Apa pelajaran yang bisa didapati oleh kaum revolusioner dari krisis penutupan pemerintahan AS belum lama ini dan krisis kapitalisme yang mendalam di sana? John Petersonmenulis dua artikel berikut ini, sebelum dan sesudah krisis penutupan pemerintahan AS berakhir dan memberikan analisa dan penjelasan yang mendalam mengenai proses politik busuk di AS dan perspektif ke depan untuk perjuangan buruh.
Penutupan dan Krisis Kapitalisme AS
John Peterson, 9 Oktober 2013
Selama lebih dari sepekan ini, ratusan ribu pegawai federal telah dirumahkan tanpa diberi upah dan ratusan ribu lainnya bekerja tanpa jaminan menerima gaji. Sementara meskipun Kementerian Pertahanan kemungkinan akan memanggil kembali 400.000 pegawai negeri sipil, namun ratusan ribu pekerja lainnya yang dianggap pekerja “non esensial” kemungkinan besar akan terus terkatung-katung selama berhari-hari bahkan berminggu-minggu.
Biro Statistik Ketenagakerjaan tidak menerbitkan laporan pekerjaan dan penganggurannya yang biasanya diterbitkan setiap minggu. Administrasi Pangan dan Obat-obatan (FDA) telah merumahkan mayoritas pekerja inspeksinya, yang mana artinya tidak ada lagi pengawasan aktif terhadap banyak rantai makanan di AS. Badan Manajemen Darurat Federal (FEMA) telah merumahkan 86% pegawainya, pada saat yang sama ketika Badai Tropis Karen mengancam wilayah Florida dan Louisiana. Penjaga Pantai hanya punya satu dari tiga satelit radar yang beroperasi, yang artinya pemetaan kelautan dan atmosfer serta kemampuan melacak dan menyelamatkan telah lumpuh. Sementara para anggota kongres terus menerima gaji dan tunjangan sebesar $14.500 dan $18.625 per bulan.
Dengan penutupan ini, mereka yang mendukung pengetatan anggaran “jalur cepat” ingin mendiskreditkan program-program dan layanan-layanan pemerintah yang dianggap “non esensial”. Kalau negeri ini bisa kurang lebih berjalan tanpa layanan-layanan demikian selama beberapa minggu maka mereka akan jadi sasaran yang lebih empuk atas pemotongan-pemotongan di masa depan. Ratusan ribu pekerja terorganisir di dalam serikat-serikat pekerja sektor publik yang kuat, dan serikat-serikat demikian adalah sasaran tembak nomor satu dari para kapitalis.
Tanpa akhir yang tampak dalam pandangan mata, krisis ini menjadi semakin berbahaya dan tak terkendali, serta dapat memperparah konflik mengenai penaikan batas hutang — “tebing fiskal” yang mengerikan. Badai yang menjelang ini telah menggerogoti pasar dan membawa krisis kepercayaan dalam ekonomi dan sistem politik AS. Jangan salah: apa yang kita saksikan bukanlah sirkus demokrasi kapitalis yang “normal”. Krisis ini menandai tahapan baru dalam krisis kapitalisme Amerika yang mendalam.
Demokrasi Amerika
AS dipandang sebagai demokrasi yang paling sempurna di dunia. Tentu saja demokrasi yang sempurna ini maksudnya adalah segelintir pemilik properti yang makmur harus memiliki semua kekuatan ekonomi dan politik. Sedangkan bagi kita, puja-puji mengenai demokrasi borjuasi ini terdengar kosong. Dari miliaran dolar korporasi dan kerumunan pelobi yang pada akhirnya menentukan pemilihan umum (pemilu) dan berbagai kebijakan, dari Badan Pemilih Presiden yang memilih presiden (tak ada pemilihan langsung terhadap jabatan tertinggi di seluruh negeri) hingga ke Senat AS, yang memberi kekuasaan secara tidak proporsional untuk negara-negara bagian yang lebih kecil dan lebih rural; ke penunjukan seumur hidup hakim-hakim Mahkamah Agung; AS tidak lain dan tidak bukan adalah demokrasi hanya bagi kaum kaya dan berkuasa.
Di atas kertas, komponen paling demokratis dari sistem federal AS adalah Majelis Perwakilan, yang bersama Senat, menyusun Kongres. Perundang-undangan harus disetujui baik oleh Majelis Perwakilan maupun Senat di Kongres dan ditandatangani oleh presiden sebelum dapat menjadi hukum yang berlaku. Para pewakilan (yang dikenal sebagai anggota kongres) menerima hak suara secara proporsional berdasarkan populasi negara bagiannya. Dengan masa jabatan yang hanya dua tahun (dibandingkan masa jabatan Senat selama enam tahun), secara teori penggantian anggota-anggota kongres bisa berlangsung lebih cepat dan refleksi yang lebih dinamis dalam perubahan elektoral. Namun dengan masa jabatan yang relatif pendek, para perwakilan kongres berada dalam mode kampanye pemilu secara terus-menerus dan selalu berupaya menenangkan para pemilih di distrik-distrik yang bersangkutan.
Melalui suatu proses yang disebut gerrymandering, garis-garis pembatas daerah distrik pemilu ini dipelintir dan diubah selama beberapa dekade belakangan agar benar-benar mengamankan pemilihan terhadap pihak incumbent (pihak yang saat ini menguasai jabatan) atau salah satu dari partai pro-borjuasi lainnya. Hanya segelintir persaingan pemilu kongres yang benar-benar kompetitif. Dalam banyak distrik, kaum Demokrat maju tanpa ditantang kaum Republiken dan di distrik-distrik lainnya kaum Republiken maju tanpa ditantang kaum Demokrat.
Skema ini menjamin keseimbangan tipis antara dua partai kapitalis yang utama (Demokrat dan Republiken) dan lebih bertumpu pada lapisan-lapisan masyarakat yang lebih konservatif. Seluruh populasi tidak terwakili atau kurang terwakili. Ditambah dengan jutaan dolar dalam dana-dana kampanye, hal ini berarti bahwa “kehendak rakyat” yang konon diekspresikan oleh Majelis Perwakilan pada kenyataannya hanya mewakili kehendak segelintir orang. Hal ini juga berarti bahwa para perwakilan ini pada dasarnya hanya akuntabel pada segelintir minoritas di distrik-distrik mereka sendiri. Karena itu kian sedikit sekali insentif bagi mereka untuk berkompromi antar mereka sendiri di skala nasional “demi kebaikan bangsa.” Apa yang mereka pedulikan hanyalah bagaimana memuaskan pendukung finansial terbesar mereka dan meraih dukungan pemilih fanatik mereka.
Singkat kata, baik badan eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, semuanya diseimbangkan dengan cermat untuk menjamin agar rakyat jelata Amerika memiliki suara namun bukan suara sejati. Hal ini mengembangkan ilusi akan demokrasi yang lebih luas padahal pada kenyataannya merupakan demokrasi yang dibatasi secara ekstrim. Perimbangan yang rapuh antara peran “good cop” dan “bad cop” dari kedua partai kapitalis yang mendukung pengetatan anggaran inilah yang memberi jalan pada “kompromi-kompromi” konstan terhadap kaum kanan dan memberi celah bagi serangan-serangan terus menerus terhadap kelas pekerja. Hal ini memang diniatkan agar rakyat Amerika berpikir bahwa pemotongan, pemecatan, dan konsesi-konsesi merupakan hal yang tak terhindarkan, karena kemacetan politik ini berarti tidak seorang pun dapat berbuat apa-apa. Skema ini berjalan dengan begitu baik bagi kelas penguasa selama berpuluh tahun lamanya.
Namun apa yang terjadi saat basis ekonomi kekuasaan kapitalis telah digerogoti krisis secara parah? Apa yang terjadi saat kepemimpinan kelas buruh – dalam kasus ini di AS, serikat-serikat buruh — tidak memberikan kepemimpinan, baik di pabrik-pabrik maupun dalam hal pembangunan partai buruh? Apa yang terjadi saat segelintir perwakilan kelas penguasa memutuskan untuk “mengacau” dan menolak bermain menurut aturan-aturan yang ditentukan? Apa yang terjadi saat para pendukung “Tea Party” yang terperdaya ini meyakini bahwa mereka memiliki “mandat” dari rakyat Amerika secara keseluruhan? Hasilnya adalah apa yang kita lihat di Washington hari ini, dan pertikaian ini akan berlarut-larut dan sangat luas.
