Dari tempat pengasingannya yang jauh di Swiss, Lenin menjadi semakin cemas menyaksikan evolusi garis yang diambil oleh para pemimpin Bolshevik di Petrograd. Setelah mendengar berita tumbangnya Tsar, Lenin langsung mengirim telegraf ke Petrograd pada 6 Maret:
“Taktik kita: jangan percaya dan jangan mendukung pemerintahan yang baru; Kerensky terutama harus dicurigai; mempersenjatai proletariat adalah satu-satunya jaminan; pemilihan langsung Dewan Kota Petrograd; tidak boleh ada konsiliasi dengan partai-partai lain.”[1]
Setelah Pravda melanjutkan kembali penerbitannya, Lenin langsung mulai mengirim Letters from Afar yang terkenal itu. Membaca artikel-artikel ini, dan membandingkan mereka dengan pidato-pidato di Konferensi Maret, kita seperti ada di dua dunia yang berbeda. Tidak heran kalau artikel-artikel Lenin ini seperti bom yang mengejutkan para anggota Komite Pusat! Lenin menghujani Pravda dengan surat-surat dan artikel-artikel, yang menuntut kaum buruh untuk pecah dari kaum borjuasi liberal dan mengambil kekuasaan ke tangannya sendiri. Dalam Letters from Afar kita bisa saksikan kegeniusan revolusioner Lenin. Kemampuannya untuk menyimpulkan esensi situasi, kekuatan imajinasinya yang luas, caranya memahami dengan akurat slogan-slogan konkret apa yang diperlukan, dan bagaimana melangkah dari A ke B. Revolusi Februari, yang dia tekankan dalam suratnya yang pertama, telah menyerahkan kekuasaan ke orang-orang seperti Guchkov dan Milyukov “untuk sementara waktu”. Tetapi sebuah pemerintahan kapitalis tidak akan mampu menyelesaikan problem-problem rakyat Rusia.
“Monarki tsar telah diremukkan, tetapi belum sepenuhnya hancur. …”
“Bersanding dengan pemerintahan ini [Pemerintah Provisional] … telah lahir pemerintahan buruh yang belum resmi, yang masih belum matang, dan secara komparatif lemah, yang mengekspresikan kepentingan proletariat dan seluruh lapisan rakyat miskin kota dan desa. Ini adalah Soviet Perwakilan Buruh di Petrograd yang tengah membangun hubungan dengan tentara dan tani, dan juga dengan buruh tani, khususnya dan terutama dengan yang belakangan ini, tentu saja, lebih daripada dengan kaum tani.”[2]
Nasib Revolusi tergantung pada penyelesaian kontradiksi ini, yakni rejim “kekuasaan ganda” ini. Apa sikap yang harus diambil oleh Partai Bolshevik sehubungan dengan Pemerintah Provisional?
“Seorang yang mengatakan bahwa buruh harus mendukung pemerintah yang baru ini demi kepentingan perjuangan melawan reaksi tsaris (dan inilah yang dikatakan oleh orang-orang seperti Potresov, Gvozdyov, Chkhenkelis, dan juga, termasuk sikap ambigu Chkheidze) adalah pengkhianat terhadap buruh, pengkhianat terhadap perjuangan proletariat, terhadap perjuangan untuk perdamaian dan kebebasan”[3]
Dan di sini Lenin bergerak ke posisi yang sama dengan yang telah dipegang oleh Trotsky lebih dari satu dekade yang lalu. Lenin menulis:
“Revolusi kita adalah revolusi borjuis, kata kita kaum Marxis, oleh karenanya buruh harus membuka mata rakyat untuk bisa melihat penipuan yang dilakukan oleh para politisi borjuis, mengajari rakyat untuk tidak percaya pada ucapan semata, untuk bersandar sepenuhnya pada kekuatan mereka sendiri, organisasi mereka sendiri, persatuan mereka sendiri, dan senjata mereka sendiri.”[4]
Dalam surat kedua, Lenin menghantarkan kritik pedas terhadap Manifesto yang diterbitkan oleh para pemimpin Soviet, yang bersembunyi di belakang fraseologi pasifis. Manifesto tersebut menyatakan bahwa semua kaum demokrat harus mendukung Pemerintah Provisional, dan memberi otoritas kepada Kerensky untuk masuk ke dalamnya. Lenin mengecam:
“Tugasnya bukanlah ‘membujuk’ kaum liberal, tetapi menjelaskan kepada buruh mengapa kaum liberal menemukan diri mereka di jalan buntu, mengapa mereka terikat tangan dan kakinya, mengapa mereka merahasiakan pakta-pakta yang disetujui oleh tsarisme dengan Inggris dan negeri-negeri lain, dan kesepakatan-kesepakatan antara kapital Rusia dan Anglo-Perancis, dan seterusnya dan seterusnya.”[5]
Ketika surat-surat Lenin mencapai para pemimpin Bolshevik di Petrograd, mereka terkejut. Mereka mengira pemimpin mereka ini sudah benar-benar jadi gila! Atau setidaknya, dia sudah begitu jauh dari realitas sehingga gagal memahami praktikalitas situasi di Rusia. Konflik tajam kini terbuka antara Lenin dan kamerad-kamerad terdekatnya. Di Pravda No. 27, Kamenev menulis:
“Mengenai skema umum kamerad Lenin, menurut kami ini tidak bisa diterima, selama ini berangkat dari asumsi bahwa revolusi borjuis-demokratik telah tuntas, dan melangkah ke transformasi segera revolusi ini menjadi revolusi sosialis.”[6]
Ini secara akurat mewakili pendapat Kamenev, Stalin, dan banyak “Bolshevik Tua” lainnya pada musim semi 1917.
Dari semua pemimpin Sosial Demokrasi pada saat itu, hanya ada satu sosok yang sepenuhnya setuju dengan posisi yang dibela Lenin. Orang itu adalah Leon Trotsky, dan di masa lalu Lenin sering sekali berselisih dengannya. Ketika Trotsky pertama kali mendengar kabar Revolusi Februari, dia masih ada di pengasingan di Amerika Serikat. Dia langsung menulis serangkaian artikel di koran Novy Mir (Dunia Baru), yang diterbitkan di edisi 13, 17, 19, dan 20 Maret 1917. Yang paling luar biasa adalah kenyataan bahwa, walaupun tidak ada komunikasi antara Trotsky dan Lenin, yang terpisah ribuan kilometer di Swiss, konten artikel-artikel ini sama dengan Letters From Afar Lenin, yang ditulis pada waktu yang sama. Mari kita ingat kembali bagaimana surat-surat Lenin ini sangatlah mengejutkan para pemimpin Bolshevik di Petrograd, sampai-sampai Kamenev dan Stalin menguburnya, atau diterbitkan dengan sensor.[7] Di saat “kaum Bolshevik Tua” bergerak mendekat ke kaum Menshevik, gagasan Lenin tampak bagi mereka seperti “Trotskisme” murni, dan mereka tidak keliru. Logika peristiwa telah mendorong Lenin dan Trotsky ke posisi yang sama. Secara independen, dan dimulai dari arah yang berbeda, mereka mencapai kesimpulan yang sama: borjuasi tidak menyelesaikan problem-problem Rusia; buruh harus mengambil kekuasaan.
Dalam artikelnya Two Faces – Internal Forces of the Russian Revolution, Trotsky menulis:
“Secara formal, dalam ucapan, kaum borjuasi telah setuju untuk menyerahkan masalah bentuk pemerintah ke dalam wewenang Majelis Konstituante. Akan tetapi, dalam tindakan, Pemerintah Provisional Oktobris-Kadet akan mengubah seluruh kerja persiapan Majelis Konstituante menjadi kampanye mendukung monarki dan menentang republik. Karakter Majelis Konstituante sebagian besar akan tergantung pada siapa yang menyelenggarakannya. Oleh karenanya, jelas kalau sekarang kaum proletariat revolusioner harus membentuk organnya sendiri, Dewan (Soviet) Perwakilan Buruh, Tentara, dan Tani, untuk berjuang melawan organ eksekutif Pemerintah Provisional. Dalam perjuangan ini, kaum proletariat harus menghimpun di sekitarnya massa rakyat yang tengah bangkit, dengan satu tujuan – merebut kekuasaan negara. Hanya pemerintahan buruh revolusioner yang akan memiliki kehendak dan kemampuan untuk memberi bangsa ini pembersihan demokratik yang sepenuhnya selama kerja persiapan penyelenggaraan Majelis Konstituante, untuk membenah ulang angkatan bersenjata dari atas hingga bawah, untuk mengubahnya menjadi milisi revolusioner, dan untuk menunjukkan dalam praktik pada kaum tani miskin bahwa satu-satunya keselamatan mereka datang dari mendukung negara buruh revolusioner. Majelis Konstituante yang diselenggarakan setelah kerja persiapan seperti ini akan sungguh-sungguh mencerminkan kekuatan revolusioner dan kreatif bangsa, dan menjadi sebuah faktor kuat dalam perkembangan revolusi yang selanjutnya.”[8]
Baris-baris di atas, yang mewakili posisi Trotsky pada saat itu, adalah persis sama dengan Lenin. Tetapi Lenin tidak mengetahui ini. Dia dikelabui oleh laporan palsu mengenai posisi Trotsky yang dikirim dari Amerika oleh Alexandra Kollontai, yang, setelah baru saja pecah dari Menshevisme, begitu ingin membuktikan dirinya pada Lenin sebagai seorang ultra-radikal. Kollontai melaporkan bahwa Trotsky adalah seorang “sentris”. Lenin mempercayai bualan ini dan menulis sejumlah kritik keras terhadap Trotsky dalam balasannya ke Kollontai, yang di kemudian hari digunakan secara tidak bertanggung jawab oleh kaum Stalinis. Hanya setelah Trotsky kembali ke Rusia dan segera memainkan peran luar biasa dalam sayap revolusioner, Lenin lalu mengubah pendapatnya mengenai Trotsky, dan mengatakan bahwa “tidak ada Bolshevik yang lebih baik” daripada Trotsky. Sementara Kollontai membawa ultrakiri-ismenya sampai ke kesimpulan logisnya, berkonflik dengan Lenin dan juga Trotsky, sebelum akhirnya dia menjadi seorang abdi yang patuh tunduk pada rezim totaliter Stalin.
Menyatunya garis Lenin dan Trotsky pada momen penentuan dalam revolusi bukanlah kebetulan. Seawal 1909, Leon Trotsky – satu-satunya yang meramalkan bahwa revolusi di Rusia harus menang sebagai revolusi buruh atau tidak sama sekali – telah memperingatkan watak kontra-revolusioner dari slogan “kediktatoran demokratik proletariat dan tani” yang hanya akan menjadi jelas di momen saat masalah kekuasaan diajukan. Sekarang dia terbukti benar. Sisi lemah teori Lenin, dan dampaknya dalam praktik, merupakan pangkal dari kekeliruan yang sangat serius yang dibuat oleh para pemimpin Bolshevik menyusul Revolusi Februari, yang hanya diperbaiki oleh Lenin setelah dia kembali ke Rusia dengan meluncurkan perjuangan internal yang tajam. Bahkan Zinoviev mengakui ini dalam karyanya History of the Bolshevik Party yang tendensius itu, yang diterbitkan pada 1923 sebagai bagian dari kampanye melawan “Trotskisme”, walaupun dia mengakuinya dengan cara yang berbelit-belit dan tidak jujur:
“Evolusi cara pandang kami dari tahun 1905 sampai 1917 tidak bisa disangkal, seperti halnya kenyataan bahwa ini dimulai dengan ketidak-konsistenan yang definit yang menyebabkan perselisihan yang sangat berbahaya di antara kami menjelang Oktober 1917. Beberapa dari kami (termasuk saya sendiri) untuk waktu yang terlalu lama percaya bahwa di negeri tani kita tidak bisa meluncur langsung ke revolusi sosialis, tetapi hanya bisa berharap bila revolusi kita terjadi bersamaan dengan awal revolusi proletarian internasional maka revolusi kita bisa menjadi pengantar revolusi sosialis.”[9]
Pengakuan ini, walaupun berbelit-belit, memberi kita gambaran apa yang berlangsung dalam Partai Bolshevik selama bulan-bulan pertama setelah Revolusi Februari. Nasib yang menimpa surat-surat Lenin memberikan gambaran jelas mengenai relasi Lenin dengan para “Bolshevik Tua”. Ini seperti yang telah terjadi pada 1912-13. Bahkan aktor-aktornya sama. Stalin dan Kamenev sekali lagi adalah editor koran. Dan sekali lagi mereka memilih jalan paling mudah: konsiliasionisme. Dan sekali lagi mereka menanggapi kritik dan protes Lenin dengan sensor. Para pemimpin Bolshevik begitu malu dengan surat-surat Lenin, ketika mereka menerima dua surat pertama Lenin dari Alexandra Kollontai di Petrograd pada bulan Maret, mereka mengabaikannya selama beberapa hari sebelum menerbitkannya. Dan ini pun, mereka hanya menerbitkan surat yang pertama, yang telah disensor dengan menghapus bagian di mana Lenin menentang kesepakatan apapun dengan Menshevik. Nasib yang sama menimpa artikel-artikel Lenin lainnya. Mereka tidak diterbitkan, atau terbit dalam bentuk yang sudah dipotong-potong. Krupskaya menulis:
“Hanya surat pertama yang terbit saat Lenin tiba di St. Petersburg, tiga lainnya tergeletak di kantor editor dan yang kelima bahkan belum dikirim ke Pravda, karena Lenin memulai menulisnya tepat sebelum dia berangkat ke Rusia.”[10]
Dalam otobiografinya, Trotsky mengingat:
“Di New York, pada awal Maret 1917, saya menulis serangkaian artikel yang mengkaji kekuatan-kekuatan kelas dan perspektif Revolusi Rusia. Pada saat yang sama, Lenin, di Jenewa, mengirim ke Petrograd Letters From Afar. Dan kami berdua, walaupun menulis di dua belahan dunia yang berbeda, dan terpisah oleh samudra, mencapai analisa yang sama dan prediksi yang sama. Dalam setiap masalah pokok, seperti sikap terhadap kaum tani, terhadap borjuasi, Pemerintah Provisional, perang, dan revolusi dunia, gagasan kami 100% identik. Di sini, hubungan antara ‘Trotskisme’ dan ‘Leninisme’ diuji di persimpangan sejarah. Dan ini diuji di bawah kondisi eksperimen murni. Pada saat itu saya tidak tahu sama sekali di mana Lenin berdiri; saya membangun argumen saya berdasarkan premis-premis saya sendiri dan pengalaman revolusioner saya sendiri, dan saya menarik perspektif yang sama dan mengajukan garis strategi yang sama seperti Lenin.”
“Tetapi mungkin saja masalah ini cukup jelas bagi semua orang pada saat itu, dan solusinya diterima oleh semua orang? Sebaliknya; gagasan Lenin pada saat itu, yakni, sebelum 4 April 1917, saat dia pertama kali hadir di Petrograd, adalah gagasannya sendiri, yang tidak didukung oleh siapapun. Tidak ada satupun pemimpin partai yang ada di Rusia yang berniat mencapai kediktatoran proletariat – revolusi sosial – sebagai tujuan segera kebijakan mereka. Konferensi partai [Konferensi Maret] yang digelar sebelum kembalinya Lenin dan dihadiri oleh 30 pemimpin Bolshevik menunjukkan, tidak ada satupun dari mereka bahkan membayangkan apapun melampaui demokrasi. Tidak heran kalau notulen konferensi tersebut masih dirahasiakan! Stalin setuju dengan memberi dukungan pada Pemerintah Provisional Guchkov dan Milyukov, dan menyatukan Bolshevik dengan Menshevik.”[11]
Lenin Mempersenjatai Ulang Partai
Pada 3 April, setelah berminggu-minggu negosiasi untuk mengamankan perjalanan pulangnya melalui Jerman, Lenin tiba di Stasiun Finlandia di Petrograd. Dia langsung mengambil posisi menentang Pemerintah Provisional borjuis dan para politisi defensis-reformis yang menopang pemerintahan ini.
