
Editorial: Reformasi yang dikhianati
Kaum mahasiswa mulai bergerak menentang serangkaian RUU yang represif dan menindas rakyat
Kaum mahasiswa mulai bergerak menentang serangkaian RUU yang represif dan menindas rakyat
Rekonsiliasi ini menunjukkan kedua kubu mewakili kepentingan yang sama, yakni kapital
Ada awan mendung yang membayangi harapan pertumbuhan ekonomi dunia.
Dua puluh tahun yang lalu, rejim Orba yang tampaknya kokoh runtuh dengan begitu cepat. Apa pelajaran yang bisa kita ambil hari ini?
Akhir bulan lalu Presiden Jokowi mengumumkan reshuffle kabinetnya yang kedua. Reshuffle kali ini mengganti banyak posisi penting pemerintahan, terutama mengangkat Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan.
Tugas kita adalah bekerja tanpa henti untuk menunjukkan pada kelas buruh dan kaum pemuda sebab-musabab sebenarnya dari kengerian-kengerian ini dan menjelaskan bagaimana caranya permasalahan ini bisa dihapuskan sampai tuntas selamanya. Permasalahan besar menuntut solusi besar. Hanya revolusi sosialis yang bisa memecahkan permasalahan yang dihadapi manusia. Itulah satu-satunya cita-cita yang pantas kita perjuangkan hari ini.
Pertarungan hukum-politik antara Budi Gunawan (BG), calon Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) pilihan Presiden Jokowi, dan Bambang Widjojanto, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedang dijadikan tontonan oleh rakyat—tidak hanya oleh warga kota terpelajar saja, tetapi juga warga kampung yang cenderung buta politik.
Seratus lima puluh tahun yang lalu, seorang teoretikus politik, ekonomi dan sosial ternama pernah mengatakan bahwa perkembangan kapitalisme akan menghasilkan “akumulasi kekayaan di satu kutub, dan pada saat yang sama akumulasi kesengsaraan, penderitaan kerja, perbudakan, kebodohan, brutalitas, degradasi mental, di kutub yang lainnya.” Kutub yang pertama adalah kutub kaum kapitalis, sementara kutub yang kedua adalah kutub rakyat pekerja – buruh, tani, dan kaum miskin.
Artikel berita dan opini mengenai banjir di Jakarta sudah menumpuk, dengan berbagai statistik, keluhan, dan himbauan. Akan menjadi pemborosan kertas – dan lebih penting lagi, waktu para pembaca – kalau kita lantas tenggelam pada pengulangan yang sama.
Antonio Gramsci, seorang Marxis dan pendiri Partai Komunis Italia, berkata-kata tentang hegemoni sebagai “perangkat lunak” yang dimiliki klas penguasa untuk melanggengkan kekuasaan mereka. Hegemoni, menurut Gramsci, adalah “kepemimpinan moral dan intelektual”. Melalui agama, pendidikan, surat kabar, dan sebagainya, para produsen ideologis klas penguasa membentuk sentimen moral dan cara berpikir klas yang dikuasai.