Krisis Anggaran
Pada akarnya, pertikaian ini merupakan suatu cerminan krisis kapitalisme dan ketidakmampuan kelas penguasa AS untuk berkuasa dengan cara-cara yang lama. Ini bukan disebabkan oleh “maksud jahat” para kapitalis maupun para politisi yang mereka beli. Krisis ini merupakan suatu fakta obyektif. Untuk mengatasinya dan mewujudkan keseimbangan baru, para kapitalis harus menghapus capaian-capaian yang telah dimenangkan oleh perjuangan para buruh di masa silam. Walaupun sebenarnya mereka lebih memilih memberikan remah-remah kepada buruh serta menampakkan kesan adanya kemakmuran umum, sebagaimana yang bisa mereka lakukan pada tahun 1990an dan awal 2000an, ketidakseimbangan sistem kapitalisme yang sangat ekstrim sekarang ini telah membuat hal demikian tidak mungkin lagi dilakukan. Agar para kapitalis AS tetap kompetitif di skala dunia maka upah rakyat Amerika dan kualitas hajat hidupnya secara keseluruhan harus dimerosotkan. Namun tiap langkah yang mereka ambil untuk mengembalikan perimbangan ekonomi hanya akan berujung pada ketidakseimbangan sosial dan politik yang makin parah. Inilah watak periode krisis kapitalis yang kita masuki.
Dengan defisit anggaran federal tahunan sebesar $560 miliar tahun ini, percepatan pengetatan anggaran — yang dengan munafik disebut sebagai “menyeimbangkan anggaran” – menjadi diperlukan. Bagaimana menerapkannya dan sebagaimana luas program pengetatan ini adalah satu-satunya pertanyaan yang sebenarnya.
Penutupan pemerintah merupakan akibat penolakan Majelis Perwakilan (yang dikuasai kaum Republiken) untuk meloloskan resolusi mengenai anggaran federal. Sebelum membahas lebih detil pertikaian terkini, akan bermanfaat bila kita memberikan suatu penjelasan singkat mengenai bagaimana hal ini bekerja.
Di bawah hukum AS, Kongres tidak hanya harus memberikan otorisasi anggaran untuk tiap departemen, program, dan badan pemerintah; ia juga harus mengalokasikan uangnya. Bila uangnya tidak dialokasikan maka uangnya tidak bisa dipakai, dan fungsi-fungsi pemerintahan yang bergantung padanya akan berhenti berfungsi. Akibat kebuntuan yang berkepanjangan di Washington, terakhir kalinya paket anggaran pengeluaran diloloskan oleh Kongres terjadi pada tahun 2009. Terakhir kalinya anggaran penuh diloloskan terjadi pada tahun 1997. Tidak ada salah cetak di sini: negara terkaya di muka bumi telah beroperasi tanpa anggaran layak selama 16 tahun.
Untuk mengisi defisit antara anggaran yang sebenarnya dan “rancangan undang-undang anggaran pengeluaran untuk berbagai departemen”, maka serangkaian undang-undang yang lebih kecil untuk mengalokasikan uang untuk bagian pemerintahan ini dan itu bisa diloloskan. Pada akhir tahun fiskal (yang berlaku dari 1 Oktober hingga 30 September), jika paket pengeluaran anggaran utama tidak disetujui, maka suatu “resolusi penerusan” bisa diloloskan, yang mempertahankan pengambilan dan pengalokasian menurut tingkat sebelumnya, sampai tiba waktunya anggaran yang lebih besar disahkan. Jika semua ini terdengar rumit dan sulit dipahami maka kamu tidaklah sendirian. Karena ini semua adalah bagian dari usaha kelas penguasa untuk membuat mayoritas rakyat Amerika tidak paham bagaimana pemerintah dan keuangan negara berjalan. Inilah bagaimana konglomerasi bisa lolos merampok miliaran subsidi publik sementara jutaan rakyat jelata Amerika bergantung pada recehan sen yang nyaris tak ada.
Dengan tenggat waktu 1 Oktober yang terus membayangi, kaum Republiken telah memutuskan bahwa meskipun terdapat cukup suara di Majelis Perwakilan untuk meloloskan resolusi kelanjutan untuk menjamin pengeluaran seperti tingkatan sebelumnya, mereka akan menggunakan posisi mereka untuk menyerang kebijakan terbesar Obama: Affordable Care Act (ACA) atau Undang-Undang Pelayanan Kesehatan Terjangkau, yang sering disebut dengan “Obamacare”. Mereka menolak meloloskan suatu resolusi kelanjutan yang “bersih” dan alih-alih bersikeras menyertakan amandemen yang akan melucuti pendanaan Obamacare seluruhnya atau menunda komponen-komponen intinya. Berhadapan dengan kengototan Senat yang dikuasai kaum Demokrat dan Gedung Putih (yang merasa posisinya ada di atas dalam kasus ini), maka terjadilah kebuntuan, dan sebagai akibatnya layanan-layanan “non esensial” pemerintahan federal ditutup karena tidak ada pendanaan.
Obamacare
Lantas apa itu Obamacare? Pertama, kita harus pahami dengan jelas: Obamacare berbeda sama sekali dengan sistem pelayanan kesehatan yang tersosialisasikan. Obamacare tidak menghapus sistem asuransi yang meraup banyak laba, melainkan memperluasnya dan membanjirinya dengan uang publik. Obamacare tidak menggantikan sistem yang ada dengan sistem yang efisien, yang dijalankan pemerintahan federal, yang memberikan perlindungan kesehatan menyeluruh. Obamacare bukanlah sistem “pembayar tunggal” dan tidak menyediakan “jaminan kesehatan untuk semua orang.” Obamacare tidak seperti Layanan Kesehatan Nasional Inggris maupun Sistem Kesehatan Kanada. Obamacare bahkan tidak menyertakan perusahaan asuransi milik negara sebagai opsi publik untuk berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan swasta di pasar.
Berkebalikan dengan apa yang akan dipercayai kaum fanatik Tea Party, di bawah ACA, pemerintah tidak menentukan siapa dokter kita. Pemerintah juga tidak membuat “panel-panel kematian” yang memutuskan siapa yang hidup dan siapa mati. Sebaliknya, Obamacare, adalah subsidi pemerintahan secara berkelimpahan terhadap perusahaan-perusahaan swasta yang berorientasi laba (HMO). Hal ini pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pendekatan “pasar bebas” selama puluhan tahun belakangan ini, dengan subsidi-subsidi besar untuk perusahaan Amerika yang diambil dari pajak rakyat. Terdapat beberapa aturan yang diterapkan pada perusahaan-perusahaan asuransi — misalnya, memperluas cakupan asuransi untuk anak-anak dari pihak yang diasuransikan hingga usia 26 tahun serta mencegah perusahaan-perusahaan menolak perlindungan dengan dalih “kondisi-kondisi yang sudah ada sebelumnya” — namun sebagai gantinya mereka mendapatkan perluasan pasar dan pembayaran yang terjamin dari pemerintah.
Jadi bagaimana tangan perusahaan-perusahaan swasta ini bisa menjamah subsidi-subsidi pemerintah? Sebagai bagian dari “reforma pelayanan kesehatan” ACA, terdapat “mandat individual” yang mewajibkan setiap orang di AS untuk membeli asuransi kesehatan swasta, mulai tahun 2013. Bila mereka tidak membeli atau memiliki jaminan asuransi, akan dikenai sanksi. Menurut aturan-aturan IRS (Badan Pajak AS) mengenai penerapan ACA: “Orang-orang yang memilih tidak memiliki asuransi akan dikenai denda sebesar $95 per orang tiap tahunnya, atau 1% dari pendapatan rumah tangga, tergantung mana yang lebih besar, di awal 2014. Dengan berjalannya waktu, sanksinya terus meningkat sehingga pada tahun 2016 sanksinya mencapai $695 per orang atau 2,5% dari pendapatan rumah tangga.”
Banyak dari mereka yang tidak mampu membayar premi akan ditanggung oleh subsidi pemerintah, yang akan membayar uang tersebut kepada perusahaan asuransi yang berorientasi laba. Meskipun demikian sebanyak 25 juta orang akan jatuh pada golongan yang tidak mendapatkan subsidi untuk memperoleh jaminan asuransi karena mereka dianggap memiliki pendapatan yang “terlalu banyak” untuk dianggap layak menerima bantuan pemerintah namun terlalu sedikit untuk membayar asuransi sendiri. Sebanyak enam juta orang lainnya juga tidak akan menerima bantuan karena para gubernur Republiken di beberapa negara bagian menolak menerapkan program tersebut. Sejumlah orang tersebut bisa jadi dibebaskan dari sanksi namun sebagian lainnya tidak. Sebagai tambahan, banyak perusahaan yang menghapus program-program asuransi kesehatannya dan mengirim para pegawainya ke pasar asuransi kesehatan yang dibentuk oleh ACA untuk memesan asuransi mereka sendiri, yang kemudian disubsidi oleh pemerintah.
Dengan meroketnya biaya-biaya kesehatan, kondisi seseorang yang tidak memiliki asuransi secara harfiah sama saja dengan hukuman mati di negara terkaya di muka bumi ini. Di suatu negeri yang menghabiskan 17,6% pendapatan bruto pada tahun 2010 untuk perawatan kesehatan–2,5 kali lebih banyak per orangnya dibandingkan dengan negara-negara seperti Prancis, Swedia, dan Inggris — sebanyak 26.000 orang diperkirakan mati tahun itu akibat tidak memiliki asuransi kesehatan. Inilah mengapa terdapat ilusi-ilusi (yang bisa dimengerti) terhadap Obamacare yang menghinggapi mereka yang tidak memiliki asuransi atau memilih salah satu dari jaminan asuransi, mobil, atau bahkan makan tiap hari. Bagi mereka, bantuan untuk meringankan rasa sakit akibat gilasan krisis kapitalis ini meskipun hanya secuil namun dianggap lebih baik daripada tidak ada sama sekali.
