Trotsky dan Konsiliasionisme
Trotsky membayangkan kalau dia akan bisa menyatukan kaum Bolshevik dan kaum Menshevik, atau lebih tepatnya, tendensi sayap kiri dalam Menshevisme, khususnya yang diwakili oleh Martov. Dia tidak sendirian dalam berpikir demikian. Lenin sendiri lebih dari sekali menginginkan persatuan dengan Martov, yang kualitas pribadi dan politiknya selalu dia akui. Lunacharsky mengingat bagaimana sampai 1917 Lenin masih mengharapkan sebuah blok dengan Martov. Pada saat itu Lenin berharap kalau dia bisa memenangkan Martov:
“Gelombang emigrasi yang selanjutnya memukul keras Martov; tidak pernah tendensinya terombang-ambing dan menjadi menyedihkan sedemikian rupa. Sayap kanan Menshevisme mulai membusuk, dan menyimpang ke apa-yang-disebut ‘likuidasionisme’. Martov tidak ingin terseret oleh disintegrasi borjuis kecil ini. Tetapi ‘kaum likuidator’ memiliki pengaruh terhadap Dan, dan Dan memiliki pengaruh terhadap Martov, dan seperti biasanya ‘buntut’ berat Menshevisme menyeret Martov ke bawah. Ada saat dimana dia secara harfiah membuat pakta dengan Lenin, karena didorong oleh Trotsky dan Innokenty, yang memimpikan sebuah faksi sentris yang kuat untuk melawan kiri ekstrem dan kanan ekstrem.”
“Garis ini, seperti yang kita ketahui, juga disokong keras oleh Plekhanov, tetapi kabar gembira ini tidak bertahan lama. Sayap kanan kembali mempengaruhi Martov dan perpecahan yang sama antara Bolshevik dan Menshevik meledak kembali.”
“Martov saat itu tinggal di Paris. Saya dikabari bahwa penampilannya bahkan mulai memburuk, dan ini selalu merupakan bahaya bagi kaum eksil. Politik jadi percekcokan remeh temeh, dan kehidupan cafe bohemian mulai menggerus kekuatan intelektualnya. Akan tetapi, ketika perang [Perang Dunia I] meledak, Martov tidak hanya mulai membereskan dirinya sendiri tetapi sejak awal mengambil posisi yang tegas.”[1]
Trotsky berharap semua elemen kiri dapat bersatu, di atas basis pecah dari kaum likuidator sayap-kanan ekstrem dan kaum Bolshevik ultra-kiri. Walaupun secara politik dekat dengan Bolshevisme, Trotsky kritis terhadap apa yang dia lihat sebagai “faksionalisme”nya Lenin. Dia menjaga harapan kalau sayap kiri Menshevisme, pada waktunya, akan pecah dari sayap kanan, dan kekeraskepalaan Lenin membuatnya geram. Dari Oktober 1908, Trotsky berhasil menerbitkan sebuah koran bernama Pravda (Kebenaran) yang disirkulasikan secara ilegal di Rusia dan sangat sukses. Pravda diterbitkan di Wina dan didanai oleh dua simpatisan kaya, Adolf Joffe, diplomat Soviet ulung di kemudian hari yang lalu bunuh diri sebagai protes terhadap birokrasi Stalinis, dan M.I. Skobelev, anak konglomerat minyak di Baku, yang menjadi menteri Pemerintahan Provisional pada 1917. Salah satu alasan keberhasilan koran ini adalah ia menulis dalam gaya yang hidup dan populer, dan menghindari nada faksional yang biasa ditemui di koran-koran bawah tanah Sosial Demokratik lainnya. Alih-alih menyerang koran atau grup lain, Pravda fokus mengecam masalah-masalah kelas buruh dan mencoba mencari kesamaan antara Bolshevik dan Menshevik kiri. Ini sangatlah populer dengan buruh di Rusia, tetapi sangat mengusik Lenin yang sedang berperang di dua front [melawan Menshevik dan Bolshevik Ultra-Kiri] dan oleh karenanya curiga dengan celoteh persatuan. Tetapi Lenin sekarang menemui dirinya dalam minoritas di kepemimpinan faksinya sendiri, dimana tendensi konsiliasionis kuat.
Posisi Trotsky yang keliru dalam hal organisasi menjadi sumber polemik yang panjang dengan Lenin. Selama periode ini kita saksikan benturan yang teramat tajam antara Lenin dan Trotsky, dimana Lenin mengutuk “Trotskisme” dengan keras. Tetapi bagi Lenin, “Trotskisme” jelas berhubungan dengan posisi Trotsky mengenai organisasi (yakni posisi konsiliasionis), dan sama sekali bukan pandangan politiknya yang dekat dengan Bolshevisme. Terlebih lagi, tajamnya polemik antara kedua tokoh ini memiliki alasan lainnya, yang biasanya tidak diketahui oleh banyak pembaca hari ini. Kasarnya bahasa Lenin dalam polemik ini didikte oleh fakta bahwa, di bawah kedok “Trotskisme”, Lenin sebenarnya sedang menyerang tendensi konsiliasionis dalam kepemimpinan Bolshevik. Tetapi kebenaran ini lama sekali dikubur di bawah gunung kebohongan dan distorsi oleh birokrasi Stalinis, guna menghitamkan nama kaum Bolshevik Tua yang berjuang melawannya.
