Kapitalisme merupakan sistem yang serakah. Segala sesuatu diperdagangkan. Apa yang bisa dijadikan keuntungan akan dihisap, tidak peduli itu menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Bahkanseringkali kepentingan ini mengabaikan unsur kemanusiaan.
Kapitalisme sadar bahwa manusia tidak hanya hidup dengan makanan dan minuman. Ada kebutuhan-kebutuhan lain seperti kesehatan dan pendidikan. Mereka paham kalau dalam dunia modern sekarang, manusia butuh pendidikan untuk memenuhi tuntutan kerja. Kebutuhan pendidikan yang seharusnya menjadi tanggungjawab masyarakat dibebankan pada rakyat pekerja.
Dengan membebankan biaya pendidikan pada rakyat pekerja, kelas kapitalis membuat pasar atas kebutuhan pokok masyarakat ini, sehingga pendidikan menjadi kebutuhan komersil yang menghabiskan jutaan rupiah untuk menebusnya. Tidak heran bila setiap tahun terjadi peningkatan biaya pendidikan. Menurut Badan Pusat Statistik kenaikan ini mencapai 10 persen. Hal sama juga disebutkan oleh lembaga ZAP Finance yang mengatakan bahwa peningkatan ini mencapai 20 persen. Hal ini menjadi parah ketika kenaikan gaji buruh tidak sebanding dengan kenaikan biaya pendidikan.Saat ini kenaikan gaji berkisar antara 7 sampai 10 persen tiap tahunnya.
Para pakar pendidikan berkomentar mengenai ini. Mereka menyalahkan rakyat karena memiliki kesadaran yang rendah mengenai pendidikan. Seperti yang dituturkan oleh Arief Rachman, salah satu tokoh pendidikan Indonesia:
“Kesadaran berencana rendah, semua tindakan dilakukan serba spontan. … Begitu mau bayar uang masuk kuliah, baru mikir mau jual perhiasan atau tanah,” begitulah komentar Arief Rachman.
Kita tidak perlu menanggapi orang-orang seperti ini yang pada kenyataannya tidak ingin menghapus permasalahan mendasar pendidikan. Mereka hanya berbicara sistem pendidikan ini dan itu, metode pendidikan ini dan itu, mengeluhkan rakyat kalau ini dan itu, tapi tidak bersuara ketika dana-dana pendidikan dipotong. Bahkan orang-orang ini yang menggawangi sekolah-sekolah elit yang biayanya mahal.
Kemiskinan memperdalam jurang akses terhadap pendidikan. Meskipun menurut data BPS Angka Parstisipasi Kasar (APK) kategori sekolah dasar dan menengah mengalami peningkatan, namun ironisnya masih banyak peserta didik yang menunggak iuran sekolah serta masih menunggak iuran sekolah meskipun sudah lulus. Ditambah lagi dengan tingginya angka putus sekolah dan angka usia sekolah yang tidak bersekolah.
Dari data UNICEF tahun 2016, masih terdapat 2,5 juta anak kategori usia Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang tidak dapat mengakses pendidikan tingkat lanjutan. Sedangkan di kategori pendidikan tinggi, dari pengakuan Direktur Kelembagaan Kemenristekdikti, angka partisipasi kasar untuk Perguruan Tinggi di tahun 2017 hanya berkisar 31 persen. Hal ini menandakan masih ada 69 persen jumlah angkatan pendidikan usia 19 sampai 23 tahun yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Inilah wajah ketimpangan pendidikan kita di bawah kapitalisme.
Mayoritas yang tidak dapat mengakses pendidikan maupun pendidikan lanjutan datang dari rakyat pekerja. Merekalah yang tergencet olehpeningkatan biaya pendidikan dari tahun ke tahun sedangkan di sisi lain kaum kaya bisa menikmati pendidikan yang yang berkualitas dengan ruangan ber-AC.
Rakyat pekerja sering tertimpa masalahPHK, upah dan kondisi kerja yang tidak layak, serta berbagai persoalan lainnya. Demikian juga nasib buruh tani miskin di desa-desa. Kondisi kemiskinan ini membuat mereka semakin tidak mungkin mengakses pendidikan.
Selama sistem kapitalisme ini masih bertahan, rakyat pekerja tidak dapat mengakses sepenuhnya pendidikan. Pendidikan akan menjadi menara gading yang tak tersentuh. Dalam masyarakat ini hanya orang-orang kaya saja yang dapat mengakses pendidikan, sementara yang lain harus tersungkur di kolong-kolong jembatan. Kita tidak akan bisa memajukan seluruh potensi seluruh manusia bila pendidikan ini berorientasi profit. Kita ingin pendidikan bisa diakses oleh semua orang, itu artinya kita harus menggulingkan sistem yang berorientasi profit ini, yakni menggulingkan sistem kapitalisme dan negaranya, dan menggantikannya dengan sistem yang berorientasi pemenuhan kebutuhan manusia, Sosialisme!