negara yang sebelumnya merupakan satu-satunya yang paling stabil dan makmur di Eropa kita tengah menyaksikan awal dari gejolak sosial dan radikalisasi politik.
Perjuangan kelas sedang tumbuh besar di Irlandia, di mana, seperti di Islandia, sebuah periode pertumbuhan ekonomi yang pesat dan spekulasi yang besar-besaran telah berakhir dengan kehancuran total. Antara tahun 2002 dan 2007 pertumbuhan PDB Irlandia rata-rata 5,6 persen. Pada tahun 2008 perekonomian terpangkas hingga 2%. Bulan Februari 2009 sekitar 200.000 pekerja dan keluarganya turun ke jalan di Dublin, untuk menunjukkan oposisi mereka terhadap keputusan pemerintah untuk memberlakukan retribusi pensiun terhadap 300.000 pekerja sektor publik.
Ada pendudukan pabrik oleh buruh di Waterford Crystal. Puluhan ribu orang: buruh sektor publik dan sektor swasta serta keluarga mereka, buruh yang menganggur, pensiunan dan mahasiswa memadati jalan-jalan di delapan kota di wilayah selatan; sementara itu sepuluh aksi demonstrasi juga berlangsung di kota-kota bagian utara. 70.000 arak-arakan bergerak menuju Merrion Square di Dublin, 20.000 di Cork, 10.000 di Waterford, 6.000 di Galway, 5.000 di Sligo, 5.000 di Limerick, 4.000 di Tullamore dan 1.500 di Dundalk. (6 November 2009). Lebih dari 250.000 buruh Irlandia di sektor publik mogok pada tanggal 24 November 2009.
Yunani
Tercapainya kesatuan moneter hanya memperburuk masalah-masalah kaum kapitalis Eropa. Kita menunjukkan pada saat itu bahwa tidak mungkin untuk menyatukan perekonomian-perekonomian yang bergerak ke arah yang berbeda-beda. Kita juga menjelaskan bahwa kontradiksi-kontradiksi ini akan muncul ke permukaan selama resesi, persis seperti apa yang tengah terjadi.
Yunani merupakan salah satu mata rantai lemah kapitalisme Eropa. Krisis dunia membawa tekanan besar terhadap masyarakat Yunani. Di sini kita melihat garis besar dari apa yang akan terjadi pada tahap tertentu di semua negara Eropa. Hutang publik telah mencapai proporsi yang sedemikian rupa – sebagai akibat kebijakan-kebijakan masa lalu dan kebutuhan mendesak baru-baru ini untuk membantu sistem perbankan – sehingga sekarang kaum buruh Yunani tengah diminta untuk menanggungnya.
Di masa lalu, negara-negara seperti Italia mampu menghindari krisis dengan mendevaluasi mata uang dan meningkatkan defisit negara. Sekarang pintu ini sudah tertutup. Mereka tidak bisa mendevaluasi karena mereka memiliki euro bukan lira. Kasus Yunani bahkan lebih serius. Kapitalisme Yunani adalah, bersama dengan Italia, Portugal dan Irlandia, mata rantai yang terlemah dalam Uni Eropa. Ekonominya berada dalam krisis yang cukup dalam, dengan runtuhnya sektor perkapalan (karena over-produksi di seluruh dunia) dan pariwisata. Beberapa ekonom memprediksikan bahwa Yunani akan gagal membayar utang luar negerinya.
Kaum borjuasi Yunani akan memotong secara kejam standar hidup kaum buruh dan kelas menengah. Namun pemerintah sayap kanan New Democracy (ND) tidak cukup kuat untuk mengimplementasikan pemotongan tersebut. Oleh karena itu borjuasi telah menyerahkan piala (piala yang sering dipakai dalam misa suci – pent.) beracun kepada PASOK (Partai Sosialis Yunani). Korelasi kekuatan-kekuatan baru ini menguntungkan kelas buruh, memberi kekuatan dan rasa percaya diri kepada kaum buruh dan muda. Ini adalah kemenangan besar yang pertama setelah bertahun-tahun pemerintahan New Democracy dan tentu saja setelah bertahun-tahun mengalami kekalahan.
Akan tetapi, kepemimpinan PASOK telah membuktikan bahwa ia tidak ingin masuk ke dalam konflik dengan kelas penguasa. Sebaliknya, ia telah memberikan janjinya kepada kelas penguasa mengenai persoalan-persoalan utama, seperti privatisasi jaminan sosial. Kelas penguasa dan Uni Eropa tengah mengerahkan tekanan berat pada kepemimpinan PASOK, yang mana, dengan menggunakan alasan defisit publik yang besar, mencoba untuk memaksakan sebuah program pemotongan-pemotongan yang kejam.
Kaum buruh Yunani tidak memilih PASOK untuk mengambil langkah-langkah penghematan. Sekarang kita melihat reaksi mereka. Telah terjadi pemogokan oleh beberapa seksi kelas buruh dan para pemimpin serikat buruh telah terpaksa menyerukan pemogokan umum pada tanggal 24 Februari. Kelas buruh dipaksa untuk masuk ke dalam perjuangan untuk mempertahankan kondisi hidup mereka. Ini juga akan berdampak pada situasi politik. Karena PASOK ada di dalam pemerintah, ia akan menerima semua kesalahan atas kebijakan-kebijakan masa kini. Hal ini menjelaskan mengapa Partai Komunis (KKE) mampu menarik cukup banyak kaum muda. Kaum muda dari KKE, yaitu KNE, adalah organisasi pemuda kiri yang terbesar di Yunani.
Kepemimpinan KKE telah berhasil mempertahankan aparatus Stalinis lama secara kuat. Dalam kongres baru-baru ini, KKE secara nyata menegaskan kembali kepatuhannya terhadap kebijakan Stalin. Hal ini dikombinasikan dengan semacam “periode ketiga” yang ultra-kiri, dimana partai mengumandangkan pemogokan dan aksi unjuk rasa yang terpisah dari sebagian besar kaum buruh di serikat-serikat buruh yang masih mendukung PASOK. Ini sebenarnya merupakan suatu upaya oleh kepemimpinan KKE guna membangun dinding pemisah untuk mengisolasi anggota-anggota mereka dari tekanan-tekanan situasi yang tengah marak.
Namun, rupanya dalam partai monolitik ini sedang muncul keretakan. Pada tahapan ini, hal ini dicerminkan dengan pemecatan terhadap siapa saja yang berani menentang kepemimpinan, meskipun sudut pandang oposisi telah disiarkan dalam publikasi KKE, sesuatu yang tidak mungkin dilakukan di masa lalu.
Situasi objektif ini juga memiliki dampak terhadap Synaspismos, sebuah partai yang memiliki akarnya dari perpecahan dari KKE di masa lalu. Partai ini memiliki dukungan yang signifikan di kalangan pemuda dan sedang melalui sebuah konflik kiri-kanan di dalam tubuh partai. Kenyataan bahwa pemimpin partai ini telah secara terbuka mengundang kelompok-kelompok kiri untuk bergabung dalam barisannya dengan hak untuk membentuk tendensi-tendensi menandakan adanya proses yang sedang terjadi dalam partai ini. Pada periode berikutnya dampak dari krisis ini akan memiliki efek penting baik dalam KKE dan Synaspismos, yang pada saat ini berdiri di sebelah kiri PASOK dan oleh karena itu akan memperoleh keuntungan dari situasi sekarang ini.
Akan tetapi, PASOK tetap menjadi partai utama dari kelas buruh Yunani, dan pada tahap tertentu tekanan kaum kapitalis di satu pihak dan tekanan dari kelas buruh di pihak lain akan direfleksikan dalam diferensiasi yang meningkat dalam partai, dengan sayap kanan yang secara terbuka pro-borjuis yang mendorong kepatuhan penuh terhadap tuntutan-tuntutan borjuis dan golongan lain yang mendapat tekanan dari kaum buruh. Ini akan menyiapkan landasan untuk perkembangan sebuah sayap kiri massa pada tahap berikutnya.
Yang telah menahan proses sampai saat ini adalah kemajuan dalam perekonomian dan perasaan kesejahteraan yang dirasakan oleh kebanyakan kaum pekerja. Ini semua telah hilang setelah Yunani juga dipengaruhi oleh dampak resesi mendalam yang muncul di tingkat dunia, dengan banyaknya pekerjaan yang hilang. Ini memiliki dampak yang melumpuhkan sementara terhadap kaum buruh, yang awalnya berpaling ke PASOK di front elektoral, berharap bahwa partai “mereka” di pemerintah akan menyelamatkan mereka dari dampak terburuk krisis ini. Mereka sekarang akan melalui sekolah pahit dari pemotongan-pemotongan dan program kontra-reformasi Papandreu.
Radikalisasi Politik
Radikalisasi tidak hanya terekspresikan dalam statistik pemogokan. Ia bisa dinyatakan dalam front politik. Ini terlihat dalam pergeseran elektoral di beberapa negara, khususnya suara untuk Die Linke (Partai Kiri Jerman) di Jerman dan dua blok kiri di Portugal. Pergeseran opini publik ditunjukkan dalam pemilu September 2009 di Jerman, ketika SPD (Partai Sosial Demokrat Jerman) kehilangan 11,2 persen dan terlempar ke level terendahnya pada tahun 1893.
Kapitalisme Jerman telah terpukul dengan keras oleh krisis ekonomi. Ketergantungan besarnya pada ekspor membuat ekonomi Jerman rentan terhadap penurunan permintaan. Pemilihan umum September 2009 mengungkapkan perubahan besar dalam kehidupan politik Jerman. Di satu sisi, kita melihat penurunan massif dari suara SPD dan kemenangan partai-partai sayap kanan.
Ini berarti kapitalis Jerman tengah mempersiapkan serangan melawan kelas buruh terbesar dan paling kuat di Eropa. Di masa lalu, kaum Konservatif akan berada dalam pemerintahan selama periode boom ekonomi, dan mereka akan menyerahkan kekuasaan kepada kaum Sosial Demokrat pada periode kemerosotan untuk melakukan semua pekerjaan kotor. Sekarang prosesnya dibalik. Partai-partai borjuis datang ke tampuk kekuasaan di masa kemerosotan yang paling serius sejak Perang. Mereka harus memotong anggaran sosial dan menghadapi serikat-serikat buruh. Ini merupakan resep untuk perang kelas di Jerman.
Fitur yang paling menonjol adalah fakta bahwa Partai Kiri memenangkan 5.153.884 suara (11,9%), sebuah peningkatan sebesar 3,2 persen. Di Timur, bekas DDR (Republik Demokratik Jerman), Partai Kiri secara jelas mengalahkan SPD yang turun dari 30,4% menjadi 17,9% suara. Di Timur, tidak ada mayoritas bagi partai-partai borjuis. Di Barat, Die Linke telah meningkatkan suaranya dari 4,9% menjadi 8,3%.
Hasil ini merupakan signifikansi historis bagi Jerman, karena belum ada partai buruh yang serius di sebelah kiri SPD sejak tahun 1930-an. Ini merupakan antisipasi dari berbagai proses yang akan terjadi di negara-negara lain dalam periode berikutnya. Kita harus ingat bahwa Partai Kiri ini terbentuk dari perpecahan Oskar Lafontaine dan Reformis Kiri yang berasal dari SPD. Lafontaine bergabung dengan mantan kaum Stalinis untuk membentuk Die Linke. Pada periode berikutnya kita akan melihat berbagai jenis perkembangan yang serupa, bersamaan dengan banyaknya krisis dan perpecahan dalam organisasi-organisasi massa reformis dan terbentuknya arus tengah dan reformis kiri yang besar. Kita harus siap menghadapi ini dan mengadopsi taktik-taktik fleksibel sehingga tidak dikejutkan oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Juga di Austria, situasi sedang berubah. Perekonomiannya rentan terhadap faktor-faktor eksternal, terutama krisis di Eropa Timur. Sekitar 270.000 orang, atau sekitar 7,5%, menganggur di bulan Maret 2009. Dalam perbandingan tahun ke tahun, ini adalah peningkatan sebesar 28,8%. Di kalangan pemuda (usia 15-24 tahun) angka pengangguran naik sebesar 39,3% menjadi 44.085. Sekitar 40.000 buruh hanya bekerja dengan jam yang dikurangi. Output industrial turun sebesar 10%. Sektor otomotif telah terpengaruh secara besar-besaran akibat krisis over-produksi internasional di dalam industri ini.
