Skip to content
Sosialis Revolusioner
Menu
  • Berita
  • Analisa
    • Gerakan Buruh
    • Agraria & Tani
    • Gerakan Perempuan
    • Gerakan Mahasiswa
    • Ekonomi
    • Politik
    • Pemilu
    • Hukum & Demokrasi
    • Imperialisme & Kebangsaan
    • Krisis Iklim
    • Lain-lain
  • Teori
    • Sejarah
      • Revolusi Oktober
      • Uni Soviet
      • Revolusi Indonesia
      • Lain-lain
    • Sosialisme
    • Materialisme Historis
    • Materialisme Dialektika
    • Ekonomi
    • Pembebasan Perempuan
    • Organisasi Revolusioner
    • Iptek, Seni, dan Budaya
    • Lenin & Trotsky
    • Marxisme vs Anarkisme
  • Internasional
    • Asia
    • Afrika
    • Amerika Latin
    • Amerika Utara
    • Eropa
    • Timur Tengah
  • Perspektif Revolusi
  • Program
  • Pendidikan
  • Bergabung
Menu

Degenerasi dan Keruntuhan Internasional Keempat: Membela Legasi Kita

Dipublikasi 4 October 2025 | Oleh : Redaksi Sosialis Revolusioner

International Keempat didirikan oleh Trotsky pada 1938. Pada saat itu, Internasional Kedua dan Internasional Ketiga telah sepenuhnya mengkhianati misi historis mereka dan menjadi rintangan bagi kemenangan kelas buruh. Dibutuhkan kepemimpinan revolusioner yang baru di dunia, kepemimpinan yang berlandaskan gagasan Marxis yang telah lama dicampakkan oleh internasional-internasional lainnya.

Kendati tugas historis yang dihadapi oleh Internasional Keempat, setelah terbunuhnya Trotsky, kebanyakan ‘pemimpin’nya memainkan peran yang menyedihkan. Di tengah lautan kebingungan, Ted Grant adalah satu-satunya yang secara konsisten membela metode Marxisme yang sejati.

Selama bertahun-tahun sejarah Internasional Keempat yang sesungguhnya dan peran Ted Grant telah dikaburkan. Dokumen ini akan meluruskan kebenaran ini. Melalui dokumen ini, kami bermaksud mengklaim kembali gagasan Trotsky yang sesungguhnya, yang menjadi landasan Internasional Keempat yang dia dirikan, demi generasi baru kaum revolusioner.

“Belajar untuk tidak melupakan masa lalu agar dapat memiliki wawasan ke masa depan adalah tugas kita yang pertama, yang paling penting.” (A Wretched Document, 27 Juli 1929, Writings of Leon Trotsky, Vol 1, 1929, New York 1975, hlm. 198–212)

“Salah satu prinsip dasar dialektika adalah tidak ada itu kebenaran yang abstrak; kebenaran itu selalu konkret.” (Lenin, One Step Forward, Two Steps Back, Mei 1904)

Dokumen ini membahas degenerasi dan keruntuhan Internasional Keempat, yang didirikan oleh Trotsky pada 1938. Dokumen ini juga membela gagasan dan metode Trotskisme yang sejati. Sekilas, topik ini mungkin tampak hanya menarik sebagai kajian sejarah, namun kenyataannya tidaklah demikian.

Sesungguhnya, perkembangan Internasional Keempat menyimpan pelajaran besar bagi kita hari ini. Khususnya ini memperdalam pemahaman kita tentang siapa kita, dan menjelaskan peran kunci yang dimainkan oleh kamerad Ted Grant dalam membela tradisi sejati tersebut.

Masalah degenerasi Internasional Keempat sebelumnya telah dibahas dalam berbagai artikel lainnya, termasuk dalam Programme of the International yang ditulis oleh Ted Grant pada 1970.

Meskipun Internasional Keempat telah hancur, program dan metodenya di bawah kepemimpinan Trotsky tetap hidup hingga hari ini dan mewujud dalam kerja kita. Ini bukan sekadar klaim kosong. Ini dapat dibuktikan, sebagaimana akan kita tunjukkan, melalui kontribusi teoretis dan dokumen-dokumen yang telah dihasilkan oleh kita selama delapan puluh tahun terakhir.

Kebutuhan untuk membela legasi kita, bersama dengan tanggung jawab historis kita untuk meluruskan catatan sejarah, jelas merupakan hal yang sangat penting. Terlebih lagi mengingat banyaknya distorsi bahkan kebohongan terang-terangan yang disebarkan oleh sekte-sekte Trotskis, demi menutupi kesalahan dan kejahatan mereka di masa lalu.

Di atas segalanya, ini berarti pengakuan atas peran krusial yang dimainkan oleh Ted Grant sepanjang periode ini dalam membela gagasan dan metode Trotskisme yang sejati.

Ia melanjutkan perjuangan Trotsky dalam kondisi yang paling sulit, dan keberadaan kita hari ini berutang pada kerja tanpa lelah itu. Inilah satu-satunya hal yang memberi kita hak untuk eksis, serta landasan sah bagi klaim kita dalam mewakili tradisi sejati Trotskisme revolusioner.

Organisasi kita lahir dari perjuangan membela ide-ide Marxisme melawan racun pemikiran Stalinis dan reformis, sekaligus melawan gagasan revisionis dari para ‘pemimpin’ Internasional Keempat. Di antaranya adalah tokoh-tokoh seperti Cannon, Pablo, Mandel, Frank, Healy, Maitan, Lambert, dan para pendukung mereka, yang pada masa itu, dan juga di tahun-tahun sesudahnya, terus membuat kesalahan demi kesalahan, entah dalam bentuk ultra-kiri maupun oportunis. Akar dari semua kekeliruan ini adalah metode yang secara fundamental keliru.

Untuk menyajikan bukti yang tak terbantahkan atas pernyataan ini, kami merasa perlu mengutip dokumen-dokumen dari masa lampau. Ini mungkin menimbulkan sedikit kesulitan bagi pembaca, namun tuntutan akan akurasi sejarah harus didahulukan daripada gaya penulisan atau kenyamanan dalam membaca.

Kondisi Sulit

Ketika Leon Trotsky sekarat akibat serangan seorang pembunuh bayaran Stalinis, kata-kata terakhirnya adalah, “sampaikan kepada kamerad-kamerad, aku yakin akan kemenangan Internasional Keempat. Majulah terus!”

Akan tetapi, pada tahun-tahun berikutnya, menjadi jelas bahwa materi-materi manusia yang dimiliki Trotsky tidak mampu mengemban tugas-tugas besar yang diajukan oleh sejarah.

Meskipun demikian, kita harus menunjukkan mengapa sejak awal mula gerakan Trotskis dilanda oleh gejolak internal, krisis, dan perpecahan yang terus-menerus.

Sejak didirikan, Oposisi Kiri berada dalam posisi yang sangat sulit, baik di Rusia maupun di tingkat internasional. Karena jumlah anggotanya sedikit, Oposisi Kiri mau tidak mau diisi oleh segala macam elemen yang dipersatukan oleh oposisi mereka terhadap Stalin dan birokrasi, tetapi belum tentu oleh hal-hal lainnya.

Sulit untuk menemukan contoh dalam sejarah tentang gerakan yang menderita tingkat persekusi yang sedemikian ekstrem. Faksi yang dipimpin oleh Zinoviev dan Kamenev tak lama kemudian memisahkan diri dan menyerah secara memalukan kepada Stalin. Kapitulasi ini menyebabkan kebingungan dan demoralisasi yang luas di antara anggota Oposisi Kiri.

Tidak sedikit pendukung Oposisi Kiri yang takluk pada tekanan besar Stalinis dan mengikuti langkah Zinoviev, Kamenev, serta Radek, dengan menyerah kepada Stalin. Sebagian besar dari mereka, jika bukan seluruhnya, di kemudian hari dihabisi secara fisik oleh Stalin.

Kesulitan-kesulitan ini juga dialami oleh kelompok-kelompok kecil yang mendukung Oposisi Kiri di partai-partai Komunis di luar negeri. Meskipun banyak pengikut Trotsky adalah kaum revolusioner yang pemberani dan jujur, yang lainnya, terus terang, bukanlah kader yang terbaik.

Mereka terpengaruh secara negatif oleh bertahun-tahun kekalahan, terutama oleh kemenangan Stalinisme di Rusia. Hasilnya adalah mood depresi dan disorientasi yang meluas.

Dibutuhkan upaya maha berat dari Trotsky untuk membangun landasan politik yang kokoh bagi organisasi baru ini, yang muncul dari reruntuhan Internasional Ketiga.

Banyak elemen yang tidak ada hubungannya dengan Trotskisme bergravitasi ke Oposisi Kiri. Di antara mereka adalah kaum Zinovievis, kaum anarkis, kaum ultrakiri, serta sejumlah petualang tanpa prinsip seperti Raymond Molinier di Prancis, belum lagi sejumlah besar elemen-elemen tidak jelas yang mencari rumah politik.

Tentu saja, di sini kita berurusan dengan elemen-elemen yang sebagian besar muda, tidak berpengalaman, dan naif secara politik. Banyak dari mereka berasal dari kalangan mahasiswa dan borjuis kecil. Mereka membawa serta gagasan-gagasan asing yang membingungkan.

Bahkan di SWP Amerika (Socialist Workers Party), ada orang-orang seperti James Burnham, misalnya, yang tidak pernah benar-benar menjadi seorang Trotskis dan bisa dibilang bahkan tidak pernah jadi Marxis, seperti yang di kemudian hari ditunjukkan oleh penolakannya terhadap materialisme dialektis.

Tentu saja Trotsky tidak selalu dapat memilih materi-materi manusia yang dia miliki untuk bekerja. Pada 1935, Trotsky berdiskusi dengan seorang anggota sayap kiri pemuda sosialis di Prancis bernama Fred Zeller. Dalam diskusi tersebut Zeller melontarkan beberapa kritik serius terhadap kaum Trotskis Prancis.

Sebagai jawaban, Trotsky tidak berusaha membela para anggota seksi Prancis, tetapi hanya menjawab dengan singkat: “Anda harus bekerja dengan materi-materi yang ada di tanganmu.”

Kata-kata ini dengan jelas menunjukkan sikapnya terhadap banyak dari mereka yang menyebut diri mereka ‘Trotskis’. Itu adalah komentar yang pedas tentang para pemimpin Internasional Keempat di masa depan, dan Trotsky sedari awal tidak memiliki banyak ilusi terhadap mereka. (Baca On Organizational Problems, November 1935).

Pada tahun yang sama, Trotsky berkomentar:

“Adalah absurd untuk menyangkal adanya tendensi sektarian di tengah-tengah kita. Tendensi itu telah tersingkap oleh serangkaian diskusi dan perpecahan. Memang, bagaimana mungkin unsur sektarianisme gagal untuk mewujud dalam sebuah gerakan ideologis yang dengan tegas menentang semua organisasi yang dominan dalam kelas pekerja, dan yang menjadi sasaran persekusi mengerikan yang tanpa preseden di seluruh dunia?” (Sectarianism, Centrism and the Fourth International)

Membereskan kekacauan yang ada dan membersihkan elemen-elemen kelas asing yang tidak diinginkan terbukti menjadi proses yang panjang dan menyakitkan. Inilah alasan di balik banyaknya perpecahan dan krisis di tahun-tahun berikutnya.

