Bab 7. Perang Rusia-Jepang
Rosa Luxemburg
Ketika Lyadov mendekati editor koran Sosial Demokratik Jerman, Vorwats, dengan permintaan untuk menerbitkan korespondensi mengenai situasi di Partai Rusia, dia diberitahu kalau Vorwarts “tidak dapat memberikan banyak ruang untuk gerakan di luar negeri, terutama Rusia, yang masihlah sangat muda dan memberikan sangat sedikit kontribusi pada gerakan Jerman.” Dengan nada birokratis yang congkak, yang diwarnai dengan kesempitan nasional, gambaran perkembangan Sosial Demokrasi Jerman di kemudian hari sudah dapat terlihat. Para perangkat Partai Jerman ini tidak tertarik dengan teori. Sementara memberikan layanan bibir kepada Marxisme, mereka tenggelam dalam rutinitas partai dan tugas-tugas serikat buruh sehari-hari. Apa yang dapat dipelajari oleh Partai Jerman dengan serikat-serikat buruh dan fraksi parlementernya yang kuat dari perseteruan internal sebuah partai asing yang kecil? Bagi selapisan besar pemimpin Jerman, internasionalisme sudah merupakan buku yang tersegel rapat.
Sikap sayap kiri Partai Jerman terutama sangat tidak membantu perjuangan kaum Bolshevik. Sampai pada 1914, Lenin menganggap dirinya pendukung Karl Kautsky, pemimpin Kiri Ortodoks Partai Sosial Demokrasi. Namun Kautsky menolak memberi Lenin ruang di jurnalnya, Die Neue Zeit, untuk menjelaskan posisi kaum Bolshevik. Di sebuah surat, Kautsky menulis: “Walaupun ada secuil harapan bahwa kaum Sosial Demokrat Rusia akan dengan sendirinya mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat mereka, saya tidak bisa membiarkan kamerad-kamerad Jerman mengetahui perbedaan-perbedaan pendapat ini. Bila mereka mengetahuinya dari sumber lain, tentu saja kita lalu harus mengambil posisi yang jelas.”[1] Di bawah tekanan kaum Menshevik, Kautsky mengambil posisi menentang Lenin. Tetapi ini dia lakukan dengan hati-hati. Selama perpecahan di Rusia tidak mengganggu kehidupan internal Partai Jerman, sama sekali tidak perlu membesar-besarkan ini, dan dia berharap semua masalah akan beres sendiri. Lagipula, bila Partai Jerman dapat mengakomodir semua orang, dari Bernstein di sayap kanan sampai Rosa Luxemburg dan Parvus di sayap kiri, kamerad-kamerad Rusia mestinya dapat berdamai tanpa harus pecah karena masalah-masalah sepele.
Oleh sebab itu, hanya argumen-argumen dari kaum Menshevik yang terdengar di Partai-partai Sosialis Eropa Barat. Disesatkan oleh penjelasan dari kaum Menshevik yang tendensius dan penuh kebohongan, Rosa Luxemburg menulis sebuah artikel yang diterbitkan oleh Kautsky di Die Neue Zeit di bawah judul: “Organizational Questions of the Russian Social Democracy”. Artikel ini telah diterbitkan ulang dalam bahasa Inggris dengan judul yang menyesatkan, yang tidak pernah digunakan saat Rosa Luxemburg masih hidup – “Leninism or Marxism?” Dalam artikel ini, Rosa Luxemburg mengulang omong-kosong dari kaum Menshevik mengenai “ultra-sentralisme” dan “metode-metode diktatorial” Lenin. Balasan Lenin terhadap artikel inilah yang justru ditolak oleh Kautsky untuk diterbitkan. Dalam balasannya, Lenin menghancurkan, satu demi satu, mitos-mitos yang diciptakan oleh kaum Menshevik mengenai gagasan-gagasan organisasionalnya – mitos-mitos yang sampai hari ini masih dengan rajin digunakan oleh musuh-musuh Bolshevisme. Argumen-argumen ini telah dijawab oleh Lenin:
“Kamerad Luxemburg mengatakan, contohnya, bahwa buku saya [“One Step Forward, Two Steps Back”] adalah sebuah ekspresi jelas dan detil mengenai cara pandang ‘sentralisme yang keras-kepala’. Kamerad Luxemburg oleh karenanya mengira bahwa saya mendukung satu bentuk organisasi ketimbang bentuk organisasi yang lain. Tetapi sebenarnya bukan begitu. Dari halaman pertama hingga halaman terakhir buku saya, saya mendukung prinsip-prinsip dasar dari sebuah sistem organisasi partai yang memungkinkan. Buku saya bukanlah mengenai perbedaan antara satu sistem organisasi dengan sistem yang lain, tetapi bagaimana sebuah sistem manapun dapat dipertahankan, dikritik, dan diperbaiki dengan cara yang konsisten dengan gagasan partai.”[2]
Posisi Rosa Luxemburg bukanlah sesuatu yang kebetulan. Selama bertahun-tahun, dia telah melakukan perjuangan yang keras melawan tendensi birokratis dan reformis dalam Partai Sosial Demokrat Jerman. Dia menyaksikan dengan penuh kekhawatiran konsolidasi satu pasukan besar fungsionaris serikat buruh dan partai, yang menjadi sebuah blok konservatif yang kuat. Dia mengetahui fenomena ini jauh lebih baik daripada siapapun, bahkan lebih baik daripada Lenin yang punya pengalaman langsung dengan Partai Jerman. Rosa Luxemburg memahami bahwa aparatus birokratis raksasa ini dapat berubah, pada momen perjuangan kelas yang menentukan, menjadi sebuah halangan besar bagi massa. Dan ini terbukti pada Agustus 1914, ketika semua kekhawatiran terburuk Rosa terkonfirmasi.
Bahkan bila kita membaca sekilas pamflet Rosa Luxemburg, akan menjadi jelas bahwa dia sebenarnya bukan sedang berpolemik melawan gagasan-gagasan Lenin (yang dia ketahui hanya dalam bentuk karikatur dari kaum Menshevik), tetapi degenerasi birokratis-reformis yang sangat dia kenal dalam partainya sendiri, SPD Jerman. Sungguh relevan karya Luxemburg ini dengan situasi di Partai Buruh Inggris dan Eropa hari ini! Dia menulis:
“Dengan tumbuh berkembangnya gerakan buruh, parlementerisme menjadi batu loncatan untuk para pengejar karier politik. Inilah mengapa banyak orang-orang ambisius yang gagal dari sisi borjuasi yang beramai-ramai memasuki partai-partai sosialis. Alasan lain dari oportunisme hari ini adalah sumberdaya materi besar dan pengaruh besar organisasi-organisasi Sosial Demokratik.”
“Partai berfungsi sebagai benteng untuk melindungi gerakan kelas dari penyimpangan ke arah parlementerisme borjuis. Untuk menang, tendensi-tendensi ini harus menghancurkan benteng ini. Mereka harus melarutkan lapisan proletariat yang aktif dan sadar-kelas dalam massa ‘pemilih’ yang cair.”[3]
Tentu saja, perjuangan untuk transformasi sosialis tidaklah menafikan partisipasi dalam pemilu atau parlemen. Sebaliknya, kelas buruh ada di garis depan perjuangan untuk hak-hak demokratis dan akan menggunakan setiap hak legal dan konstitusional untuk meningkatkan posisinya dan meletakkan dirinya di posisi kepemimpinan dalam perjuangan mengubah masyarakat.Pembangunan organisasi-organisasi serikat buruh yang kuat, juga, adalah bagian vital dari persiapan kelas buruh untuk melaksanakan tugas-tugas historisnya. Tetapi proses ini memiliki dua sisi. Kelas buruh dan organisasi-organisasinya tidaklah eksis dalam vakum. Di bawah tekanan dari kelas-kelas asing, organisasi-organisasi yang telah diciptakan oleh buruh untuk mengubah masyarakat telah menjadi cacat dan bangkrut. Tekanan opini publik borjuis menekan lapisan pemimpin.