Setelah kembali ke Rusia, Lenin langsung meluncurkan polemik terhadap para pemimpin Bolshevik yang telah berkapitulasi pada tekanan “opini publik” borjuis-kecil dan mengambil posisi menyokong Pemerintah Provisional. Hanya setelah pergulatan internal yang sangat tajam Lenin berhasil mempersenjatai ulang Partai Bolshevik dan mengubah orientasinya. Dalam pergulatan ini, Lenin bersandar pada dukungan dari akar-rumput Partai, dan kelas buruh, yang menurutnya seratus kali lebih revolusioner daripada partai yang paling revolusioner sekalipun. Pada kenyataannya, garis Kamenev tidak diterima dengan baik oleh Partai di Petrograd, yang menuntut pemecatannya. Basis kelas-buruh Bolshevik di Vyborg juga menuntut pemecatan Stalin.[12]
Saat Lenin tiba di Stasiun Finlandia, dia langsung mengutarakan maksudnya. Dia memalingkan punggungnya ke tokoh-tokoh yang telah berkumpul untuk menyambut kepulangannya, dan menghadap ke para buruh dengan pekik slogan: “Hidup revolusi sosialis sedunia!” Tembakan pembuka ini segera mengkonfirmasikan kecurigaan terburuk di hati para pemimpin partai: bahwa Lenin telah menyebrang ke “Trotskisme”. Pergulatan faksional yang tajam menyusul, yang memuncak di Konferensi April di mana Lenin menang di semua lini. Krupskaya menulis:
“Kamerad-kamerad agak terkejut untuk sementara. Banyak dari mereka yang berpendapat Ilyich mengajukan masalah ini dengan cara yang terlalu kasar, dan masih terlalu pagi untuk berbicara mengenai revolusi sosialis.”[13]
Jelas Krupskaya menulis secara diplomatik di sini. Perselisihan pada saat itu adalah perselisihan yang paling serius, dan pergulatan internal ini, walaupun tidak berlangsung lama, diperjuangkan dengan tajam. Ketika Lenin pertama kali mengajukan posisinya di publik, para hadirin termangu.
Dalam memoarnya, Raskolnikov menceritakan apa yang terjadi saat Kamenev masuk ke kamarnya Lenin:
“Baru saja dia masuk dan duduk, Lenin langsung menoleh ke Kamerad Kamenev: ‘Artikel macam apa ini yang kamu tulis di Pravda? Kami telah membaca beberapa edisi Pravda, dan sungguh mengumpati kamu …’ kami dengar Ilyich mengatakan ini dengan nada layaknya seorang ayah yang menegur, sama sekali tidak menusuk hati.”[14]
Segera setelah tiba di stasiun Finlandia, dia diantar ke sebuah rumah mewah, milik seorang balerina yang terkenal, di mana di satu ruangan besar lengkap dengan grand piano dia disambut dengan pidato-pidato, sebuah pertunjukan yang dia benci:
“Perayaan untuk menghormati Ilyich digelar. Satu per satu pembicara menyampaikan rasa suka cita mereka yang terdalam akan kepulangan sang pemimpin veteran Partai ke Rusia.”
“Ilyich duduk dan menyimak semua pidato ini dengan tersenyum, menunggu dengan tidak sabar sampai mereka selesai.”
“Ketika daftar pembicara sudah habis, wajah Ilyich langsung terlihat berseri, dia berdiri dan mulai bekerja. Dia dengan tegas mengecam taktik-taktik yang telah dijalankan oleh kelompok-kelompok kepemimpinan Partai dan kamerad-kamerad individu sebelum kepulangannya. Dia dengan pedas mencemooh formula mendukung Pemerintah Provisional yang buruk itu, ‘selama … sampai saat itu’, dan meluncurkan slogan ‘Tidak secuil pun dukungan untuk pemerintahan kapitalis’, pada saat yang sama menyerukan Partai untuk berjuang agar kekuasaan diambil alih oleh Soviet, untuk revolusi sosialis.”
“Dengan menggunakan beberapa contoh yang mencolok, Kamerad Lenin dengan brilian menunjukkan kepalsuan dari kebijakan Pemerintah Provisional, kontradiksi mencolok antara janji-janjinya dan tindakan-tindakannya, antara ucapan dan tindakan, dan menekankan, tugas kita adalah mengekspos dengan tanpa belas-kasihan pretensi kontra-revolusioner dan anti-demokratik Pemerintah Provisional. Pidato Kamerad Lenin hampir satu jam lamanya. Para hadirin terus terpaku menyimak dengan intens. Pekerja-pekerja Partai yang paling bertanggung jawab ada di ruangan ini, tetapi bahkan bagi mereka apa yang Ilyich kemukakan adalah pengungkapan yang benar-benar baru. Apa yang Lenin paparkan adalah garis demarkasi antara taktik kemarin hari dengan taktik hari ini.”
“Kamerad Lenin mengajukan masalah yang ada dengan terang dan nyata: ‘Apa yang harus kita kerjakan?’ dan menyerukan kepada kita untuk meninggalkan posisi setengah-mengakui setengah-mendukung Pemerintah ke posisi tidak-mengakui dan berjuang melawan Pemerintah.”
“Kemenangan akhir kekuasaan Soviet, yang dilihat banyak orang sebagai sesuatu di kejauhan yang kabur dan di hari depan yang kurang lebih tidak pasti, dijadikan oleh Lenin sebagai sesuatu yang harus ditaklukkan dengan segera oleh revolusi, untuk dicapai dalam waktu pendek. Pidatonya adalah satu peristiwa yang sungguh bersejarah. Kamerad Lenin mengedepankan program politiknya, yang dia rumuskan esok harinya dalam tesis 4 April yang terkenal itu. Pidatonya sepenuhnya merombak cara berpikir para pemimpin Partai, dan mempersiapkan semua kerja kaum Bolshevik selanjutnya. Bukanlah tanpa alasan taktik Partai kami tidak mengikuti satu garis lurus, tetapi setelah kepulangan Lenin mengambil belokan tajam ke kiri.”[15]
Terkejut oleh tindakan pemimpin Bolshevik ini, yang begitu berbeda dengan letnan-letnannya di Petrograd, kaum Menshevik menuduh Lenin ingin memprovokasi kekerasan dan perang saudara. Dalam korannya Yedinstvo, Plekhanov menyebut tesis Lenin “ocehan tidak waras”. Tetapi sikap para pemimpin Bolshevik tidak terlalu berbeda. Ketika Tesis April Lenin diterbitkan di lembar-lembar Pravda pada 7 April, hanya nama Lenin yang tercantum sebagai penulis. Tidak ada satupun pemimpin lainnya yang siap menghubungkan nama mereka dengan posisi Lenin. Esok harinya, Pravda menerbitkan sebuah artikel oleh Kamenev berjudul Our Disagreements, yang memisahkan kepemimpinan Bolshevik dari posisi Lenin, dengan mengatakan bahwa artikel Lenin mewakili pandangan pribadinya, dan tidak mewakili pandangan Dewan Editorial Pravda ataupun Biro Komite Pusat.
Terlepas dari reaksi kaum Menshevik dan para pemimpin Bolshevik di Petrograd, Lenin tidak gila dan justru lebih “bersentuhan” dengan realitas dibandingkan kamerad-kameradnya di Rusia. Bagi Lenin, esensi permasalahan yang ada sangatlah sederhana: kita harus mempersiapkan kelas buruh untuk perebutan kekuasaan, dan tentu saja bukan langsung sekarang juga. Lenin bukanlah seorang avonturis, dan gagasan perebutan kekuasaan oleh minoritas sangatlah jauh dari pikirannya. Tidak. Tugas sekarang adalah mempersenjatai barisan pelopor kelas proletariat – yakni lapisan buruh dan muda yang paling maju – dengan perspektif memenangkan massa ke program revolusi sosialis sebagai satu-satunya jalan keluar. Ini dengan tepat meringkas esensi situasi yang ada. Tetapi perspektif ini berbenturan dengan slogan “kediktatoran proletariat dan tani”, yang semua orang tahu bukanlah slogan revolusi sosialis.
Perselisihan ini akhirnya dituntaskan di konferensi kota yang berlangsung dari 24-29 April, yang dikenal dalam sejarah sebagai Konferensi April. Konferensi ini dihadiri oleh 149 delegasi yang mewakili 79.000 anggota, dan 15.000 darinya di Petrograd. Ini sudah merupakan hasil yang luar biasa untuk sebuah partai yang belum lama yang lalu ada di bawah tanah, dan sekarang telah menjadi oposisi terhadap para pemimpin buruh arus utama. Jarang sekali ada momen di mana sejarah ditentukan oleh hasil sebuah pertemuan seperti ini. Dalam pergulatan terbuka, Lenin berhadap-hadapan dengan kolega-kolega lamanya yang telah berjuang bersamanya bertahun-tahun, yang, pada momen penentuan, justru menjadi musuh besarnya. Ironisnya, para “Bolshevik Tua” ini mengibarkan panji Leninisme! Mereka memajukan diri mereka sebagai pembela ortodoksi Leninis yang teringkas dalam slogan “kediktatoran demokratik proletariat dan tani”, yang Lenin ajukan pada 1905. Tetapi formula ini telah kedaluwarsa. Alur perkembangan revolusi telah membuat slogan ini mubazir.
Lenin dan Trotsky, seperti yang telah kita lihat, telah mencapai kesimpulan yang sama. Mereka memahami, pemerintah Kerensky tidak akan bisa secara serius menyelesaikan problem-problem yang dihadapi oleh buruh dan tani; tetapi ini persis karena pemerintahan Kerensky adalah pemerintahan borjuasi, dan bukan pemerintahan buruh dan tani. Hanya kediktatoran proletariat, yang beraliansi dengan kaum tani miskin, yang bisa memulai menyelesaikan tugas-tugas revolusi borjuis demokratik di Rusia. Seperti yang Trotsky tulis:
“Para ‘Bolshevik Tua’ – yang dengan munafik menggunakan nama ini pada April 1917 – ditakdirkan kalah persis karena mereka mempertahankan elemen tradisi partai yang sudah tidak lolos ujian sejarah.”[16]
Pergulatan dalam partai berlangsung singkat tetapi tajam. Kekuatan besar yang Lenin miliki adalah sokongan dari buruh-buruh Bolshevik, yang berdiri jauh di sisi kiri kepemimpinan partai. Mereka sedari awal telah merasa ada yang tidak beres dengan kebijakan partai, yang tidak sesuai dengan semua naluri dan tradisi mereka, karena kebijakan ini adalah kebijakan rekonsiliasi dengan kaum Menshevik dan kebijakan yang oportunis terhadap Pemerintah Provisional borjuis. Tetapi para buruh ini tidak mampu menjawab argumen-argumen ‘pintar’ dari para pemimpin seperti Kamenev dan Stalin yang menggunakan otoritas mereka untuk membungkam keragu-raguan anggota akar-rumput. Sebaliknya, Lenin mendasarkan dirinya pada dukungan akar-rumput kelas-buruh Partai yang seturut naluri mereka menerima tesis revolusionernya:
“Kaum buruh-revolusioner ini hanya kekurangan sumber-daya teori untuk membentengi posisi mereka. Tetapi mereka siap bergerak seketika mendengar seruan pertama yang terang. Pada lapisan buruh inilah, yang secara menentukan bangkit selama tahun-tahun pergolakan 1912-14, Lenin bersandar.”[17]
Saat Konferensi April digelar, pergulatan ini, secara praktis, telah dimenangkan oleh Lenin dan akar-rumput partai. Zalezhky, yang adalah anggota Komite Petrograd, mengatakan bahwa “distrik demi distrik mendukung tesis Lenin”.
Pidato pembukaan Lenin menekankan dimensi internasional revolusi Rusia:
“Kehormatan besar untuk memulai revolusi telah jatuh di pundak proletariat Rusia. Tetapi proletariat Rusia tidak boleh lupa bahwa gerakan dan revolusinya hanyalah bagian dari gerakan proletariat revolusioner sedunia, yang di Jerman, misalnya, tengah meraih momentum setiap harinya. Hanya dari sudut pandang ini kita bisa menetapkan tugas-tugas kita.”[18]
Inilah tembakan pembukaan dalam debat Konferensi April dan Lenin menimbang dengan cermat setiap kata yang diutarakannya. Apa maksudnya? Lenin menjawab argumen-argumen kaum Menshevik, Kamenev, dan Stalin bahwa kaum buruh Rusia tidak dapat mengambil alih kekuasaan karena kondisi objektif di Rusia yang terbelakang dan feodal tidak mengizinkannya. Dan jawaban Lenin: benar bahwa di Rusia kondisi-kondisi objektif untuk sosialisme tidaklah eksis, tetapi di skala dunia kondisi-kondisi ini telah eksis. Revolusi kita bukanlah satu peristiwa yang berdiri sendiri, tetapi adalah bagian dari revolusi dunia. Bila kita punya peluang untuk mengambil alih kekuasaan sebelum buruh Jerman, Prancis, dan Inggris, maka kita harus melakukan ini. Kita dapat memulai revolusi, mengambil alih kekuasaan, dan memulai transformasi masyarakat seturut garis-garis sosialis, dan ini akan memberikan dorongan kuat bagi revolusi yang sudah mulai matang di Eropa. Kita dapat memulai, dan dengan bantuan kelas buruh Jerman, Prancis, dan Inggris, kita akan menuntaskan tugas ini. Tentu saja, bila kita tidak memiliki perspektif revolusi internasional, tugas kita jelas tidak ada harapan. Tetapi ini bukan posisi kita. “Hanya dari sudut pandang ini kita dapat menetapkan tugas-tugas kita.” Tema yang sama ditekankan berulang kali oleh Lenin selama Konferensi April.
Ya, sekarang kita minoritas. Lalu, apa salahnya? Untuk menjadi seorang sosialis ketika sauvinisme mendominasi berarti menjadi minoritas. Untuk menjadi mayoritas berarti menjadi seorang sauvinis.
Resolusi Lenin dalam Current Situation, yang diajukannya dalam Konferensi April, menyatakan:
“Berada di salah satu negeri paling terbelakang di Eropa di tengah populasi tani kecil yang luas, kelas proletariat Rusia tidak bisa langsung menerapkan perubahan-perubahan sosialis.”
“Tetapi akan menjadi sebuah kekeliruan fatal, dan dalam praktiknya pembelotan penuh ke sisi borjuasi, untuk menyimpulkan dari sini kalau kelas buruh oleh karenanya harus mendukung kelas borjuasi, atau mereka harus membatasi aktivitasnya dalam batas-batas yang bisa diterima oleh borjuasi kecil, atau proletariat harus menyangkal peran kepemimpinannya dalam menerangkan kepada rakyat urgensi untuk mengambil sejumlah langkah praktis menuju sosialisme, yang mana waktunya sudah matang sekarang.”
“Dari premis pertama, orang biasa menarik kesimpulan bahwa ‘Rusia adalah sebuah negeri terbelakang, sebuah negeri tani, borjuis-kecil, oleh karenanya mustahil untuk berbicara mengenai revolusi sosial.’ Namun mereka lupa bahwa perang telah menempatkan kita dalam kondisi yang luar biasa, dan bersanding dengan borjuasi kecil ada Kapitalis Besar. Tetapi apa yang seharusnya dilakukan oleh Soviet Perwakilan Buruh dan Tentara setelah mereka mengambil kekuasaan? Apakah mereka harus bergabung dengan borjuasi? Jawaban kami adalah kelas buruh akan melanjutkan perjuangan kelasnya.”[19]
Di Letters on Tactics, yang ditulisnya sebelum Konferensi April, Lenin menulis:
“Tetapi pada titik ini kita mendengar riuh protes dari orang-orang yang dengan senang hati memanggil diri mereka sendiri ‘Bolshevik Tua’. Mereka mengatakan, bukankah kita selalu mengatakan bahwa revolusi borjuis-demokratik hanya akan dituntaskan oleh ‘kediktatoran demokratik-revolusioner proletariat dan tani’? Apakah revolusi agraria, yang juga merupakan revolusi borjuis-demokratik, sudah tuntas? Bukankah adalah fakta, justru sebaliknya, bahwa revolusi borjuis-demokratik bahkan belum dimulai?’”