Dalam kata-kata penyair Jerman Heine, Trotsky telah “menabur gigi naga dan menuai kutu”.

SWP Amerika

Peran kepemimpinan pada tahun-tahun awal Internasional Keempat dimainkan oleh seksi Amerika, yang kemudian menjadi SWP (Socialist Workers Party), tetapi peristiwa menunjukkan bahwa seksi ini memiliki kelemahan politis yang serius.

James Cannon, pemimpin utama SWP, mungkin adalah yang paling cakap di antara para pemimpin internasional pada tahun-tahun awal. Ia memiliki rekam jejak yang panjang dalam gerakan buruh Amerika sejak zaman IWW (Industrial Workers of the World) – sebuah fakta yang sangat dihargai oleh Trotsky. Ia memiliki banyak kualitas baik sebagai seorang organisator, tetapi ia juga memiliki sisi yang sangat negatif.

Cannon awalnya adalah pengikut Zinoviev dan tidak pernah melepaskan diri dari tendensi Zinovievis-nya. Ini bukanlah mazhab Bolshevisme, melainkan mazhab manuver, intrik, dan penggunaan metode-metode organisasional sebagai ganti debat politik yang sehat.

Trotsky sangat menghargai loyalitas Cannon, tetapi ia tidak pernah setuju dengan metode organisasional tangan besinya. Ia tahu betul bahwa ini adalah resep jadi untuk krisis dan perpecahan. Trotsky menyampaikan poin yang menarik dalam In Defence of Marxism:

“Seksi-seksi kita sendiri mewarisi sebagian racun Komintern dalam artian bahwa banyak kamerad cenderung menyalahgunakan langkah-langkah seperti pemecatan, perpecahan, atau ancaman pemecatan dan perpecahan.”

Jelas ketika ia menulis baris-baris ini, yang ada di benak Trotsky adalah Cannon. Ia mendukung pendirian politik Cannon dalam melawan oposisi borjuis-kecil Burnham dan Shachtman, tetapi ia sangat resah dengan pendekatan yang tergesa-gesa dan terlalu administratif yang Cannon gunakan terhadap mereka.

Pada kenyataannya, sambil mempertahankan sikap politik yang tanpa kompromi, ia menentang perpecahan di seksi Amerika, dan lebih memilih, seperti biasa, senjata argumen politik yang jelas dan klarifikasi teoretis, ketimbang senjata tumpul intimidasi, ancaman, dan pemecatan, yang membuat perpecahan tidak terhindarkan.

Selama Trotsky masih hidup, ia mampu menjaga para pengikutnya untuk tetap berada di garis politik yang benar. Namun setelah kematiannya pada 1940, dan dihadapkan dengan kondisi objektif yang berubah, mereka terbukti tidak mampu mempersenjatai kembali gerakan itu.

Internasional Keempat

Pendirian Internasional Keempat pada September 1938 tidak diragukan lagi merupakan sebuah tonggak sejarah. Ini menandai sebuah upaya untuk menggembleng para kader, secara politik dan organisasional, demi tugas-tugas historis yang menanti di depan.

Trotsky memprediksi bahwa Perang Dunia Kedua yang akan datang akan melahirkan sebuah gelombang revolusioner yang akan menguji semua partai dan tendensi. Internasional-internasional yang lama – yang Kedua, yang Ketiga, dan yang disebut Biro London – telah busuk dan menjadi penghalang bagi keberhasilan revolusi sosialis. Trotsky percaya bahwa bencana dunia yang akan datang dan dampaknya akan menghancurkan organisasi-organisasi ini.

Pada 1938, Trotsky membuat prediksi yang berani bahwa dalam sepuluh tahun ke depan “tidak akan ada satu batu pun yang tersisa di atas lainnya” dari organisasi-organisasi lama itu, dan program Internasional Keempat akan menjadi pedoman bagi jutaan orang. (On the Founding of the Fourth International, Fourth International, Vol. 1 No. 5, October 1940)

Tetapi ini hanyalah sebuah prognosis tentatif. Sebuah perspektif bukanlah bola kristal yang memungkinkan kita untuk memprediksi jalannya peristiwa secara persis, melainkan sebuah hipotesis kondisional, yang harus dikoreksi sejalan dengan perkembangan aktual. Itu adalah ABC bagi siapa pun yang sedikit saja akrab dengan metode Marxisme.

Sehubungan dengan perang di Finlandia pada November 1939, Trotsky menjelaskan:

“Siapa pun yang mendambakan prediksi akurat atas peristiwa konkret sebaiknya berkonsultasi dengan para astrolog. […] Saya telah beberapa kali menekankan sifat kondisional dari prognosis saya sebagai salah satu dari beberapa varian kemungkinan.” (Balance sheet of the Finnish Events)

Apa yang ditulis Trotsky di sini sangatlah jelas. Tetapi ini sama sekali tidak dipahami oleh para ‘pemimpin’ Internasional Keempat, yang mendasarkan tindakan mereka pada apa yang ditulis Trotsky pada 1938, seolah-olah ini telah terpahat di batu dan tidak dapat diubah, tanpa memedulikan kondisi yang berubah.

Itu adalah kebalikan dari Marxisme dan jelas bertentangan dengan semua yang Trotsky tulis tentangnya. Ini bukan berarti prediksi-prediksi awal Trotsky sepenuhnya salah. Sebaliknya, dalam analisisnya mengenai situasi dunia, ia menunjukkan pemahaman dan kemampuan memprediksi peristiwa yang jauh lebih dalam daripada pemimpin dunia lainnya.

Beberapa politisi borjuis yang lebih berpandangan jauh ke depan dengan jelas memahami risiko implikasi revolusioner yang dapat timbul dari perang. Coulondre, duta besar Prancis untuk Jerman, berkata kepada Hitler pada 25 Agustus 1939: “Saya juga khawatir bahwa sebagai akibat dari perang, hanya akan ada satu pemenang sejati – Tuan Trotsky.”

Tentu saja, kata-kata Coulondre hanyalah mempersonifikasikan revolusi dalam sosok Trotsky. Namun, jalannya peristiwa ternyata berbeda.

Pembunuhan Trotsky

Pembunuhan Trotsky menghantarkan pukulan mematikan kepada kekuatan Internasional Keempat yang masih muda dan tidak berpengalaman. Tanpa bimbingan Trotsky, para pemimpin lainnya terbukti sama sekali tidak berguna.

Menarik untuk dicatat bahwa Stalin, yang berkat pengalamannya dengan Bolshevisme berarti dia memahami bahaya yang mengancam rezimnya bahkan dari gerakan revolusioner internasional yang kecil sekalipun, memahami peran vital Trotsky di Internasional Keempat.

Ketika beberapa agennya mengeluh bahwa mereka menghabiskan terlalu banyak waktu dan uang untuk menghabisi satu orang saja, Stalin menjawab bahwa mereka keliru – bahwa tanpa Trotsky, Internasional Keempat bukanlah apa-apa, karena, seperti yang ia katakan, “mereka tidak punya pemimpin yang baik.” Ia tidak salah.

Dihadapkan pada situasi yang sama sekali baru, para pemimpin Internasional Keempat setelah Trotsky tidak mampu membuat penyesuaian yang diperlukan dan sepenuhnya kehilangan arah. Hal itu berdampak fatal pada perkembangan organisasi yang baru ini.

Perang berkembang dengan cara yang tidak dapat diramalkan oleh siapa pun, bahkan oleh seorang jenius terhebat sekalipun. Dan hasil akhir perang, terutama menguatnya Stalinisme, menjungkirbalikkan perspektif Trotsky pada 1938.

Namun, bukan hanya perspektif Trotsky yang terbantah, tetapi juga perspektif kaum imperialis – Roosevelt dan Churchill – apalagi perspektif Hitler dan Stalin, yang membuat kesalahan terbesar dari semuanya. Hasil akhir perang antara Uni Soviet dan Nazi Jerman adalah peristiwa yang paling menentukan dalam keseluruhan situasi.

Blunder Stalin

Stalin, yang disebut-sebut sebagai ‘jenius militer yang hebat’, pada kenyataannya, telah menempatkan Uni Soviet dalam bahaya yang paling besar. Uni Soviet telah dibuat hampir tanpa pertahanan militer karena pembersihan massal di Tentara Merah pada 1937-38 dan kemudian pada 1941, tepat sebelum invasi Jerman ke Uni Soviet.

Ketika para jenderal Jerman menolak gagasan untuk menyerang Uni Soviet, dengan alasan bahwa berperang di dua front adalah sebuah kesalahan fatal, Hitler menjawab bahwa Uni Soviet bukan lagi masalah, karena mereka tidak punya jenderal yang baik.

Pakta Hitler-Stalin 1939 pada kenyataannya adalah langkah defensif Uni Soviet. Dengan menandatangani pakta non-agresi dengan Hitler, Stalin percaya bahwa ia telah menghindari bahaya invasi Jerman. Ia keliru.

Invasi Hitler ke Uni Soviet pada musim panas 1941 mengejutkan Stalin. Harga yang harus dibayar oleh rakyat Uni Soviet sungguh mengerikan.

Kaum imperialis berharap bahwa perang antara Jerman dan Uni Soviet akan membuat keduanya sama-sama kelelahan, sehingga memungkinkan Amerika dan Inggris untuk masuk dan meraup rampasan perang.

Perang Dunia Kedua di Eropa pada dasarnya mengerucut menjadi perjuangan hidup-mati antara Rusia Stalinis dan Hitler di Jerman, yang dipersenjatai dengan gabungan sumber daya Eropa di belakangnya.

Awalnya, tampaknya tidak ada harapan bagi Uni Soviet.

Trotsky telah memperingatkan, bahaya utama bagi Uni Soviet seandainya terjadi perang adalah komoditas murah yang dibawa oleh gerbong pasukan imperialis (misalnya Amerika Serikat) dalam jumlah besar. Tetapi kenyataannya berbeda. Invasi Jerman datang dengan membawa pembunuhan massal, kamp konsentrasi, dan kamar gas. Kaum Nazi menganggap rakyat Soviet sebagai ras sub-human dan memperlakukan mereka demikian.

Sebagai hasilnya, kendati kejahatan-kejahatan Stalin dan birokrasi, massa Soviet merapatkan barisan untuk mempertahankan capaian-capaian Revolusi Oktober dan berjuang dengan keberanian yang paling menakjubkan untuk melawan Hitler dan mengusir penjajah mereka. Melawan segala rintangan, Tentara Merah dengan cepat menghentikan invasi Nazi dan kemudian mengalahkan Hitler dengan telak.

Ini memainkan peran yang menentukan dan secara efektif mengubah keseluruhan situasi. Ini memberi Uni Soviet prestise yang luar biasa besar, yang pada gilirannya memperkuat rezim Stalinis selama satu periode sejarah penuh, berkebalikan dengan ekspektasi Trotsky.

Fakta ini memungkinkan mereka untuk mempertahankan kendali kuat atas gerakan massa, yang mereka gunakan untuk mengkhianati gelombang revolusioner pasca-perang.