Tanda awal dari radikalisasi adalah gerakan pemuda. Bulan April 2009, ada gerakan pelajar sekolah yang terbesar dalam sejarah Austria. Di seluruh Austria ada lebih dari 60.000 pelajar sekolah memprotes pembatalan lima hari libur dan menuntut peningkatan anggaran pendidikan publik. Juga telah terjadi pendudukan dan berbagai aksi protes di universitas-universitas. Pada bulan Oktober 2009, terdapat demonstrasi puluhan ribu mahasiswa di Wina. Gerakan ini mendapatkan solidaritas aktif dari serikat-serikat buruh dan simpati luas dari populasi Austria. Pada akhirnya gerakan ini gagal karena dominannya ide-ide dan metode-metode postmodern, yang tidak dapat memberikan massa pelajar prospek untuk sebuah perjuangan yang jaya, dimana gerakan ini mati dengan perlahan-lahan. Dalam level politik, krisis kapitalisme Austria mengekspresikan dirinya dalam krisis Sosial Demokrasi dimana kepemimpinannya mencoba mengendalikan krisis ini untuk kepentingan borjuasi. Sudah kita lihat tanda-tanda awal dari sebuah proses diferensiasi di dalam gerakan buruh. Ketika pemerintah mencoba membuat kelas buruh membayar untuk krisis ini, ini akan meningkatkan konflik antara serikat buruh dan pemerintah, dan akan meletakkan basis untuk perkembangan sebuah kelompok kiri yang terorganisir di dalam Partai Sosial Demokrasi dimana sektor-sektor penting serikat buruh terlibat. Ini juga akan memberikan sektor-sektor kelas buruh sebuah kendaraan untuk mempertahankan kepentingan mereka.
Portugal adalah salah satu orang yang paling sakit dari orang-orang sakit di Eropa. Ia telah berada dalam krisis ekonomi bahkan sebelum pecahnya krisis ekonomi global baru-baru ini yang semakin memperburuk kondisi ekonomi Portugal yang memang sudah sekarat. Tingkat pengangguran berada pada posisi tertinggi di Eropa. Partai Sosialis, seperti halnya semua partai-partai sosialis di Eropa yang telah berada dalam pemerintah dalam beberapa tahun terakhir ini, menerapkan kebijakan kontra-reforma, dengan serangan-serangannya terhadap negara kesejahteraan dan hak-hak buruh.
Dalam pemilu legislatif tanggal 27 September 2009, Partai Sosialis kehilangan mayoritasnya yang telah dipegangnya selama empat tahun terakhir. Dalam pemilihan yang ditandai oleh peningkatan abstensi yang signifikan – yang meningkat dari 35% menjadi 40% – Partai Sosialis kehilangan setengah juta suara dan 24 deputinya, menurun drastis dari 2.588.312 suara dan 121 deputi di tahun 2005 menjadi 2.077.695 suara dan 97 Anggota Parlemen tahun 2009.
Partai Sosial Demokrat sayap kanan dan Partai Popular, sebuah partai konservatif klasik, sayap kanan dan liberal, keduanya telah meningkatkan suaranya. Namun partai-partai kiri juga mengalami pertumbuhan: Bloco de Esquerda (BE) dan Partai Komunis Portugis (PCP). Bloco de Esquerda melaju dari 364.971 suara dan 8 anggota di parlemen pada tahun 2005 menjadi 558.062 suara dan 16 deputi pada tahun 2009. Pertumbuhan dari partai-partai kiri ini merefleksikan dengan jelas fakta bahwa BE dan PCP menduduki ruang di sebelah kiri dari Partai Sosialis.
Posisi dunia dari kapitalisme Prancis telah menurun dalam beberapa dekade belakangan ini. Porsinya dalam perdagangan dunia menciut. Dari surplus perdagangan 24 milyar euro pada tahun 1997, sekarang telah menjadi defisit sebesar 55 milyar euro. Defisit anggaran negara adalah sebesar 1500 milyar euro, yang setara dengan 80% PDB. Hutang yang besar ini harus dibayar dengan penghancuran lebih lanjut dari pelayanan publik dan konsensi-konsensi yang dimenangkan pada perjuangan sebelumnya, seperti pensiun dan jaminan sosial. Selama 5 tahun belakangan jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan ofisial telah meningkat dari 6 juta ke 8 juta. Pada tahun 2009, 480 ribu pekerjaan telah hilang.
Pada awalnya, resesi mengejutkan para buruh. Kenaikan tingkat pengangguran yang tajam memiliki efek yang mengintimidasi buruh. Akan tetapi, seperti yang diindikasikan oleh sejumlah pemogokan atau ancaman pemogokan di berbagai cabang ekonomi, seperti rel kereta api, supir truk, dan kilang minyak, suasana hati buruh mulai berubah. Kebijakan dari serikat-serikat buruh, termasuk serikat buruh yang utama – CGT – hanyalah mencari “dialog” dengan pemerintahan Sarkozy dan mengorganisir serangkaian “hari aksi” tanpa tujuan yang spesifik. Hari-hari aksi ini memobilisasi ratusan ribu buruh, tetapi para pemimpin serikat buruh menggunakan mereka sebagai katup pengaman, sebagai alat untuk “melepaskan tekanan uap”. Kebijakan ini telah berfungsi meletihkan buruh yang paling aktif dan militan. Pada saat yang sama, oposisi terhadap kepemimpinan nasional CGT dan gerakan buruh secara umum sekarang sedang tumbuh.
Proses diferensiasi yang serupa sedang berjalan di dalam PCF (Partai Komunis Prancis). Dengan puluhan ribu militan aktif, partai ini masih merupakan kekuatan yang besar. Dalam konteks perjuangan kelas yang semakin menajam, PCF dapat tumbuh besar dengan cepat dalam hal jumlah dan kekuatan. Ini menjelaskan kebijakan media yang secara terbuka diskriminatif terhadap PCF. Kepemimpinan partai ada di tangan para pejabat yang memegang kedudukan parlemen di level lokal dan nasional, dan yang siap membuat konsensi apapun untuk menjaga posisi mereka. Otoritas kepemmpinan ini, di mata anggota, telah jatuh. Sementara kepemimpinan bermanuver untuk melikuidasi partai, basis dari partai secara umum bergerak ke kiri. 40% dari keanggotaan memilih dokumen sayap kiri pada kongres terakhir. Mayoritas militan menentang likuidasi partai. Kontradiksi antara kepentingan dan kebijakan yang dikejar oleh kepemimpinan dan aspirasi dari para anggota akan mengakibatkan benturan-benturan yang lebih tajam di dalam partai dalam periode mendatang.
Italia telah menyaksikan serangkaian pemogokan, pemogokan-pemogokan umum dan demonstrasi-demonstrasi massa dalam periode terakhir. Gerakan buruh dan mahasiswa di musim gugur tahun 2008 mencapai kulminasinya pada pemogokan umum tanggal 12 Desember 2008. Hampir 200.000 orang turun ke jalan di Bologna dan demonstrasi-demontrasi besar lainnya dengan puluhan ribu buruh dan mahasiswa terjadi di Milan, Turin, Venice, Florence, Roma, Napoli Cagliari dan di 100 kota yang lain. Buruh metal mogok dengan tingkat partisipasi lebih dari 50% di seluruh tempat kerja penting, dan lebih dari 90% di beberapa pabrik besar kunci. 45% karyawan sekolah juga melakukan mogok.
Namun, ini dihentikan oleh krisis ekonomi, yang berdampak hebat di Italia. Menurut survei CGIL, setidaknya ada 10.000 perusahaan di Italia mengalami krisis sebagai konsekuensi dari resesi dunia. FIAT menutup seluruh pabriknya selama satu bulan, menelantarkan buruhnya dengan bayaran PHK. (Desember 2008) Antara tanggal 12 Desember dan 12 Januari produksi industri berhenti total. Ini adalah situasi yang belum pernah terjadi dalam kurun waktu baru-baru ini, dengan 900.000 pekerjaan hilang (terutama di kalangan buruh lepas) dan jutaan buruh diberhentikan selama sepuluh sampai lima belas minggu dengan upah kurang dari 600-700 euro per bulan.
Periode Penghematan
Boom ekonomi Pasca-Perang berlangsung selama sekitar tiga puluh tahun (sampai 1974). Tetapi perspektif semacam ini tidak lagi ada dalam agenda. Ini adalah produk dari suatu rangkaian peristiwa unik yang kemungkinan besar tidak akan pernah terulang lagi. Dan karena mereka tidak bisa pergi berperang, seluruh kontradiksi pada akhirnya harus direfleksikan secara internal dalam perjuangan kelas yang ganas. Itu adalah perspektif riil untuk periode berikutnya. Selama lima puluh tahun terakhir, berkat kemajuan ekonomi di negara-negara kapitalis maju (Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan sebagainya), kelas buruh dan organisasi-organisasinya mampu meraih setidaknya taraf hidup yang semi beradab. Mereka menganggap kondisi ini normal karena mereka tidak pernah mengetahui hal lain. Tetapi lima puluh tahun terakhir ini adalah situasi yang tidak normal. Periode tersebut merupakan sebuah pengecualian historis, bukan keadaan normal di bawah kapitalisme.
Menurut IMF, pada tahun 2010, hutang publik bruto dari sepuluh negara terkaya akan meningkat menjadi 106% dari produk domestik bruto. Pada tahun 2007 ini adalah 78%. Itu berarti peningkatan utang, dalam tiga tahun, lebih dari sembilan triliun dolar. Ini merupakan keadaan yang luar biasa. Dengan memompa sejumlah besar uang sedemikian rupa ke dalam perekonomian, borjuasi tengah menciptakan level utang yang tidak ada preseden dalam keseluruhan sejarah. Dan ini tidak dapat bertahan. Sebagaimana yang diketahui setiap orang, cepat atau lambat hutang harus segera dibayar – dengan bunga. Dengan sendirinya ini merupakan resep untuk krisis raksasa yang lain dalam periode berikutnya.
Di masa lalu Amerika Serikat adalah kreditor terbesar di dunia. Sekarang ia telah berubah menjadi debitur terbesar di dunia. Masa kejayaan masa lalu adalah konsumsi yang dibiayai dengan hutang dan sektor finansial yang menggelembung. Hari ini, model ini telah terdiskreditkan. AS mampu menjalani defisit besar-besaran terutama karena privilese yang didapatinya dari peran cadangan dolar AS, yang berarti ia dapat membayar negara-negara asing dengan mata uangnya sendiri. Namun kesabaran dari para krediturnya, terutama Cina, mulai menipis.
Angka utang ini belum pernah terjadi sebelumnya dalam waktu damai. Perang adalah masalah yang berbeda. Setelah Perang Dunia Kedua, utang publik Inggris adalah 250% dari produk domestik bruto. Dan Amerika punya hutang lebih dari 100% dari PDB. Itu merupakan akibat dari pengeluaran perang. Tapi mereka berhasil melunasi utang-utang ini karena boom ekonomi yang luar biasa setelah 1945, alasan-alasan yang telah dijelaskan dalam dokumen-dokumen sebelumnya (Baca Ted Grant: Will there be a Slump?).