“Jawaban saya: slogan-slogan dan gagasan-gagasan Bolshevik secara keseluruhan sudah terkonfirmasi oleh sejarah; tetapi secara konkret peristiwa-peristiwa telah berkembang dengan berbeda; mereka lebih orisinal, lebih khas, lebih beragam daripada yang bisa dibayangkan oleh semua orang.”
“Untuk mengabaikan atau mengesampingkan fakta ini berarti meniru para ‘Bolshevik Tua’ yang telah lebih dari sekali memainkan peran yang begitu disesalkan dalam sejarah Partai kita dengan mengulang-ulang seperti orang bodoh formula-formula yang dipelajari dengan menghafal alih-alih mempelajari corak-corak unik dari realitas yang baru dan hidup.”[20]
Menjawab elemen-elemen yang menekankan bahwa proletariat harus mematuhi “hukum besi tahapan-tahapan sejarah”, tidak diperbolehkan “meloncati Februari”, harus “melalui tahapan revolusi borjuis”, dan yang oleh karenanya mencoba menutupi kepengecutan, kebingungan dan impotensi mereka sendiri dengan membawa-bawa “faktor objektif”, Lenin menjawab dengan sinis:
“Mengapa mereka tidak mengambil kekuasaan? Steklov menjawab: karena alasan ini dan itu. Ini omong kosong. Kenyataannya adalah bahwa proletariat tidak cukup terorganisir dan tidak cukup berkesadaran kelas. Ini harus diakui; kekuatan material ada di tangan proletariat, tetapi borjuasi ternyata lebih siap dan sadar kelas. Ini adalah kenyataan yang buruk, tetapi ini harus secara jujur dan terbuka diakui, dan rakyat harus diberitahu bahwa mereka tidak mengambil kekuasaan karena mereka tidak cukup terorganisir dan tidak cukup sadar.”[21]
Tidak ada alasan objektif mengapa buruh – yang menggenggam kekuasaan di tangan mereka – tidak mampu menyingkirkan borjuasi pada Februari 1917, tidak ada alasan selain ketidaksiapan, kurangnya organisasi, dan kurangnya kesadaran. Tetapi ini, seperti yang Lenin jelaskan, hanyalah sisi terang dari pengkhianatan besar terhadap revolusi oleh semua partai “buruh” dan “tani” (Partai Menshevik dan Partai Sosial-Revolusioner). Tanpa sokongan dari Partai Menshevik dan SR di Soviet, Pemerintah Provisional tidak akan mungkin bisa bertahan barang satu jam pun. Inilah mengapa Lenin menghantarkan kritik paling pedasnya ke elemen-elemen dalam kepemimpinan Bolshevik yang ingin menggandeng Menshevik-SR, yang telah membuat bingung massa, dan menggelincirkan mereka dari jalan ke kekuasaan. Lenin menulis:
“Orang yang kini berbicara hanya mengenai ‘kediktatoran demokratik-revolusioner proletariat dan tani’ sudah tertinggal oleh laju waktu, dan oleh karenanya dia secara efektif telah menyeberang ke sisi borjuasi kecil dalam melawan perjuangan kelas proletariat; orang seperti ini baiknya disimpan di museum antik ‘Bolshevik’ pra-revolusi (yang dapat juga disebut museum ‘Bolshevik Tua’).”
Mengenai kekuasaan kelas buruh dan impotensi Pemerintah Provisional, Lenin menunjukkan:
“Fakta ini tidak sesuai dengan skema-skema lama. Kita harus tahu bagaimana mengadaptasi skema ke fakta, dan bukannya mengulang-ulang ujar-ujaran umum mengenai ‘kediktatoran proletariat dan tani’ yang sekarang sudah tidak lagi memiliki makna apapun.”
Dan lagi:
“Apakah realitas ini [kekuasaan ganda] termaktub dalam formula Bolshevik-lama Kamerad Kamenev, yang mengatakan bahwa ‘revolusi borjuis-demokratik belum tuntas’?”
“Tidak. Formula ini sudah usang, tidak lagi berguna sama sekali dan mati. Dan tidak ada gunanya mencoba membangkitkannya kembali.”[22]
Ada satu poin yang terutama ditekankan oleh Lenin. Adalah esensial bagi Partai Bolshevik untuk mempertahankan kemandirian absolut dari semua tendensi politik lainnya. Lenin sangat memahami, dalam atmosfer euforia akan ada dorongan kuat ke arah unifikasi ‘semua tendensi progresif’. Sejarah konsiliasionisme di antara kaum Bolshevik Tua, terutama Kamenev, membuat Lenin cemas. Inilah mengapa dia menulis di telegram pertamanya: “Tidak boleh ada konsiliasi dengan partai-partai lain.” Di sisi lain, di Konferensi April, Stalin sudah mempertimbangkan untuk mengatasi “perselisihan-perselisihan pendapat remeh-temeh” dalam kerangka sebuah partai yang menyatukan kaum Bolshevik dan Menshevik. Sebuah partai yang lebih besar berarti lebih banyak anggota, lebih banyak uang, aparatus yang lebih besar, dan dengan demikian panggung yang lebih besar untuk mengembangkan aktivitas-aktivitasnya. Dibandingkan dengan ini, apalah artinya beberapa perbedaan teoritis yang “remeh temeh”? Di sini, dalam bentuk yang terutama kasar, kita saksikan perbedaan antara psikologi seorang revolusioner dan seorang birokrat.
Para Bolshevik Tua mengira mereka bisa bersatu dengan Menshevik di atas basis “prinsip Zimmerwald-Kienthal” justru ketika gerakan Zimmerwald sudah menghabiskan misi historisnya dan ada dalam proses perpecahan. Walau bagaimanapun, Zimmerwald sejak awal adalah sebuah kompromi, sebuah langkah transisional ke arah sebuah Internasional yang baru dan sungguh-sungguh revolusioner. Lenin sudah memantapkan pendiriannya. Slogan Lenin adalah bukan kembali ke Zimmerwald tetapi maju melangkah ke Internasional Ketiga. Dalam suratnya ke Radek tertanggal 29 Mei, dia menulis:
“Saya sepenuhnya setuju dengan kamu bahwa Zimmerwald telah menjadi batu penghambat dan semakin cepat kita pecah dengannya semakin baik (kamu tahu sendiri bahwa saya tidak setuju dengan konferensi [Konferensi April] mengenai poin ini). Kita harus mempercepat digelarnya pertemuan kaum Kiri, sebuah pertemuan internasional dan hanya untuk kaum Kiri.”
Satu minggu kemudian dia menulis:
“Bila memang benar kalau Grimm yang karut dan keji ini (tidaklah heran kita tidak pernah percaya pada priayi bajingan ini!) telah menyerahkan semua masalah Zimmerwald ke Kaum Kiri Swedia dan yang belakangan ini akan menggelar konferensi Zimmerwald beberapa hari kemudian, maka saya – secara pribadi (saya hanya menulis ini atas nama saya sendiri) – akan memberi peringatan keras untuk tidak terlibat sama sekali dengan Zimmerwald.”
“Hari ini Grigory [Zinoviev] mengatakan, ‘Sungguh kesempatan yang baik untuk merebut Zimmerwald Internasional sekarang.’”
“Menurut pendapat saya, ini adalah taktik yang super-oportunis dan berbahaya.”[23]
Koalisi Pertama
Problem paling utama yang dihadapi oleh Revolusi Rusia adalah masalah perang dan ketidakpuasan para serdadu yang semakin mendalam. Setelah tumbangnya rezim yang lama, para serdadu secara spontan bergerak menyingkirkan perwira-perwira yang menentang revolusi. Mereka yang bermantel abu-abu ini menuntut hak mereka untuk diperlakukan seperti manusia, bukan binatang. Dari sini, lahirlah Perintah Nomor Satu yang termasyhur itu, yang Trotsky sebut sebagai “satu-satunya dokumen yang bernilai dari Revolusi Februari”.[24] Inisiatif untuk dokumen luar biasa ini datang dari akar-rumput. Dalam dokumen ini bisa kita dengar suara sesungguhnya dari garis depan peperangan, suara yang penuh derita tetapi juga penuh harapan dari para serdadu yang menatap kematian di depan mata mereka, yang belumlah kehilangan martabat manusia mereka dan kehendak mereka untuk diperlakukan seperti manusia. Di sinilah kita temui wajah Revolusi Februari yang sesungguhnya, bukan dari pidato-pidato apik dan artifisial oleh para politisi, tetapi dari massa yang baru saja terbangunkan ke kehidupan politik, yang berjuang demi hak-hak dan kebebasan demokratik, untuk menyingkirkan hierarki lama dan perbudakan. Perintah Nomor Satu mengekspresikan aspirasi demokratik dan revolusioner massa lebih baik daripada apapun:
Tuntutan-tuntutan yang dikedepankan mewakili ikrar tentara yang sejati:
“Komite terpilih di setiap tingkatan angkatan darat dan laut.”
“Pemilihan perwakilan Soviet di mana pemilihan ini belum diselenggarakan.”
“Tentara hanya akan mematuhi Soviet dan komite-komitenya.”
“Perintah dari Pemerintah Provisional akan dipatuhi hanya bila perintah tersebut tidak berbenturan dengan perintah Soviet.”
“Semua senjata diletakkan di bawah kendali komite-komite tentara, dan tidak boleh sama sekali diserahkan ke perwira.”
“Saat bertugas, jaga kedisiplinan secara ketat; saat tidak bertugas dan di luar barak, kebebasan dan hak sipil penuh.”
“Hapus gelar-gelar perwira, tidak boleh ada ‘bull’ (gelar perwira senior); perwira dilarang berlaku kasar kepada serdadu, dan terutama dilarang menggunakan bentuk sapaan ‘ty’[25] ketika berbicara dengan serdadu.”
Tuntutan-tuntutan ini seperti bom yang mengguncang para perwira reaksioner dan sahabat-sahabat politik mereka di Pemerintah Provisional. Perintah Nomor Satu menjadi tantangan terhadap “hak ilahi” autokratik kasta perwira untuk memerintah, dan dengan secara tidak langsung juga menjadi tantangan terhadap pilar-pilar tatanan borjuis yang ada. “Komite Duma Provisional” langsung berbenturan dengan para perwakilan serdadu yang merumuskan Perintah Nomor Satu untuk garnisun Petrograd. Para perwira reaksioner, yang kini mengenakan lencana republik di seragam mereka, mencoba mencegah agar Perintah Nomor Satu tidak menyebar ke garis depan, dengan dalih bahwa ini “murni urusan Petrograd”. Para perwira reaksioner ini didukung oleh SR dan Menshevik, yang juga resah ingin menghentikan “kegilaan” revolusioner dan memulihkan ketertiban (borjuis). Sia-sia. Tuntutan untuk hak-hak demokratik yang termaktub dalam “piagam tentara” ini menyebar bak api liar ke seluruh angkatan bersenjata. Pergulatan seputar masalah Perintah Nomor Satu menjadi antisipasi apa yang akan datang.
Yang diinginkan oleh para serdadu adalah perdamaian segera tanpa aneksasi atau ganti rugi perang. Para pemimpin Soviet berpidato banyak mengenai “perdamaian yang adil”, tetapi selama kekuasaan tetap ada di tangan para bankir dan industrialis, yang terikat tangan dan kakinya pada kepentingan kapital Anglo-Perancis, ini hanyalah mimpi. Selama musim semi 1917, ketidakpuasan serdadu terus tumbuh, sementara pemerintah menunda-nunda masalah perdamaian. Kaum borjuasi, lewat perwakilan utamanya dalam pemerintah, Milyukov, tidak merahasiakan niat mereka untuk melanjutkan perang ini sampai ke “kemenangan akhir”. Ini membuat geram para serdadu dan menciptakan kondisi eksplosif di Petrograd.
Proses-proses yang bergulir setelah Februari dapat disaksikan di setiap revolusi. Tumbangnya rezim lama disambut dengan antusiasme oleh massa. Ada kegembiraan di mana-mana karena semua orang menemukan kebebasan baru. Ini adalah tahapan ilusi demokrasi, sebuah karnaval di mana orang-orang mabuk kepayang dengan sensasi kemerdekaan dan harapan tanpa batas. Namun, festival yang meriah ini tidak bertahan lama. Ilusi yang begitu besar ini dengan cepat berbalik menjadi kekecewaan mendalam, karena harapan berbenturan dengan realitas yang keras. “Kita telah memukul sang ular, tetapi belum membunuhnya,” seperti ujar MacBeth oleh Shakespeare. Perlahan-lahan, massa mulai menyadari bahwa di balik semua gemerlap perayaan dan pidato tidak ada satupun hal yang sungguh-sungguh berubah. Tatanan yang lama hanya menukar kemasan baru, tetapi tuan-tuan lama yang sama masih berkuasa, dan begitu juga problem-problem lama yang sama.
Gelombang kekecewaan ini menyebar dengan tidak merata. Ini pertama-tama menemukan ekspresinya di antara lapisan rakyat yang paling maju. Mereka menyadari dengan agak kabur bahwa kekuasaan yang telah mereka menangkan dengan begitu susah payah dan memakan begitu banyak pengorbanan tengah lolos dari genggaman tangan mereka. Menyadari ini, lapisan pelopor maju ini, seturut naluri mereka, memberontak keras. Ini adalah momen paling berbahaya bagi revolusi. Lapisan pelopor massa memahami ini lebih baik daripada massa luas, dan dengan tidak sabar bergerak maju. Tetapi adalah perlu untuk memenangkan massa luas, yang kesadarannya masih tertinggal dan masih belum menarik kesimpulan yang diperlukan. Bila lapisan pelopor pecah dari massa di belakang mereka, lapisan pelopor ini dapat terisolasi dan dihantam dengan mudah oleh reaksi. Di bawah kondisi seperti ini, tugas partai adalah berusaha untuk menahan elemen-elemen maju ini, untuk menghindari pertempuran besar sampai tibanya dan siapnya batalion cadangan.
Proses aproksimasi suksesif, di mana massa mencari partai politik yang paling mengekspresikan aspirasi mereka, dimulai langsung setelah revolusi pecah. Ada serangkaian aproksimasi, yang dapat diumpamakan seperti pertempuran-pertempuran kecil, di mana massa menguji pertahanan lawannya dan kekuatan tempur mereka sendiri. Pertempuran-pertempuran kecil ini mengambil bentuk demo massa, dimulai pada bulan April ketika ribuan buruh, tentara dan kelasi tumpah ruah di jalan-jalan Petrograd, membawa spanduk-spanduk dengan slogan: “Turunkan Milyukov!” “Tolak Politik Aneksasi!” dan bahkan slogan ultra-kiri seperti “Tumbangkan Pemerintah Provisional!” Ini jelas adalah slogan-slogan Bolshevik, tetapi demo ini sendiri tidaklah diserukan oleh Partai. Seperti yang dijelaskan oleh sejarawan Alexander Rabinowitch:
“Anggota partai akar-rumput dari garnisun dan pabrik jelas membantu memprovokasi demo-demo ini, walaupun Komite Pusat tidak terlibat di dalamnya sampai setelah gerakan ini sudah dimulai; setelah itu, kepemimpinan tinggi partai menyetujui demonstrasi ini. Elemen-elemen impulsif di dalam organisasi partai Petrograd dan di dalam Organisasi Militer Bolshevik, yang responsif pada konstituen militer mereka dan khawatir kalah pengaruh dengan kaum anarkis, mengambil posisi yang jauh lebih radikal; beberapa pengurus Komite Petersburg menyiapkan dan menyebarkan secara luas sebuah selebaran yang menyerukan, atas nama partai, penumbangan Pemerintah Provisional dengan segera dan penangkapan para menteri kabinet.”[26]
Tujuan segera demonstrasi ini adalah memprotes rencana pemerintah untuk melanjutkan perang. Tetapi masalah perang ini mengedepankan masalah kekuasaan. Mobilisasi April adalah yang pertama dalam serangkaian demonstrasi massa di mana massa berusaha memaksa Pemerintah Provisional dan para pemimpin Soviet untuk mendengarkan aspirasi mereka. Secara esensi, demo-demo ini adalah seperti pertempuran-pertempuran kecil dalam perang, yang tujuannya adalah menguji kelemahan musuh dan memungkinkan buruh dan tentara untuk menguji kekuatan mereka. Yang penting dicatat, para demonstran hanya setuju untuk bubar saat diminta oleh Soviet Petrograd, dan tidak mematuhi perintah Pemerintah untuk bubar. Detail ini mengungkapkan semuanya. Kekuasaan yang sesungguhnya ada di tangan para pemimpin reformis dan kaum sosialis moderat dalam Soviet, dan bukan di tangan Pemerintah Provisional yang dibenci dan tidak dipercayai massa. Tetapi para pemimpin reformis Soviet sangatlah takut pada kekuasaan yang mereka miliki ini. Massa harus memaksa kaum reformis ini untuk masuk ke dalam pemerintahan. Inilah esensi mobilisasi April yang sesungguhnya. Ledakan massa ke jalan-jalan langsung memberi hasil. Pemerintah jatuh ke dalam krisis, dan kelas borjuasi terpaksa menyerahkan kesulitan ini ke para pemimpin reformis.
