Mood Kelas Buruh
Konten sesungguhnya slogan revolutionary defeatism Lenin adalah menekankan pentingnya memerangi sauvinisme dan menentang “Burgfrieden” (gencatan senjata di antara partai-partai politik selama Perang Dunia), dan bukannya memilih kekalahan militer Rusia dalam perang. Esensi posisi politik Lenin adalah kaum sosialis tidak boleh mengambil tanggung jawab apapun untuk perang imperialis ini. Lebih baik membiarkan Rusia kalah daripada mendukung kaum borjuasi Rusia dan perang predatorisnya. Gagasan ini mesti ditanamkan ke dalam benak kader-kader partai, demi melindungi mereka dari penyakit sauvinisme. Di sisi lain, Lenin adalah seorang realis, dan maka dari itu dia paham kita tidak boleh membingungkan kesadaran massa dengan kesadaran kaum revolusioner. Untuk bisa membangun partai revolusioner dan mengikatnya dengan massa, kita harus tahu bagaimana menghubungkan program Marxis yang sudah rampung dengan kesadaran massa yang niscaya belum matang, penuh kebingungan dan penuh kontradiksi. Inilah keseluruhan seni membangun partai. Inilah mengapa Lenin mengubah posisinya setelah kembali ke Petrograd, dengan mengatakan, ada dua macam defensisme: defensismenya kaum pengkhianat sauvinis-sosial dan “defensisme jujur” rakyat. Dengan pernyataan ini, bukan berarti Lenin menyangkal posisi revolutionary defeatism yang sebelumnya. Dia hanya mengakui bahwa cara menyampaikan gagasan ini ke massa dalam situasi tertentu harus mempertimbangkan tingkatan kesadaran massa yang sesungguhnya. Tidak melakukan ini akan membuat partai menjadi sebuah sekte belaka.
Pidato-pidato Lenin selama Revolusi Rusia sama sekali tidak menyinggung atau hanya sedikit sekali menyinggung posisi revolutionary defeatism yang dia kemukakan selama perang. Kita cukup membaca pidatonya di Kongres Soviet Seluruh Rusia Pertama untuk melihat perbedaan ini. Ketika berbicara pada kaum buruh “defensis” yang jujur – yaitu kaum buruh Menshevik dan Sosial Revolusioner yang sungguh percaya mereka sedang berperang untuk mempertahankan republik demokratik dan Revolusi Rusia – Lenin mempertimbangkan pandangan mereka. Kami siap berperang melawan imperialis Jerman, Lenin menjelaskan. Kami bukan pasifis. Tetapi kami tidak percaya pada Pemerintah Provisional borjuis. Kami menuntut agar para pemimpin Menshevik dan SR pecah dari kaum borjuasi dan mengambil kekuasaan. Hanya setelah itu kita bisa meluncurkan perang revolusioner melawan imperialisme Jerman, dengan menyerukan pada kaum buruh Jerman untuk mengikuti langkah kita. Inilah esensi sesungguhnya dari kebijakan militer revolusionernya Lenin, dan bukan karikatur revolutionary defeatism yang acap kali dipresentasikan oleh kaum ultra-kiri yang dungu.
Pada awalnya, kaum buruh yang terorganisir, di bawah pengaruh Bolshevik, mencoba menentang perang. Tetapi mereka dengan mudah tersapu ke samping oleh massa tani borjuis-kecil dan buruh terbelakang yang patriotik. Apakah benar kaum buruh Rusia terjangkiti oleh patriotisme? Banyak sejarawan non-Marxis yang memberi bukti sebaliknya. Robert McKean, yang tidak bisa dianggap parsial pada Bolshevik, mengomentari komposisi kelas dari demonstrasi-demonstrasi patriotik di Rusia:
“Liputan-liputan oleh pers kelas-menengah di ibukota menggambarkan kerumunan massa yang kebanyakan terdiri dari para perwira, mahasiswa, perempuan kelas-atas dan kaum profesional, yang diikuti juga oleh segelintir para pengrajin, pemilik toko kecil, dan penjaga toko. Kita bisa menyimpulkan, setidaknya tidak ada oposisi terbuka dan besar terhadap perang di antara massa buruh pabrik dan buruh pengrajin.”[1]
Pengamatan ini sepenuhnya sesuai dengan versi dari Alexander Shlyapnikov, seorang Bolshevik yang jadi saksi mata langsung. Shlyapnikov menggambarkan keterkejutan buruh:
“Orang-orang berkerumun di sekeliling poster-poster pengumuman perang, dan mendiskusikan perang ini dengan rasa cemas dan putus asa. Ratusan keluarga buruh menjejali kantor-kantor polisi, yang telah dijadikan kantor perekrutan tentara. Perempuan menangis, meraung pilu, dan mengutuk perang ini. Di pabrik-pabrik, mobilisasi perang ini menciptakan kekacauan besar, karena setidaknya 40 persen buruh telah direnggut dari mesin-mesin dan kursi-kursi kerja mereka. Keputusasaan dan kehilangan harapan merajalela di mana-mana.”[2]
Tetapi, segera setelah keterkejutan ini luntur, gelombang amarah menggantikannya. Sedari awal, ada sejumlah usaha untuk mengorganisir demo anti-perang. McKean mengatakan, “pada hari diumumkannya perang, polisi rahasia mencatat, pemuda-pemuda militan revolusioner menggelar rapat-rapat pabrik, di mana mereka mendesak semua tendensi sosialis untuk menentang perang dan tentara untuk membalikkan moncong senapan mereka ke musuh dalam negeri, yakni rejim autokrasi.”[3] Buruh turun ke jalan untuk menunjukkan oposisi mereka. Pada 31 Juli, sekitar 27.000 orang berdemo di jalan-jalan ibu kota untuk menentang perang. Di semua sentra-sentra industri besar, ada pemogokan dan demo – di Belorussia, Ukraina, Kaukasus, dan Ural. Ada usaha-usaha awal untuk menentang wajib militer, yang berujung bentrok dengan polisi dan pasukan Cossack, dan memakan banyak korban jiwa dan luka-luka. Menurut siaran resmi pemerintah, protes dan bentrokan terjadi di 17 provinsi dan 31 distrik. 505 tentara wamil dan 106 pegawai pemerintah tewas di 27 provinsi dalam 2 minggu menyusul deklarasi perang. Perang ini sangatlah tidak populer di antara kelas buruh, dan ini bahkan diakui dalam laporan-laporan polisi Tsaris, yang berulang kali melaporkan bagaimana posisi kaum internasionalis mendapat dukungan terluas.[4] Selain di Rusia, hanya di Irlandia kita saksikan resistensi sebesar ini.
Protes-protes massa ini umumnya spontan dan tidak terorganisir. Tetapi mereka sejak awal sudah ditakdirkan gagal karena perimbangan kekuatan kelas yang tak menguntungkan dan gelombang patriotisme yang menghempas semua yang ada di depannya. Badayev mengingat bagaimana lapisan penduduk yang terbelakang digunakan untuk meredam buruh:
“Di Petersburg, hari-hari pertama perang ditandai dengan pemogokan buruh dan bahkan sejumlah demonstrasi di sana-sini. Pada hari saat prajurit cadangan dimobilisasi, buruh dari lebih dari 20 perusahaan Petersburg mogok untuk memprotes perang. Di beberapa lokasi, buruh mendatangi prajurit cadangan dan berteriak ‘Hentikan Perang’ dan menyanyikan lagu-lagu revolusioner.”
“Tetapi sekarang, demonstrasi berlangsung di bawah kondisi yang berbeda dibandingkan dua atau tiga minggu yang lalu. Kerumunan penonton, terutama di pusat kota, tergugah oleh sorak-sorai patriotik. Mereka sudah tidak lagi netral, tetapi memukuli para demonstran, dan membantu polisi menangkapi dan menggebuki mereka. Satu insiden yang tipikal pada periode ini adalah ledakan ‘patriotik’ yang berlangsung bersamaan dengan hari mobilisasi perang di pusat kota, di gedung Duma Kota di Nevsky Prospect.[5]”
“Saat sekelompok prajurit cadangan melalui gedung Duma, kerumunan buruh demonstran muncul. Dengan pekik ‘Hentikan Perang’, para demonstran mencegat para tentara cadangan. Orang-orang di Nevsky Prospect, yang kebanyakan adalah kaum filistin dan beragam orang kaya pemalas tak-berguna, biasanya langsung bubar dan bersembunyi di pinggir-pinggir jalanan selama demo buruh. Kadang-kadang, mereka berkerumun ketakutan di pelataran-pelataran dan pintu-pintu masuk toko, dan mengamati demonstrasi dari kejauhan. Tetapi kali ini mereka menunjukkan ‘aktivisme’ dan berlaku seperti polisi Tsaris. Berteriak ‘Pengkhianat, Makar’, mereka berlari dari trotoar ke jalan-jalan dan mulai memukuli para buruh yang berdemonstrasi. Polisi lalu menangkapi para demonstran dan menggelandang mereka ke pos polisi terdekat.”
“Di bawah kondisi ini, perluasan gerakan protes anti-perang menjadi mustahil. Aksi-aksi heroik individual buruh tenggelam di tengah lautan luas patriotisme militan.”[6]
Pemerintah dengan mudah mematahkan gerakan protes anti-perang ini. Mobilisasi wajib militer membuat lapisan kecil buruh Bolshevik yang sadar-kelas tenggelam di tengah lautan massa yang secara politik tak terdidik. Mayoritas besar serdadu datang dari latar belakang tani. Selama peristiwa belum mengubah cara pandang kaum tani berseragam ini, kaum buruh-Bolshevik di parit-parit perang tidak berdaya sama sekali.
Partai Lumpuh
“Dengan tabuhan pertama genderang perang, gerakan revolusioner menjadi padam. Lapisan buruh yang lebih aktif dikenakan wamil. Elemen-elemen buruh revolusioner terlempar dari pabrik ke garis depan perang. Yang mogok dikenakan hukuman berat. Pers buruh dibredel. Serikat-serikat buruh dicekik. Ratusan ribu perempuan, anak-anak, dan tani membanjiri pabrik-pabrik. Perang ini – dan juga runtuhnya Internasional Kedua – menciptakan kebingungan politik yang besar di antara buruh. Ini memungkinkan manajemen menjadi jubir pabrik yang mengobar retorika patriotik yang menggugah sebagian besar buruh, dan membuat buruh yang lebih berani dan tegas terpaksa diam dan menunggu. Gagasan-gagasan revolusioner redup nyalanya, dan hanya dipertahankan di dalam lingkaran-lingkaran kecil secara diam-diam. Di pabrik-pabrik, pada masa itu tidak ada seorang pun yang berani mengaku ‘Bolshevik’, tidak hanya karena takut kena tangkap tetapi juga takut dikeroyok oleh buruh-buruh terbelakang.”[7]
Segera setelah perang dinyatakan, rejim meluncurkan represi kejam. Pada bulan-bulan pertama perang, Partai lumpuh karena rentetan penangkapan. Kaum Bolshevik sekali lagi menanggung beban represi ini. Hampir dalam semalam, nasib Partai berubah 180 derajat. Ribuan kaum Bolshevik diciduk dan dilempar ke penjara dan pengasingan. Banyak medan kerja partai yang dihancurkan. Struktur partai lenyap. Jalur komunikasi dengan sentra-sentra kepemimpinan terputus. Di St. Petersburg saja, lebih dari seribu anggota partai dan serikat ditangkap karena berpartisipasi dalam pemogokan umum Juli. Gelombang pertama wajib militer menghilangkan lebih banyak lagi aktivis partai, terutama kaum muda. Dibredelnya Pravda menjadi lampu hijau untuk memburu kaum Kiri dan pers progresif. Mayoritas anggota komite pusat diasingkan ke Siberia. Banyak pemimpin yang mengasing ke luar negeri. Lenin terjebak di Polandia-Austria saat perang pecah, dan supaya tidak dideportasi oleh pemerintah Austria Lenin pindah ke Bern, Swiss, di mana dia bermukim sampai pecahnya Revolusi Februari. Tetapi pada tahun 1915 yang muram, prospek revolusi semacam ini tampak seperti masa depan yang teramat jauh dan tak pasti. Di sini, Lenin memulai tugas menghimpun kembali kekuatan-kekuatan Partai yang telah hancur berkeping-keping, dan terutama dia memusatkan perhatiannya untuk secara ideologis mempersenjatai ulang kader-kader Partai dalam memahami masalah posisi perang, revolusi, dan internasionalisme.