Runtuhnya Dubai World pada bulan November 2009 mengekspos keadaan yang sangat rapuh dari sistem finansial dunia. Ini segera menimbulkan ketakutan akan serangan krisis keuangan yang baru. Ini telah membangunkan momok akan kegagalan pemerintah untuk membayar hutang. Baik Yunani maupun Irlandia tengah membawa hutang publik berat dalam mata uang (Euro) yang mana mereka tidak dapat mencetaknya. Sangat mungkin bahwa sistem finansial dunia akan terpukul oleh kepanikan lebih lanjut, yang dapat mempersiapkan jalan bagi keruntuhan ekonomi yang lebih curam, yang mana tidak ada subsidi negara yang bisa mencegah.
Semua ekonom borjuis setuju bahwa ini akan menjadi proses yang panjang dan menyakitkan untuk berjuang keluar dari kekacauan yang telah mereka masuki. Akumulasi utang yang besar akan berarti tahun-tahun dan dekade-dekade pemotongan dari sebuah rezim pengetatan yang permanen. Kita dapat mengekspresikan ini sebagai semacam persamaan: kelas penguasa dari semua negara tidak mampu mempertahankan konsesi yang telah diberikan selama lima puluh tahun terakhir namun kelas buruh tidak mampu lagi memangkas standar hidup mereka. Ini merupakan resep bagi munculnya konflik kelas di mana-mana. Di negara-negara kapitalis maju (termasuk negara-negara beradab yang “indah” seperti Swedia, Swiss, Islandia dan Austria) perjuangan kelas yang hebat sedang ada dalam agenda. Perspektif ini adalah perspektif yang terbaik dari sudut pandang kita, membuka peluang besar untuk menghubungkan ide-ide, program, dan metode kita ke massa.
Kapitalisme yang baik dan masuk akal, yang direpresentasikan oleh Presiden Obama akan lenyap dengan sangat cepat, dan di balik topeng yang tersenyum ini rakyat akan segera melihat wajah kapitalisme yang sesungguhnya, yang brutal, kejam dan jelek. Dari sudut pandang kapitalis, mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali untuk melakukan serangan terhadap standar hidup rakyat. Dana pensiun akan diserang, dimulai di Amerika Serikat. Borjuasi sudah mengatakan ini di depan umum bahwa mereka tidak mampu mempertahankan begitu banyak orang tua dan orang-orang yang tidak produktif. Dalam sebuah editorial pada tanggal 27/6/2009, The Economist menulis: “Suka atau tidak suka, kita sedang kembali ke dunia pra-Bismarck di mana pekerjaan tidak memiliki titik akhir yang formal.” Dengan kata lain, Anda akan bekerja sampai anda mati.
Kaum borjuis dan ahli strateginya sedang dicengkram oleh perasaan keputusasaan. The Financial Times telah menerbitkan serangkaian artikel mengenai masa depan kapitalisme. Martin Wolf menulis: “Warisan dari krisis ini juga akan membatasi liberalisasi fiskal. Usaha untuk mengkonsolidasikan keuangan publik akan mendominasi politik selama bertahun-tahun, mungkin berdekade-dekade.” Dalam kata lain, kaum kapitalis akan memotong, memotong, dan memotong lagi, bahkan ketika ada boom. British Airways baru-baru ini menuntut para pekerja untuk bekerja gratis, “kita tidak punya uang untuk membayar gaji kalian,” kata mereka. Ribuan pegawai negeri dan kota di seluruh AS diharuskan bekerja gratis untuk beberapa hari (“cuti tidak dibayar”), kalau tidak mereka akan dipecat. Dengan tidak adanya alternatif perjuangan dari kepemimpinan buruh, para pekerja sedang dipaksa untuk menggigit peluru pahit ini. Tetapi ini tidak akan berlangsung selamanya.
Apa kesimpulan yang kita ambil dari ini? Apakah kita mengatakan bahwa ada tingkat kesadaran yang rendah, bahwa kaum buruh tidak revolusioner? Tidak! Kita tidak mengambil kesimpulan macam ini. Situasi seperti ini adalah konsekuensi tidak terelakkan dari fase yang sedang kita lalui – sebuah transisi dari satu periode ke periode lain.
Ketertinggalan dalam Kesadaran
Trotsky menjelaskan berulang kali bahwa hubungan antara siklus ekonomi dan kesadaran bukanlah sebuah hubungan yang otomatis. Ini dikondisikan oleh banyak faktor, yang harus dianalisa secara konkrit. Dia juga menunjukkan bahwa salah satu tugas yang paling sukar dan kompleks yang dihadapi analisa Marxis adalah untuk menjawab pertanyaan: fase apa yang sedang kita lalui?
Kesadaran masa kini sedang tertinggal di belakang situasi objektif di negara-negara kapitalis maju. Organisasi-organisasi massa kelas pekerja sangat tertinggal di belakang situasi yang riil. Di atas segalanya, kepemimpinan proletariat jauh tertinggal di belakang situasi objektif. Faktor-faktor ini tidak jatuh dari langit, mereka telah dikondisikan oleh boom ekonomi kapitalis selama berdekade dan bergenerasi, dimana lapangan pekerjaan berlimpah dan ada peningkatan taraf hidup secara relatif. Proses ini dijamin oleh aksi konter-revolusioner dari Stalinisme dan sosial demokrasi yang melalui kontrol mereka terhadap organisasi-organisasi kelas pekerja menghambat gerakan dan menepis massa, yang kendati semua ini masih melakukan perjuangan kelas yang hebat di dalam periode tersebut.
Ini adalah situasi yang terutama ada di negara-negara kapitalis maju, bukan dalam waktu pendek tetapi selama periode setengah abad. Benar bahwa pada periode sebelumnya terjadi sebuah intensifikasi eksploitasi, berdasarkan peningkatan dalam nilai lebih relatif dan absolut. Jam kerja bertambah panjang dan ada tekanan besar untuk meningkatkan produktivitas. Akan tetapi, berdasarkan kerja lembur, seluruh keluarga bekerja, anak-anak muda bekerja paruh waktu, kredit dan hutang, banyak buruh yang mampu meningkatkan taraf hidup mereka secara absolut, bahkan ketika tingkat eksploitasi meningkat tajam dan pemilik modal meningkatkan porsi nilai lebih mereka dari keringat buruh.
Di periode terakhir, intensifikasi divisi tenaga kerja internasional telah mengakibatkan bertambah murahnya harga komoditas, yang berarti kaum buruh mampu membeli barang-barang yang dulunya dianggap sebagai barang mewah: handphone, televisi besar, komputer, laptop, dsb. Marx menjelaskan dulu sekali bahwa perbedaan antara upah riil, upah uang, dan upah nominal (baca Kerja-Upahan dan Kapital). Dalam sebuah boom ekonomi, upah bisa turun berbanding terbalik dengan kapital, sedangkan upah nominal meningkat, dan buruh bisa membeli lebih banyak komoditas dibandingkan sebelumnya. Ini terutama benar dalam periode ketika inflasi rendah untuk alasan-alasan yang spesial, yakni pada saat boom ekonomi terakhir ini dimana harga dan bunga bank ditekan rendah.
Di AS, Inggris, Irlandia, dan Spanyol, harga rumah yang meningkat menambahkan sensasi kepada cukup banyak buruh bahwa “kita semakin kaya”. Kaum pekerja di negara-negara maju paham kalau mereka sedang dieksploitasi, tetapi karena tidak adanya alternatif lain dari para pemimpin serikat buruh, mereka terpaksa mencari solusi-solusi individual dengan bekerja lebih banyak jam lembur dan berhutang.
Inilah yang mengkondisikan kesadaran kelas pekerja di negara-negara kapitalis maju, walaupun kondisi di Dunia Ketiga sangatlah berbeda. Namun sekarang semua telah berubah menjadi kebalikannya. Semua faktor yang bergabung mendorong ekonomi dunia sekarang justru mendorongnya ke spiral menurun yang curam. Ini akan memiliki efek yang besar dalam kesadaran rakyat. Namun proses ini tidak linear dan otomatis, tetapi kompleks dan kontradiktif.
Mengapa keterlambatan ini?
Kesadaran massa dikondisikan oleh serangkaian faktor, objektif dan subjektif yang keduanya bertautan secara dialektis, termasuk siklus ekonomi dan peristiwa-peristiwa masa lalu, pengalaman yang terkumpulkan dalam perjuangan kelas dan dalam refleksinya di dalam organisasi-organisasi buruh.
Tahun 1990an dan 2000an ditandai oleh stabilisasi relatif dari kapitalisme di negara-negara kapitalis manju. Pada kekalahan kebangkitan revolusioner 1970an, sebuah kekalahan yang dapat ditanggali pada akhir tahun 1970an dan awal 1980an kita harus menambahkan keruntuhan blok Soviet pada tahun 1989-91. Ini menyebabkan banyak kebingungan di dalam gerakan buruh dan memungkinkan kelas penguasa untuk meluncurkan sebuah konter-ofensif ideologi yang tidak ada preseden melawan ide-ide sosialisme.
Di atas proses-proses ini, kelas penguasa meluncurkan sebuah kampanye terus-menerus untuk menghancurkan semua pencapaian masa lalu – pemotongan pelayanan publik, privatisasi, penghancuran hak-hak dan kondisi yang telah dimenangkan, penyerangan terhadap hak pensiun, kasualisasi buruh, intensifikasi ekstrasi nilai lebih relatif dan absolut, dsb.
Dalam banyak kejadian kaum buruh melawan serangan-serangan ini, bahkan dengan mobilisasi umum. Di Prancis, Italia, Yunani, dan negara-negara lain kita menyaksikan gelombang pemogokan dan bahkan pemogokan umum melawan rencana-rencana kelas penguasa. Banyak dari gerakan ini berakhir dengan kekalahan atau paling baik meraih kemenangan parsial yang secara sementara menunda serangan-serangan tersebut. Secara historis banyak pemogokan yang kalah dibandingkan yang menang. Pada kenyataannya, satu-satunya saat dimana kaum buruh mampu meraih kemenangan-kemenangan penting adalah ketika kaum kapitalis merasa sistem mereka di bawah ancaman (contohnya pada Mei 1968, atau di akhir 1960an dan awal 1970an di Italia) atau di sebuah periode pertumbuhan ekonomi yang besar seperti pada saat paska perang dunia kedua.
Pertumbuhan ekonomi yang kita saksikan selama 20 tahun terakhir tidak cukup untuk memberikan reforma-reforma penting, tetapi ini telah mendorong buruh untuk mencari solusi-solusi individual dari masalah mereka: masuknya perempuan ke dalam pasar tenaga kerja, lebih banyak anggota keluarga yang bekerja, kerja lembur, ekspansi kredit, dsb.
Akan tetapi, semenjak kekalahan pada awal 1980an (pemogokan buruh tambang Inggris, “rekonversi industri” Spanyol, pemogookan Fiat tahun 1980 di Italia, pemogokanan PATCO di AS), tidak ada kekalahan-kekalahan besar dari kelas buruh Eropa. Barisan kelas buruh telah diisi ulang dengan boom ekonomi, dengan masuknya lapisan buruh muda yang baru. Benar kalau sektor-sektor ini tidak punya tradisi, tetapi mereka juga segar dan tidak membawa beban berat dari kekalahan masa lalu. Dalam banyak kasus, lapisan-lapisan baru inilah yang ada di garis depan perjuangan-perjuangan yang penting dan militan (seperti halnya perjuangan di FIAT Melfi). Jumlah tenaga kerja di 16 negara zona Euro naik dari 125 juta pada tahun 1995 menjadi 148 juta pada tahun 2008 pada awal resesi. Pada saat yang sama kita juga melihat proletarianisasi dari lapisan-lapisan yang dulunya bertaraf hidup tinggi, seperti pekerja bank dan asuransi, guru-guru, pegawai negeri, dsb.