Sebenarnya, Trotsky hampir berhasil. Banyak pemimpin Bolshevik yang setuju dengannya mengenai persatuan, yakni mereka mendukung justru sisi terlemah posisi Trotsky, dan bukan sisi terkuatnya. Di Komite Pusat, kaum Bolshevik N.A. Rozhkov dan V.P. Nogin adalah konsiliator. Krupskaya berkomentar secara ironis kalau “Nogin adalah seorang konsiliator yang ingin menyatukan segalanya dan siapa saja.”[2] Begitu juga Kamenev dan Zinoviev. Karena popularitas korannya Trotsky dengan kaum buruh di Rusia, sejumlah pemimpin Bolshevik mendukung menggunakan Pravda untuk membawa persatuan antara Bolshevik dan Menshevik Pro-Partai. Di pertemuan dewan redaksi Proletary di Paris, Kamenev dan Zinoviev, yang saat itu adalah kolaborator terdekat Lenin mengusulkan agar Proletary ditutup dan Pravda diterima sebagai organ resmi Komite Pusat PBSDR. Usulan ini didukung oleh yang lainnya seperti Tomsky dan Rykov. Proposal ini disetujui, dengan oposisi dari Lenin, yang mengajukan usulan lain untuk menerbitkan koran Bolshevik dan jurnal teori bulanan. Pada akhirnya, sebuah kompromi diraih, dimana Proletary tetap akan diterbitkan, tetapi tidak lebih dari setiap bulan. Sementara disetujui untuk bernegosiasi dengan Trotsky, dengan tujuan menjadikan koran Pravda sebagai organ resmi KP PBSDR. Fakta ini menunjukkan kekuatan tendensi konsiliasionis dalam barisan Bolshevik, dan juga mengungkapkan sikap banyak kaum Bolshevik terhadap Trotsky pada periode ini. Notulen pertemuan Proletary yang disebut di atas lalu diterbitkan pada 1934, guna menghitamkan nama Zinoviev dan Kamenev sebelum mereka dieksekusi oleh Stalin. Notulen ini lalu disimpan kembali rapat-rapat di Arsip dan tidak pernah lagi disebut.[3]
Lenin semakin terisolasi dalam faksinya, dan terpaksa membuat konsesi yang tak dia sukai, hanya untuk mempertahankan apa yang tersisa. Psikologi kaum konsiliator Bolshevik dikondisikan oleh semacam “politik praktis”, yang membenci teori dan prinsip, dan selalu mencari jalan singkat, yang pada akhirnya justru menjadi kebalikannya. Mentalitas filistin ini selalu menganggap perjuangan ideologis sebagai bentuk “sektarianisme”, sebuah tuduhan yang sering dilemparkan ke Lenin oleh para musuhnya. Kamenev dan para konsiliator lainnya menganggap diri mereka jauh lebih bijak dan lebih praktis daripada Lenin, mungkin bukan dalam teori, tetapi dalam mencari solusi praktis untuk problem-problem partai. Pada November 1908, Kamenev menulis ke Bogdanov: “Dalam ‘percekcokan’ yang telah dimulai di sini ini saya berdiri di ‘garis tengah’ dan berharap untuk tetap di sana … Saya merasa seperti halnya perjuangan melawan konsiliasi mengikat saya pada 1904, begitu juga konsiliasi mengikat saya sekarang.”[4]
Pada 1912, ketika Lenin sudah menetapkan untuk akhirnya pecah dengan kaum oportunis, sebagian besar kepemimpinan menyeret kaki mereka, seperti yang diceritakan oleh Krupskaya: “Jelas, tidak ada ruang dalam Partai untuk orang-orang yang telah memutuskan sebelumnya bahwa mereka tidak akan mematuhi keputusan Partai. Namun, bagi sejumlah kamerad, perjuangan demi keutuhan Partai mengambil bentuk konsiliasi; mereka lupa tujuan persatuan dan menjadi orang amatiran yang ingin menyatukan semua dan setiap orang, tidak peduli prinsip mereka. Bahkan Innokenty, yang sepenuhnya setuju dengan pendapat Lenin bahwa hal yang terutama adalah bersatu dengan kaum Menshevik Pro-Partai, yakni para pendukung Plekhanov, begitu bersemangat untuk menjaga keutuhan Partai sampai-sampai dia mulai menyimpang ke sikap konsiliasionis. Namun Lenin meluruskan dia kembali.”[5]
Dalam retrospeksi, tampaknya tidak masuk akal mengapa Trotsky menghabiskan banyak waktu mencoba menyatukan apa yang tidak bisa disatukan. Tetapi dia bukan satu-satunya orang yang gagal memahami apa tujuan Lenin. Kita hanya perlu menyebut nama Rosa Luxemburg untuk membuat poin ini. Seperti Rosa, Trotsky keliru, tetapi kekeliruannya adalah kekeliruan seorang revolusioner jujur yang memikirkan kepentingan kelas buruh dan sosialisme. Kemungkinan besar sumber kekeliruan Trotsky sama seperti Rosa. Rosa Luxemburg sejak awal sudah menentang mesin birokratik sentral Partai Sosial Demokratik Jerman (SPD), dan reaksinya terhadap birokrasi ini berlebihan sehingga dia cenderung menolak sentralisme. Tidak memahami sepenuhnya posisi Lenin, dan percaya pada apa yang dia dengar dari kaum Menshevik, Rosa berat sebelah dan teramat kritis dalam menimbang gagasan-gagasan organisasional Lenin, walaupun secara politik kedua tokoh ini berdiri di sisi yang sama. Trotsky tidak menyukai cara pandang perangkat-partai Bolshevik yang sempit, yang mereduksi masalah-masalah politik yang kompleks menjadi masalah organisasional semata, dan menyajikan relasi dialektis antara kelas dan partai secara mekanis dan karikatur. Misalnya, ketika perangkat partai Bolshevik di St. Petersburg menuntut agar Soviet St. Petersburg membubarkan dirinya ketika Soviet menolak untuk menerima kepemimpinan partai. Trotsky cenderung mendasarkan opininya mengenai Bolshevisme, bukan dari Lenin, tetapi dari karikatur mekanis gagasan Lenin yang disajikan sebagai Bolshevisme oleh sejumlah orang. Ini membuatnya menjaga jarak, walaupun gagasan-gagasan politiknya dekat dengan Lenin, sampai pada 1917 ketika pengalaman revolusi yang sesungguhnya mencairkan semua perseteruan lama.
