
Mengapa Hari Ini Demonstrasi Semakin Direpresi?
Hari ini, kelas penguasa sangat ketakutan terhadap setiap demonstrasi. Pandemi dan krisis yang menyertainya telah mengekspose ketidakbecusan pemerintah.
Hari ini, kelas penguasa sangat ketakutan terhadap setiap demonstrasi. Pandemi dan krisis yang menyertainya telah mengekspose ketidakbecusan pemerintah.
Pembubaran FPI oleh pemerintah Jokowi belum lama ini menyebabkan kekisruhan di antara para “pejuang demokrasi” dari semua spektrum politik.
Menjelang pilpres tahun depan, kita dihadapkan sekali lagi dengan pertanyaan mengenai apa sikap, strategi, dan taktik yang harus diambil oleh Gerakan Kiri hari ini.
Walaupun pemerintah dan organisasi internasional telah menyatakan komitmen mereka untuk memeranginya, bisnis perdagangan manusia sangatlah menguntungkan.
Akar terorisme dan fundamentalisme hari ini adalah imperialisme dan kebuntuan kapitalisme.
Drama penangkapan Setya Novanto seakan-akan tak pernah selesai. Setiap upaya yang dilakukan oleh penegak hukum untuk membawa tokoh penting kasus korupsi KTP Elektronik ini selalu membuat publik terkejut.
Jokowi berusaha menepis tuduhan ini dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang tegas, yang anti-komunis, yang siap menggebuk siapa saja, ormas maupun partai, yang anti terhadap Pancasila.
Di tengah tontonan politik ini, kelas proletariat akan menarik satu kesimpulan, dan hanya satu kesimpulan, bahwa demikianlah kebusukan dari demokrasi borjuasi. Politik borjuasi dengan drama-drama kotornya, kemunafikannya, segala tipu dayanya, berbagai jebakannya, semua ini harus dibuang ke tong sampah sejarah.
Pilkada DKI hari ini, bak perang kosmik Bharatayudha Jayabinangun, yang mengorbankan wong cilik sebagai pion-pion tak bernama.
“Kapan para terpidana mati kasus narkoba itu akan dieksekusi?” tanya Badrun kepada orang-orang—termasuk kepada saya. Badrun, seorang sarjana hukum lulusan Unair, sepertinya ingin memancing diskusi tentang hukuman mati.