Pukulan terhadap gerakan proletariat dibuat lebih parah oleh keruntuhan tak terduga Internasional Kedua. Pengkhianatan para pemimpin Sosial Demokrasi Internasional berdampak buruk pada semangat juang Terlebih lagi, keterisolasian para pemimpin proletariat di pengasingan jauh lebih buruk dibandingkan semua pengalaman sebelumnya. Di bawah kondisi perang, penutupan perbatasan berarti terputusnya komunikasi dengan Rusia selama berbulan-bulan. Sampai September, pusat partai di luar negeri terputus dari interior. Bahkan setelah itu, komunikasi hampir-hampir mustahil dipertahankan. Sensor dan kebijakan perang membuat kekuatan partai yang kecil di dalam Rusia sulit memperoleh informasi apapun. Badayev mengatakan, kondisi saat itu jauh lebih parah dari periode reaksi terburuk pasca Revolusi 1905. Gerakan proletariat tampak mengalami kekalahan telak, dan sebab musababnya tidak sulit untuk ditemukan. Di masa awal perang, hampir selalu ada suasana mabuk perang yang menjangkiti seluruh populasi, yang menyeret tidak hanya kaum borjuasi kecil tetapi juga selapisan kelas buruh terbelakang. Lapisan buruh pelopor menemukan diri mereka terisolasi untuk sementara waktu.
Setelah Lenin dan Krupskaya pindah ke Bern, yang lalu disusul oleh Zinoviev, mereka memulai tugas sulit untuk membenahi ulang kerja partai. Problem utama, selain kas partai yang selalu kering, adalah keterisolasian. Manifesto Lenin, War and The Russian Sosial Democracy, diterbitkan di koran Sotsial Demokrat no. 33, dengan oplah 1500. Namun jumlah ini tidak memberitahu kita jumlah pembaca yang sesungguhnya yang ingin diraih Lenin. Hanya segelintir koran yang bisa masuk ke Rusia. Kontak dengan interior secara efektif terputus. Setelah Juli 1914, semua komunikasi antara Rusia dan Eropa Barat harus dilakukan lewat perbatasan Swedia-Finlandia utara yang sulit dicapai. Pada September, perwakilan Duma Bolshevik, F.N. Samoilov, yang tengah memulihkan kesehatan di sanatorium Swiss pada awal perang, membawa ke Rusia salinan Tujuh Tesis-nya Lenin. Harapan baru akan terbukanya kembali komunikasi dengan Lenin membangkitkan kembali semangat aktivis-aktivis partai, yang baru saja mulai pulih dari hantaman yang mereka terima sejak Juli.
Fraksi Duma
Di sidang Duma pada 26 Juli 1914, para perwakilan Duma mensahkan sebuah resolusi yang menyatakan kesediaan mereka “untuk membela tanah air mereka, kehormatannya dan kekayaannya, bila diperintah oleh raja mereka”. Satu-satunya perwakilan yang menolak adalah enam Menshevik, lima Bolshevik, dan para perwakilan Trudovik. Mereka walkout dan menolak pemungutan suara untuk anggaran perang (walaupun Kerensky mendukung perang defensif). Ini adalah “hari-hari Agustus awal yang indah” dan Rusia tampak “sepenuhnya berubah,” tulis duta besar Inggris.[8]
Fraksi Duma tetap menjadi fokus kerja yang penting untuk sementara waktu. Sang penyusup Malinovsky, jelang pecahnya perang, tiba-tiba mengundurkan diri dan berangkat ke luar negeri. Sekarang hanya tersisa lima perwakilan Bolshevik – Badayev, Petrovsky, Muranov, Samoilov, dan Shagov – dan posisi mereka semakin hari semakin tidak pasti. Tekanan massa borjuis kecil segera mengakhiri kesepakatan antara Bolshevik dengan Trudovik. Kerensky, jubir Trudovik, mengumumkan bahwa mereka akan secara aktif mendukung perang. Dia berusaha mengatakan bahwa kelas buruh mendukung perang ini. Sesungguhnya, kaum buruh kebanyakan menolak perang ini, tidak seperti kaum tani yang mendukung Trudovik. Karena merasa terisolasi, para perwakilan Duma Bolshevik merapat ke fraksi Menshevik, yang membuat Lenin kecewa. Chkheidze, ketua fraksi Menshevik dalam Duma, mengadopsi posisi semi-kiri, yang memfasilitasi perdamaian sementara di antara kedua kubu ini. Fraksi Bolshevik dalam Duma goyah di bawah tekanan demam perang dan jingoisme. Pijakan para perwakilan Bolshevik tidak kokoh dan mereka cenderung mengecilkan perbedaan dengan Menshevik, yang pada gilirannya goyah ke posisi defensisme. Di bawah pengaruh Kamenev, mereka melunakkan gagasan revolutionary defeatism dan mencoba menumpulkan formulasi Lenin. Fraksi Bolshevik dan Menshevik dalam Duma awalnya mengambil posisi yang sama terkait perang. Resolusi bersama yang diajukan oleh kedua fraksi Bolshevik dan Menshevik dibacakan di Duma. Dalam pengamatan Krupskaya, resolusi ini “sangatlah berhati-hati isinya dan ada banyak hal yang tidak dikatakan”[9], tetapi ini cukup mendulang banyak teriakan protes dari anggota-anggota Duma lainnya.
Sikap kaum Sosial Demokrat Rusia dalam Duma menarik perhatian para pemimpin Internasional Kedua, yang sudah berperan secara terbuka sebagai agen pemerintah mereka masing-masing. Pada Agustus 1914, fraksi Duma menerima telegram dari Emile Vandervelde, seorang sosialis Belgia dan presiden Internasional Kedua, yang telah bergabung ke dalam kabinet pemerintah sebagai Menteri Luar Negeri. Dia mengajak kamerad-kamerad Rusianya untuk mengikuti teladannya. Kemunafikan orang ini bahkan lebih memuakkan karena hanya beberapa bulan yang lalu, pada musim semi 1914, dia mengunjungi Rusia dalam misi pencarian fakta, dan oleh karenanya memahami dengan baik karakter opresif tsarisme Rusia. Sekarang, bersembunyi di belakang dalih perlunya “mengalahkan militerisme Prusia”, dia menganjurkan kaum Sosial Demokrat Rusia untuk menangguhkan oposisi mereka terhadap tsarisme sampai usai perang nanti. Dia mengatakan:
“Bagi kaum Sosialis Eropa Barat, mengalahkan militerisme Prusia – saya tidak mengatakan Jerman, yang kita cintai dan hormati – adalah masalah hidup dan mati … Tetapi dalam perang yang mengerikan ini, yang dipaksakan ke Eropa karena kontradiksi-kontradiksi masyarakat borjuis, bangsa-bangsa demokratik yang bebas terpaksa bergantung pada dukungan militer pemerintah Rusia.”
“Apakah dukungan ini akan efektif atau tidak, ini akan sangat tergantung pada kaum proletariat revolusioner Rusia. Tentu saja, saya tidak bisa mendikte pada kalian apa yang harus kalian lakukan, atau apa yang dituntut oleh kepentingan kalian: ini harus kalian putuskan sendiri. Tetapi saya memohon pada kalian – dan bila Jaures kita yang malang masih hidup, dia akan mengamini permohonan saya – untuk mengambil posisi demokrasi sosialis yang sama di Eropa … Kami percaya kita semua mesti bersatu untuk mengenyahkan bahaya ini dan kami menunggu mendengar pendapat kalian mengenai masalah ini – dan bahkan akan merasa lebih bahagia lagi bila pendapat kalian sesuai dengan kami.”[10]
Kata-kata pengecut ini, yang dibubuhi tanda tangan “Emile Vandervelde, delegasi buruh Belgia untuk Biro Sosialis Internasional dan menteri Belgia semenjak deklarasi perang”, sungguh adalah salah satu contoh terbaik diplomasi licik dalam sejarah. Namun, telegram ini mempengaruhi para perwakilan Duma Menshevik dan membuat mereka bimbang akan posisi awal mereka dalam menentang perang. Ada debat sengit di dalam fraksi Menshevik mengenai bagaimana merespons surat ini. Akhirnya, mereka mengeluarkan pernyataan yang mencampakkan posisi anti-perang mereka. Setelah mendaftar semua penderitaan rakyat Rusia di bawah tsarisme, mereka menyimpulkan:
“Tetapi kendati semua situasi ini, dengan mempertimbangkan signifikansi internasional dari konflik Eropa ini dan fakta bahwa kaum sosialis dari negeri-negeri maju tengah berpartisipasi di dalamnya (!), yang memungkinkan kami berharap (!) kalau konflik ini dapat diselesaikan demi kepentingan sosialisme internasional (!), maka kami menyatakan tidak akan menentang perang ini lewat kerja kami.”[11]
Lenin mengikuti kelakuan para pemimpin Bolshevik di Petrograd dengan rasa cemas yang semakin hari semakin besar. Dia terutama kecewa dengan tanggapan yang lembek dari para perwakilan Duma terhadap telegram Vandervelde. Sejarawan McKean menulis:
“Dari bukti-bukti terpisah, kita dapat simpulkan kalau Lenin jauh dari puas dengan sikap para pengikutnya mengenai masalah perang. Secara publik dan pribadi, dia tidak menanggapi deklarasi Duma [oleh fraksi Bolshevik]. Namun dalam korespondensi yang sampai hari ini masih belum diterbitkan, dia mengkritik jawaban kaum Bolshevik pada Vandervelde.”[12]
Mengingat intensitas demam perang, tidaklah mengejutkan kalau para perwakilan Duma juga terpengaruh. Pada akhirnya, yang menentukan bukanlah kebimbangan mereka, tetapi kenyataan bahwa kebimbangan ini dapat dengan cepat diperbaiki. Setelah keragu-raguan mereka awalnya, fraksi Duma menemukan kembali pijakan mereka dan mengambil posisi menentang perang secara prinsipil. Para perwakilan Sosial Demokrat menolak mendukung anggaran perang dan menyampaikan pidato menentang anggaran ini di Duma, dan melakukan walkout. Setelah itu, para anggota fraksi Duma bertindak berani, dengan mengunjungi pabrik-pabrik dan mengantarkan pidato anti-perang di pertemuan-pertemuan buruh. Untuk beberapa bulan pertama perang, aktivitas mereka menjadi pusat perhatian kerja partai.
Trotsky, mengomentari kerja fraksi Duma, menulis:
“Fraksi Bolshevik di Duma, yang lemah dalam personelnya, belum mampu memenuhi tugas yang diharapkan darinya tatkala perang pecah. Bersama-sama dengan perwakilan Menshevik, mereka mengeluarkan sebuah deklarasi di mana mereka berjanji ‘akan membela kesejahteraan kultural rakyat di hadapan semua serangan entah dari mana pun.’ Duma menyambut konsesi ini dengan tepuk tangan. Tidak ada satupun organisasi atau kelompok partai di Rusia yang mengadopsi secara terbuka posisi revolutionary defeatism yang Lenin ajukan di luar negeri.”