Di kemudian hari, Lenin mengakui bahwa mengenai masalah ini Lenin selalu benar. Dalam autobiografinya Trotsky menjelaskan mengapa dia keliru: “Mengenai masa depan Menshevisme, dan masalah-masalah organisasional dalam partai, Pravda tidak pernah mencapai kesimpulan yang persis mengenai pandangan Lenin. Saya masih berharap kalau revolusi yang baru akan memaksa kaum Menshevik – seperti yang terjadi pada 1905 – untuk mengikuti jalan revolusi. Tetapi saya mengabaikan pentingnya kerja persiapan seleksi ideologis dan penempaan politik. Dalam masalah perkembangan internal partai, saya bersalah atas semacam fatalisme sosial-revolusioner. Ini adalah kesalahan dalam posisi, tetapi jauh lebih baik daripada fatalisme birokratik, yang tidak punya gagasan, yang hari ini [tahun 1930] menjadi mayoritas di Komunis Internasional.”[6]
Setelah kematian Lenin, sebagai bagian dari kampanye hitam untuk mencemarkan nama baik Trotsky, kaum Stalinis sengaja membesar-besarkan perbedaan antara Lenin dan Trotsky. Tetapi polemik-polemik lama ini sudah tidak lagi penting bagi Lenin setelah 1917 ketika Trotsky bergabung dengan Partai Bolshevik dan mengambil posisi tegas menentang konsiliasionisme. Pada November 1917, yakni setelah Revolusi Oktober, kaum “Bolshevik Tua” seperti Kamenev dan Zinoviev mengajukan gagasan pembentukan sebuah pemerintahan koalisi dengan Menshevik. Pada saat itu, Lenin mengatakan: “Mengenai koalisi, saya tidak bisa menganggap ini serius. Trotsky dulu sekali telah mengatakan bahwa persatuan adalah mustahil. Trotsky memahami ini, dan sejak itu tidak ada Bolshevik yang lebih baik darinya.”[7]
Pleno Januari
“1910,” tulis Trotsky, “adalah masa dimana gerakan mengalami kebangkrutan penuh dan dipenuhi dengan tendensi konsiliasi. Pada Januari, pleno Komite Pusat diadakan di Paris, dimana kaum Konsiliator meraih kemenangan yang tidak stabil. Pertemuan ini memutuskan untuk memulihkan Komite Pusat di Rusia dengan partisipasi kaum Likuidator. Nogin dan Germanov adalah kaum Bolshevik Konsiliator. Pembangunan kembali kolegium ‘Rusia” – yakni yang bekerja secara ilegal di Rusia – adalah tugasnya Nogin.”
Kondisi reaksi dan kesulitan yang dihadapi oleh semua kaum Sosial Demokrat niscaya memperkuat elemen-elemen yang menginginkan persatuan dengan cara apapun. Salah satu proposal persatuan ini adalah menggelar Pleno Khusus untuk menendang keluar semua kaum likuidator dan otzovis dan membangun persatuan antara kaum Bolshevik dan kaum Menshevik non-likuidator. Tetapi Lenin tidak terkesan dengan semua usaha persatuan ini. Dia menulis secara sarkastis kalau Trotsky berada dalam satu blok dengan orang-orang “yang secara teoritis dia tidak setuju sama sekali dengan mereka, tetapi secara praktis setuju dalam semua hal.”[8] Yang dimaksud Lenin adalah: sementara Trotsky secara politik berseberangan dengan kaum likuidator dan otzovis, dia terus mendorong konsiliasi dan persatuan, dan dengan demikian menemui dirinya dalam sebuah blok yang tidak prinsipil. Lenin merasa sia-sia untuk berpartisipasi dalam sebuah Pleno yang dihadiri oleh elemen-elemen yang posisi politiknya berseberangan satu sama lain. Tetapi dia tidak lagi punya mayoritas dalam kamp Bolshevik. Tajamnya diskusi di antara para pemimpin Bolshevik dikomentari oleh Lenin dalam suratnya ke Gorky: “Tiga minggu penderitaan, semua orang sarafnya hampir putus, konsekuensinya buruk …”[9] Tetapi penentangan Lenin sia-sia. Kalah voting dalam faksi Bolshevik, dia terpaksa mengikuti Pleno ini.
