Pada tanggal 31 Juli, Chavez mengumumkan nasionalisasi Bank Venezuela (Banco de Venezuela) yang dimiliki oleh perusahaan multinasional Spanyol, Grupo Santander. “Kita akan menasionalisasi Banco de Venezuela. Saya mengajak Grupo Santander untuk datang kesini supaya kita bisa mulai bernegosiasi”.
Berita ini adalah berita yang menggembirakan, dan merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menyelesaikan kontradiksi di dalam revolusi Bolivarian. Walaupun minyak yang merupakan sumber ekonomi terbesar di Venezuela sudah dinasionalisasi dan merupakan pilar ekonomi dimana hampir semua program sosial Venezuela (yang kerap disebut Mission) bersandar, makro ekonomi di Venezuela masih ada di tangan oligarki lokal dan modal asing. Perbankan merupakan sendi utama ekonomi negara yang mengatur jalannya kredit, modal, dan investasi; dan ini masih ada sepenuhnya di tangan kapitalis untuk melayani kepentingan mereka. Ini adalah kontradiksi yang harus diselesaikan. Oleh karena itu, kita harus menyambut nasionalisasi Bank Venezuela sebagai satu langkah maju untuk menyelesaikan kontradiksi ini.
Seperti halnya nasionalisasi pabrik besi SIDOR belum lama ini (Chavez re-nationalises SIDOR: historic victory for the workers), maka nasionalisasi Bank Venezuela akan memberikan dorongan dan semangat kepada rakyat pekerja untuk menuntut ekpropriasi ekonomi dari tangan kapitalis, tuan tanah, dan bankir; dan bukan hanya menuntut, tetapi melakukannya sendiri di bawah kontrol buruh.
Akan ada orang-orang yang mengeluh “Tetapi, ini adalah kebijakan dari atas, dari elit, bukan dari rakyat. Revolusi haruslah dibangun dari bawah.” Tetapi permasalahannya bukan ini, yang kita hadapi sekarang adalah Chavez menyerukan nasionalisasi bank. Apakah kita akan menolaknya hanya karena ini datang dari inisiatif di atas, bukan dari bawah? Tentu saja tidak, kita dukung inisiatif ini karena ia akan memberikan semangat kepada rakyat pekerja untuk menuntut nasionalisasi ekonomi Venezuela di bawah kontrol buruh. Kita dukung sembari kita juga serukan: “Ini adalah langkah yang tepat, tetapi nasionalisasi setengah-setengah tidak akan cukup untuk menyelesaikan kontradiksi ekonomi di dalam revolusi Bolivarian. Kita perlu menasionalisasi seluruh perbankan dan sektor finansial, ini adalah kondisi yang diperlukan untuk membentuk ekonomi sosialis yang terencana. Serta kita juga harus menasionalisasi tanah dan perusahaan-perusahaan besar. Semua di bawah kontrol buruh.”
Seruan Chavez
Di dalam acara TV nasional, Chavez mengatakan: “Beberapa bulan yang lalu, saya menerima informasi bahwa Banco de Venezuela, yang sudah diprivatisasi bertahun-tahun lamanya, akan dijual oleh pemiliknya di Spanyol; bahwa sebuah perjanjian telah ditandatangani oleh Grupo Santander dan sebuah perusahaan bank swasta di Venezuela … kemudian saya kirim sebuah pesan kepada mereka bahwa pemerintah Venezuela ingin membeli bank tersebut, kita ingin mengambilnya kembali. Kemudian pemilik bank tersebut mengatakan ‘tidak, kami tidak ingin menjualnya’. Jadi sekarang saya katakan ‘tidak, saya akan membelinya. Harganya berapa? Kita akan membayarnya, dan kita akan menasionalisasi Bank Venezuela’ “.
“Dari sini, kampanye media dari Spanyol dan internasional akan mulai. Mereka akan mengatakan bahwa Chavez adalahs seorang otokrat, bahwa Chavez adalah seorang diktatur, saya tidak peduli, kita tetap akan menasionalisasi bank ini”.
“Ada yang aneh disini karena sebelumnya pemilik bank tersebut benar-benar ingin menjualnya, dan sekarang mereka katakan bahwa mereka tidak ingin menjualnya kepada pemerintahan Venezuela. Kita akan menasionalisi Bank Venezuela supaya bank tersebut digunakan untuk melayani kepentingan rakyat Venezuela…Laba bank tidak akan diambil oleh grup-grup swasta, tetapi laba ini akan diinvestasikan di dalam proyek sosialis”.
Chavez juga mengatakan bahwa simpanan para pelanggan Bank Venezuela akan dijamin, dan pekerja-pekerja bank tersebut tidak akan kehilangan pekerjaannya. Justru kondisi mereka akan meningkat seperti halnya dengan pekerja di perusahaan SIDOR setelah nasionalisasi.