Boom macam ini, yang berdasarkan peningkatan eksploitasi kelas buruh, telah menciptakan sebuah akumulasi kemarahan yang belum menemukan saluran ekspresi. Gerakan anti-kapitalis/anti-globalisasi, dengan semua kebingungannya, adalah refleksi dari ini, seperti juga halnya mobilisasi melawan perang Irak, yang melibatkan jutaan rakyat. Baru-baru ini, krisis ekonomi telah menyebabkan mood kemarahan dan kebencitan terhadap para bankir, spekulan finansial, dsb. Semua ini hanya gejala dari apa yang akan datang, tetapi ini juga adalah bagian penting dari pengalaman massa di periode baru-baru ini yang akan berkontribusi pada peristiwa-peristiwa yang akan datang.
Semua faktor ini telah mempengaruhi karakter dan perkembangan dari mobilisasi kaum muda, dan juga buruh, dan harus dipertimbangkan bila kita ingin mengintervensi dengan efektif.
Tidak ada yang namanya “krisis akhir” kapitalisme. Siklus boom-dan-bust selalu menjadi fitur konstan dari kapitalisme selama lebih dari 200 tahun. Kapitalisme akan selalu keluar bahkan dari krisis ekonomi yang terdalam bila ia tidak ditumbangkan oleh kelas pekerja. Tetapi pertanyaan yang konkrit adalah ini: bagaimana caranya kaum kapitalis keluar dari krisis dan apa akibatnya untuk rakyat? Dan pertanyaan yang kedua adalah: apa hubungan antara siklus ekonomi dan kesadaran kelas pekerja?
IMF memproyeksikan sebuah pemulihan pada tahun 2010 dan sudah ada indikasi-indikasi bahwa ini sedang terjadi. Namun, pertanyaan yang sesungguhnya adalah: pemulihan macam apa? Siapa yang diuntungkan dan siapa yang membayarnya? Bahkan skenario yang paling baik adalah pemulihan yang sangat lemah, yang akan disertai, tidak dengan sebuah peningkatan taraf hidup, tetapi penyerangan yang ganas terhadap taraf hidup, pemotongan anggaran sosial, dan peningkatan pajak yang akan jatuh di pundak kelas pekerja dan kelas menengah.
Ketika Arnold Schwarzenegger mengungkapkan anggaran finalnya sebagai gubernur California, yang termasuk pemotongan pengeluaran untuk menutup defisit 20 milyar dolar AS, dia mengatakan bahwa “tidak ada cara lain untuk menghindari pemotongan.” Ini bisa menjadi slogan yang cocok untuk kelas penguasa, bukan hanya di AS, tetapi seluruh dunia. Ini bukanlah sebuah skenario untuk kedamaian dan kestabilan sosial.
Sebuah pemulihan dengan karakteristik-karakteristik seperti ini akan membuat gusar kelas pekerja pada satu saat tertentu, dan ini akan disertai dengan gelombang pemogokan dan kebangkitan umum perjuangan kelas. Sudah ada awal dari perjuangan melawan krisis dan biaya hidup yang semakin meningkat. Kita sudah menyaksikan protes-protes di Hungaria melawan krisis finansial, dan di Turki, dimana 60 ribu pekerja memprotes kenaikan harga barang dan tingkat pengangguran, menyusul seruan dari serikat buruh, dan para mahasiswapun bergabung. Protes-protes dan mobilisasi-mobilisasi serupa telah terjadi di Eropa dan bahkan di Wall Street juga.
Walaupun kita sedang melalui krisis terbesar semenjak 1930an – kemungkinan terbesar dalam sejarah kapitalisme – krisis ini belum mengekspresikan dirinya dalam sebuah gelombang pemogokan. Tidak diragukan kalau krisis ini menghasilkan perubahana yang signifikan dalam skala dunia.Tetapi ini belum terekspresikan dengan jelas di dalam gerakan buruh. Di Iran ada permulaan revolusi, dan situasi yang serupa sedang berkembang di Honduras. Tetapi di negara-negara industrial kunci, gerakan sedang berkembang dengan lambat.
Beberapa kamerad tidak mengerti bahwa krisis belumlah dengan segera mengekspresikan dirinya di dalam mobilisasi massa, pemogokan, dan okupasi. Keterlambatan di dalam gerakan dapat menyebabkan kebingungan dan frustasi di antara kaum revolusioner bila ini tidak dijelaskan. Tidaklah berguna sama sekali untuk membuat pernyataan-pernyataan umum mengenai “watak revolusioner dari epos sekarang” guna menjelaskan kepada seorang buruh mengapa teman sekerjanya di pabrik tidak berniat mogok. Trotsky membuat ini dengan sangat jelas ketika dia menulis sebagai berikut:
“Bila kita hanya bergerak berdasarkan karakterisasi epos secara umum, mengabaikan tahapan-tahapan konkritnya, kita bisa jatuh ke dalam skematisme, sektarianisme, atau fantasi romantis. Dengan setiap perubahan tajam, kita mengubah taktik dasar kita berdasarkan kondisi-kondisi konkrit yang telah berubah di tahapan tertentu. Disinilah terletak seni taktik.” (Trotsky, 1939-40 Writings, hal. 103)
Apa alasan dari keterlambatan ini? Krisis ini telah mengejutkan buruh, dan reaksi awalnya adalah shok dan kebingungan. Ini tidaklah mengejutkan. Ini adalah sebuah masalah yang konkrit. Kaum buruh melihat pabrik-pabrik ditutup, pekerjaan mereka di ujung tanduk, keluarga mereka terancam, pemimpin-pemimpin serikat buruh tidak memberikan alternatif lain, tetapi justru menggunakan situasi ini untuk menentang pemogokan. Untuk sementara mereka berhasil mengatup gerakan. Tetapi ini ada batasnya.
Secara sementara, pengangguran massal menghambat pemogokan. Tetapi bila ada bahkan sebuah kebangkitan ekonomi yang kecil, dan mereka melihat bahwa para bos sudah tidak lagi memecat orang tetapi mulai menyewa beberapa orang, dan buku order mulai penuh, ini dapat menjadi sebuah stimulus yang kuat untuk perjuangan ekonomi. Perusahaan-perusahaan otomotif sedang menjual stok surplus mereka, menutup pabrik-pabrik dan memecat buruh. Tetapi setelah mereka kehabisan stok, akan ada kemajuan kecil, yang akan membuat buruh otomotif berani, dan terutama mereka yang sekarang belum bergabung dengan serikat buruh, untuk mengambil aksi.
Para buruh bisa menanggung ini untuk sementara waktu. Mereka ingin percaya bahwa yang terburuk sungguh sudah berakhir, bahwa mereka telah melalui topan badai. Mereka mau “menunggu dan melihat” dan mengharapkan perubahan riil dari Obama. Tetapi ini ada batasnya; yang terburuk masih jauh dari berakhir. Shok dari krisis tahun lalu mungkin sudah reda, tetapi sekarang realitas mulai merangkak masuk perlahan-lahan: rakyat Amerika akan dipaksa menerima taraf hidup baru yang lebih rendah, dan tidak akan ada penciptaan pekerjaan yang cepat. Jutaan pekerjaan yang telah hilang sudah lenyap selamanya, digantikan dengan lebih sedikit pekerjaan yang menawarkan gaji lebih rendah, tanpa jaminan sosial, dan tanpa perlindungan serikat buruh.
Dalam jangka pendek, buruh melihat tidak ada alternatif selain menerima penutupan pabrik dan pemecatan. Karena pemimpin serikat buruh tidak menawarkan alternatif, ada sikap yang pesimistis dan fatalistik. Sikap ini diekspresikan oleh seorang buruh otomotif AS yang membuat sedan Chrysler di luar Detroit: “Seseorang harus pergi.” Akan tetapi, ada batasan untuk segalanya. Pada satu tahapan tertentu, suasana hati para buruh akan berubah menjadi kemarahan.
Dalam sebuah krisis, buruh akan merasakan perlunya organisasi serikat buruh bahkan lebih daripada periode lainnya. Di pihak lain, keseriusan krisis ini memaksa kaum borjuasi untuk mengambil sikap yang keras dalam menghadapi serikat buruh. Para bos memiliki strategi untuk melawan beberapa serikat buruh militan yang penting dan mengalahkan mereka guna mengirimkan pesan ke seluruh kelas pekerja. Mereka juga mengambil kesempatan dari resesi ini untuk melakukan ofensif.
Hubungan lama yang mesra dengan pemimpin-pemimpin serikat sudah tidak mungkin lagi. Krisis ini berarti buruh harus berjuang untuk setiap tuntutannya. Di Inggris sudah ada serangkaian perjanjian, yang melibatkan pemotongan jam kerja dan juga upah. Di pihak lain, dimana buruh menghadapi penutupan pabrik dan kehilangan segalanya, kita telah melihat okupasi pabrik seperti Visteon. Di dokumen perspektif kita sebelumnya, kita menggarisbawahi watak kontradiktif dari situasi yang sedang kita masuki, dimana ada penurunan jumlah pemogokan secara umum yang dikombinasikan dengan beberapa perjuangan yang sangat militan di beberapa sektor.
Pemogokan para pemungut sampah di Denmark sangatlah militan, walaupun ini terjadi di tengah jatuhnya level pemogokan di negara itu. Tujuan dari para bos adalah untuk melawannya, dengan cara apapun untuk menghancurkannya. Ini serupa dengan perjuangan buruh listrik Meksiko. Perjuangan ini menarik perhatian seluruh gerakan buruh. Pemogokan pekerja pos di Inggris memiliki aspek yang serupa. Manajemen tampak siap melawan para pekerja, mengambil kesempatan dari suasana hati umum dan membuat mereka sebagai contoh. Dalam kasus ini, para pemimpin serikat buruh menemukan sebuah alasan dan mundur, tetapi masalahnya tetap bercokol.
Situasi di Belanda telah berubah secara dramatis dibandingkan 10 tahun yang lalu. Dari periode politik “konsensus” kita sekarang memiliki sebuah situasi yang sangat terpolarisasi, dengan kelas penguasa yang agresif menghadapi kelas pekerja yang militan. Selama boom paska-perang, mereka dapat memberikan konsesi kepada kelas pekerja, dan pada saat yang sama mengontrol buruh melalui hubungan mereka dengan Federasi Serikat Buruh Kristen (CNV). Sekarang bahkan CNV yang secara tradisional adalah kanan telah menjadi oposisi terhadap rencana CDA (Partai Kristen Demokrasi, sebuah partai borjuasi). Dalam situasi seperti ini, Partai Sosialis telah bangkit sebagai sebuah kekuatan yang cukup besar, yang berdiri di sebelah kiri Partai Buruh.
Kesadaran Kelas Buruh
Adalah sebuah kesalahan yang serius bagi kaum revolusioner untuk membingungkan apa yang kita pahami dengan apa yang dilihat oleh massa. Kebanyakan buruh tidak memiliki kesadaran yang sama dengan kaum Marxis. Seperti yang telah kita jelaskan, efek pertama dari sebuah krisis yang dalam adalah shok. Para buruh tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Namun, ini bukan sebuah proses yang sederhana dan seragam. Sudah terjadi beberapa pemogokan yang tajam. Tetapi pada tahapan ini kita tidak dapat mengharapkan sebuah peningkatan umum dalam aktivitas mogok. Dalam sebuah krisis yang dalam, ini tidaklah realistis. Kenyataannya memang ada level pemogokan yang rendah: di AS, Inggris, Italia, Spanyol, Prancis, dll.