Hebatnya, meskipun tidak mengejutkan, adalah kenyataan di mana gagasan “mandat individual” untuk mengajukan asuransi kesehatan swasta sebenarnya ditelurkan oleh institusi konservatif, Heritage Foundation, pada tahun 1989 silam, untuk melawan balik tumbuhnya dukungan terhadap sistem pembayar tunggal yang disponsori pemerintah. Ketika seorang Republiken bernama Mitt Romney mencanangkan program itu sebagai Gubernur Massachusetts, gagasan itu memperoleh dukungan dari kedua partai, dan dianggap sebagai suatu model untuk AS dan dijuluki “Romneycare”. Seorang Republiken garis keras, Jim DeMint, bekas senator dari Carolina Selatan, terus memuji dan menyanjung kemampuan Romney dalam “mengadopsi gagasan-gagasan konservatif yang baik, seperti asuransi kesehatan swasta dan menerapkannya demi memenuhi kebutuhan setiap orang agar dijamin oleh asuransi.”
Namun tiba-tiba pada tahun 2009, mandat individual dianggap sebagai buah karya setan dan dinyatakan “tidak konstitusional” oleh sayap kanan. Paul Broun, seorang Republiken sekaligus calon anggota Senat mengatakan: “Ancaman terbesar saat ini adalah Obamacare. Obamacare telah menghancurkan banyak lapangan kerja, menghancurkan ekonomi, dan bila terus dibiarkan, akan menghancurkan Amerika.”
Mengapa berubah pikiran? Satu alasan yang jelas: kenyataan sinis “politik” di Washington. Dalam comberan amoral yang penuh kongkalikong dan persekongkolan, janji-janji palsu, dusta dan kebohongan, serta pengkhianatan-pengkhianatan, fakta tidak pernah mencegah maupun menghentikan para politisi yang mencoba meraih perolehan-perolehan politik dengan cara menyerang lawan-lawan mereka, meskipun itu artinya adalah politik pencitraan. Namun ada sesuatu di balik hal tersebut.
Meskipun demikian sudah terjadi debat berkepanjangan serta voting atas Obamacare dan aturan hukum tersebut sekarang telah selamat dari pemeriksaan Mahkamah Agung; Obamacare kini merupakan aturan hukum yang sah dan berlaku. Meskipun demikian kelompok Tea Party (pendukung Republiken) tetap ngotot untuk mencabut pendanaan Obamacare atau melumpuhkannya. Ini mempertanyakan keseluruhan sistem “demokrasi borjuis”, di mana mayoritas, lah, yang seharusnya berkuasa. Jika segelintir politisi yang berkelimpahan pendanaan dalam suatu partai minoritas bisa menyandera seluruh proses legislatif dan bahkan menyabotase fungsi normal negara borjuis karena mereka tidak setuju dengan sepotong peraturan yang sudah disahkan, maka ilusi “supremasi hukum” mulai pecah berkeping-keping. Namun risiko yang dipertaruhkan sangatlah tinggi sampai mereka terpaksa menempatkan legitimasi sistem secara keseluruhan dalam bahaya kehancuran
Apa yang ditakuti oleh kaum Republiken adalah bilamana Obamacare lumayan berhasil maka kaum Demokrat berada dalam posisi kuat menjelang pemilihan presiden 2016. Namun apa yang lebih penting adalah, kaum republiken paham bahwa “rasa lapar akan diiringi dengan tindakan untuk memakan” Artinya, mereka takut bahwa dengan krisis saat ini dan dorongan untuk mencanangkan program pengetatan anggaran, bahkan subsidi kecil bagi mereka yang membutuhkan akses ke pelayanan kesehatan (yang meskipun dananya pun disalurkan ke perusahaan-perusahaan swasta) akan membangunkan ilusi di antara rakyat jelata Amerika bahwa pemerintah seharusnya mengintervensi lebih besar dalam hal lapangan pekerjaan dan layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, dan lain-lain, dan bukannya malah menguranginya.
Inilah beberapa alasan mengapa mereka memutuskan mempertahankan pendirian mereka dalam isu ini. Inilah mengapa mereka menolak bermain sesuai aturan-aturan mereka sendiri. Namun situasi-situasi semacam ini memiliki suatu logika tersendiri, dan semuanya mulai bergerak tak terkendali. Inilah mengapa pasar mengalami keresahan dan semakin banyak lapisan kelas penguasa yang khawatir. Mungkinkah orang-orang seperti ini benar-benar berkeinginan untuk mendorong negeri ini ke “tebing fiskal”?
Borjuis yang serius tentu akan memberikan tekanan besar di balik layar pada Boehner dkk untuk mencapai suatu kesepakatan. Namun kredibilitas pribadi, kekuasaan, dan jabatan mereka kini dipertaruhkan. Lebih dari itu, kedok yang mereka buat berdasarkan sistem dua partai selama berpuluh-puluh tahun terancam akan terbongkar berantakan bilamana kepemimpinan Republiken menyerah dan basis elektoral pendukung fanatik Partai Republik hancur. Tak akan mudah untuk memutar balik kereta yang tidak punya rem.
Kemungkinan terjadinya perpecahan dalam Partai Republik kini didiskusikan dengan terbuka. Bila hal ini terjadi maka ini akan mengubah medan politik AS secara dramatis dengan cara-cara yang tak terkira. Padahal baru sepuluh tahun lalu, Kaum Republiken seakan tak terkalahkan; kini mereka terjebak di tengah perang saudara internal, terpecah oleh kaum konglomerat “moderat”, yang paham bahwa partai telah berayun terlalu jauh ke kanan sampai tak bisa dipilih sebagai suatu partai nasional, sehingga mengancam posisi mereka sebagai salah satu pilar borjuis, serta kaum Tea Party yang fanatik dan tidak punya pemahaman atas kenyataan sama sekali. Para fanatik kelas menengah dan sayap kanan yang abai ini, didanai oleh konglomerasi secara besar-besaran untuk menjadi tongkat pemukul dalam melawan kaum buruh. Namun kekuasaan dan pengaruh mereka yang sudah tidak proporsional membuat mereka lupa daratan dan kini mereka sudah tak bisa dikendalikan oleh para pembeking mereka.
Tebing Fiskal
Kini pertanyaan mengenai penaikan batas hutang sangatlah membayang dan berisiko bersilang-sengkarut dengan penutupan pemerintah. Apa yang tak terpikirkan bisa jadi terhindarkan; namun bisa jadi tak terhindarkan juga.
Teka-teki penaikan batas hutang atau “tebing finansial” sebenarnya cukup lugas. Pemerintahan AS punya batas atas jumlah hutang nasional yang bisa diberikan Kementerian Keuangan. Meskipun pembelanjaan bisa diotorisasi dan dialokasikan melalui undang-undang terpisah, bisa atau tidaknya pemerintah dalam melakukan pinjaman ditentukan oleh batas-batas peminjaman yang disetujui oleh Kongres. Beberapa pihak memperkirakan, sedini pada 17 Oktober, dan makin pasti pada 1 November, bahwa AS tidak akan lagi mampu membayar hutangnya dan terpaksa gagal bayar terhadap beberapa hutangnya. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tak terbayangkan terhadap ekonomi AS dan juga memicu krisis global.
Hutang pemerintahan AS kini diperkirakan mencapai $17 triliun dan terus naik dengan jumlah kasarannya sebesar $2,7 miliar tiap hari. Tahun 1980 hutang pemerintah AS kurang dari $1 triliun. Peningkatan besar-besaran dari jumlah ini bisa dilacak ke perang-perang di Irak dan Afghanistan serta dana talangan yang diberikan pada raksasa-raksasa perbankan dan asuransi di tahun 2008. Namun kini saat batas pinjaman pemerintah telah mencapai batasnya, bandit-bandit pendukung pengetatan anggaran tersebut menemukan kesempatan untuk menikamkan pisau mereka. Sudah sejak lama mereka menarget program-program seperti Jaring Pengaman Sosial, Perawatan Medis, Bantuan Medis, Kupon-Kupon Makanan, Subsidi Pendidikan, dan lainnya. Tujuan mereka adalah menggunakan kekuatan veto de facto mereka dalam menentukan apakah batas pinjaman dinaikkan atau tidak untuk memaksakan pemotongan-pemotongan anggaran dalam kecepatan yang lebih tinggi. Mereka bermaksud untuk membuat rakyat Amerika panik dan menerima pemotongan-pemotongan demikian sebagai sesuatu yang “terbaik dari yang terburuk” dan lebih baik daripada kehancuran ekonomi secara total.