Perbankan Venezuela
Bank Venezuela adalah salah satu bank terbesar di Venezuela yang menguasai 12 persen usaha kredit di Venezuela. Pada pertengahan tahun 2008, bank ini meraih laba sebesar 170 juta dollar Amerika (1500 milyar rupiah), ini meningkat 29% dari tahun sebelumnya. Bank Venezuela memiliki 285 cabang dan 3 juga pelanggan, dan aset sebesar 891 juta dollar Amerika.
Setelah krisis ekonomi pada tahun 1994 dimana 60% sektor perbankan ambruk dan bangkrut, Bank Venezuela dinasionalisasi. Tetapi 2 tahun kemudian bank ini diprivatisasi dan dibeli oleh perusahaan multinasional Grupo Santander dari Spanyol dengan harga yang sangat kecil, yakni 300 juta amerika dollar. Dalam waktu 9 bulan, Grupo Santander sudah balik modal. Tahun 2007 saja bank ini meraih laba $325.3 juta dollar, ini sudah melebihi apa yang mereka bayar untuk membeli bank tersebut.
Ini tentu mengingatkan kita kepada krisis ekonomi di Indonesia tahun 1997, dimana perbankan Indonesia ambruk dan negara Indonesia ‘terpaksa’ (atau dipaksa) membayar semua hutang mereka dengan BLBI sebesar 13 milyar juta dollar (122 trilyun rupiah, saat itu ini adalah setengah dari anggaran negara). Dalam kata lain, negara Indonesia menasionalisasi hampir semua sektor perbankan di Indonesia. Tetapi tentu ada bedanya, disini pemerintah Indonesia menasionalisasi hutang bank-bank tersebut. Aset-aset bank-bank tersebut lalu dikumpulkan di BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) untuk ‘disehatkan’ dan kemudian dijual kembali ke pihak swasta dengan harga yang sangat murah.
Sekarang, perbankan di Venezuela dikuasai oleh empat grup: BVVA dan Grupo Santander dari Spanyol, serta dua bank lokal, Mercantil dan Banesco. Grupo Santander adalah perusahaan bank terbesar di Amerika Latin dengan 4500 cabang, dan sepertiga laba mereka datang dari Amerika Latin. Ini adalah contoh bagaimana modal asing mengeruk sumber daya Amerika Latin.
Privatisasi Laba, Nasionalisai Hutang
Para ahli ekonomi kapitalis sudah mulai memprotes langkah Chavez ini. Ahli ekonomi dari Goldman Sachs, Alberto Ramos, mengatakan: “Saya tidak setuju kalau perbankan harus berada di bahwa sektor publik. Sektor swasta lebih efektif dalam menjalankan perbankan.” Sunguh sebuah kemunafikan! Kita sudah lihat bagaimana efektifnya perbankan swasta di Indonesia, yang bangkrut dan harus diselamatkan oleh negara.
Bukan hanya di Indonesia, tetapi di negara-negara maju, perbankan swasta sudah mulai berjatuhan dan harus diselamatkan oleh negara. Belum lama ini, Federal Bank Reserve di Amerika Serikat harus menyelamatkan Bear Stearns dan membayar 29 milyar dollar Amerika untuk memfasilitasi penjualannya kepada JPMorgan. Di Inggris sendiri, salah satu bank terbesar, Northern Rock, ambruk dan harus dinasionalisasi. Nasionalisasi Northern Rock memakan biaya sebesar 40 milyar dollar, dan ini harus ditanggung oleh rakyat pekerja Inggris. Lalu, dua perusahaan kredit rumah terbesar di Amerika, Fannie Mae dan Freddie Mac, yang diambang kebangkrutan, harus diselamatkan oleh negara yang mengucurkan dana sebesar 25 milyar dollar. Kalau untuk menyelamatkan aset-aset mereka dan membayar hutang mereka, para ekonom ini tidak menolak nasionalisasi.
Inilah slogan kaum kapitalis: Privatisasi Laba, Nasionalisasi Hutang! Sungguh suatu kemunafikan yang tiada tara. Kapitalisme sudah menjadi sebegitu bangkrutnya dan bobroknya. Semua nilai-nilai kapitalisme mengenai pengambilan resiko dan kompetisi sudah tidak lagi valid. Tidak ada lagi pengambilan resiko, karena kalau mereka bangkrut dan terjebak hutang, maka negara akan ‘menyelamatkan’ dan ‘menyehatkan’ mereka dengan menggunakan uang rakyat pekerja. Dengan semakin memusatnya kapital di tangan beberapa individual, tidak ada lagi kompetisi, yang ada hanya monopoli dengan ilusi kompetisi. Memang dulu, nilai-nilai kapitalisme ini adalah suatu hal yang progresif secara historis; ia menghancurkan feudalisme yang sudah bangkrut, dan mengembangkan kekuatan produksi. Akan tetapi sekarang kapitalisme sudah menjadi parasit.