Mobilisasi April adalah tes kekuatan pertama antara kelas buruh dan Pemerintah Provisional beserta pendukung sosialis sayap-kanan mereka. Dan mobilisasi ini berhasil. Dua menteri borjuis yang paling dibenci karena kebijakan pro-perang mereka, Guchkov dan Milyukov, terpaksa mundur, dan beberapa anggota Soviet memasuki kabinet pemerintah. Menshevik dari Georgia, Irakli Tsereteli, menjadi Menteri Pos dan Telegraf. Veteran Sosial-Revolusioner Chernov menjadi Menteri Pertanian. Alexei Peshekonov, ketua Partai Sosialis Kerakyatan, menjadi Menteri Persediaan Bahan Makanan. Pavel Pereverzev menduduki pos Menteri Hukum, dan Kerensky menjadi Menteri Perang dan Angkatan Laut. Dengan demikian, para pemimpin Soviet menerima tanggung jawab langsung untuk Pemerintah Provisional, dan tidak lagi hanya mendukungnya dari luar. Koalisi yang pertama telah terbentuk.
Rakyat umumnya menyambut ini sebagai tanda bahwa menteri-menteri “mereka” akan mengubah arah kebijakan pemerintah. Tetapi Lenin langsung mengecam partisipasi Menshevik dan SR di dalam pemerintah, dengan menunjukkan bahwa bergabungnya SR dan Menshevik ke dalam Pemerintah Provisional borjuis “menyelamatkan pemerintah ini dari keruntuhan dan membuat diri mereka menjadi pelayan dan pembelanya”.[27] Para pemimpin Soviet, secara efektif, menjadi tahanan para menteri borjuis yang menjabat posisi-posisi penting. Mereka menerima jabatan menteri, sementara kekuasaan yang sesungguhnya ada di tangan kaum tuan tanah dan kapitalis. Tetapi, sekarang ada kekuasaan alternatif, yakni Soviet, yang menunggu dengan resah untuk menyelesaikan problem-problem rakyat yang paling mendesak. Takut menyinggung kaum borjuasi, yang, seturut dogma “revolusi dua-tahap”, adalah kelas yang seharusnya berkuasa, para pemimpin reformis berperan sebagai kedok kiri untuk Pemerintah Provisional. Sementara, Pemerintah Provisional, pada gilirannya, hanyalah kedok yang di baliknya bersembunyi kekuatan reaksi yang tengah menghimpun kembali kekuatan mereka dan mempersiapkan serangan balik, setelah massa sudah cukup terdemoralisasi dan kecewa dengan politik koalisi.
Koalisi antara pimpinan buruh dengan borjuasi ini dipenuhi dengan kontradiksi-kontradiksi yang kusut, yang melumpuhkannya sedari awal. Pada dasarnya, koalisi semacam ini kita temui sepanjang sejarah, dari Millerandisme[28] di Prancis, koalisi Lib-Lab (Partai Liberal dengan Partai Buruh)[29] yang diusung oleh para pemimpin buruh Inggris, sampai ke pemerintahan Front Rakyat di Prancis dan Spanyol pada 1930an.[30] Semua ini dijustifikasi dengan dalih “persatuan kekuatan-kekuatan progresif” dan “persatuan nasional” – slogan yang paling hampa, yang berarti “persatuan” antara kuda dan penunggangnya. Pada kenyataannya, melalui koalisi semacam ini, borjuasi menggunakan dan mendiskreditkan para pemimpin buruh untuk mematahkan semangat massa, sementara di belakang layar mereka menyiapkan reaksi. Pemerintah Provisional setelah bulan April adalah koalisi semacam ini. Para pemimpin Soviet ditempatkan di kementerian-kementerian yang akan membenturkan mereka dengan aspirasi buruh dan tani: kementerian perburuhan, pertanian, dsb. Kerensky, yang cukup populer, dipercayai dengan tugas mendisiplinkan para serdadu dan memaksa mereka untuk menerima ofensif militer baru atas nama “perdamaian, progres, dan demokrasi”.
Masuknya para menteri “sosialis” ke dalam Pemerintah Provisional adalah titik balik. Dengan ini, buruh dan tani dapat memperbandingkan ucapan dan tindakan, dan ini akan mengekspos para pemimpin buruh reformis dalam praktik. Tetapi elemen yang paling menentukan adalah ini. Di bawah panduan Lenin, Partai Bolshevik tidak bergabung dalam koalisi ini dan menentangnya secara tegas. Apa yang saat itu tampak seperti posisi yang utopis dan sektarian kini terungkap sebagai satu-satunya posisi yang realistis bagi sebuah partai revolusioner. Inilah kunci keberhasilan Partai Bolshevik dan alasan mengapa di bulan-bulan selanjutnya mereka tumbuh dengan pesat sementara Partai Menshevik dan SR kehilangan dukungan. Seperti yang dipaparkan oleh sejarawan Rabinowitch:
“Segera setelah mereka bergabung dengan koalisi pertama, kaum sosialis moderat menjadi identik dengan kelemahan Pemerintah Provisional. Hanya Partai Bolshevik, di antara kelompok-kelompok politik utama lainnya di Rusia, yang tetap bersih dan tidak terhubungkan dengan Pemerintah Provisional, sehingga mereka dapat secara bebas mengorganisir oposisi terhadapnya, sebuah situasi yang dimanfaatkan sepenuhnya oleh Partai Bolshevik.”[31]
Tetapi sayap revolusioner menghadapi perjuangan yang sulit dan terjal, yang tampaknya mustahil pada awalnya. Slogan-slogan mereka tampaknya terlalu maju untuk massa rakyat. Para pemimpin Menshevik dan SR, di sisi lain, menawarkan kepada massa apa yang tampaknya seperti pilihan yang mudah. Revolusi telah menang. Rusia sekarang adalah negeri yang paling bebas di seluruh dunia. Dengan sedikit kesabaran, semua problem akan diselesaikan. Apa yang diperlukan sekarang adalah semua orang bersatu dan mengesampingkan perbedaan mereka, dan semua akan baik-baik saja. Tekanan persatuan yang besar ini adalah salah satu alasan mengapa Kamenev dan Stalin berkapitulasi pada Menshevik sebelum kepulangan Lenin. Kekeliruan mereka adalah karena mereka hanya melihat apa yang ada di depan mata mereka, dan tidak melihat proses yang tengah bergulir di bawah permukaan, yang akan menjungkirbalikkan segala hal. Basis filsafat dari semua bentuk reformisme adalah empirisme vulgar yang bertabir “realisme”, atau, seperti kata Trotsky, pemujaan layaknya budak terhadap fakta. Tetapi apa yang merupakan “fakta” di satu momen dapat menjadi fiksi di momen selanjutnya. Agar massa dapat menarik kesimpulan yang diperlukan, dibutuhkan dua hal: pertama, rakyat pekerja, lewat pengalaman mereka sendiri, menjadi paham akan situasi mereka yang sesungguhnya; dan kedua, ada partai revolusioner dengan kepemimpinan yang mampu menerawang jauh ke depan, siap mendampingi rakyat pekerja dalam pengalaman mereka, dan menjelaskan signifikansi pengalaman mereka di setiap tahapannya.
Tetapi massa tidak menarik kesimpulan yang sama pada saat yang bersamaan. Pada Juni-Juli, selapisan buruh dan kelasi yang maju di Petrograd telah mencapai kesimpulan bahwa Pemerintah Provisional dan para pemimpin Soviet adalah penghalang revolusi Rusia. Demikian juga, selapisan aktivis Partai Bolshevik, karena tidak sabaran, ingin bergerak terlalu cepat dan terlalu maju. Seperti kaum ultra-kiri dan anarkis, mereka mengedepankan slogan “Tumbangkan Pemerintah Provisional”. Ini adalah slogan insureksi. Apa sikap yang diambil Lenin? Dia sepenuhnya menolak slogan ini. Mengapa? Karena slogan seperti ini tidak sesuai dengan tahapan gerakan yang sesungguhnya pada saat itu. Lenin, yang adalah seorang revolusioner dari ujung kaki sampai ujung rambut, dengan tegas menentang slogan ini, dan sebaliknya dia mengorientasikan Partai untuk memenangkan massa, dan menekankan pentingnya “menjelaskan dengan sabar”. Masalahnya, massa luas kelas buruh di provinsi-provinsi yang lebih terbelakang belum memahami peran buruk para pemimpin reformis di Soviet, dan apalagi kaum tani. Partai Bolshevik telah berhasil memenangkan lapisan kelas buruh yang paling maju. Tetapi akan menjadi satu kesalahan yang fatal kalau kita membenturkan lapisan yang maju ini dengan mayoritas pekerja yang kurang sadar-kelas dan masih punya ilusi terhadap Menshevik dan SR. Mendasarkan diri mereka pada lapisan buruh maju, Bolshevik sekarang harus mencari jalan untuk memenangkan mayoritas buruh.
Pertumbuhan Bolshevisme yang eksplosif dalam waktu 9 bulan dari Februari sampai Oktober adalah sebuah fenomena yang akan sulit kita temukan paralelnya dalam sejarah. Tahun 1917 dengan sempurna meringkas seluruh esensi dan makna sejarah Bolshevisme. Semua program, kebijakan, taktik, dan strategi akhirnya harus diuji dalam praktik. Dan ini terutama berlaku selama revolusi. Melihat kembali ke pengalaman Revolusi Rusia, Trotsky berkomentar:
“Namun, kita harus ingat bahwa pada awal 1917 Partai Bolshevik hanya memimpin segelintir buruh. Tidak hanya di soviet tentara, tetapi juga di soviet buruh, fraksi Bolshevik umumnya hanya memiliki 1 sampai 2 persen dukungan, paling tinggi 5 persen. Partai-partai demokrasi borjuis-kecil yang memimpin (Menshevik dan Sosial-Revolusioner) menikmati dukungan setidaknya dari 95 persen buruh, serdadu dan tani yang berpartisipasi dalam perjuangan. Para pemimpin partai-partai ini pertama-tama menuduh Bolshevik sebagai kaum sektarian dan lalu … agen Kaisar Jerman. Tetapi tidak, kaum Bolshevik bukankah kaum sektarian! Seluruh perhatian mereka ditujukan ke massa, dan terlebih lagi bukan ke lapisan atas massa, tetapi ke lapisan paling bawah, jutaan massa yang paling tertindas, yang biasanya dilupakan oleh para pengicau parlementer. Justru untuk bisa memimpin kaum proletariat dan semi-proletariat kota dan desa, Partai Bolshevik menganggap perlu untuk memisahkan diri mereka secara tegas dari semua faksi dan kelompok borjuis, dimulai dari kaum ‘sosialis’ palsu yang sesungguhnya adalah agen borjuasi.”[32]
Seperti yang telah kita jabarkan sebelumnya, Partai Bolshevik sebelum perang telah berhasil memenangkan mayoritas besar kaum buruh yang berserikat. Dalam pengertian ini, Partai Bolshevik adalah partai tradisional kelas buruh Rusia. Tetapi selama perang, perimbangan kekuatan-kekuatan kelas berubah secara drastis. Kaum muda – “konstituen” alami Bolshevisme – direkrut masuk ke dalam angkatan bersenjata. Sebagian besar kader buruh berpengalaman juga dimobilisasi ke garis depan peperangan, di mana mereka tenggelam dalam lautan tani yang terbelakang dan buta politik. Organisasi-organisasi buruh luluh lantak akibat gelombang penangkapan oleh polisi. Buruh menundukkan kepala mereka. Masuknya dalam jumlah besar elemen-elemen buruh yang hijau ke dalam pabrik-pabrik – petani, perempuan, dan pemuda mentah – memperparah situasi pada awalnya. Di bawah kondisi seperti ini, tidak ada peluang untuk bergerak maju secara serius. Yang bisa dilakukan adalah mempertahankan kader-kader yang tersisa dan mempersiapkan diri untuk perubahan situasi.
Sulit untuk menghitung dengan akurat jumlah anggota Partai Bolshevik pada 1917, dan tiap penulis memberi estimasi berbeda. Bol’shoya Sovietskaya Encyclopedia (Ensiklopedia Soviet) memberi estimasi “resmi” 23.600 anggota pada Januari 1917, sebelum pecahnya revolusi. Tetapi perkiraan ini jelas melebih-lebihkan. 8.000 anggota di seluruh Rusia sebelum revolusi mungkin tidak jauh dari angka yang sesungguhnya. Rabinowitch memperkirakan ada 2.000 anggota di Petrograd pada Februari dan jumlah anggota partai di seluruh Rusia meningkat dua kali lipat menjadi 16.000 pada April:
“Pada bulan Februari, ada sekitar 2.000 Bolshevik di Petrograd. Pada pembukaan Konferensi April, jumlah keanggotaan partai telah naik sampai 16.000. Pada akhir Juni, jumlah anggota mencapai 32.000, sementara 2.000 tentara garnisun telah bergabung dengan Organisasi Militer Bolshevik dan 4.000 tentara telah terlibat dengan ‘Club Pravda’ …”
Mayoritas anggota baru ini sangatlah hijau, seperti yang dijelaskan Rabinowitch:
“Pertumbuhan pesat partai sejak Februari telah membanjiri partai dengan anggota-anggota yang tidak tahu apapun mengenai Marxisme dan yang hanya tersatukan oleh ketidaksabaran untuk segera mengambil tindakan revolusioner.”[33]
Influks pesat rekrut-rekrut muda yang segar, dan kebanyakan dari mereka adalah anak muda (Menshevik mencemooh Bolshevik sebagai “partainya anak ingusan”), adalah salah satu alasan utama mengapa Lenin berhasil mematahkan resistensi para “Bolshevik Tua” yang konservatif. Ini mengubah partai. Marcel Liebman menulis:
“Sejak April 1917, Partai Bolshevik diperkukuh oleh influks anggota-anggota baru dalam skala besar dan tanpa henti. Influks ini membantu mematahkan nukleus ‘Bolshevik Tua’ yang mengklaim sebagai penjaga ortodoksi Leninis. Gelombang anggota-anggota baru ini, yang telah teradikalisasi oleh peristiwa-peristiwa revolusioner dan tidak dilumpuhkan oleh prinsip-prinsip yang ortodoks, menenggelamkan nukleus ‘Bolshevik Tua’.”[34]
Ciri yang paling signifikan dari Partai Bolshevik pada 1917 adalah komposisinya yang sangat muda. Dengan satu pengecualian, semua anggota Biro partai di Moskow berumur di bawah 30 tahun. Ada konflik antara Biro dengan Komite Partai Moskow, yang anggota-anggotanya lebih tua dan konservatif. Dalam biografi Bukharin, Stephen F. Cohen menerangkan situasi Partai Bolshevik di Moskow pada saat itu:
“Walaupun mayoritas anggota Komite Moskow akhirnya mendukung insureksi, respons mereka terhadap posisi radikal yang diajukan oleh Lenin dan Sayap Kiri lambat dan setengah-hati. Kebanyakan anggota senior Komite Moskow percaya bahwa ‘Tidak ada kekuatan dan kondisi objektif untuk insureksi’. Para pemimpin Biro, yang tak henti-hentinya menekan para senior mereka, terus merasa cemas bahkan sampai pada bulan Oktober kalau-kalau mood ‘cinta damai’ dan ‘kebimbangan besar’ di dalam Komite Moskow akan menjadi fatal ‘pada momen penentuan’. Sebagai konsekuensinya, kendati dukungan radikal dari sejumlah Bolshevik yang lebih tua di Moskow, kaum muda Moskow cenderung melihat kemenangan akhir di Moskow sebagai pencapaian pribadi mereka, tour de force generasi mereka. Seperti yang dikatakan oleh Osinsky di kemudian hari, mereka telah memimpin perjuangan perebutan kekuasaan ‘dengan melawan resistensi dari sebagian besar generasi tua perangkat partai di Moskow’.”[35]
“Seluruh Kekuasaan untuk Soviet”
Setelah berhasil memenangkan Partai ke tujuan revolusi baru yang dipimpin oleh kelas buruh, Lenin memetakan langkah selanjutnya, yaitu memenangkan massa. Tidak ada yang lebih jauh dari kebenaran selain fitnah yang terus dilontarkan bahwa Lenin adalah seorang konspirator, yang dengan segelintir kaum revolusioner siap merebut kekuasaan, seperti yang dipercaya oleh Blanqui, tokoh revolusioner besar Perancis pada abad ke-19. Tanpa meragukan barang sedetik pun ketulusan dan kepahlawanan Blanqui, yang mengembangkan wawasan penting dalam teknik insureksi, Lenin tidak pernah percaya bahwa revolusi sosialis dapat dimenangkan oleh segelintir orang. Dalam seluruh hidupnya, Lenin mempertahankan kepercayaannya dalam potensi revolusioner dan kapasitas kreatif kelas buruh. Sosialisme harus berdasarkan gerak mandiri proletariat, dan partisipasi aktif proletariat serta kendalinya atas masyarakat sejak awal. Bahkan sebelum dia kembali ke Rusia, ada sejumlah Bolshevik yang, termotivasi oleh ketidaksabaran mereka, memajukan slogan “Tumbangkan Pemerintah Provisional”. Ini adalah slogan ultra-kiri, karena massa buruh masih ada di bawah pengaruh para pemimpin reformis Soviet, yang mendukung Pemerintah Provisional. Tugas yang dihadapi oleh Partai Bolshevik pada saat itu bukankah menaklukkan kekuasaan, tetapi menaklukkan massa. Gagasan ini diringkas oleh Lenin dalam semboyannya yang terkenal itu: Menjelaskan dengan sabar!
