Banyak aktivis gerakan yang menginginkan revolusi dan menunggu datangnya peristiwa itu. Namun ketika dihadapkan dengan pertanyaan tentang kesiapan mereka menghadapi revolusi, mereka lantas mundur ke belakang. Mereka tidak membahas ini lebih jauh. Bagi mereka gerakan adalah segalanya. Pertanyaan teori tidak pernah hinggap di kepala mereka, kalaupun ada itu hanya sebentar dan lalu hilang. Mereka-mereka ini adalah subyek pasif revolusi. Sadar maupun tidak mereka telah mengadopsi sikap anti-teori. Sikap ini bahaya, dan dari sudut pandang pelopor ini fatal. Sikap seperti ini tidak pernah bisa memimpin revolusi apalagi memenangkannya.
Revolusi merupakan pemberontakan spontan dari massa. Revolusi bisa terjadi oleh berbagai sebab. Bisa terjadi karena pembusukan politik dari skandal-skandal korupsi; oleh tirani; oleh krisis ekonomi; dan karenanya revolusi tidak pernah mempunyai tanggal kapan ia bisa terjadi. Untuk itu mustahil menciptakan secara artifisial situasi yang melatar-belakangi revolusi. Lewat kontradiksinya kapitalisme menyediakan seluruh bahan bakar untuk terjadinya revolusi itu sendiri.
Tapi tidak setiap revolusi secara otomatis mengarah pada kemenangan sosialis. Sejarah membuktikan ini berkali-kali. Bahkan banyak demonstrasi dan pemogokan besar dalam sejarah yang mampu menggulingkan sebuah rezim belum mampu menggulingkan sistem kapitalisme. Seperti halnya Gerakan Reformasi 98’ meskipun massa tumpah ruah di jalanan serta mampu menggulingkan kediktatoran Soeharto namun masalah kekuasaan masih tertinggal di belakang. Rezim berganti tapi pondasi kapitalisme masih utuh.
Revolusi bukanlah peristiwa sederhana, ia melibatkan massa, kelas dan kepemimpinan. Ada banyak kelompok dan pemimpin yang semuanya pada saat revolusi ingin meraih kekuatan politik untuk kepentingan kelasnya. Massa yang baru terbangunkan oleh revolusi mendapati diri dibingungkan oleh banyaknya pemimpin dan kelompok. Mereka akan menguji satu per satu kepemimpinan ini sampai mereka jatuh pada kepemimpinan yang paling mewakili kepentingan mereka. Oleh karenanya revolusi selalu ditandai dengan jatuh bangunnya partai-partai ini dan tergantinya sayap moderat ke sayap yang paling radikal. Dari hal ini membangun partai dan kepemimpinan yang revolusioner merupakan hal krusial untuk memenangkan revolusi.
Contoh Revolusi Kuba sering diajukan oleh banyak Kiri sebagai bukti bahwa membangun partai revolusioner tidak diperlukan dalam perebutan kekuasaan. Namun fakta membuktikan sebaliknya. Pada 1 Januari 1959, sebuah pemogokan umum melumpuhkan Kuba dan memaksa diktator Batista untuk melarikan diri dari negara itu. Dalam beberapa hari gerilyawan Gerakan 26 Juli yang dipimpin oleh Fidel Castro dan Ernesto Che Guevara diterima sebagai pahlawan oleh massa.
Selama bertahun-tahun para pekerja Kuba memainkan peran kunci dalam perjuangan melawan imperialisme. Fakta ini ditandai dengan gelombang besar pemogokan dan demonstrasi, termasuk pemberontakan bersenjata dan pembentukan dewan revolusioner di pabrik gula pada 1930-an. Hal ini menyebabkan penggulingan pemerintah boneka Jenderal Machado AS yang segera digantikan oleh kudeta tentara yang dipimpin oleh Fulgencio Batista. Batista digantikan oleh pemerintah sipil yang korup di Grau San Martín yang pada gilirannya digulingkan oleh Batista kembali dalam kudeta militer kedua pada tahun 1952. Suksesi kepemimpinan yang korup dan kudeta militer yang dimainkan kelas penguasa membuat kemarahan rakyat semakin hari semakin akut. Amerika Serikat dan penjahat lokal mereka menciptakan ketidakpuasan yang luas di kalangan penduduk, termasuk lapisan borjuis kecil. Ribuan pengusaha kecil bangkrut oleh monopoli besar, mahasiswa yang membenci dominasi negara mereka oleh kekuatan asing, dan pemilik tanah kecil yang lumpuh oleh tuan tanah besar yang didukung AS masuk ke jajaran oposisi melawan rezim. Dalam situasi seperti ini semua kelompok bisa memimpin revolusi namun keberhasilan dari revolusi sosialis adalah masalah lain.
Peristiwa ini kemudian diikuti pengambil-alihan kekuasaan oleh Fidel Castro yang karena berbenturan kepentingan AS terpaksa melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan penting di Kuba. Fidel menyatakan sendiri dalam pidatonya pada bulan April 1959. “Saya telah mengatakan dengan cara yang jelas dan definitif bahwa kita bukan Komunis … Pintu terbuka untuk investasi swasta yang berkontribusi pada pengembangan industri Kuba.”