Pada Januari 1910, untuk terakhir kalinya, perwakilan dari berbagai tendensi PBSDR bertemu dan berupaya untuk meluruskan perbedaan-perbedaan mereka. Pleno ini berlangsung di Paris pada 2 sampai 23 Januari 1910. Para pemimpin dari semua faksi hadir, kecuali Plekhanov yang menolak hadir, dengan alasan sakit. Ketidakhadiran faksi Menshevik Pro-Partai merupakan pukulan lebih lanjut bagi Lenin, karena dia lebih memilih bersatu dengan kelompoknya Plekhanov. Mengingat karakter pertemuan ini yang sangatlah heterogen, hasil pertemuan ini sudah bisa diramalkan. Guna menjamin persatuan yang sejati, tidak cukup hanya dengan menyatakannya. Kecuali kalau ada kesepakatan prinsipil mengenai masalah-masalah fundamental, usaha persatuan semacam ini hanya akan berhasil menyatukan 3 kelompok menjadi 10! Perbedaan-perbedaan yang memisahkan berbagai kelompok ini terlalu besar untuk bisa diatasi hanya dengan resolusi-resolusi yang memproklamirkan secara saleh perlunya persatuan. Inilah mengapa Lenin tidak setuju dengan pertemuan semacam ini. Jauh dari “mengatasi” masalah-masalah yang ada, pertemuan antara elemen-elemen yang bergesekan ini segera menghasilkan ledakan. Atas dorongan Lenin, Pleno menghasilkan sebuah resolusi yang mengecam likuidasionisme dan otzovisme sebagai pengaruh borjuis dalam Partai. Kemudian, para pendukung tendensi ini menuntut agar resolusi ini ditumpulkan. Lalu masalah menyelenggarakan Konferensi partai untuk memecahkan masalah ini didiskusikan. Lenin menuntut agar sebanyak mungkin buruh dari organisasi-organisasi ilegal partai diundang ke Konferensi Partai ini. Kaum Bolshevik setuju dengan gagasan ini. Pleno juga setuju untuk memberi Pravdanya Trotsky subsidi bulanan dan menempatkan Kamenev dalam dewan redaksinya sebagai perwakilan komite pusat.
Ada percekcokan mengenai uang. Kaum Menshevik meributkan dana milik Bolshevik, yang telah diperoleh lewat metode “ekspropriasi” [perampokan bank] yang kontroversial. Yang bahkan lebih kontroversial adalah sejumlah besar uang warisan peninggalan pengusaha kaya Saava Morozov. Pada saat Pleno, untuk pertama kalinya, kaum Bolshevik memperoleh dana besar dari keponakan Morozov, Nikolai Schmidt, yang dibunuh di penjara Tsar setelah kekalahan Desember. Sebelum dia mati, Nikolai memberi tahu teman-temannya di luar bahwa dia akan mewariskan semua propertinya untuk kaum Bolshevik. Selain itu, adik perempuannya Elizaveta Schmidt memutuskan untuk menyumbangkan bagian warisannya ke Bolshevik. Tetapi karena dia masih belum berumur, sebuah pernikahan fiktif harus diorganisir dengan anggota partai yang masih legal. Dengan cara ini kaum Bolshevik memperoleh dana. Inilah mengapa Lenin dapat menulis dengan percaya diri kalau Proletary dapat membiayai keberangkatan para delegasi ke Pleno. Kaum Menshevik marah ketika mereka mengetahui situasi ini, dan meributkannya. Ini adalah penyebab perselisihan yang histeris dan tajam yang begitu sering meracuni atmosfer lingkaran-lingkaran eksil.
Kaum Bolshevik harus membayar mahal demi persatuan. Mereka setuju menghentikan penerbitan organ sentral mereka, Proletary, kendati diprotes oleh Lenin. Lebih menyakitkan lagi, dana kelompok Bolshevik diserahkan ke sebuah komite pengawas yang dibentuk oleh Internasionale Kedua. Masalah warisan Schmidt “diselesaikan” ketika uang yang diributkan ini diserahkan ke komite ini untuk dipegang, yang terdiri dari Mehring, Clara Zetkin, dan Kautsky. Lenin tidak senang dengan situasi ini dan menuntut hak untuk mendapatkan uang ini kembali kalau Menshevik juga tidak menutup koran mereka Golos Sotsial Demokrats dan membubarkan pusat faksi mereka. Perkembangan di hari depan membuktikan Lenin benar. Akhirnya, uang pecahan 500 rubel dari perampokan bank di Tiflis dibakar.