Partai Bolshevik telah berhasil memenangkan dukungan selapisan besar kelas buruh yang paling sadar kelas dan maju. Pengaruh mereka, terutama di Petrograd, terus tumbuh hari demi hari. Tetapi ini saja tidak cukup. Untuk mengubah masyarakat, tidak cukup hanya mengandalkan dukungan dari barisan pelopor, atau partai dengan anggota puluhan ribu. Kita harus memenangkan jutaan buruh yang secara politik terbelakang, dan, dalam kasus Rusia, setidaknya selapisan besar kaum tani, dimulai dari kaum tani miskin dan proletariat dan semi-proletariat desa. Pada musim semi 1917, tugas besar ini baru saja dimulai. Adalah penting bagi kaum buruh Bolshevik untuk membuka jalan bagi seluruh kelas buruh, terutama di daerah, yang masih memiliki ilusi pada para pemimpin reformis. Adalah keharusan untuk berbicara kepada mereka dalam bahasa yang bisa mereka pahami, dan menghindari tindakan-tindakan ultra-kiri yang dapat menjauhkan mereka.
Lenin memahami, kelas buruh belajar dari pengalaman, terutama pengalaman dari peristiwa besar. Satu-satunya cara agar sebuah tendensi revolusioner yang masihlah minoritas dapat meraih telinga massa adalah dengan mengikuti alur peristiwa berdampingan bahu membahu dengan massa, berpartisipasi dalam perjuangan sehari-hari, memajukan slogan-slogan yang sesuai dengan tahapan yang tengah dimasuki gerakan, dan secara sabar menjelaskan bahwa satu-satunya jalan keluar adalah transformasi penuh masyarakat. Seruan-seruan lantang untuk meluncurkan insureksi dan perang sipil tidak akan memenangkan massa, atau bahkan lapisan maju, tetapi justru menjauhkan mereka. Seperti yang telah kita lihat di atas, ini berlaku bahkan di tengah revolusi. Sebaliknya, kita harus meletakkan tanggung jawab kekerasan dan perang sipil di pundak para pemimpin reformis yang punya peluang untuk mengambil kekuasaan secara damai, dan justru dengan menolak mengambil kekuasaan mereka membuat pertumpahan darah menjadi tak terelakkan.
Menyadari bahwa kelas penguasa ingin memprovokasi buruh melakukan aksi-aksi kekerasan yang prematur, Lenin mengecam orang-orang yang mengklaim bahwa dia menginginkan perang sipil. Dia berulang kali menyangkal bahwa kaum Bolshevik menginginkan kekerasan, dan meletakkan seluruh tanggung jawab untuk kekerasan di atas pundak kelas penguasa. Ini tidaklah sesuai dengan cara berpikir kaum ultra-kiri, yang gagal memahami bahwa 90 persen tugas revolusi sosialis adalah kerja memenangkan massa lewat propaganda, agitasi, penjelasan, dan organisasi. Tanpa ini, semua pembicaraan mengenai perang sipil dan insureksi adalah avonturisme yang tidak bertanggung jawab, atau Blanquisme.
Ini apa yang Lenin katakan mengenai topik ini: “Untuk berbicara mengenai perang sipil sebelum rakyat memahami perlunya perang sipil jelas berarti tersungkur ke Blanquisme.”[36]
Bukan kaum Bolshevik, tetapi kaum borjuasi dan sekutu-sekutu reformis mereka yang terus mengedepankan momok kekerasan dan perang sipil. Lenin berulang kali menolak tuduhan bahwa Bolshevik menganjurkan penggunaan kekerasan. Pada 25 April, di koran Pravda Lenin membantah “insinuasi-insinuasi hitam” dari “Menteri Nekrasov” bahwa kaum Bolshevik “berkhotbah mengenai kekerasan”:
“Anda tengah berbohong, Tn. Menteri, anggota terhormat partai ‘kebebasan rakyat’. Justru Tn. Guchkov yang berkhotbah mengenai kekerasan saat dia mengancam akan menghukum para tentara yang membangkang terhadap atasannya. Koran Russkaya Volya, korannya kaum republiken yang gemar memprovokasi kerusuhan, yakni koran yang bersahabat dengan Anda, koran inilah yang berkhotbah mengenai kekerasan.”
“Koran Pravda dan para pendukungnya tidak berkhotbah mengenai kekerasan. Sebaliknya, mereka menyatakan dengan teramat jelas, rinci, dan tegas, bahwa usaha utama kami sekarang harus dipusatkan pada menjelaskan problem-problem proletariat kepada massa proletariat, berkebalikan dengan kaum borjuis kecil yang telah mabuk dengan sauvinisme.”[37]
Pada 21 April, Komite Pusat Bolshevik mensahkan sebuah resolusi yang diajukan oleh Lenin. Tujuan resolusi ini adalah untuk menahan kepemimpinan lokal Petrograd yang telah terburu-buru berlari di depan peristiwa. Resolusi ini bertujuan meletakkan tanggung jawab untuk kekerasan apapun di pundak Pemerintah Provisional dan pendukungnya, dan untuk mengecam “keengganan minoritas kapitalis untuk tunduk pada kehendak mayoritas”. Berikut adalah dua paragraf dari resolusi tersebut:
“1. Para propagandis dan jubir Partai harus membantah dusta keji yang dilontarkan oleh koran-koran kapitalis dan koran-koran pendukung kapitalis bahwa kita tengah mengancam akan meluncurkan perang sipil. Ini adalah dusta keji, karena hanya pada momen sekarang ini, selama kaum kapitalis dan pemerintah mereka tidak dapat dan tidak berani menggunakan kekerasan terhadap massa, selama massa serdadu dan buruh dengan bebas mengekspresikan kehendak mereka dan dengan bebas memilih dan menggantikan semua otoritas – pada momen seperti ini semua pembicaraan mengenai perang sipil adalah naif, bodoh, dan konyol; pada momen seperti ini harus ada ketertundukan pada kehendak mayoritas populasi dan kebebasan mengkritik kehendak ini oleh minoritas yang tidak setuju; bila ada penggunaan kekerasan, tanggung jawab akan jatuh di pundak Pemerintah Provisional dan para pendukungnya.”
“2. Lewat protes keras mereka terhadap perang sipil, pemerintah kapitalis dan koran-koran mereka sesungguhnya mencoba menyembunyikan keengganan kaum kapitalis, yang jelas-jelas hanyalah minoritas kecil dari seluruh populasi, untuk tunduk pada kehendak mayoritas.”[38]
Di semua pidato dan artikelnya selama paruh pertama 1917, Lenin menekankan kemungkinan peralihan kekuasaan secara damai ke Soviet, dan ini adalah pilihan yang lebih diidamkan. Dia bahkan menyatakan, kompensasi ganti rugi dapat diberikan kepada kapitalis-kapitalis yang industrinya dinasionalisasi, dengan syarat mereka menyerahkan pabrik-pabrik mereka tanpa sabotase, dan berkolaborasi dalam proses mereorganisasi produksi:
“Jangan mencoba menakut-nakuti kami, Tn. Shulgin. Bahkan bila kami berkuasa kami tidak akan menyita ‘kemeja terakhir’ Anda, tetapi kami akan pastikan Anda disediakan dengan pakaian dan makanan yang layak, dengan syarat Anda melakukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan dan pengalaman Anda!”[39]
Semua orang tahu bahwa “Seluruh Kekuasaan untuk Soviet” adalah slogan utama Lenin dan Bolshevik pada 1917. Tetapi sangat sedikit orang yang memahami konten sesungguhnya yang terkandung dalam slogan ini. Apa, secara konkret, makna slogan “Seluruh Kekuasaan untuk Soviet”? Perang Sipil? Insureksi? Perebutan kekuasaan oleh Bolshevik? Jauh dari semua itu. Partai Bolshevik adalah minoritas dalam Soviet, yang didominasi oleh partai-partai reformis: SR dan Menshevik. Tugas utama bukanlah penaklukan kekuasaan, tetapi memenangkan mayoritas yang punya ilusi terhadap kaum reformis. Kaum Bolshevik dengan sabar menjelaskan gagasan mereka, dan terus menerus menekankan dalam tulisan-tulisan dan pidato-pidato Lenin dari Maret sampai menjelang insureksi Oktober, bahwa para pemimpin reformis harus mengambil kekuasaan ke tangan mereka sendiri, dan ini akan menjamin transformasi masyarakat secara damai, bahwa kaum Bolshevik sepenuhnya setuju dengan ini, dan bahwa, bila para pemimpin reformis mengambil kekuasaan, Partai Bolshevik akan membatasi diri mereka dalam perjuangan damai untuk memenangkan dukungan mayoritas dalam Soviet.
Di bawah adalah beberapa contoh bagaimana Lenin mengedepankan masalah ini (dan ada lebih banyak contoh lainnya):
“Tampaknya, tidak semua pendukung slogan ‘Seluruh Kekuasaan Harus Diserahkan ke Soviet’ telah memberikan pertimbangan yang sepatutnya pada fakta bahwa ini adalah slogan untuk perkembangan revolusi secara damai – damai tidak hanya dalam artian bahwa tidak ada seorang pun, tidak ada satu kelas pun, tidak ada satupun kekuatan yang penting, yang dapat (dari periode 27 Februari sampai 4 Juli) merintangi dan mencegah peralihan kekuasaan ke Soviet. Bukan itu saja.”
“Perkembangan yang damai saat itu mungkin terjadi, bahkan dalam artian bahwa perjuangan antar kelas dan antar partai dalam Soviet dapat mengambil bentuk yang paling damai dan tidak menyakitkan, dengan syarat seluruh kekuasaan negara telah diserahkan ke Soviet tepat pada waktunya.”[40]
Setelah kegagalan pemberontakan Kornilov, dalam sebuah artikel berjudul On Compromises, Lenin sekali lagi mengadopsi slogan “Seluruh Kekuasaan Untuk Soviet” dan mengajukan proposal kompromi kepada para pemimpin reformis, di mana Bolshevik tidak akan mengedepankan gagasan insureksi, dengan syarat pemimpin-pemimpin Soviet pecah dengan kaum borjuasi dan mengambil kekuasaan ke tangan mereka sendiri. Ini sangatlah mudah terealisasi setelah kekalahan ofensif kontra-revolusioner. Kaum reaksioner mengalami demoralisasi dan disorientasi. Kaum buruh merasa percaya diri dan mayoritas besar mendukung pemindahan kekuasaan ke Soviet. Di bawah kondisi seperti ini, revolusi bisa saja dimenangkan secara damai, tanpa kekerasan dan perang sipil. Tidak ada yang dapat mencegah kemenangan revolusi. Satu perintah saja dari kepemimpinan Soviet sudah cukup. Setelah itu, masalah partai mana yang akan berkuasa dapat diselesaikan melalui perdebatan damai dalam Soviet:
“Kaum Bolshevik tidak akan mengajukan syarat-syarat lain, dengan mempercayai bahwa revolusi akan bergulir secara damai dan perseteruan partai dalam Soviet akan dituntaskan secara damai berkat kebebasan propaganda yang penuh dan pembentukan dengan segera sebuah demokrasi baru dalam komposisi Soviet (pemilu baru) dan dalam fungsinya.”
“Mungkin ini sudah mustahil? Mungkin. Tetapi bila ada satu persen peluang saja, usaha untuk merealisasikan peluang masihlah layak untuk ditempuh.”[41]
Lenin sangat percaya bahwa revolusi yang damai bukan hanya sesuatu yang mungkin, tetapi juga sesuatu yang dapat terjadi, dengan satu syarat: para pemimpin reformis dalam Soviet mengambil kekuasaan dan bukannya menghabiskan tenaga mereka menopang kekuasaan kelas tuan tanah dan kapitalis. Tetapi penolakan mereka untuk mengambil kekuasaan, terutama setelah kekalahan Kornilov, mengancam Rusia dengan bencana. Inilah kontradiksi abadi reformisme, bahwa dengan berpegang teguh pada gagasan transformasi masyarakat secara perlahan, gradual, dan damai, mereka justru selalu menciptakan kondisi yang paling bergolak, katastropik dan penuh kekerasan, dan membuka jalan ke kemenangan reaksi. Lenin selalu mengkritik secara tajam keragu-raguan dan kebimbangan kaum Menshevik dan SR, yang menolak pecah dengan kelas borjuasi dan mengambil kekuasaan. Seperti biasanya, kaum reformis mencoba menakut-nakuti massa dengan ancaman bahaya perang sipil, yang dikecam dan dicemooh oleh Lenin. Dalam artikelnya The Russian Revolution and Civil War Lenin menjawab argumen ini, poin demi poin:
“Bila ada satu pelajaran yang sungguh tak terbantahkan dari revolusi, satu pelajaran yang telah sepenuhnya terbukti oleh fakta, ini adalah bahwa hanya aliansi antara Bolshevik dengan Sosialis-Revolusioner dan Menshevik, hanya penyerahan dengan segera seluruh kekuasaan ke Soviet, yang akan membuat perang sipil di Rusia mustahil terjadi, karena perang sipil yang dimulai oleh kelas borjuasi untuk melawan aliansi semacam ini, untuk melawan Soviet Perwakilan Buruh, Tentara, dan Tani, adalah sesuatu yang mustahil; ‘perang’ semacam ini tidak akan bisa bertahan bahkan sampai pada pertempuran pertama; kelas borjuasi, untuk kedua kalinya semenjak pemberontakan Kornilov, tidak akan mampu memobilisasi bahkan pasukan Savage Division[42], atau unit-unit bekas Cossack untuk memerangi Pemerintahan Soviet!”[43]
Lenin menjelaskan, sebuah pemerintah yang mendasarkan dirinya pada massa buruh dan tani, yang mengakhiri perang, yang memberi tanah ke kaum tani dan membela kepentingan rakyat pekerja, dapat mengenyahkan perlawanan kelas properti, dan di atas basis ini:
“Perkembangan revolusi secara damai adalah mungkin dan dapat terjadi bila seluruh kekuasaan diserahkan ke Soviet. Pergumulan antar berbagai partai dalam Soviet dapat berlangsung damai, bila Soviet dibuat sepenuhnya demokratik, dan ‘pencurian suara’ dan pelanggaran prinsip-prinsip demokratik, seperti memberi tentara 1 perwakilan untuk setiap 500 serdadu, sementara buruh hanya mendapat 1 perwakilan untuk setiap 1.000 pemilih, dihapus. Dalam sebuah republik demokratik, pencurian suara seperti ini harus dienyahkan.”