Kelas penguasa telah mengembangkan 1001 cara untuk membuat korup dan mengooptasi para perwakilan buruh yang paling jujur dan militan bila mereka tidak memiliki fondasi teori dan perspektif Marxis yang kuat. Lapisan fungsionaris serikat buruh, yang semakin terpisahkan dari lantai-lantai pabrik, yang memperoleh berbagai macam keistimewaan kecil dan privilese, cenderung membentuk mentalitas yang asing, terutama ketika massa buruh tidak terlibat dalam perjuangan massa yang berfungsi sebagai kontrol terhadap kepemimpinan. Tetapi dalam periode panjang kemakmuran relatif, lapangan kerja yang penuh dan perdamaian kelas, tendensi yang dominan adalah para anggota akar rumput tidak berpartisipasi secara aktif dalam organisasi. Mereka mempercayai para pemimpin dan fungsionaris mereka untuk melakukan pekerjaan mereka. Ini adalah situasi di Jerman selama hampir dua dekade sebelum bencana Perang Dunia Pertama, dimana, lapisan birokrasi konservatif, yang berucap Marxis tetapi reformis dalam tindakannya, mengkonsolidasikan cengkeramannya terhadap gerakan buruh – sebuah proses yang terjadi juga di Prancis dan negeri-negeri Eropa Barat lainnya. Apa yang benar di serikat-serikat buruh adalah seratus kali lebih benar dalam fraksi parlementer Reichstag [parlemen Jerman – Pent.]. Didominasi oleh kaum intelektual dan kaum profesional [dokter, pengacara, jurnalis, profesor, dsb. – Pent.], dengan standar kehidupan yang berbeda dari jutaan buruh yang mereka wakili, para pemimpin Sosial Demokrat di parlemen bergerak ke kanan, berhasil melepaskan diri dari kontrol kelas buruh dan akhirnya berubah menjadi kasta konservatif yang berprivilese.
Sebagai reaksi terhadap ini, Rosa Luxemburg sangat menekankan gerakan spontan kelas buruh, dan menjunjung tinggi gagasan pemogokan umum revolusioner sampai ke tingkatan prinsipil. Reaksi berlebihan ini niscaya membawanya dari satu kekeliruan ke kekeliruan yang lain. Kita dapat mengatakan bahwa dalam perseteruannya dengan Lenin, termasuk mengenai masalah yang satu ini, Rosa Luxemburg keliru. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa semua kesalahan Rosa Luxemburg ini dapat dicari sumbernya dari insting revolusioner yang sejati, keyakinan tak-terbatas atas kekuatan kreatif kelas buruh, dan kebencian tanpa-kompromi terhadap para karieris dan birokrat yang menurut Trotsky adalah “kekuatan yang paling konservatif di seluruh masyarakat”. Kekhawatiran Rosa Luxemburg mengenai “sentralisme kejam” Lenin juga, untuk alasan yang sama, dirasakan oleh kaum Kiri Jerman lainnya, seperti Alexander H. Helfand, yang lebih dikenal dengan nama penanya, Parvus, yang karya-karyanya sangat dikagumi oleh Lenin, dan juga, pada saat itu, oleh Trotsky, yang setelah pecah dengan Menshevik, untuk beberapa waktu bekerja dengan dekat dengan Parvus.
Di kemudian hari, Trotsky mengakui bahwa dia keliru dan Lenin benar dalam masalah-masalah organisasional. Pamfletnya, “Our Political Tasks”, yang diterbitkan pada puncak perjuangan faksional tersebut, mengandung banyak kritik terhadap Lenin, yang kemudian hari Trotsky gambarkan sebagai “tidak dewasa dan keliru”.[4] Namun ada elemen-elemen bahkan dalam karya ini yang mengandung kebenaran terkait dengan sisi lain Bolshevisme, yakni psikologi dan tingkah laku perangkat partai (committee-men), yakni lapisan “orang-orang praktis” (“practicos”), yang beberapa bulan kemudian setelah diterbitkannya pamflet Trotsky yang kontroversial terlibat dalam konflik tajam dengan Lenin.
Lenin mencoba menghindari perseteruan, dengan menolak menjawab serangan-serangan bertubi-tubi yang diluncurkan terhadapnya. Tetapi tindakan Plekhanov akhirnya meyakinkannya bahwa tidak ada jalan lain. Ini dibuat teramat jelas oleh sebuah artikel Plekhanov di edisi ke-52 Iskra, yang berjudul “Where Not to Begin”, sebuah usaha memalukan untuk memberikan kedok teori untuk kapitulasi sang penulis. Di bawah editor yang baru, Iskra sekarang diubah menjadi sebuah organ faksional pihak minoritas [Menshevik]. Pihak mayoritas [Bolshevik] masih mengendalikan Komite Pusat. Tetapi setelah mengooptasi para editor lama ke Dewan Editorial, pihak minoritas sekarang memiliki mayoritas di Dewan Partai, yakni otoritas tertinggi partai. Pada akhir tahun, Lenin telah sampai pada kesimpulan bahwa satu-satunya cara untuk menanggulangi krisis ini adalah dengan menyelenggarakan Kongres Partai yang baru.
Seperti yang diduga, para pendukung pihak minoritas yang sekarang mengendalikan Dewan Partai menolak usulan Lenin. Akan tetapi, ketika Lenin membawa usulan ini ke KP, yang secara teoritis dikontrol oleh pihak mayoritas, dia menghadapi perlawanan tidak terduga dari para pendukungnya sendiri. Di kumpulan karya-karya Lenin, kita temui surat demi surat yang berusaha untuk meyakinkan para anggota KP bahwa usulannya adalah tepat. Tetapi kaum Bolshevik yang ada di KP merasa ragu dengan apa yang mereka lihat sebagai perpecahan final dengan kaum Menshevik. Lenin dengan pahit mengatakan: “Saya percaya bahwa yang ada dalam KP adalah kaum birokrat dan kaum formalis, dan bukannya revolusioner. Para pendukung Martov meludahi wajah mereka dan mereka menyekanya dan menceramahi saya: ‘Tidak ada gunanya melawan’!”[5]
Perang Dengan Jepang
Keputusan Lenin untuk pecah dengan Menshevik pada saat itu bukanlah sebuah kebetulan. Sampai pada saat itu, perdebatan utama adalah seputar masalah-masalah organisasional. Tetapi sekarang masalah ini telah mengambil karakter yang sama sekali baru, yang merefleksikan perubahan situasi politik yang mendadak dan tajam. Demonstrasi-demonstrasi pelajar, yang diikuti dengan aksi-aksi mogok politik dan demonstrasi-demonstrasi buruh pada 1902, adalah gejala dari situasi pra-revolusioner yang dengan pesat berkembang. Sebuah pemogokan umum politik pada Juli dan Agustus 1903 diikuti dengan stagnasi singkat, yang lalu disusul oleh gelombang pemogokan baru pada musim panas 1904. Sejumlah pemogokan terjadi di Petersburg, Ivanovo-Voznesensk, Nizhny Novgorod, dan Caucasus, dimana sebuah pemogokan besar mengguncang pusat produksi minyak di Baku pada Desember. Di bawah tekanan kelas buruh, kaum borjuasi liberal mulai mendorong tuntutan mereka untuk sebuah konstitusi. Merasa pijakan kakinya guncang, rejim ini menjadi panik. Plehve, Menteri Dalam Negeri, menulis dengan sinis kepada Jenderal Kuropatkin, yang menjabat Menteri Pertahanan: “Untuk menghindari revolusi, yang kita butuhkan adalah kemenangan dalam sebuah perang kecil.”