Banyak Republiken kini mengecil-kecilkan dampak potensial dari gagal bayarnya pemerintah. Mereka yakin bahwa AS “terlalu besar untuk gagal” dan bahwa seluruh dunia “tahu mereka juga akan dibayar nantinya, dengan bunga.” Lainnya dengan sinis menyatakan bahwa hutang saat ini bisa dibayar dengan tabungan-tabungan dari penutupan pemerintah — dengan mengorbankan ratusan ribu pegawai federal, termasuk para pekerja taman-taman nasional, tugu-tugu peringatan, pusat-pusat veteran, keluarga-keluarga militer, dan banyak lagi!
Namun konsensus di antara mereka yang di hidup di muka bumi adalah kegagalan membayar hutang dari pemerintah federal AS akan jadi malapetaka, karena pembayaran bunga atas surat-surat hutang, pembayaran untuk kerja yang dikontrak oleh pemerintah, dan cek-cek jaring pengaman sosial akan berhenti mengalir. Berikut beberapa contoh pernyataan beberapa borjuis yang lebih serius:
- Departemen Keuangan AS: “Kegagalan membayar hutang adalah hal yang tidak ada presedennya dan berisiko berkembang jadi malapetaka: pasar-pasar kredit akan macet, nilai dolar bisa merosot, tingkat suku bunga AS bisa meroket, dampaknya bisa menjalar ke seluruh dunia, dan bisa jadi ada krisis finansial dan resesi yang serupa dengan peristiwa-peristiwa 2008 atau bisa jadi lebih parah dari itu semua.”
- Jim Grant, Pendiri Grant’s Interest Rate Observer (Pengawas Suku Bunga Grant): “Pasar finansial semua bersandar pada kepercayaan. Bila kepercayaan sudah terguncang, maka kau akan kena bencana.”
- Goldman Sachs: “Kami memperkirakan bahwa tarikan balik fiskal akan sebesar 9% Produk Domestik Bruto. Bila hal ini dibiarkan terjadi maka akan memicu tren penurunan pesat dalam aktivitas perekonomian bila tidak dibalikkan dengan segera.”
- Bloomberg: “Siapapun yang ingat ambruknya Lehman Brothers Holdings Inc. kurang lebih lima tahun lalu, tahu apa itu bencana finansial global. Kegagalan membayar hutang pemerintah AS, yang dapat terjadi dalam beberapa pekan ke depan bilamana Kongres gagal menaikkan batasan pinjaman hutang dan kini besar kemungkinan hal itulah yang akan terjadi, maka malapetaka ekonomi yang belum pernah disaksikan dunia akan segera datang.”
- Simon Johnson, mantan ekonom utama IMF: “Kegagalan membayar hutang adalah sesuatu yang gila namun hal itu bukan lagi suatu kemungkinan yang nol persen akan terjadi.”
- Warren Buffett: “Bagaikan bom nuklir, terlalu mengerikan untuk digunakan.”
Jangankan pasar; jutaan rakyat Amerika akan terkena imbasnya secara langsung, karena Jaring Pengaman Sosial dan pembayaran-pembayaran lain yang jadi sandaran rakyat untuk bertahan hidup akan mengering. Angkara massa akan tumpah ruah ke jalanan, karena rakyat Amerika tidak lagi ingin tinggal diam sementara segelintir orang bermain-main dengan hajat hidup mereka. Kalau gagal bayar terus berlarut-larut, maka gejolak sosial akan dengan cepat tak terkendali dan membangkitkan gerakan yang lebih luas dan lebih jelas tuntutannya dibandingkan gerakan Occupy.
Meskipun demikian, yang menarik adalah, Amandemen ke-14 Konstitusi AS menyatakan dengan jelas bahwa “validitas hutang publik Amerika Serikat, diotorisasikan oleh hukum, termasuk hutang-hutang untuk pembayaran pensiun dan bayaran terhadap jasa-jasa merepresi insureksi dan pemberontakan, tidak boleh diganggu gugat.” Dengan kata lain, meskipun tidak ada cukup uang untuk susu formula bagi bayi untuk ibu-ibu miskin atau obat-obatan bagi kaum pensiunan, tetap ada cukup uang untuk menindas pembangkang dalam negeri.
Konglomerasi jelas cemas dengan situasi ini. Ketidakpastian dan ketidakstabilan adalah hal terakhir yang diperlukan saat ini. Kamar Dagang AS dan Asosiasi Pengusaha Pabrik melayangkan suat pada Kongres dan mendesak tindakan untuk menaikkan batas hutang: “Bangsa kita tidak pernah gagal bayar di masa silam, dan kegagalan menaikkan batas hutang pada waktu yang tepat akan menyebabkan gangguan serius pada ekonomi kita yang rapuh serta menimbulkan efek guncangan di seluruh dunia.”
Majalah The Economist, salah satu corong suara paling sadar dan serius dari kelas penguasa dunia mengkritik Kaum Republiken dan Demokrat, dengan mengatakan “bukan begini caranya mengelola negara.” Majalah tersebut kemudian menjelaskan lebih lanjut apa arti gagal bayar: “Hal tersebut akan mengancam pasar-pasar finansial. Karena Keuangan Amerika sangatlah cair dan aman, maka digunakan sebagai jaminan hutang. Hal itu lebih dari 30% jaminan hutang yang digunakan institusi-institusi finansial seperti bank-bank investasi untuk dipinjam dari $2 triliun pasar ‘tri-party repo’, suatu sumber pendanaan semalam. Suatu gagal bayar akan memicu tuntutan-tuntutan dari para pemberi hutang untuk meminta lebih banyak jaminan hutang; yang bisa menyebabkan serangan jantung finansial sebagaimana yang disebabkan oleh ambruknya Lehman Brothers di tahun 2008.”
Sebagian pihak di Eropa membayangkan bahwa gagal bayar AS akan mendorong ekonomi-ekonomi mereka, karena para investor akan beralih ke Euro dan ke Jerman, Belanda, serta pasar-pasar hutang Eropa Utara untuk Surga Investasi. Namun mereka paham bahwa bilamana dolar AS melemah karena gagal bayar, maka barang-barang Eropa akan makin mahal sehingga menurunkan ekspor ke AS dan merusak pemulihan yang sangat rawan. Pemegang surat obligasi Jepang dan Tiongkok pada khususnya sangat vokal dalam menuntut suatu resolusi. Wakil Menteri Keuangan Zhu Guangyao memberikan pesan berikut pada Washington: “AS menyadari dengan jelas keprihatinan Tiongkok atas kebuntuan finansial dan permintaan Tiongkok pada AS untuk menjamin keamanan investasi Tiongkok.”
Terlepas dari menggoyahkan kepercayaan investor, terdapat implikasi-implikasi internasional lainnya. Misalnya, Obama terpaksa membatalkan kunjungannya pada Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Bali, Indonesia. Di saat AS tengah berupaya memproyeksikan kekuatan ekonomi dan militernya di kawasan ini, melewatkan pertemuan kunci ini karena kekacauan politik di Washington dianggap banyak pihak sebagai suatu “bencana diplomatik”. Para pimpinan Rusia dan Tiongkok pada khususnya bertindak sigap dalam mengambil keuntungan dari ketidakhadiran Obama. Negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Filipina, kini dihinggapi keraguan atas kemampuan Amerika untuk mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka melawan kehadiran kembali Tiongkok dan Jepang yang mulai melampaui batas.
Semua kekacauan ini tidak akan terpikirkan selama boom ekonomi pasca Perang Dunia II. Selama beberapa dekade, kapitalisme mampu memberikan remah-remah roti dan konsesi-konsesi pada para pekerja. Kini sudah tidak ada lagi remah-remah yang diberikan, karena kaum kaya bersikeras memaksa kelas pekerja yang harus membayar dan menanggung krisis.
Kaum Republiken bermaksud menggunakan ketakutan terhadap risiko gagal bayar untuk membuat rakyat Amerika panik dan terpaksa menerima suatu “kompromi” yang mengandung serangan-serangan terhadap hajat hidup rakyat pekerja. Jika ada yang bisa dijadikan petunjuk dari beberapa waktu belakangan ini, itu adalah fakta bahwasanya Obama bisa jadi akan bersedia untuk memaksakan serangan-serangan demikian. Dalam kata-katanya sendiri beberapa pekan lalu: “Kalau ada jalan untuk memecahkan masalah ini, hal itu harus mencakup pembukaan kembali pemerintah dan mengatakan Amerika tidak akan gagal bayar, dengan ini kita akan membayar tagihan-tagihan kita. Mereka [Kaum Republiken] bisa menyertakan beberapa proses yang memberikan beberapa kepastian bahwa hal-hal yang menjadi perhatian mereka akan dibicarakan… bila mereka ingin merinci semua poin yang mereka pikir harus didiskusikan, silahkan saja.”