Pengkhianatan historis ini menyediakan premis politik bagi pemulihan ekonomi, yang berujung pada boom ekonomi pasca-perang: sebuah kebangkitan kapitalisme tanpa preseden. Ini pada gilirannya memberi sistem kapitalis napas baru.

Alih-alih Stalinisme digulingkan, seperti yang diharapkan Trotsky, ia justru menjadi jauh lebih kuat, dengan Tentara Merah menghancurkan pasukan Hitler dan menduduki sebagian besar Eropa Timur.

Maka, dua kekuatan besar pun muncul di panggung dunia: di satu sisi Uni Soviet, dan di sisi lain, Amerika Serikat, yang kini menjadi kekuatan imperialis yang dominan.

Amerika Serikat tidak pernah menderita kehancuran mengerikan seperti yang dialami Eropa selama perang. Ia keluar dari perang dengan industri-industrinya yang utuh dan surplus keuangan yang melimpah.

AS berada dalam posisi untuk menopang kapitalisme Eropa dan menyediakan bantuan ekonomi yang diperlukan untuk memulai periode pemulihan ekonomi yang sepenuhnya kontras dengan situasi pasca-Perang Dunia Pertama.

Semua ini berarti perspektif Trotsky pada tahun 1938 telah terbantah oleh sejarah. Seandainya Trotsky masih hidup, ia pasti akan merevisi perspektif 1938-nya dan mengorientasikan kembali gerakan.

Namun, para pemimpin Internasional Keempat: Cannon, Hansen, Pablo, Mandel, Maitan dan Pierre Frank – dan para pendukung mereka – gagal total. Mereka tidak sanggup mengemban tugas tersebut. Karena tidak mampu memahami metode Trotsky, yakni metode Marxisme, mereka hanya mengulang-ulang perspektif usang tahun 1938 tentang perang dan revolusi yang akan segera terjadi, seolah-olah tidak ada yang terjadi dari 1938 hingga 1945.

Mereka hanya mengulangi seperti burung beo apa yang dikatakan Trotsky sebelum kematiannya, seolah-olah jam telah berhenti berdetak. Mereka tidak pernah memahami metode dialektis Trotsky dan pendekatannya terhadap perspektif.

Penolakan untuk mengakui apa yang ada di depan mata mereka ini menyebabkan satu kesalahan demi kesalahan lainnya, yang pada akhirnya menghasilkan krisis besar di dalam Internasional Keempat.

Pentingnya Kepemimpinan

Metode materialisme historis berupaya menemukan kekuatan-kekuatan fundamental dalam sejarah dalam faktor-faktor objektif – terutama perkembangan kekuatan produktif. Namun, materialisme historis tidak pernah menolak pentingnya faktor subjektif atau peran individu dalam sejarah.

Ada banyak paralel antara perang antar bangsa dan perjuangan kelas. Dalam perang, jenderal yang baik jelas merupakan faktor kunci, dan faktor yang dapat menjadi penentu. Pentingnya jenderal yang baik ketika pasukan sedang maju menyerang sudah jelas dengan sendirinya. Tetapi kualitas kepemimpinan bahkan lebih penting lagi pada saat pasukan terpaksa mundur.

Dengan jenderal yang baik, penarikan mundur pasukan dapat dilakukan dengan teratur, dengan kerugian yang minimal dan menjaga sebagian besar pasukan dari kehancuran. Tetapi jenderal yang buruk akan mengubah gerak mundur menjadi pelarian yang kocar-kacir.

Inilah persisnya yang terjadi dengan Internasional Keempat. Kepemimpinan Internasional Keempat yang sungguh tidak kompeten mengubah gerak mundur, yang sebetulnya diperlukan, menjadi pelarian yang kocar-kacir. Dengan metode mereka, mereka pada akhirnya menghancurkan gerakan yang dibangun dengan susah payah oleh Leon Trotsky.

Peran Ted Grant

Satu-satunya tendensi yang bisa selamat dari krisis eksistensial Trotskisme ini adalah Workers’ International League di Inggris.

Hanya mereka yang mampu mengkaji ulang situasi yang baru dan menarik kesimpulan yang tepat. Dan hanya mereka yang berhak dianggap sebagai pembela sejati metode Trotsky dan satu-satunya penerus sah legasinya.

Lenin adalah pembela Marxisme yang sejati setelah kematian Marx dan Engels. Dan setelah kematian Lenin, peran itu jatuh ke tangan Leon Trotsky. Dengan cara yang sama, setelah kematian Trotsky, pembela sejati gagasan dan metodenya adalah Ted Grant.

Tidaklah mungkin di sini untuk menguraikan kehidupan dan karya Ted dengan detail. Kami membatasi diri pada ikhtisar yang sangat singkat. Untuk uraian yang lebih lengkap, kami merujuk pembaca pada biografi komprehensif yang ditulis oleh Alan Woods: Ted Grant, the Permanent Revolutionary.

Ted bergabung dengan gerakan Trotskis di Johannesburg pada 1929. Pada 1934, ia beremigrasi dari Afrika Selatan ke Inggris untuk mencari medan kerja politik yang lebih luas.

Di sana, ia bergabung dengan kaum Trotskis yang bekerja di dalam Independent Labour Party (ILP), tetapi karena kesempatan di ILP mulai menipis, atas nasihat Trotsky, kamerad-kamerad muda ini beralih untuk bekerja di dalam Partai Buruh, terutama di seksi pemudanya.

Pada 1937, sekelompok kamerad dari Afrika Selatan lainnya, termasuk Ralph Lee, tiba di London dan bergabung dengan Ted dan Jock Haston di cabang Paddington dari Militant Group. Mereka menjadi anggota yang paling aktif di dalam organisasi tersebut.

Metode kepemimpinan Militant Group mencerminkan sifatnyayang sebagian besar borjuis-kecil, dengan mentalitas lingkaran-kecil, dengan intrik-intrik picisan mereka, dan sedikit koneksi dengan kelas pekerja. Hal ini mengakibatkan perpecahan terus-menerus sejak 1934 dan seterusnya.

Pada akhir 1937, delapan kamerad memutuskan untuk mendirikan sebuah organisasi baru, yakni Workers’ International League (WIL).

Pendirian WIL menandai perpisahan yang menentukan dari kelompok-kelompok ‘Trotskis’ lama dari periode sebelumnya dan menandai asal-usul sejati dari tendensi kita, awal dari Trotskisme sejati di Inggris.

Ted dengan cepat tampil sebagai teoretikus kunci kelompok tersebut, sekretaris politiknya, dan editor koran barunya, Socialist Appeal.

Korespondensi dengan Trotsky

Dalam waktu enam minggu setelah mendirikan WIL, pada 12 Februari 1938, mereka mengirim surat kepada Trotsky di Meksiko yang menjelaskan bahwa kelompok tersebut telah memperoleh sebuah mesin cetak.

Trotsky benar-benar terkesan. Pada 15 April 1938, Trotsky menulis surat kepada Charles Sumner di Inggris, yang telah menjalin kontak dengan Trotsky sejak 1937, untuk mengabarkan rencana perjalanan James Cannon ke Inggris untuk membantu mendirikan seksi Inggris Internasional Keempat.

Tidak lama setelah itu, pada awal Juni, WIL telah menerbitkan edisi baru pamflet Lessons of Spain karya Trotsky, dengan pengantar yang ditulis oleh Ted Grant dan Ralph Lee. Mereka dengan bangga mengirimkan satu salinannya kepada Trotsky.

Pada 29 Juni 1938, Trotsky kembali menulis surat kepada Charles Sumner, yang penuh dengan pujian atas inisiatif WIL: “Saya telah menerima edisi pamflet Spanyol saya dari kalian dengan pengantar kalian yang luar biasa”, tulisnya.

Lagi, Trotsky melanjutkan dengan memberi selamat kepada kawan-kawan WIL karena telah memiliki mesin cetak: “Sungguh sebuah gagasan revolusioner yang bagus untuk memiliki percetakan sendiri.” Ia mengakhiri suratnya: “Salam terhangat saya untukmu dan kawan-kawanmu.”

Surat Trotsky ini sangatlah signifikan untuk sejarah kita. Pertama, surat ini tidak dapat ditemukan di mana pun dalam tulisan-tulisan Trotsky yang diterbitkan oleh Pathfinder Press, sayap penerbitan SWP Amerika. Surat itu pastinya mereka miliki.

Surat itu baru ditemukan pada 2018, dan sampai ke tangan kita secara kebetulan. Ini sungguh sebuah takdir yang luar biasa, dan kami selamanya berterima kasih untuknya. Surat yang disembunyikan ini, yang memuji WIL, dapat dianggap sebagai akta kelahiran kita yang telah lama hilang. Inilah satu-satunya surat yang ada di mana Trotsky sendiri merujuk pada WIL, dan dengan nada yang begitu antusias. (Baca Trotsky’s suppressed letter)

Surat ini sengaja disembunyikan oleh para pemimpin SWP (dan khususnya Cannon), dalam upaya mereka untuk secara memalukan meremehkan WIL demi prestise pribadi dan kedengkian mereka, seperti yang akan kita lihat.

Peran Beracun Cannon

Pada Agustus 1938, James Cannon mengunjungi Inggris, dengan tujuan untuk menyatukan kelompok-kelompok Trotskis yang tercerai berai itu menjadi satu organisasi tunggal menjelang konferensi pendirian Internasional Keempat.

Pada saat ini, ada empat kelompok di Inggris: Revolutionary Socialist League (dipimpin oleh CLR James, Wicks dan Dewar); Militant Group (dipimpin oleh Harber dan Jackson); satu kelompok di Skotlandia, Revolutionary Socialist Party (dipimpin oleh Maitland dan Tait); dan WIL (dipimpin oleh Ralph Lee, Jock Haston, dan Grant).

Akan tetapi, kelompok-kelompok ini memiliki pendekatan yang sangat berbeda satu sama lain, mulai dari kerja terbuka hingga taktik entris, dan bagaimana cara penerapannya. Perbedaan-perbedaan taktis ini menimbulkan kesulitan yang tidak dapat diatasi untuk bisa memulai kerja bersama yang praktis.

Untuk mengatasi kesulitan ini, pertama-tama harus ada diskusi yang mendalam mengenai taktik, program, dan memutuskan sebuah garis aksi bersama. Hanya di atas dasar itu maka kita dapat bersatu.

Tetapi Cannon mengabaikan ini dan mencoba menyatukan kelompok-kelompok ini murni secara organisasional. Ia memandang perbedaan-perbedaan orientasi sebagai hal yang tidak penting.

Oleh karena itu, Cannon menggelar Konferensi Persatuan untuk memaksakan persatuan secara formal. Meskipun WIL setuju untuk hadir, mereka menentang persatuan palsu yang dicapai tanpa diskusi yang sesungguhnya. Jika tidak, persatuan di atas dasar yang dangkal seperti itu hanyalah resep untuk perpecahan di masa depan.