Kendati keterbelakangannya, karakternya yang semi-feodal, dan ketergantungannya pada kapital Barat, Rusia Tsar pada peralihan abad adalah salah satu negeri imperialis. Bersama dengan kekuatan-kekuatan imperialis lainnya, Inggris, Prancis, dan Jerman, Rusia Tsar berpartisipasi dalam memecah-belah dunia menjadi koloni-koloni dan daerah-daerah pengaruh. Polandia dan negeri-negeri Baltik, Finlandia dan Caucasus, daerah-daerah Timur Jauh dan Asia Tengah, secara efektif semua ini adalah koloni Tsar. Tetapi ambisi teritorial Tsarisme tidak ada habis-habisnya. Tatapan rakus St. Petersburg diarahkan ke Turki, Persia, dan terutama China, dimana dinasti Manchu yang sedang membusuk tidak dapat mencegah dibagi-baginya China oleh para imperialis, terutama setelah kekalahan Pemberontakan Boxer[6] pada 1900, dimana Rusia menduduki seluruh Manchuria. Ekspansi predatorial di Timur Jauh ini membawa Rusia berhadap-hadapan dengan kekuatan muda Jepang yang sedang tumbuh. Imperialisme Jepang melihat aksi Rusia sebagai usaha untuk memblokirnya dari daratan Asia. Di musim panas 1903, faksi perang menang di Tokyo. Di tengah malam Februari 1904, Jepang menyerbu armada laut Rusia di Port Arthur, menggunakan taktik yang juga digunakan di Pearl Harbour pada 1941. Kendali Jepang di laut oleh karenanya terjamin dan peperangan yang berdarah-darah dimulai, dengan jatuhnya Port Arthur 11 bulan kemudian dan matinya 28.200 prajurit Rusia, yakni setengah dari seluruh garnisun. Tiga minggu kemudian, Revolusi Rusia yang pertama dimulai.
Iskra yang di bawah kendali Menshevik awalnya mengambil posisi yang ambigu mengenai perang ini, dan membatasi diri mereka dengan seruan-seruan perdamaian. Lenin menyerang gagasan ini. Dia menjelaskan bahwa kemenangan Tsarisme dalam perang ini akan menguatkan rejim ini untuk suatu periode waktu, sementara kekalahan militer Rusia niscaya akan berarti meledaknya revolusi. Dia mengkritik dengan tajam kampanye militer Rusia, menggunakannya untuk mengekspos rejim yang bangkrut dan korup ini. Internasionalisme revolusioner Lenin tidak ada kesamaannya dengan pasifisme, tetapi dimulai dari sebuah analisa kelas dimana perang adalah kelanjutan dari politik dengan cara yang lain:
“Perjuangan pembebasan Rusia dan perjuangan kelas proletariat Rusia (dan dunia) untuk sosialisme tergantung, sampai pada tingkatan yang sangat besar, pada kekalahan militer autokrasi Rusia,” tulisnya di “The Fall of Port Arthur”. “Perjuangan ini telah sangat dimajukan oleh bencana militer yang telah menyebar teror di pikiran semua penjaga tatanan yang ada di Eropa. Proletariat yang revolusioner harus meluncurkan agitasi tanpa-henti menentang perang, namun harus terus diingat bahwa perang adalah sesuatu yang tak terelakkan selama masih ada kekuasaan kelas. Frase-frase hambar mengenai perdamaian à la Jaurés[7] tidak ada gunanya bagi kelas tertindas yang tidak bertanggungjawab atas sebuah perang borjuis antar bangsa-bangsa borjuis, yang sedang berusaha dengan segenap kekuatannya untuk menumbangkan setiap borjuasi, yang mengetahui betapa besarnya kesengsaraan rakyat bahkan di masa eksploitasi kapitalis yang damai.”[8]
Rejim Tsar inginmengubur perjuangan kelas dengan sentimen patriotik, dan membentuk blok persatuan nasional. Kaum liberal segera menampakkan esensi reaksioner mereka. Kebencian mereka terhadap autokrasi yang tidak mengizinkan mereka untuk menikmati sepotong kue negara berbenturan dengan keserakahan mereka atas kemungkinan meraup laba besar dari perang dan mendapatkan koloni-koloni baru di Timur. Sang bekas-Marxis, Struve, menyerukan kepada para pelajar untuk mendukung manifesto-manifesto patriotik. Akan tetapi, setelah awalnya melemahkan gerakan revolusioner, perang ini segera memberinya sebuah dorongan revolusioner. Angkatan bersenjata Rusia yang mestinya kuat runtuh seperti rumah kartu saat menghadapi ujian pertamanya yang serius, dan ini mengekspos kebangkrutan internal rejim Tsar. Perpecahan mulai terjadi di lapisan atas rejim.
Kekecewaan kaum pelajar muda menemukan ekspresinya dalam menyebarnya mood-mood teroris. Pada 15 Juli, Menteri Dalam Negeri Viktor Plehve yang represif diledakkan oleh Yegor Setonov, seorang Sosialis Revolusioner. Empat puluh tahun kemudian, P.N. Milyukov, pemimpin liberal, menceritakan mood masyarakat saat itu: “Semua orang bersukacita atas pembunuhannya.”[9] Khawatir akan gelombang revolusi yang semakin membesar, rejim memutuskan untuk memberikan sejumlah konsesi. Plehve digantikan dengan Pangeran Svyatopolsk Mirsky, dimana rejim memutuskan untuk meluncurkan reforma liberal guna menghentikan laju revolusi. Kekalahan-kekalahan militer yang memalukan membuat perang ini sangatlah tidak populer, tidak hanya di antara massa tetapi juga di antara kaum borjuasi liberal, yang dengan sigap berubah dari mood patriotisme ke mood menyerah. Takut akan ancaman revolusi dari bawah, rejim mulai membuat konsesi-konsesi dengan kaum borjuasi liberal. Svyatopolsk Mirsky mulai berkoar-koar mengenai sebuah “era baru”.