Kita tidak dapat menarik sebuah paralel otomatis antara radikalisasi dan pemogokan. Radikalisasi dapat mengekspresikan dirinya dalam berbagai cara. Walaupun angka pemogokan rendah, sudah ada gejolak yang tumbuh di dalam masyarakat, semakin banyak orang mempertanyakan sistem kapitalisme. Ini adalah medan dimana ide-ide kita akan memiliki pengaruh yang besar. Ini adalah sebuah perubahan, dan sebuah perubahan yang penting. Ini menyediakan kondisi yang menguntungkan untuk pertumbuhan tendensi Marxis. Tetapi kita harus sabar dan mengikuti proses radikalisasi selangkah demi selangkah, memajukan slogan-slogan transisional yang konkrit yang dapat menemukan gaung di dalam pikiran rakyat di setiap tahapan. Di atas segalanya, kita harus secara sabar membangun kekuatan kita sendiri, merekrut satu dan dua dan melatih mereka dalam ide dan metode Marxisme, dan mempersiapkan kondisi untuk bisa menarik dan bisa membuat pendekatan ke kelompok-kelompok dan arus-arus Marxis yang akan pecah dari organisasi-organisasi tradisional atau yang akan muncul akibat dari perjuangan kelas.
Para pemimpin reformis mengatakan kepada para buruh bahwa bila mereka sabar dan membuat pengorbanan yang dibutuhkan, semuanya akan menjadi baik dan kondisi masa lalu akan kembali. Ini adalah sebuah penipuan dan kebohongan. Kaum borjuasi tidak bisa mengembalikan kondisi masa lalu. Mereka tidak tahu bagaimana keluar dari lubang yang mereka gali. Satu-satunya hal yang terpikirkan oleh mereka adalah untuk meletakkan beban krisis ini sepenuhnya di atas pundak kaum buruh dan kelas menengah. Oleh karena itu, sebuah skenario yang buruk akan terungkap bagi rakyat dimana-mana. Kaum borjuasi berbicara mengenai anggaran yang seimbang, tetapi ini mustahil tanpa pemotongan taraf hidup yang besar. Ini akan tetap benar bahkan pada saat pemulihan ekonomi.
Pada tanda pertama pemulihan, akan terjadi gelombang pemogokan-pemogokan, yang akan memberikan pengaruh yang besar pada semua organisasi buruh, mendorong mereka untuk berjuang kendati kepemimpinan mereka sekarang ini. Bahkan para pemimpin serikat buruh sayap kanan dan Sosial Demokrasi akan terpengaruh dan terdorong ke kiri oleh tekanan keras kepala dari bawah. Organisasi-organisasi massa akan tergoncang dari atas hingga bawah oleh gelombang radikalisasi. Akan ada satu gelombang pemogokan-pemogokan dan okupasi untuk melawan pemecatan dan penutupan pabrik.
Ancaman Fasisme?
Di dalam situasi transisional ini, kita akan menemukan segala macam kontradiksi, bukan hanya di Amerika Latin tetapi juga di Eropa, AS, dan seluruh dunia. Yang sedang kita lihat sekarang adalah tahapan awal dari polarisasi politik. Situasi ini memiliki karakter yang mudah meledak. Akan ada perayunan yang ekstrim dari kiri ke kanan di dalam opini publik, merefleksikan suasana gusar terutama di lapisan tengah masyarakat, yang sedang mencari jalan keluar dari krisis.
Dengan absennya alternatif partai buruh, kefrustasian buruh di AS dapat terekspresikan dalam cara-cara yang kontradiktif. Adalah mungkin bahwa setelah kegagalan Obama untuk mengantarkan janji “harapan” dan “perubahan”nya kekecewaan terhadap Partai Demokrat bisa membawa kembalinya Partai Republikan di atas basis abstensi yang besar dan suara protes. Di sebuah sistem yang didominasi oleh dua partai kapitalis, “orang yang lain” akan meraup keuntungan dari kegagalan mereka yang ada di tampuk kekuasaan. Kaum Republikan, yang kalah besar tahun lalu, sudah mendapat beberapa kemenangan di pemilu-pemilu mendadak. Ayunan politik macam ini merupakan watak dasar dari situasi sekarang ini.
Tidak heran kalau para sektarian, yang di belakang keultra-kirian mereka terdapat sebuah ketidakpercayaan terhadap kelas bekerja yang besar, akan mengatakan bahwa ini adalah satu bukti bahwa masyarakat sedang bergerak ke kanan. Namun, dalam kenyataannya ini adalah sebuah tahapan yang tidak terelakkan dalam pendidikan politik rakyat, yang harus melalui sekolah Obama dan Demokrat supaya akhirnya bisa menghilangkan semua harapan pembebasan di atas tangan Partai Demokrat. Ini akan menjadi satu proses yang sulit dan berkepanjangan. Tetapi cepat atau lambat, kaum buruh Amerika akan menyadari bahwa satu-satunya jalan ke depan adalah pecah dengan kaum Demokrat dan membangun sebuah partai buruh berdasarkan serikat-serikat buruh. Ini akan mengubah semua persamaan di dalam politik Amerika, dan membuka kesempatan-kesempatan baru untuk kaum Marxis.
Kita menyaksikan ayunan tajam yang serupa di dalam opini publik di Eropa. Pada pemilu Eropa 2009, kaum Sosial Demokrat terutama mengalami kekalahan yang besar dan di beberapa negara kelompok ultra-kanan meraih beberapa dukungan. Hasil-hasil pemilu ini mengindikasikan sebuah perasaan gusar, frustasi, dan kecewa terhadap status quo “mainstream” di dalam politik Eropa. Tidak mengherankan, sekte-sekte ultra-kiri segera mulai berteriak “Fasisme!”. Ini adalah satu omong kosong yang tidak bertanggungjawab. Korelasi kekuatan-kekuatan kelas di semua negara tidak memungkinkan bangkitnya fasisme pada tahapan sekarang ini.
Sebelum Perang Dunia Kedua, di negara-negara seperti Italia dan Spanyol, kelas pekerja adalah minoritas. Bahkan di Jerman pada saat itu ada kelas tani yang besar yang dapat dengan mudah direkrut oleh argumen-argumen demagogik dari kaum kanan ekstrim dan partai-partai fasis. Di Prancis juga sama sebelum Perang Dunia Kedua. Sekarang kelas tani hampir menghilang di kebanyakan negara Eropa dan kaum buruh adalah mayoritas penting di masyarakat. Pada tahun 1930an, para pelajar adalah anak-anak orang kaya. Kebanyakan dari mereka adalah kaum kanan konservatif dan banyak yang merupakan fasis dan kaum Nazi. Di Inggris tahun 1926, para pelajar adalah penghancur-pemogokan. Di Jerman, Italia, dan Austria, kebanyakan pelajar adalah fasis. Sekarang, di hampir semua negara para pelajar adalah sayap-kiri atau bahkan revolusioner.
Gejolak di dalam kelas menengah menemukan segala macam ekspresi, dan ini merefleksikan watak heterogen dari kelas itu. Suara untuk Partai Hijau dan partai-partai serupa adalah sebuah indikasi bahwa lapisan borjuis kecil sedang mencari jalan kelar dari kebuntuan kapitalisme. Gerakan “anti kapitalis” di beberapa negara menunjukkan hal yang sama. Gerakan anti-perang yang meledak untuk menentang invasi Irak menunjukkan potensi revolusioner di dalam masyarakat. Gerakan-gerakan yang serupa juga tidak terelakkan sebagai akibat dari petualangan-petualangan imperialis di Afrika, Timur Tengah, dan Amerika Latin.
Krisis kapitalisme direfleksikan sebuah sebuah krisis dari partai-partai borjuis yang sekarang eksis dan munculnya di sejumlah negara sebuah formasi sayap kanan baru seperti partai Le Pen di Prancis, Laos di Yunani, BNP di Inggris, Lega Nord di Italia, Vlaams Blok, PVV di Belanda dan FDP di Austria. Tetapi di tempat pertama, ini adalah formasi yang tidak stabil. Fluktuasi tajam dalam dukungan elektoral mereka merefleksikan ayunan yang penuh gejolak dalam “opini publik”, yang kecewa dengan partai-partai yang ada dan sedang mencari jalan keluar dari krisis. Di tempat kedua, adalah keliru untuk mengkarakterisasi formasi ini sebagai partai fasis. Fasisme bukanlah sebuah terma umum yang boleh digunakan untuk menjelaskan semua bentuk rejim atau partai reaksioner. Kaum Marxis membedakan bentuk-bentuk rejim reaksioner yang berbeda-beda. Contohnya, Trotsky menggambarkan kediktaturan Primo de Rivera di Spanyol antara tahun 1923 dan 193 sebuah rejim bonapartis, dan dia mengkritisi para pemimpin Komintern yang mengkarakterisasi rejim tersebut sebagai “fasis”.
Trotsky menjelaskan bahwa bonapartis Primo de Rivera “menumbangkan pemerintah dengan bantuan negara dan kekuatan militer.” Dan menambahkan bahwa, “Fasisme muncul dari fenomena massa dari kelas borjuis kecil, lumpen proletar, dan juga dari lapisan terbelakang dari kelas buruh. Kediktaturan Spanyol dan Italia adalah dua bentuk kediktaturan yang berbeda. Kita harus membedakan mereka.”
Dia menjelaskan bawah “basis sejati [dari fasisme] adalah kelas borjuis kecil. Di Italia fasisme memiliki basis yang sangat luas – kaum borjuis kecil di kota-kota besar dan kecil, dan petani. Di Jerman, sama halnya juga, ada basis yang besar untuk fasisme.”
Pertumbuhan ekonomi 60 tahun terakhir telah mengecilkan basis massa untuk fasisme, yakni kelas borjuis kecil. Kaum tani di negara-negara kapitalis maju hampir seluruhnya menghilang dan sebagian besar dari populasi telah menjadi proletar.
Ini menjelaskan mengapa fasisme tidak ada dalam posisi untuk mengembangkan sebuah basis massa hari ini, seperti halnya pada masa lalu. Yang harus dipertimbangkan juga adalah bahwa pengalaman rejim Hitler dan Mussolini telah membuat kelas penguasa mengambil kesimpulan yang sama. Mereka akan menggunakan kekuatan-kekuatan fasis sebagai tenaga pembantu tetapi tidak sebagai instrumen langsung untuk menghancurkan kelas pekerja dan organisasinya segera setelah mereka meraih kesimpulan bahwa kekuasaan mereka terancam.
Secara historis, fasisme muncul sebagai sebuah kekuatan ketika kapitalisme telah memasuki sebuah krisis yang parah, dimana kapitalisme sudah tidak dapat memerintah dengan cara memberikan reforma dan menstabilkan masyarakat. Fasisme muncul ketika kelas penguasa perlu menghancurkan organisasi kelas buruh yang mengancam kekuasaan borjuis.
Kemenangan fasisme di masa lalu adalah satu hal yang mungkin di atas basis situasi sejarah yang unik, sebuah perimbangan kekuatan kelas yang unik, dan juga karena kaum borjuasi merasa mereka tidak punya jalan lain untuk memerintah masyarakat. Sebelum kebangkitan fasisme, kita menyaksikan gerakan massa kelas buruh revolusioner, seperti di Italia tahun 1918-1920, yang berkulminasi pada okupasi pabrik-pabrik, atau beberapa usaha kelas buruh Jerman untuk merebut kekuasaan setelah Perang Dunia Pertama. Hanya setelah sebuah gerakan revolusioner yang gagal, dan ketika kaum borjuis merasa terancam, baru kaum borjuis berpaling ke fasisme, yang tugasnya adalah untuk meluluh lantakkan kelas pekerja sepenuhnya. Sekarang dimanapun di Eropa kaum borjuasi tidak terancam kehilangan kekuasaan. Sebaliknya, pada masa kini kaum borjuasi bersandar pada para pemimpin gerakan buruh. Ini akan berubah ketika serikat-serikat buruh terpaksa menjadi oposisi.