Merespon hal itu, Juru Bicara Majelis Perwakilan, John Boehner menyatakan hal berikut: “Apa yang dikatakan presiden hari ini adalah bila ada tindakan menyerah tanpa syarat oleh Kaum Republiken, maka dia bersedia duduk dan berunding dengan kami, Itu bukan bagaimana cara pemerintah beroperasi. Harus ada suatu negosiasi di sini. Kita tidak bisa menaikkan batas pinjaman hutang tanpa melakukan sesuatu mengenai apa yang menyebabkannya meminjam lebih banyak uang dan melampaui cara-cara selama ini.”
Terdapat suatu pola dari bagaimana Obama membiarkan segala sesuatu makin memburuk, hanya dengan “berunding” dan “berkompromi” dengan Kaum Republiken hingga menit terakhir. Serta apa yang kami maksud dengan “Kompromi” adalah dia memberikan konsesi kepada proposal-proposal kaum Republiken yang secara agresif bersifat anti-buruh dengan mengatasnamakan “kesatuan nasional”. Dengan demikian suatu resolusi di hadapan skenario terburuk masih dimungkinkan.
Meskipun demikian, fakta bahwa semuanya telah sampai sejauh ini adalah indikasi lain bahwasanya kelas penguasa dari negara terkuat di dunia telah terpecah dan kehilangan kepercayaan dalam metode-metode memerintahnya di masa lalu. Pengalaman selama tahun-tahun belakangan ini telah menjelaskan bahwa ekonomi kapitalis selalu akan membawa krisis ekonomi kapitalis, yang bergema di semua tingkatan masyarakat. Suprastruktur politik yang ditempatkan untuk mengelola kepentingan-kepentingan kelas penguasa akan terkena imbasnya secara tidak terelakkan. Dalam analisis akhir, disfungsi Washington adalah suatu ekspresi disfungsi kapitalisme.
Perjuangkan Partai Buruh! Perjuangkan Sosialisme!
Dengan dukungan hanya sebesar 10%, jelas bahwa Kongres tidak benar-benar mewakili rakyat Amerika. Rakyat tidak puas namun mereka tidak punya alternatif. Kalau saja para pimpinan buruh punya kepemimpinan, mereka akan menggunakan kesempatan-kesempatan macam ini untuk menjelaskan pada para pekerja Amerika bahwa mereka harus memisahkan diri dari dua partai konglomerasi dan membangun partai buruh. Alih-alih melakukan hal itu, seperti biasa, mereka malah mengekor dengan patuh di belakang Kaum Demokrat, dan tidak menawarkan jalan independen ke depan.
Pembentukan suatu partai buruh akan mengubah situasi sepenuhnya. Kaum Republiken dan Demokrat tidak akan lagi mampu mengalihkan perhatian kaum buruh dengan sirkus politik di Washington seperti ini. Jutaan rakyat pendukung Demokrat dan tidak sedikit rakyat pendukung Republiken akan melompat dan bekerja untuk membangun suatu partai yang benar-benar mewakili kepentingan kelas pekerja. Tambahkan juga jutaan orang yang saat ini tidak tertipu ilusi Partai Republik dan Partai Demokrat, maka situasi akan sepenuhnya berbalik. Gabungkan perjuangan ini di front politik, dengan gelombang pemogokan menuntut upah-upah yang lebih layak, gelombang pembentukan serikat buruh, dan pembangunan sayap kiri yang kuat dan militan dalam serikat-serikat buruh, akan mampu menarik jutaan orang ke dalam gerakan buruh terorganisir, khususnya di bagian selatan AS.
Sedangkan Obamacare, yang merepresentasikan setitik air di pandang pasir bagi mereka yang sangat membutuhkan bantuan meskipun hanya secuil, sebenarnya tidak menjawab permasalahan mendasar mengenai pelayanan kesehatan di AS: yakni kepemilikan swasta/pribadi atas alat-alat produksi serta motif penumpukan laba dalam industri kesehatan. Program organisasi Workers International League (Liga Buruh Internasional) yang menggarisbawahi pendekatan sosialis terhadap krisis perawatan kesehatan yang dihadapi jutaan rakyat Amerika menyatakan:
“Perjuangkan sistem pelayanan kesehatan nasional yang tersosialisasikan. Bebaskan riset-riset ilmiah dari jeratan motif penumpukan laba. Akses sepenuhnya terhadap teknologi medis, perawatan, dan penemuan terkini. Danai secara masif riset-riset untuk menemukan obat dan perawatan terhadap AIDS, kanker, dan penyakit-penyakit lainnya. Nasionalisasi perusahaan asuransi kesehatan, industri peralatan medis dan farmasi, sistem-sistem rumah sakit raksasa dan klinik-klinik terkait, serta integrasikan ke dalam sebuah penyedia kesehatan yang dimiliki negara dan dikelola secara demokratis”
Bagaimanapun juga, ini tidak akan bisa dicapai tanpa memobilisasi kekuatan kelas pekerja. Tanpa suatu partai buruh berdasarkan serikat-serikat buruh, para pekerja tidak akan mampu melawan para majikan dan sistem legislatif dan yudisial yang mengendalikan perburuhan. Bila kita tidak memperjuangkan transformasi masyarakat sosialis secara keseluruhan, semua capaian yang kita menangkan akan selalu berada di bawah ancaman. Hanya pemerintahan buruh dan kontrol buruh secara demokratis terhadap alat produksi, distribusi, dan pertukaran yang bisa mengakhiri kekacauan kapitalisme sekaligus dan selamanya. Bergabunglah dengan Tendensi Marxis di AS dan mari perjuangkan pembentukan partai buruh! Perjuangkan sosialisme!
***
Pelajaran dari Washington yang Nyaris Ambruk
John Peterson, 17 Oktober 2013
Selama 16 hari, dunia menunggu dengan harap cemas seiring dengan penutupan pemerintahan AS dan posisi di ujung tanduk gagal bayar hutang. Pada menit-menit terakhir, suatu kesepakatan dibuat lewat Senat dan Gedung Putih serta ditandatangani Obama sehingga AS berhasil mengelak dari krisis yang sudah menjelang. Apa makna semua ini? Apa konsekuensinya bagi politik Amerika dan sistem kapitalis itu sendiri?
Seandainya kesepakatan di menit terakhir tidak terlaksana, maka Departemen Keuangan AS akan kehabisan kredit pada Rabu tengah malam. Departemen tersebut harus membayar hutangnya hanya dengan 30 miliar dolar dari cadangan tunai pemerintah dan pendapatan pajak mendatang. Dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu, ekonomi terkuat di dunia akan terpaksa memilih mana hutang yang diprioritaskan dan mana yang akan dibiarkan lewat batas pembayaran. Jaminan sosial dan tunjangan-tunjangan untuk veteran perang akan dihentikan. Dampak-dampak dan kemarahan akan meluas dan pergolakan akan mengarahkan gerakan massa untuk melawan inkompentensi serta pemotongan anggaran pemerintah.
Pasar saham dunia menggeliat dengan liar dan gelisah karena para investor dan pemerintahan dunia mengharapkan yang terbaik dan bersiap untuk yang terburuk. Dampak-dampak gagal bayar akan tidak terduga. Agensi penilai kredit Fitch — yang loyalitasnya terikat pada Wall Street dan bukan dengan negara manapun pada umumnya — mengeluarkan peringatan bahwa nilai kredit AS akan turun bila kebuntuan di pemerintahan AS terus berlanjut. Reksadana, yang banyak di antaranya tidak diperbolehkan untuk menahan sekuritas-sekuritas yang gagal bayar, akan membuang miliaran dolar surat obligasi keuangan AS. Bahkan tanpa adanya gagal bayar, Standard and Poor’s memperkirakan penutupan pemerintah akan menyebabkan kerugian ekonomi AS sebesar $24 milyar.
Sebagaimana yang telah kami jelaskan dimana-mana, sengketa di Washington merupakan cerminan krisis kapitalisme yang tidak ada jalan keluarnya dan ketidakmampuan kelas penguasa untuk terus berkuasa dengan cara-cara yang lama. Pekan-pekan terakhir merupakan contoh bahwa apapun upaya yang ada untuk menegakkan kembali stabilitas ekonomi hanya berujung pada meningkatnya instabilitas politik dan sosial. Dalam tahun-tahun terakhir, terdapat banyak anggaran yang “hampir meleset”, namun tidak ada yang seburuk anggaran kali ini yang dipenuhi dengan implikasi-implikasi untuk masa depan. Meskipun debu-debu tengah mengendap dan prosesnya tidak akan berjalan linear, namun sejarah akan menoleh balik pada episode ini sebagai sorak-sorai terakhir dari kaum konservatif Jim Crow, sang sayap kanan borjuis kecil, dan awal dari tahapan baru yang pasti dalam perubahan kesadaran kelas pekerja Amerika.
Apa yang Ada dalam Undang-Undang Tersebut
Selama penutupan, sebanyak 800.000 pekerja federal dirumahkan dan sejuta lainnya dipaksa bekerja tanpa bayaran. Mereka semua kini dipekerjakan kembali dan semuanya akan menerima upahnya yang belum dibayar. Namun kepercayaan mereka terhadap keamanan kerja telah dicederai dengan parah.