Pada bulan November, Zemstvo diizinkan untuk mengadakan kongres di St. Petersburg. Tendensi liberal Osvobozhdenie sekarang memiliki pengaruh yang besar dalam Zemstvo, dan adalah kekuatan utama di balik kampanye perjamuan-makan-malam[10]. Iskra Menshevik mengusulkan partisipasi dalam kampanye Zemstvo dan mengusulkan dukungan untuk kaum liberal selama mereka siap untuk berjuang melawan autokrasi. Kaum Sosial Demokrat oleh karenanya harus menumpulkan tuntutan-tuntutan mereka supaya tidak membuat takut sekutu politik mereka. Mereka harus memkompromikan program mereka untuk kepentingan mencapai persatuan dalam melawan reaksi. Tidak lama setelah kaum Menshevik secara terbuka mendukung kaum liberal, Lenin segera melancarkan serangan tajam terhadap kampanye Zemstvo. Dalam artikelnya “The Zemstvo Campaign and Iskra’s Plan”, Lenin dengan tanpa-belas-kasihan mengecam kebijakan kolaborasi kelas dan membela kebijakan kelas revolusioner yang mandiri:
“Takut terhadap selebaran, takut terhadap apapun yang melampaui konstitusi yang terjamin, para tuan nyonya liberal ini akan selalu berdiri ketakutan di hadapan slogan ‘republik demokratik’ dan seruan pemberontakan rakyat bersenjata. Tetapi kaum proletariat yang sadar-kelas akan selalu menolak dengan tegas gagasan bahwa kita dapat mencampakkan slogan ini dan seruan ini, atau bahwa aktivitas kita secara umum dapat dipandu oleh rasa panik dan rasa takut kaum borjuasi.”[11]
Masalah sikap terhadap kaum liberal segera menjadi masalah fundamental, dimana setiap tendensi Sosial Demokrasi mengambil sikap mereka. Zinoviev dengan tepat menyatakan, bahwa “masalah sikap kelas buruh terhadap kaum borjuasi sekali lagi muncul dengan teramat tajam – masalah mendasar yang sama dimana di setiap tahapan sejarah partai kami berbenturan dan dimana pada akhirnya semua perseteruan kami dengan kaum Menshevik dapat direduksi.”[12]
Pada musim gugur, kaum liberal Soyuz Osvobozhdeniya (Liga Kebebasan) menyerukan kampanye perjamuan-makan-malam untuk menekan pemerintah agar melakukan reforma. Para pengacara, dokter, profesor, dan jurnalis mengorganisir pertemuan-pertemuan semi-legal dalam bentuk pesta-pesta makan malam dimana mereka berpidato dan melakukan toast untuk reforma konstitusional moderat. Akan tetapi kepengecutan kaum borjuasi liberal ditunjukkan oleh kenyataan bahwa mereka bahkan tidak mengedepankan tuntutan Dewan Konstituante yang berdasarkan pemilu universal, tetapi hanya tuntutan-tuntutan tidak-jelas untuk perwakilan rakyat di atas basis demokrasi luas.
Di bawah tekanan kaum borjuasi liberal, para pemimpin Menshevik, pada kenyataannya, bergerak menjauhi posisi Marxisme revolusioner. Karakterisasi yang tidak-jelas dan semi-pasifis mereka terhadap perang mungkin adalah ekspresi publik pertama dari kenyataan ini. Kaum Menshevik bergerak dari apa yang sebelumnya hanya perbedaan organisasional ke perbedaan politik. Sayap kanan Menshevik seperti Fyodr Dan mulai meraih pengaruh dalam sayap minoritas. Kaum Menshevik membatasi peran kaum proletariat menjadi hanya pemandu-sorak kaum liberal. Dengan ini, kaum Menshevik berharap membentuk sebuah “front luas” untuk demokrasi, termasuk semua “kekuatan-kekuatan progresif”. Seluruh psikologi kaum Menshevik dipenuhi dengan ketidakpercayaan terhadap potensi revolusioner kelas buruh. Buruh diminta agar tidak menuntut terlalu banyak, atau agar tidak mengekspresikan pandangan-pandangan yang terlalu ekstrem yang mungkin dapat membuat takut kaum liberal. Iskra menerbitkan pernyataan-pernyataan seperti ini:
“Bila kita memperhatikan arena perjuangan di Rusia, apa yang kita lihat? Hanya dua kekuatan: autokrasi Tsar dan kaum borjuasi liberal, yang hari ini terorganisir dan memiliki bobot besar yang spesifik. Massa buruh, di pihak lain, teratomisasi dan tidak dapat melakukan apapun; kita tidak eksis sebagai sebuah kekuatan yang independen; dan oleh karenanya tugas kita adalah mendukung kekuatan yang kedua, yakni kaum borjuasi liberal, dan mendorongnya dan tidak boleh mengintimidasinya dengan mengedepankan tuntutan-tuntutan proletariat kita sendiri.”[13]
Iskra Menshevik pada November 1904 mengusulkan untuk berpartisipasi di kampanye perjamuan-makan-malam Zemstvo. Secara efektif, Iskra mengusulkan dukungan untuk apa-yang-disebut sayap kiri liberal Osvobozhdenie:
“Dalam berurusan dengan kaum liberal Zemstvo dan Duma, kita sedang berurusan dengan musuh dari musuh kita, walaupun mereka tidak menginginkan atau tidak dapat bergerak jauh dalam perjuangan mereka sepanjang yang dibutuhkan oleh kepentingan proletariat; tetap saja, dengan secara resmi menentang absolutisme dan mendorong tuntutan-tuntutan yang bertujuan untuk menghapusnya (!), mereka pada kenyataannya adalah sekutu-sekutu kita [secara relatif tentunya] bahkan bila [mereka] tidak cukup tegas dalam aspirasi-aspirasi mereka …
“Tetapi dalam batasan-batasan perjuangan melawan absolutisme, terutama pada periode sekarang ini, sikap kita terhadap kaum borjuasi liberal ditentukan oleh tugas kita untuk memberinya sedikit lebih banyak keberanian dan mendorongnya untuk bergabung dengan tuntutan-tuntutan yang dikedepankan oleh kaum proletariat, yang dipimpin oleh Sosial Demokrasi. Kita akan membuat kesalahan yang fatal bila kita memaksa Zemstvo dan organ-organ oposisi borjuis lainnya dengan cara-cara intimidasi yang energetik; di bawah pengaruh rasa-panik untuk memberi kita sekarang sebuah janji formal untuk mengedepankan tuntutan-tuntutan kita kepada pemerintah. Taktik seperti ini akan melemahkan Sosial Demokrasi karena ini akan mengubah kampanye politik kita menjadi alat provokasi reaksi.”[14]
Apa arti dari pernyataan di atas? Pada dasarnya ini berarti a) dukungan untuk kaum borjuasi liberal; b) kelas buruh harus memainkan peran pembantu untuk kaum liberal; c) kita tidak boleh menakut-nakuti kaum borjuasi (dalam kata lain mengecilkan suara kita, menyerah dan berkapitulasi); dan d) semua ini agar supaya tidak mendukung reaksi dan atas nama “melawan reaksi”.
Lenin segera menjawab Iskra dalam sebuah pamflet pada 20 November. Dia tidak punya koran karena Vperyod hanya mulai diterbitkan pada Januari 1905. Mengecam usulan kaum Menshevik untuk membentuk sebuah blok dengan kaum liberal, Lenin mengusulkan untuk menggunakan kampanye Zemstvo untuk mengorganisir demonstrasi-demonstrasi buruh yang militan, untuk menentang Tsar dan juga kaum liberal yang pengkhianat dan penakut. Perbedaan sesungguhnya antara Bolshevisme dan Menshevisme adalah perbedaan antara kemandirian kelas dan kolaborasi kelas, antara Marxisme dan revisionisme, antara revolusi dan reformasi. Butuh waktu bertahun-tahun, dan pengalaman perang, revolusi dan kontra-revolusi, sebelum watak sesungguhnya dari perbedaan-perbedaan ini menjadi benar-benar jelas.