Tetapi Cannon menginginkan persatuan dengan cara apapun. Oleh karena itu, tidak ada diskusi mengenai perspektif politik atau perbedaan taktis apa pun di Konferensi Persatuan tersebut. Sebaliknya, semua kelompok hanya diminta untuk menandatangani ‘Perjanjian Damai dan Persatuan’, yang didraf oleh Cannon, dan diberi waktu 20 menit untuk mengambil keputusan.

WIL memutuskan bahwa pendekatan ini tidak berprinsip dan karena itu tetap berada di luar organisasi ‘persatuan’ tersebut.

Bulan berikutnya, pada awal September 1938, Konferensi Pendirian Internasional Keempat digelar di Paris.

Meskipun berada di luar organisasi ‘persatuan’ itu, WIL menyatakan niatnya untuk menjadi, jika bukan seksi penuh, maka menjadi seksi simpatisan Internasional Keempat. Cannon tampaknya setuju dengan gagasan seksi simpatisan itu, dan WIL diminta untuk mengirim seorang delegasi ke Konferensi Pendirian. Sayangnya, mereka tidak memiliki dana untuk mengirim siapa pun. Sebagai gantinya, mereka menitipkan pernyataan tentang posisi mereka kepada seorang delegasi, agar diteruskan ke konferensi.

Cannon jelas telah berubah pikiran saat konferensi berlangsung. Karena tersinggung oleh penolakan WIL untuk bersatu dengan kelompok-kelompok lainnya, ia memfitnah WIL dan menghalangi upayanya untuk menjadi seksi simpatisan. Pesan WIL kepada kongres tidak dibagikan kepada para delegasi. Itu adalah gestur yang penuh benci, yang menyingkap metode Cannon.

Konferensi Pendirian Internasional Keempat kemudian mengesahkan seksi yang baru bersatu itu, yang mengambil nama Revolutionary Socialist League (RSL), sebagai seksi resmi Inggris.

Cannon, yang kini memendam kebencian terhadap WIL, melaporkan kepada Trotsky bahwa “sikap WIL dikecam oleh konferensi internasional”. Ia menganjurkan agar mereka mengambil “sikap yang tegas dan teguh” terhadap WIL dan “dalam keadaan apa pun tidak mengakui legitimasinya”. Tetapi, ia mengeluh bahwa RSL “tidak terbiasa dengan perlakuan ‘brutal’ (yakni, Bolshevik) kita terhadap kelompok-kelompok yang bermain-main dengan perpecahan.” (James P. Cannon, Impressions of the Founding Conference, 12 Oktober 1938, di Joseph Hansen, James P. Cannon – The Internationalist, Juli 1980)

Komentar terakhir ini memberitahu kita banyak hal tentang metode Cannon. Inilah persisnya cara Cannon beroperasi melawan orang-orang yang menentangnya di dalam SWP. Metode semacam itu kemudian menjadi metode rezim birokratis di dalam apa yang disebut Internasional Keempat.

Trotsky tidak menanggapi laporan fitnah Cannon itu. Ia tampaknya mengabaikannya. Karena tidak memiliki informasi sumber pertama lainnya, ia jelas lebih memilih untuk menunggu dan melihat bagaimana keadaan akan berkembang. Jelas bahwa Trotsky, yang tidak pernah membentuk opini secara tergesa-gesa, sedang menahan penilaiannya tentang WIL, yang, bagaimanapun juga, sebelumnya telah ia kagumi secara terbuka. Trotsky tidak pernah menyerang WIL, seperti yang diklaim oleh beberapa kaum sektarian. Faktanya, satu-satunya hal yang tercatat adalah pujian Trotsky mengenai inisiatif-inisiatif WIL.

“Sejak saat itu dan seterusnya”, jelas Ted Grant, “Cannon memendam dendam kesumat terhadap WIL dan kepemimpinannya, yang lalu menimbulkan reperkusi serius di masa depan.” (History of British Trotskyism, hal. 63)

Dendam ini, yang berubah menjadi kebencian yang berbisa, dapat dilihat dari apa yang Cannon sendiri nyatakan kemudian:

“Semua kejahatan dan kesalahan dari faksi Haston yang busuk sampai ke akar-akarnya ini dapat dilacak langsung ke asal-usulnya sebagai sebuah klik yang tidak berprinsip pada 1938. Ketika saya berada di Inggris sekitar pertengahan tahun itu, menjelang Kongres Dunia Pertama [Kongres Pendirian Internasional Keempat], saya mengecam faksi Lee-Haston sebagai faksi yang ternoda oleh ketiadaan prinsip sejak kelahirannya. Saya tidak pernah memiliki sedikit pun kepercayaan pada mereka sepanjang perkembangan mereka selanjutnya, tidak peduli tesis apa yang mereka tulis atau pilih pada saat itu.” (Cannon, Speeches to the Party, hal. 296-297)

Ini meringkas seluruh pendekatan Cannon. Sejauh menyangkut ‘para pemimpin’ Internasional Keempat, James Cannon mungkin adalah yang terbaik di antara mereka. Namun, setelah kematian Trotsky, ia melihat dirinya sebagai ‘pemimpin utama’: satu-satunya orang yang berhak mewakili legasi Trotsky.

Tetapi ia tidak mumpuni untuk itu. Cannon jelas bukanlah seorang teoretikus. Bukan hanya itu – ia bahkan bangga dengan fakta ini. “Saya akan membantah dengan keras siapa pun yang menyebut saya seorang teoretikus”, jelasnya suatu kali. (Cannon, Writings & Speeches 1940-43, hal. 360)

Ia pada dasarnya adalah seorang ‘pengurus organisasi’ – seorang ‘praktisi’ yang berpikiran sempit, dengan pemahaman Marxisme yang sangat sederhana. Karena tidak memiliki pemahaman teori yang mendalam, ia tidak mampu memberikan jawaban yang serius kepada orang-orang yang mengkritiknya, dan lebih memilih untuk mengecam mereka dengan bahasa yang paling kasar dan, jika perlu, menggunakan langkah-langkah administratif untuk membungkam mereka. Ia kemudian menekankan perannya sebagai ‘orang keras’:

“Ketika saya keluar setelah sembilan tahun di Partai Komunis, saya adalah seorang preman faksional kelas satu. Jika tidak, bagaimana mungkin saya bisa bertahan hidup? Yang saya tahu, ketika seseorang memulai perkelahian, hajar saja dia. Kehidupan seperti itulah yang saya tahu.”

Ini ditunjukkan dengan jelas dalam perdebatan dengan Schachtman dan kaum oposisi di SWP pada 1939-40, yang dikritik keras oleh Trotsky. Kemudian, Cannon mengakui bahwa Trotsky benar dan ia salah:

“Saya pikir Trotsky benar ketika ia mengatakan bahwa dalam pertarungan yang berlarut-larut antara Cannon dan Abern itu, secara historis Cannon berada di pihak yang benar. Tetapi itu bukan berarti saya benar dalam segala hal. Tidak, saya salah dalam banyak hal, termasuk metode-metode saya dan ketidaksabaran serta kekasaran saya terhadap kamerad-kamerad dan membuat mereka menjauh.”

Dengan kata lain, Cannon datang langsung dari mazhab buruk Zinovievisme yang terbiasa menggunakan manuver-manuver organisasional yang tidak jujur untuk membungkam lawan, mengecam dan membentak mereka, alih-alih dengan sabar menjawab argumen-argumen mereka, seperti yang selalu dilakukan oleh Lenin dan Trotsky.

Fakta bahwa Konferensi Pendirian Internasional Keempat mengesahkan RSL dan mengecam WIL segera terbukti menjadi sebuah kesalahan.

Bahkan sebelum tinta ‘Perjanjian Damai dan Persatuan’ itu mengering, keretakan di dalam RSL – organisasi ‘persatuan’ itu – mulai muncul. Keretakan ini melebar menjadi perpecahan. RSP telah memisahkan diri sebelum akhir tahun. Kaum ‘kiri’ segera menyusul, mendirikan Revolutionary Workers League (RWL) mereka sendiri. RSL mengalami disintegrasi.

WIL menulis sebuah pernyataan, yang menjelaskan:

“Sekali lagi situasi lama kembali terjadi, hanya saja kali ini lebih kacau daripada kapan pun di masa lalu. Gerakan kita terus-menerus terdiri dari ‘staf-staf jenderal’ tetapi tanpa pasukan.”

Cannon meratapi fakta ini, tetapi ia tidak pernah siap untuk mengakuinya. WIL, sebaliknya, menjadi semakin kuat.

Seperti yang dijelaskan dalam sebuah laporan dari WIL:

“Selama periode ini WIL melanjutkan kerjanya, yakin bahwa satu-satunya jalan keluar dari kebuntuan Trotskisme Inggris adalah dengan memalingkan punggung kita ke klik lama dan lingkungan borjuis-kecil dan merekrut buruh-buruh baru untuk memperkuat barisan gerakan. Jelas kami dirugikan oleh kecaman dari IS [International Secretariat]. Tetapi karena kami memiliki kebijakan yang tepat dan sikap yang tepat, keharmonisan umum di dalam barisan kami memberi kami keunggulan dalam orientasi dan organisasi kader-kader kami. Sebuah fase baru dimulai dalam perkembangan gerakan kami.” (Laporan WIL)

Internasional Pindah ke New York

Ketika perang pecah pada September 1939, diputuskan untuk memindahkan markas Internasional Keempat ke New York. Ini berarti SWP secara efektif menjalankan Internasional Keempat selama perang, dengan Sam Gordon, antek Cannon yang patuh, ditunjuk sebagai Sekretaris Administratifnya.

Dengan adanya perang dan pendudukan Hitler di Eropa, seksi-seksi Eropa dipaksa bergerak di bawah tanah atau berhenti berfungsi. Bahkan di tempat di mana mereka berhasil beroperasi, mereka dilanda dengan kebingungan dan perbedaan politik. Pada kenyataannya, kontak antara New York dan sisa-sisa kelompok Trotskis di Eropa hampir tidak ada.

Ada perbedaan pendapat terutama mengenai Kebijakan Militer Proletarian Trotsky, yang ditentang oleh banyak anggota Internasional Keempat, di mana beberapa seksi bahkan menuduh Trotsky tersungkur ke ‘Patriotisme-Sosial’.

Ini bukanlah perbedaan yang sekunder. Kebijakan Militer Proletarian adalah kontribusi yang sangat penting yang dibuat Trotsky pada saat pecahnya Perang Dunia Kedua. Ini adalah perpanjangan dari kebijakan ‘revolutionary defeatism’ Lenin selama Perang Dunia Pertama. Tetapi jika kebijakan Lenin ditujukan kepada para kader, kebijakan Trotsky ditujukan kepada massa. Trotsky menjelaskan bahwa kaum revolusioner perlu menyesuaikan program mereka dengan kebutuhan situasi dan mempertimbangkan mood defensif di kalangan kelas buruh. Meskipun kita menentang perang imperialis, kita perlu terhubung dengan kaum buruh yang ingin melawan Hitler.

Kelas buruh tidak bisa menaruh kepercayaan pada kaum kapitalis. Mereka bukanlah kaum pasifis dan membutuhkan program militer revolusioner mereka sendiri, yang gagasannya adalah agar kaum buruh merebut kekuasaan dan memimpin perang revolusioner melawan fasisme.

