Bab 10. Lahirnya Soviet
Gelombang Pasang Revolusi
Setelah pembantaian pada 9 Januari, gerakan di St. Petersburg mengalami penurunan untuk sementara. Para buruh St. Petersburg dengan hati-hati menimbang-nimbang posisi mereka. Demonstrasi May Day di St. Petersburg jauh dari sukses, dengan hanya beberapa ratus orang yang turun. Namun, selama musim semi dan musim panas 1905, pendulum terus mengayun ke kiri. Sementara para buruh di ibukota St. Petersburg mengambil langkah mundur untuk menimbang-nimbang situasi, propinsi-propinsi yang lebih terbelakang sekarang mulai bangkit berjuang. Pada 1 Mei, 200 ribu buruh mogok di lebih dari 200 kota di seluruh Rusia. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di St. Petersburg mendorong propinsi-propinsi lain untuk bergerak di mana-mana. Para buruh tekstil ada di garis depan. Pada 12 Mei, sebuah pemogokan umum meledak di kota Ivanovo-Voznesensk, sebuah kota tekstil dengan 70 ribu buruh, basis kaum Bolshevik. Pemogokan ini berlangsung selama 72 hari. Kaum Bolshevik di Ivanovo-Voznesensk pada saat itu berjumlah lebih dari 400. Negosiasi dilaksanakan oleh delegasi-delegasi pabrik yang terpilih, yang bertemu dalam “pertemuan Delegasi Perwakilan”, yang tidak lain adalah sebuah soviet. Dari 128 delegasi (23 di antaranya adalah perempuan), sekitar 30 adalah kaum Bolshevik.
Soviet Ivanovo-Voznesensk menjaga ketertiban di kota, menerbitkan proklamasi-proklamasi, membentuk milisi dan mengendalikan pers, dan dengan demikian memberlakukan kebebasan pers, berpendapat, dan berkumpul. Pertemuan-pertemuan massa harian memungkinkan massa buruh untuk belajar dan bertukar pengalaman. Kaum tani di distrik-distrik sekitar menaruh harapan pada Soviet ini dan mengirim petisi mereka kepadanya. Persatuan militan antar proletariat dan tani sedang dibangun, bukan dalam kata-kata tetapi dalam perbuatan, oleh gerakan buruh itu sendiri. Pada 23 Mei, ranting daerah Partai menerbitkan sebuah buletin yang reguler. Pada akhir Juni, organisasi Bolshevik Ivanovo-Voznesensk telah tumbuh mencapai 600 orang, dengan 15-20 organisasi pabrik. Di kota tekstil Lodz di Polandia, pemakaman seorang buruh yang dibunuh oleh pasukan Cossack berubah menjadi sebuah demonstrasi politik massa pada 15 Mei dengan slogan-slogan seperti “Tumbangkan Tsarisme!” dan “Hidup Revolusi”. Sebuah gelombang pemogokan dan demonstrasi menyapu Polandia dan Lituania, yang memuncak pada mogok umum 23 Juni di Lodz, dan demonstrasi-demonstrasi solidaritas di Warsawa dan Odessa.
Gelombang pemogokan yang menyapu hampir seluruh daerah industri selama musim semi dan panas ini mengambil karakter yang semakin lama semakin politis. Sementara pada Maret kurang dari 30 persen pemogokan bersifat politis, antara April dan Agustus jumlah ini telah meningkat ke 50-70 persen. Dimana-mana para perwakilan buruh yang terpilih dari komite-komite pabrik dan komite-komite pemogokan mengambil tampuk kepemimpinan. Dan soviet, pada masa kelahirannya, tidak lain adalah sebuah komite pemogokan yang diperluas, sebuah organ perjuangan buruh dalam melawan majikannya. Soviet-soviet di Rusia, yakni organisasi buruh yang luar biasa efektif, fleksibel dan representatif, bukanlah ciptaan Lenin atau Trotsky. Mereka tidak akan ditemukan di buku-buku Marx dan Engels. Mereka adalah hasil dari inovasi genius dan inisiatif kaum buruh jelata. Soviet ditakdirkan untuk memainkan peran sentral dalam seluruh perkembangan revolusi, terutama selama dan setelah pemogokan besar Oktober.
Tidak hanya kaum buruh urban tetapi juga kaum tani perlahan-lahan terseret masuk ke dalam orbit revolusi. Sepanjang musim panas terjadi konflik-konflik tani dan pemogokan-pemogokan buruh pertanian di area Baltik, Ukraina, Don, Kuban dan Kaukasus. Di beberapa daerah tertentu, kaum tani secara efektif meraih kendali penuh dan menjalankan roda pemerintahan mereka sendiri. Kaum Menshevik mencoba menggunakan beberapa episode ini untuk mendukung teori “swa-kelola revolusioner” (revolutionary self-government). Tetapi pada kenyataannya sepanjang kaum buruh belum merebut kekuasaan maka pemberontakan-pemberontakan lokal ini hanya dapat memiliki karakter episodik. Sementara kaum Menshevik menaruh harapan mereka pada kaum liberal Zemstvo, Lenin menjadi semakin yakin bahwa satu-satunya sekutu kaum buruh dalam perjuangan mereka untuk menumbangkan autokrasi adalah terutama kaum tani miskin. Visinya mengenai revolusi adalah gerakan buruh dan tani yang seluas-luasnya, untuk menumbangkan tsarisme, mendirikan sebuah pemerintahan provisional (kediktatoran proletariat dan tani) yang, tanpa melewati batas-batas kapitalis, akan melaksanakan program demokratik yang paling radikal dan luas, dan yang paling terutama menyita kepemilikan tanah dari tuan-tuan tanah besar dan memberikan tanah pada kaum tani.
Sampai pada 1905, program agraria Partai adalah serangkaian tuntutan-tuntutan terbatas yang akan meringankan beban kaum tani, terutama pemulihan otrezki, atau “tanah yang terpenggal”, yakni tanah yang semestinya diserahkan kepada kaum tani menurut pasal-pasal dari Dekrit Emansipasi Kaum Hamba tahun 1861 tetapi sampai sekarang masih ditahan dari tangan kaum tani. Tetapi sekarang revolusi di sentra-sentra urban dengan cepat telah menyebar ke desa-desa. Sentimen umum di antara kaum tani adalah mendukung penyitaan hak milik tuan tanah. Program Partai yang lama ini sudah menjadi usang. Mempertimbangkan situasi yang baru ini, Partai harus merancang ulang program agraria mereka agar mengikutsertakan tuntutan penyitaan semua tanah dari para tuan tanah, pemerintah, gereja, dan monarki. Perubahan atmosfer di pedesaan ini membuka untuk pertama kalinya peluang untuk melakukan kerja sosial demokratik di antara kaum tani.