Tetapi Trotsky menambahkan:
“Akan tetapi, persentase kaum patriot di antara Bolshevik sangatlah tidak signifikan. Berkebalikan dengan kaum Narodnik dan Menshevik, kaum Bolshevik pada 1914 mulai mengembangkan agitasi anti-perang secara lisan dan cetak di antara massa. Para perwakilan Duma segera menemukan kembali pijakan mereka dan memperbaharui kerja revolusioner mereka – yang diawasi dengan sangat dekat oleh pihak otoritas, lewat jaringan mata-mata mereka yang sangat luas. Kita cukup menyebut fakta ini, bahwa dari tujuh anggota komite partai di Petersburg sebelum perang, tiga darinya adalah mata-mata.”[13]
Kerja partai terus terganggu oleh aktivitas polisi yang telah menyusupi partai sampai ke tingkat tertinggi. Usaha untuk mengorganisir pertemuan di dalam Rusia – bahkan pertemuan kecil – hanya menghasilkan penangkapan. Partai secara efektif lumpuh, dan hanya aktif secara terbatas di tingkatan lokal. Baru pada November 1914 dapat digelar pertemuan nasional, di sebuah rumah kecil di luar kota Petersburg. Pertemuan ini dipimpin oleh Kamenev, yang datang dari Finlandia. Konferensi ini bertemu dalam kondisi yang sangatlah rahasia, di rumah seorang juru tulis pabrik di pinggiran kota yang terpencil. Pertemuan ini hanya dihadiri oleh anggota-anggota fraksi Duma serta segelintir perwakilan dari organisasi-organisasi lokal – dari Petrograd (nama baru St. Petersburg, untuk menghindari nama Jerman), Kharkov, dan Ivanovo-Voznesensk, serta seorang perwakilan dari kelompok Sosial Demokrat Latvia. Tidak ada notulen, karena yang mencatatnya ditangkap. Ketika para delegasi akhirnya berkumpul, setelah berjam-jam menghindari polisi, gambaran organisasi yang muncul dari laporan-laporan mereka sungguh muram. Badayev, yang hadir, bersama dengan anggota-anggota Duma Bolshevik lainnya, mengingat:
“Sel-sel Partai menderita parah, dan begitu juga organisasi-organisasi legal partai; partai kami, yang adalah pemimpin dan pemandu kaum proletariat, setengah hancur. Namun kerangka partai masih eksis, sejumlah kerja partai masih dilaksanakan dan masalah perluasan kerja partai terikat dengan masalah mempertahankan fraksi Duma yang berperan sebagai pusat dan inti seluruh organisasi.”[14]
Posisi Lenin mengenai perang jadi bahan diskusi. Menurut sejarah versi “resmi”, posisi Lenin disepakati hanya dengan “amandemen-amandemen kecil”. Pada kenyataannya, para perwakilan Duma sama sekali tidak yakin dengan posisi “revolutionary defeatism” Lenin. Di kemudian hari, di pengadilan mereka, mereka semua (kecuali Muranov) menyangkal posisi ini. Pukulan terbesar ada di ambang pintu. Kendati semua langkah keamanan, konferensi ini tercium oleh polisi. Pada hari ketiga (4 November), saat para delegasi masih mendiskusikan tesis perangnya Lenin, pintu didobrak dan polisi menangkap semua hadirin dan menggeledah tempat pertemuan. Para perwakilan Duma awalnya dibebaskan, tetapi kebebasan mereka tidak bertahan lama. Mereka berhasil menghancurkan semua dokumen penting, tetapi pada malam harinya seluruh fraksi Bolshevik ditahan. Ini adalah pukulan terakhir. Dengan disingkirkannya fraksi Duma yang telah menjadi titik penghimpun kekuatan partai yang berserakan, situasi menjadi genting. Setelah ditangkapnya lima perwakilan Bolshevik di Duma, Lenin menulis ke A.G. Shlyapnikov:
“Ini buruk sekali. Pemerintah jelas telah memutuskan untuk memukul balik kelompok Buruh Sosial Demokratik Rusia, dan tidak akan berhenti sama sekali. Kita harus bersiap untuk skenario terburuk: falsifikasi dokumen, pemalsuan, penanaman ‘bukti’, saksi mata palsu, pengadilan tertutup, dsb., dsb.”[15]
Di tengah atmosfer yang sesak dengan depresi dan rasa takut, penangkapan perwakilan Duma tidak membangkitkan protes massa. Kepala Okhrana (polisi rahasia) Petrograd dengan congkak melaporkan ke atasannya bahwa “kaum buruh menanggapi penangkapan mereka dengan apati, dan bahkan dingin”[16] Usaha kaum Bolshevik untuk mengorganisir protes tidak mendapat sambutan, kecuali walkout setengah hari di Institut Physco-Neurological. Peruntungan partai tampaknya ada di titik terendah. Dengan dibubarkannya fraksi Bolshevik di Duma, kerja di Rusia menjadi bahkan lebih sulit ketimbang sebelumnya. Pada Januari 1915, kebanyakan aktivis telah diciduk. Tuduhannya selalu sama: “agitasi anti-perang”. Rute pengiriman surat dan materi propaganda sangatlah panjang dan berbahaya, dan kontrol polisi semakin ketat seiring berlangsungnya perang. Fokus kerja kini bergeser ke luar negeri. Tetapi di sini pun problem terus berlipat ganda.
Kebimbangan di antara Kaum Bolshevik
Selama perang, Lenin menemui banyak problem di kampnya sendiri. Bukan untuk pertama kalinya atau pun terakhir kalinya, Lenin menemukan dirinya semakin terkucil di dalam kepemimpinan partainya sendiri. Beberapa kaum Bolshevik bahkan menyebrang ke sauvinisme, seperti misalnya anggota-anggota kelompok eksil di Paris yang bahkan secara sukarela bergabung dengan angkatan bersenjata Prancis. Kaum Bolshevik pun tidak kebal dari tekanan defensisme. Apalagi mereka bukan anggota akar-rumput, melainkan adalah anggota Komite Luar Negeri Bolshevik. Partai tidak punya dana dan bahkan tidak punya sumber daya untuk menggelar kongres untuk anggota eksil. Terlebih, siapa yang bisa menghadiri kongres ini? Dan apakah Lenin punya dukungan mayoritas? Ini tidak jelas sama sekali. Ada banyak problem dengan berbagai kelompok eksil, yang jelas menunjukkan gejala-gejala demoralisasi. Apa yang terjadi dengan kaum intelektual kelompok Paris hanyalah satu ekspresi dari demoralisasi ini.
Bagaimanapun juga, ini bukanlah sesuatu yang mengherankan. Perang Dunia ini telah menyebabkan krisis dalam gerakan buruh. Justru akan aneh kalau atmosfer demam perang ini tidak mempengaruhi barisan Bolshevik. Krupskaya mengingat suasana penuh kebingungan yang mendominasi selama bulan-bulan pertama perang:
“Orang-orang kebingungan mengenai masalah ini, dan kebanyakan berbicara mengenai negara mana yang adalah negara agresor.”
“Di Paris, mayoritas organisasi mengemukakan oposisi mereka pada perang. Tetapi sejumlah kamerad – Sapozhkov (Kuznetsov), Kazakov (Britman, Sviagin), Misha Edisherov (Davydov), Moiseyev (Ilya, Zefir), dan yang lainnya – bergabung dengan pasukan Prancis sebagai sukarelawan. Para sukarelawan Menshevik, Bolshevik dan Sosialis-Revolusioner (sekitar 80 orang) mengadopsi sebuah deklarasi atas nama ‘kaum Republiken Rusia’, yang diterbitkan di pers Prancis. Plekhanov mengantarkan pidato selamat jalan untuk menghormati para sukarelawan sebelum mereka berangkat dari Paris.”
“Mayoritas organisasi kami di Paris mengutuk mereka yang menjadi sukarelawan perang. Tetapi di organisasi-organisasi lain, tidak ada kejelasan mengenai masalah ini. Vladimir Ilyich menyadari betapa pentingnya bagi setiap kaum Bolshevik untuk memiliki pemahaman yang terang akan signifikansi peristiwa-peristiwa yang tengah berlangsung. Pertukaran pendapat yang bersahabat diperlukan: kita tidak bisa dengan segera memperbaiki beragam opini yang ada sebelum masalah perang ini dipaparkan sejelas-jelasnya. Inilah mengapa, dalam balasannya ke surat Karpinsky untuk mengulas pandangan seksi Jenewa, Ilyich menulis: ‘Bukankah ‘kritik’ ini dan ‘anti-kritik’ saya adalah topik diskusi yang lebih baik?’”
“Ilyich paham bahwa persetujuan dapat lebih mudah tercapai dengan diskusi bersahabat ketimbang surat-menyurat. Tentu saja, isu ini tidak bisa selamanya didiskusikan secara bersahabat di dalam lingkaran sempit Bolshevik.”[17]
Apa yang terjadi di Paris adalah kasus yang ekstrem, dan kasus terisolasi. Segelintir Bolshevik terseret ke posisi sauvinis. Tetapi beberapa menyimpang ke pasifisme. Selapisan anggota Partai di Prancis (di kota Montpellier) mengajukan slogan: “Hentikan perang!” dan “Hidup perdamaian!”, yang Lenin kritik keras. Dalam semua tulisannya selama periode ini, Lenin mengecam keras posisi pasifisme, yang dia lihat sebagai pengaruh yang melumpuhkan kelas buruh. Yang dibutuhkan bukanlah slogan “perdamaian”, tetapi perang kelas. Gagasan ini dia ulang lagi dan lagi dalam lusinan surat dan artikel:
“Slogan perdamaian, menurut pendapat saya, tidaklah tepat pada momen sekarang. Ini adalah slogannya kaum filistin dan moralis. Slogan proletariat haruslah perang sipil.”[18]
Pada Juli 1915, Lenin menulis ke Marxis Belanda David Wijnkoop, dan mengutarakan suka citanya bahwa kamerad-kamerad Belanda telah mengedepankan slogan milisi rakyat:
“Saya menyambut dengan penuh suka cita posisi yang telah kalian, Gorter dan Ravesteyn, ambil dalam masalah milisi rakyat (ini juga ada dalam program kami). Kelas tertindas yang tidak berusaha mempersenjatai dirinya, belajar bagaimana menggunakan senjata, dan menguasai seni perang, akan menjadi kelas kacung.”[19]
Esensi sikap Lenin mengenai perang adalah ini: satu-satunya cara untuk mengakhiri perang adalah dengan menumbangkan kapitalisme. Semua sikap lainnya pada hakikatnya adalah dusta dan pengalihan perhatian. Slogan “perdamaian” hanya dapat memainkan peran progresif selama slogan ini dihubungkan dengan erat pada perspektif menumbangkan kapitalisme. Trotsky menulis:
“Perjuangan melawan perang adalah persiapan untuk revolusi, dalam kata lain, tugas partai kelas buruh dan Internasional Kedua. Kaum Marxis mengajukan tugas ini di hadapan lapisan pelopor proletariat, tanpa tedeng aling-aling. Alih-alih slogan ‘pelucutan senjata’, kaum Marxis memajukan slogan memenangkan angkatan bersenjata dan mempersenjatai buruh.”[20]
Kebenaran gagasan ini dibuktikan oleh Revolusi Rusia pada 1917. Tetapi awalnya, garis Lenin disambut dengan keraguan dan bahkan ketidakpercayaan. Bahkan di antara para pemimpin Bolshevik yang berpengalaman, ada keraguan dan kebimbangan. Oposisi keras Lenin terhadap sauvinisme, yang memusatkan serangannya kepada kubu “Sentris”, hanya diterima dengan berat hati oleh kolega-koleganya, dan banyak dari mereka adalah konsiliator sebelum perang. Walaupun Kamenev menduduki posisi kepemimpinan dalam partai dan dipercayai dengan tugas mengawasi kerja di Rusia, dia jelas tidak setuju dengan kebijakan revolutionary defeatism Lenin. Tindakannya selama persidangan untuk mendakwa para deputi Duma – dia ditangkap bersama para deputi Bolshevik Duma – sangatlah mengecewakan dan dikritik tajam oleh Lenin.