Kesepakatan yang banyak dipuji dan disanjung itu merepresentasikan kemunduran yang parah bagi kaum Republiken namun dalam jangka panjang akan terbukti hanya menjadi kemenangan sementara bagi kaum Demokrat. Kesepakatan tersebut mengandung sedikit substansi nyata dan hanya akan menunda krisis selama beberapa bulan. Sebagai bagian dari kesepakatan demikian, pemerintah akan didanai sampai 15 Januari, dan keringanan hutang telah diperpanjang sampai 7 Februari tahun 2014.
Tujuan sebenarnya dari Kaum Republiken — yang menggunakan masalah anggaran dan otoritas peminjaman federal untuk melucuti pendanaan atau menunda Obamacare — telah gagal total. Satu-satunya perubahan pada Affordable Care Act (ACA) atau Undang-Undang Kesehatan Terjangkau dalam kesepakatan tersebut adalah pengetatan persyaratan untuk membuktikan kelayakan untuk mendapatkan subsidi kesehatan, yang merupakan pukulan bagi mereka yang tidak mampu membeli asuransi dan menempuh proses “pertukaran kesehatan”.
Kaum Demokrat juga terbuka untuk menegosiasikan anggaran tahun 2014 dengan Paul Ryan, seorang Tea Party dari Wisconsin dan pendukung besar pengetatan anggaran. Yang akan ditawarkan oleh kaum Demokrat di atas meja perundingan adalah pemotongan-pemotongan atas program-program “tunjangan sosial” seperti Jaminan Sosial, Medicare, Medicaid, dan jaminan-jaminan sosial lainnya yang dibutuhkan jutaan rakyat Amerika untuk bertahan hidup. Sedangkan di saat yang bersamaan pemotongan-pemotongan lain sudah berlangsung (dari perseteruan anggaran yang lalu), dan Obama menyatakan bahwa dia menginginkan suatu kesepakatan yang menyeluruh untuk menghindari sengketa-sengketa reguler semacam itu. Dalam mencapai kompromi demikian, Obama telah menyatakan dengan jelas bahwa dia bersedia berunding dengan kaum Republiken mengenai semua hal dan apapun cara yang akan ditempuh untuk mencapainya – bahkan bila itu termasuk menyertakan pemotongan-pemotongan terhadap program-program sosial yang sebelumnya dikatakan “tidak boleh diutak-atik”.
Selanjutnya, meskipun terdapat urgensi untuk menghindari gagal bayar, apa yang diloloskan bukanlah suatu undang-undang yang “bersih” yang berfokus dengan ketat pada penaikan batas hutang dan pembukaan kembali pemerintahan. Anggota senat bekerja siang malam dan menghasilkan undang-undang 35 halaman yang mengandung semacam politik dagang sapi antara kedua partai.
Misalnya, janda Frank Lautenberg, seorang Senator lama dari Kaum Demokrat di New Jersey, yang meninggal karena virus pneumonia saat masih menjabat awal tahun ini, akan menerima tunjangan kematian setara dengan gaji satu tahun penuh. Artinya sebanyak $174.000 — uang yang katanya tidak ada untuk sekolah, program pangan, dan Jaminan Sosial – akan diserahkan kepada keluarga salah satu anggota Kongres yang terkaya (Lautenberg diperkirakan memiliki kekayaan sebesar $59 juta di tahun 2011).
Selain itu, pada tahun dimana program pemerintah untuk memata-matai rakyat Amerika telah diungkap oleh Edward Snowden, mantan pegawai Badan Keamanan Nasional, maka melegakan saat mengetahui bahwa sebanyak $3,1 juta akan diberikan pada “Kelompok pengawas yang bertugas menjaga hak-hak privasi rakyat Amerika dan melawan jangkauan berlebihan dari intelijen internet pemerintah”
Hal lain yang juga dipendam dalam pengesahan aturan baru ini adalah penyediaan $2,2 miliar untuk proyek-proyek pembangunan terkait pembendungan sungai yang kebetulan mengalir di kampung halaman Pemimpin Minoritas Senat Republiken, Mitch McConnel, yaitu negara bagian Kentucky. Sudah merupakan rahasia umum bahwa tujuan tiap delegasi kongres adalah meraup keuangan nasional demi negara bagian mereka sendiri; meskipun demikian kemunafikan dari beberapa pihak yang menyerukan “Kentucky Kickback” (Suapan Kentucky) sangatlah mengejutkan.
Sengaja Tidak Efektif
Cepatnya undang-undang ini disahkan menimbulkan beberapa pertanyaan. Kongres selama ini terkenal reputasinya atas kinerjanya yang lambat dan tertatih-tatih, dengan labirin komite-komite, subkomite-subkomite, pertemuan-pertemuan pimpinan, kelompok-kelompok kerja, pertemuan-pertemuan staf, kaukus-kaukus, ambang dasar voting yang tidak demokratis, filibuster (pemblokiran pengambilan suara di majelis), serta berbagai aturan dan tradisi prosedural Senat dan Majelis Perwakilan lainnya.
Kebuntuan ini disengaja. Karena kebuntuan ini menyediakan alasan praktis untuk mencegah pelolosan segala hal yang bermakna, dan memungkinkan minoritas untuk menjegal berfungsinya mesin legislatif secara keseluruhan. Di atas segalanya, kebuntuan ini menjamin bahwa kehendak mayoritas rakyat Amerika tidak pernah bisa diekspresikan sepenuhnya dalam batasan-batasan struktur politik yang ada saat ini.
Jadi bagaimana mungkin membuat majelis maupun senat di Kongres untuk menyetujui suatu undang-undang yang kemudian dikirimkan ke meja Presiden untuk ditandatangani hanya dalam beberapa jam? Hal ini merupakan suatu pertanyaan yang banyak diajukan oleh rakyat Amerika kepada diri mereka sendiri seiring dengan mereka semakin berpikir panjang dan keras mengenai sirkus politik yang bermain-main dengan nasib mereka.
Apa yang Sebenarnya Direpresentasikan Kelompok Tea Party
Kelompok Tea Party pada dasarnya merepresentasikan sisa-sisa histeris dari Konfederasi lama, dari Jim Crow di Amerika bagian Selatan, dan konservatisme pedesaan pada umumnya. Gagasan-gagasan mereka adalah campur aduk dari populisme libertarian sayap kanan yang mencerminkan kepentingan-kepentingan borjuasi kecil kulit putih yang ketakutan. Bagaimanapun juga, dibandingkan beberapa dekade lalu, mereka tidak punya basis sosial yang substansial, dan sudah terkikis oleh perubahan demografi dan perubahan sosial yang mendalam, khususnya sejak tahun 1960an. Meskipun mereka telah berhasil menyeret beberapa pekerja awam di belakang mereka melalui demagogi dan akibat kurangnya alternatif nyata dari para pimpinan buruh, di atas segalanya mereka mengekspresikan ketakutan-ketakutan serta kepentingan-kepentingan konglomerat-konglomerat kapital kecil di kota-kota kecil di seluruh negeri.
Meskipun jutaan dolar dikucurkan ke kegiatan-kegiatan mereka oleh para miliarder seperti Koch bersaudara, dan sokongan artifisial yang mereka terima dari media arus utama, basis dukungan paling nyata terhadap kelompok Tea Party ini bisa digambarkan seperti “ikan besar dalam kolam kecil”. Orang-orang “yang sukses dengan usaha sendiri” ini membenci dan sekaligus iri terhadap kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki kaum borjuis besar di tempat-tempat seperti New York, Los Angeles, dan Silicon Valley, namun di sisi lain mereka juga dengki sekaligus takut terhadap kelas pekerja, terhadap kaum kulit hitam, terhadap ras Amerika Latin, Asia, Arab, Kaum Miskin, dan semua kaum “inferior” pada umumnya.
Mereka takut ditelan oleh “bocah-bocah besar” Wall Street dan juga takut dikeroyok oleh kelas pekerja. Mereka ketakutan atas masyarakat yang semakin bergeser ke kiri, yang tercermin dari sikap-sikap masyarakat tentang isu-isu seperti pernikahan sesama jenis, imigran, hak-hak aborsi, dekriminalisasi mariyuana, dan seterusnya. Mereka dengan pongah berkuasa di tingkatan pemerintah negara bagian maupun lokal, namun marah atas semakin tidak kompetennya pemerintahan di tingkatan nasional. Oleh karenanya mereka lebih suka menghalangi dan menyabotase berjalannya sistem pemerintahan mereka sendiri daripada menyerahkan secuil kekuatan dan pengaruh mereka.