Walaupun Partai masihlah lemah di daerah pedesaan, sejumlah lingkaran dibentuk di daerah-daerah seperti Nizhegorod, Samara, Saratov, Kazan dan Tver. Lenin menekankan pembentukan kelompok-kelompok yang murni Sosial-Demokratik [Marxis] di desa-desa, yang terdiri dari kaum buruh pertanian dan kaum proletariat desa. Hanya setelah ini mereka mencapai kesepakatan kerja bersama dengan kelompok-kelompok demokratik revolusioner lainnya. Tetapi syarat awalnya adalah tidak boleh mengaburkan perbedaan antara kaum buruh dan kaum tani pemilik tanah kecil. Sebuah gambaran yang menarik mengenai kerja kaum agitator Bolshevik di desa-desa dapat ditemui di lembar-lembar novel terkenal Sholokhov, And Quiet Flows the Don, yang menjelaskan bagaimana Stockman, seorang Bolshevik, mengorganisir sekelompok Cossack dalam sebuah lingkaran membaca puisi dan literatur: “Setelah lama memilah dan mencoba, sebuah kelompok kecil Cossack mulai bertemu secara reguler di bengkel Stockman. Stockman adalah hati dan jiwa dari kelompok ini dan dia bekerja untuk sebuah gol yang hanya dipahami sepenuhnya oleh dia. Dia menggali pemahaman dan gagasan-gagasan sederhana layaknya seekor cacing yang lahap memakan kayu, dan menempa rasa jijik dan kebencian terhadap tatanan yang ada. Awalnya dia menemui dirinya terbentur oleh rasa ketidakpercayaan yang dingin dari para Cossack ini, tetapi dia tidak patah semangat. Bahkan ini dapat digerus.”[1]
Gejolak di daerah pedesaan ini memiliki pengaruh yang besar terhadap angkatan bersenjata, yang mayoritas datang dari kaum tani. Akan tetapi, seperti yang begitu sering terjadi di sejarah revolusi, pemberontakan meledak pertama kali di angkatan laut, dengan komposisi kelasnya yang lebih proletar. Kerja Partai di antara para tentara dan kelasi bahkan jauh lebih sulit dibandingkan di antara kaum tani. Pada awal Revolusi 1905, hanya ada 3 kelompok Partai yang terorganisir dalam angkatan bersenjata. Akan tetapi, selama Revolusi, jumlah ini meningkat menjadi 27.[2] Kekalahan-kekalahan militer menciptakan mood kekecewaan yang meledak-ledak di antara para tentara bawahan, dan membuat mereka lebih reseptif pada agitasi Sosial Demokratik. Berita tentang hancurnya armada laut Rusia di Tsushima[3] (27-28 Mei 1905) mengguncang para kelasi.Seperti yang biasanya terjadi pada kasus pemberontakan di angkatan laut, peran kepemimpinan dimainkan oleh para perwira rendah. Mereka biasanya adalah kelasi yang paling cakap dan cerdas, yang karena bekerja dekat dengan para perwira tinggi sangatlah membenci para perwira tinggi. Ketegangan dan konflik-konflik yang disebabkan oleh arogansi dan ketidakcakapan dari para perwira ini menjadi semakin tidak tertahankan, terutama ketika ini menyangkut masalah hidup-mati pada waktu perang. Bentrokan antara para perwira rendah dan para perwira tinggi inilah yang lalu menyebabkan meledaknya pemberontakan kapal perang Prince Potemkin yang termasyhur itu pada 14 Juni 1905, yang lalu difilmkan oleh Eisenstein dalam film klasik The Battleship Potemkin.
Yang memercik pemberontakan ini adalah masalah makanan yang buruk. Tetapi penyebab pokoknya adalah ketidakpuasan umum terhadap bagaimana perang ini dilaksanakan, dan menumpuknya kontradiksi-kontradiksi yang tak tertanggungkan selama puluhan tahun. Armada Laut Hitam ini sedang berlayar ke pelabuhan selatan Odessa, di mana kota ini sedang dicengkeram oleh pemogokan umum. Kedisiplinan militer dan pengawasan polisi tidak akan bisa mencegah virus revolusi dari menyebar ke kapal-kapal yang berjangkar beberapa kilometer darinya. Kru kapal yang memberontak menangkap semua perwira, kecuali sang komandan dan enam lainnya yang dibunuh. Para kelasi memilih sebuah komite dari antara mereka, yang lalu mengambil inisiatif untuk berlayar ke Odessa, guna mencari dukungan dari kaum buruh. Massa berkerumun di sekitar mayat kelasi Grigory Valulinchuk, yang dibunuh oleh seorang perwira. Sebuah demonstrasi yang besar berlangsung, dan pertemuan-pertemuan massa digelar, di mana para agitator Sosial Demokratik ikut serta. Ini menunjukkan sisi kuat dan lemah dari gerakan massa yang spontan. Semua faktor telah hadir, yang memungkinkan persatuan antara angkatan bersenjata dengan rakyat revolusioner. Tetapi karena absennya kepemimpinan revolusioner, peristiwa ini hanya dapat mengambil karakter episodik. Walaupun demikian, peristiwa ini adalah sebuah antisipasi dari menyeberangnya para tentara dan kelasi ke sisi Soviet pada 1917.
Peristiwa-peristiwa ini mengejutkan pihak otoritas di Odessa. Untuk beberapa waktu mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan. Secara praktek, kekuasaan sudah ada di tangan kaum buruh. Tetapi mereka bertindak tanpa perspektif yang jelas, tanpa kebijakan atau rencana yang menyeluruh. Ini memberi waktu pada pihak otoritas untuk mengkonsentrasikan kekuatan mereka. Armada laut dikirim untuk menumpas kelasi Potemkin, tetapi para pemberontak ini berhasil melarikan diri ke Rumania. Revolusi di Odessa ditumpas dengan brutal. Pemberontakan Potemkin gagal dalam mengobarkan insureksi, yang implisit dalam situasi ini. Tetapi peristiwa ini tidak berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejaknya. Karena takut terhadap gerakan massa yang begitu luas dan khawatir akan luluh lantaknya angkatan bersenjata, pemerintah lalu mengumumkan penyelenggaraan pemilu Duma (parlemen). Sepuluh hari kemudian perjanjian perdamaian dengan Jepang ditandatangani, dengan syarat-syarat yang memalukan bagi Rusia. Dari sudut pandang militer, walaupun awalnya mengalami sejumlah kekalahan, Rusia bisa meraih lebih kalau ia terus melanjutkan perang ini. Cadangan pasukan dan uang Jepang sudah hampir habis. Bukan keperkasaan militer Jepang yang memaksa Rusia untuk menandatangani perjanjian perdamaian, tetapi ancaman revolusi di tanahnya sendiri. Untuk mempertahankan rejim autokrasi, perang ini harus segera diakhiri.
Duma Bulygin
Kelemahan dari rejim autokrasi ditunjukkan oleh Manifesto 6 Agustus yang menjanjikan sebuah parlemen atau Duma (Duma Bulygin). Berakhirnya perang dan pengumuman pemilu disambut dengan rasa gembira oleh kaum liberal borjuis. Seorang liberal borjuis mengatakan: “Jepang tidak akan memasuki Kremlin, tetapi rakyat Rusia akan.”[4] Akan tetapi, kalau kita teliti lebih detil proposal Bulygin ini, optimisme naif dari kaum liberal ini dengan segera terguyur air dingin. Bulygin, seorang autokrat, telah merancang “sebuah konstitusi yang paling reaksioner di Eropa”, seperti yang dikatakan oleh Lenin. Konstitusi ini memberikan hak suara kepada kaum tuan tanah, kaum borjuasi, kaum tani yang memiliki tanah dan properti, kaum kelas menengah kota; sementara kaum buruh, kaum tani miskin, kaum perempuan dan tentara – dalam kata lain, mayoritas besar populasi – tidak diikutsertakan. Lebih parah lagi, parlemen Duma ini hanya memiliki kekuatan konsultasi! Seluruh konstruksi ini adalah kebohongan dan dusta, di mana segalanya akan tetap berlangsung seperti sebelumnya.
Sejak itu, masalah Duma menempati posisi sentral dalam diskusi-diskusi taktik di antara semua tendensi Sosial Demokratik. Kaum Bolshevik segera mendukung kebijakan “boikot aktif”. Posisi kaum Menshevik ambigu. Di Kaukasus, pusat dari sayap Menshevisme yang paling oportunis, mereka secara terbuka menyerukan partisipasi. Akan tetapi, secara umum, mood di antara para anggota akar rumput Menshevik adalah menentang Duma. Kaum Bolshevik mengajukan sebuah front persatuan kepada kaum Menshevik dan semua organisasi Sosial Demokratik lainnya untuk meluncurkan sebuah kampanye boikot. Di tingkatan lokal, kaum buruh Bolshevik dan Menshevik bekerja sama. Kaum Sosialis Revolusioner juga mendukung boikot. Bahkan kaum liberal juga terpaksa menolak Duma ini, walau hanya dalam kata-kata saja.