Tetapi banyak seksi Internasional Keempat yang terjangkiti sektarianisme, sisa-sisa dari periode sebelumnya.

RSL Inggris – jangan lupa, mereka adalah seksi resmi Internasional Keempat – menentang kebijakan Trotsky ini secara terang-terangan, sementara seksi Belgia menghapus semua rujukan mengenai Kebijakan Militer Proletarian dalam versi Manifesto International Keempat Mengenai Perang Imperialis (yang didraf oleh Trotsky pada 1940) yang mereka terbitkan. Seksi Prancis juga memiliki “keberatan” mereka sendiri, seperti halnya Sekretariat Eropa, yang dipimpin oleh Marcel Hic, dan setelah penangkapannya, oleh Raptis (Michel Pablo). Seperti yang dapat dilihat, penentangan terhadap kebijakan ini – yang mencerminkan tendensi sektarian – mencapai pucuk kepemimpinan Internasional Keempat.

Satu kontribusi untuk IS dari “AM”, yang entah kamerad dari Prancis atau Belgia, berjudul, “Mengenai Topik Kebijakan Militer Proletarian: Apakah Sang Pak Tua Membunuh Trotskisme?” Tulisan itu menuduh Trotsky “sepenuhnya sauvinis”. Tulisan itu berlanjut dengan nada serupa: “Kita harus secara terbuka dan jujur mengajukan pertanyaan apakah kita dapat terus menyandang nama ‘Trotskis’, ketika pemimpin Internasional Keempat telah menyeretnya ke dalam kubangan sauvinisme-sosial.”

Ini memberikan gambaran tentang kebingungan total yang melanda barisan Internasional Keempat pada saat ini.

Kehancuran RSL

Saat Trotsky meninggal pada Agustus 1940, RSL berada dalam keadaan yang menyedihkan. Pada tahun yang sama, Konferensi Darurat Internasional Keempat menyayangkan “fakta bahwa tidak kurang dari empat kelompok yang mengaku berafiliasi dengan Internasional Keempat ada di luar barisan seksi resmi kita di Inggris Raya”. Dalam luapan optimisme, resolusi tersebut menyatakan bahwa “Konferensi Darurat Internasional Keempat menyambut datangnya seksi Inggris yang bersatu”. (Documents of the Fourth International, hal. 359)

Masalahnya RSL merupakan kelompok sektarian. Mereka menolak Kebijakan Militer Proletarian Trotsky, dan kerja entrisnya di dalam Partai Buruh telah menjadi fetis, ketika kehidupan internal di Partai Buruh sudah mati. Aktivitas RSL mengerucut menjadi sekadar berdiskusi di antara mereka sendiri, yang mengekspresikan keterisolasian mereka. Mereka secara efektif telah ‘bergerak di bawah tanah’ – meskipun tidak ada yang benar-benar menyadari fakta tersebut.

Sebaliknya, kawan-kawan WIL menceburkan diri ke dalam kerja saat perang pecah pada September 1939, menyesuaikan diri dengan situasi baru. Sepanjang periode ini, kamerad-kamerad WIL melakukan kerja revolusioner yang paling efektif dibandingkan kelompok Internasional Keempat mana pun selama perang, dengan antusias menerapkan Kebijakan Militer Proletarian dengan cara yang paling terampil. Kebijakan ini diterapkan secara efektif di pabrik-pabrik dan di dalam angkatan bersenjata dalam skala yang tidak pernah terlihat di tempat lain di dunia.

WIL adalah organisasi Trotskis yang paling sukses pada saat ini dalam menerapkan metode Trotsky. Mereka menunjukkan pemahaman yang kuat atas gagasan Marxis dan memiliki fleksibilitas taktik yang luar biasa. Pendekatan ini dijabarkan dalam dokumen mereka Preparing for Power, (Workers’ International News, Vol. 5, No. 6, 1942) yang ditulis oleh Ted Grant, serta dalam jawabannya kepada RSL (The Unbroken Thread, hal.11).

Seiring berjalannya perang, sektarianisme RSL semakin menjadi hal yang memalukan bagi kamerad-kamerad Amerika, terutama Cannon. Mereka tidak hanya telah menolak Kebijakan Militer Proletarian, tetapi bahkan menjadikan penolakan terhadap kebijakan ini sebagai syarat keanggotaan! Pada musim panas 1943, jumlah anggotanya telah menyusut menjadi 23 orang. Organisasi itu secara efektif telah runtuh. Sesuatu harus dilakukan, tetapi sejauh yang dipikirkan Cannon, ini harus dilakukan tanpa mengakui sedikit pun bahwa WIL telah benar sejak awal. Ini dicapai melalui serangkaian manuver.

Sejak Juni 1942, kepemimpinan Internasional menulis surat kepada RSL, mendesak mereka untuk mendiskusikan peleburan dengan WIL. Meskipun RSL menolak peleburan, mereka setuju untuk mengadakan serangkaian perdebatan politik. Tetapi perdebatan-perdebatan ini hanya memperlebar perbedaan.

IS sangat ingin menyelesaikan masalah ini dengan cara-cara organisasional. Dengan cara ini, mereka mulai berkolaborasi dengan Gerry Healy, yang telah lama memendam dendam terhadap kepemimpinan Grant dan Haston di WIL

Gerry Healy

Healy adalah salah satu anggota asli WIL. Ia memiliki kemampuan organisasional dan energi tertentu, tetapi jelas merupakan elemen yang tidak stabil. Ia cenderung mengundurkan diri dari organisasi dengan seenaknya, sebagai cara untuk memeras kepemimpinan. Meskipun ia sering memberikan ultimatum dan berselisih dengan kamerad-kamerad WIL, setiap kali ia diterima masuk kembali dengan harapan bakat organisasionalnya dapat dimanfaatkan.

Kemudian, pada rapat Komite Pusat pada Februari 1943, Healy mengundurkan diri lagi, mengatakan bahwa ia akan bergabung dengan ILP karena dia merasa mustahil “melanjutkan kerja lebih jauh dengan J. Haston, M. Lee dan E. Grant”. Setelah dia mengundurkan diri, ia dipecat dengan suara bulat oleh Komite Pusat.

Sekali lagi ia diterima masuk kembali, tetapi mengingat rekam jejaknya sebelumnya, ia tidak diizinkan untuk memegang posisi penting apa pun. Ini hanya menambah dendam yang ia pendam terhadap kepemimpinan WIL. Sebagai akibatnya, ia mulai membangun sebuah faksi di dalam WIL atas nama IS dan Cannon, yang telah ia hubungi pada 1943.

Dengan hancurnya RSL, IS terpaksa turun tangan dan menata ulang RSL melalui sebuah perkawinan paksa yang menggelikan di antara sisa-sisa kelompok yang berbeda. Setelah ini, ‘negosiasi’ dengan WIL menghasilkan kesepakatan untuk mendirikan Revolutionary Communist Party (RCP) pada Maret 1944.

Pada kenyataannya, mengingat kondisi RSL, peleburan tersebut secara efektif berarti WIL mengambil alih secara penuh. Hal ini tercermin dalam komposisi delegasi di Kongres Pendirian RCP tahun 1944: WIL memiliki 52 delegasi, sementara RSL memiliki 17 delegasi, yang terdiri dari sejumlah elemen.

Kemudian dalam beberapa bulan setelah fusi, sebuah kampanye diluncurkan oleh kepemimpinan Internasional untuk mendiskreditkan kepemimpinan RCP yang baru. Sebuah laporan tentang Kongres Pendirian RCP muncul dalam buletin internasional SWP (Juni 1944), yang penuh dengan kesalahan, distorsi, fitnah, dan kritik tak berdasar terhadap kepemimpinan Inggris, menuduhnya melakukan “penyimpangan nasionalis”.

“Tentu saja”, kata laporan itu, “kepemimpinan membawa serta ke dalam RCP semua karakteristik positif maupun negatif yang melekat padanya di WIL.”

Para pemimpin RCP segera menjawab ‘laporan’ yang bermusuhan ini. Mereka mengirim para pemimpin SWP jawaban pedas yang meruntuhkan semua fitnah mereka satu per satu.

Surat itu juga menyerang metode-metode licik yang digunakan oleh kepemimpinan SWP, yang hanya menabur ketidakpercayaan di dalam Internasional.

Jawaban RCP diakhiri dengan:

“Dalam mengakhiri surat ini, izinkan kami mengatakan bahwa kami tidak merasa senang saat menulisnya. Dengan keengganan yang sangat besar kami telah meluangkan waktu dari tugas-tugas politik yang lebih mendesak. Jika nadanya terdengar lebih tajam daripada yang mungkin dianggap perlu oleh beberapa kamerad dalam situasi ini, izinkan kami mengatakan bahwa kami telah dengan sengaja melunakkannya. Kami ingin meminimalkan dan bukan melebih-lebihkan situasi ini. Tanggung jawab atas konflik ini sepenuhnya berada di pundak Stuart [Sam Gordon] dan teman-teman terdekatnya. Kami menginginkan kolaborasi internasional yang loyal dengan SWP dan kepemimpinannya yang dengannya kami memiliki kesepakatan politik atas semua persoalan penting. Akan tetapi, kami keberatan jika kepemimpinan Amerika, atau sebuah faksinya, memiliki kepentingan faksional atau klik organisasional dalam urusan Inggris. Itu adalah metode internasional Zinoviev dan bukan metode Trotsky.” (Penekanan dalam teks asli)

Surat itu ditandatangani atas nama Biro Politik RCP dan bertanggal Januari 1945.

Jelas surat RCP tersebut dianggap oleh Cannon sebagai penghinaan, dan dia kini lebih bertekad dari sebelumnya untuk menghancurkan kepemimpinan Inggris yang ‘tidak loyal’, dengan cara apa pun.

Morrow dan Goldman

Mengingat penolakan kepemimpinan Internasional, terutama para pemimpin SWP, untuk mengakui kenyataan, sebuah oposisi mulai terbentuk di sekitar Albert Goldman dan Felix Morrow, dua anggota terkemuka SWP, menjelang akhir tahun 1943.

Morrow dan Goldman menolak pernyataan para pemimpin SWP bahwa pasca perang demokrasi borjuis sudah menjadi mustahil.

Pada rapat pleno SWP pada Oktober 1943, resolusi mayoritas menyatakan: “Eropa, yang hari ini diperbudak oleh kaum Nazi, besok akan dikuasai oleh imperialisme Anglo-Amerika yang sama sifat predatornya” saat mereka memaksakan “kediktatoran militer-monarkis-klerikal di bawah perwalian dan hegemoni bisnis besar Anglo-Amerika.”

Resolusi itu melanjutkan: “Pilihannya, dari sudut pandang Roosevelt-Churchill, adalah pemerintahan tipe-Franco atau momok revolusi sosialis.” (Fourth International, Vol.4 No.11, Desember 1943).