Kegagalan usaha persatuan ini bukan karena kekeraskepalaan Lenin, seperti yang sering diberitakan. Pada kenyataannya, halangan utama persatuan ini adalah kaum Menshevik. Bolshevik sudah memecat kaum Otzovis. Tetapi tidak demikian dengan kamp Menshevik, dimana tendensi likuidasionis masih mendominasi. Bagaimana mungkin mereka bisa memecat kaum likuidator? Ini akan seperti membakar diri sendiri, sesuatu yang tidak siap mereka lakukan. Oleh karena itu, ketika kedua faksi setuju untuk membubarkan aparatus faksional mereka dan bersatu, kaum Bolshevik secara loyal melaksanakan keputusan ini, tetapi kaum Menshevik tidak. Martov di kemudian hari mengakui bahwa mereka hanya setuju karena kaum Menshevik terlalu lemah untuk pecah dengan segera.[10]
Pada akhir Pleno, dalam gestur yang hampa, Lenin dan Plekhanov secara bulat dipilih sebagai delegasi untuk Kongres Internasionale Kedua mendatang. Kaum Bolshevik konsiliator telah meraih objektif mereka. Kamenev dikirim oleh Bolshevik ke Wina untuk mewakili mereka dalam dewan redaksi Pravda-nya Trotsky, yang diberi subsidi bulanan 150 rubel dari Komite Pusat. Tetapi Lenin tetap tidak yakin. Menurutnya Pleno Januari adalah langkah mundur parsial oleh Bolshevik demi persatuan. Tetapi keputusan-keputusan Pleno ini penuh kontradiksi dan tidak akan dapat dipenuhi. Kaum Menshevik tidak membubarkan pusat faksi mereka dan terus menerbitkan Golos. Kesepakatan untuk mengembalikan uangnya Bolshevik kalau ini terjadi ternyata hanya di atas kertas saja. Uang ini diserahkan ke komite pengawasnya Kautsky di Jerman, yang setelah pecahnya Perang Dunia Pertama akhirnya disita oleh Departemen Keuangan dan digunakan untuk membayar biaya perang.
‘Persatuan’ Gagal
Setelah pertemuan Paris, Lenin menulis ke kakak perempuannya Anna Ilyinichna: “Kami tengah melalui masa-masa yang sulit belakangan ini, tetapi semua ini telah berakhir dengan sebuah usaha perdamaian dengan kaum Menshevik – ya, memang terdengar aneh; kami telah menutup koran faksional kami dan sedang berusaha keras mendorong persatuan. Kita lihat saja apa ini mungkin tercapai.”[11] Nada surat ini menunjukkan kalau Lenin sejak awal skeptis mengenai prospek persatuan, dan juga ada debat tajam antara Lenin dan kaum Bolshevik konsiliator. Tetapi pada akhirnya dia harus menyerah, dan walaupun skeptis, siap untuk memberinya satu usaha terakhir (“Kita lihat saja apa ini mungkin tercapai”). Untuk meyakinkan kamerad-kameradnya, mereka harus melalui pengalaman ini. “Ilyich percaya kalau konsesi besar harus diberikan untuk isu-isu organisasional tanpa berkompromi sedikitpun dalam isu-isu fundamental.” tulis Krupskaya.[12]
Segera setelah Pleno, Lenin menggelar pertemuan faksi Bolshevik. Fakta ini menunjukkan bahwa kedua faksi terus beroperasi seperti sebelumnya. Dalam kata lain, Pleno Januari tidak menyelesaikan apapun. Setiap kesepakatan dengan kaum Menshevik likuidator hanya dapat bersifat temporer dan pada akhirnya akan runtuh. Mustahil mencampur revolusi dan reformisme, seperti halnya mustahil mencampur minyak dan air. Jurang yang semakin melebar antara Bolshevik dan Menshevik membuat Pleno Januari konyol, dan walhasil Trotsky berada dalam satu blok yang tak-wajar dengan kaum Menshevik, walaupun secara politik dia tidak setuju dengan mereka. Pravda-nya Trotsky terus menyerukan persatuan, tetapi kehidupan sendiri telah membuat usang seruan persatuan ini. Trotsky mencoba mengorganisir konferensi Partai pada November 1910. Lenin menyebut posisi Trotsky ini “avonturisme yang tidak prinsipil”. Setelah melalui pengalaman mencoba menyatukan Partai sejak 1906, Lenin sudah menetapkan pikirannya kalau perpecahan adalah keniscayaan, cepat atau lambat. Sikap kaum Menshevik likuidator sudah menjadi rintangan bagi gerakan kelas buruh. Lenin tidak pernah takut menarik kesimpulan tegas ketika gerakan menuntutnya. Tetapi dia harus menyeret pengikutnya dengannya. Ini adalah jalan yang tidak ingin mereka lalui.
