Selama musim panas yang terik dan lengket, sering kali kita menyaksikan fenomena yang dikenal sebagai ‘petir panas’. Ini terutama dapat terlihat tahun ini, dengan suhu tinggi di wilayah-wilayah yang biasanya beriklim moderat, seperti di kepulauan Inggris.
Dengan cuaca seperti itu, atmosfer penuh dengan muatan listrik dan udara begitu lembap hingga orang sulit bernafas. Di malam yang hangat dan lembap, langit tampak penuh dengan cahaya; dan bahkan di langit malam yang jernih dengan bintang-bintang, kita dapat melihat kilat. Kita menunggu suara guntur, tetapi tidak ada suara yang menemani kilat itu.
Muatan listrik perlahan-lahan meningkat, tetapi belum mencapai titik kritis di mana badai akhirnya pecah, melepaskan semua amukannya yang terpendam. Petir panas oleh karenanya belum menjadi badai. Tetapi petir panas ini adalah pembawa warta yang diam-diam mengumumkan datangnya badai.
Ada paralel yang sama antara fenomena alam ini dan perjuangan kelas. Di mana-mana kita memandang, ada perasaan yang semakin menguat bahwa badai tengah mendekat, dan mendekat dengan cepat. Kontradiksi dalam masyarakat tengah menghasilkan ketegangan yang semakin tak tertanggungkan.
Suasana kehidupan politik yang stagnan telah menjadi tak tertanggungkan oleh sebagian besar rakyat, yang merasakan bagaimana keputusasaan mereka tidak tercermin dalam partai atau institusi mana pun yang ada. Orang-orang menjadi semakin yakin setiap harinya bahwa situasi saat ini sama sekali tidak dapat ditoleransi. Cepat atau lambat, sesuatu harus terjadi.
Psikologi massa
Ciri utama dari situasi dunia saat ini adalah ritme sejarah telah dipercepat secara luar biasa. Namun, kesadaran manusia sangat konservatif. Kesadaran manusia selalu tertinggal dari peristiwa objektif.
Konservatisme yang inheren ini tidak menyukai perubahan – apalagi perubahan revolusioner yang penuh kekerasan. Sebaliknya, manusia takut dan akan melawan perubahan, sampai akhirnya kondisi objektif tidak lagi memungkinkannya untuk melawan lebih jauh. Tetapi untuk mengatasi kekuatan inersia yang kuat dan menghasilkan perubahan dramatis dalam kesadaran, diperlukan serangkaian guncangan yang luar biasa.
Pada 1938, Trotsky menulis: “Secara objektif, kondisi untuk revolusi Sosialis dunia tidak hanya sudah matang, tetapi sudah membusuk!” Itu jelas bagi kaum Revolusioner saat ini, tetapi belum tentu jelas bagi massa di negeri-negeri kapitalis maju.
Tingkat radikalisasi di antara kelas buruh bergantung pada serangkaian faktor, termasuk periode sebelum kemerosotan. Trotsky menjelaskan ini dengan sangat jelas dalam artikelnya yang brilian, The Third Period of the Comintern’s Errors , di mana dia dengan tajam mengkritik gagasan “Periode Ketiga” yang diajukan oleh kaum Stalinis, yang hari ini masih diulang-ulang oleh sejumlah kaum ultra-kiri yang bodoh. Gagasan “Periode Ketiga” ini mengatakan bahwa massa selalu siap untuk memberontak, dan hanya aparatus birokratik konservatif-lah yang menghalangi mereka untuk memberontak.
Trotsky mencemooh gagasan ini:
“Radikalisasi massa digambarkan sebagai proses yang berkelanjutan: hari ini, massa lebih revolusioner dari kemarin, dan besok akan lebih revolusioner dari hari ini. Gagasan mekanis semacam itu tidak sesuai dengan proses perkembangan riil dari proletariat atau masyarakat kapitalis secara keseluruhan.
“Partai-partai sosial demokrat, terutama sebelum perang, membayangkan masa depan dimana jumlah suara elektoral untuk sosial demokrasi akan terus meningkat, dan akan terus bertambah secara sistematis hingga momen pengambilalihan kekuasaan. Kaum revolusioner yang vulgar atau pseudo-revolusioner pada dasarnya mempertahankan perspektif yang serupa, hanya saja alih-alih peningkatan terus-menerus dalam jumlah suara, ia berbicara tentang radikalisasi massa yang terus-menerus. Konsepsi mekanis ini disetujui oleh program Komintern Bukharin-Stalin.