Setelah dikalahkan dalam Perang Saudara Amerika, para leluhur mereka mampu melanggengkan tirani lokal mereka dengan menggelincirkan Rekonstruksi dan mencanangkan hukum Jim Crow (hukum yang mendiskriminasi kulit hitam). Melalui penyeimbangan cerdik antar berbagai faksi dan kepentingan dalam kedua partai kelas penguasa, mereka memperpanjang pengaruh mereka yang sebenarnya lebih kecil dari yang sebenarnya hingga ke abad 20. Gerakan Hak-Hak Sipil telah membuat mereka sangat ketakutan, namun dengan “Strategi Selatan” Nixon yang jelas-jelas rasis mereka mampu meraih keunggulan.
Melalui gerrymandering (pembagian distrik atau wilayah untuk memanipulasi suara pemilu), merampas hak suara kaum miskin dan minoritas, tumbuhnya apati di antara para pemilih yang kecewa, dan menguatnya sistem primer yang didominasi uang dan ideologi (berlawanan dengan bos-bos/mesin-mesin partai lama yang digunakan untuk memilih calon-calon bagi pemilihan umum), untuk satu periode historis penuh mereka mampu memiliki pengaruh di dalam perpolitikan nasional yang lebih besar daripada yang sebenarnya
Para senator dan anggota Kongres yang kuat dan saling terhubung dengan baik, yang sebagian besar dari Selatan, dengan demikian mampu memaksakan kehendak minoritas pada bangsa secara keseluruhan. Mereka menjamin loyalitas konstituen-konstituen mereka dengan menyalurkan miliaran dolar federal ke distrik asal mereka dalam bentuk subsidi pertanian dan subsidi-subsidi serta kontrak-kontrak lainnya, termasuk pembangunan dan pemeliharaan basis-basis militer maupun proyek-proyek besar dan kecil lainnya.
Namun gelombang sejarah kini tengah melawan mereka dan hanya sedikit yang bisa mereka lakukan terhadap hal ini dalam jangka panjangnya. Inilah yang menyebabkan paranoia dan irasionalitas mereka, yang menyebabkan tindakan-tindakan memalukan dari para perwakilan politik mereka di Washington.
Kemana Jalan Ke Depan bagi Kelas Penguasa AS?
Partai Republiken — yang dulunya merupakan partainya Lincoln dan partainya perang revolusioner melawan perbudakan- — kini tengah terbelit dalam suatu perang saudara internal. Pada satu sisi, Tea Party yang sudah lupa diri pada bobot dirinya sendiri dalam masyarakat, mengklaim berbicara demi “rakyat Amerika” dan bersumpah untuk melipatgandakan upayanya untuk memenangkan lebih banyak kursi dari kaum Republiken “moderat” yang mendukung kesepakatan ini. Sedangkan di sisi lainnya, banyak pendukung kaya tradisional Republiken berbalik melawan calon-calon Tea Party yang dulunya mereka dukung. Mereka melepaskan Tea Party untuk menghancurkan program-program sosial serta terhadap kelas pekerja namun mereka tidak senang bila anjing-anjing penyerang ini mulai menggigit balik tangan majikannya. Mereka kini mendanai para penantang primer yang akan melawan para perwakilan incumbent Tea Party saat ini. Bahkan Koch bersaudara kini berpikir dua kali, karena perusahaan-perusahaan mereka yang sangat luas akan terciderai dengan parah oleh gagal bayar.
Polarisasi antara partai-partai Demokrat dan Republiken, serta di internal partai-partai ini sendiri, adalah pencerminan polarisasi antara sayap-sayap kelas penguasa AS yang berbeda. Perbedaan-perbedaan mereka bukanlah pada mempertahankan atau tidak mempertahankan kapitalisme atau menerapkan atau tidak menerapkan pengetatan anggaran, namun pada bagaimana cara terbaik untuk menerapkannya — khususnya sebaik mungkin agar tidak memicu kerusuhan sosial massal yang bisa mengancam kekuasaan kapitalis itu sendiri. Secara historis, kelas kapitalis memerlukan sepatu boot kiri dan sepatu boot kanan untuk berkuasa, dan beralih dari satu ke yang lain, sesuai kebutuhan. Namun, dengan dalamnya krisis kapitalisme hari ini, segala sesuatunya tidak selugas dahulu.
Kedua Partai Terdiskreditkan
Sementara Kaum Republiken jelas mengalami kerusakan terparah dengan popularitas merosot sampai 28% pada puncak sengketa penutupan — tingkat ini merupakan yang terendah sejak polling ini dimulai pada tahun 1992 — kekonyolan terkini di Washington ini telah menimbulkan pertanyaan terhadap legitimasi kedua partai. Sementara popularitas terhadap Kaum Republiken turun 10% semenjak September, Kaum Demokrat juga turun 4%.
Akibat penggambaran ulang secara partisan terhadap distrik-distrik elektoral, sebagian besar incumbent terpilih kembali menduduki jabatan mereka — 94% anggota Majelis Perwakilan kembali menjabat pada tahun 2006, dengan kemenangan pemilihan kembali sebesar 85% pada tahun 2010. Meskipun demikian, dengan pemilihan-pemilihan umum jangka menengah yang semakin dekat pada tahun 2014, sentimen “usir para pemalas” tengah berkembang di antara para pemilih. Hampir sebanyak 75% pemilih terdaftar menyatakan mereka ingin menyaksikan sebagian besar anggota Kongres kalah dalam pemilu-pemilu berikutnya. Polling lainnya menunjukkan bahwa rekor 38% mengatakan bahwa mereka ingin perwakilan-perwakilan mereka dilempar keluar, angka ini meningkat dari 25% pada tahapan putaran elektoral yang sama di tahun 2005. Sedangkan 60% rakyat Amerika mengatakan bahwa kalau mereka punya kesempatan mereka akan mengganti setiap anggota Senat dan Majelis Perwakilan tanpa terkecuali.
Menurut polling Gallup, “60% rakyat Amerika mengatakan bahwa partai-partai Demokrat dan Republik menjalankan kerja yang sangat buruk dalam mewakili rakyat Amerika sehingga suatu partai besar ketiga kini dibutuhkan. Persentase ini adalah yang tertinggi yang pernah diukur Gallup dalam sepuluh tahun sejarah keberadaannya. Sedangkan di sisi lain, sebanyak 26% yakin bahwa kedua partai besar tersebut cukup mewakili rakyat Amerika. Angka 26% ini juga yang terendah dalam sejarah polling Gallup.”
Namun bahkan polling-polling ini tak memberikan gambaran penuh akan ketidakpuasan rakyat terhadap status quo politik di negeri ini. Dengan suatu alternatif konkret yang jelas mewakili kepentingan-kepentingan mayoritas kelas pekerja – yakni suatu partai buruh berdasarkan serikat-serikat buruh – situasi akan menjadi sangat berbeda. Sayangnya, satu-satunya alternatif nyata yang dimiliki para pemilih saat ini adalah untuk memilih yang “terbaik dari yang terburuk”, atau “orang lainnya”. Jutaan lainnya memutuskan tidak memilih siapapun dengan menjauhi pemilu karena tidak ada alternatif, serta tidak dianggap dalam polling-polling sebagai orang yang mungkin menggunakan hak suaranya dalam pemilihan umum.
Pemilihan-Pemilihan Umum Jangka Menengah
Meskipun citra mereka sudah terlampau kusam, kaum Demokrat jelas tidak terlalu babak belur dibandingkan kaum Republiken. Hal ini bisa membuka beberapa skenario yang sangat menarik dalam pemilu-pemilu mendatang. Meskipun banyak yang masih bisa terjadi antara sekarang dan November 2014, bilamana kaum Demokrat mempertahankan momentum “terbaik dari yang terburuk” mereka sedikit lebih lama lagi, mereka bisa saja memenangkan Majelis Perwakilan, sehingga akan mengontrol baik Kepresidenan maupun keseluruhan Kongres. Walaupun mereka sekarang mereka merasa senang dengan kemungkinan ini, hal ini pada kenyataannya bisa menjadi suatu cawan beracun, karena ini akan mengekspos mereka di hadapan jutaan pekerja.
Sering kali terjadi bahwa pada putaran kedua masa jabatan kedua dari presiden-presiden yang menjabat dua kali masa jabatan, kekecewaan terhadap partai penguasa berujung pada kebuntuan partisan antara Gedung Putih dan Kongres. Misalnya, selama dua tahun terakhir masa jabatannya, George W. Bush tidak dapat melakukan apapun setelah Kaum Demokrat menyapu bersih Kongres pada pemilu 2006 di atas gelombang kebencian rakyat terhadap Bush. Bush tidak mampu melakukan banyak hal selama dua tahun terakhir demikian, dan apapun undang-undang yang dikehendaki kaum Demokrat selalu menemui ancaman veto dari presiden — suatu alasan praktis untuk tidak melakukan apapun terkait ketidakpuasan yang mendalam dari rakyat Amerika terhadap kebijakan-kebijakan Bush dan Dick Cheney.