Pertumbuhan gerakan revolusioner semakin mempertajam kontradiksi di dalam partai. Seiring dengan bergeraknya massa ke kiri, kaum Menshevik likuidator bergeser ke kanan. Perpecahan ada di ufuk. Ini menunjukkan kesia-siaan konsiliasionisme dan Pleno Januari. Penilaian Lenin mengenai Pleno Januari terkonfirmasikan oleh peristiwa. Kaum likuidator, seperti yang telah kita lihat, melanggar semua kesepakatan. Faksi-faksi terus mempertahankan pusat dan aparatus mereka, sementara terus memproklamirkan dengan lantang perlunya persatuan. Segera setelah bersumpah bahwa mereka ingin bersatu, kaum likuidator mulai mengorganisir sebuah faksi publik di seputar koran legal Nasha Zarya dan Dyelo Zhizni. Orang-orang ini (Potresov, Levitsky, dll.) mewakili sayap kanan ekstrem dalam Menshevisme. Faksi Menshevik lainnya di seputar Golos Sotsial Demokrat, Martov, Dan dan Axelrod, hanyalah “likuidator malu-malu”, yang lebih dekat dengan kaum likuidator dibandingkan dengan sayap revolusioner sejati Partai. Di “Kiri”, kaum Vperyodis (Bogdanov, Lunacharsky, Alexinsky) melanjutkan aktivitas faksional mereka, setelah pecah dari Bolshevik. Mereka mengorganisir “sekolah-sekolah” faksional mereka sendiri. Ironisnya, kaum ultra-kiri Vperyodis sering kali menemui diri mereka dalam sebuah blok tak-prinsipil dengan Menshevik untuk melawan Bolshevik,
Di balik semua ini, perjuangan faksional tidak hanya berlanjut, tetapi menjadi semakin intens, dan bergerak secara tak-terelakkan ke arah perpecahan. Koran Menshevik Golos terus menyerang kelompok-kelompok bawah tanah partai, dan kaum Menshevik Pro-Partai, Martov, Dan, Axelrod dan Martynov menerbitkan semacam “manifesto” yang menyerukan pembentukan sebuah “partai legal yang terbuka” dan seterusnya. Dalam kata lain, kesepakatan-kesepakatan yang diraih pada Pleno Januari hanya di atas kertas saja. Pada akhir 1910, Lenin sudah menuntut dikembalikannya dananya Bolshevik, dan tentu saja usahanya gagal. Lenin tidak terkejut dengan perkembangan ini. Dia telah meramalnya. Dia hanya melalui pengalaman Pleno ini, yang dia anggap “idiotik” dan “fatal”,[13] guna meyakinkan kaum Bolshevik konsiliator akan kemustahilan persatuan. Lenin memperingatkan Kamenev: “Saya tidak melihat adanya kemungkinan melakukan kerja yang efektif dengan kaum likuidator, yang di Kanan maupun yang di Kiri, terutama dengan Trotsky, tetapi saya tidak keberatan dengan keberangkatan kamu ke Wina untuk memberimu peluang melihat dengan matamu sendiri bahwa saya benar.”[14] Lenin segera terbukti benar. Kamenev, yang bertengkar dengan Trotsky, menyerahkan surat pengunduran dirinya dari dewan redaksi Pravda pada 13 Agustus, 1910.
Bahkan ketika sudah jelas kalau kaum Menshevik tidak akan menghormati keputusan Pleno, kaum Bolshevik konsiliator masih meneruskan usaha “persatuan” mereka yang sia-sia. Anggota Bolshevik dalam Komite Pusat melanjutkan negosiasi demi negosiasi dengan kaum likuidator dengan tujuan mengorganisir Komite Pusat, tetapi tidak pernah mencapai apapun. Dalam memoarnya, Piatnitsky bercerita mengenai euforianya Nogin, seorang Bolshevik konsiliator, setelah Pleno Januari: “Nogin memberitahu saya keputusan-keputusan Pleno, dan dia begitu bahagia bahwa pada akhirnya persatuan dapat tercapai antara Menshevik dan Bolshevik untuk melakukan kerja praktis di Rusia (Pleno telah mengecam dengan keras kaum likuidator dan tendensi recall-isme/ulimatum-isme) dan sejak itu ‘Pusat Nasional’ akan berpartisipasi dalam kerja ini. Hanya satu hal yang membuatnya khawatir: Kamerad Lenin dengan tegas menentang semua resolusi Pleno yang memberi konsesi pada Menshevik dan keputusan-keputusan yang menghalangi kerja Bolshevik dengan membuat mereka tergantung pada perwakilan dari ‘Pusat Nasional’, walaupun Lenin tunduk pada mayoritas KP Bolshevik. Nogin mengatakan pada saya dengan pahit bahwa Lenin tidak memahami pentingnya persatuan Partai untuk kerja di Rusia.”[15]
Ilusi-ilusi ini tidak memiliki basis. Tinta di atas kertas belumlah kering, dan keputusan-keputusan Pleno mulai terurai dengan cepat. Bolshevik ada dalam posisi yang lebih lemah dibandingkan sebelumnya. Mereka sekarang tergantung pada perwakilan Sosial Demokrat Polandia dan Lituania untuk bisa mendorong kebijakan-kebijakan mereka lewat dewan redaksi Sotsial Demokrat. Secara finans situasi mereka jauh lebih buruk, dan tergantung pada Biro Asing Komite Pusat. Mereka ada dalam posisi yang tak tertanggungkan. Lebih parah lagi, kaum Bolshevik adalah satu-satunya yang melaksanakan keputusan Pleno. Pada 1911, Lenin berkomentar, dan ini ada benarnya, bahwa Pleno telah menghisap kering tenaga Partai selama lebih dari satu tahun. Yang menentukan bukanlah persatuan artifisial di kepemimpinan partai, tetapi apa yang sedang berlangsung di akar rumput di Rusia. Setelah kegagalan petualangan Januari, proses persatuan antara Bolshevik dan Menshevik Pro-Partai dilanjutkan di seluruh Rusia: Ukraina, Saratov, Urals, Nizhny Novgorod, Latvia dan pusat-pusat lainnya. Di dalam Rusia, mayoritas buruh Menshevik mendukung Plekhanov, dan mereka mulai bergerak mendekati kaum Bolshevik dalam aksi bersama.
