Pada pemilu 2024 ini, tidak seperti sebelumnya ada partai dari gerakan buruh yang ikut berlaga. Partai Buruh berkeyakinan bisa menembus ambang batas parlemen 4 persen. Ini dibuktikan oleh riset internal mereka yang diprediksi meraih 4,8 persen suara pada pemilu kali ini.
Namun, bila kita melihat fakta dan kenyataan lainnya, hasil survei ini sulit dipertanggungjawabkan. Survei Litbang Kompas periode 27 Juli-7 Agustus menyebutkan bahwa tujuh partai politik papan bawah, termasuk di dalamnya Partai Buruh, elektabilitasnya di bawah 1 persen. Survei Kompas lebih menggambarkan apa yang sebenarnya, meskipun kita perlu melihat faktor lainnya yang menyebabkan rendahnya elektabilitas Partai Buruh.
Bila kita lihat sejarah, Partai Buruh tidak pernah lolos ambang batas parlemen. Pada Pemilu 1999 yang relatif sangat terbuka saat itu mereka mendapatkan 0,13 persen. Pada 2004 mendapatkan 0,56 persen; dan pada 2009 mendapatkan 0,25 persen. Meskipun di tahun 2024 Partai Buruh dideklarasikan ulang, tapi program partai tidak berbeda jauh dengan partai buruh di masa sebelumnya.
Program Negara Sejahtera tidak menarik perhatian rakyat pekerja. Partai Buruh diisi orang-orang reformis kariris yang sama, yang telah meredam perjuangan di masa lalu. Di antara kaum muda dan pekerja ada perasaan apatis dan sinis memandang Partai Buruh ini. Meskipun ada serikat-serikat buruh di dalamnya, tapi partai ini lebih seperti cangkang kosong. Tidak ada radikalisasi yang mengarah ke Partai Buruh.
Kepemimpinan reformis telah membawa serangkaian kekalahan bagi gerakan buruh. Omnibus Law begitu mudah diloloskan oleh penguasa. Alih-alih memobilisasi massa dan pemogokan, pemimpin reformis ini lebih percaya pada jalur-jalur legal yang akhirnya tidak membawa satu inci pun pada kemenangan. Mereka memainkan peran kriminal dengan terus melakukan kolaborasi kelas. Mereka telah mendemoralisasi lapisan termaju dari kelas buruh. Ini mengakibatkan keanggotaan serikat-serikat buruh terus mengalami tren penurunan.
Sekarang, di saat mereka ingin memenangkan Partai Buruh, mereka harus melihat ke belakang. Pengkhianatan demi pengkhianatan telah dipupuk oleh kepemimpinan reformis ini. Ditambah dengan program partai Negara Sejahtera yang tidak menimbulkan antusiasme, mustahil mereka bisa memenangkan hati pemilih kelas pekerja.
Sekarang ini, ada 204.807.222 daftar pemilih yang nanti ke bilik suara. Untuk memenangkan ambang batas parlemen 4 persen, Partai Buruh membutuhkan 8.192.289 suara. Di tengah apatisme dan sisnisme kelas pekerja, ambang batas ini akan sangat sulit dicapai.
Pada 2022, ada 7,5 juta pekerja yang tergabung dengan serikat buruh. Bila semua anggota serikat memilih Partai Buruh tentu lolos ambang batas parlemen tidak akan begitu sulit. Tapi hari ini, tidak semua serikat juga bergabung dan anggotanya mendukung partai buruh. Pertama, program Negara Sejahtera yang lembek itu tidak akan memenangkan buruh. Apalagi kepemimpinan reformis telah lama mengkhianati kepercayaan buruh.
Perjuangan buruh tidak hanya bisa direduksi menjadi merebutkan kursi parlemen. Kapitalis dan para bankir sangat mahir mengkooptasi pemimpin buruh untuk tunduk pada mereka, bahkan ketika wakil-wakil buruh ini telah duduk di parlemen. Tujuan perjuangan kelas buruh bukan parlemen itu sendiri, tapi perjuangan yang lebih besar, yakni revolusi sosialis menggulingkan kapitalisme. Kelas buruh tidak dapat dimenangkan dengan program tambal sulam Negara Kesejahteraan kapitalis. Bila Partai Buruh ingin berjuang dan menang, partai harus secara konsisten berdiri di atas program ekspropriasi kekayaan kapitalis dan bankir serta nasionalisasi di bawah kontrol buruh. Dengan kata lain ini adalah program sosialisme. Pada akhirnya tanpa sosialisme, tidak akan ada harapan bagi Partai Buruh untuk menang.