Pemerintah juga memberikan otonomi kepada universitas. Dalam dirinya sendiri, ini adalah sebuah kebijakan yang tampaknya sekunder, tetapi mewakili sebuah titik balik yang besar. Pintu-pintu universitas tiba-tiba terbuka lebar, dan rakyat berbondong-bondong memasuki pintu ini, haus akan gagasan-gagasan, dan ingin berpartisipasi dalam debat publik. Sampai pada saat ini, para mahasiswa telah melakukan pemogokan yang pasif, dengan menolak menghadiri kelas-kelas. Ini berubah drastis ketika seluruh gerakan mengambil arah yang sepenuhnya berbeda. Selama musim gugur, kampus-kampus dan ruang-ruang kelas menjadi pusat diskusi yang panas. Diawali oleh para mahasiswa, debat-debat ini diketahui oleh para buruh, yang segera paham bahwa di kampus mereka dapat bertemu dan berdebat tanpa diganggu oleh polisi. Seorang saksi mata menulis, “Bersandingan dengan seragam mahasiswa di ruang-ruang kelas, kita dapat melihat semakin banyak baju-baju rakyat jelata dan, terutama, seragam kerja kaum buruh.”[5]
Ledakan di kampus-kampus ini menunjukkan bahwa pendulum masih berayun dengan cepat ke kiri, dengan lapisan-lapisan baru memasuki arena perjuangan. Ini adalah pertimbangan utama yang menentukan sikap Bolshevik mengenai masalah boikot pada saat itu, walaupun pada Kongres Ketiga Lenin sangatlah berhati-hati dalam menekankan bahwa partai harus tetap terbuka mengenai masalah ini. Lebih dari siapapun, Lenin memahami perlunya kelenturan dalam masalah-masalah taktik dan organisasional, agar tidak terseret oleh mood ultra-kiri yang dapat memisahkan elemen-elemen yang lebih maju dari mayoritas kelas.
Dalam situasi seperti ini, memboikot Duma Bulygin adalah kebijakan yang sungguh tepat. Gelombang revolusioner masih menyapu dengan kuat. Konstitusi Duma ini begitu jauh dari harapan rakyat, bahkan selapisan kaum liberal menentangnya. Aspirasi demokratik massa berbenturan dengan tembok kokoh rejim polisi-birokratik. Demokrasi yang sejati hanya bisa diperkenalkan bisa rejim tsar ditumbangkan secara revolusioner. Watak transformatif dan peran dari kelas-kelas yang berbeda dalam revolusi adalah subjek debat yang panas dalam gerakan buruh, yang akan kita kunjungi nanti. Tetapi bagi semua orang, kecuali kaum reformis yang paling buta, yang ada di hadapan kita adalah pemogokan umum revolusioner dan pemberontakan bersenjata untuk menumbangkan autokrasi, bukan parlementerisme. Perspektif ini terkonfirmasikan oleh gelombang revolusi yang diawali oleh pemogokan Oktober di St. Petersburg dan mencapai puncaknya pada insureksi Desember di Moskow.
Pemogokan Oktober dan Soviet
Pada akhir musim panas, gelombang pemogokan tampaknya telah menurun. Perjanjian perdamaian dengan Jepang, Duma Bulygin dan serangkaian konsesi-konsesi lainnya tampaknya telah menghentikan gelombang pemogokan ini. Tetapi penampakan di permukaan ini menipu. Gerakan masih jauh dari berakhir. Gerakan pemogokan September-Oktober dimulai bukan oleh lapisan kelas yang paling berpengalaman dan maju, tetapi oleh lapisan-lapisan yang lebih terbelakang. Pada bulan-bulan musim panas, pemogokan di pabrik-pabrik besar menurun. Tetapi pemogokan di antara lapisan buruh yang paling tertindas (buruh kilang gergaji, buruh pabrik batu bata, buruh jagal daging, asisten pemintal, apoteker, tukang pos, pelayan, tukang roti, dan bahkan pembantu rumah tangga) meningkat. Pasukan proletar sedang mengerahkan pasukan cadangannya. Lapisan demi lapisan bergabung ke dalam perjuangan. Sebuah dorongan baru datang dari pemogokan buruh percetakan Moskow, yang lalu bergulir menjadi pemogokan umum di Moskow pada 27 September. Diawali oleh bentrokan kecil di percetakan Sytin di Moskow, pemogokan buruh cetak ini menyebar ke 50 percetakan dalam waktu beberapa hari dan lalu menjadi pemogokan umum di seluruh kota.
Ketika gerakan di Moskow tampaknya mereda, ada gelombang baru di St. Petersburg. Pada 2 Oktober, sebuah pemogokan solidaritas dari para buruh cetak diikuti oleh pemogokan buruh kereta di Moskow pada 6 Oktober. Para buruh kereta mogok dan memilih delegasi-delegasi mereka. Pada 10 Oktober, buruh kereta mogok penuh. Pada pertengahan Oktober, 750 ribu buruh kereta mogok. Pemogokan ini menjadi pemogokan umum, yang melibatkan Moskow, Kharkov, Revel, Smolensk, Lodz, Minsk, Petersburg, Vilna, Odessa, Kazan, Tiflis dan kota-kota lain. Pada 16 Oktober Finlandia bergabung. Pemogokan kereta ini menjadi 100 persen, dan gerakan ini kemudian dengan cepat menyebar ke buruh pos, telepon, telegraf, pegawai negeri dan pekerja profesional. Pemogokan ini dengan cepat mengambil karakter politik. Inilah yang mendorong Tsar pada 17 Oktober untuk menerbitkan sebuah manifesto yang dirancang oleh Count Witte. Dua hari kemudian pemogokan umum ini berakhir.
Peran pemogokan adalah untuk membuat kelas buruh sadar akan dirinya sendiri sebagai sebuah kekuatan sosial yang hidup. Pemogokan umum adalah ekspresi tertinggi dari ini. Lenin gemar mengutip kata-kata dari lagu Jerman ini: “Semua roda berhenti berputar bila lengan kalian yang kokoh menginginkannya.” Dengan terlibat dalam pemogokan, terutama bila ini adalah mogok yang aktif dengan partisipasi massa, kaum buruh dapat merasakan kekuatan mereka sendiri lewat persatuan. Pemogokan mengikat para buruh yang paling maju dan sadar politik dengan lapisan buruh yang paling luas, yang terbangun dari inersia mereka pada masa-masa “normal”. Pada musim gugur 1905, revolusi ini menyapu luas dengan tanpa preseden. Di pucuk kepemimpinan gerakan adalah kaum proletariat, yang menggunakan senjata perjuangan klasik mereka – pemogokan umum. “Dalam cakupan dan kedalamannya,” seperti yang kemudian dicatat oleh Lenin, “perjuangan pemogokan ini tidak ada bandingannya di seluruh dunia. Pemogokan ekonomi berkembang menjadi pemogokan politik, dan lalu berkembang menjadi insureksi.”[6]
Kelas buruh, dengan mengerahkan kekuatan mereka, menarik di belakangnya selapisan besar kelas menengah. Kaum intelektual ikut mogok. “Di banyak tempat, para juri menolak duduk, para pengacara menolak membela, para dokter menolak bekerja. Pengadilan-pengadilan ditutup.”[7] Pemogokan ini disertai dengan pertemuan-pertemuan massa, dimana buruh mendiskusikan taktik, strategi, dan politik. Para prajurit mulai berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan ini, dan mengekspresikan solidaritas mereka pada rakyat. Kaum buruh mulai mengorganisir milisi-milisi untuk pertahanan diri, untuk melawan pogrom dan menjaga ketertiban. Di beberapa daerah, milisi-milisi buruh ini melakukan ofensif. Ada bentrokan-bentrokan dengan pasukan Cossack di Yekaterinoslav dan barikade di Odessa.
Di bawah kondisi-kondisi tertentu sebuah pemogokan umum dapat memaksa kelas penguasa untuk memberikan konsesi-konsesi yang serius. Tetapi dalam konteks Rusia pada 1905, pemogokan umum harus mengarah ke perebutan kekuasaan, kalau tidak maka ia akan berakhir dengan kekalahan. Pemogokan umum mengedepankan masalah kekuasaan, tetapi dengan sendirinya tidak dapat menyelesaikan masalah ini. Oleh karena itu, gerakan harus dipandu oleh sebuah partai revolusioner yang siap mengemban tugas-tugas yang paling maju. Perkembangan kekuatan Marxisme yang pesat, dan kemudahan mereka dalam menempatkan diri mereka sebagai pemimpin gerakan buruh pada 1905, hanya dapat dipahami dalam konteks kaum proletariat yang secara politik perawan, tanpa sejarah serikat buruh dan partai reformis yang panjang. Dengan cepat kaum Marxis Rusia dapat memenangkan pejuang-pejuang kelas buruh terbaik di pabrik-pabrik, yang pada gilirannya memungkinkan mereka untuk memainkan peran yang dominan dalam gerakan massa. Keberhasilan Marxisme revolusioner yang begitu besar di sebuah negeri terbelakang seperti Rusia tampak seperti sebuah paradoks. Tetapi paradoks ini hanyalah di permukaan saja. Keterbelakangan Rusia – yakni, keterlambatan dalam perkembangan ekonomi dan sosialnya – tidak hanya berarti bahwa kontradiksi-kontradiksi sosial lebih tajam dan mencolok, tetapi juga berarti bahwa kelas buruh Rusia adalah kelas yang sepenuhnya baru dan segar, yang tidak terbebani oleh prasangka-prasangka, rutinitas dan tradisi-tradisi konservatif yang mencekik yang mengalir dari birokrasi serikat-serikat buruh massa dan partai-partai reformis di negeri-negeri kapitalis “maju”.