Faktanya Fidel Castro dan kawan-kawannya sama sekali tidak berniat menghilangkan kapitalisme dan pertuan-tanahan di Kuba. Mereka terdorong untuk melakukannya karena kombinasi kesalahan kebijakan AS dan tekanan massa rakyat Kuba.
Tetapi Revolusi Kuba dipimpin oleh segelintir intelektual dan dalam proses pertempuran tidak lebih dari beberapa ratus orang yang berpartisipasi. Massa memainkan peran sekunder. Ada milisi pekerja dan petani dan komite revolusioner, tetapi peran mereka bukan untuk memerintah tetapi hanya untuk menyetujui keputusan yang diambil di tempat lain. Ratusan ribu orang berkumpul untuk mendengarkan pidato para pemimpin, tetapi mereka tidak diizinkan untuk mengambil keputusan.
Revolusi ini mendapat dukungan massa karena keuntungannya bisa dilihat banyak orang, yakni kemajuan besar dalam standar hidup, pemberantasan buta huruf, salah satu sistem kesehatan terbaik di dunia, dll. Tetapi tanpa kontrol pekerja atas manajemen negara dan ekonomi tidak akan ada sosialisme. Bangkitnya birokrasi dan kesalahan manajemen merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari. Ini adalah salah satu pelajaran terpenting yang bisa ditarik dari semenjak keruntuhan Uni Soviet.
Tentu ada banyak peristiwa revolusi-revolusi yang hampir sama di negara-negara kolonial sejak 1945, namun dari semua peristiwa ini meskipun para pemimpin ‘Kiri’ mereka berhasil memegang kepemimpinan revolusi tapi kenyataannya mereka tidak mampu mempertahankan revolusi. Lalu apa yang kita saksikan pada periode ini adalah lahirnya rezim-rezim karikatur dari sosialisme, yakni sebuah negara dengan ekonomi terencana minus demokrasi rakyat pekerja.
Marxisme mengajarkan bahwa revolusi melawan kapitalisme dan tugas membangun sosialisme hanya dapat dicapai melalui tindakan kolektif dan sadar dari kaum pekerja itu sendiri. Marxisme juga mengajarkan bahwa tanpa sebuah organisasi, kelas pekerja hanyalah bahan mentah yang siap untuk dieksploitasi. Bagi Marxis partai revolusioner adalah organ sejarah yang dengannya kelas proletariat menjadi sadar kelas. Mereka yang mengklaim bahwa partai revolusioner tidak relevan atau tidak dibutuhkan untuk memenangkan revolusi adalah salah. Sebaliknya, partai semacam ini adalah instrumen yang mutlak bagi kemenangan revolusi sosialis.
Sebuah partai revolusioner seperti ini tidak bisa diimprovisasi ketika dibutuhkan atau tidak bisa diciptakan spontan ketika revolusi pecah. Partai revolusioner harus dibangun dengan konsisten dan sadar. Partai seperti ini harus dipandu oleh metode sosialisme ilmiah. Semua pengalaman ini telah ditunjukkan oleh pengalaman kaum Bolshevik.
Dalam sejarah sulit kita menemukan sebuah kelompok atau partai yang mampu bekerja secara fleksibel dan berprinsip seperti Bolshevik. Partai yang dimulai dengan kelompok kecil yang berjumlah tidak lebih setengah lusin kemudian menjadi ribuan dan memenangkan revolusi pada Oktober 1917. Kader-kader mereka ditempa, diuji dan diperbaharui oleh bara api perjuangan kelas. Mulai dari kerja bawah tanah di bawah sensor dan pengawasan polisi, kerja di dalam parlemen, dalam perang, serta merebut kekuasaan serta mempertahankannya. Setelah berhasil merebut kekuasaan partai ini harus menghadapi 21 negara imperialis dan memenangkannya. Semua ini membutuhkan kerja panjang mendidik kader-kader awal. Itulah mengapa partai revolusioner selalu dimulai dari kelompok kecil orang-orang yang berkomitmen terhadap sosialisme.
Hari ini kami memulai hal sama yang telah dilakukan kaum Bolshevik lebih dari seratus tahun yang lalu. Kami mengakui bahwa kami kecil untuk memulai pekerjaan yang sangat besar memenangkan revolusi. Tapi kami punya ide dan gagasan kuat yang terbukti membawa kemenangan bagi kaum buruh. Kami yakin akan menemukan semua sumber daya yang kita butuhkan. Kami tidak malu-malu mengklaim diri kami sebagai pewaris Bolshevik. Kami ingin membuat sejarah revolusi berikutnya! Kami ingin menang! Kami sedang mambangun Bolshevisme! Akhirnya, Bolshevisme adalah kehendak sadar memenangkan revolusi! Untuk itu bergabunglah bersama kami!