Insting kelas kaum buruh menentang gagasan aliansi dengan kaum borjuasi. Ada perdebatan-perdebatan panas di antara anggota Menshevik. Di Jenewa dan Rusia, banyak buruh Menshevik yang secara insting mengadopsi garis yang berkontradiksi dengan garis para editor Iskra, dan lebih dekat ke posisi Bolshevik. Tentu saja, di bawah kondisi-kondisi kediktatoran Tsar yang teramat sulit, kita tidak boleh menihilkan perjanjian-perjanjian sementara dan episodik dengan kaum borjuasi liberal. Tetapi syarat utama untuk perjanjian seperti ini selalu, bagi Lenin, adalah kemandirian penuh kelas buruh dan partainya: tidak boleh mencampur aduk panji, tidak boleh ada blok politik, tidak boleh membuat kompromi terhadap program dan prinsip. Tentu saja, kaum buruh tidak dapat mengabaikan setiap kesempatan untuk mendorong tuntutan-tuntutan mereka. Lenin mengusulkan agar kaum buruh menghadiri pertemuan-pertemuan legal ini dan mencoba mengubahnya menjadi demonstrasi-demonstrasi militan.
Somov, seorang mantan pendukung Rabocheye Dyelo, yang menyebrang ke Menshevik, menjelaskan bahwa “semua pidato yang disiapkan [oleh buruh] untuk perjamuan makan malam tersebut sangatlah kritis terhadap prinsip-prinsip dan taktik-taktik kaum liberal oportunis, dan mengejek resolusi-resolusi dan proyek-proyek petisi yang lembek di perjamuan tersebut.” Insiden yang menyusul di Yekaterinoslav menunjukkan bagaimana kaum buruh sosial demokratik memilih untuk mengintervensi perjamuan-perjamuan kaum liberal ini:
“Di momen yang tepat, sekelompok buruh muncul di hadapan meja para anggota dewan kota, dan salah seorang dari kelompok tersebut mulai berbicara. Sang walikota mencoba menghentikannya, tetapi menjadi geram ketika para buruh menolaknya. Pidato buruh ini disimpulkan di tengah para hadirin yang hening dengan kata-kata: ‘Kalian dan kami mewakili kelas-kelas sosial yang berseberangan, tetapi kita dapat tersatukan oleh kebencian kita terhadap musuh yang sama, yakni tatanan autokrasi ini. Kita dapat menjadi sekutu dalam perjuangan politik kita. Namun untuk ini, kalian harus meninggalkan jalan yang lembek ini, kalian harus dengan berani dan terbuka bergabung dengan tuntutan kami: Tumbangkan Autokrasi! Hidup Dewan Konstituante yang dipilih oleh seluruh rakyat! Hidup pemilu yang universal, langsung, adil, dan rahasia!’”
“Setelah pidato tersebut, proklamasi-proklamasi dari Komite Kuban PBSDR disebarkan di aula pertemuan. Esok harinya, Komite ini menerbitkan selebaran (dalam jumlah ribuan) yang menjelaskan pertemuan tersebut dan mewartakan isi pidato Sosial Demokratik tersebut sepenuhnya.”[15]
Di tempat lain, intervensi yang serupa oleh tamu-tamu tak diundang ini berakhir dengan benturan dengan polisi dan Cossack. Intervensi “bocah-bocah liar” ini merusak rencana kaum liberal, yang tidak ingin mengikutsertakan kaum buruh. Di sebuah pertemuan 400 dokter di St. Petersburg, sekitar 50 buruh tidak diperbolehkan masuk, tetapi kemudian mereka melobi para delegasi yang akhirnya mengubah keputusan itu. Intervensi para buruh ini, yang menuntut hak mogok, menciptakan polarisasi hebat di antara para dokter sehingga pertemuan ini menjadi kacau dan bubar. Ada banyak kasus seperti ini. Di artikel “Good Demonstrations of Proletarians and Poor Arguments of Certain Intellectuals”[16], yang terbit di edisi pertama koran Bolshevik, Vperyod, Lenin memuji taktik-taktik ini sebagai manifestasi semangat perjuangan dan kekreatifan kelas buruh. Kaum Menshevik, sebaliknya, siap untuk mencairkan tuntutan mereka supaya tidak mengintimidasi kaum liberal, untuk mengorbankan kemandirian partai demi persatuan, dalam kata lain mengsubordinasikan kelas buruh pada apa-yang-disebut sayap progresif dari kaum kapitalis. Kebijakan ini di kemudian hari digunakan oleh Stalin di bawah slogan “Front Popular”. Lenin mengecam gagasan ini: “Dapatkah secara umum diakui benar secara prinsipil bahwa tugas partai buruh adalah menganjurkan kepada kaum liberal demokrat atau kaum Zemstvo tuntutan-tuntutan politik ‘yang harus mereka dukung bila mereka ingin punya hak berbicara atas nama rakyat’? Tidak, pendekatan seperti ini adalah keliru secara prinsipil dan hanya dapat mengaburkan kesadaran kelas kaum proletariat dan mengarah pada argumen yang teramat sia-sia.”[17]
Basis riil dari perpecahan Bolshevik-Menshevik hanyalah muncul jauh sesudah Kongres Kedua, dimulai dari Lenin yang menulis bahwa “Bolshevisme sebagai sebuah tendensi mengambil bentuk yang pasti pada Musim Semi dan Musim Panas 1905”.[18] Perbedaan-perbedaan politik hanya mulai muncul pada tahun 1904. Solomon Schwarz menulis: “Di balik saling tuduh menuduh, tersembunyi perbedaan-perbedaan politik yang dalam. Karena mereka tidak sadar sepenuhnya, ini mungkin membuat perseteruan ini semakin panas, yang tampak seperti percekcokan internal partai bagi orang-orang luar dan para anggota kedua tendensi yang tidak paham. Perbedaan-perbedaan politik menjadi terbuka hanya pada akhir 1904.”[19]
Fyodr Dan, salah satu pemimpin utama Menshevik menyatakan: “Hari ini, dengan dapat melihat ke belakang, kita tidak perlu lagi menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan organisasional, yang pada Kongres Kedua memecah Iskra menjadi Bolshevik dan Menshevik, hanyalah kulit luar dari perbedaan intelektual dan politik yang jauh lebih dalam, dan perbedaan ini jauh lebih keras kepala dibandingkan dengan perseteruan antara kaum Ekonomis dan Iskra, yang telah menghilang di masa lalu dan dihancurkan sepenuhnya oleh Kongres. Bukan perbedaan organisasional tetapi perbedaan politik yang dengan cepat memecah Sosial Demokrasi Rusia menjadi dua faksi, yang kadang-kadang merapat dan lalu berbenturan satu sama lain, tetapi pada dasarnya tetap adalah dua partai independen yang terus berseteru bahkan ketika saat itu mereka secara nominal ada dalam struktur partai yang tunggal … Tetapi pada saat itu, di permulaan abad [ke-20], karakter politik dari perpecahan tersebut jauh sekali dari jelas, bukan hanya bagi para penonton di pinggiran tetapi juga bagi para partisipan perjuangan faksional ini sendiri.”[20]
Perpecahan Trotsky dengan Kaum Menshevik