“Ketika dihadapkan dengan Soviet yang telah memberi semua tanah ke kaum tani tanpa kompensasi dan menawarkan perdamaian yang adil ke semua bangsa – ketika dihadapkan dengan Soviet seperti ini, maka aliansi borjuasi Inggris, Prancis, dan Rusia, Kornilov, Buchanan, Ryabushinsky, Milyukov, Plekhanov, dan Potresov akan tidak berdaya dan tidak perlu ditakuti.”[44]
Kelas borjuasi menentang pemberian lahan ke kaum tani tanpa kompensasi, reforma-reforma serupa dalam berbagai aspek kehidupan lainnya, serta perdamaian yang adil dan pecah dengan imperialisme; ini tentu saja tidak terelakkan. Tetapi supaya penentangan ini dapat mencapai tahapan perang sipil, dibutuhkan massa dengan jumlah dan kualitas tertentu, massa yang mampu berjuang dan menumpas Soviet. Kelas borjuasi tidak memiliki massa seperti ini.
Sungguh mengejutkan bahwa sampai sekarang pun pendekatan Lenin terhadap masalah kekuasaan tidaklah dipahami. Tidak hanya musuh-musuh Bolshevisme saja yang gigih mencap Lenin sebagai seorang fanatik yang bengis, yang mendambakan pertumpahan darah dan kekacauan (Orlando Figes adalah salah satu sejarawan baru-baru ini yang menjajakan distorsi menjijikkan ini). Tetapi, yang luar biasa, ada juga kelompok-kelompok sektarian kecil yang, untuk alasan tertentu membayangkan diri mereka sebagai Leninis besar, membeo kekonyolan yang kekanak-kanakan mengenai keniscayaan kekerasan dan perang sipil. Mereka tidak menyadari bahwa posisi Lenin justru sebaliknya. Dalam lusinan artikel dan pidato selama 1917, Lenin menjelaskan, gagasan bahwa revolusi otomatis berarti pertumpahan darah adalah sebuah kebohongan reaksioner, yang sengaja disebarluaskan oleh kaum borjuasi dan reformis untuk menakut-nakuti massa:
“Ada yang berbicara mengenai ‘sungai darah’ dalam perang sipil. Ini disebut dalam resolusi dari Partai Kadet pendukung Kornilov yang disebut di atas. Ungkapan ini diulang dengan ribuan cara oleh semua kaum borjuasi dan kaum oportunis. Semenjak pemberontakan Kornilov, semua buruh yang sadar-kelas tertawa, akan terus tertawa dan tidak bisa tidak menertawai ini.”[45]
Bila kita periksa sejarah dunia selama seratus tahun terakhir, kita akan melihat, dalam banyak kasus dan di banyak negeri, kelas buruh dapat saja menaklukkan kekuasaan secara damai, seperti pada 1917, bila saja para pemimpin serikat buruh dan partai-partai massa Sosialis dan Komunis menginginkannya. Tetapi, seperti kaum Menshevik dan SR di Rusia, mereka tidak punya niat untuk mengambil kekuasaan. Mereka menemukan seribu satu argumen cerdik untuk menunjukkan bahwa “waktunya belum matang”, atau “korelasi kekuatan tidaklah mendukung”. dan menakut-nakuti massa dengan momok ancaman perang sipil, kekerasan, dan pertumpahan darah, dsb. Ini tentu saja adalah argumennya para pemimpin buruh Jerman pada 1933, ketika Hitler sesumbar bahwa dia menaklukkan kekuasaan “tanpa memecahkan kaca jendela”, walaupun organisasi buruh Jerman adalah yang paling kuat di dunia. Selalu kisah yang sama dengan Tuan Nyonya ini. “Gradualisme” reformis mereka selalu membuka jalan ke bencana. Bila ada pertumpahan darah, ini selalu merupakan hasil dari kebijakan kolaborasi kelas mereka, kebijakan kretinisme parlementer dan front popular mereka, yang selalu dianggap “realistis” dan “praktis” tetapi pada akhirnya selalu terbukti sebagai utopisme yang paling buruk rupa.
Lenin mengatakan:
“Tugas kita adalah membantu sebisa mungkin untuk menjamin kesempatan ‘terakhir’ untuk perkembangan revolusi yang damai, untuk membantu ini dengan memajukan program kita, dengan menerangkan karakter umumnya, keharmonisannya dengan kepentingan dan tuntutan mayoritas besar populasi.”[46]
“Dengan mengambil kekuasaan, Soviet hari ini masih dapat – dan ini mungkin adalah kesempatan terakhir mereka – menjamin perkembangan revolusi yang damai, pemilihan perwakilan Soviet oleh rakyat yang damai, dan persaingan antar partai dalam Soviet yang damai; mereka dapat menguji program dari berbagai partai dalam praktik dan pemindahan kekuasaan dari satu partai ke partai lainnya dapat berlangsung secara damai.”[47]
Dan ini bagaimana Trotsky meringkas posisi Bolshevik dalam bukunya The History of the Russian Revolution:
“Peralihan kekuasaan ke Soviet berarti, dalam maknanya yang langsung, peralihan kekuasaan ke kaum Kompromis. Ini dapat dicapai secara damai, dengan cara membubarkan pemerintah borjuasi, yang telah bertahan hanya karena kemurahan hati kaum Kompromis dan sisa-sisa kepercayaan massa terhadap mereka. Kediktatoran buruh dan tentara sudah menjadi fakta sejak 27 Februari. Tetapi buruh dan tentara pada saat itu tidak menyadari fakta ini. Mereka telah mempercayakan kekuasaan mereka ke kaum Kompromis, yang pada gilirannya menyerahkannya ke kaum borjuasi. Pertimbangan kaum Bolshevik mengenai perkembangan revolusi yang damai bersandar, bukan pada harapan bahwa kaum borjuasi akan secara sukarela menyerahkan kekuasaan ke buruh dan tentara, tetapi pada harapan bahwa buruh dan tentara pada waktunya akan mencegah kaum Kompromis dari menyerahkan kekuasaan ke kaum borjuasi.”
“Pemusatan kekuasaan ke dalam Soviet di bawah rezim demokrasi Soviet akan membuka peluang penuh bagi Partai Bolshevik untuk menjadi mayoritas dalam Soviet, dan dengan mayoritas ini Partai Bolshevik dapat membangun sebuah pemerintah di atas basis program mereka. Untuk tujuan ini, tidak diperlukan insureksi bersenjata. Transisi kekuasaan antar partai dapat dilaksanakan secara damai. Semua usaha Partai Bolshevik dari April sampai Juni telah diarahkan untuk memungkinkan perkembangan revolusi secara damai melalui Soviet. ‘Menjelaskan dengan sabar’ – ini adalah kunci kebijakan Bolshevik sejak awal.”[48]
Tetapi mungkin Lenin dan Trotsky hanya menipu? Mungkin mereka hanya mengajukan gagasan transisi damai demi meraih popularitas dengan buruh, dan memainkan ilusi pasifis reformis mereka? Untuk membayangkan hal seperti ini berarti sama sekali tidak memahami metode Lenin dan Trotsky, yang berdasarkan kejujuran revolusioner yang berani. Dalam testimoninya di depan Komisi Dewey[49], Trotsky menjelaskan: “Menurut saya kebijakan revolusioner, kebijakan Marxis, umumnya adalah kebijakan yang sangat sederhana: ‘Katakan apa yang sebenarnya! Jangan berbohong! Katakan dengan jujur!’ Ini adalah kebijakan yang sangat sederhana.”[50]
Partai Bolshevik tidak memiliki dua program yang berbeda, yang satu untuk segelintir yang terpelajar dan yang satu lagi untuk massa buruh yang “bodoh”. Lenin dan Trotsky selalu mengatakan kebenaran kepada kelas buruh, bahkan bila kebenaran ini pahit dan sulit ditelan. Bila pada 1917, yakni di tengah-tengah revolusi, ketika masalah kekuasaan tengah diajukan di depan mata, mereka menekankan bahwa transformasi damai adalah sesuatu yang mungkin (bukan dalam teori, tetapi sesungguhnya mungkin dalam praktik), dengan syarat kaum reformis bertindak secara tegas, ini hanya mereka katakan karena memang demikianlah situasi yang sebenarnya. Dan memang demikian. Bila saja kepemimpinan Soviet bertindak tegas, revolusi ini sudah pasti bisa dimenangkan dengan damai, tanpa perang sipil, karena mereka memiliki dukungan mayoritas luas masyarakat. Dengan menunjukkan fakta sederhana ini kepada massa buruh dan tani, Lenin dan Trotsky tidak sedang berbohong, atau mencampakkan teori Marxis mengenai negara, tetapi hanya mengatakan apa yang jelas-jelas benar kepada massa buruh dan tani.
Dengan menyingkap ketidakcocokan antara ucapan dan tindakan para pemimpin reformis, kaum Bolshevik mempersiapkan jalan untuk memenangkan mayoritas menentukan dalam Soviet, dan juga dalam angkatan bersenjata (yang juga diwakili dalam Soviet). Inilah cara sesungguhnya Partai Bolshevik mempersiapkan insureksi 1917, bukan hanya dengan berbicara saja mengenainya, tetapi dengan sungguh-sungguh memenetrasi massa dan organisasi mereka dengan taktik dan slogan yang fleksibel, yang sungguh berkorespondensi dengan tuntutan situasi, dan terhubungkan dengan kesadaran massa, dan bukannya abstraksi mati yang dipelajari dengan menghafal mati buku resep revolusi. Satu-satunya alasan mengapa revolusi damai tidak segera tercapai di Rusia adalah karena kepengecutan dan pengkhianatan para pemimpin reformis dalam Soviet, seperti yang dijelaskan ratusan kali oleh Lenin dan Trotsky.
Bila partai revolusioner belumlah memenangkan massa, tidaklah berguna dan bahkan kontra-produktif untuk menggarisbawahi keniscayaan kekerasan dan perang sipil. Pendekatan seperti ini, jauh dari “mendidik” kader atau mempersiapkan mereka untuk kerja revolusioner yang serius (yang pada tahapan ini hampir sepenuhnya terdiri dari kerja persiapan yang sabar dengan memenangkan titik-titik dukungan di antara buruh dan kaum muda dan gerakan buruh), justru akan menciptakan kebingungan dan disorientasi di antara kader, dan mengasingkan buruh-buruh yang ingin kita menangkan. Ini tidak pernah sekalipun menjadi metodenya para pemikir Marxis besar di masa lalu, tetapi selalu merupakan ciri khas sekte-sekte ultra-kiri di pinggiran gerakan buruh, yang hidup di dunia mimpi “revolusioner” dalam benak mereka sendiri, yang tidak ada relasinya dengan dunia yang sesungguhnya. Di dunia mimpi ini, yang terpisahkan dari realitas, kelompok-kelompok kecil dapat menghabiskan waktu mereka berdebat kusir tanpa henti-hentinya mengenai “insureksi” dan “mempersiapkan” diri mereka secara mental untuk menghadapi “keniscayaan perang sipil”, sementara tugas riil membangun organisasi revolusioner sepenuhnya luput dari mereka.
Dengan cara konkret apa sebuah organisasi Marxis mempersiapkan perebutan kekuasaan? Dengan memenangkan massa. Bagaimana tugas ini dapat dipenuhi? Dengan merumuskan program tuntutan transisional yang, dengan mengambil titik berangkatnya dari situasi riil dalam masyarakat dan kebutuhan objektif kelas buruh dan kaum muda, menjembatani tuntutan-tuntutan mendesak rakyat dengan gagasan sentral mengekspropriasi kaum kapitalis dan mengubah masyarakat. Seperti yang dijelaskan berulang kali oleh Lenin dan Trotsky, 90 persen tugas revolusi terdiri dari kerja ini. Kalau fakta ini tidak dipahami, maka semua celoteh mengenai perjuangan bersenjata, “persiapan militer”, dan perang sipil tidaklah lebih dari demagogi yang tidak bertanggung jawab.
Seperti yang telah kita tunjukkan, ketika Partai Bolshevik adalah minoritas kecil dalam Soviet, yang sepenuhnya didominasi oleh partai-partai reformis Menshevik dan SR yang berkolaborasi dengan kelas borjuasi, mereka tidak bermain-main dengan insureksi, tetapi menekankan perlunya memenangkan mayoritas dalam Soviet (“menjelaskan dengan sabar”). Massa cenderung mencari apa yang tampaknya seperti solusi yang paling mudah dan hemat untuk problem-problem mereka. Inilah mengapa awalnya buruh dan tani Rusia percaya pada para pemimpin reformis. Kaum Bolshevik harus mempertimbangkan fakta ini sebagai titik berangkat mereka. Lenin memiliki pemahaman yang dalam mengenai psikologi massa. Pada 8 Juli, Lenin menulis:
“Massa masih mencari jalan keluar ‘termudah’ – melalui blok Kadet dengan blok Sosialis-Revolusioner dan Menshevik. Tetapi tidak ada jalan keluar.”[51]
Hari-hari Juni
Sejak 1905, Lenin telah memajukan slogan milisi buruh sebagai tuntutan utama revolusi. Bukanlah kebetulan kalau mempersenjatai buruh adalah salah satu tuntutan awal yang dia ajukan dalam telegramnya dari Swiss ke para pemimpin Bolshevik di Rusia. Pada kenyataannya, buruh Rusia telah mempraktikkan tuntutan ini tanpa harus menunggu diberitahu.
Selama benturan-benturan bersenjata saat Revolusi Februari, kaum buruh, dimulai dengan lapisan aktivisnya, menyita senjata dalam jumlah besar, 40.000 senapan dan 30.000 pistol disita dari gudang senjata. Setelah itu, pada 2-3 Maret Komisi Militer Pemerintah Provisional dengan enggan menyerahkan 24.000 senapan dan 400.000 peluru kepada buruh. Di atas basis ini, milisi buruh dibentuk, awalnya untuk mematroli distrik-distrik buruh, menjaga ketertiban, mencegah kerusuhan rasial anti-Yahudi dan melucuti elemen-elemen kriminal dan para preman. Tetapi, dengan cepat, milisi-milisi buruh ini mulai mengambil langkah ofensif terhadap elemen-elemen kontra-revolusioner, termasuk orang-orang manajemen yang opresif dan tidak populer. Milisi buruh ini tidak ada kaitannya dengan terorisme atau gerilyaisme, tetapi lahir dari rahim gerakan massa dan tunduk pada gerakan massa, karena terhubungkan secara dekat dengan Soviet dan komite-komite pabrik yang di mana-mana mulai berjamur setelah Revolusi Februari. Bila kita setuju bahwa kekuasaan negara adalah “badan orang-orang bersenjata”, maka kekuasaan di Petrograd ada di tangan rakyat bersenjata. Sampai pada 19 Maret, sudah ada 85 sentra milisi yang beroperasi di kota, dan 20 dari mereka ada di bawah kendali komite-komite pabrik atau badan-badan serupa. Jumlah anggota mereka sekitar 10.000 sampai 12.000, dibandingkan dengan 8.000 anggota milisi reguler. Pada intinya, seluruh kekuasaan ada di tangan massa buruh
Pada 28 April, atas inisiatif Menshevik Kiri N. Rostov, digelar sebuah konferensi yang dihadiri oleh perwakilan-perwakilan terpilih dari 156 pabrik untuk membentuk Garda Merah. Anggaran Dasar kekuatan bersenjata baru ini dirumuskan oleh Shlyapnikov dan diadopsi oleh Soviet Distrik Vyborg, yang dikendalikan oleh Bolshevik. Dalam Anggaran Dasar ini, disebutkan bahwa tujuan Garda Merah ini adalah “melawan intrik-intrik kontra-revolusioner kelas penguasa [dan] dengan senjata di tangan mempertahankan semua pencapaian kelas buruh”, tetapi pada saat yang sama “menjaga kehidupan, keamanan, dan properti semua warga tanpa memandang seks, agama, atau kebangsaan”. Keanggotaan Garda Merah terbuka untuk setiap orang, laki-laki maupun perempuan, yang dapat membuktikan keanggotaannya dalam partai sosialis atau serikat buruh, dan dipilih atau direkomendasikan oleh rapat umum di tempat kerja mereka. Unit dasar Garda Merah adalah satuan dengan sepuluh anggota (desyatok); yang lalu berhimpun menjadi “sotnya” atau satuan seratus anggota. Dan sepuluh sotnya menjadi batalion. Seluruh Milisi ini ada di bawah kontrol Soviet distrik (yang kebanyakan dikendalikan oleh Bolshevik). Semua perwira dipilih oleh anggota akar-rumput.