Sejarawan McKean menulis mengenai ini:
“Dari beberapa sumber, menjadi jelas kalau Kamenev sangat meragukan Tesis Lenin, terutama garis ‘revolutionary defeatism’. Pada persidangannya pada Februari 1915, dia secara publik menyangkal semua teori Lenin mengenai perang dan memanggil ke depan Yordansky, seorang ‘sauvinis sosial’, sebagai saksi pembela. Ini bukanlah trik untuk mengelabui hakim dan mengamankan hukuman yang lebih ringan. Ini terbukti saat polisi menggerebek pertemuan antara perwakilan Duma Bolshevik dengan aktivis-aktivis partai pada 4 November, dan mereka menyita dari Petrovsky catatan-catatan yang didikte oleh Kamenev untuk mengubah Tujuh Tesis-nya Lenin, dan terutama untuk menjauhi seruan ‘revolutionary defeatism’. Selain Kamenev, ternyata selapisan luas kaum Bolshevik juga keberatan dengan slogan ‘revolutionary defeatism’.”[21]
Dengan menganalisis teks dari 47 selebaran yang diterbitkan secara ilegal oleh Bolshevik dari Januari 1915 sampai 22 Februari, 1917, McKean menemukan bahwa tidak ada satupun dari selebaran tersebut yang memuat slogan “revolutionary defeatism”, yakni bahwa kekalahan Rusia adalah lebih baik. 10 selebaran menulis secara singkat perlunya mengubah perang imperialis menjadi perang sipil, dan 9 selebaran menulis perlunya membentuk Internasional Ketiga. Tetapi secara umum, literatur ilegal partai menghindari tema-tema yang kemungkinan besar dapat memicu respons negatif dari massa dan memusatkan, seperti sebelum perang, serangannya ke kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap kelas buruh, dan menyerukan perjuangan revolusioner melawan autokrasi sebagai satu-satunya cara untuk mengakhiri perang, berdasarkan slogan-slogan lama Bolshevik mengenai republik demokratik, 8-jam-kerja, dan penyitaan tanah milik kaum bangsawan. (Tiga slogan Bolshevik yang dikenal sebagai “Tiga Ikan Paus”, dari dongeng tua Rusia yang menceritakan bagaimana bumi ditopang oleh tiga ikan paus.)
Bolshevik ‘Kiri’
Bila Kamenev mewakili penyimpangan ke arah oportunisme, ada juga penyimpangan ultra-kiri dan sektarian, terutama di antara selapisan kaum eksil. Bukharin, Piatnitsky, dan elemen-elemen kepemimpinan lainnya memiliki posisi masalah kebangsaan yang ultra-kiri. Beberapa pendukung kelompok Bukharin (N.V. Krylenko dan E.F. Rozmirovich) di Swiss bersikeras ingin menerbitkan jurnal lokal mereka sendiri. Ini melawan arahan komite pusat yang melarang kelompok-kelompok lokal (Paris, Jenewa) menerbitkan terbitan mereka sendiri karena terbatasnya sumber daya partai. Percekcokan tajam terjadi seputar isu ini. Lenin, yang menyukai Bukharin, dan mengenali ketulusannya dan kemampuannya sebagai teoretikus, juga mafhum betul dengan kelemahan-kelemahannya. Masalah hak penentuan nasib sendiri selalu menempati posisi sentral dalam persenjataan ideologis Bolshevik. Tetapi sekarang, di tengah berkecamuknya perang imperialis, signifikansi masalah ini berlipat sepuluh kali. Tidak boleh ada konsesi sama sekali dalam isu ini karena ini menyangkut seluruh masalah aneksasi, yang merupakan isu sentral dalam perang.
Oposisi Lenin terhadap perang imperialis sama sekali bukan berarti oposisi terhadap semua perang secara umum. Dia secara hati-hati membedakan antara berbagai macam perang. Di semua artikelnya, Lenin mengecam pasifisme dan slogan “perdamaian” dan “pelucutan senjata”. Dia selalu menekankan, kaum Marxis punya tanggung jawab untuk membela perang yang adil, yakni perang pembebasan bangsa tertindas dan kelas tertindas. Menulis ke Kollontai pada akhir Juli 1915, Lenin menjawab argumen Bukharin:
“Bagaimana mungkin kelas yang tertindas secara umum menentang mempersenjatai rakyat? Untuk menolak ini berarti tersungkur ke garis semi-anarkis terhadap imperialisme – menurut saya, garis ini bisa ditemui di antara sejumlah kaum Kiri bahkan di antara kita sendiri. Mereka mengatakan, karena sudah ada imperialisme maka kita tidak memerlukan hak penentuan nasib sendiri atau mempersenjatai rakyat! Ini kekeliruan besar. Justru demi revolusi sosialis untuk menumbangkan imperialisme maka kita memerlukan keduanya.”
“Apa ini ‘dapat diwujudkan’? Kriteria semacam ini tidaklah tepat. Tanpa revolusi, hampir semua program minimum tidak dapat diwujudkan. Bila demikian, maka keterwujudan tereduksi menjadi filistinisme.”[22]
Akibat memburuknya situasi internal, Lenin akhirnya memutuskan untuk menggelar Konferensi kelompok-kelompok partai di luar negeri, yang dibuka di Bern pada 15 Februari, 1915. Konferensi ini dihadiri oleh perwakilan Komite Pusat, dewan editorial organ sentral partai Sotsial Demokrat, organisasi perempuan Bolshevik, dan ranting-ranting luar negeri – Paris, Zurich, Bern, Lausanne, Baugy-en-Clarence, dan London. Di antara yang hadir ialah Lenin, Krupskaya, I. Armand, Zinoviev, dan Bukharin. Selain konflik dengan kelompok Baugy, konferensi ini diselenggarakan untuk mendiskusikan perselisihan dalam partai mengenai masalah perang. Pada kenyataannya, perselisihan organisasional mengenai penerbitan koran lokal adalah refleksi tak langsung dari perselisihan ini. Bukharin mengajukan tesis yang menyatakan, dengan tibanya imperialisme maka tuntutan-tuntutan demokratik sudah tidak lagi penting di negeri-negeri kapitalisme maju. Tesisnya terutama ditujukan untuk menentang hak bangsa untuk menentukan nasib sendiri, yang sama dengan argumen Rosa Luxemburg dan kaum kiri Polandia.
Kelompok Baugy mengajukan resolusi mengenai tugas-tugas partai, yang mengekspresikan keraguan besar atas slogan “perang sipil” Lenin, dan terutama slogan kekalahan Rusia. Walaupun setuju secara umum dengan gagasan bahwa perang ini, pada tahapan tertentu, dapat memicu gerakan revolusioner dan perang sipil, dan walaupun menerima signifikansi revolusioner dari slogan menentang Burgfrieden (‘perdamaian sipil’, penundaan perjuangan kelas selama durasi perang), resolusi ini menyatakan:
“Akan tetapi, kelompok kami secara kategorikal menolak mengedepankan apa-yang-disebut slogan kekalahan Rusia [“revolutionary defeatism”], terutama seperti yang ditulis dalam artikel koran Sotsial Demokrat, No. 38.”[23]
Artikel yang dimaksud di sini adalah yang ditulis oleh Zinoviev, yang memaparkan gagasan revolutionary defeatism dengan cara yang vulgar.
Di Konferensi Bern, Lenin memberikan presentasi mengenai masalah perang, yang berdasarkan manifestonya, War and The Russian Sosial Democracy. Lenin mencoba mencapai kesepakatan secara bersahabat dengan kelompok Baugy. Tetapi pada akhir Konferensi, E.B. Bosch dan G.L. Pyatakov (duo yang tak terpisahkan, dengan alias “orang Jepang” karena mereka melarikan diri dari pengasingan via Jepang) muncul dan menuntut agar diskusi mengenai masalah perang dibuka kembali. Bukharin segera mendukung posisi mereka, yang mengalir dari cara berpikir yang abstrak, tidak dialektis, dan kaku. Mereka berpendapat, karena periode tuntutan demokratik (termasuk hak bangsa untuk menentukan nasib sendiri) sudah berakhir, maka satu-satunya tuntutan yang kini dapat dikedepankan adalah perebutan kekuasaan oleh proletariat. Tidak ada seorang pun yang mendukung tesis Bukharin di Konferensi dan komisi resolusi perang secara bulat menerima resolusi Lenin. Karena komisi ini beranggotakan Lenin, Zinoviev dan Bukharin, kita hanya bisa berasumsi kalau Bukharin menolak posisinya sendiri!
Slogan “Perserikatan Eropa” juga dibahas di Bern. Slogan ini diajukan di dalam Manifesto War and The Russian Sosial Democracy, yang ditulis Lenin pada hari-hari awal peperangan dan diterbitkan di Sotsial Demokrat No. 40. Slogan ini adalah bagian dari perjuangan untuk menumbangkan tiga rejim monarkis reaksioner: Tsarisme Rusia, Jerman, dan Austria-Hungaria. Di kemudian hari, dari hasil diskusi di Bern, Lenin mengubah posisinya. Setelah Konferensi Bern, dia menulis artikel “Mengenai Slogan Perserikatan Eropa” yang menjelaskan, slogan perserikatan Eropa di bawah kapitalisme adalah “mustahil atau reaksioner”. Posisi ini, kendati ilusi dari kaum kapitalis Eropa hari ini, masihlah tepat di masa kini. Lenin menulis: “Kapitalisme adalah kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi, dan anarki produksi. Untuk menganjurkan pembagian penghasilan [kapitalis] yang ‘adil’ di atas basis ini adalah Proudhonisme belaka, filistinisme bodoh.” Kesepakatan sementara dapat dicapai di antara kelas-kelas penguasa Eropa, demi tujuan membagi-bagi hasil jarahan dan bersama-sama mengeksploitasi koloni jajahan, seperti kesepakatan antara Prancis, Jerman dan kapitalis-kapitalis lainnya setelah Perang Dunia Kedua. Tetapi kesepakatan ini pada akhirnya akan buyar saat periode krisis. Semua ini telah dijelaskan oleh Lenin.
Lenin terutama berbicara mengenai unifikasi Eropa di atas basis kapitalis. Unifikasi Eropa adalah sebuah keharusan yang absolut, tetapi hanya bisa dicapai oleh kelas buruh yang merebut kekuasaan dan mendirikan Perserikatan Sosialis Eropa. Seluruh semangat artikel ini, dan semua tulisan Lenin selama periode ini, menekankan perlunya berjuang demi revolusi sosialis, tidak hanya di Rusia, tetapi di seluruh Eropa. Isu ini tidak tuntas di Konferensi Bern dan ditunda ke pertemuan berikutnya untuk pertimbangan lebih lanjut.
Imperialisme, Tahapan Tertinggi Kapitalisme
Lenin sekarang memulai studinya mengenai imperialisme, yang menghasilkan karya besarnya Imperialisme, Tahapan Tertinggi Kapitalisme. Buku ini ditulis sebagian sebagai jawaban atas karya Hilferding Kapital Finans, yang terbit pada 1910, sebuah karya di mana Hilferding mengabaikan kontradiksi-kontradiksi yang inheren dalam kapitalisme dan keniscayaan konflik inter-imperialis. Hilferding juga mengajukan kemungkinan terbentuknya sebuah kartel universal, sebuah ekonomi dunia yang terencana di bawah kapitalisme monopoli dan penyelesaian konflik antara kerja-upahan dan kapital, atau “kapitalisme yang terorganisir” (organized capitalism) – yang merupakan contoh awal gagasan “kapitalisme yang dikelola” (managed capitalism), yang begitu dicintai oleh para pemimpin reformis pada 1950an dan 60an. Kautsky lalu mengambil gagasan “kapitalisme yang terorganisir” Hilferding dan mengembangkannya menjadi teori ultra-imperialisme. Bukharin terhenyak oleh gagasan ini, yang dijawabnya dalam bukunya Imperialisme dan Perekonomian Dunia. Lenin, yang selalu mencari talenta muda, sangat terkesan oleh buku Bukharin ini.