Di karyanya yang terakhir, “Stalin”, Trotsky menunjukkan bahwa perbedaan-perbedaan sesungguhnya tidak ada sangkutpautnya dengan sentralisme versus demokrasi, atau bahkan antara “garis keras” versus “garis moderat”, tetapi jauh lebih dalam. “Keteguhan dan ketegasan yang sejati menentukan seorang untuk menerima Bolshevisme,” tulis Trotsky. “Tetapi karakter-karakter ini dalam diri mereka sendiri bukanlah hal yang menentukan, karena ada sejumlah orang dengan karakter keras di antara kaum Menshevik dan Sosialis Revolusioner. Di pihak lain, orang-orang lembek tidaklah sedikit di antara kaum Bolshevik. Psikologi dan karakter bukanlah satu-satunya hal yang ada dalam watak Bolshevisme, yang, di atas segalanya, adalah sebuah filsafat sejarah dan konsepsi politik.”[21]
Dalam otobiografinya, Trotsky menceritakan bagaimana selapisan pemimpin lama bersandar pada kaum liberal: “Media pers menjadi semakin berani, aksi-aksi teroris menjadi lebih sering: kaum liberal mulai bangun dan meluncurkan kampanye perjamuan-makan-malam politik. Masalah-masalah fundamental revolusi dengan cepat muncul ke depan. Abstraksi-abstraksi, dalam mata saya, mulai memperoleh tubuh sosial yang riil. Kaum Menshevik, terutama Zasulich, menaruh harapan yang lebih besar pada kaum liberal.”[22]
Trotsky memberikan karakterisasi yang jelas terhadap kaum liberal di sebuah artikel yang terbit di Iskra pada pertengahan Maret 1904, dimana dia menggambarkan mereka sebagai “setengah-hati, tidak jelas, tidak dapat mengambil keputusan dan cenderung berkhianat”. Artikel inilah yang mendorong Plekhanov untuk memberikan ultimatum kepada para editor Iskra untuk mengeluarkan Trotsky dari dewan editor. Sejak itu, nama Trotsky menghilang dari Iskra dan kolaborasi aktifnya dengan kaum Menshevik berakhir. “Kejahatan” Trotsky pada tahun-tahun tersebut adalah “konsiliasionisme”, atau, menggunakan ungkapan yang tidak baik, “penyeru persatuan”. Akan tetapi, konsiliasionisme ini adalah usaha untuk menyatukan Partai, sebuah pandangan yang juga dipegang oleh banyak orang dalam kamp Bolshevik dan Partai secara umum. Ini tidak ada sangkut pautnya dengan sikap konsiliasi dengan musuh-musuh kelas buruh – kaum liberal dan apa-yang-disebut kaum borjuasi progresif. Konsiliasi dengan musuh-musuh kelas adalah gagasan yang diperangi Lenin di seluruh kehidupan aktifnya.
Dalam masalah ini, tidak ada perbedaan antara Lenin dan Trotsky, yang menulis bahwa “saya bersama dengan Lenin sepenuhnya dalam diskusi ini, yang menjadi semakin krusial dengan semakin dalamnya gerakan. Pada 1904, selama kampanye perjamuan-makan-malam liberal, yang dengan cepat menemui jalan buntu, saya mengedepankan pertanyaan ini, ‘Apa selanjutnya?’ dan menjawabnya dengan demikian: satu-satunya jalan keluar hanya dapat dibuka dengan cara pemogokan umum, yang diikuti oleh pemberontakan kaum proletariat yang akan berbaris di depan massa dalam melawan liberalisme. Ini semakin memperburuk ketidaksetujuan saya dengan kaum Menshevik.” Dukungan Menshevik terhadap kaum liberal dan terutama dukungan mereka terhadap kampanye perjamuan-makan-malam Zemstvo menyebabkan Trotsky pecah dengan kaum Menshevik pada September 1904. Menjawab kebohongan-kebohongan kaum Stalinis bahwa dia adalah seorang Menshevik sejak 1903, Trotsky menjelaskan:
“Hubungan dengan sayap minoritas ini pada Kongres Kedua adalah singkat. Beberapa bulan tidak lama, dua tendensi menjadi jelas dalam sayap minoritas. Saya mendorong diambilnya langkah-langkah untuk membawa persatuan dengan sayap mayoritas sesegera mungkin, karena saya pikir perpecahan ini hanyalah sebuah episode tunggal dan tidak lebih dari itu. Bagi yang lainnya, perpecahan di Kongres Kedua adalah awal dari evolusi menuju oportunisme. Saya menghabiskan seluruh tahun 1904 berdebat dengan kelompok-kelompok pemimpin Menshevik mengenai masalah kebijakan dan organisasi. Perdebatan-perdebatan ini terkonsentrasikan ke dalam dua isu: sikap terhadap liberalisme dan sikap terhadap kaum Bolshevik. Saya menolak tanpa-kompromi usaha-usaha kaum liberal untuk bersandar pada massa, dan pada saat yang sama, karenanya, saya menuntut dengan semakin tegas persatuan antara dua faksi Sosial Demokratik ini.”[23]
Kendati kenyataan bahwa perbedaan-perbedaan politik antara Bolshevisme dan Menshevisme sekarang muncul ke depan, banyak para pemimpin Bolshevik yang tidak memahami posisi Lenin dan cenderung meremehkan perbedaan ini. Tendensi yang dominan di antara kaum Bolshevik di dalam Rusia justru adalah konsiliasionisme. Mayoritas aktivis partai tidak memahami alasan perpecahan ini, dan menolaknya. Bahkan para kolaborator terdekat Lenin, secara efektif, bekerja menentangnya. Pada Februari 1904, setelah lama berayun-ayun, KP di Rusia menolak seruan Lenin untuk menyelenggarakan kongres, dengan 5 suara melawan 1 suara. Ini berarti penolakan secara publik terhadap Lenin. Namun mereka-mereka yang menolak – Krzhizhanovsky, Krassin, Galperin, Gusarov dan Noskov (Zemlyachka mendukung) – telah bekerja secara dekat dengan Lenin sejak diterbitkannya Iskra, dan bahkan sebelum itu. Mereka telah memainkan peran penting dalam mengorganisir tendensi Marxis revolusioner di Rusia. Bagaimana mereka dapat bertingkah laku seperti ini?
Mereka adalah, dalam banyak cara, tipe Bolshevik sejati – tidak kenal lelah, pekerja partai yang berdedikasi, organiser yang baik, disiplin dan berani berkorban. Tetapi mereka adalah apa-yang-disebut “orang-orang praktis” (“practicos”), yang kerjanya adalah melakukan 101 tugas detil organisasional. Tanpa orang-orang seperti ini, sebuah partai revolusioner tidak akan berhasil. Tetapi ada juga aspek negatif dari mentalitas “perangkat partai” Bolshevik ini: keterbatasan tertentu dalam hal-hal organisasional, sempit dalam cara pandang mereka dan wawasan teori yang terbatas. Tipe-tipe seperti ini biasanya cenderung melihat garis-garis halus sejarah dengan perasaan terganggu, dan menganggap kontroversi seperti yang terjadi di Kongres Kedua sebagai semata-mata percekcokan kaum eksil, yang tidak ada signifikansi praktisnya. Bila mayoritas dari mereka awalnya mendukung Lenin dan Plekhanov, ini bukanlah karena komitmen ideologi yang dalam, tetapi karena posisi organisasional sayap mayoritas bagi mereka lebih sesuai dengan “semangat Partai” yang adalah kekuatan pendorong kehidupan mereka.