Fakta ini sebagian besar menjelaskan mengapa kaum Sosial Demokrat [Marxis] Rusia dapat tumbuh dari lingkaran-lingkaran propaganda kecil menjadi sebuah kekuatan massa dengan ratusan ribu massa di belakangnya dalam waktu hanya beberapa bulan saja. Kelas buruh Rusia adalah kelas yang perawan secara politik, tanpa sejarah organisasi-organisasi reformis atau borjuis. Seperti halnya industri Rusia tidak harus melewati proses perkembangan organik yang panjang dan sulit, dari kerajinan tangan ke manufaktur dan ke industri skala besar, begitu juga kelas buruh Rusia tidak harus melalui perkembangan serupa yang panjang dan sulit seperti kaum buruh Inggris, Prancis dan Jerman, melalui fase serikat-buruhisme dan reformisme. Mereka dapat bergerak langsung ke Marxisme revolusioner. Secara dialektik, fakta ini mentransformasi kelas buruh Rusia dari yang paling terbelakang menjadi yang paling maju di Eropa. Akan tetapi, memenangkan massa bukanlah sebuah proses yang otomatis. Ini membutuhkan tidak hanya gagasan-gagasan dan perspektif yang tepat, tetapi juga taktik yang fleksibel dan kemampuan untuk berhubungan dengan gerakan kelas buruh dalam realitas, bukan dalam imajinasi kaum sektarian.
Bagi kebanyakan aktivis Bolshevik, masalah insureksi dilihat sebagian besar hanya dari sudut pandang teknis, sebagai sebuah masalah organisasional, sebuah cara pandang yang terhubungkan dengan estimasi berlebihan mengenai signifikansi “aparatus organisasi” dan penyepelean sisi politik dari insureksi. Di sinilah poin utamanya. Setiap partai memiliki detasemen-detasemen atau milisi-milisi bersenjata mereka sendiri, tidakhanya kaum Sosial Demokrat tetapi juga kaum Sosialis Revolusioner. Di bawah kondisi-kondisi yang ada, perlunya membentuk detasemen tempur adalah sesuatu yang diterima luas oleh semua pihak. Tetapi detasemen-detasemen bersenjata ini harus dihubungkan dengan gerakan massa lewat soviet. Pada kenyataannya, tanpa detasemen-detasemen tempur soviet hanyalah “macan kertas” yang tak bertaring. Tetapi tanpa gerakan massa yang terekspresikan melalui medium soviet-soviet yang dipilih massa, detasemen-detasemen ini tidak akan memiliki signifikansi apapun. Kita harus memenangkan massa dalam aksi, dengan slogan-slogan yang tepat waktu dan taktik-taktik yang tepat, untuk menunjukkan dalam praktek superioritas Marxisme, berdasarkan perjuangan yang konkret dan pengalaman massa. Dalam kata lain, masalah yang dihadapi oleh Partai adalah untuk memenangkan gerakan massa dan bukannya mempertentangkan dirinya pada gerakan.
Seluruh permasalahan mengenai hubungan antara Partai dan gerakan massa dapat direduksi, pada analisa terakhir, ke perbedaan antara program Marxis yang ilmiah dan lengkap dengan gerakan massa yang belum lengkap, belum selesai, dan kontradiktif. Kalau kita tidak mampu menemukan jembatan untuk menghubungkan dua aspek ini maka kita tidak akan pernah mampu membangun gerakan massa. Lenin menjelaskan bahwa kaum Sosial Demokrat akan berjuang untuk mendapatkan pengaruh di soviet-soviet, dan berusaha untuk memenangkan soviet-soviet ke sisi mereka. Tetapi basis soviet yang luas, yang mewakili mayoritas besar buruh, tidak hanya lapisan-lapisan yang maju tetapi juga lapisan-lapisan yang paling terbelakang dalam pabrik-pabrik, buruh anggota partai Sosial Demokratik dan yang bukan anggota, yang atheis dan yang beragama, yang bisa membaca dan yang buta huruf, yang terampil dan yang tidak terampil, adalah satu keuntungan besar bagi perjuangan revolusioner dalam melawan Tsarisme. Lewat pengalaman perjuangan itu sendiri, Lenin percaya bahwa pada waktunya massa akan menarik kesimpulan-kesimpulan revolusioner dan akan bisa memahami validitas dari program Marxis. Tugas kaum pelopor revolusioner adalah “menjelaskan dengan sabar”, bukannya memberikan ultimatum kepada massa. Metode Lenin mengingatkan kita pada realisme Marx, yang mengatakan bahwa “satu langkah maju dari gerakan yang riil memiliki nilai yang setara dengan seratus program yang tepat.”
Di Rusia, di bawah kondisi-kondisi yang ada, tidak ada kesempatan untuk terbentuknya sebuah gerakan buruh yang reformis dengan aristokrasi buruh yang berprivilese dan birokrasi yang kaku di pucuk kepemimpinannya. Usaha untuk membentuk serikat-serikat buruh “Zubatov”[8] yang jinak, yang dikendalikan oleh pemerintah, tidak membuahkan hasil. Pada 9 Januari, justru serikat-serikat “Zubatov” macam ini dengan cepat diubah oleh massa buruh menjadi organ-organ perjuangan yang sejati. Peran kunci dimainkan oleh soviet-soviet. Organ-organ kekuasaan buruh yang embrionik ini lahir dari komite-komite pemogokan yang diperluas. Soviet-soviet pertama kali muncul di tengah kobaran pemogokan umum Oktober [1905]. Karena tidak memiliki serikat-serikat buruh massa yang mapan, para buruh yang mogok memilih delegasi-delegasi mereka yang mulai berhimpun ke dalam komite-komite pemogokan yang diimprovisasi, yang diperluas untuk merangkul seluruh lapisan kelas. Pembentukan soviet-soviet pada 1905 adalah sebuah contoh yang luar biasa akan kejeniusan dan kekreatifan rakyat pekerja, segera setelah mereka memasuki arena perjuangan. Kita tidak akan temui gagasan soviet di tulisan-tulisan para pemikir Marxis besar sebelum 1905. Soviet tidak disebut di halaman-halaman Manifesto Komunis, dan mereka bukanlah ciptaan dari partai politik manapun, tetapi adalah ciptaan spontan dari kaum buruh dalam perjuangan, hasil dari inisiatif dan kejeniusan yang kreatif dari kelas buruh. Awalnya mereka adalah komite-komite perjuangan, perhimpunan-perhimpunan dari para delegasi yang dipilih dari pabrik-pabrik.[9]
Ada banyak contoh lain. Gagasan perwakilan pabrik yang dipilih sudah dikedepankan oleh komisi Shidlovsky. Ini memberi kaum buruh pengalaman awal mereka. Maka pada 11 Oktober, ketika pemogokan mencapai kota St. Petersburg, mereka secara spontan memilih delegasi-delegasi, termasuk dari pabrik-pabrik Putilov dan Obukhov. Sistem pemilihan soviet ini adalah seperti berikut: satu delegasi untuk setiap 500 buruh (ini adalah formula yang sama dari komisi Shidlovsky). Tempat-tempat kerja yang kecil berhimpun untuk mengirim seorang delegasi. Pada 13 Oktober, pertemuan Soviet yang pertama diselenggarakan di Institut Teknik dengan kehadiran 40 delegasi, dan beberapa dari mereka adalah mantan delegasi Shidlovsky. Seorang Menshevik (Zborodsky) memimpin pertemuan pertama ini. Dari situ jumlah delegasi terus bertambah. Ada 80 sampai 90 delegasi dari 40 pabrik besar pada pertemuan kedua. Pada pertemuan ketiga 226 delegasi hadir mewakili 96 pabrik dan 5 serikat buruh. Juga hadir dalam pertemuan-pertemuan ini adalah tiga perwakilan dari Menshevik, Bolshevik, dan Sosialis Revolusioner. Dalam kata lain, soviet terdiri dari delegasi-delegasi dari pabrik-pabrik, serikat-serikat buruh, dan partai-partai sosialis. Soviet ini kemudian memilih komite eksekutif yang beranggotakan 22 orang – 2 dari tiap distrik kota (ada 7 distrik kota), dan 2 dari tiap serikat buruh besar (ada 4 serikat buruh besar).