“Memang dari sudut pandang epos kita secara keseluruhan perkembangan proletariat bergerak maju ke arah revolusi. Tetapi ini bukanlah sebuah perkembangan yang mengambil garis lurus, seperti halnya proses objektif mendalamnya kontradiksi-kontradiksi kapitalis tidak berlangsung dalam satu garis lurus. Kaum reformis melihat kapitalisme hanya akan terus menanjak. Kaum ‘Revolusioner’ yang formalis melihat kapitalisme hanya akan terus menurun. Tetapi seorang Marxis melihat perkembangan kapitalisme secara keseluruhan, dengan semua pasang surutnya, tanpa sekalipun melupakan bahwa arah utama yang ditempuh oleh kapitalisme adalah menuju malapetaka perang, ledakan revolusi.
“Mood politik proletariat tidak berubah secara otomatis ke satu arah yang sama. Kebangkitan dalam perjuangan kelas diikuti oleh kemerosotan, pasang disusul oleh surut, tergantung pada kombinasi kondisi-kondisi material dan ideologis yang kompleks, dalam ranah nasional dan internasional. Kebangkitan massa, jika tidak dimanfaatkan pada momen yang tepat atau disalahgunakan, berubah menjadi periode kemunduran. Dan cepat atau lambat, massa pulih dari periode kemunduran ini di bawah pengaruh kondisi-kondisi objektif yang baru.
“Epos kita dicirikan oleh fluktuasi periodik yang sangat tajam, dengan perubahan-perubahan situasi yang luar biasa mendadak, dan ini berarti kepemimpinan harus menanggung beban tanggung jawab yang luar biasa dalam menetapkan orientasi yang tepat.
“Aktivitas massa, yang dipahami dengan baik, mengekspresikan dirinya dengan cara yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi yang berbeda-beda. Massa mungkin, pada periode tertentu, sepenuhnya terserap oleh perjuangan ekonomi dan menunjukkan minat yang sangat kecil pada masalah politik. Atau, setelah menderita serangkaian kekalahan dalam perjuangan ekonomi, massa dapat tiba-tiba mengalihkan perhatian mereka ke politik. Kemudian – tergantung pada keadaan yang konkret dan pengalaman masa lalu massa – aktivitas politik mereka dapat bergerak ke arah perjuangan parlementer murni atau ekstra-parlementer.”
Kalimat-kalimat di atas sangatlah penting karena mereka menunjukkan bahwa dari pernyataan umum tentang epos yang tengah kita masuki, kita tidak mungkin bisa menyimpulkan tahapan kesadaran proletariat, atau gerakan kelas yang konkret. Di sini kita melihat dengan sangat jelas metode Trotsky, yang tidak berangkat dari formula-formula abstrak tetapi dari fakta-fakta konkret.
Pada 15 November 1857, Engels mengeluh dalam sepucuk surat kepada Marx: “Massa pasti telah menjadi sangat lesu setelah periode kemakmuran yang begitu lama.” Dan dia menambahkan: “Diperlukan tekanan dalam waktu yang cukup panjang untuk menghangatkan populasi. Proletariat kemudian akan menyerang dengan lebih baik, dengan kesadaran yang lebih baik akan tujuannya dan dengan lebih banyak persatuan …”
Kata-kata ini sangatlah relevan hari ini. Psikologi massa dikondisikan oleh seluruh periode dekade-dekade terakhir. Di negara-negara kapitalis maju, kaum buruh menjadi terbiasa dengan standar hidup yang cukup baik, layanan kesehatan yang berfungsi dan tunjangan pensiun. Semua hal ini diterima begitu saja. Reforma-reforma ini tampaknya tidak akan pernah berubah, sesuatu yang normal.
Namun kenyataannya, ini bukanlah hal yang normal, melainkan anomali sejarah. Apa yang kita saksikan hari ini adalah proses yang tak terelakkan di mana sistem kapitalis kembali ke keadaan normalnya, yang jauh lebih mirip dengan kondisi pada tahun 1930-an daripada selama boom ekonomi setelah Perang Dunia Kedua.