Tetapi setelah Plekhanov menyebrang, masalah menjadi semakin rumit. Sayap mayoritas sekarang terlihat lebih seperti minoritas, setidaknya dalam badan-badan kepemimpinan. Isolasi Lenin tampaknya menunjukkan kelemahannya. Dan, bagi para “orang-orang praktis” ini, argumen Plekhanov tampak lebih berbobot. Apa sebenarnya alasan percekcokan ini? Lenin mencoba dalam bukunya, “One Step Forward, Two Steps Back”, menjelaskan isu-isu prinsipil yang terlibat dalam perseteruan ini. Tetapi banyak dari para perangkat partai ini yang tidak terkesan. Pada Januari 1904, Lenin akhirnya mengorganisir Biro Komite-Komite Mayoritas untuk beragitasi menuntut diselenggarakannya kongres. Dua anggota KP, Lengnik dan Essen, dikirim ke Rusia untuk tujuan ini, tetapi mereka tertangkap. Sementara, mayoritas Bolshevik-konsiliator di KP menendang keluar satu-satunya pendukung Lenin, yakni Zemlyachka. Kepemimpinan Bolshevik berantakan. Terdemoralisasi, Gusarov berhenti dari aktivitas, dan Krzhizhanovsky mundur dari KP. Anggota-anggota KP yang tersisa, Krassin, Noskov, dan Galperin – semua adalah konsiliator Bolshevik – lalu melakukan kudeta yang tidak prinsipil.
Pada musim panas, ketika Lenin sedang beristirahat di pegunungan Alpen di Swiss, trio KP ini melakukan pertemuan KP rahasia dan mensahkan apa yang lalu dikenal sebagai “Deklarasi Juli”, yang menyerukan rekonsiliasi antara Bolshevik dan Menshevik, dan, secara efektif, menyerah pada syarat-syarat dari sayap minoritas. Mereka menerima “legalitas tak-terbantahkan” dari Dewan Editorial Iskra dan “superioritas tak-terbantahkan dari organ sentral ini dalam segala hal yang terkait dengan pembelaan dan klarifikasi prinsip-prinsip dasar dari program dan taktik-taktik Sosial Demokrasi internasional.”
Tindakan ini adalah penolakan eksplisit terhadap Lenin, yang mereka bebastugaskan dari hak untuk mewakili KP di luar negeri. Mereka bahkan menuntut tegas hak untuk menyensor tulisan-tulisan Lenin (“penerbitan tulisan-tulisannya … akan dilakukan setiap saat dengan persetujuan dari anggota-anggota KP”)[24] dan melarang agitasi untuk diselenggarakannya Kongres Ketiga. Terlebih lagi, Noskov diberi tugas untuk mengorganisir ulang kerja partai di luar negeri, yang berarti menyingkirkan pendukung-pendukung Lenin seperti Bonch-Bruyevich, yang telah terlibat dalam menerbitkan materi-materi Bolshevik di luar negeri, dan Lyadov, yang bertanggungjawab atas finans. Selain itu, tiga orang Bolshevik-konsiliator dan tiga orang Menshevik dikooptasi ke dalam KP. Ketika Lenin mengetahui apa yang sedang terjadi, dia menulis sebuah surat yang mengecam KP dan mempertanyakan legalitas dari tindakan-tindakan mereka. Satu surat lain dikirim ke para anggota komite-komite Bolshevik, yang mengekspos aktivitas KP ini. Dia bahkan mengirim sepucuk surat ke Iskra, memintanya untuk tidak menerbitkan deklarasi ilegal tersebut. Tetapi para editor, mengabaikan permintaan Lenin, menerbitkannya pada edisi nomor 72 di bawah judul “Deklarasi Komite Pusat”. Tidak ada hal lain yang dapat dilakukan oleh Lenin selain memutuskan semua hubungan dengan para konsiliator tersebut.
Situasinya sekarang sangat gelap. Semua yang telah dicapai oleh Kongres Kedua sekarang porak-poranda. Satu persatu, badan-badan kepemimpinan telah direbut oleh pihak minoritas. Para pendukung Martov tampaknya telah menang di semua lini. Lenin tampaknya benar-benar terisolasi. Akan tetapi, pada kenyataannya, kemenangan Menshevik dicapai dengan manuver. Di tingkatan akar rumput situasinya sungguh berbeda. Semakin banyak komite yang mendukung diselenggarakannya Kongres baru sebagai satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis ini. Komite-komite partai di Petersburg, Moskow, Yekaterinoslav, Riga, Serikat Utara, Voronezh, Nizhegorod, dan, mungkin lebih mengejutkan Baku, Batum, dan Serikat Caucasian, menyatakan dukungan mereka. Bahkan di luar negeri, kelompok-kelompok Sosial Demokratik di Paris, Genoa, dan Berlin menyatakan menentang Menshevik. Menurut sebuah surat yang ditulis oleh Lyubimov kepada Noskov pada musim gugur 1904: “Mengenai masalah deklarasi [dari KP], begitu banyak yang menentang sampai-sampai kita kebingungan. Hanya satu hal yang jelas: semua komite – kecuali Kharkov, Crimea, Gornozavdsk, dan Don – adalah komite-komite yang mendukung pihak mayoritas … KP telah menerima suara kepercayaan hanya dari sedikit sekali komite.”[25]
Terdorong oleh respons dari dalam Rusia, Lenin menyelenggarakan konferensi 22 orang Bolshevik di Swiss pada Agustus 1904, yang mensahkan deklarasinya, “To the Party”, yang menjadi seruan untuk penyelenggaraan Kongres Ketiga. Dengan jujur, seperti yang biasa dia lakukan, Lenin menjelaskan krisis serius yang sedang dilalui Partai, dan menambahkan bahwa: “Meskipun demikian, kita menganggap penyakit Partai ini sebagai kesulitan yang datang dari pertumbuhan. Kita menganggap bahwa penyebab utama dari krisis ini adalah transisi kehidupan Sosial Demokrasi dari bentuk lingkaran kecil ke bentuk partai; esensi dari perjuangan internal ini adalah konflik antara mentalitas lingkaran kecil dan mentalitas partai. Dan, sebagai akibatnya, hanya dengan meluluhlantakkan penyakit ini maka Partai kita dapat menjadi partai yang sesungguh-sungguhnya.” Hanya sekarang Lenin menunjukkan kekuatan-kekuatan kelas yang mendasari perpecahan ini: “Terakhir, kader-kader oposisi secara umum datang dari elemen-elemen dalam Partai kita yang terdiri terutama dari kaum intelektual. Kaum intelektual biasanya lebih individualistik dibandingkan kaum proletariat, karena kondisi kehidupan dan pekerjaannya, yang tidak secara langsung mendidiknya melalui kerja kolektif yang terorganisir. Elemen-elemen intelektual, oleh karenanya, merasa lebih sulit untuk beradaptasi pada disiplin kehidupan partai, dan mereka yang tidak mampu beradaptasi lalu memberontak melawan batasan-batasan organisasi, dan melambungkan insting anarkisme mereka menjadi prinsip perjuangan, dan dengan keliru menyebutnya sebagai aspirasi untuk ‘otonomi’, tuntutan untuk ‘toleransi’, dsb.”