Resolusi yang kemudian diadopsi oleh Konvensi Keenam SWP pada November 1944 menjelaskan:

 “Demokrasi borjuis, yang mekar bersamaan dengan kebangkitan dan ekspansi kapitalisme dan dengan meredanya konflik kelas yang menyediakan dasar bagi kolaborasi antar kelas di negara-negara kapitalis maju, sudah usang di Eropa saat ini. Kapitalisme Eropa, dalam sakratulmautnya, dicabik-cabik oleh perjuangan kelas yang tak terdamaikan dan tajam. Kaum imperialis Anglo-Amerika mengerti bahwa demokrasi saat ini tidak sesuai dengan kelangsungan eksploitasi kapitalis.” (Fourth International, Vol. 5 No. 11, Desember 1944).

Untuk menentang hal ini, Morrow dan Goldman berargumen bahwa kaum borjuasi dapat menggunakan metode-metode demokrasi borjuis untuk menggagalkan revolusi Eropa. Mereka juga percaya bahwa, mengingat keberhasilan Tentara Merah, Stalinisme akan menguat, dan bukan melemah, seperti yang dipertahankan oleh para pemimpin SWP. Lebih jauh lagi, mereka percaya bahwa Internasional Keempat harus berjuang dengan gigih untuk tuntutan-tuntutan demokratis dan transisional.

Morrow dan Goldman benar baik dalam menuntut perubahan perspektif 1938 maupun dalam kritik mereka terhadap para pemimpin SWP. Meskipun demikian, mereka masih meraba-raba jalan ke depan dalam upaya mereka untuk menyajikan sebuah alternatif.

Melihat lemahnya kekuatan Trotskisme, Morrow dan Goldman pada akhirnya berargumen bahwa kelompok-kelompok Trotskis harus masuk ke dalam organisasi-organisasi massa. Akan tetapi, tidak ada gejolak atau perkembangan arus oposisi massa di dalam organisasi-organisasi ini, sehingga tidak ada dasar untuk pendekatan semacam itu.

Apa pun kekurangan dari posisi Morrow-Goldman, mereka setidaknya tetap berusaha mengevaluasi kembali situasi, mengingat bagaimana perang ini telah menempuh alur yang unik. Posisi mereka jelas mengarah ke arah yang benar dalam banyak hal. Masalahnya, Morrow dan Goldman adalah minoritas kecil di dalam SWP, sebuah partai yang didominasi oleh rezim Cannon. Seandainya ada rezim yang sehat di dalam SWP, maka gagasan-gagasan mereka bisa diperdebatkan secara demokratis, yang akan menyediakan landasan untuk tiba pada posisi yang lebih benar.

Yang pasti, posisi mereka seribu kali lebih benar daripada kepemimpinan Cannon.

Rezim Cannon

Tetapi kepemimpinan Cannon tetap keras kepala dengan pendiriannya dan hanya mengulang-ulang perspektif Trotsky pada 1938. Meskipun kondisi telah berubah, mereka menyangkal realitas dan menyembunyikan kepala mereka di dalam pasir. Cannon bahkan sampai menyangkal bahwa Perang Dunia Kedua telah berakhir pada 1945.

RCP Inggris menentang omong kosong ini. Cannon tidak dapat menoleransi hal ini, dan mengecam baik Morrow/Goldman maupun RCP.

Pada rapat Komite Nasional SWP pada 6-7 Oktober 1945, Cannon melancarkan serangan habis-habisan. Cannon mengakhiri pidatonya, yang isinya sangat pedas, dengan kata-kata berikut:

“Kalian ada dalam satu blok dan kalian sudah malu mengakuinya secara terbuka, tetapi kami akan membongkar blok itu dan semua yang terkait dengannya. Dan kami akan membawa pertarungan ini ke kancah internasional. Silakan saja kalian bentuk blok kalian. Kami akan bekerja dengan orang-orang yang percaya pada prinsip, program, dan metode yang sama dengan kami. Dan kita akan bertarung habis-habisan dan lihat saja apa yang akan terjadi di Internasional.” (Cannon, Writings & Speeches, 1945-47, pp.181-183)

Pada akhirnya, dihadapkan dengan serangan dan perundungan yang terus-menerus, Goldman dipaksa keluar dan Morrow dipecat dari SWP pada 1946.

Dalam rapat yang sama di mana ia menyerang RCP inilah Cannon mengakui bahwa ia telah menjadi pengikut Zinoviev selama sembilan tahun ketika ia berada di kepemimpinan Partai Komunis Amerika. “Saya, seperti setiap pemimpin partai Amerika lainnya pada masa itu, dapat dikatakan sebagai seorang Zinovievis”, akunya. Itu adalah mazhab yang sangat buruk, dan pelajaran-pelajaran yang ia dapatkan di sana tetap melekat padanya sampai akhir.

Metode-metode yang dipraktikkan di dalam SWP sangat kontras dengan rezim demokratis di dalam seksi Inggris. Di dalam RCP, mereka yang berjuang untuk mengevaluasi kembali situasi di Inggris adalah mayoritas besar. Mereka adalah bagian dari sebuah partai yang mendorong perkembangan gagasan-gagasan semacam itu, bebas dari segala rintangan birokratis dan fitnah ‘skeptisisme’.

Analisis Terobosan

Satu-satunya seksi Internasional Keempat yang mampu mengevaluasi kembali dengan benar situasi yang telah berubah adalah RCP. Ted Grant menjelaskan bahwa situasinya sama sekali berbeda dari yang digariskan pada 1940. Situasi yang baru ini telah menimbulkan problem-problem teoretis yang tak terduga dan sulit, yang perlu dijawab. Analisis terobosan Ted terkandung dalam The Changed Relationship of Forces in Europe and the Role of the Fourth International dan disahkan oleh Komite Pusat RCP pada Maret 1945.

Perspektif ini menjelaskan bahwa premis politik untuk stabilisasi relatif situasi politik pada saat itu adalah sebuah kemungkinan di Eropa Barat. Gelombang revolusioner, yang telah diprediksi dengan benar oleh Trotsky, telah dikhianati oleh para pemimpin Stalinis dan Sosial-Demokrat.

Di Italia dan Prancis, mereka masuk ke dalam pemerintahan borjuis untuk menyelamatkan kapitalisme. Kekuatan Internasional Keempat sayangnya terlalu lemah untuk melawan ini. Pengkhianatan ini kemudian menjadi landasan bagi apa yang disebut oleh Ted Grant sebagai “kontra-revolusi dalam bentuk ‘demokratis’”.

Ia menulis:

“Sosial Demokrasi menyelamatkan kapitalisme setelah perang yang lalu [Perang Dunia Pertama]. Hari ini ada dua ‘internasional’ pengkhianat yang mengabdi pada modal – Stalinisme dan demokrasi sosial.”

[…]

“Tugas imperialisme Anglo-Amerika untuk memulihkan ‘ketertiban’ di Eropa, untuk menegakkan kekuasaan modal, mengambil bentuk manuver-manuver yang rumit dan cekatan. Memukul massa dengan pentungan akan sulit pada tahap ini dan mereka harus menipu massa dengan panasea ‘progres’, ‘reformasi’, ‘demokrasi’, sebagai kontras terhadap kengerian pemerintahan totaliter.”

Mengenai masalah nasib Uni Soviet, Ted berargumen bahwa mengingat kelelahan akibat perang, terutama di Eropa, kekaguman dan dukungan terhadap Tentara Merah, simpati dan dukungan hangat terhadap Uni Soviet, jika digabungkan semuanya, membuatnya sangat sulit, dan bahkan mustahil, bagi Sekutu untuk meluncurkan serangan terhadap Uni Soviet dalam periode pasca-perang yang segera menyusul.

Ted mengembangkan gagasan-gagasan ini dalam The Character of the European Revolution yang diterbitkan pada Oktober 1945:

“Fase ‘demokratis’ di Eropa tidak akan muncul dari kebutuhan objektif akan sebuah fase revolusi demokratis, melainkan karena pengkhianatan dari organisasi-organisasi buruh yang lama… Hanya kelemahan partai revolusioner dan peran kontra-revolusioner Stalinisme yang telah memberi kapitalisme ruang bernapas. Melihat bahwa hampir mustahil untuk memerintah dengan metode kediktatoran fasis atau militer, kaum borjuasi telah bersiap untuk beralih, untuk sementara waktu, ke manipulasi demokrasi-borjuis dari agen-agen Stalinis-reformis mereka. Ini bukanlah revolusi demokratis, melainkan, sebaliknya, kontra-revolusi demokratis yang bersifat preventif dalam melawan kaum proletar.”

Ini memungkinkan mereka untuk mengenali dan memahami perubahan-perubahan penting yang sedang dipersiapkan. Sejak awal 1945, RCP telah mengembangkan perbedaan-perbedaan politik yang fundamental dengan kepemimpinan internasional, yang terbukti tidak mampu memahami perimbangan kekuatan yang baru dan kebutuhan untuk mempersenjatai kembali gerakan dengan sebuah perspektif baru.

Berpegang pada posisi lama

Bukan hanya SWP yang berpegang pada klaim bahwa demokrasi borjuis sudah mustahil di Eropa. Pada Februari 1944, sebuah Konferensi Eropa, yang diadakan di Prancis dan dihadiri oleh kelompok-kelompok yang aktif di Prancis, Belgia, Yunani, dan Spanyol, juga mengesahkan sebuah dokumen yang mendukung garis SWP mengenai perspektif mereka untuk Eropa.

Tentu saja, sebuah kesalahan, jika diperbaiki, bukanlah sebuah tragedi. Akan tetapi, sebuah kesalahan, jika tidak diperbaiki, akan mengarah pada kesalahan lainnya. Kesalahan-kesalahan ini kemudian bisa menjadi sebuah kecenderungan.

Dan inilah yang terjadi. Maka, Cannon berargumen bahwa hanyalah “tahap” pertama perang yang telah berakhir, dan bahwa tahap kedua – Perang Dunia Ketiga – sedang secara aktif dipersiapkan oleh kaum imperialis. Ia langsung mulai menabuh genderang tentang perang imperialis yang akan segera diluncurkan melawan Uni Soviet.

Gagasan tentang perang yang akan segera diluncurkan melawan Uni Soviet ini kemudian terus-menerus diulangi dengan semakin keras sepanjang periode ini.

Posisi ini juga mengalir secara logis dari pandangan keliru mereka bahwa Uni Soviet keluar dari perang ini dalam keadaan lemah. Pada kenyataannya, Stalinisme telah muncul dengan kekuatan yang jauh lebih besar, baik secara militer maupun dari sudut pandang otoritas Uni Soviet atas massa luas di seluruh dunia.

Seperti yang ditulis oleh Ted Grant pada Maret 1945: “Peristiwa terbesar yang memiliki signifikansi di seluruh dunia adalah kemunculan Rusia, untuk pertama kalinya dalam sejarah, sebagai kekuatan militer terbesar di Eropa dan Asia.”

Tetapi para pemimpin SWP melangkah lebih jauh lagi dalam kesalahan mereka. Melihat apa yang mereka anggap sebagai kelemahan Stalinisme, mereka berargumen bahwa kapitalisme dapat dipulihkan di Uni Soviet bahkan tanpa perlu intervensi militer, “hanya melalui gabungan tekanan ekonomi, politik dan diplomatik serta ancaman dari imperialisme Amerika dan Inggris.” (Dikutip dalam buletin internal RCP, 12 Agustus 1946).

Satu kesalahan konyol ke kesalahan konyol lainnya.