Soviet Petersburg adalah badan yang paling berotoritas dan berpengaruh di Rusia. Dengan sangat cepat, Soviet secara praktis merangkul seluruh proletariat kota Petersburg, dan memimpin seluruh Rusia. Pada puncaknya, Soviet Petersburg memiliki 562 deputi dari 147 pabrik, 34 perhimpunan artisan/pengrajin tangan, dan 16 serikat buruh. 351 dari delegasi mereka adalah buruh metal, yang adalah garda depan kaum proletariat Rusia. Dalam komite eksekutif soviet, kaum Bolshevik diwakili oleh Khostolovksy dan Bogdanov. Tetapi pemimpin politik utama Soviet jelas adalah Leon Trotsky. Selama pemogokan umum Oktober dan November, Soviet St. Petersburg menjadi pusat perhatian dari semua orang. Di sini kita temui sebuah organ perjuangan yang sangatlah luas, demokratik dan fleksibel. Selama jalannya perjuangan, soviet-soviet perlahan-lahan memperluas fungsi-fungsi dan perwakilan-perwakilan mereka. Melalui Soviet, kaum buruh menggunakan kebebasan pers mereka yang baru mereka temukan ini dengan cara mengambil alih mesin-mesin cetak. Mereka mengimplementasikan 8-jam-kerja dan bahkan memulai kontrol buruh di sejumlah pabrik. Mereka membentuk milisi buruh dan bahkan menangkapi para komandan polisi yang terkenal bengis. Selain tugas-tugas lain yang jumlahnya banyak, Soviet menerbitkan koran Izvestiya Sovieta Rabochikh Deputatov sebagai organ publik mereka.
Mengikuti contoh di St. Petersburg, para buruh mengambil inisiatif membentuk soviet-soviet di daerah-daerah lain di Rusia. Pada musim gugur, soviet telah terbentuk di lebih dari 50 kota, termasuk Tver, Kostroma, Kharkov, Kiev, Yekaterinoslav, Odessa, Rostov on Don, Novorossiysk dan Baku. Soviet Moskow baru terbentuk pada 21 November. Pada pertemuan pertamanya ada 180 delegasi yang mewakili 80 ribu buruh. Awalnya soviet ini eksis bersandingan dengan sebuah komite pemogokan yang terdiri dari elemen-elemen borjuis kecil yang didominasi oleh kaum Sosialis Revolusioner dan berbagai rupa “kaum demokrat” kelas menengah. Akan tetapi, pada November komite ini melebur dengan Soviet. Di kebanyakan kasus kaum Sosial Demokrat mendominasi, tetapi kaum demokrat borjuis-kecil juga diwakili oleh Partai Sosialis Revolusioner, yang, seperti yang telah kita lihat, duduk juga di komite eksekutif Soviet Petersburg.
Secara umum, kesadaran massa tumbuh secara perlahan dan tak merata. Walaupun dalam revolusi pertumbuhan kesadaran ini dipercepat, tetapi proses kebangkitan kesadaran massa ini tetap merupakan proses yang penuh kontradiksi. Lapisan-lapisan yang berbeda menarik kesimpulan pada waktu yang berbeda pula. Inilah mengapa sampai pada akhir November Tsar masih menerima petisi-petisi dari buruh-buruh yang mogok dari propinsi-propinsi Rusia, yang memohonnya untuk menolong mereka. Ini menunjukkan perkembangan kesadaran yang tidak merata, dan juga menunjukkan perbedaan yang besar antara kota-kota besar (Moskow dan Petersburg) dan propinsi-propinsi. Kontradiksi ini bahkan lebih mencolok mata antara kesadaran kaum buruh kota dan kaum tani. Gerakan yang dimulai di kota mulai menyebar ke desa. Pada akhir 1905, bentrokan-bentrokan tani telah meletup di 37 persen daerah Rusia, terutama di daerah Tanah Hitam, Latvia, Estonia Selatan, Georgia dan Ukraina. Kaum tani membentuk sebuah Serikat Tani pada musim panas. Merekamemberikan sambutan mereka kepada “saudara-saudara buruh pabrik kami”. Tetapi dalam kesadaran, kaum tani tertinggal di belakang kaum buruh. Desa-desa masih secara umum tersandera oleh ilusi-ilusi liberal, yang merefleksikan kesadaran rakyat pedesaan yang masih setengah melek. Di bawah kondisi seperti ini, kepemimpinan Serikat Tani jatuh ke tangan kaum Sosialis Revolusioner dan kaum liberal, sebuah fenomena yang terulang kembali pada Februari 1917.
Di Moskow, sebuah soviet deputi tentara dibentuk dan di propinsi Tver sebuah soviet tani dibentuk. Di Sevastopol, para kelasi dan tentara juga diwakili dalam soviet buruh. Tempat dimana revolusi mulai memenetrasi kesadaran kaum tani adalah angkatan bersenjata. Di bawah hantaman dari kekalahan-kekalahan militer dan pengaruh gerakan revolusioner, angkatan bersenjata berada dalam kondisi bergejolak. Pengaruh Sosial Demokratik sangat kuat di antara para kelasi, yang secara tradisional adalah seksi yang paling proletariat dalam angkatan bersenjata. Sebuah pemberontakan tentara di Sevastopol pada November, yang dipimpin oleh Letnan P. Schmidt, ditumpas secara kejam oleh pihak otoritas. Namun serangkaian pemberontakan tentara di angkatan bersenjata mempertajam masalah militer. Ini sangatlah penting karena angkatan bersenjata Rusia terdiri terutama dari tentara-tentara yang direkrut dari kaum tani. Salah satu kelemahan utama Revolusi 1905 adalah tidak adanya basis yang kuat di antara kaum tani. Rakyat pedesaan tertinggal di belakang kota, dan fakta ini merupakan kelemahan yang fatal dalam pemberontakan Desember. Elemen-elemen pemberontakan kaum tani/tentara sudah ada, tetapi tidak cukup kuat untuk mempengaruhi hasil revolusi. Ketika gelombang revolusi telah menyebar ke desa-desa, gerakan di kota sudah mulai menurun.
Dari tempat pengasingannya, Lenin menyambut pembentukan soviet-soviet yang, dalam antisipasinya yang brilian, dia lihat sebagai embrio organ kekuasaan buruh. Dia menulis, “Saya mungkin keliru, tetapi saya percaya (dengan hanya berdasarkan informasi ‘koran’ yang tidak lengkap yang saya miliki) bahwa secara politik Soviet Buruh harus dilihat sebagai embrio pemerintahan revolusioner provisional. Saya pikir Soviet harus memproklamirkan dirinya sebagai pemerintahan revolusioner provisional dari seluruh Rusia secepat mungkin, atau membentuk sebuah pemerintahan revolusioner provisional (yang sama saja, hanya dalam bentuk yang berbeda).”[10] Inilah yang terjadi pada Oktober 1917.