“Seksi Partai di luar negeri, dimana lingkaran-lingkaran [Sosial Demokrasi] relatif lebih tua, dimana para teoretikus dari berbagai aliran berkumpul, dan dimana kaum intelektual biasanya mendominasi, adalah seksi yang paling cenderung mendukung pandangan ‘minoritas’, yang kemudian sebagai akibatnya menjadi mayoritas. Rusia, di pihak lain, dimana suara kaum proletariat yang terorganisir lebih keras, dimana kaum intelektual juga, karena lebih dekat dan lebih memiliki kontak langsung dengan mereka, lebih terlatih dalam semangat yang lebih proletarian, dan dimana urgensi perjuangan membuat persatuan yang terorganisir lebih terasa, menentang dengan keras mentalitas lingkaran kecil dan tendensi-tendensi anarkistis yang mengganggu.”[26]
Pada musim semi, prospek kaum Bolshevik tampak lebih cerah. Tim pemimpin yang baru perlahan-lahan dibangun dengan orang-orang baru dari Rusia – orang-orang seperti Bogdanov, Lunacharsky, Olminsky. Setelah sebulan di pegunungan Alps, kesehatan Lenin jauh lebih baik. “Seperti dia telah mandi di air pegunungan dan membersihkan semua jaring-jaring intrik yang kotor,” tulis Krupskaya.[27] Laporan-laporan yang positif diterima dari Rusia, dimana “To the Party” telah disebarkan ke komite-komite Partai. Menurut Krupskaya, pada pertengahan September, 12 dari 20 komite dengan hak suara penuh telah mendukung diselenggarakannya Kongres, dan jumlah ini terus meningkat. Sejak saat itu, Bolshevik adalah kekuatan terorganisir yang serius di Rusia. Pada akhir tahun, Pusat Organisasi Bolshevik dibentuk di Rusia, dengan dukungan dari 13 komite Partai. Namun, situasinya masih rapuh.
Tidak seperti lawan-lawan mereka, kaum Bolshevik sangat kekurangan uang. Masalah penerbitan koran awalnya tidak memungkinkan. Sebagai pengganti sementara, Lenin dan Bonch-Bruyevich meluncurkan “Rumah Penerbit untuk Literatur Partai Sosial Demokratik” yang sejak awal September menerbitkan karya-karya Lenin dan kolaboratornya. Setidaknya ini adalah permulaan. Tetapi kaum Menshevik punya keunggulan besar dalam hal penerbitan. Tidak hanya mereka mengontrol Iskra yang ternama, tetapi mereka juga punya suplai keuangan yang baik dari simpatisan-simpatisan kaya. Mereka tidak segan-segan menggunakan ini sebagai senjata dalam perjuangan faksional. Krupskaya mengingat dengan nada pahit bagaimana kaum Menshevik menekan para simpatisan untuk menghentikan memberikan bantuan kepada sayap mayoritas: “Ilyich dan aku punya kata-kata keras untuk para ‘simpatisan’ itu yang bukanlah anggota dan merasa bahwa bantuan dan donasi kecil mereka bisa mempengaruhi jalannya peristiwa-peristiwa dalam Partai proletarian kami.”[28] Masalah finans dari luar negeri jelas adalah faktor dalam kapitulasi dari kaum Bolshevik-konsiliator dalam KP.
Kendati kekurangan sumber daya, kaum Bolshevik memutuskan untuk menerbitkan sebuah koran baru bernama Vperyod (Forward). Di sebuah pertemuan di Jenewa pada 3 Desember, dewan editorial dipilih, yang terdiri dari Lenin, V.V. Vorovsky, M.S. Olimsky, dan A.V. Lunacharsky, dengan Krupskaya sebagai sekretaris. Seperti biasanya, kekurangan uang diatasi dengan pengorbanan pribadi. Semuanya mengorek-ngorek kantung mereka. Vorovsky menyerahkan sejumlah honorarium dari menulis yang baru saja dia terima. Olminsky berpisah dengan jam tangan emasnya. Dengan berbagai cara, 1000 franc dikumpulkan bersama – hanya cukup untuk satu setengah edisi. Tetapi tidak ada yang kecewa dengan ini. Edisi pertama koran pertama Bolshevik diterbitkan pada 22 Desember 1904. Hanya dua minggu kemudian, para eksil Rusia terkejut mendengar teriakan bising dari bocah-bocah penjaja koran di jalan-jalan Jenewa: “Revolusi di Rusia! Revolusi di Rusia!”
_____________________
Catatan Kaki
[1] Dikutip di Istoriya KPSS, vol. 1, hal. 518, 523 dan 524.
[2] LCW, vol. 7, hal. 474.
[3] Rosa Luxemburg, Organizational Questions of the Russian Social Democracy? hal. 98 (penekanan dari saya).
[4] Trotsky, Stalin, hal. 62.
[5] LCW, To the Central Committee of the RSDLP, February 1904, vol. 34, hal. 233.
[6] Pemberontakan Boxer (1899-1901) adalah pemberontakan anti-kolonial dan anti-Kristen yang terjadi di Tiongkok pada akhir dinasti Qing. Pemberontakan ini diinisiasi oleh sekte relijius Yihequan, yang menolak Kristenisasi dan peluasan dominasi asing di Tiongkok. Anggota sekte ini dikenal dengan nama “Boxer” (atau petinju) karena kemampuan silat mereka. Kaum “Boxer” meluncurkan pemberontakan dengan menyerang dan membunuhi pendeta-pendeta misionaris asing dan membakar gereja-gereja. Pemberontakan ini didukung oleh Dinasti Qing. Perang berkecamuk dengan kekuatan-kekuatan imperialis Aliansi Delapan Negara, yakni Inggris, Rusia, Jerman, Amerika Serikat, Prancis, Italia, Austria-Hungaria dan Jepang, yang berhasil menumpas Pemberontakan Boxer dan mengalahkan pasukan Qing. Kekalahan Pemberontakan Boxer ini memperkuat posisi imperialis di Tiongkok.
[7] Jean Jaurés (1895-1914) adalah pemimpin sayap reformis dari Partai Sosialis Prancis.
[8] LCW, vol. 8, hal. 53.
[9] S.S. Schwarz, The Russian Revolution of 1905, the Workers’ Movement and the Formation of Bolshevism and Menshevism, hal. 32.
[10] Kampanye perjamuan-makan-malam ini adalah kampanye yang diorganisir kaum liberal dimana mereka mengadakan pertemuan-pertemuan semi-legal dalam bentuk perjamuan makan malam, dimana para pengacara, dokter, profesor, jurnalis, dsb. berceramah mendukung reforma konstitusional moderat.
[11] LCW, Zemstvo Campaign and Iskra’s Plan, vol. 7, hal. 503.
[12] Zinoviev, History of the Bolshevik Party, hal. 108 (Penekanan dari saya).
[13] Dikutip di Zinoviev, History of the Bolshevik Party, hal. 107-8.
[14] Dikutip di S.S. Schwarz, op. cit., hal.38.
[15] Ibid., hal. 41 dan 48.
[16] LCW, vol. 8, hal. 29-34.
[17] Ibid., hal. 508.
[18] LCW, The Historical Meaning of the Inner-Party Struggle in Russia, vol. 16, hal. 380.
[19] Schwarz, op. cit., hal. 32.
[20] F. Dan, op. cit., hal. 250.
[21] Trotsky, Stalin, hal. 50.
[22] Trotsky, My Life, hal. 166 (penekanan saya).
[23] Dikutip di Deutscher, The Prophet Armed, hal. 86, 166 (penekanan saya) dan 165.
[24] Istoriya KPSS, hal. 509 dalam kedua kutipan.
[25] Ibid., hal. 509.
[26] LCW, To the Party, vol. 7, hal. 455-6.
[27] Krupskaya, Reminiscences of Lenin, hal. 106.
[28] Ibid., hal. 98.