Karya Hilferding dan Kautsky ini bukanlah satu-satunya usaha untuk merevisi teori ekonomi Marx. Karya Rosa Luxemburg, Akumulasi Kapital, yang ditulis tidak lama sebelum perang, mengedepankan gagasan bahwa kapitalisme akan runtuh dengan sendirinya, sebuah gagasan yang lalu digunakan oleh kaum revisionis untuk mengecilkan peran faktor subjektif dalam transformasi sosialis. Sebagaimana biasa, tugas utama Lenin adalah mendidik kader. Dia meluncurkan perjuangan ideologi yang gigih di dua front: melawan oportunisme dan melawan anarko-sindikalisme. Di kemudian hari, kaum Stalinis secara tidak jujur berusaha menghubungkan teori Revolusi Permanen Trotsky dengan kaum Menshevik dan kaum Bolshevik Kiri, Bukharin, Pyatakov dan Bosch! Sama sekali tidak ada hubungan antara teori Revolusi Permanen dengan penolakan kekanak-kanakan terhadap tuntutan demokratik yang diajukan oleh “Bolshevik Kiri”. Serangan Lenin terhadap “revolusi permanen” selama periode ini mungkin saja adalah serangan tidak langsung terhadap kelompok ini.
Wajib militer memiliki pengaruh besar pada kelas buruh. 17 persen kader kelas buruh di Petrograd direkrut sebagai serdadu, termasuk hampir semua pemuda. Untuk menggantikan tempat mereka, massa rakyat pekerja yang secara politik tak terdidik masuk membanjiri pabrik-pabrik, yang semakin mengencerkan konten kelas buruh pabrik dengan elemen-elemen semi-proletar yang mentah. Sejumlah besar perempuan dan anak-anak remaja dipekerjakan di pabrik-pabrik. Elemen-elemen baru ini – asisten toko, pramusaji, pekerja rumah tangga, pekerja hotel, portir –membawa serta prasangka-prasangka kelas mereka. Lapisan proletariat pabrik terpukul mundur. Buruh-buruh Bolshevik harus tiarap untuk sementara waktu. Kondisi kerja dan upah memburuk dan “disiplin militer” diterapkan di pabrik-pabrik. Level politik buruh secara umum menurun dengan pesat, tetapi tekanan besar terhadap buruh dan proletarianisasi lapisan pekerja baru tengah mempersiapkan jalan untuk ledakan baru. Partai juga untuk sementara waktu kacau balau, dan hanya dengan perlahan-lahan mulai membenahi dirinya. Tetapi gagasan dan tradisi Bolshevisme masih hidup di pabrik-pabrik dan di parit-parit perang. Kemunduran gerakan tercerminkan dalam statistik pemogokan di bawah.
Statistik Pemogokan Tahun 1914 (Sumber: Istoriya KPSS, vol. 2, hal. 538) |
||
Bulan |
Jumlah pemogokan |
Jumlah pemogok |
Juni |
960 |
320.944 |
Agustus |
24 (40 kali lebih kecil dibandingkan Juni) |
24.688 (13 kali lebih kecil dibandingkan Juni) |
September |
10 |
|
Oktober |
9 |
|
November |
16 |
|
Desember |
9 |
Sepanjang Agustus-Desember 1914, menurut laporan resmi, ada 70 pemogokan yang diikuti 37.200 partisipan di seluruh Rusia. Di Ivanovo-Voznesensk, salah satu sentra utama perjuangan buruh, pemogokan praktis berhenti. Selama Agustus-Desember 1914, hanya tercatat satu pemogokan. Situasi tidak lebih baik di Petrograd.
Pengadilan Para Wakil Bolshevik di Duma
Ditangkapnya para wakil Duma menciptakan problem baru bagi Partai. Ranting-ranting lokal berhasil menyebarkan beberapa selebaran protes di bawah tanah. Tetapi tidak ada gerakan protes umum, kecuali pemogokan-pemogokan kecil. Pengadilan para wakil Duma didahului oleh gelombang pencidukan. Polisi berjaga-jaga di jalan-jalan kota besar untuk “melunakkan kelas buruh” yang macam-macam. Pada Februari 1915, pemogokan politik melibatkan 4.630 buruh. Ini bukan hasil yang buruk, mengingat kondisi yang amat sulit, tetapi jumlah yang sangat kecil yang mencerminkan suasana depresi di antara mayoritas buruh.
Kinerja para tertuduh di depan pengadilan tidaklah sama semuanya. M.K. Muralov membatasi dirinya mengaku sebagai anggota PBSDR dan perwakilan Duma yang dipilih oleh buruh. Tetapi pidato G.I. Petrovsky, menurut Lenin, “membawa kehormatan bagi dirinya”. Akan tetapi, Lenin kritis pada sejumlah aspek pembelaan yang dibawakan di pengadilan. Misalnya, para tertuduh menyangkal keterlibatan dalam partai ilegal. Kamenev, yang sebagai anggota Komite Pusat ditangkap hampir bersamaan dengan para perwakilan Duma dan diadili bersama mereka, membuat pernyataan yang tidak menampakkan keberanian yang diharapkan dari seseorang dengan kedudukannya. Lenin kecewa dengan tindakan Kamenev. Mengomentari persidangan para perwakilan Duma, Trotsky menulis:
“Selama persidangan, yang berlangsung pada 10 Februari, para tertuduh mempertahankan garis yang sama. Pernyataan Kamenev bahwa dokumen yang dituduhkan padanya ‘sepenuhnya berseberangan dengan pandangannya mengenai perang sekarang’ bukanlah didikte oleh pertimbangan untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Ini sesungguhnya mengekspresikan sikap tidak setuju lapisan kepemimpinan partai terhadap garis revolutionary defeatism. Lenin sangat geram, karena taktik defensif para tertuduh sangat melemahkan efektivitas agitasi dalam pengadilan ini. Pembelaan hukum semestinya dapat dilakukan berbarengan dengan ofensif politik. Tetapi, Kamenev, seorang politisi yang cerdik dan terdidik baik, tidak mampu memanfaatkan situasi ini. Para pengacara melakukan sebisa mereka. Membantah tuduhan makar, salah satu pengacara, Pereverzev, meramalkan di persidangan bahwa kesetiaan para perwakilan buruh ini pada kelas mereka akan selamanya terpatri dalam ingatan generasi masa depan; sementara kelemahan mereka – kurangnya persiapan, ketergantungan pada para penasihat intelektual mereka, dll. – ‘semua ini akan luntur, seperti cangkang kosong, bersamaan dengan fitnah makar.’”[24]
Lenin mengharapkan lebih. Ketika semua pemimpin Internasional Kedua telah berkhianat, dia melihat pengadilan ini sebagai peluang bagi kaum Bolshevik untuk tampil ke depan, untuk menunjukkan ketegasan dan keberanian di hadapan publik. Pengadilan ini semestinya dapat menjadi ajang untuk membangkitkan semangat juang buruh di Rusia dan seluruh dunia. Tetapi peluang ini disia-siakan. Terlebih, taktik pembelaan diplomatik mereka tidak memberi mereka hukuman yang lebih ringan. Para tertuduh dihukum masa pengasingan seumur hidup di Siberia. Kendati kekecewaan Lenin, nasib para perwakilan Bolshevik membantu meningkatkan otoritas Bolshevik di mata rakyat, yang tidak memahami rinci pembelaan mereka, tetapi menyaksikan para perwakilan parlementer mereka siap dipenjara demi prinsip mereka. Setelah pengadilan ini, Lenin mengatakan, kaum Bolshevik didukung oleh 80% buruh sadar-kelas di Rusia. Ini jelas pada 1914, seperti yang dipaparkan sebelumnya. Sebelum perang, sekitar 40 ribu buruh berlangganan koran Pravda. Lebih banyak lagi telah membacanya. Kendati penangkapan, pemenjaraan, dan pengasingan, tradisi Bolshevik masih hidup. Bahkan bila organisasi Bolshevik telah luluh lantak, tradisinya masih hidup di sanubari dan benak kaum buruh. Ini adalah tanah subur di mana tendensi revolusioner akan tumbuh kembali.
Tetapi untuk sekarang, kondisi partai sangatlah muram. Keanggotaan partai anjlok seiring dengan pecahnya perang. Di bawah tanah, unit dasar Partai Bolshevik adalah sel-sel pabrik. Jumlah buruh yang aktif di sel-sel ini sangatlah kecil. Karena penangkapan dan wamil, anggota-anggota partai yang tersisa kebanyakan relatif baru dan tidak berpengalaman. Komite Pusat Bolshevik hanya beranggotakan Lenin, Zinoviev, Shlyapnikov, yang bertanggung jawab atas kerja di Rusia, dan Krupskaya dengan perannya yang tak-tergantikan sebagai sekretaris. Hanya pada musim gugur 1915 Biro KP Rusia dibentuk. Pada musim gugur tahun depannya, Biro KP diorganisir ulang. Kepemimpinan dipegang oleh P.A. Zalutsky, V.M. Molotov dan Shlyapnikov, dan dipegang oleh mereka sampai Februari 1917. Perlahan-lahan, dengan susah payah, Partai mulai dibenahi ulang di interior. Kelompok yang paling penting, tentu saja, ada di Petrograd. Menurut Istoriya KPSS, ada sepuluh Komite Distrik (royonnye komitety) yang aktif di sana, walaupun keberadaan mereka tidak menentu.
Tetapi, pada 1915 mood mulai berubah. Massa rakyat perlahan mulai menanggalkan rasa takut mereka. Pada paruh kedua 1915, sudah ada pemogokan-pemogokan sporadis di Moskow untuk memprotes tingginya harga sembako. Perubahan mood ini terefleksikan dalam pemulihan partai secara gradual. Jumlah anggota mulai meningkat perlahan-lahan. Pada November 1914, organisasi partai di Petrograd hanya memiliki antara 100 sampai 120 anggota. Tetapi pada musim semi 1915, ini meningkat menjadi 500, dan lalu 1.200 pada musim gugur. Pada pertengahan 1916 dan awal 1917, ada 2.000 anggota di ibukota. Di daerah-daerah, organisasi-organisasi Partai juga mulai tumbuh. Selain buruh, ada juga kelompok-kelompok mahasiswa, dan bahkan serdadu dan kelasi Armada Baltik. Begitu juga di tempat-tempat lain. Di Kharkov, pada musim semi 1915 hanya ada 15 anggota. Pada musim gugur, ini meningkat jadi 85 anggota, dan satu tahun kemudian, 120. Di Yekaterinoslav, pada akhir 1915, ada 200 anggota, dan pada November 1916, 300, dan pada awal 1917, 400. Dipertahankannya pertemuan-pertemuan sel partai di bawah tanah, bahkan ketika hanya segelintir orang saja yang tersisa, adalah kunci keberhasilan di masa depan.
Perlahan-lahan, kerja partai mulai pulih. Kerja dilakukan di organisasi-organisasi legal, seperti perhimpunan-perhimpunan asuransi dan sosial. Namun, kondisi masih sulit dan berbahaya. Menurut Istoriya, Partai memiliki organisasi di 29 kota: Petrograd, Moskow, Kharkov, Yekaterinoslav, Kiev, Makeyevka, Samara, Saratov, Ryazan, Nizhny Novgorod, Rostov-on-Don, Odessa, Yekaterinodar, Baku, Tiflis, Ivanovo-Voznesensk, Tula, Orekhovo-Zuyevo, Tver, Gomel, Vyazma, Revel, Narva, Yuryeva, Irkutsk, Zlatoust, Yekaterinburg, dan Orenburg. Tetapi klaim ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Kebanyakan organisasi ini hanya cangkang saja, dan keberadaan mereka bermasalah. Kerja partai terus dihambat oleh intel penyusup dan penangkapan. Banyak organisasi ini tidak sestabil komite Petrograd, yang dibubarkan setidaknya 30 kali, tetapi setiap kali mampu bangkit kembali. Tetapi bila estimasi ini benar, maka kita dapat simpulkan bahwa, di satu waktu atau lainnya, organisasi partai eksis selama periode ini di setidaknya 200 kota di Rusia.