Perspektif ke depan untuk kita adalah peningkatan perjuangan kelas. Perkembangan revolusioner ada di depan kita, bukan di belakan kita. Ini berarti kelas penguasa dimana-mana sedang bersiap-siap untuk perkembangan ini.
Di Amerika Serikat, kaum ultra-kanan telah dimobilisasi dengan apa yang disebut partai-partai teh dalam persiapan mereka untuk pertempuran di masa depan. Di Italia, Lega Nord telah mendapat dukungan di Utara terutama karena kekecewaan dengan para mantan “komunis”. Ini adalah sebuah partai yang reaksioner, sovinis, dan anti-imigran. Bossi adalah seorang demagog yang ekstrim kanan, tetapi Lega bukanlah sebuah partai fasis dan karena watak dasarnya tidak dapat menjadi partai seluruh-Italia.
Apa yang tampak nyata adalah bahwa sisa-sisa partai-partai fasis lama, seperti MSI di Italia, dimana mereka mendapatkan basis dan masuk parlemen, menjadi “terhormat” dan bergerak menjauhi metode-metode dan program-program lama mereka demi kesuksesan elektoral. Secara signifikan, partai fasis Itali yang lama (MSI) pertama berubah menjadi sebuah Partai Konservatif, dan kemudian berfusi dengan partainya Berlusconi menjadi satu formasi borjuis tunggal, dengan Fini menuntut pemotongan pengeluaran publik (berlawanan dengan tuntutan dari sebuah partai fasis yang sejati). Di masa lalu, MSI terlibat menyerang dan membunuh aktivis serikat buruh dan kaum komunis.
Partai-partai reaksioner ini menggunakan demagog propaganda anti-imigran untuk mendapatkan gaung dari lapisan masyarakat yang paling terbelakang. Pada tingkatan tertentu ini sesuai dengan tujuan dari kelas penguasa, yang selalu ingin memecah belah buruh dengan garis nasional. Tetapi kaum borjuis membutuhkan kaum imigran, yang menyediakan mereka dengan sumber tenaga kerja yang murah, dan mereka tidak dapat membiarkan geng-geng sayap kanan bergerak terlalu jauh dalam memprovokasi gerakan massa.
Walaupun kita harus memperhatikan fenomena-fenomena ini, dan mengintervensi dalam perjuangan melawan fasisme dan rasisme dengan tuntutan-tuntutan transisional yang tepat yang menghubungkan masalah-masalah ini dengan masalah kelas dan perjuangan sosialisme, kita harus mempertahankan pemahaman yang berimbang (sense of proportion). Tidak ada di antara partai-partai dan gerakan-gerakan reaksioner ini yang dapat dibandingkan dengan kekuatan Mussolini pada awal 1920an, atau bahkan CEDA, gerakan massa pendeta-fasis yang dipimpin oleh Gil Robles di Spanyol pada tahun 1933-34. Pada pemilu baru-baru ini di Inggris, contohnya, BNP menderita kekalahan besar dan kehilangan kursinya kepada Partai Buruh. Di Denmark juga Partai Rakyat Denmark yang anti-imigran telah kehilangan dukungan.
Benar kalau kelas penguasa dengan membuat persiapan-persiapan untuk masa depan, ketika mekanisme demokrasi parlementer yang “normal” sudah tidak dapat mengendalikan gerakan massa. Dimana-mana kita melihat tendensi untuk menghambat dan memotong kebebasan demokrasi yang telah dimenangkan oleh kelas buruh di masa lalu. Menggunakan 9/11 sebagai alasan, administrasi Bush bergegas melewatkan legislasi anti-demokrasi yang dikamuflase sebagai “hukum anti-teror”. Ini telah diimitasi oleh banyak negara-negara kapitalis. Hukum ini akan digunakan di masa depan untuk melawan gerakan buruh.
Di Inggris dan negara-negara lain kelas penguasa telah mencanangkan hukum-hukum anti serikat buruh yang memangkas hak untuk mogok. Ada gerakan untuk memotong hak orang-orang yang ditahan dan dapat dipenjara tanpa pengadilan di bawah hukum anti-teroris. Kekuatan polisi sedang menyempurnakan teknik-teknik untuk merepresi demonstrasi, yang sekarang digunakan untuk melawan demonstran anti-globalisasi, anarkis, dan sebagainya, tetapi besok akan digunakan untuk melawan demo-demo buruh. Ini semua adalah peringatan untuk kelas buruh.
Akan tetapi, pada tahapan ini, kaum borjuasi lebih memilih untuk berkuasa dengan medium demokrasi parlementer formal, yang lebih ekonomis dan lebih kurang beresiko dibandingkan kediktaturan yang tidak stabil. Mereka dapat bersandar pada para pemimpin serikat buruh dan Sosial Demokrasi, yang pada tahap ini adalah dukungan mereka yang paling dapat diandalkan. Pada saat ini mereka membutuhkan organisasi-organisasi reformis massa. Pada kenyataannya, mereka tidak dapat bertahan lama bila pendukung-pendukung ini ditarik dari mereka.
Kelas penguasa oleh karenanya tidak perlu menghancurkan organisasi-organisasi buruh, walaupun jika mereka mampu melakukannya. Namun ini semua dapat berubah. Dengan semakin mendalamnya krisis, tekanan pada para pemimpin reformis akan bertambah kuat agar mereka pecah dengan kaum borjuasi. Trotsky menunjukkan bahwa ada sebuah tendensi organik di antara para petinggi serikat buruh untuk berfusi dengan pemerintah borjuis, dan kita melihat tendensi ini termanifestasikan berulang kali. Tetapi untuk menjaga aliansi mereka dengan para pemimpin serikat buruh, kaum borjuasi harus memberikan mereka sejumlah konsensi untuk ditawarkan kepada buruh. Sekarang ini telah menjadi mustahil.
Pada satu tahapan tertentu, para pemimpin serikat buruh akan terpaksa berubah, pertama menjadi semi-oposisi, dan kemudian menjadi oposisi terbuka. Mereka akan terpaksa menaruh diri mereka di depan buruh dalam perjuangan, kalau tidak mereka akan kehilangan posisi mereka dan digantikan oleh yang lain. Ketika kelas penguasa melihat bahwa mereka sudah tidak dapat lagi menggunakan serikat buruh sebagai anjing penjaga mereka, mereka akan melawan serikat buruh dan para pemimpin mereka. Di bawah kondisi krisis, kaum borjuasi akhirnya akan menarik kesimpulan: terlalu banyak kekacauan, terlalu banyak ketidaktertiban, terlalu banyak pemogokan dan demonstrasi. Mereka akan berusaha bergerak ke arah reaksi. Tetapi ini bukan perspektif yang segera.
Tidak ada prospek reaksi fasis atau Bonapartis di negara-negara kapitalis maju pada saat ini. Tetapi pada jangka panjang, bila buruh tidak merebut kekuasaan, situasi dapat berubah.
Baru-baru ini, pemimpin Komisi Eropa, Presiden Jose Manuel Barroso menjelaskan bahwa demokrasi dapat runtuh di negara-negara seperti Yunani, Spanyol, dan Portugal kecuali kalau sesuatu dilakukan untuk menyelesaikan krisis hutang ini. Dia menjelaskan bahwa negara-negara di Eropa Selatan dapat jatuh ke kudeta militer, bahwa “bila mereka tidak melaksanakan paket-paket penghematan, negara-negara ini dapat menghilang seperti yang kita ketahui mereka sekarang sebagai negara demokrasi. Mereka tidak punya pilihan. Ini adalah satu-satunya cara.”
Akan tetapi, juga benar bahwa kaum borjuasi Eropa memiliki pengalaman yang besar dalam hal fasisme di masa lalu, dan tidak akan begitu mudah menyerahkan kekuasaan pada para avonturir fasis lagi. Lebih mungkin bahwa, ketika kondisi reaksioner muncul di masa depan, ini akan dalam bentuk kediktaturan militer (Bonapartisme). Kemungkinan ini didiskusikan di Italia dan negara-negara lain pada tahun 1970an (“Gladio” dan Konspirasi P2)
“Gladio” adalah bagian dari rencana NATO di semua negara Eropa. Rencana ini menyatakan bahwa kudeta militer akan menjadi kebutuhan di negara Eropa. Kudeta kolonel di Yunani tahun 1967 adalah berdasarkan rencana ini. Ini mengindikasikan bahwa kaum borjuasi telah mengambil kesimpulan bahwa jauh lebih baik untuk mengandalkan aparatus tinggi militer daripada menyerahkan kekuasaan kepada elemen-elemen demagog dan populis yang mungkin tidak dapat mereka kendalikan.
Oleh karena itu, dimana mereka berada, kaum fasis kecil organisasinya secara umum. Mereka dapat menjadi kejam, penuh kekerasan, dan melakukan provokasi, tetapi tidak ada prospek bagi mereka untuk merebut kekuasaan.
Demokrasi borjuis adalah sebuah tanaman yang rapuh yang hanya dapat tumbuh di tanah subur kemakmuran ekonomi. Mendalamnya krisis secara tak terelakkan akan mengakibatkan polariasi tajam antara kelas-kelas yang tidak dapat ditampung di dalam saluran demokrasi normal. Akan tetapi kelas penguasa hanya akan menggunakan reaksi terbuka setelah kelas pekerja menderita serangkaian kekalahan yang sangat berat. Jauh sebelum masalah reaksi fasis atau Bonapartis timbul ke permukaan, kaum buruh akan berusaha berulang kali untuk merebut kekuasaan. Dan akan banyak peluang untuk membangun tendensi Marxis yang kuat di atas basis peristiwa-peristiwa.
Organisasi-organisasi Massa
Di dalam periode ini, masalah mengenai organisasi-organisasi massa akan menduduki satu posisi yang sentral bagi kaum Marxis. Krisis kapitalisme juga merupakan krisis reformisme. Kaum reformis memiliki ilusi bahwa adalah mungkin untuk kembali ke situasi di masa lalu sebelumnya. Tetapi ini mustahil. Perjuangan kelas di bawah kapitalisme adalah perjuangan untuk pembagian nilai lebih yang diciptakan oleh tenaga kelas pekerja. Selama kaum kapitalis menyedot nilai-lebih dalam jumlah yang memadai, mereka bisa membeli kedamaian sosial. Tetapi sekarang ini sudah tidak mungkin lagi.
Pada tahun 1970an, tendensi reformis kiri adalah tendensi yang dominan dan bahkan mulai mengambil karakter sentrisme dalam beberapa kasus. [Sentrisme bagi kaum Marxis adalah transisi dari reformisme kiri ke posisi revolusioner – Ed.] Tetapi pada tahun 1980an tren ini telah berbalik. Secara umum ada pergeseran ke kanan di semua partai-partai Sosial Demokratik, dan bahkan Partai-Partai Komunis. Tendensi reformis kiri dimana-mana sekarang lemah atau telah runtuh sepenuhnya. Ini adalah akibat dari tiga dekade boom ekonomi, yang telah menyegel degenerasi dari semua partai ini, degenerasi yang telah bergerak lebih jauh dari yang dapat diperkirakan oleh kaum Marxis.