Sekarang kelas pekerja menghadapi periode ‘normal baru’, yang tidak akan sama dengan periode sebelumnya. Ya, memang demikian! Guncangan-guncangan hebat akan diperlukan untuk melepaskan massa dari inersia lama. Tapi guncangan ini sudah mulai terjadi.
Inggris adalah contoh yang sangat baik. Dulu Inggris dianggap sebagai negara yang paling stabil secara politik dan paling konservatif di Eropa. Kini Inggris telah menjadi salah satu negara yang paling tidak stabil dan bergejolak. Dan akar penyebab dari perubahan dramatis ini dapat ditemukan dalam faktor-faktor ekonomi.
Krisis biaya hidup
Tiba-tiba, suara-suara lama yang penuh kepercayaan diri dan optimisme menjadi hening. Dalam beberapa bulan terakhir, bila kita membaca sekilas saja koran-koran finansial, kita akan temukan para ahli strategi kapitalis dipenuhi dengan kemuraman. Perhatian telah beralih ke harga energi, yang melonjak ke tingkat yang belum pernah terlihat sebelumnya.
Harga minyak dunia naik hampir dua kali lipat pada Januari 2021. Tetapi harga gas alam jauh lebih buruk. Harga gas di Inggris dan Eropa sudah mendekati 10 kali lipat dari tingkat normal. Ungkapan yang sekarang terus-menerus diulang, dan yang meringkas dengan sangat baik ketakutan kaum borjuasi adalah ‘krisis biaya hidup’. Ini adalah tanda yang paling jelas dari krisis organik kapitalisme.
Pada bulan Oktober 2022, sebuah rumah tangga di Inggris akan membayar lebih dari £3.500 ($4.200) setahun untuk energi, lebih dari tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu. Tetapi beberapa ahli memperingatkan bahwa tagihan gas dan listrik bisa naik mencapai lebih dari £7.000 setahun pada 2023. Dan estimasi terbaru oleh Goldman Sachs memprediksi bahwa inflasi di Inggris akan naik mencapai 22,4 persen pada 2023.
Banyak keluarga terpaksa memilih antara menghangatkan rumah atau memberi makan anak-anak mereka. Ini telah menimbulkan ketakutan di antara jutaan keluarga, termasuk mereka yang bekerja dan bahkan lapisan kelas menengah.
Perubahan penting dalam kesadaran massa sudah terlihat dalam hal-hal kecil. Di pub dan halte bus, di mana obrolannya biasanya mengenai cuaca atau sepak bola, kini kita mendengar obrolan mengenai biaya hidup: orang tidak lagi percaya mereka akan mampu membayar tagihan dan memberi makan keluarga mereka. Ada perasaan cemas secara umum, yang dengan cepat berubah menjadi kemarahan.
Inilah yang Trotsky, dalam ungkapannya yang brilian, sebut sebagai proses molekuler revolusi. Ini persis sama dengan akumulasi bertahap muatan listrik yang mendahului badai. Ini adalah ekuivalen politik dari petir panas.
Musim dingin ketidakpuasan
Gelombang pemogokan sudah melanda Inggris. Pekerja kereta api yang militan telah memimpin, dan ini diikuti oleh yang lainnya, dari pekerja dermaga dan pekerja komunikasi, hingga pengacara kriminal.
1.900 buruh pelabuhan di Felixstowe, pelabuhan terbesar Inggris, melakukan pemogokan selama delapan hari, yang menyebabkan problem parah dalam pengiriman barang ke bisnis dan supermarket. Ada banyak rencana pemogokan lainnya, atau kemungkinan besar pemogokan ini akan disetujui oleh guru, pegawai negeri dan perawat dan lainnya.
Kemarahan kaum buruh semakin membesar, dan para pengurus serikat sayap kanan mulai merasakan api di bokong mereka. Serikat buruh yang biasanya ‘moderat’, seperti GMB, dengan lebih dari setengah juta anggota secara nasional, akan mengadakan pemungutan suara untuk lebih dari 100 ribu pegawai negeri mengenai kontrak kerja mereka.