Satu efek samping penting dari peristiwa-peristiwa ini adalah mereka juga membantu Lenin sadar akan oportunisme yang tengah berkembang dalam Internasionale Kedua, lewat peran para pemimpin Internasionale selama polemik di Rusia. Sampai saat itu, Lenin menganggap dirinya sebagai seorang “Kautskyite” ortodoks, selama masa dimana Karl Kautsky berdiri – atau setidaknya tampak berdiri – di sayap kiri Internasionale Kedua. Tetapi sikap ambigu Kautsky selama polemik antara sayap kiri dan kanan PBSDR membuat Lenin ragu. Lenin terkejut oleh sikap para pemimpin Internasionale Kedua. Dia sangat syok dan tersinggung oleh sikap Kautsky dan para pemimpin Internasionale Kedua lainnya yang tidak prinsipil, yang dalam praktik mendukung kaum konsiliator, menerbitkan artikel-artikel mereka dalam pers internasional Sosial Demokratik. Keraguan ini terkonfirmasi setelah Agustus 1914 ketika Kautsky, beserta semua pemimpin SPD Jerman lainnya, dengan pengecualian Karl Liebknecht, secara memalukan mengkhianati sosialisme internasional.
Nada Lenin yang sangatlah tajam dapat dipahami karena dia sama sekali terisolasi, bahkan dalam faksinya sendiri. Dia dapat melihat lebih jauh ke depan, tetapi tidak mampu melakukan apapun. Lenin sendiri mencapai kesimpulan bahwa perpecahan adalah sesuatu yang tak terelakkan hanya setelah melewati banyak keraguan. Garis pemisah bagi Lenin mungkin tahun 1910. Tetapi perpecahan hanya resmi terjadi dua tahun kemudian. Ini bukan kebetulan. Lenin terus kalah voting dalam kepemimpinan faksi Bolshevik. Ini tidak mengejutkan. Kita tidak boleh lupa kalau gagasan perpecahan antara kubu revolusioner dan kubu reformis dalam Sosial Demokrasi bukanlah sesuatu yang baru. Di Paris sudah ada perpecahan antara pendukung Guesde dan Jaures, dan di Bulgaria antara kaum sosialis “luas” dan “sempit. Di skala internasional perpecahan ini terjadi pada 1914-15. Trauma Agustus 1914 masih jauh di masa depan.
Di Penghujung
Ada yang mengatakan bahwa waktu paling kelam adalah sebelum fajar. Sebelum kebangkitan revolusioner yang baru, posisi Lenin tampak tak ada harapan. Dari tiga pusat kepemimpinan PBSDR, dua (biro asing KP dan KP di dalam Rusia) didominasi oleh kaum konsiliator (dan juga kaum likuidator). Anggota Bolshevik yang ada dalam KP interior adalah konsiliator (Dubrovinsky dan Goldenberg, dan lalu setelah mereka ditangkap, Nogin dan Leiteisen), yang selalu mencoba mencapai kesepakatan dengan kaum likuidator (Isuv, Bronstein, Yermolaev). Lenin geram dengan taktik kompromi para pendukungnya, dan terus menuntut persatuan dengan kaum Menshevik Pro-Partai dan menentang “blok tak-prinsipil” hasil Pleno Januari. Musuh-musuhnya Lenin menggeleng kepala mereka dan mengeluh mengenai “sektarianisme”.
Situasi di dalam Rusia tidak lebih baik. Sebelum kebangkitan yang baru, organisasi-organisasi Bolshevik sangatlah rapuh. Pada musim semi 1911, Lenin menjelaskan: “Saat ini posisi sesungguhnya Partai adalah sedemikian rupa sehingga di mana-mana hanya ada ranting dan nukleus pekerja Partai yang sangatlah kecil, yang bertemu secara tidak reguler. Di mana-mana mereka memerangi kaum likuidator-legalis di serikat buruh, klub buruh, dsb. Mereka tidak saling terhubungkan satu sama lain. Jarang sekali mereka mendapat literatur. Mereka punya prestise di antara buruh. Di kelompok-kelompok ini para pendukung Bolshevik dan Plekhanov bersatu, dan pada tingkatan tertentu para pendukung Vperyod yang telah membaca literatur Vperyod atau telah mendengar pembicara dari Vperyod, tetapi belum terseret ke faksi Vperyod yang terisolasi di luar negeri.”[16]
Dalam studinya mengenai gerakan buruh St. Petersburg pada masa ini, Robert McKean menulis: “Karena semua organisasi revolusioner sengaja tidak memiliki catatan keanggotaan dan pembukuan finans yang lengkap karena masalah keamanan, hampir mustahil untuk mendapatkan gambaran akurat mengenai berapa besar gerakan bawah tanah, komposisinya, atau situasi keuangannya pada awal 1912. Jumlah anggota jelas sangatlah kecil dan terus berubah karena gelombang penangkapan. Estimasi jumlah anggota yang diklaim di pers partai harus dipertimbangkan dengan sangat hati-hati. Meskipun estimasi ini menunjukkan betapa kecilnya jumlah pendukung partai. Organ faksionalnya Lenin mengklaim 300 anggota pada musim panas 1911, begitu juga ‘Grup Sentral Buruh Sosial Demokratik’ pada akhir tahun. Di Konferensi Bolshevik di Praha pada Januari 1912, delegasi St. Petersburg P.A. Zalutsky memberikan estimasi jumlah pendukung Lenin yang kemungkinan lebih akurat, 109 orang. Dari bukti yang ada, dalam faksi Bolshevik klaim ‘Grup Sentral’ adalah yang lebih akurat. Paling banyak, ada sekitar 500 anggota partai Sosial Demokratik. Di semua distrik dan pabrik hanya eksis kelompok-kelompok kecil dengan anggota 10, 20, atau 30 orang. Jumlah yang kecil ini harus dikontraskan dengan jumlah tenaga kerja di St. Petersburg yang sebesar 783.000, dan di antaranya 240.000 adalah buruh pabrik, berdasarkan sensus kota Desember 1910.”[17]
Keberuntungan PBSDR, dan terutama sayap revolusionernya, tampaknya telah anjlok sampai ke dasar. Tetapi di bawah permukaan kekuatan-kekuatan kasatmata sedang bekerja untuk mengubah keseluruhan situasi. Kunci dari perubahan ini dapat ditemui di basis ekonomi, yang di atasnya berdiri superstruktur politik dan semua kehidupan sosial secara umum. Depresi ekonomi segera menyusul setelah kekalahan Desember, dan ini menghantam keras kelas buruh yang sudah letih. Trotsky, dalam prediksinya yang brilian, memperingatkan bahwa kaum buruh Rusia tidak akan bergerak kembali sampai ekonomi pulih kembali. Prognosis ini terbukti. Pada awal 1910, situasi ekonomi mulai membaik, dan gerakan buruh juga mulai bangkit, walaupun secara perlahan awalnya. Ada peningkatan dalam jumlah pemogokan, dan beberapa dari mereka meraih kemenangan parsial dalam meningkatkan upah dan kondisi kerja. Ini membuat urgen masalah pembangunan kembali partai. Tetapi bagaimana? Dan dengan metode dan kebijakan apa? Tidak ada konsensus. Sebaliknya, perseteruan menjadi semakin sengit, terutama di pengasingan, dimana perseteruan ini sangatlah beracun.