Perspektif Ekonomi

Para ‘pemimpin’ ini kemudian menyangkal segala kemungkinan pemulihan ekonomi di Eropa.

ER Frank (Bert Cochran) membuka Konvensi Nasional SWP ke-12 pada November 1946 dengan kata-kata berikut:

“Di bawah kondisi saat ini, kebangkitan dan rekonstruksi di Eropa akan berlangsung dengan tempo yang sangat lambat; pencapaiannya akan sangat lemah; bahkan tidak akan mencapai tingkat sebelum perang; di bawah perwalian Amerika, ekonomi Eropa ditakdirkan untuk mengalami stagnasi dan pembusukan.” (Fourth International, Vol. 8, No.1, Januari 1947)

Pada kenyataannya, pemulihan ekonomi jelas mulai terjadi.

Pada September 1947, Ernest Mandel, ‘kepala ekonom’ Internasional Keempat, memberikan dukungannya pada minoritas pimpinan Healy dan menentang mayoritas RCP, dan mengatakan “saat ini juga kita harus meninggalkan segala pembicaraan tidak jelas mengenai boom ekonomi yang tidak pernah ada dan yang tidak akan pernah dialami lagi oleh kapitalisme Inggris.”

Mandel kemudian menyatakan secara terbuka:

“Jika kawan-kawan dari mayoritas RCP menganggap serius definisi mereka sendiri, mereka secara logis akan menyimpulkan bahwa kita sedang berhadapan dengan ‘boom ekonomi’ di SELURUH EROPA KAPITALIS, karena di semua negara ini produksi sedang ‘berkembang’.” (E. Germain, From the ABC to Current Reading: Boom, Revival or Crisis? Dalam buletin internal RCP, September 1947, penekanan dalam teks asli.)

Argumen-argumen semacam itu hanyalah mengulang kembali argumen Periode Ketiga kaum Stalinis, yang mengajukan omong kosong tentang ‘krisis final kapitalisme’.

Sebuah Pra-Konferensi Internasional diselenggarakan di Paris pada April 1946, dengan perwakilan dari 15 kelompok. Ini termasuk Haston yang mewakili mayoritas RCP, dan Healy serta Goffe yang mewakili minoritas minoritas.

Draf resolusi IS untuk Pra-Konferensi, yang didukung oleh Minoritas Healy di Inggris, menyatakan:

“Kebangkitan aktivitas ekonomi di negara-negara kapitalis yang dilemahkan oleh perang, dan khususnya negara-negara Eropa daratan, akan ditandai oleh tempo yang sangat lambat sehingga tingkat ekonomi mereka paling banter mendekati stagnasi dan kemerosotan.”

Pada dasarnya, posisi mereka adalah tingkat produksi tidak akan bisa melampaui level yang dicapai pada 1938. Tetapi, pada kenyataannya, tingkat produksi terus tumbuh dan tumbuh sampai melampaui level tersebut.

Resolusi tersebut mengulangi semua kesalahan dari draf-draf sebelumnya dan mendukung posisi SWP Amerika. Resolusi itu menekankan bahwa tidak akan ada periode demokrasi borjuis, hanya Bonapartisme, boom ekonomi tidak mungkin terjadi, dan Rusia dalam waktu dekat dapat mengalami kontra-revolusi bahkan dengan cara-cara diplomatik yang damai.

Hanya mayoritas RCP yang menentang omong kosong ini. Alih-alih menghadapi krisis overproduksi, kapitalisme pada kenyataannya mengalami hal sebaliknya: krisis kekurangan produksi. Oleh karena itu, sebuah kebangkitan siklis tidak terhindarkan. Dalam amendemen mereka terhadap Resolusi Pra-Konferensi internasional, RCP menjelaskan:

“Semua faktor dalam skala Eropa dan dunia menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi di Eropa Barat pada periode berikutnya bukanlah ‘stagnasi dan kemerosotan’ melainkan kebangkitan dan boom ekonomi.”

Semua amendemen RCP atas semua masalah ini yang mencoba mengoreksi posisi IS ditolak mentah-mentah oleh hampir semua delegasi.

Kediktatoran Militer

Secara tak terhindarkan, gagasan-gagasan dan perspektif-perspektif keliru yang ditawarkan oleh IS ini menciptakan kebingungan di dalam seksi-seksi Eropa yang lemah dan merusak mereka. Seksi Prancis, misalnya, karena percaya bahwa demokrasi borjuis tidak dapat dipertahankan, menolak untuk keluar dari kerja bawah tanah mereka untuk waktu yang lama setelah tibanya pasukan Sekutu, karena takut akan represi. Pierre Frank, yang telah menyusup kembali ke dalam gerakan dan menjadi pemimpin seksi Prancis (Parti Communiste Internationaliste, PCI), begitu terpukau oleh teori itu sehingga ia mengklaim bahwa Prancis bukan hanya berada di bawah pemerintahan militer Bonapartis pada 1946, tetapi telah berada di bawah pemerintahan seperti itu sejak 1934!

Frank, yang juga menjadi anggota IS, mengklaim bahwa gagasan “kontra-revolusi demokratis” adalah sebuah “ekspresi yang tidak memiliki konten”.

Dalam Democracy of Bonapartism – A Reply to Pierre Frank (Agustus 1946), Ted Grant menjawabnya. Ia mengatakan bahwa Frank “akan kesulitan untuk menjelaskan apa itu Republik Weimar yang diorganisir oleh Sosial Demokrasi di Jerman.” Ia kemudian melanjutkan dengan meruntuhkan argumen-argumen Frank poin per poin. “Peristiwa-peristiwa telah menunjukkan kebenaran analisis ini. Alih-alih secara jujur mengakui kesalahan dalam perspektif, Frank menyangkal realitas dan berusaha mengubah sebuah kesalahan menjadi sebuah kebajikan.”

Ted menunjukkan: “Pernyataan IS yang dibuat pada 1940 tidaklah benar. Kami membuat kesalahan yang sama. Dalam situasi saat itu, ini bisa dimaklumi. Tetapi bila kita mengulangi kesalahan pada 1946 yang sudah jelas sejak 1943, ini tidak dapat dimaafkan.” (Penekanan dari kami).

Kontribusi dari Ted Grant ini adalah salah satu karya kunci yang menarik garis pemisah antara metode dan pendekatan Marxisme sejati dan pandangan eklektik borjuis-kecil dari Sekretariat Internasional.

Pierre Frank

Penting untuk memahami latar belakang politik Pierre Frank dan sikap Trotsky terhadap individu ini. Pada akhir 1935, Molinier dan Frank pecah dari gerakan Trotskis dan mendirikan apa yang mereka sebut koran massa. Dalam sepucuk surat tertanggal 3 Desember 1935, Trotsky menulis:

“Tidak ada konten politik lain dalam sikap Molinier dan Frank. Mereka sedang berkapitulasi pada gelombang sosial-patriotik. Selebihnya hanyalah celoteh kosong, yang tidak ada nilainya di mata seorang Marxis yang serius…”

“Perpecahan yang terbuka dan jujur akan seratus kali lebih baik daripada konsesi-konsesi yang ambigu kepada mereka yang berkapitulasi pada gelombang patriotik.” (The Crisis of the French Section, hal.103)

Sekali lagi, dalam sebuah surat tertanggal 4 Desember 1935, Trotsky mengecam Pierre Frank dengan tegas karena “mencampakkan prinsip”. Ia menulis:

“Kita telah berjuang secara konsisten melawan orang-orang seperti Pierre Frank di Jerman dan di Spanyol, melawan kaum skeptis, dan melawan para petualang yang menginginkan mukjizat (dan mematahkan leher mereka sendiri dalam prosesnya).” (The Crisis of the French Section, hal. 106-7)

Trotsky menuntut agar Pierre Frank dipecat, memperingatkan agar ia tidak boleh diterima kembali ke dalam barisan Oposisi. Namun, setelah perang, di Inggris Frank mendukung Healy di RCP, lalu dia kembali ke Prancis. Ia bergabung kembali dengan kelompoknya, PCI. Ia menjadi seorang delegasi untuk konferensi tahun 1946 dan berhasil terpilih menjadi anggota IS. Dengan cara ini, ia menyelinap kembali ke dalam Internasional Keempat, meskipun Trotsky menentangnya dengan keras.

Kesepakatan diplomatik Pablo

Sikap Cannon terhadap IS yang baru terbentuk di Eropa adalah mereka tidak ikut campur dalam urusan Amerika. Ia ingin seksi Amerika bebas menangani urusan mereka sendiri tanpa campur tangan dari luar.

Seperti yang Cannon sendiri jelaskan kemudian: “Hubungan kami dengan kepemimpinan di Eropa pada waktu itu adalah hubungan kolaborasi dan saling mendukung yang sangat erat. Ada kesepakatan umum di antara kami. Mereka ini adalah orang-orang yang tidak dikenal di partai kami. Tidak ada yang pernah mendengar tentang mereka. Kami membantu mempromosikan para pemimpin ini, kami memuji mereka di hadapan anggota partai kami, dan membantu membangun prestise mereka. Kami melakukan ini, pertama karena kami memiliki kesepakatan umum, dan kedua karena kami menyadari mereka membutuhkan dukungan kami. Mereka masih harus mendapatkan otoritas, tidak hanya di sini tetapi di seluruh dunia. Dan fakta bahwa SWP mendukung mereka sepenuhnya sangat memperkuat posisi mereka dan membantu mereka mengemban pekerjaan besar mereka.”

Ia kemudian menambahkan: “Kami bahkan sampai meredam banyak perbedaan kami dengan mereka…” (Cannon, Speeches to the Party, p.73)

Oleh karena itu, bukan kebetulan Cannon sekarang memuji sekretaris Internasional yang baru saja terpilih, Michel Pablo, sebagai perwujudan dari semangat ini. “Ia adalah seorang penulis yang produktif, menurut saya”, kata Cannon. “Tetapi kami tidak mendapatkan arahan pribadi apa pun darinya. Ia tidak menulis surat pribadi yang mengkritik atau memuji SWP atau memberitahunya apa yang harus dilakukan.”

Michel Pablo (Raptis) terpilih sebagai sekretaris IS yang dibentuk kembali pada Pra-Konferensi Dunia 1946, dengan dukungan dari SWP. Setelah ini, Pablo akan menjadi orangnya Cannon di Eropa. Hubungan ini diperkuat setelah kunjungan Pablo ke New York pada awal 1947.

Pablo didampingi oleh Sam Gordon, agen SWP di Eropa. Jelas ini adalah kunjungan ‘diplomatik’, dan tidak heran jika Pablo bungkam mengenai kunjungan tersebut. Kunjungan itu berfungsi untuk mempererat hubungan antara IS di Paris dan Cannon di New York. Mereka sekarang berjalan seiring seirama, di sepanjang jalan yang akan membawa bencana total bagi Internasional Keempat.