Nasionalisasi Dengan Kompensasi
Tentu akan ada beberapa orang yang meragukan nasionalisasi ini karena Chavez menawarkan untuk membeli bank tersebut, dan bukan menyitanya. Tetapi, masalah kompensasi ini bukanlah masalah prinsip. Marx juga tidak menolak kemungkinan untuk memberikan kompensasi kepada kaum kapitalis Inggris dalam menasionalisasi alat-alat produksi mereka, dan ini dengan tujuan untuk meminimalisasi perlawanan dari mereka. Dan kalau boleh saya tambahkan, ini juga akan mengekspos kemunafikan nilai-nilai kapitalisme. Para kapitalis bersama-sama dengan media bayaran mereka akan menyerang Chavez dan langkah nasionalisasi ini, dan rakyat pekerja sedunia akan melihat bahwa serangan-serangan tersebut hanyalah berdasarkan kemunafikan dan keserakahan. Grupo Santander berniat menjual Bank Venezuela ke pihak swasta. Tetapi ketika pemerintahan Chavez ingin membelinya guna kepentingan publik, mereka menolaknya. Ini akan membuat geram rakyat pekerja, mereka akan berseru: “Kalau mereka menolak, kita sita saja semuanya!”
Akan tetapi, kita tidak boleh berpikir seperti kaum reformis yang mengatakan bahwa kompensasi harus diberikan sesuai dengan harga pasar. Kebijakan kita adalah kompensasi minimum, dan hanya diberikan kepada pemegang saham kecil dan yang benar-benar membutuhkannya. Tidak ada kompensasi untuk mereka-mereka yang sangat kaya! Kita hitung kompensasi mereka dari laba-laba yang sudah mereka peroleh semenjak memperoleh Bank Venezuela. Grupo Santander membeli Bank Venezuela seharga 300 juta dollar, dan mereka sudah balik modal berulang-ulang kali. Jadi tidak ada alasan untuk membayar mereka sesen pun.
Nasionalisasi Penuh di Bawah Kontrol Buruh
Akan tetapi, janganlah kita terjebak dengan teknikalitas proses nasionalisasi ini. Hal yang terpenting adalah rakyat pekerja melihat nasionalisasi ini sebagai sebuah serangan terhadap kaum kapitalis, terhadap kepemilikan pribadi mereka yang sakral. Ini akan memberikan dorongan bagi rakyat untuk semakin mempertanyakan hak kepemilikan para kapitalis ini. Para kapitalis pun mengerti besarnya pengaruh sosial dan politik dari langkah ini, maka dari itu mereka beramai-ramai menyanyikan lagu lama mereka: “Chavez adalah seorang diktatur, ini akan menghancurkan perekonomian Venezuela”, dsb. Tugas setiap pendukung revolusi Bolivarian adalah untuk mendukung proses ini, dan mendorongnya untuk lebih maju. Nasionalisasi setengah-setengah tidak akan menyelesaikan kontradiksi ekonomi di Venezuela. Kendali ekonomi masih dipegang oleh para kapitalis, dan dengan mudahnya mereka bisa menyabotase industri-industri negara sembari berkoar: “Lihat industri nasional kita di bawah Chavez, semua rusak. Ini membuktikan bahwa nasionalisasi adalah langkah yang salah, ini membuktikan kegagalan sosialisme”. Bukankah para oligarki di Venezuela sudah berulang kali menyabotase ekonomi Venezuela? Sabotase industri minyak tahun 2002/2003 yang disertai boss lock-out (mogok bos), kelangkaan bahan makanan, inflasi, dsb. Ini semua adalah sabotase ekonomi yang bertujuan untuk menjatuhkan kredibilitas revolusi Bolivarian dan sosialisme.
Kita tidak bisa mengkontrol apa yang tidak kita miliki. Apakah seorang buruh pabrik bisa dengan mudah meminta bos pabrik untuk meningkatkan gajinya? Hanya dalam mimpi saja ini terjadi. Kita perlu menasionalisasi seluruh perbankan dan sektor finansial, semua pabrik-pabrik besar, tanah-tanah milik tuan tanah besar, semua di bawah kontrol buruh. Jangan biarkan birokrasi-birokrasi lama menjalankan industri nasional, karena ingat mereka dulunya adalah agen-agen kapitalis, teman minumnya para oligarki lokal. Singkirkan birokrasi ini, bentuk komite-komite pekerja yang akan menjalankan industri nasional secara demokratis dan secara terencana.
Kita sambut nasionalisasi Bank Venezuela sebagai sebuah langkah maju. Tetapi objektif utama Revolusi Bolivarian masih belum tercapai: mengambil alih kekuatan ekonomi dan politik kaum oligarki dan pembentukan negara pekerja sosialis.
4 Agustus 2008
*Sumber: Venezuela: The nationalisation of Banco de Venezuela oleh Alan Woods, 1 Agustus 2008.