Tahun baru selalu mengedepankan satu pertanyaan yang sama pada semua buruh: berapa upah minimum tahun ini? Nasib jutaan buruh terikat oleh pertanyaan ini. Setiap tahun pula serikat-serikat buruh dan organisasi-organisasi kiri disibukkan dengan perjuangan meningkatkan UMR. Di penghujung tahun 2011 kemarin kita saksikan puluhan ribu buruh turun ke jalan dan mogok untuk menuntut kenaikan upah.
Yah, perjuangan kenaikan upah adalah bentuk paling dasar dari perjuangan kelas. Semenjak kapitalisme lahir, dua kelas – kapitalis dan buruh – terus berjuang memperebutkan nilai surplus produksi ini. Kenaikan upah berarti penurunan laba, dan sebaliknya. Buruh menuntut naik gaji; majikan menuntut upah murah. Dalam berbagai bentuk, kadang terbuka dan kadang tertutup, dua kelas ini berbenturan demi tuntutan dasar ini.
Namun tidak selamanya buruh hanya berjuang untuk kenaikan upah. Pada beberapa momen tertentu, buruh menjadi sadar bahwa tidak cukup hanya berjuang untuk upah, sebuah perjuangan yang tidak ada habis-habisnya ini. Buruh sadar bahwa untuk meraih kemenangan akhir mereka harus merebut mesin-mesin dari pemilik pabrik, bank-bank dari para kapitalis, dan tanah-tanah dari tuan tanah besar. Inilah yang dinamakan revolusi sosialis. Dalam sejarah kapitalisme kemenangan mutlak ini bisa dihitung dengan jari. Yang paling megah: Revolusi Rusia 1917, Revolusi Cina 1949, dan Revolusi Kuba 1959.
Perjuangan ekonomi menjadi perjuangan politik ketika buruh sadar bahwa mereka butuh tuas-tuas politik untuk melawan musuh mereka. Serikat buruh, organisasi dasar kaum buruh untuk memperjuangkan kenaikan upah, dirasa oleh buruh tidak lagi memadai untuk kebutuhan perjuangan mereka. Dari sinilah lahir partai politik buruh. Kalau kita lihat semua revolusi yang telah dimenangkan oleh buruh, tidak ada yang menang tanpa kehadiran sebuah partai buruh.
Segera setelah buruh berpartai dan berpolitik, maka matanya pun semakin terbuka pada perjuangan yang lebih luas sifatnya. Perjuangan kemerdekaan kita, misalkan, dirintis oleh kaum buruh rel kereta api dan pegawai pegadaian yang berserikat untuk menuntut penghidupan yang lebih baik dari Belanda. Dipimpin oleh Partai Komunis Indonesia pada tahun 1920an, kaum buruh mulai menggunakan perjuangan kelas bukan hanya untuk menuntut upah lebih tetapi juga menuntut kemerdekaan.
Lewat partai, buruh menjadi lebih terdidik akan 1001 masalah yang dihadapi oleh masyarakat luas ini. Lewat partai yang dibangun dengan tangannya sendiri, buruh pun sadar akan tugas historisnya: memimpin rakyat tertindas lainnya – tani, nelayan, dan kaum miskin kota – untuk menuju sosialisme. Dengan politik, kaum buruh dapat merealisasikan slogan: buruh berkuasa, rakyat sejahtera! Yah, hanya dengan berkuasanya buruh, secara ekonomi dan politik, maka masalah-masalah pelik yang dihadapi oleh bangsa ini dapat terselesaikan.
Tidak muluk-muluk apa yang ingin diperjuangkan oleh buruh: upah yang lebih baik. Namun, upah, satu tuntutan sederhana ini, dapat mendorong buruh melakukan apa yang tampaknya mustahil: menumbangkan kapitalisme dan membangun sosialisme.