Kerja bawah tanah selama perang menuntut sentralisasi yang paling ketat dan metode konspirasi. Prinsip pemilihan hampir mustahil dipertahankan. Komite-komite dibentuk dengan cara kooptasi: komite regional, yang dibentuk oleh anggota-anggota sel pabrik, menominasi anggota komite lokal, yang juga punya hak untuk memasukkan buruh-buruh lokal yang berpengalaman. Beberapa penyelewengan niscaya terjadi. Tetapi, sebisa mungkin, akar rumput dikabari lewat pertemuan dan koran bawah tanah. Kendati semua kesulitan, koran memainkan peran vital dalam mempertahankan kesatuan kekuatan partai. Tiga bulan setelah pecahnya perang, sebuah koran Bolshevik yang baru, Sotsial Demokrat, diluncurkan. Dari Oktober 1914 sampai Januari 1917, 26 edisi diterbitkan (nomor 33-58), atau setiap bulan satu edisi, yang merupakan pencapaian luar biasa mengingat kondisi yang ada.
Perbatasan Ditutup
Kerja Lenin di pengasingan berlangsung sangatlah lambat dan dipenuhi kesulitan di setiap langkahnya, dan ini membuatnya frustrasi. Dengan sumber daya yang amat minim, Lenin bersusah payah melanjutkan kerjanya dengan sekelompok kecil kolaboratornya di pengasingan. Selain Zinoviev dan Krupskaya, ada Inessa Armand, G.L. Shklovsky, dan V.M. Kasparov. Mereka adalah bagian dari “Biro Komite Pusat di Luar Negeri”. Mereka berupaya menerbitkan koran Sotsial Demokrat sebagai organisator partai. 300 eksemplar didistribusikan di Paris, 100 di London, Stockholm, dan New York, 75 di Jenewa dan Bern, 50 di Zurich dan Lausanne. Beberapa eksemplar dijual di Milan dan Genoa. Tetapi hanya sedikit saja yang berhasil diseludupkan masuk ke Rusia. Pengumpulan dana adalah salah satu kerja utama kaum eksil. Walaupun kondisi amatlah sulit, koran terus terbit dan dapat mencerminkan kehidupan gerakan buruh di dalam Rusia. Kolom-kolomnya dipenuhi berita, laporan, resolusi dan selebaran dari partai di bawah tanah. Guna menyelesaikan masalah finans yang terus melanda partai, kampanye dana juang untuk membantu penerbitan koran Sotsial Demokrat diorganisir. Kas Partai sangatlah minim dan kehidupan kaum eksil, yang dengan sendirinya sudah cukup pahit, menjadi semakin tak tertanggungkan karena tidak adanya kontak dengan gerakan di dalam Rusia.
Bila menerbitkan koran secara reguler saja sudah sulit, bahkan lebih sulit lagi untuk mengirim koran-koran ini ke pembaca. Perbatasan yang ditutup dan situasi perang membuat hampir mustahil kontak reguler dengan interior. Pengawasan polisi, mata-mata dan provokasi mengepung kaum revolusioner dari semua sisi dan memutus semua kanal-kanal komunikasi lama dan transportasi bawah tanah. Pusat aktivitas partai kini pindah ke Stockholm, dan juga Murmansk dan Arkhangelsk. Kaum Sosial Demokrat Skandinavia membantu. Karena kepemimpinan Sosial Demokrasi Skandinavia memiliki sikap pro-Jerman, bantuan ini datang kebanyakan dari Sayap Kiri, terutama kelompok Sosialis Muda yang mengambil sikap anti-perang, walaupun diwarnai dengan pasifisme, seperti halnya semua partai Sosial Demokratik Skandinavia (dengan slogannya “Letakkan senjata!”). Yang bertanggung jawab atas transportasi adalah Alexander Shlyapnikov, seorang buruh-Bolshevik veteran, yang memoarnya menyediakan sumber referensi penting mengenai aktivitas partai selama periode ini. Krupskaya, sebagaimana biasanya, memainkan peran penting dalam mengorganisir detail-detail rinci semua kerja ini dan membantu kamerad-kamerad yang lebih muda untuk memahami metode kerja bawah tanah. Tim kerja Krupskaya kecil; selain Shlyapnikov, tim ini terdiri dari Kollontai, yang belum lama ini pecah dengan Menshevik dan sekarang merangkul Bolshevisme dengan antusiasme menggebu-gebu, dua saudara perempuan Lenin, M.I. Ulyanova, A.I. Ulyanova-Elizarova, L.N. Stahl, dan V.M. Kasparov. Kenyataan bahwa kedua saudara perempuan Lenin harus dilibatkan menunjukkan betapa sulitnya mencari orang-orang yang bisa dipercaya untuk kerja ini.
Lenin terus menemui problem dengan kolaborator-kolaborator dekatnya di luar negeri. Pada Agustus 1915, terbit sebuah jurnal Bolshevik lainnya, Kommunist, dengan Bukharin sebagai redaktur. Tetapi keultra-kirian Bukharin segera membuat Lenin frustrasi. Dalam sebuah surat ke Shlyapnikov, Lenin mengeluh:
“Kommunist telah menjadi koran yang merusak. Koran ini harus dihentikan dan diganti dengan nama yang lain: Sbornik Sotsial-Demokrat (yang diedit oleh dewan editorial Sotsial-Demokrat). Hanya dengan ini kita akan menghindari percekcokan, menghindari kebimbangan.”
Setelah memberi banyak konsesi pada trio Bukharin, Pyatakov, dan Evgenia Bosch, kesabaran Lenin akhirnya habis.
“Nik. Iv. [Nikolai Ivanovich Bukharin] adalah seorang pakar ekonomi yang belajar serius, dan dalam hal ini kita selalu mendukungnya. Tetapi dia: (1) gampang percaya gosip dan (2) sangatlah labil dalam politik. Perang mendorongnya ke gagasan semi-anarkis. Di konferensi yang mengadopsi resolusi Bern (pada musim semi 1915), dia mengajukan tesis (saya punya tesis ini!) yang merupakan puncak kebodohan, memalukan, semi-anarkisme. Saya menyerangnya dengan keras, Yuri [Pyatakov] dan Eug. Bosch menyimak dan merasa puas saya tidak membiarkan tendensi kekiri-kirian ini (pada saat itu mereka menyatakan sepenuhnya tidak setuju dengan N. Iv.[Bukharin]). Enam bulan berlalu. Nik. Iv. mempelajari ekonomi. Dia tidak memusingkan dirinya dengan politik. Dan lihatlah sekarang, dalam masalah hak penentuan nasib sendiri, dia menyuguhkan kekonyolan yang sama. Eug. Bosch dan Yuri [Pyatakov] sepakat dengannya!!”[25]
Problem paling parah adalah keterisolasian, perasaan terkucil dari gerakan di Rusia. Kerja dengan interior diliputi dengan kesulitan dan bahaya. Hanya sesekali, dan ini jarang sekali, mereka dapat mengirim ke Rusia seseorang yang bisa diandalkan untuk mengumpulkan informasi langsung mengenai situasi di interior. Shlyapnikov yang selalu banyak akal, yang merasa cemas di Stockholm, dirundung oleh berbagai problem, tidak hanya pengawasan polisi dan petugas imigrasi, tetapi juga minimnya dana dan demoralisasi yang disebabkan oleh runtuhnya Internasional Kedua. Awalnya, masih mungkin mempertahankan kontak yang cukup baik dengan Rusia lewat pengusaha-pengusaha dan emigran-emigran yang melakukan perjalanan ke Rusia. Tetapi ketika peluang ini mengering dan kontrol perbatasan menjadi semakin ketat, dengan penggeledahan yang dilakukan secara reguler di perbatasan, situasi dengan cepat menjadi buruk. Banyak emigran Rusia, yang sebelumnya bersedia membantu menyeludupkan materi-materi ilegal ke dalam Rusia, kini sudah tidak lagi ingin membantu. Mereka lebih memilih menjalankan bisnis penyeludupan yang lebih menguntungkan. Mood disorientasi dan keputusasaan di antara anggota akar-rumput tercermin dalam komentar berikut:
“Berita mengenai kawan-kawan Bolshevik di Paris yang masuk ke dalam angkatan bersenjata, ‘cengkerama nyaman’ Pak Tua Plekhanov di Jenewa, dan situasi secara keseluruhan menggantung seperti awan gelap di atas kepala kami.”
Kacau balaunya kerja di interior, terutama setelah ditangkapnya fraksi Duma, tercerminkan dalam krisis keuangan partai. Shlyapnikov menemukan beberapa pelaut yang bersedia menyeludupkan materi propaganda ilegal, dengan imbalan uang. Tetapi organisasi tidak punya uang:
“Saya melaporkan ini ke Komite Petersburg dan fraksi Duma, tetapi menerima kabar sedih bahwa mereka tidak ada dalam posisi untuk dapat menyediakan 300 sampai 500 rubel per bulan. Mereka bahkan sudah kesulitan mengirim uang untuk membiayai penghidupan saya, dan setelah mengirim ke saya 100 rubel, kamerad-kamerad menganjurkan saya untuk mengurus biaya saya sendiri. Saya bahkan tidak bisa membayangkan mendapat pekerjaan, karena bulan-bulan pertama perang telah menyebabkan pengangguran hebat di Swedia dan pabrik-pabrik hanya beroperasi beberapa hari per minggu. Tidak ada peluang untuk memperoleh sumber daya dari komunitas emigran setempat, walaupun ada banyak bisnis penipuan spekulatif di sana. Biro Komite Pusat partai kami di luar negeri terlalu miskin untuk dapat mengalokasikan dana untuk operasi ini. Untuk meneruskan kerja ini, saya mengandalkan hutang dan mengirim berita ke Rusia hanya sesekali.”[26]
Intrik Jerman
Sebagaimana biasanya selama perang, badan-badan intelijen menjadi semakin sibuk. Usaha badan intelijen untuk merekrut orang-orang yang bisa mereka gunakan tidak terbatas pada para pemimpin buruh di negeri-negeri utama. Setiap usaha dilakukan untuk mencari titik-titik dukungan melalui intrik, suap, dan pemerasan. Bekerja dengan prinsip “musuhnya musuh saya adalah kawan saya”, negeri-negeri imperialis besar berupaya memprovokasi pemberontakan di negeri-negeri musuhnya, dengan menggunakan demagogi “hak bangsa untuk menentukan nasib sendiri”. Berbekal prinsip ini, London mengirim agennya, sang petualang T.E. Lawrence (yang dikenal juga dengan nama Lawrence of Arabia), untuk memprovokasi orang Arab agar melawan Turki, dan dengan sinis menjanjikan wilayah Palestina untuk orang Yahudi dan juga orang Arab (tetapi sebenarnya tidak ada niatan untuk memberinya ke keduanya). Sementara, Jerman berupaya mendorong Finlandia untuk memberontak melawan Rusia. Dalam permainan intrik dan konter-intrik yang busuk ini, agen-agen imperialis tidak ragu-ragu untuk memikat kaum revolusioner, dengan maksud melibatkan mereka dalam tindakan-tindakan subversif yang dapat melemahkan musuh mereka. Misalnya, bekas-aktivis Kiri Parvus, seorang yang bertalenta tetapi avonturis, yang telah menyeberang ke sisi sauvinisme sosial, mendirikan apa-yang-disebut Institut Kajian Konsekuensi Sosial Perang, di Copenhagen, untuk menjebak kaum revolusioner Rusia agar berkolaborasi dengan Jerman. Karena kemiskinan dan demoralisasi, banyak yang terjerat ke dalam perangkap ini.