Jauh dari bereaksi dengan sebuah program perjuangan untuk memobilisasi massa, krisis ini telah mendorong para pemimpin reformis ke arah yang sebaliknya. Mereka mendukung kaum borjuasi dan bail-out besar untuk para bankir dan kapitalis. Mereka akan mendukung pemotongan dan pengetatan, dengan dalil untuk “menyelesaikan masalah pengangguran”.
Para pemimpin reformis kanan berpikir bahwa mereka memenangkan pemilu karena kebijakan-kebijakan “cerdas” dan “realistis” mereka. Pada kenyataannya, dimanapun mereka memenangkan pemilu ini bukan karena kebijakan mereka, ataupun mereka sendiri. Mereka tertolong oleh boom kapitalisme dan absennya sebuah alternatif kiri. Tetapi dengan krisis sekarang ini, kebijakan mereka terekspos bangkrut. Para pemimpin sayap-kanan ini pada waktunya akan terlempar keluar dan digantikan oleh orang-orang lain, yang berdiri jauh di sebelah kiri, yang merefleksikan kemarahan massa dengan cara yang bagaimanapun bingung, parsial, atau inkonsisten. Ini adalah tahapan yang tak terelakkan.
Krisis ini akan menemukan ekspresinya di dalam serikat-serikat buruh. Di dalam artikelnya Perspektif untuk Kebangkitan Ekonomi (18 Agustus 1932), Trotsky menulis bahwa seorang revolusioner haruslah sabar. Dia juga menulis bahwa setiap anggota Partai harus bergabung dengan serikat-serikat buruh. Dia menekankan bahwa kaum revolusioner harus membentuk hubungan yang lebih dekat dengan organisasi-organisasi massa, terutama serikat buruh. Ini bukanlah sebuah kebetulan. Di dalam sebuah krisis, kaum buruh merasakan membutuhkan organisasi massa untuk membela kepentingan mereka, dan organisasi ini akan terpengaruh oleh krisis.
Dalam beberapa kasus, dengan pendekatan yang berani, kita akan bisa menaruh diri kita di kepemimpinan massa. Tetapi tidaklah mungkin sebuah organisasi revolusioner yang kecil bisa menggantikan organisasi massa tradisional. Massa rakyat tidak memahami hal-hal seperti kaum Marxis. Akan menjadi kesalahan yang fatal bila kita membingungkan kedua hal ini.
Kita telah kembali ke situasi yang digambarkan oleh Trotsky pada tahun 1938 di Program Transisional: sebuah krisis organik kapitalisme yang tidak ada jalan keluar kecuali dengan pemotongan lebih lanjut dan kejatuhan taraf hidup. Akan tetapi, ketika Trotksy menulis mengenai krisis organik, dia tidak mengatakan bahwa tidak akan ada pemulihan sementara. Siklus boom-dan-bust tidak akan hilang sampai kapitalisme ditumbangkan. Tetapi di dalam periode kebangkrutan kapitalisme, siklus ini tidak sama seperti ketika dalam periode ekspansi mudanya.
Keruntuhan Stalinisme telah menguatkan secara penuh degenerasi reformis dan nasionalis dari para mantan Stalinis, seperti yang diprediksikan oleh Trotsky pada tahun 1928. Di Italia, partai “Komunis” yang lama, setelah perpecahan PRC (Partito Rifondazione Comunista, Partai Refondasi Komunis), mengubah dirinya menjadi Partai Demokrat – sesuatu yang dicoba oleh Blair dengan Partai Buruh di Inggris, tetapi gagal. Namun, argumen para sekte ultra-kiri bahwa Partai-Partai Komunis sudah habis bukanlah sesuatu yang baru dan ini berkontradiksi dengan pengalaman sejarah.
Pada tahun 1931, Partai Komunis Prancis menyusut sampai 5000 anggota saja akibat dari kebijakan ultra kiri Periode Ketiga [Periode Ketiga adalah kebijakan ultra kiri Stalinis yang mengatakan bahwa kapitalisme sudah memasuki krisis akhirnya dan kaum sosial demokrasi adalah sama dengan kaum sosial fasis – Ed.]. Tetapi ia segera pulih dan menjadi sebuah kekuatan massa. Pada tahun 1968, Partai Sosialis Prancis hanya mendapatkan 4% suara di pemilu dan diabaikan oleh sekte-sekte, tetapi ia lalu menjadi partai utama dari kelas pekerja. Di Inggris, Partai Buruh pada tahun 1980an hanya mendapatkan 28% suara dan semua orang berpikir bahwa “Partai Buruh tidak akan pernah lagi mememangkan pemilu.” Namun pada tahun 1998 Partai Buruh meraih kemenangan telak. Ada banyak contoh yang lainnya.
Penjelasannya sederhana. Kaum buruh tidak punya alternatif lain selain organisasi massanya. Walaupun suara pemilu bisa naik atau turun, tetapi partai-partai reformis dan mantan Stalinis masih memiliki dukungan yang besar dari rakyat. Buruh tidak mengerti organisasi-organisasi kecil. Ketika mereka bergerak, mereka niscaya akan mengekspresikan diri mereka melalui organisasi massa tradisional. Hukum ini diformulasikan oleh Ted Grant dan telah dikonfirmasikan oleh pengalaman sejarah. Semua usaha sekte-sekte untuk membentuk partai massa revolusioner di luar organisasi-organisasi massa telah gagal. Mereka tidak mengerti bagaimana kelas bergerak.
Ada yang mengatakan bahwa kesadaran telah terlempar ke belakang. Tetapi sejarah materialisme mengajarkan kita bahwa kondisi menentukan kesadaran. Masalahnya adalah bahwa kesadaran tertinggal di belakang situasi objektif, organisasi-organisasi massa tertinggal di belakang, dan di atas segalanya, kepemimpinan kelas pekerja bahkan tertinggal jauh lebih di belakang. Ini adalah kontradiksi utama di periode sekarang ini. Ini harus diselesaikan, dan ini akan terselesaikan. Secara dialektis, kesadaran akan mengejar realitas dengan cara yang eksplosif.
Lapisan-lapisan baru yang akan masuk ke dalam perjuangan akan jauh lebih militan daripada generasi yang lebih tua, yang psikologinya telah terbentuk di dalam tahun-tahun boom ekonomi, tetapi mereka tidak punya pengalaman langsung dan mereka tidak membaca program-program partai atau pidato-pidato para pemimpin. Mereka dipandu oleh sebuah gagasan yang samar-samar bahwa kita perlu mengubah masyarakat. Di periode selanjutnya, partai-partai massa akan dipenuhi dengan ribuan buruh dan kaum muda yang ingin mengubah masyarakat.
Ini akan memiliki sebuah pengaruh terhadap kepemimpinan, yang juga akan diganti berulang-kali. Proses ini akan dimulai di serikat-serikat buruh, dimana para pemimpin lama yang terbentuk di periode boom ekonomi akan berada di bawah tekanan yang besar: mereka akan merespon tekanan ini dan mulai memberikan kepemimpinan, atau mereka akan terdorong keluar dan digantikan oleh elemen-elemen yang lebih baru dan segar yang lebih dekat dengan suasana hati para anggota. Krisis dan perpecahan adalah tak terelakkan, dengan kebangkitan tendensi-tendensi reformis kiri dan sentris pada satu tahapan tertentu.
Bahaya Ultra-kiri
Penundaan lama dalam realisasi perspektif kita mengenai oganisasi massa telah menghasilkan sejumlah kebingungan bahkan di dalam barisan kaum Marxis, yang terrefleksikan di dalam tendensi oportunis dan ultra-kiri. Ketidaksabaran adalah sumber dari oportunisme dan juga ultra-kiri. Mereka adalah dua sisi dari koin yang sama. Kedua tren ini berusaha mencari jalan pintas ke massa rakyat. Mereka ingin menuai dimana mereka belum menabur bibit. Ini mustahil. Kita tidak boleh memberikan konsesi kepada tendensi-tendensi ini. Tendensi Marxis diciptakan dari perjuangan tanpa belas kasihan untuk membebaskan dirinya dari oportunisme dan ultrakiri-isme.
Tendensi Marxis tidaklah imun dari tekanan kapitalisme. Perubahan yang tiba-tiba dan juga karakternya yang kontradiktif niscaya merefleksikan dirinya dalam perbedaan-perbedaan pendapat, dan bahkan konflik-konflik yang tajam. Ini bukanlah satu kebetulan. Perbedaan yang tampak sepele pada periode sebelumnya sekarang menjadi serius ketika situasi berubah. Kesalahan-kesalahan kecil di beberapa seksi, yang dalam situasi “normal” dapat dibenarkan dalam jangka waktu panjang melalui diskusi, dapat tumbuh menjadi masalah yang lebih serius.
Ketidaksabaran dengan pacu perkembangan peristiwa sedang mempengaruhi semua lapisan akvitis yang tidak memiliki keuntungan perspestif Marxis yang ilmiah. Banyak aktivis di sekitar kita yang terdemoralisasi dan pesimis, dan suasana hati seperti ini dapat menjangkiti beberapa kamerad kita juga. Kekalahan-kekalahan masa lalu telah meninggalkan setumpuk mayat-mayat politik, beberapa dari mereka tidak siap untuk berbaring saja dan sebaliknya mereka berkeliaran seperti zombi di dalam film horor murahan, memangsa mereka yang hidup, yang ingin mereka ubah menjadi zombi seperti mereka sendiri.
Beberapa kamerad, di bawah pengaruh selapisan aktivis yang telah terbakar dan terdemoralisasi, menyalahkan massa, dan jatuh ke dalam perangkap yang disebut oleh Trotsky sebagai skeptisisme busuk. Yang lain, tanpa mengakuinya, mulai mempertanyakan perspektif kita untuk organisasi buruh tradisional, partai massa buruh, dan serikat buruh. Mereka menganggap organisasi-organisasi ini sebagai sesuatu yang tidak bisa lagi diselamatkan, dan lalu berpetualang dalam usaha sia-sia untuk menemukan “partai massa buruh” yang baru.
Masalah yang utama adalah krisis di dalam kepemimpinan kelas pekerja, peran-peran yang dimainkan oleh para pemimpin partai massa buruh dan serikat buruh, ditambah oleh karakter kompleks dan kontradiktif dari fase yang sedang kita lalui. Kita masih hanya sebuah organisasi kecil dengan beberapa ribu kader di seluruh dunia. Kekuatan kita masih terlalu kecil untuk memiliki pengaruh yang besar di dalam gerakan massa. Kita masih dalam tahap merekrut satu dan dua, walaupun seperti yang ditunjukkan oleh pengalaman di Brazil kita juga dapat memenangkan sekelompok buruh bila kita bekerja dengan tepat.
Kita harus memiliki sense of proportion, yakni tahu batas kekuatan kita sendiri. Terutama pada saat ini kita sedang membangun sebuah organisasi kader. Kita tidak boleh melakukan kesalahan yang fatal dalam melebih-lebihkan kekuatan kita sendiri. Tetapi situasi sekarang ini lebih menguntungkan dibandingkan ketika kita membentuk organisasi ini. Kita telah melakukan beberapa kesalahan; tetapi neraca kerja kita selama dekade terakhir sangatlah baik. Otoritas politik kita tidak pernah lebih tinggi daripada sekarang.
Tidak ada obat mujarab atau jalan pintas. Ketidaksabaran adalah musuh terburuk kita. Kita harus memiliki kesabaran dan keyakinan pada kelas pekerja. Kita tidak boleh bergerak terlalu di depan kelas pekerja, tetapi kita harus menemani mereka dalam pengalaman mereka. Lenin sangat gemar mengutip perumpamaan Rusia: “kehidupan adalah guru”. Kaum buruh sedang belajar, menarik kesimpulan dari pengalaman-pengalaman mereka. Kita harus berpartisipasi di dalam perjuangan kaum buruh dan muda, dan di setiap tahapan secara sabar menjelaskan kepada mereka yang ada di sekitar kita dan kepada kamerad kita sendiri arti-arti dari peristiwa yang terjadi.