Inilah salah satu alasan dari begitu banyaknya ilusi polos dari rakyat Amerika saat Obama terpilih pada tahun 2008. Bukan hanya karena dia menjanjikan “harapan dan perubahan” namun dia juga punya mayoritas legislatif yang mampu membuat janji tersebut menjadi kenyataan, karena Kaum Demokrat memenangkan baik Majelis Perwakilan maupun Senat sekaligus. Dengan menunggangi gelombang pasang Obamamania, Kaum Demokrat secara nyata dapat meloloskan aturan hukum apapun yang mereka inginkan. Namun alih-alih demikian selama dua tahun mereka malah membiarkan minoritas Republiken dan kelompok yang disebut sebagai Tea Party untuk menggertak dan mengakibatkan kebuntuan legislatif melalui suatu kombinasi tipu daya prosedural serta ancaman-ancaman histeris, sehingga pada akhirnya Kaum Demokrat kehilangan kontrol terhadap kongres.
Namun itu semua hanyalah tipu daya. Harapan-harapan dan impian-impian rakyat jelata Amerika jadi korbannya karena sesungguhnya konstituen-konstituen Obama adalah Wall Street dan mereka inilah yang kepentingannya diwakili oleh Obama. Jadi bukan suatu kebetulan bahwa hal yang pertama dilakukan Obama setelah memenangkan pemilu — terlepas dukungannya pada pemberian dana bailout ke bank-bank dan asuransi-asuransi raksasa — adalah membubarkan organisasi-organisasi akar rumput yang membantunya meraih jabatan presiden. Hal terakhir yang diinginkan kelas penguasa adalah suatu populasi yang aktif, terlibat, terorganisir, dan termobilisasi yang meyakini bahwa para pejabat terpilih seharusnya menjalankan perintah para pemilihnya.
Kaum Demokrat bisa lolos dari dosanya kali ini dengan seribu satu alasan. Karena pertama, kelas pekerja masih mengalami syok akibat krisis ekonomi yang mencabik-cabik pekerjaan, tabungan, rumah, dan impian akan masa depan yang lebih baik. Meskipun ia mengecewakan mereka, banyak yang bersikukuh bahwa Obama “sebenarnya bermaksud baik” namun “kedua tangannya terikat” dan dia hanya bisa “melakukan apa adanya”, karena dia mewarisi kekacauan dari rezim Bush sebelumnya.
Namun bila kaum Demokrat memenangkan kembali kontrol terhadap Kongres pada 2014, maka akan lain ceritanya. Mereka tidak akan lagi punya alasan tidak meloloskan aturan-aturan yang progresif dan pro-buruh yang akan didukung mayoritas rakyat Amerika. Di saat tindakan penutupan pemerintahan menjadi senjata makan tuan bagi kelompok Tea Party, maka akan kian sulit bagi Kaum Demokrat untuk membenarkan konsesi-konsesi yang terus diberikannya pada sayap kanan. Kekecewaan terhadap kaum Demokrat dan kemuakan terhadap kaum Republiken akan memicu ketertarikan pada partai politik massa yang benar-benar mewakili kelas buruh, yang tumbuh dengan lompatan-lompatan dan lonjakan-lonjakan.
Perspektif untuk Suatu Intensifikasi Perjuangan
Saat ini, di tengah absennya suatu jalan keluar politis, perjuangan buruh akan disalurkan lewat tempat-tempat kerja, dengan peningkatan pemogokan, pembentukan serikat-serikat buruh, dan tendensi-tendensi perjuangan kelas yang militan di serikat-serikat buruh. Namun karena perjuangan-perjuangan ekonomi dan pemogokan-pemogokan tidak cukup untuk menghentikan pengetatan anggaran, maka energi ini akan masuk kembali ke dalam perjuangan untuk membangun suatu partai buruh. Dan karena partai buruh sendiri saja tidak akan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang menerpa para buruh Amerika, maka ketertarikan pada sosialisme akan terus tumbuh. Peristiwa-peristiwa internasional dan ekonomi secara umum juga akan memainkan suatu peran besar dalam membentuk kesadaran buruh.
Dengan pengecualian seperti gerakan mogok di Wisconsin, gerakan Occupy, dan para pengajar Chicago, rakyat Amerika sebagian besar telah tiarap dalam menerima serangan-serangan selama beberapa tahun terakhir. Namun hal ini tidak akan berlangsung selamanya. Kebijakan kolaborasi kelas dan kompromi dari para pimpinan buruh telah berujung pada jalan buntu. Mereka telah berkapitulasi secara penuh pada para kapitalis. Mereka pikir bahwa dengan menawarkan konsesi-konsesi, entah bagaimana mereka bisa mengamankan lapangan kerja dan mempertahankan posisi-posisi mereka sendiri. Pendekatan ini telah gagal total. Kelas kapitalis tidak akan pernah puas dan akan selalu menuntut lebih – kecuali bila para buruh mengorganisir diri dan melawan balik.
Dalam kondisi krisis kapitalis, satu-satunya jalan bagi para buruh untuk memenangkan pertempuran-pertempuran ini adalah dengan kembali pada metode-metode perjuangan yang membawa pada bangkitnya buruh terorganisir sebagai prioritas utama. Kalau hal ini berarti menentang hukum-hukum pro-kapitalis yang mengikat tangan-tangan buruh dan membatasi alat-alat yang bisa mereka gunakan, termasuk mogok solidaritas dan pemogokan umum, ya silahkan saja. Akan ada banyak kekalahan; namun para buruh akan belajar dari pengalaman mereka.
Dalam topan badai ekonomi, politik, dan perjuangan sosial mendatang, banyak gerakan dan partai akan bangkit dan ambruk. Namun hanya partai buruh yang berdasarkan kekuatan dan sumber daya-sumber daya serikat-serikat buruh yang bisa menantang secara fundamental kepentingan-kepentingan kelas penguasa AS yang berurat akar. Bangkitnya suatu partai demikian dalam konteks intensifikasi umum perjuangan kelas akan dengan cepat mengajukan pertanyaan kekuasaan ekonomi dan politik — asalkan partai demikian dipersenjatai dengan suatu program sosialis dan metode-metode perjuangan kelas.
Dalam setiap negara industri maju lainnya, para buruh memiliki partai massa yang mewakili mereka. Saat ini, para pimpinan partai-partai tersebut tengah bermesra-mesraan dengan para kapitalis dan mengabdi untuk menjegal dan mengkhianati perjuangan-perjuangan buruh. Para buruh di negara-negara tersebut akan perlu melibatkan diri dalam perjuangan-perjuangan sengit untuk menendang para agen kapitalis ini keluar dari organisasi mereka. Namun di AS, tidak ada partai demikian.
Tanpa adanya suatu birokrasi partai yang siap pakai dan siap berdiri untuk menjalankan tugas-tugas kotor untuk mereka, maka pada siapa kapitalis-kapitalis ini berpaling bilamana Partai Demokrat dan Partai Republik sudah sama-sama terdiskreditkan? Kelas penguasa AS bisa jadi akan menyesali tidak membiarkan para buruh membentuk sendiri partainya di masa silam. Bangkit beriringan dengan pemogokan-pemogokan dan gerakan-gerakan massa lainnya, maka tidak akan mudah bagi kaum kapitalis untuk membajak dan menyelewengkan partai buruh massa yang akan muncul di masa mendatang.
Koran-koran menyatakan bahwa malapetaka telah dielakkan — untuk saat ini. Namun bagi jutaan buruh, malapetaka kapitalisme masih berlanjut. Tak ada perubahan fundamental. Hutang dan defisit raksasa masih ada dan kaum kaya terus berkeras bahwa para buruh yang harus membayar. Menghapus capaian-capaian yang dimenangkan melalui perjuangan di masa lalu, penyerangan terhadap buruh terorganisir, dan pemaksaan pada rakyat Amerika agar menerima suatu “normalitas baru” masih merupakan agenda kelas penguasa.
Tahun 1930an, Trotsky mengatakan bahwa borjuis tengah meluncur ke arah jurang malapetaka dengan mata terpejam. Kini bisa dikatakan bahwa mereka tengah meluncur menuju malapetaka dengan mata terbuka lebar — dan tak ada yang bisa mereka lakukan terhadap hal ini. Dimanapun mata mereka memandang, mereka diterpa oleh instabilitas dan kestabilannya diguncang. Tak peduli pilihan apapun yang mereka ambil, hal itu hanya akan memperburuk permasalahan-permasalahan mereka.
Sistem kapitalis hanya mengikuti hukum-hukumnya sendiri, tak pernah berhenti seperti hukum gravitasi. Selama engkau menerima sistem ini, engkau harus menerima semua yang datang bersamanya. Tak peduli berapa banyak dan berapa sering para pembuat kebijakan memelintir, membolak-balik, atau mengunyah dan menelan buku-bukunya, mereka tidak bisa memecahkan kontradiksi-kontradiksi fundamental sistem yang ada dalam sistem itu sendiri. Satu-satunya solusi adalah transformasi masyarakat sosialis, dan hal ini hanya bisa muncul dari aksi kelas pekerja yang sadar dan saling bekerja sama.
Buat Kaum Kaya Membayar!
Bangun Partai Buruh dan Singkirkan Para Politisi Busuk!
Perjuangkan Sosialisme!