Kaum Bolshevik dan Soviet
Di bawah kondisi-kondisi dimana gerakan sedang menyapu luas seluruh lapisan masyarakat, kebutuhan untuk memenetrasi lapisan-lapisan yang baru dan untuk mengadopsi metode-metode agitasi yang baru merupakan tantangan besar bagi partai. Sebuah perubahan besar dibutuhkan untuk mengambil keuntungan penuh dari situasi yang baru ini. Setiap hari pertemuan-pertemuan massa di berbagai kota di Rusia digelar. Ada peluang besar bagi Sosial Demokrasi, yang mendominasi medan ini. Satu-satunya rival mereka adalah kaum Sosialis Revolusioner, yang memiliki pengaruh tertentu, dan organisasi-organisasi nasional borjuis-kecil seperti PSP di Polandia dan Bund Yahudi. Kaum Anarkis di Petersburg terlalu kecil dan tidak memiliki perwakilan di eksekutif Soviet. Ini benar di hampir seluruh Rusia, kecuali di Byelostok dimana kaum anarkis memiliki mayoritas. Kaum liberal borjuis tidak memiliki basis di antara massa dan sama sekali tidak mencoba untuk mendapatkan basis. Seluruh strategi mereka bersandar pada negosiasi untuk mendapatkan konsesi dari rejim.
Partai Buruh Sosial Demokrasi Rusia (PBSDR) dengan cepat meraih pengaruh di antara elemen-elemen rakyat pekerja yang paling maju. Tetapi untuk memenangkan revolusi, ini saja tidak cukup. Kita harus memenangkan massa. Untuk memenuhi tugas ini, diperlukan fleksibilitas dalam taktik, supaya kekuatan kaum pelopor proletariat yang relatif kecil ini dapat menemukan jalan ke mayoritas buruh yang belumlah mencapai semua kesimpulan revolusioner. Sikap terhadap Soviet Petersburg menjadi kunci bagi masalah menghubungkan kekuatan Marxis yang kecil ke massa buruh. Seperti yang telah kita lihat, Lenin, walaupun ada dalam pengasingan yang berjarak ribuan kilometer dari medan perjuangan, dapat dengan segera memahami signifikansi soviet, yang merupakan sebuah fenomena yang sungguh-sungguh baru. Tidak demikian dengan para pengikutnya di Petersburg. Anggota-anggota Komite Pusat Bolshevik di Petersburg sama sekali tidak memahami gerakan kelas buruh ini. Mereka merasa tidak nyaman dengan fakta kalau ada sebuah organisasi massa “non-partai” (soviet-soviet) yang eksis bersandingan dengan partai. Alih-alih melihat soviet sebagai medan kerja yang penting, mereka melihatnya dengan perasaan bermusuhan, sebagai rival.
Karena karakter non-partai dari Soviet, dan juga ketua Soviet ini yang non-partai, kaum Bolshevik Petersburg bahkan mengorganisir sebuah kampanye menentang Soviet. Mereka membujuk dewan partai, yang terdiri dari kaum Bolshevik dan Menshevik, untuk mengeluarkan ultimatum kepada Soviet agar Soviet meletakkan dirinya di bawah kepemimpinan Partai Buruh Sosial Demokrasi Rusia. Akan tetapi proposal ini ditolak oleh para anggota partai dalam konferensi bersama Bolshevik dan Menshevik pada 26 Oktober. Kaum Menshevik menolak proposal ini; dan kaum Bolshevik lalu bergerak sendirian. Pada 24 Oktober mereka mengajukan resolusi yang serupa di pertemuan-pertemuan buruh di Semyanikov dan pabrik-pabrik metal lainnya, yang menuntut agar Soviet menerima program dan taktik-taktik Sosial Demokrasi, dan menuntut agar Soviet menentukan pendirian politiknya. Di edisi pertama koran Bolshevik legal, Novaya Zhizh, koran ini mengeluh mengenai “situasi yang sangatlah aneh ketika ‘Soviet’ tidak berada dalam hubungan yang subordinat pada partai.”[11]
Komite Pusat Bolshevik mengeluarkan sebuah resolusi, yang harus dipatuhi oleh semua Bolshevik di Rusia, dimana soviet dituntut untuk menerima program partai. Mereka mengadopsi cara berpikir yang formalistik, yang adalah karakter kaum sektarian dari semua jaman: bila Soviet ingin menjadi sebuah organisasi politik maka kaum Sosial Demokrat harus menuntut agar Soviet mengadopsi program Sosial Demokratik, tetapi bila ini diterima maka tidak ada gunanya memiliki sebuah organisasi Sosial Demokratik yang kedua yang eksis secara paralel dengan partai Sosial Demokrasi itu sendiri. Dengan demikian Soviet harus dibubarkan. Ini sama saja dengan menuntut agar semua anggota Soviet bergabung dengan partai Sosial Demokratik. Memang para editor Novaya Zhizn mengatakan bahwa mereka tidak 100 persen setuju dengan artikel tersebut, tetapi agitasi menentang soviet terus dilanjutkan. Pada 29 Oktober, komite distrik partai di Nevsky mendeklarasikan bahwa kaum Sosial Demokrat tidak diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam “parlemen buruh” apapun seperti Soviet. Sebuah pertemuan di Semyonov juga mengadopsi garis yang sama. Posisi ini sama sekali mengabaikan perlunya membangun hubungan yang kokoh antara lapisan buruh maju yang berpegang pada gagasan-gagasan Marxisme dan massa buruh yang secara politik masih mentah. Ini sama saja dengan menuntut agar kelas buruh secara keseluruhan harus bergabung ke dalam partai Marxis, sebuah konsepsi yang sama sekali tidak realistis, yang kalau diteruskan hanya akan menyebabkan keterisolasian lapisan buruh maju yang minoritas dari mayoritas buruh yang luas.
Formalisme yang kasar dari argumen ini disampaikan dalam sejumlah artikel di koran Novaya Zhizn, terutama yang muncul pada edisi 6, yang ditulis oleh P. Mendeleyev: “Soviet Deputi Buruh tidak boleh eksis sebagai sebuah organisasi politik dan kaum sosial demokrat harus mundur darinya, karena keberadaannya merupakan hal yang negatif terhadap perkembangan gerakan sosial demokratik. Soviet dapat eksis sebagai sebuah organisasi serikat buruh, lain dari itu ia tidak boleh eksis sama sekali.” Penulis yang sama lalu mengusulkan agar kaum Bolshevik menyajikan sebuah ultimatum pada Soviet: terima program PBSDR atau bubar! Para pemimpin Bolshevik membenarkan posisi mereka yang memusuhi soviet ini dengan mengatakan bahwa soviet mewakili “subordinasi kesadaran pada spontanitas”.[12] Mereka bahkan mengajukan resolusi serupa di soviet. Ketika resolusi ini ditolak, para delegasi Bolshevik, dipimpin oleh anggota Komite Pusat Bogdanov dan Knuyants, melakukan walkout. Para delegasi yang lain hanya mengangkat bahu mereka dengan santai dan lalu melanjutkan ke poin selanjutnya dalam agenda.
Kekeliruan para perangkat partai ini memberikan keuntungan kepada kaum Menshevik. Sikap mereka yang lebih fleksibel memungkinkan mereka untuk mengambil inisiatif membentuk soviet-soviet dan meraih kepemimpinan dalamnya. Kaum Menshevik menganggap soviet bukan sebagai sebuah pemerintahan revolusioner provisional, seperti ekspresi Lenin, tetapi sebuah sebuah “pemerintahan swadaya revolusioner”. Ini adalah analogi dengan Revolusi Prancis 1789 dan Komune Paris. Akan tetapi analogi ini bukan dengan sisi kuat preseden historis, tetapi justru dengan kekeliruan Komune Paris. Gagasan Menshevik yang lain adalah “kongres buruh”, yang juga adalah konsepsi yang non-revolusioner, yang melihat soviet bukan sebagai organ perjuangan buruh untuk merebut kekuasaan, tetapi sebagai titik awal pembentukan partai massa buruh seperti Partai Buruh Inggris. Slogan “kongres buruh”, yang kemudian diusung terutama oleh Axelrod, merefleksikan gagasan yang sama. Maka dari itu, kendati kesuksesan mereka dalam berpartisipasi dalam soviet-soviet, pendekatan kaum Menshevik memiliki karakter reformis dan bukannya revolusioner.