Selama perang, kaum Bolshevik mencoba menjauhi semua usaha kaum imperialis Jerman untuk melibatkan mereka dalam intrik-intrik mereka, yang dapat merusak nama baik mereka di mata kelas buruh sedunia. Menyikapi kubu Sekutu dan Jerman, posisi Lenin sangatlah jelas dalam ratusan artikel dan pidatonya: “Keduanya adalah wabah pes!” Semua artikel dan pidato ini dapat diakses publik. Dan walaupun Partai sangat kesulitan dana pada saat itu, mereka tidak pernah mempertimbangkan sekalipun menerima uang dari Jerman, walaupun dana ini telah ditawarkan. Sikap Lenin mengenai ini jelas dan tidak ambigu. Walaupun kaum revolusioner dapat memanfaatkan kontradiksi-kontradiksi di antara kaum imperialisme, kaum revolusioner tidak boleh terjerat ke dalam intrik-intrik mereka atau menjadi tergantung pada mereka. Akan tetapi, belakangan ini, sebagai bagian dari kampanye umum untuk mencemarkan nama baik Lenin dengan cara apapun, para musuh Bolshevisme telah membangkitkan kembali tuduhan fitnah bahwa Lenin adalah “agen Jerman”. Kebohongan yang culas ini direka oleh polisi rahasia Tsaris untuk merusak reputasi kaum Bolshevik, dan yang lalu diulang dan disebarluas oleh Pemerintah Provisional untuk mempersekusi kaum Bolshevik selama periode reaksi menyusul Hari-hari Juli 1917. Belakangan ini, fitnah ini dihidupkan kembali oleh ‘”sejarawan-sejarawan” tidak tahu malu seperti Volkogonov, yang sama sekali tidak menyembunyikan kebencian mendalam mereka pada Lenin, Trotsky, dan semua kaum revolusioner.
Dalam bukunya mengenai Lenin, Volkogonov menggali kembali semua dusta lama mengenai Lenin sebagai “agen Jerman”, dusta yang sudah dijawab dulu sekali. Selain fitnah-fitnah lama, dia mengutip bukti-bukti baru, yang, bila diperiksa lebih dekat ternyata hanyalah jiplakan fitnah-fitnah lama. Seorang “sejarawan Rusia”, yang katanya bernama S.P. Melgunov, adalah sumber pertama yang dikutip oleh Volkogonov. Dia yakinkan para pembaca bahwa kita harus mencari “kunci ke emas Jerman di kantungnya Parvus (Hepland), yang pada saat yang bersamaan memiliki kontak dengan gerakan sosialis dan staf jendral Jerman … [dan] ini akan menjelaskan pesatnya keberhasilan propaganda Lenin.” Kapan bukti baru dan orisinal ini ditulis? Pada 1940, ketika ini muncul di buku berjudul “The Bolsheviks’ German Golden Key”, yang diterbitkan di Paris dan adalah salah satu dari puluhan buku yang diterbitkan oleh kaum eksil Rusia, yang semua adalah musuh fanatik Bolshevisme, yang dimotivasi oleh kebencian dan balas dendam. Dari sumber-sumber seperti ini, kita sama sekali tidak akan menemukan kajian yang ilmiah mengenai subjek ini ataupun subjek lainnya.
Tetapi, akhirnya, Volkogonov membangkitkan ketertarikan kita tatkala dia menulis: “Sekarang, setelah saya telah memeriksa banyak sekali dokumen-dokumen yang sampai hari ini tidak bisa diakses …” Ya, akhirnya, sekarang kita dapat membaca bukti-bukti baru ini! Dan apa yang mereka tunjukkan? Percaya atau tidak, bukti-bukti baru ini menunjukkan bahwa “rahasia dari revolusi” yang terkenal ini, yang telah lama disembunyikan dari kita … “masihlah jauh dari ditemukan.” Entah “rahasia” ini disampaikan dari mulut ke mulut di antara lingkaran kecil pemimpin Bolshevik, atau buktinya telah dihancurkan, dan “Lenin tahu betul bagaimana menjaga rahasia.”[27]
Tong kosong nyaring bunyinya! Tetapi bahkan tong kosong ini telah dibesar-besarkan seribu kali dan disebarluaskan sampai ke tepi bumi. Seperti biasanya, dengan sedikit bantuan dari media massa, yang tidak buang-buang waktu untuk meyakinkan semua orang bahwa buku ini memuat bukti tak terbantahkan, yang berdasarkan sumber-sumber baru (yang sampai hari ini tak bisa diakses!), bahwa Lenin tidaklah lebih dari agen Jerman (seperti halnya Trotsky di kemudian hari dituduh sebagai agen Hitler).
Kita diberitahu mengenai sejarah kehidupan Parvus, yang pada 1914 sangatlah kaya dan berkolaborasi dengan staf jendral Jerman. Lenin katanya bertemu dengan Parvus di Swiss pada 1915. Tidak ada yang baru di sini, karena materi dari Shub[28] dan biografi Parvus oleh Zeman[29] sudah sejak lama diterbitkan, dan Volkogonov menggunakan materi-materi ini dan mengklaimnya “baru dan orisinal”. Pada kenyataannya, tuduhan ini (yang diciptakan oleh Pemerintah Provisional selama kampanye fitnah mereka terhadap Lenin dan kaum Bolshevik pada Juli 1917) telah dijawab oleh Lenin:
“Mereka melibatkan Parvus, dan berusaha keras menghubungkan dia dengan kaum Bolshevik. Pada kenyataannya, kaum Bolshevik-lah yang di koran Sotsial-Demokrat Jenewa mengecam Parvus sebagai pengkhianat, mengutuknya dengan keras sebagai Plekhanov Jerman, dan untuk selama-lamanya menutup semua pintu bagi kaum sauvinis-sosial sepertinya. Kaum Bolshevik-lah yang pada pertemuan di Stockholm, bersama-sama dengan kaum Sosialis Kiri Swedia, secara kategorikal menolak menerima Parvus dalam kapasitas apapun, bahkan sebagai tamu, apalagi berbicara dengannya.”
“Hanyecki terlibat dalam bisnis sebagai pegawai perusahaan di mana Parvus adalah seorang partner. Korespondensi komersial dan finansial tentu saja disensor, dan ini dapat diperiksa. Ada usaha untuk mengaitkan urusan komersial ini dengan politik, walaupun tidak ada bukti sama sekali yang diajukan!!”[30]
Tatkala Bukharin mengajukan kemungkinan bekerja dengan Parvus, Lenin membujuknya untuk tidak melakukan ini, walaupun beberapa kaum Menshevik bekerja di sana – sebuah fakta yang tidak pernah digunakan oleh Lenin, dan yang sekarang tidak pernah diungkit, karena para pemfitnah hanya ingin mendiskreditkan kaum revolusioner. Pada kenyataannya, Lenin menyimpan kritik terkerasnya untuk orang-orang semacam Parvus, yang dia cap sebagai pengkhianat di lembar-lembar koran Sotsial Demokrat. Namun buku Volkogonov tidak menyebut satupun fakta ini. Pada 1915, Lenin menulis artikel berikut mengenai Parvus, dengan judul At the Uttermost Limit:
“Dia menyanjung-nyanjung Hindenburg, dengan meyakinkan para pembacanya bahwa ‘Staf Jendral Jerman telah mengambil sikap mendukung revolusi di Rusia’, dan menerbitkan puji-pujian yang menghamba pada ‘pengejawantahan ruh rakyat Jerman’ ini, ‘sentimen revolusionernya yang luar biasa’. Dia menjanjikan Jerman transisi damai ke sosialisme melalui sebuah aliansi antara kaum konservatif dan sebagian kaum sosialis, dan melalui ‘kartu ransum roti’. Layaknya pengecut picik, dia dengan congkak setengah-setuju dengan Konferensi Zimmerwald[31], dan pura-pura tidak tahu bahwa dalam manifesto Zimmerwald termaktub kritik terhadap semua corak sauvinisme-sosial, dari varietas Parvus dan Plekhanov, sampai Kolb dan Kautsky.”
“Di semua enam edisi jurnal kecilnya, tidak ada sejumput pun pemikiran yang jujur atau argumen yang serius atau artikel yang tulus. Jurnalnya tidak lebih dari rawa kotor sauvinisme Jerman yang diselubungi dengan baliho yang dicat kasar, yang mengklaim mewakili kepentingan Revolusi Rusia! Wajar saja bila rawa kotor ini mendapat sanjungan dari kaum oportunis semacam Kolb dan para editor koran Chemnitz Volksstimme.[32]”
“Tn. Parvus begitu lancang mengumumkan ke khalayak ramai bahwa ‘misinya adalah menjadi mata rantai ideologi yang menghubungkan proletariat bersenjata Jerman dengan proletariat revolusioner Rusia.’ Kita hanya perlu mengekspos kalimat yang jenaka ini untuk diolok-olok oleh kaum buruh Rusia.”[33]
Volkogonov dengan perasaan bangga menunjukkan pada kita serangkaian surat yang ditulis dengan sandi oleh Lenin dan yang diterimanya. Karena surat-surat ini tidak bisa diretas, kita tidak bisa tahu apa isinya. Akan tetapi, kalau kita percaya Volkogonov (yang juga tidak tahu apa isi surat ini), kita dapat berasumsi bahwa surat-surat ini berbicara mengenai “emas Jerman”, karena kalau bukan itu lalu apa lagi? Sayangnya, banyak sekali aktivitas Lenin yang dilakukan secara rahasia, seperti halnya semua kerja bawah tanah, yang merupakan 90% kerja partai pada saat itu! Selama kampanyenya untuk memfitnah Bolshevik, Pemerintah Provisional juga merujuk pada serangkaian surat, yang katanya dari kaum Bolshevik, yang entah dipalsukan atau sengaja didistorsi oleh pers Jerman untuk keperluan propaganda. Jelas, surat-surat yang dirujuk oleh Volkogonov jatuh ke dalam kategori ini. Dalam menjawab fitnah-fitnah ini, dan terutama fitnah “surat dengan sandi rahasia”, Trotsky menulis:
“Testimoni dari Burnstein, seorang pedagang, adalah mengenai operasi niaga Hanecky dan Kozlovsky antara Petrograd dan Stockholm. Perdagangan selama peperangan, yang jelas kadang-kadang menggunakan korespondensi dengan sandi rahasia, tidak ada hubungannya dengan politik. Partai Bolshevik tidak ada hubungannya dengan perdagangan ini. Lenin dan Trotsky telah secara publik mengutuk Parvus, yang memadukan bisnis baik dengan politik buruk, dan secara tertulis telah menyerukan kepada semua kaum Revolusioner Rusia untuk memutus hubungan dengannya.”[34]
Volkogonov menjadi semakin putus asa, dan akhirnya menggunakan sumber dari … Kerensky! Di titik ini, semua telah berpulang ke asalnya, dan kita disuguhkan kampanye dusta orisinal yang ditujukan ke kaum Bolshevik selama “bulan-bulan fitnah besar” [kampanye fitnah yang diluncurkan oleh Pemerintah Provisional pada Juli-Agustus 1917]. Seorang yang bernama Yevgeviya Mavrikevna Sumenson dikutip sebagai sumber “baru dan orisinal”. Perempuan ini katanya telah mengkonfirmasikan adanya rekening bank di Siberia dengan saldo “sekitar sejuta rubel”, dan sebelum pecahnya Revolusi ada penarikan dana sebesar 800.000 dari rekening ini. Siapa Sumenson ini? Seorang saksi di sidang-sidang yang mengadili kaum Bolshevik selama perburuan pada Juli 1917. Dari mana Volkogonov memperoleh kutipan ini? Bukan dari “sumber-sumber yang sampai hari ini tidak bisa diakses”, tetapi dari buku karangan Melgunov yang diterbitkan di Paris pada 1940. Dan seterusnya, dan seterusnya …
Apakah mungkin kalau sejumlah uang yang didistribusikan oleh staf jendral Jerman melalui agen-agennya di luar negeri berakhir, dalam satu cara atau lainnya, di rekening kaum Bolshevik? Selama peperangan, tidak hanya Jerman tetapi juga negeri-negeri Sekutu menggunakan kacung-kacung mereka di dalam gerakan buruh untuk membeli dukungan dari organisasi-organisasi kiri di negeri-negeri lain. Tetapi, untuk menuduh Jerman telah membeli kaum Bolshevik dengan emas, dan menuduh adanya aliansi antara Bolshevik dan imperialisme Jerman, ini adalah kebodohan terbesar dan paling keji. Ini bertentangan dengan semua fakta mengenai perilaku kaum Bolshevik sebelum dan sesudah perang. Misalnya, Volkogonov mencoba menunjukkan, uang Jerman dikirim ke Bolshevik via Swedia. Perwakilan Partai Bolshevik di Swedia adalah Alexander Shlyapnikov. Dalam memoarnya, dia menceritakan, badan intelijen Jerman memang sangat aktif di Swedia dan telah memenetrasi Sosial Demokrasi Swedia, serta mencoba menyuap kaum revolusioner Rusia untuk menjadi kacungnya. Tetapi apa sikap yang dia ambil?