Dengan ini, pada awalnya, milisi buruh melihat peran mereka sepenuhnya sebagai organ defensif. Tetapi lewat pengalaman, peran mereka berubah, perlahan-lahan dari defensif menjadi ofensif, dan sampai pada Oktober, di bawah kepemimpinan Bolshevik, mereka dapat merebut kekuasaan negara. Menjelang Revolusi Oktober, satu estimasi memperkirakan jumlah anggota milisi antara 70.000 sampai 100.000. Dari total ini, sekitar 15-20.000 ada di Petrograd dan sekitarnya, dan sekitar 10-15.000 di Moskow dan Kawasan Industri Sentral di seputar Moskow.[52]
Hari demi hari, peran para pemimpin reformis di Soviet semakin terekspos. Kongres Soviet Seluruh-Rusia pertama, yang digelar di Petrograd dari 3-24 Juni, mensahkan sebuah resolusi yang menjanjikan dukungan penuh untuk Pemerintah Provisional. Partai Bolshevik masihlah minoritas dalam Kongres tersebut, dengan 105 delegasi, sementara Bolshevik dan SR memiliki 533 delegasi. Tetapi di pabrik-pabrik dan barak-barak tentara di ibukota, buruh dan tentara semakin gelisah. Rekrut-rekrut baru Partai Bolshevik membawa mood ini ke dalam partai. Pada awal Juni, di bawah pengaruh mood ini, Organisasi Militer Bolshevik merencanakan demonstrasi bersenjata di Petrograd pada saat yang sama dengan Kongres Soviet. Tujuan demonstrasi ini adalah untuk menekan Kongres. Tetapi demonstrasi ini juga adalah respons terhadap tekanan yang semakin besar dari lapisan buruh maju di Petrograd yang sudah tidak sabar ingin mengambil kekuasaan. Bila Partai Bolshevik tidak memberikan kepemimpinan pada buruh, segala macam elemen ultra-kiri dan anarkis dapat mengeksploitasi situasi ini untuk memprovokasi insureksi bersenjata yang prematur, dengan hasil buruk.
Buruh Petrograd menyampaikan pesan yang jelas kepada para pemimpin Soviet: “Ambil kekuasaan! Pecah dari kelas borjuasi! Pecah dari koalisi dengan borjuasi dan ambil kekuasaan ke tangan kalian sendiri!” Tetapi hal terakhir yang diinginkan oleh para pemimpin borjuis-kecil Soviet ini adalah kekuasaan, dan gerakan buruh Petrograd membuat mereka kecut. Mereka mengira, Partai Bolshevik menggunakan demonstrasi bersenjata ini sebagai kedok untuk merebut kekuasaan. Namun sesungguhnya, gagasan ini sangatlah jauh dari pikiran Lenin pada saat itu. Sebaliknya, Partai Bolshevik berusaha mengekang buruh Petrograd, karena mereka memahami bahwa waktunya belum matang untuk pertempuran penentuan. Benar, kaum buruh dapat saja mengambil kekuasaan di Petrograd pada bulan Juni. Tetapi daerah-daerah dan provinsi-provinsi lain belum punya cukup waktu untuk mengejar ketertinggalan mereka dengan ibukota. Massa buruh dan tani di luar Petrograd akan menganggap ini sebagai serangan terhadap “pemerintah mereka” dan mendukung para pemimpin reformis Soviet, yang tidak ragu-ragu untuk menenggelamkan gerakan proletariat Petrograd dalam kubangan darah. Revolusi Rusia akan berakhir sebagai kegagalan yang heroik, layaknya Komune Paris. Lenin tidak berniat mengikuti nasib Komune Paris.
Dengan panik, para pemimpin Soviet meluncurkan kampanye yang bengis mengecam rencana demonstrasi ini. Memahami situasi yang ada, kaum Bolshevik memutuskan untuk mundur dan membatalkan demonstrasi. Mereka masihlah minoritas dalam Kongres Soviet, dan harus berperilaku selayaknya. Tugas utama masihlah memenangkan mayoritas di Soviet dengan kerja agitasi dan propaganda secara sabar. Masalah mengambil kekuasaan sementara partai masihlah minoritas kecil jelas-jelas tidak pernah didiskusikan. Keputusan Bolshevik untuk secara taktis mundur terbukti tepat oleh apa yang terjadi selanjutnya.
Untuk menggantikan demonstrasi Bolshevik yang dibatalkan, para pemimpin reformis menyerukan demonstrasi “resmi” mereka sendiri, dan yang terjadi sangatlah mengejutkan mereka. Pada 1 Juli, massa tumpah ruah di jalan-jalan Petrograd. Tetapi di tangan mereka adalah spanduk-spanduk dengan slogan-slogan Bolshevik: Tolak perjanjian rahasia! Tolak kebijakan ofensif strategis! Hidup perdamaian! Turunkan sepuluh menteri kapitalis! dan Seluruh Kekuasaan untuk Soviet!
Di seluruh demonstrasi, hanya ada tiga spanduk yang mendukung Pemerintah Provisional – satu dari resimen Cossack, satu dari kelompok Plekhanov yang mungil, dan satu lagi dari Bund. Demonstrasi ini menunjukkan, tidak hanya kepada para pemimpin reformis tetapi juga kepada Partai Bolshevik sendiri, bahwa Partai Bolshevik jauh lebih kuat di Petrograd daripada yang mereka bayangkan.
Selama mereka masih minoritas, Lenin dan Trotsky melakukan segalanya untuk mengekang buruh dan tentara, untuk menghindari konfrontasi prematur dengan pemerintah. Semua penekanan mereka adalah agitasi dan propaganda secara damai. Ini bukanlah hal yang mudah dilakukan. Lenin dan Trotsky sering kali membuat geram selapisan buruh yang bergerak terlalu jauh di depan kelas buruh. Mereka dituduh oportunis karena tidak menekankan masalah insureksi bersenjata. Menanggapi kritik semacam ini, mereka hanya mengangkat bahu mereka. Mereka paham, tugas yang paling mendesak adalah memenangkan mayoritas buruh dan tentara yang masih berada di bawah pengaruh Partai Menshevik dan SR. Inilah signifikansi sesungguhnya dari slogan “Seluruh Kekuasaan untuk Soviet”. Lenin mempertahankan slogan ini sampai Juli, saat dia menganjurkan mengganti slogan ini dengan “Seluruh Kekuasaan untuk Komite Pabrik”.
Di Kongres Soviet, Lenin menghantarkan sebuah pidato yang meringkas seluruh pendekatannya pada masalah memenangkan mayoritas di Soviet. Tidak ada kutukan-kutukan histeris, tetapi seruan sabar dan positif kepada buruh, dengan mempertimbangkan ilusi mereka terhadap para pemimpin reformis, tetapi pada saat yang sama mengatakan kebenaran secara jelas. Dia memperingatkan bahwa hanya ada satu bentuk pemerintah yang diperbolehkan:
“Tetapi saya bertanya pada kalian, apakah ada negeri di Eropa, sebuah negeri republik, demokratik, borjuis, yang memiliki institusi seperti Soviet? Kalian harus akui tidak ada. Di mana pun tidak ada, dan tidak akan pernah ada, sebuah institusi yang serupa karena hanya ada satu bentuk pemerintah yang diperbolehkan: entah pemerintah borjuis dengan ‘rencana-rencana’ reforma seperti yang baru saja dipaparkan kepada kita dan diusulkan berulang kali di semua negara tetapi hanya di atas kertas saja; atau institusi yang tengah mereka [para anggota Komite Eksekutif Soviet] bicarakan, sebuah “pemerintah” model baru yang diciptakan oleh revolusi, yang contohnya hanya bisa ditemui pada masa kebangkitan revolusioner terbesar, seperti di Prancis pada 1792 dan 1871, atau di Rusia pada 1905. Soviet adalah institusi yang tidak akan ditemui di negara borjuis-parlementer biasa mana pun dan tidak dapat eksis berdampingan dengan pemerintah borjuis. …”
“Hanya ada satu bentuk pemerintah yang diperbolehkan. Bila pemerintah borjuis yang berkuasa, maka Soviet tani, buruh, tentara, dll. tidak berguna dan akan dibubarkan oleh para jenderal, para jenderal kontra-revolusioner, yang mempertahankan kendali atas angkatan bersenjata dan tidak memedulikan pidato-pidato indah Menteri Kerensky, atau mereka [Soviet] akan menemui ajalnya secara menyedihkan. Tidak ada pilihan lain bagi Soviet. Soviet tidak bisa mundur atau berhenti di tengah jalan. Soviet hanya bisa eksis dengan melangkah maju.”[53]
Kemudian dia memalingkan pandangannya ke masalah perang yang mendesak. Analisa situasinya begitu jelas, pesannya begitu tepat, sehingga membuat kesan kuat di antara para delegasi Kongres, walaupun mayoritas delegasi masih mendukung Menshevik dan SR pada tahapan ini. Lenin tidak menggunakan retorika atau demagogi, tetapi dengan logika yang rapat. Dengan bengis dia bongkar tipu daya diplomatik borjuasi untuk mengungkapkan kepentingan kelas yang bersembunyi di baliknya:
“Kaum kapitalis terus menjarah kekayaan rakyat. Perang imperialis terus berkecamuk. Namun kita dijanjikan reforma, reforma, dan lebih banyak lagi reforma, yang sama sekali tidak dapat dipenuhi di bawah kondisi ini, karena perang menghancurkan dan menentukan segalanya. Mengapa kalian tidak setuju dengan orang-orang yang mengatakan bahwa perang ini tidak dikobarkan demi profit kapitalis? Apa kriterianya? Pertama, kriterianya adalah kelas mana yang berkuasa. kelas mana yang terus memegang kuasa, kelas mana yang terus meraup ratusan miliar dari operasi perbankan dan finansial. Ini adalah kelas kapitalis yang sama dan oleh karenanya perang ini akan terus menjadi perang imperialis. Pemerintah Provisional pertama ataupun pemerintah hari ini dengan Kabinet hampir-sosialisnya tidak mengubah apapun. Perjanjian-perjanjian rahasia masih dirahasiakan. Rusia berperang untuk merebut kendali Selat Turki, berperang untuk melanjutkan kebijakan Lyakhov[54] di Persia, dan seterusnya.”
“Saya tahu kalian tidak menginginkan ini, dan kebanyakan dari kalian tidak menginginkan ini, dan bahwa para Menteri tidak menginginkan ini, karena tidak ada seorang pun yang dapat menginginkan ini, karena ini berarti pembantaian terhadap ratusan juta rakyat. Tetapi mari kita ambil contoh ofensif militer yang kini banyak dibicarakan oleh orang-orang seperti Milyukov dan Maklakov. Mereka tahu betul apa artinya ini. Mereka tahu bahwa ini terhubungkan dengan masalah kekuasaan, dengan masalah revolusi. Kita diberitahu, kita harus bisa membedakan antara isu politik dan isu strategis. Adalah konyol untuk mengatakan ini. Partai Kadet sepenuhnya paham bahwa ini adalah isu politik.”
“Adalah fitnah untuk mengatakan bahwa perjuangan revolusioner untuk perdamaian yang telah dimulai dari bawah dapat membawa kita ke perjanjian perdamaian yang terpisah. Langkah pertama yang harus kita ambil bila kita memiliki kekuasaan adalah menangkap kapitalis-kapitalis terbesar dan memotong semua benang-benang intrik mereka. Tanpa melakukan ini, semua pembicaraan mengenai perdamaian tanpa aneksasi dan ganti rugi sepenuhnya tak berarti. Langkah kedua adalah menyerukan kepada rakyat dari semua bangsa – dengan melangkahi pemerintah-pemerintah mereka – bahwa kita menganggap semua kapitalis adalah perampok: Tereshchenko, yang tidaklah lebih baik daripada Milyukov, hanya sedikit lebih bodoh saja, kapitalis Prancis, kapitalis Inggris, dan semuanya.”
“Koran kalian sendiri Izvestiya tersungkur ke dalam kebingungan dan mengusulkan mempertahankan status quo alih-alih mengajukan perdamaian tanpa aneksasi dan ganti rugi. Konsepsi perdamaian ‘tanpa aneksasi’ kami berbeda. Bahkan Kongres Tani lebih dekat dengan kebenaran saat mereka berbicara mengenai republik “federal”, yang dengan demikian mengekspresikan gagasan bahwa republik Rusia tidak berniat menindas bangsa mana pun, entah dengan cara baru atau cara lama, dan tidak berniat memaksa bangsa mana pun, entah Finlandia atau Ukraina. Dan sekarang ada konflik yang amat disayangkan dan tak tertanggungkan antara Rusia dengan kedua bangsa ini. Kita mendambakan sebuah republik Rusia yang tunggal dan tak terpecah belah, dengan sebuah pemerintah yang kokoh. Tetapi sebuah pemerintah yang kokoh hanya bisa dijamin dengan kesepakatan sukarela dari semua rakyat yang terlibat. ‘Demokrasi revolusioner’ adalah ungkapan besar, tetapi ungkapan ini digunakan oleh sebuah pemerintah yang mencari-cari masalah remeh temeh untuk memperumit hubungan mereka dengan Ukraina dan Finlandia, yang bahkan tidak punya niat untuk berpisah. Ukraina dan Finlandia hanya mengatakan, ‘Jangan menunda penerapan prinsip-prinsip dasar demokrasi sampai digelarnya Majelis Konstituante!’”
“Sebuah perjanjian perdamaian tanpa aneksasi dan ganti rugi tidak akan bisa dicapai bila kita sendiri belum membatalkan aneksasi kita sendiri. Ini konyol, lelucon, dan setiap buruh di Eropa menertawai kita, dan bertutur: Kalian pandai berpidato dan menyerukan kepada rakyat untuk menumbangkan para bankir, tetapi kalian sendiri mengirim kaum bankir kalian sendiri ke dalam Kabinet. Tangkap mereka, telanjangi tipu daya mereka, pelajari perangkap-perangkap mereka! Tetapi ini tidak kalian lakukan, walaupun kalian memiliki organisasi kuat yang tak terbendung. Kalian telah melalui 1905 dan 1917. Kalian tahu revolusi itu bukanlah perkara yang tertib, bahwa revolusi di negeri-negeri lain diciptakan oleh metode insureksi yang keras dan berdarah-darah, dan di Rusia tidak ada kelompok ataupun kelas yang dapat membendung kekuatan Soviet. Di Rusia, revolusi ini dapat, sebagai pengecualian, berlangsung secara damai. Bila hari ini atau esok hari revolusi ini mengajukan proposal perdamaian kepada rakyat dari semua bangsa, dengan pecah dari semua kelas kapitalis, baik Perancis maupun Jerman, rakyat dari negeri-negeri ini akan segera menerima proposal perdamaian ini, karena negeri-negeri ini sedang dalam kondisi hancur lebur, karena posisi Jerman sudah di tepi jurang, karena Jerman tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dan karena Prancis – (Ketua Pertemuan: ‘Waktumu sudah habis.’)”