Di Skotlandia, pekerja pemungut sampah telah mogok, dan membuat kota-kota seperti Edinburgh tenggelam di bawah tumpukan sampah. Ini telah mengusik hidung banyak turis yang mengunjungi ibu kota Skotlandia untuk menikmati dunia kebudayaan yang dirayakan oleh festival kota. Sebaliknya, para turis ini dihadapkan pada dunia sampah yang bau dan tikus-tikus yang gemuk.
Saat saya menulis artikel ini, saya membaca berita bahwa pekerja pemungut sampah ini baru saja ditawari kenaikan gaji dan para pemimpin serikat mendesak agar buruh menerima tawaran tersebut; jadi pada saat Anda membaca artikel ini, pemogokan hampir pasti sudah berakhir. Tapi bau sampah yang membusuk akan bertahan untuk beberapa waktu, dan ini adalah metafora yang paling tepat untuk hubungan yang sebenarnya antara budaya dan sistem sosial yang sudah membusuk ini.
Semakin banyak lapisan buruh baru yang terdorong masuk ke dalam perjuangan. Bahkan Royal College of Nursing yang biasanya tidak militan kini tengah bersiap untuk menanyakan kepada anggotanya apakah mereka siap untuk melakukan aksi mogok. Yang lebih mencengangkan adalah pemandangan para pengacara kriminal, lengkap dengan jubah hitam dan wig putih, berdiri di garis mogok, meneriakkan slogan dan berdemonstrasi menentang pemerintah.
Yang mengesankan adalah tingkat dukungan publik terhadap pemogokan tersebut. Upaya pemerintah Tory dan media bayarannya untuk membuat para turis menentang pemogokan buruh kereta api telah gagal. Hampir semua yang diwawancarai menyatakan simpati dan dukungan kepada para pemogok.
Menanggapi rencana pemerintah untuk memangkas 91.000 pekerjaan pegawai negeri, Public and Commercial Services Union menyerukan kepada Trades Union Congress (TUC) untuk “mendukung aksi industrial (pemogokan) yang bertujuan mencegah PHK dan sebisa mungkin mengkoordinasi aksi mogok dengan serikat-serikat buruh lainnya yang tengah bersengketa dengan pemerintah.”
Sementara setiap orang berusaha menghindari kata ‘pemogokan umum’, gagasan bahwa semua buruh yang mogok harus bersatu menjadi semakin nyata, gerakan ke arah pemogokan umum semakin memperoleh momentum setiap harinya.
Badai berkumpul
Masalah yang dihadapi Inggris dan negeri-negeri lain sangatlah sederhana. Kelas penguasa tidak punya alternatif selain menempatkan seluruh beban krisis di pundak kelas buruh. Tetapi kaum buruh tidak dapat membiarkan ini terjadi.
Apakah kontradiksi di Inggris akan mengarah ke pemogokan umum? Tidak mungkin memberikan jawaban yang pasti untuk pertanyaan ini. Ini tergantung pada berbagai kondisi yang tidak mungkin diprediksi. Para pemimpin serikat buruh tidak akan meluncurkan pemogokan umum atas niat mereka sendiri. Namun keputusan untuk mogok tidak sepenuhnya berada di tangan mereka.
Pada tahun 1972, pemerintah Konservatif saat itu dan TUC hampir menyaksikan pemogokan umum, yang bukanlah pilihan mereka. Sesuatu seperti ini sangat bisa terjadi lagi. Satu hal yang sangat jelas. Kontradiksi-kontradiksi yang telah menumpuk sekian lama kini mendekati titik kritis di mana kuantitas berubah menjadi kualitas.
Kita bisa mengukur suhu udara dengan bantuan termometer. Sayangnya, belum ada instrumen yang ditemukan untuk mengukur tingkat kemarahan dan ketidakpuasan massa. Tetapi kesadaran massa sedang ditempa oleh hantaman palu peristiwa.
Panggung tengah disiapkan untuk ledakan perjuangan kelas tanpa-preseden, tidak hanya di Inggris tetapi juga di negara-negara lain di Eropa – Prancis, Jerman dan Italia. Situasi insureksioner bisa meletus bagai petir di siang bolong. Kita telah saksikan ini dengan sangat jelas di Sri Lanka. Badai perjuangan kelas sudah hampir pecah.