Jawabannya ada dalam memoar Shlyapnikov. Pada Oktober 1914, pemimpin Sosial Demokratik Belanda Troelstra, yang pro-Jerman, tiba di Stockholm berbekal misi dari SPD (Partai Sosial Demokrasi Jerman), atau dalam kata lain, misi dari staf jendral Jerman. Dia ingin memperkuat simpati pro-Jerman Branting dan para pemimpin Sosial Demokrasi Swedia lainnya, dan juga mendorong gagasan untuk memindahkan markas Internasional Kedua ke Amsterdam. Troelstra mengambil kesempatan untuk menjajaki sikap kaum Bolshevik terkait perang. Shlyapnikov menjawabnya dalam sebuah pidato saat kongres Sosial Demokrasi Swedia yang dia hadiri.
Setelah mengutuk Sekutu dan mengekspos tujuan reaksioner keterlibatan Rusia dalam perang, dia lalu merespons Troelstra:
“Keterkejutan kaum sosialis Jerman saat kami tidak bersukacita atas aliansi mereka dengan pemerintahan mereka untuk meluncurkan ‘perang suci terhadap tsarisme Rusia’ tidaklah lebih dari kedok munafik untuk menutupi pengkhianatan mereka terhadap Internasional Kedua dan sosialisme di mata massa.”
“Kami selalu senang menerima uluran tangan dari kamerad-kamerad seperjuangan dan seideologi dalam perjuangan gigih kami melawan tsarisme, tetapi kami tidak pernah meminta atau mengharapkan bantuan dari feodalisme Jerman dan Wilhelm II, yang adalah penasihat dan kawan reaksionernya Tsar Rusia.”
“Kami tidak mencampakkan perjuangan kami melawan Tsarisme Rusia, tetapi dalam perjuangan ini kami hanya mengandalkan kekuatan kami sendiri.”
“Kami meminta kaum Sosial Demokrat Jerman untuk tidak mengirim Wilhelm II dengan senapan 420-milimeternya untuk membantu kami, tetapi untuk menggunakan perlengkapan militer ini untuk melawan tuan-tuan feodal mereka seperti halnya kami berharap menggunakan senjata kami untuk melawan Tsarisme Rusia.”
“Kawan-kawan seperjuangan kami di Finlandia juga telah memberi jawaban negatif pada semua tipu daya kapitalisme Jerman dan mengambil posisi yang sama.”
“Kaum proletariat revolusioner Rusia, bersama dengan semua bangsa-bangsa tertindas, berharap akan menang tanpa harus memasuki kerja sama dengan pemerintahan mana pun.”[35]
Serangan Shlyapnikov (dengan nama A. Belenin dalam notulen pertemuan untuk alasan keamanan) terhadap Sosial Demokrasi Jerman membuat berang pemimpin partai Swedia Branting, dan memicu konflik antara sayap kanan dan sayap kiri partai:
“Branting naik ke podium dan menjawab masalah yang dia anggap penting untuk diambil keputusan. Dia baru saja membaca kata sambutan dari partai Rusia, yang berbicara mengenai pengkhianatan partai Jerman. Branting mengatakan, tidaklah pantas bagi kongres ini untuk menghantarkan kritik yang ditujukan ke partai-partai lain dan dia menganggap kongres ini harus memajukan mosi untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya terhadap kata sambutan tersebut.”
“Hoglund (Stockholm) menganggap tidaklah pantas kalau kongres mengadopsi mosi tersebut, karena dalam partai kita sendiri juga ada kamerad-kamerad yang menilai sikap kamerad Jerman sebagai pengkhianatan. Dia mengajukan agar kongres netral, dan cukup menyertakan pernyataan Branting dalam notulen.”
“S. Vinberg (Stockholm) berpendapat, kita cukup menyatakan bahwa pendapat yang diekspresikan adalah tanggung jawab kamerad-kamerad Rusia sendiri.”
“Branting mengulang tuntutannya dan menekankan apabila mosinya tidak disetujui maka dapat terjadi kesalahpahaman, para delegasi kongres dapat dikira bersimpati dengan kata sambutan partai Rusia.”
Pada akhirnya, kongres menyetujui mosi Branting dan menolak mosi Vinberg, tetapi hanya dengan selisih kecil – 54 suara lawan 50. Skenario serupa terulang di semua partai-partai Internasional Kedua, yang membuka jalan ke perpecahan besar dan pembentukan sebuah Internasional yang baru. Tetapi ini masih harus menunggu 5 tahun lagi, setelah melalui rintangan-rintangan besar.
Jauh dari menikmati pendanaan tak-terbatas dalam bentuk ‘emas Jerman’, kaum Bolshevik selalu dalam kesulitan finans. Kekurangan dana menjadi tema umum memoar Shlyapnikov:
“Saya memulai kerja mengkonsolidasi kelompok kerja Bolshevik di Stockholm dan melatih beberapa buruh melakukan kerja rahasia menyeludupkan literatur, dsb. Kamerad-kamerad Petersburg tidak menunjukkan inisiatif dalam mengorganisir komunikasi. Aktivitas saya ini terhalang oleh kurangnya dana. Penyeludupan dapat dilakukan hanya dengan biaya yang besar, tetapi saya tidak punya uang dan tidak ada harapan untuk mendapatkan uang ini. Kami harus menggunakan yang seadanya. Ini jauh dari memuaskan, terutama bila kami punya 500 rubel per bulan maka saya akan dapat membanjiri organisasi-organisasi buruh kami di Rusia dengan bahan-bahan bacaan dan mempertahankan komunikasi bulanan secara reguler dengan seluruh penjuru bangsa. Namun, bahkan dana sekecil ini pun tidak dapat kami miliki, dan begitulah situasinya.”
Bila saja kaum Bolshevik bersedia menerima uang dari Jerman, mereka tidak akan ada dalam kesulitan finans seperti ini selama perang. Tetapi, menerima bantuan dari sumber semacam ini akan berarti kematian bagi organisasi. Shlyapnikov mengingat kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi:
“Tidak ada jalur komunikasi permanen dengan Rusia. Kami harus menggunakan bantuan ala kadarnya dari para emigran, dan juga dari kamerad-kamerad Finlandia, untuk mengirim uang yang diperlukan. Berbagai perusahaan komersial dan manufaktur melakukan penyeludupan barang-barang terlarang ataupun manusia. Mengepalai beberapa perusahaan ini adalah sejumlah insinyur Rusia yang gemar membual mengenai masa lalu aktivisme Sosial Demokrasi mereka, tetapi tuan-tuan ini takut kehilangan bisnis menggiurkan mereka dan tidak bersedia menggerakkan barang satu jari pun untuk membantu kerja revolusioner di Rusia.”[36]
__________
Catatan Kaki:
[1] R.B. McKean, St. Petersburg Between the Revolutions, hal. 358.
[2] Lenin’s Struggle for a Revolutionary International, hal. 128.
[3] R.B. McKean, St. Petersburg Between the Revolutions, hal. 356.
[4] Ibid., hal. 365.
[5] Nevsky Prospect adalah jalanan terkenal di St. Petersburg yang dipenuhi dengan toko-toko mewah dan dikunjungi biasanya oleh orang-orang kaya dan kelas menengah.
[6] Lenin’s Struggle for a Revolutionary International, hal. 129-30.
[7] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 58-59.
[8] L. Kochan, Russia in Revolution, hal. 176-77.
[9] N.K. Krupskaya, Reminiscences of Lenin, hal. 285
[10] Dikutip di A.Y. Badayev, Bolsheviks in the Tsarist Duma, hal. 208.
[11] Ibid., hal. 208-9.
[12] R.B. McKean, St. Petersburg Between the Revolutions, hal. 366.
[13] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 59.
[14] A.Y. Badayev, Bolsheviks in the Tsarist Duma, hal. 212.
[15] LCW, To A.G. Shlyapnikov, 28/11/1914, vol. 35, hal. 175.
[16] Dikutip di R.B. McKean, St. Petersburg Between the Revolutions, hal. 370.
[17] N.K. Krupskaya, Reminiscences of Lenin, hal. 285-86.
[18] LCW, To A.G. Shlyapnikov, 17/10/1914, vol. 35, hal. 164.
[19] LCW, To David Wijnkoop, vol. 35, hal. 195.
[20] L. Trotsky, Writings 1935-36, hal. 26.
[21] McKean, St. Petersburg Between the Revolutions, hal. 360.
[22] LCW, To Alexandra Kollontai, vol. 35, hal. 198.
[23] Lenin’s Struggle for a Revolutionary International, hal. 272.
[24] L. Trotsky, Stalin, hal. 169.
[25] LCW, To A.G. Shlyapnikov, 11/3/1916, vol. 35, hal. 214-15.
[26] A. Shlyapnikov, On the Eve of 1917, hal. 35 dan hal. 37-38.
[27] D. Volkogonov, Le Vrai Lénine, hal. 130.
[28] Merujuk pada buku biografi Lenin oleh David Shub (Lenin: A Biography; 1948), sebuah buku yang penuh dengan kepalsuan dan pemelintiran sejarah, salah satunya adalah tuduhan bahwa Lenin menerima emas Jerman lewat perantaraan Parvus.
[29] Merujuk pada buku Z.A.B. Zeman and W.B. Scharlau, The Merchant of Revolution: The Life of Alexander Israel Helphand (Parvus), 1867-1924. London: Oxford University Press, 1965
[30] LCW, Dreyfusiad, vol. 25, hal. 167.
[31] Konferensi Zimmerwald adalah konferensi yang diselenggarakan oleh kaum Sosial-Demokrat yang menentang Perang Dunia Pertama. Konferensi ini diselenggarakan pada 5-8 September, 1915, di Zimmerwald, Swiss, dan dihadiri oleh 38 delegasi dari berbagai kelompok Sosial Demokrat di Eropa, termasuk Lenin, Trotsky, Zinoviev, Radek, dll.
[32] Volksstimme (Suara Rakyat) – organ penerbitan Partai Sosial Demokratik Jerman, diterbitkan di Chemnitz sejak 1891.
[33] LCW, At the Uttermost Limit, vol. 21, hal. 421-2.
[34] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 599-600.
[35] A. Shlyapnikov, On the Eve of 1917, hal. 40-41.
[36] Ibid., hal. 44, hal. 51 dan hal. 47.