Dari kejauhan, Lenin mengikuti aktivitas-aktivitas para pengikutnya dengan perasaan frustrasi dan cemas. Lenin memiliki insting dan pemahaman yang tajam akan gerakan buruh, yang membuatnya mampu memahami dengan segera signifikansi dari soviet. Tetapi kamerad-kameradnya tidak memiliki pemahaman yang sama mengenai bagaimana massa bergerak. Lenin harus melakukan intervensi yang kuat untuk membenarkan garis partai. Sementara, kaum Bolshevik telah tertinggal jauh oleh kaum Menshevik dalam soviet, dan banyak kesempatan yang raib. Lenin pasti sangat frustrasi melihat tingkah laku para kameradnya di St. Petersburg. Terbakar oleh ketidaksabaran, dari Stockholm pada awal November, Lenin dalam perjalanannya kembali ke Rusia mencoba, dengan lembut tetapi tegas, memperbaiki kesalahan-kesalahan kaum Bolshevik Petersburg. Pada edisi ke-5 koran Novaya Zhizh, sebuah artikel yang ditulis oleh seorang anggota KP, B.M. Knuyants (Radin), mengatakan bahwa ini adalah masalah memilih antara “Soviet atau Partai”. Lenin menjawab: “Saya pikir keliru untuk mengajukan masalah ini dengan cara demikian. Keputusannya haruslah: baik Soviet Buruh maupun Partai.” Surat ini tidak pernah diterbitkan oleh para editor, dan hanya muncul pada tahun 1940.
Lenin melanjutkan: “Satu-satunya masalah – dan ini adalah masalah yang sangatlah penting – adalah bagaimana membagi, dan bagaimana mengkombinasikan, tugas-tugas Soviet dan tugas-tugas PBSDR.” Kemudian, dalam sebuah kalimat yang pasti membuat risau para perangkat partai, dia menambahkan: “Saya pikir soviet tidak boleh membatasi dirinya hanya berafiliasi pada satu partai.” Lenin kemudian menjelaskan fakta elementer bahwa serikat buruh dan soviet harus berusaha merangkul semua lapisan kelas pekerja, terlepas dari nasionalitas atau kebangsaan, ras, atau afiliasi politik. Hanya kaum kuasi-fasis seperti Black Hundreds yang dapat dilarang masuk ke soviet. Dalam organisasi massa ini, kaum Marxis harus berjuang untuk memenangkan mayoritas ke gagasan, program dan taktik mereka. “Kita tidak boleh menutup diri kita dari rakyat revolusioner,” tulis Lenin, tetapi “kita harus membiarkan mereka menilai setiap langkah dan setiap keputusan yang kita ambil. Kita bersandar sepenuhnya dan semata-mata pada inisiatif bebas massa buruh.”[13] Inilah yang dikatakan oleh Lenin. Sungguh jauh dari karikatur keji dimana Lenin digambarkan sebagai seorang sektarian atau “konspirator Blanquis” yang memanipulasi massa dari belakang layar!
Pemogokan Oktober memberikan dorongan besar kepada pemberontakan bangsa-bangsa yang tertindas. Finlandia, daerah Baltik dan daerah Kaukasus mengalami gejolak besar, terutama setelah pengumuman reforma-reforma dalam Manifesto Oktober. Perdana Menteri “liberal”, Witte, menulis dengan nada yang risau kepada tsar mengenai situasi di Finlandia: “Selama paruh kedua bulan Oktober kemarin, peristiwa-peristiwa besar bergulir di Finlandia yang tidak memiliki preseden selama hampir seratus tahun terakhir semenjak propinsi ini ada di bawah kekuasaan Rusia. Sebuah pemogokan umum politik sedang diorganisir. Sebuah ‘tentara nasional’ [milisi] yang bersenjata dan terorganisir muncul, yang di banyak daerah mengambil alih fungsi polisi dan memerintahkan polisi untuk meletakkan senjata mereka. Beberapa gubernur telah dipaksa berhenti karena tekanan dari para perwakilan partai-partai politik.” Korespondensi sehari-hari dari Count Witte dengan Tsar menunjukkan keresahan yang semakin meningkat akan situasi revolusioner di Rusia. Di bawah tekanan dari Witte, Tsar mengeluarkan Manifesto Oktober. Sekarang telah menjadi jelas bahwa konsesi-konsesi yang terkandung dalam Manifesto ini justru memberikan dorongan yang segarkepada revolusi, dan bukannya menghentikannya. Bila Witte mengharapkan simpati dari Tsar, dia akan kecewa. Tsar Nikolas menulis balik: “Bagaimana mungkin 162 anarkis ini bisa mengguncang Angkatan Bersenjata? Mereka semua harus digantung.” Ini adalah satu-satunya komentar Tsar terhadap surat Witte.
Komentar Witte mengenai Finlandia dikonfirmasi oleh laporan-laporan lain yang dikirim ke tsar. Salah satu laporan ini, yang ditulis oleh Gubernur Jenderal Warsawa, memberikan penilaian berikut mengenai situasi di Polandia: “Mood masyarakat Polandia yang luar biasa dan permusuhan terhadap Rusia telah mencapai dimensi yang tanpa preseden… Manifesto Oktober telah memprovokasi peristiwa-peristiwa yang begitu serius, sehingga ada pembangkangan di kota Warsawa dan daerah sekitarnya. Pertemuan-pertemuan massa di jalan-jalan dan alun-alun kota dengan orator-orator yang menyerukan pemberontakan. Para pendeta Katolik mengorganisir ‘demonstrasi-demonstrasi patriotik’ di desa-desa, menyanyikan lagu-lagu revolusioner dan mengibarkan bendera-bendera merah dan hitam dengan lambang elang Polandia dan slogan-slogan revolusioner.”[14] Ukraina juga ada dalam situasi bergejolak, dengan pertemuan-pertemuan massa di Kiev dan Odessa pada Oktober. Semua faktor sudah mulai menjadi matang untuk perebutan kekuasaan oleh kelas buruh. Gerakan revolusioner di desa-desa sedang mengalami kenaikan. Selama 3 bulan terakhir tahun 1905, dilaporkan 1590 bentrokan tani. Perpecahan mulai terjadi dalam rejim autokrasi. Sementara Witte memohon agar Tsar mengabulkan sejumlah reforma dari atas guna menghentikan laju revolusi, Jenderal Trepov, sang diktator di Petersburg, mengeluarkan perintahnya yang terkenal pada pasukan-pasukannya: “Jangan menghemat peluru!”
Kelemahan rejim ini, ketika dihadapkan dengan ledakan kegeraman rakyat, terungkap dalam nada panik surat Witte kepada Tsar, dan keluhan yang tidak ada habis-habisnya mengenai tidak adanya pasukan untuk menumpas gerakan. Akhirnya, bahkan Tsar Nikolas yang bodoh ini terpaksa mengakui realitas yang ada dan dengan enggan mengabulkan pemilu Duma. Manifesto Tsar pada 17 Oktober disebut Lenin sebagai “kemenangan pertama revolusi”. Manifesto ini disambut dengan sorak-sorai gembira di jalan-jalan. Massa yang bergairah berkumpul di sentra-sentra kota untuk mendiskusikan situasi ini. Pada 18, 19 dan 20 Oktober, tanpa rencana, kaum buruh melakukan unjuk rasa ke penjara-penjara dengan bendera merah untuk menuntut dibebaskannya para tahanan politik. Di Moskow, penjara-penjara secara paksa dibuka dan para tapol diarak tinggi di pundak-pundak para demonstran di jalan-jalan. Posisi kaum Bolshevik adalah untuk tidak menaruh kepercayaan sama sekali pada janji-janji di atas kertas ini, dan mendorong pembentukan Majelis Konstituante. Kendati mood euforia, Lenin menekankan bahwa Manifesto ini hanyalah sebuah langkah mundur taktikal dari rejim tsar, dan dia memperingatkan bahaya ilusi konstitusional dan bahaya bermain-main dengan parlementerisme:
“Ada pembicaraan mengenai kebebasan, mengenai perwakilan rakyat: beberapa orang berbicara banyak mengenai Majelis Konstituante. Tetapi yang terus luput dari perhatian orang banyak adalah bahwa tanpa jaminan yang serius semua ini hanyalah frase-frase kosong. Sebuah jaminan yang serius hanya bisa diperoleh dengan kemenangan kebangkitan rakyat, hanya dengan dominasi penuh dari kaum buruh dan tani yang tersenjatai terhadap semua perwakilan kekuasaan tsar, yang di bawah tekanan rakyat telah mengambil satu langkah mundur tetapi masih jauh dari menyerah pada rakyat, dan masih jauh dari ditumbangkan oleh rakyat. Sampai tujuan ini tercapai tidak akan pernah bisa ada kebebasan yang sejati, tidak akan pernah bisa ada perwakilan rakyat yang sejati, atau sebuah Majelis Konstituante dengan kekuatan untuk membentuk tatanan yang baru di Rusia.”