“Saya akan selesai dalam setengah menit. (Kegaduhan; permintaan dari hadirin agar pembicara meneruskan pidatonya; protes dan tepuk tangan.)”
Jelas terkesan oleh pidato Lenin, mayoritas delegasi memutuskan untuk memberi Lenin tambahan waktu, dan dia meneruskan pidatonya, membongkar watak imperialis dari perang ini, tetapi, sekali lagi mempertimbangkan kecenderungan “defensis jujur” dari para hadirin, menjelaskan revolutionary defeatism dengan bahasa yang dapat dipahami oleh buruh dan tentara. Kami bukan kaum pasifis, tuturnya. Kami siap memerangi Kaiser, yang juga adalah musuh kami! Tetapi kami tidak percaya pada kaum kapitalis. Singkirkan sepuluh menteri kapitalis! Biarkan pemimpin Soviet mengambil kekuasaan, dan kami akan kobarkan perang revolusioner melawan imperialisme Jerman, sementara berjuang untuk memperluas revolusi ke Jerman dan negeri-negeri yang berperang lainnya. Inilah satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian:
“Bila kita mengambil kekuasaan ke tangan kita sendiri, kita akan hentikan kaum kapitalis, dan dengan demikian perang ini tidak akan memiliki karakter seperti sekarang, karena karakter dari sebuah perang ditentukan oleh kelas mana yang mengobarkannya, dan bukan oleh apa yang tertera di atas kertas. Kalian dapat menulis apapun di atas kertas. Tetapi selama kelas kapitalis memegang mayoritas dalam pemerintah, perang ini akan tetap menjadi perang imperialis, tidak peduli apa yang kalian tulis, tidak peduli sepandai apa kalian berpidato, tidak peduli berapa banyak menteri hampir-sosialis yang kalian miliki …”
“Perang ini akan tetap menjadi perang imperialis, dan tidak peduli sebesar apa hasrat kalian untuk perdamaian, tidak peduli setulus apa simpati kalian untuk rakyat pekerja dan harapan kalian untuk perdamaian – saya sepenuhnya yakin kalau pada umumnya kalian tulus – kalian tidak berdaya, karena perang ini hanya dapat diakhiri dengan membawa revolusi ini lebih jauh ke depan. Ketika revolusi dimulai di Rusia, perjuangan revolusioner untuk perdamaian dari bawah juga dimulai. Bila kalian mengambil kekuasaan ke tangan kalian, bila kekuasaan diserahkan ke organisasi-organisasi revolusioner untuk digunakan melawan kapitalis Rusia, maka rakyat pekerja dari berbagai negeri akan mempercayai kalian dan kalian dapat mengajukan perdamaian. Lalu, perdamaian kita akan terjamin setidaknya dari dua sisi, oleh dua bangsa yang sedang dicabik-cabik oleh perang dan sedang putus asa – Jerman dan Prancis. Dan bila situasi memaksa kita untuk mengobarkan perang revolusioner – tidak seorang pun yang bisa memprediksi ini, dan kami tidak menyangkal kemungkinan ini – kita akan mengatakan: ‘Kami bukanlah kaum pasifis, kami tidak mengecam perang ketika kelas revolusioner yang memegang kekuasaan dan telah benar-benar memasung kemampuan kelas kapitalis untuk mempengaruhi hal-ihwal dengan cara apapun dan memperparah kekacauan ekonomi yang memungkinkan mereka untuk meraup profit ratusan juta.’ Pemerintahan revolusioner akan menjelaskan ke setiap bangsa bahwa setiap bangsa haruslah bebas, dan seperti halnya bangsa Jerman tidak boleh berperang untuk mempertahankan wilayah jajahannya di Alsace dan Lorraine, begitu juga bangsa Perancis tidak boleh berperang untuk mempertahankan koloni-koloninya. Karena, sementara Perancis berperang untuk koloni-koloninya, Rusia memiliki Khiva dan Bokhara, yang juga seperti koloni. Lalu, pembagi-bagian koloni akan dimulai. Dan bagaimana koloni-koloni ini akan dibagi? Atas dasar apa? Atas dasar kekuatan. Tetapi kekuatan telah berubah. Kelas kapitalis ada dalam situasi di mana satu-satunya jalan keluar mereka adalah perang. Bila kalian merebut kekuasaan revolusioner, kalian akan memiliki cara revolusioner untuk menjamin perdamaian, yakni, dengan menerbitkan seruan revolusioner ke semua bangsa dan menjelaskan taktik kalian lewat teladan kalian sendiri.”[55]
Yang patut dicatat di sini adalah Lenin sama sekali tidak menyinggung formulasi lamanya revolutionary defeatism. Dia tidak menyinggung perang sipil. Tidak ada seruan kepada prajurit untuk memalingkan bayonet senjata mereka ke para atasan mereka, dan jelas dia tidak menyinggung sama sekali bahwa kekalahan Rusia adalah “terbaik dari yang terburuk!” Perubahan ini mencerminkan pergeseran penting dalam taktik Lenin sejak Februari. Masalah defensime versus revolutionary defeatism, yang selama periode sebelumnya sering dia paparkan secara hitam-putih, ternyata tidak sesederhana itu. Tentu saja, secara fundamental posisi Lenin mengenai perang tidak pernah berubah. Pergantian rejim dari autokrasi Tsar ke republik borjuis-demokratik tidak berarti bahwa perang yang dikobarkan Rusia menjadi lebih sedikit imperialis dibanding sebelumnya. Tetapi ketika dia kembali ke Rusia, Lenin mengatakan bahwa dia telah menemukan, selain kaum sauvinis-sosial yang biasa dia temui, ada juga selapisan luas buruh defensis yang jujur dalam Soviet, yang harus belajar dari pengalaman dan perdebatan mengenai watak reaksioner perang ini. Bila Partai Bolshevik hanya mengulang-ulang slogan lama, ini akan memisahkan mereka dari kelas buruh. Dibutuhkan sebuah pendekatan baru, yang merefleksikan perbedaan antara berbicara pada sekelompok kecil aktivis partai dengan berbicara pada massa buruh yang luas yang baru saja terbangunkan ke kehidupan politik.
__________
Catatan Kaki:
[1] LCW, Telegram to the Bolsheviks Leaving for Russia, 6 (19) March 1917, vol. 23, hal. 292
[2] LCW, Letters from Afar, First Letter, The First Stage of the First Revolution, March 7 (20), 1917, vol. 23, hal. 304.
[3] LCW, Letters from Afar, First Letter, The First Stage of the First Revolution, March 1 (20), 1917, vol. 23, hal. 305.
[4] LCW, Letters from Afar, First Letter, The First Stage of the First Revolution, March 7 (20), 1917, vol. 23, hal. 306.
[5] LCW, Letters from Afar, Second Letter, The New Government and The Proletariat, March 9 (22), 1917, vol. 23, hal. 317.
[6] Dikutip dari LCW, Letters on Tactics, vol. 24, hal. 50.
[7] Ketika Alexandra Kollontai membawa dua surat pertama Letters from Afar dari Lenin ke Petrograd, dewan editorial Pravda (Stalin dan Kamenev) enggan langsung menerbitkannya. Mereka menunda beberapa hari, dan akhirnya hanya surat pertama yang diterbitkan, dengan menyensor bagian di mana Lenin menentang usaha rekonsiliasi dengan Menshevik. Sementara surat-surat lainnya tidak pernah diterbitkan.
[8] L. Trotsky, Leon Trotsky Speaks, hal. 46-47.
[9] G. Zinoviev, History of the Bolshevik Party, hal. 177-78.
[10] N.K. Krupskaya, Reminiscences of Lenin, hal. 338.
[11] L. Trotsky, My Life, hal. 329-30.
[12] M. Liebman, Leninism Under Lenin, hal. 123.
[13] N.K. Krupskaya, Reminiscences of Lenin, hal. 347 dan hal. 348.
[14] F.F. Raskolnikov, Kronstadt and Petrograd in 1917, hal. 71.
[15] F.F. Raskolnikov, Kronstadt and Petrograd in 1917, hal. 76-77.
[16] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 338.
[17] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 339.
[18] LCW, The Seventh (April) All-Russia Conference of the RSDLP(B), Speech delivered at the opening of the conference April 24 (May 7), vol. 24, hal. 227 (penekanan saya)
[19] LCW, The Seventh (April) All-Russia Conference of the RSDLP(B), Speech in favour of the resolution on the current situation April 29 (May 12), vol. 24, hal. 306.
[20] LCW, Letters on Tactics, vol. 24, hal. 44.
[21] LCW, Report at a Meeting of Bolshevik Delegates, vol. 36, hal. 437.
[22] LCW, Letters on Tactics, vol. 24, hal. 45, hal. 46 dan hal. 50, penekanan saya.
[23] LCW, To Karl Radek, 29 May (11 June), 1917, vol. 43, hal. 632 dan hal. 634-35.
[24] Leon Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 291.
[25] Dalam bahasa Rusia, “ty” adalah bentuk sapaan “kamu” yang kasar dan tidak sopan yang digunakan oleh kelas atas ketika berbicara dengan rakyat kelas bawah. Sementara di antara anggota kelas atas mereka menggunakan “vy” (atau “Anda”).
[26] A. Rabinowitch, The Bolsheviks Come to Power, hal. xxxii.
[27] LCW, vol. 25, hal. 237
[28] Alexandre Millerand (1859-1943) adalah politisi sosialis reformis di Prancis. Pada 1920 dia menjabat sebagai Perdana Menteri, dan pada 1920-24 sebagai Presiden. Selama karier politiknya, dia berpartisipasi dalam koalisi dengan partai kapitalis. Millerandisme adalah sebutan untuk politik kolaborasi kelas antara pemimpin buruh dan kelas borjuasi.
[29] Pada 1924, 1929, dan 1977 Partai Buruh membentuk pemerintahan koalisi dengan Partai Liberal.
[30] Pada 1936, partai sosialis Perancis (SFIO, Section française de l’Internationale ouvrière) membentuk pemerintahan Front Popular dengan Partai Komunis Perancis (PCF) dan Partai Radikal (partai borjuis liberal). Pemimpin SFIO Leon Blum menjadi Presiden. Para pemimpin buruh, dari SFIO dan PCF, sampai ke serikat buruh CGT, berargumen bahwa untuk memenangkan kelas menengah dalam melawan ancaman sayap kanan dan fasisme, maka kelas buruh harus membentuk aliansi dengan lapisan borjuasi “progresif” dan borjuasi kecil, yang diwakili oleh Partai Radikal. Tetapi pada kenyataannya, kolaborasi kelas ini jadi rem untuk gerakan revolusioner yang tengah berkembang di Perancis. Demi menjaga koalisi dengan borjuasi, buruh diminta oleh pemimpin mereka untuk menghentikan gerakan pemogokan dan demonstrasi, dan untuk tidak menuntut hal-hal yang radikal (seperti nasionalisasi perbankan dan industri), untuk tidak mengambil kekuasaan, untuk tidak berpikir mengenai sosialisme tetapi tetap berada dalam batas-batas kapitalisme. Ini menghasilkan kekecewaan di antara rakyat pekerja, pupusnya gerakan revolusioner, dan anjloknya dukungan terhadap PCF dan SFIO. Pada 1938, Partai Radikal berhasil mendominasi parlemen, dan lalu mengakhiri Front Popular dengan menyingkirkan kaum sosialis dari kabinet. Reforma-reforma sosial yang telah dimenangkan oleh gerakan pemogokan buruh dibatalkan oleh Partai Radikal.
Di Spanyol, pada 1936, para pemimpin gerakan buruh (kaum Stalinis dari Partai Komunis Spanyol PCE, Partai Buruh Sosialis Spanyol PSOE, dan bahkan kaum anarkis dari CNT) membentuk Front Popular dengan borjuasi republiken, dengan dalih untuk mengalahkan fasis Franco. Argumennya adalah dengan menyatukan semua kekuatan anti-fasis, yang termasuk di dalamnya kelas borjuasi “progresif,” ini akan bisa mengalahkan Franco. Seperti di Perancis, kebijakan kolaborasi kelas Front Popular ini datang dari Stalin di Moskow. Dengan Front Popular, buruh tidak boleh menuntut nasionalisasi, dan kaum tani tidak boleh menuntut tanah, karena tuntutan-tuntutan ini bertentangan dengan kepentingan ekonomi borjuasi dan tuan tanah. Milisi-milisi buruh dan tani, yang merupakan kekuatan besar dalam perlawanan terhadap kaum fasis, juga dibubarkan. Dengan demikian, semangat revolusioner buruh dan tani diredam, dan hasilnya adalah kekalahan Front Popular dan kediktatoran Franco dari 1939-1975.
[31] A. Rabinowitch, The Bolsheviks Come to Power, hal. xxviii.
[32] L. Trotsky, Writings 1935-36, hal. 166-67.
[33] A. Rabinowitch, The Bolsheviks Come to Power, hal. xxix-xxx dan hal. xxxi.
[34] M. Liebman, Leninism Under Lenin, hal. 134.
[35] S.F. Cohen, Bukharin and the Bolshevik Revolution, hal. 50.
[36] LCW, The 7th (April) All-Russia Conference of the RSDLP(B), vol. 24, hal. 236, penekanan saya.
[37] LCW, A Shameless Lie of the Capitalists, vol. 24, hal. 110-11.
[38] LCW, Resolution of the CC of the RSDLP(B) Adopted 21 April (4 May), 1917, vol. 24, hal. 201.
[39] LCW, Titbits for the ‘Newborn’ Government, vol. 24, hal. 363.
[40] LCW, On Slogans, vol. 25, hal. 186.
[41] LCW, ‘On Compromises’, vol. 25, hal. 307
[42] Savage Division atau Caucasian Native Cavalry Corps adalah pasukan berkuda dari berbagai kelompok etnis daerah Kaukasus, yang terdiri dari lapisan masyarakat yang lebih terbelakang dan reaksioner. Pada Agustus 1917, Jenderal Kornilov meluncurkan usaha kudeta militer untuk menumbangkan Soviet dan Pemerintah Provisional, dengan memobilisasi Savage Division ke Petrograd. Salah satu alasan menggunakan Savage Division adalah karena mayoritas serdadu divisi ini tidak bisa berbicara bahasa Rusia, guna mencegah fraternisasi dengan buruh dan serdadu Petrograd. Kereta yang mengangkut pasukan Savage Division ke Petrograd dihentikan oleh buruh-buruh kereta api. Sementara, Soviet mengirim agitator revolusioner untuk menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi kepada para serdadu, bahwa mereka dikirim bukan untuk menumpas agen Jerman, tetapi untuk menumpas revolusi dan Soviet. Para agitator menjelaskan bahwa Revolusi ini berdiri untuk Perdamaian, Tanah, dan Roti, dan dengan ini memenangkan para serdadu dan mematahkan kudeta Kornilov.
[43] LCW, The Russian Revolution and Civil War, vol. 26, hal. 36.
[44] Ibid., hal. 37
[45] Ibid., hal. 38.
[46] LCW, The Tasks of the Revolution, vol. 26, hal. 60.
[47] LCW, The Tasks of the Revolution, vol. 26, hal. 67.
[48] L. Trotsky, The History of the Russian Revolution, hal. 816, penekanan saya.
[49] Komisi Dewey adalah sebuah komisi independen pada Maret 1937 yang dipimpin oleh filsuf Amerika John Dewey untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan dari Pengadilan Moskow terhadap Leon Trotsky, yang antara lainnya adalah tuduhan bahwa Trotsky memimpin usaha pembunuhan terhadap Stalin dan pemimpin-pemimpin Soviet, menyabotase industri Soviet, dan menjadi mata-mata untuk Nazi Jerman dan Jepang.
[50] The Case of Leon Trotsky, hal. 384.
[51] LCW, A Disorderly Revolution, vol. 25, hal. 129.
[52] Dikutip di J.L.H. Keep, The Rise of Social Democracy in Russia, hal. 91 dan hal. 95.
[53] LCW, First All-Russia Congress of Soviets, vol. 25, hal. 18.
[54] Kebijakan Lyakhov merujuk pada kebijakan Rusia Tsar untuk menumpas gerakan pembebasan nasional.
[55] Ibid., hal. 21-23 dan hal. 26-27.