Segera setelah buruh mulai bergerak ke arah revolusioner, seluruh situasi mulai berubah. Ini yang diharapkan oleh Lenin, dan peristiwa membenarkannya. Kebangkitan gerakan buruh menghembuskan kehidupan baru ke dalam lingkaran-lingkaran bawah tanah partai. Mencari kendaraan untuk mengekspresikan aspirasi mereka, kaum buruh secara alami bergravitasi ke panji dan nama yang mereka kenal dari periode sebelumnya, yakni PBSDR. Lapisan-lapisan yang baru tidak mengetahui perpecahan dan perseteruan internal dalam partai. Kebanyakan dari mereka tidak pernah membaca program atau AD/RT partai. Tetapi ketika mereka bergerak untuk mengubah masyarakat, mereka berhimpun ke organisasi massa tradisional mereka. Di sini, taktik Lenin terbukti tepat. Bila kaum Bolshevik terseret oleh ketidaksabaran ultra-kiri Bogdanov dan pecah dari partai, mereka akan terisolasi. Benar, mereka dapat saja tumbuh. Tetapi untuk setiap satu buruh yang bergabung ke mereka, 100 yang lain akan bergabung ke PBSDR. PBSDR berubah dengan masuknya buruh dan kaum muda segar. Dalam waktu semalam, ranting-ranting partai bermunculan di wilayah-wilayah baru. Pada 1912, organisasi PBSDR di Tiflis memiliki 100 anggota. Partai di daerah Urals memiliki ranting-ranting dengan 40-50 anggota. Penerima keuntungan terbesar dari pertumbuhan ini adalah kelompok-kelompok revolusioner bawah tanah Bolshevik dan Menshevik Pro-Partai. Lapisan-lapisan baru ini membawa serta hembusan angin segar dan hampir secara otomatis bergravitasi ke sayap kiri, yakni ke Leninisme, yang lebih aktif, militan dan terorganisir dibandingkan yang lainnya. Partisipasi aktif dalam massa meningkat seiring dengan masuknya kembali massa ke dalam perjuangan. Anggota-anggota baru direkrut, dan setelah mereka bergabung, mereka dengan cepat dimenangkan oleh kader-kader Bolshevik. Prestise dan dukungan untuk Bolshevik sebagai sayap kiri PBSDR melompat, seiring dengan meningkatnya tuntutan situasi revolusioner yang baru.
_____________
Catatan Kaki:
[1] A.V. Lunacharsky, Revolutionary Silhouettes, hal. 136.
[2] Krupskaya, Reminiscesces of Lenin, hal. 207.
[3] Protokoly soveshchaniya rashirennoy redaktsy Proletarii, Moscow, 1934, Dikutip di Istoriya KPSS, vol. 2, hal. 293.
[4] Pod Znamenem Marksizma, No. 9-10, hal. 202.
[5] Krupskaya, Reminiscences of Lenin, hal. 206.
[6] Trotsky, My Life, hal. 224.
[7] Dikutip di Trotsky, The Stalin School of Falsification, hal. 105 (penekanan saya).
[8] LCW, An Open Letter to All Pro-Party Social Democrats, vol. 16, hal. 339.
[9] LCW, Letter to Maxim Gorky, April 11, 1910, vol. 34, hal. 420.
[10] Baca Martov, Spasiteli ili Uprazdniteli? hal. 16.
[11] LCW, Letter to his sister Anna, February 1, 1910, vol. 37, hal. 451.
[12] Krupskaya, Reminiscences of Lenin, hal. 206.
[13] LCW, Letter to A. Rykov, February 25, 1911, vol. 34, hal. 443.
[14] O Vladimire Ilyiche Lenine. Vospminaniya, 1900-1922.
[15] O. Piatnitsky, op. cit., hal. 153.
[16] LCW, Material for the Meeting of CC Members of RSDLP, vol. 17, hal. 202.
[17] R.B. McKean, St Petersburg Between the Revolutions, hal. 82-3.