Rejim Tsar sedang mengulur waktu, dengan memberikan konsesi-konsesi guna menenangkan situasi, sementara di belakang layar mereka sedang mempersiapkan pukulan balik. Situasi yang serupa selalu muncul pada titik tertentu di setiap revolusi. Fase ini adalah fase ilusi demokratik. Rakyat membayangkan kalau masalah mereka telah terselesaikan, bahwa revolusi telah berakhir, ketika pada kenyataannya revolusi baru saja dimulai.Manifesto Oktober tidak menyelesaikan satu pun hal yang fundamental, tetapi ia memberikan alasan kepada kaum liberal untuk memisahkan diri mereka dari revolusi. Seperti yang telah diprediksi oleh Lenin dan Trotsky, kaum borjuasi, yang sejak awal selalu ingin bernegosiasi dengan tsarisme dengan mengorbankan buruh dan tani, sekarang berkhianat dan meninggalkan kamp revolusioner. Kaum kapitalis besar dan tuan tanah besar bersatu dalam sebuah blok kontra-revolusioner, yang disebut Perhimpunan 17 Oktober, atau “Kaum Oktobris”. Mereka mendukung tsar. Pada saat yang sama, seksi “liberal” kaum borjuasi membentuk Partai Konstitusional Demokrat, atau “Kadet”, yang mendukung “monarki konstitusional”. Mereka bertindak sebagai kedok kiri bagi rejim autokrasi, menutup-nutupi realitas kekuasaan tsar yang penuh penindasan dengan frase-frase konstitusional. Lenin terutama sangat tajam dalam mengkritik sayap “progresif” kaum borjuasi ini, dan mengecam kepengecutan dan pengkhianatan mereka.
“Apa itu konstitusi?” tulis Lenin. “Secarik kertas dengan hak-hak rakyat tertulis di atasnya. Apa yang menjamin hak-hak ini untuk sungguh-sungguh diakui? Jaminan ini ditemui dalam kekuatan kelas dari rakyat yang telah sadar akan hak-hak ini dan mampu memenangkan mereka.”[15] Lenin dengan tenang menganalisa perimbangan kekuatan pada saat itu dan menyimpulkan: “Autokrasi sudah tidak lagi cukup kuat untuk melawan revolusi secara terbuka. Revolusi masih belum cukup kuat untuk menghantarkan pukulan penentuan pada musuhnya. Fluktuasi perimbangan kekuatan yang hampir setara ini niscaya melahirkan kebingungan bagi pihak otoritas, yang memungkinkan transisi dari represi ke konsesi, ke hukum-hukum yang memberikan kebebasan pers dan kebebasan berkumpul.”[16] Seperti yang telah diprediksi oleh Lenin, apa yang diberikan oleh autokrasi dengan tangan kiri sekarang ingin direbut kembali dengan tangan kanan. Pencapaian-pencapaian yang telah diperoleh melalui pemogokan umum telah meningkatkan kepercayaan diri kelas buruh. Para tahanan dibebaskan dari penjara, tetapi kebebasan yang direbut ini memiliki karakter yang secara fundamental tidak stabil dan mudah runtuh. Hanya dengan menumbangkan rejim autokrasi maka emansipasi politik dan sosial yang sesungguhnya dapat tercapai.
Menyeberangnya kaum liberal secara efektif membuka jalan untuk aksi lebih lanjut. Sekarang hanya ada dua pilihan bagi revolusi. Hanya pemberontakan bersenjata, yang dipimpin oleh proletariat dan menarik di belakangnya massa tani, bangsa-bangsa dan semua lapisan tertindas, yang dapat menunjukkan jalan keluar. Ilusi reforma konstitusional sekarang sudah terbongkar. Manifesto Oktober adalah sebuah usaha jelas dari rejim Tsar untuk menarik sebuah garis pembatas untuk revolusi: “Sampai sini saja!” Reforma-reforma yang telah dimenangkan bukanlah diraih dengan negosiasi dari kaum liberal, tetapi dengan perjuangan revolusioner kaum proletariat. Alih-alih menarik mundur tanduknya setelah Manifesto Oktober, Lenin mendorong kelas buruh untuk menggunakan seluruh kekuatannya untuk pertempuran terakhir yang menentukan. Di balik kedok konstitusi, rejim autokrasi sedang mempersiapkan balas dendam yang berdarah-darah. Tugas kaum revolusioner dalam situasi ini adalah untuk memahami bahwa pertempuran-pertempuran yang menentukan masih harus diperjuangkan di hari depan, untuk merenggut kesempatan yang ada dengan kedua tangan, dan menggunakan kebebasan yang baru diraih ini untuk membangun partai dengan pesat, memperluas pengaruhnya ke semua ranah kehidupan sosial, dan mempersiapkan diri untuk pertempuran penentuan. Lenin mendasarkan dirinya pada gagasan bahwa pemberontakan adalah satu-satunya jaminan. Penyenjataan rakyat terhubungkan dengan perjuangan untuk tuntutan-tuntutan mendasar seperti pengurangan jam kerja menjadi 8 jam dan pembebasan semua tapol. Realisme revolusioner Lenin terbukti dalam peristiwa-peristiwa yang menyusul kemudian.
_________________
Catatan Kaki
[1] Sholokhov, And Quiet Flows the Don, hal. 259.
[2]Istoriya KPSS, vol. 2, hal. 90.
[3] Rusia mengalami kekalahan telak di tangan Jepang pada Perang Tsushima ini. 4380 tentara kehilangan nyawanya, 5917 ditangkap, 21 kapal tenggelam dan 7 ditangkap.
[4] Pares, op. cit., hal. 485.
[5] Martov and others, Obshchestvennoe Dvizhenie v Rossii v Nachale 20 Veka, vol. 1, hal. 73.
[6] LCW, ‘Left-Wing’ Communism—an Infantile disorder, vol. 31, hal. 27.
[7] Trotsky, 1905, hal. 111.
[8] Sergei Zubatov (1864-1917) adalah seorang direktur biro keamanan rahasia Rusia (Okhrana). Dia berpendapat bahwa represi sendiri saja tidak akan cukup untuk meremukkan gerakan revolusioner. Oleh karenanya dari 1901-1903 dia menganjurkan pembentukan serikat-serikat buruh pro-pemerintah, sebagai alat untuk mengendalikan keresahan buruh dan menjauhkan mereka dari propaganda revolusioner, dan juga untuk menjebak kaum revolusioner. Praktek ini mendapatkan julukan “sosialisme polisi”. Lenin menganjurkan kaum Bolshevik untuk bahkan terlibat dalam serikat-serikat “Zubatov” ini, karena di sana ada massa buruh.
[9] Pengamatan ini tidak terbatas pada masalah soviet saja. Marx memperoleh gagasannya mengenai bagaimana bentuk negara buruh dari pengalaman Komune Paris 1871, ketika kaum buruh Paris merebut kekuasaan. Program Komune diringkas oleh Marx di Perang Sipil di Prancis, dan kemudian menyediakan basis bagi karya Lenin, Negara dan Revolusi.
[10] LCW, Our Tasks and the Soviet of Workers’ Deputies, vol. 10, hal. 21.
[11] Istoriya KPSS, vol. 2, hal. 104.
[12] Dikutip oleh O. Anweiler, Los Soviets, hal. 84 dan 85.
[13] LCW, Our Tasks in the Soviet of Workers’ Deputies—Letter to the Editors, vol. 10, hal. 19 dan 27
[14] Dikutip di V.P. Semenikov and A.M. Pankratova, Revolyutsiya 1905 Goda—a Collection of Government Documents, hal. 22-3 dan 224-5.
[15] LCW, Between Two Battles, vol. 9, hal. 460.
[16] LCW, The All-Russian Political Strike, vol. 9, hal. 394-5.