Di atas segalanya, kita sedang membangun sebuah organisasi kader. Ini adalah prasyarat untuk keberhasilan kita di hari depan. Engels menunjukkan (dan Lenin menekankan ini) bahwa selain perjuangan ekonomi (pemogokan) dan perjuangan politik, kita juga harus menaruh perhatian besar pada perjuangan ideologi. Ini terutama sangat penting pada persimpangan sejarah sekarang ini. Kita unik dari tendensi-tendensi yang lain yang mengklaim mewakilkan Marxisme dan Trotskisme, dimana kita telah secara konsisten membela dan mengembangkan teori Marxis. Produksi teoritis kita adalah yang membedakan kita di saat ketika tendensi-tendensi yang lain telah mencampakkan perjuangan teori. Kebencian terhadap teori selalu merupakan jaminan kebangkrutan politik dan organisasional, seperti yang ditunjukkan oleh nasib dari Internasional yang lama.
Masa depan kita tergantung pada kemampuan kita untuk melatih kader-kader. Kita harus melawan tekanan-tekanan oportunisme dan ultrakiri-isme dan berjuang melawan tendensi-tendensi tersebut di tubuh organisasi kita. Niscaya kita akan kehilangan beberapa kamerad. Tidak semua orang bisa berenang melawan arus. Banyak yang tidak bisa beradaptasi pada kondisi baru ketika arus mulai berubah. Bukanlah sebuah kebetulan bahwa justru pada saat inilah terjadi krisis di dalam gerakan Kiri. Tekanan-tekanan dari situasi objektif akan terekspresikan di antara anggota-anggota kita, dan ini akan secara kejam mengungkapkan kelemahan-kelemahan yang sebelumnya tersembunyi. Ini tak terelakkan. Tendensi revolusioner tidaklah imun terhadap tekanan-tekanan di dalam masyarakat dan gerakan buruh.
Untuk kaum ultra-kiri, situasinya selalu revolusioner, dan kaum proletar selalu siap untuk mengadakan pemogokan umum dan membangun barikade. Orang-orang ini hidup di sebuah dunia yang jauh terpisah dari kehidupan nyata kaum buruh. Bagi mereka, program transisional tidak pernah eksis. Mereka terkutuk menjadi impoten.
Kita tidak bisa menuai dimana kita belum menabur bibit. Inilah yang sedang dicoba dilakukan oleh kaum ultrakiri. Kerja di dalam organisasi-organisasi massa adalah kerja jangka panjang dan membutuhkan kesabaran, memenangkan posisi satu demi satu, memenangkan dan melatih kader satu dan dua. Tidak ada pengganti untuk ini. Kelas pekerja tidak memahami organisasi “revolusioner” kecil, dan harus selalu mengekspresikan diri mereka melalui organisasi kelas tradisional. Dalam kata-kata Ted Grant: “Di luar gerakan buruh tidak ada apa-apa.”
Perspektif dan Tugas
Perspektif adalah sebuah sains, tetapi ia bukanlah sebuah sains yang jitu. Cabang fisika tertentu dapat memberikan prediksi dengan kejituan yang mengejutkan, tetapi ada cabang sains lainnya, seperti geologi, yang tidak memiliki privilese seperti itu. Sampai hari ini, kendati perkembangan di dalam ilmu seismologi, mustahil untuk memprediksi waktu terjadinya gempa bumi. Yang dapat dikatakan hanyalah bahwa di tempat ini-dan-itu terdapat garis kerak bumi (fault line) dan cepat atau lambat sebuah gempa bumi akan terjadi.
Situasinya bahkan lebih kompleks dalam ilmu sosial. Kita cukup membaca komentar-komentar putus-asa dari para ekonom borjuis beberapa bulan belakangan ini. Tuan-tuan dan nyonya-nyonya terhormat yang sebelumnya berpikir bahwa model-model terperinci mereka dapat memprediksi tindak-tanduk ekonomi kapitalis dunia, dan yang sebelumnya dengan penuh percaya diri memprediksikan kemustahilan kemerosotan ekonomi, sekarang memukul dada mereka dalam perasaan bersalah di depan publik. Barry Eichengreen, seorang sejarahwan ekonomi yang ternama, menulis: “Krisis ini telah menebarkan keraguan mengenai apa yang kita sebelumnya ketahui mengenai ilmu ekonomi.” Paul Krugman, yang telah dihadiahi Hadiah Nobel untuk ilmu ekonomi pada tahun 2008, telah mengatakan: “Selama tiga puluh tahun terakhir, teori makroekonomi sangat tidak berguna, dan lebih parah lagi secara positif berbahaya.”
Kaum borjuasi tidak mengerti apa-apa. Mereka tidak tahu yang yang sedang terjadi dan sekarang ada dalam kepanikan. Inilah mengapa mereka mengambil kebijakan-kebijakan yang tidak bertanggungjawab dari sudut pandang ekonomi ortodoks. Ini adalah satu tanda keputusasaan. Ketidakmampuan dari para ekonom borjuis untuk menjelaskan segala sesuatu sangatlah jelas. Kaum Marxis mampu memprediksikan keniscayaan dari kemerosotan ekonomi, dan dalam hal ini mereka jauh lebih superior daripada para ekonom borjuis. Tetapi kita tidak bisa memprediksikan waktu kejadian ini seperti halnya ahli seismologi tidak mampu memprediksikan gempa bumi besar yang menghancurkan Haiti.
Adalah keliru untuk menuntut lebih dari apa yang bisa diberikan oleh sebuah dokumen perspektif. Perspektif bukanlah sebuah rencana yang siap-jadi mengenai apa yang akan terjadi (ini namanya bola kristal), tetapi sebuah hipotesa kerja. Dan seperti semua hipotesa, ia harus selalu dicek oleh lajunya perisitiwa nyata, diisi dengan data-data baru, dimodifikasi, atau bahkan ditolak. Dalam kata lain, perspektif adalah sebuah proses aproksimasi (penaksiran) yang suksesif.
Mari kita jelaskan ini dengan cara yang berbeda. Sebelum seorang jendral pergi berperang, dia pertama-tama harus mengerjakan sebuah rencana perang, yang berusaha untuk memperkirakan bagaimana peperangan akan berlangsung. Dia akan mempertimbangkan semua informasi yang tersedia, seperti jumlah pasukannya dan jumlah pasukan musuhnya, kondisi pelatihan dan moral mereka, dan kekuatan tembak relatif dari kedua sisi, geografi medan perang, cuaca, dan sebagainya. Dia juga akan mencoba mengantisipasi gerakan musuh yang paling mungkin, taktik-taktik mereka, dan sebagainya.
Seperti yang dikatakan Napoleon, ini adalah sebuah persamaan yang sangat rumit dengan jumlah variabel yang hampir tidak terbatas. Namun, hanya seorang jendral yang buruk yang mengirim pasukannya ke peperangan tanpa sebuah rencana perang. Di pihak lain, bahkan akan lebih buruk bila sang jendral bersikeras ingin mengikuti rencana perang awalnya secara kaku dan mengabaikan perubahan-perubahan yang terjadi pada saat jalannya perjuangan yang awalnya tidak dia antisipasi.
Dengan secara konstan mengubah dan mengadaptasi perspektif kita berdasarkan situasi yang berubah, kita akan membantu meningkatkan tingkat pemahaman kita. Tujuan kita adalah untuk menentukan sebaik mungkin tahapan politik, ekonomi, dan sosial yang sedang kita lalui sekarang, guna mengintervensi gerakan, membangun akar di dalam kelas pekerja, dan membangun organisasi kita dengan lebih efektif.
Sebuah kemerosotan ekonomi yang dalam bukanlah perspektif terbaik untuk kerja kita. Perspektif yang paling menguntungkan adalah perspektif yang paling mungkin: yakni sebuah periode pertumbuhan lemah yang panjang yang disertai dengan serangan terus-menerus terhadap taraf hidup rakyat. Perspektif semacam ini adalah sebuah resep untuk perjuangan kelas. Satu hal yang pasti: mereka tidak akan bisa kembali ke hari-hari boom ekonomi paska-1945. Bahkan untuk kembali ke boom konsumsi artifisial pada tahun 1990an adalah satu hal yang diluar kemampuan mereka sekarang.
Lenin pernah menulis sebuah artikel dengan judul Bahan-Bahan Mudah Terbakar di Dunia Politik. Sekarang dimana-mana ada bahan mudah terbakar, dan kondisi untuk revolusi semakin matang.
Kita sedang memasuki satu periode yang paling bergejolak, yang akan berlangsung selama bertahun-tahun, serupa dengan periode di Spanyol dari tahun 1930 hingga 1937. Akan ada kekalahan-kekalahan dan kemunduran-kemunduran, tetapi di bawah kondisi ini rakyat akan belajar dengan cepat.
Tentu saja kita tidak boleh melebih-lebihkan: kita masih ada di awal periode tersebut. Ini bukanlah sebuah proses yang sederhana. Kita harus sabar. Tetapi dua hal yang jelas: setidaklnya kita dapat mulai melihat awal dari perubahan kesadaran massa rakyat. Jutaan rakyat sekarang terbuka pada ide-ide Marxisme, tidak seperti dahulu kala.
Dalam situasi seperti ini, agitasi murni hanya memiliki nilai yang terbatas. Kaum buruh yang serius menginginkan penjelasan, bukan slogan. Tetapi melalui kemenangan dan kekalahan kelas pekerja akan belajar, dan ide-ide kita akan mulai mendapatkan gaung. Kita akan memiliki waktu untuk membangun kekuatan Marxisme. Kita memiliki waktu, tetapi waktu ini tidak terbatas. Kita harus memiliki urgensi untuk membangun tendensi kita.
Internasionale ini akan memainkan peran yang penting, bila kita tetap tenang dan tidak membuat terlalu banyak kesalahan. Kekuatan kita masihlah sangat kecil, kita sedang berjuang untuk membangun embrio pertama Internasionale di banyak negara, tetapi kita sudah mulai berkembang. Kita sudah bukan lagi hanya pengamat, tetapi kita sudah menjadi bagian aktif dalam gerakan di beberapa negara penting. Kita memiliki taktik dan metode yang tepat, dan di atas segalanya kita berkeyakinan untuk menghubungkan ide-ide ini ke organisasi massa kelas pekerja. Oleh karena itu, kita bisa penuh percaya diri akan masa depan kita.
Internasional kita memiliki jarinya pada denyut nadi sejarah. Kita harus mengikuti peristiwa-peristiwa dengan dekat, terutama kehidupan internal dari organisasi-organisasi massa. Di Lima Tahun Pertama Komintern, Trotsky menulis mengenai “tendensi yang tumbuh bersama revolusi, yang mampu melihat masa depan mereka, yang menentukan untuk dirinya sendiri tujuan-tujuan yang jelas dan tahu bagaimana untuk mencapai mereka.” (Vol 1, hal. 72)
Inilah yang kita butuhkan untuk bisa berhasil dalam menciptakan instrumen yang diperlukan oleh kaum proletar untuk membawa perubahan sosialis ke dalam masyarakat. Kita dapat maju ke depan dengan penuh kepercayaan dalam ide-ide Marxisme, penuh kepercayaan dalam peran revolusioner kelas pekerja, penuh kepercayaan dalam diri kita sendiri dan masa depan organisasi kita.