Pada awal Februari 1947, Cannon menulis kepada Komite Nasional SWP bahwa “SWP tidak akan menoleransi siapapun yang bermain-main dengan disiplin, dan manuver-manuver persatuan [dengan Workers Party yang dipimpin Shachtman] ditolak dengan tegas dan tidak akan lagi mungkin di masa depan.” Ia kemudian melanjutkan dengan menggambarkan kunjungan Pablo:

“Seperti yang kalian tahu, kita telah dikunjungi oleh Ted [Sam Gordon] dan Gabe [Michel Pablo]. Bersama mereka kami telah mendiskusikan dan mempersiapkan beberapa langkah baru yang dirancang untuk mengakhiri semua ambiguitas dan menyelesaikan semua persoalan serta mencapai penyelesaian yang pasti sehubungan dengan kongres dunia, yang sekarang sudah pasti dijadwalkan pada musim gugur…”

“Informasi yang diberikan kepada kami oleh Gabe [Pablo] dan Ted [Gordon] memperjelas bahwa tendensi Marxis ortodoks yang sejati dijamin akan mendapatkan mayoritas yang kuat di kongres atas semua persoalan yang diperdebatkan. Pengalaman dan diskusi sebelumnya telah mempersiapkan kemenangan Trotskisme otentik ini dalam gerakan dunia.”

Cannon kemudian menetapkan aturannya dengan tangan besi seperti biasanya:

“Mereka yang menerima keputusan-keputusan Kongres dan melaksanakannya dalam praktik, boleh tetap berada di dalam organisasi. Mereka yang menolak untuk menerima keputusan-keputusan tersebut otomatis akan dipecat. Siapa pun yang mungkin ‘menerima’ keputusan dengan setengah hati dan kemudian melanggarnya, akan dipecat.” (Cannon, Writings 1945-47, pp.323-324)

“Langkah-langkah baru” yang dimaksud Cannon jelas merupakan langkah-langkah untuk menyingkirkan oposisi mana pun dan merupakan bagian dari kesepakatan untuk melawan mayoritas RCP. Taktik yang digunakan adalah dengan memecah RCP dan mengakui dua seksi di Inggris, mayoritas yang dipimpin oleh Haston dan Grant, dan minoritas yang dipimpin oleh Healy. Metode yang sama digunakan untuk melawan Demaziere dan Craipeau, para pemimpin oposisi di Prancis.

Kepemimpinan RCP di Inggris terbukti benar dalam semua masalah fundamental, dan ini tidak dapat ditoleransi oleh para ‘pemimpin’ Internasional Keempat yang begitu penuh dengan politik prestise. ‘Problem’ Inggris perlu segera diselesaikan. Untuk alasan ini, sejak 1945 dan seterusnya, Cannon, Pablo, Mandel, Frank dan para pengikut mereka berkonspirasi untuk menghancurkan RCP, seksi yang paling berpandangan jauh ke depan di antara semua seksi Internasional Keempat. RCP adalah partai yang garis politiknya bisa saja berhasil mempersenjatai kembali gerakan dan menyelamatkan Internasional Keempat dari kehancuran.

Tetapi fakta inilah yang persisnya tidak dapat diterima oleh para ‘pemimpin’ Internasional Keempat. Cannon, khususnya, sama sekali tidak suka bila dia terbukti salah, dan ini sering kali terjadi dalam begitu banyak isu. Dalam sebuah surat kepada Healy, Cannon menguraikan pandangannya:

“Seluruh sistem Haston harus dihancurkan sebelum sebuah organisasi Trotskis yang sejati dapat dimulai di Inggris. Yang paling menyedihkan, dan patut disesali hingga hari ini, adalah bahwa pengakuan akan keharusan yang sederhana ini begitu lama tertunda.” (Cannon to Healy, 5 September 1953, ibid, hal. 262)

Dalam pandangannya, bukan hanya RCP, tetapi semua oposisi harus “dihancurkan”. Rencana kriminal untuk menghancurkan RCP ini kini menjadi semakin mendesak, mengingat para ‘pemimpin’ Internasional Keempat membuat setiap kesalahan yang bisa dibayangkan – dan bahkan sejumlah kesalahan lainnya.

Entrisme

Cannon secara reguler berkomunikasi dengan Healy di Inggris. Dalam kata-katanya sendiri, Healy mengatakan:

“Anggota-anggota SWP sangat membantu kami selama periode antara 1943 dan 1949 dalam perjuangan melawan klik Haston. Kelompok itu, yang merupakan mayoritas dari organisasi Trotskis Inggris, pada dasarnya dipimpin oleh Haston, istrinya Mildred Haston dan Ted Grant.” (Healy, Problems of the Fourth International, August 1966, in Trotskyism versus Revisionism, vol.4, hal. 298)

Dengan demikian, Gerry Healy adalah makhluk ciptaan Cannon, yang meningkatkan manuver-manuvernya untuk menciptakan faksi ‘anti-kepemimpinan’ di dalam RCP, yang hanya didasarkan pada perbedaan-perbedaan rekaan. Pada konferensi RCP tahun 1945, Healy mengusulkan gagasan untuk mencampakkan kerja partai terbuka dan masuk ke dalam ILP. Gagasan ini ditanamkan di kepala Healy oleh Pierre Frank.

Akan tetapi, dengan dipecatnya kaum Trotskis dari ILP, posisi ini tidak mendapatkan dukungan dan diam-diam ditinggalkan oleh Healy. Tidak lama setelah itu, secara sembrono, ia menemukan gagasan lain, yakni masuk ke dalam Partai Buruh. Tetapi syarat-syarat untuk entrisme yang ditetapkan oleh Trotsky jelas tidak ada. Syarat-syarat itu adalah:

 1. krisis pra-revolusioner atau revolusioner;

 2. gejolak di salah satu organisasi massa;

 3. kristalisasi arus kiri atau sentris di dalamnya; dan

 4. kemungkinan kristalisasi tendensi revolusioner dengan cepat.

Tidak ada satu pun syarat-syarat ini yang ada. Tetapi ini tidak menyurutkan langkah Healy. Ia hanya mengklaim bahwa syarat-syarat semacam itu akan segera berkembang dengan cepat karena Inggris sedang menghadapi kemerosotan ekonomi dahsyat yang akan segera terjadi. Akan tetapi, perspektif Healy, yang mengikuti posisi IS, sepenuhnya keliru.

Menurut para pemimpin RCP, alih-alih kemerosotan, yang ada adalah “situasi ekonomi yang jauh lebih stabil bagi kapitalisme Inggris daripada yang diperkirakan oleh kaum kapitalis, reformis, atau bahkan Trotskis sebagai hasil langsung dari perang…”

Pemerintahan Partai Buruh saat itu, tidak seperti pada 1929-31, benar-benar menerapkan program reformisnya. Ini pada gilirannya memperkuat gagasan reformisme, dan ini berarti tidak ada prospek munculnya sayap kiri massa atau gejolak di dalam Partai Buruh di masa mendatang. Oleh karenanya, taktik yang harus ditempuh bukanlah entrisme di Partai Buruh, tetapi mengibarkan panji partai revolusioner secara terbuka. Bahkan Van Gelderen, kepala faksi Partai Buruh dari RCP (sekelompok kecil kamerad-kamerad RCP yang melakukan kerja faksi di dalam Partai Buruh untuk mengawasi perkembangan di sana] menentang gagasan untuk melakukan entrisme.

Meskipun demikian, para pemimpin RCP memahami kesulitan-kesulitan yang ada di depan. “Namun, kita tidak akan segera menghadapi krisis. Krisis itu akan tertunda untuk sementara waktu”, jelas editorial di majalah teori RCP. “Orientasi dan strategi Partai Komunis Revolusioner didasarkan pada perspektif jangka panjang krisis dan kemunduran kapitalisme, tetapi matanya juga terbuka lebar terhadap kebangkitan konjungtural hari ini.” (Editorial Notes, Workers’ International News, Sept.-Oct. 1946)

Bagi Healy, isu apa pun, tidak peduli apa, dapat dia gunakan untuk menyerang – dan diharapkan dapat merongrong – kepemimpinan RCP. Tentu saja, dalam pertarungan ini, kepemimpinan Internasional (dan di belakang mereka ada Cannon) mendukung Healy habis-habisan.

Sebagai hasilnya, rapat Komite Eksekutif Internasional (IEC) bulan Juni 1946 mengesahkan sebuah resolusi yang mendesak RCP untuk “memusatkan sebagian besar kekuatan RCP di dalam Partai Buruh, dengan tujuan untuk secara sabar membangun sebuah sayap kiri yang terorganisir”, dan bahwa “RCP harus mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan praktis untuk masuk ke dalam Partai Buruh”. Hanya ada satu suara yang menentang, yakni delegasi dari RCP.

Seperti yang dapat dilihat, argumennya telah berubah dari mengintervensi sayap kiri, menjadi membangun sayap kiri. Ini persis karena tidak ada sayap kiri di dalam Partai Buruh. Maka, lahirlah gagasan keliru bahwa adalah tugas kaum Trotskis untuk membangun Kiri.

Untuk semakin menabur garam pada luka, Healy mulai mengulangi fitnah-fitnah lama Cannon, bahwa para pemimpin WIL yang lama bersalah atas “penyimpangan nasionalis yang picik” ketika mereka menolak untuk bergabung dengan RSL pada 1938. Oleh karena itu, tugasnya adalah menyingkirkan kepemimpinan RCP yang “anti-internasionalis” ini dan menciptakan kepemimpinan baru yang lebih loyal dan sejalan dengan pandangan “kepemimpinan” Internasional.

Dengan menabuh genderang tentang entrisme, disertai dukungan penuh dari Internasional, Healy berhasil mendapatkan dukungan sekitar 25 persen dari keanggotaan RCP. Tetapi garis-garis faksional ini telah ditarik dengan tajam dan Healy tidak dapat melangkah lebih jauh. Pada 1946 dan 1947 ia hanya mampu mengumpulkan tujuh delegasi yang mendukung gagasan entrisme total dengan segera, sementara dua puluh delapan delegasi dari faksi mayoritas menentang gagasan tersebut.

Akibatnya, pada musim panas 1947, faksi Healy mengusulkan untuk memecah partai agar kaum minoritas dapat melakukan entrisme mereka sendiri. Isu ini kemudian didiskusikan di IEC pada September 1947, yang, dengan dukungan penuh dari IS, mengesahkan usulan Healy.

Dalam waktu sebulan, sebuah konferensi luar biasa RCP menerima keputusan tersebut di bawah protes. ‘Langkah-langkah baru’ Cannon telah berhasil.

Akan tetapi, Healy membutuhkan waktu lebih dari setahun – pada Desember 1948 – untuk meluncurkan sebuah koran, Socialist Outlook, yang mengajukan kebijakan-kebijakan reformis-kiri yang moderat dalam upaya untuk ‘membangun kiri’, sebuah kebijakan yang kemudian dikenal sebagai ‘entrisme dalam’.

Kongres Dunia Kedua

Kongres Dunia Kedua berlangsung di Belgia pada April 1948, dengan delegasi dari 19 negara. Sekali lagi, kepemimpinan mengajukan perspektif tentang kemerosotan, fasisme, dan perang dunia yang secara fundamental keliru. Menurut resolusi utama mereka:

“Dengan absennya situasi revolusioner, krisis kapitalisme yang menajam mengancam untuk sekali lagi mengarah pada fasisme dan perang yang, kali ini, akan membahayakan eksistensi dan masa depan seluruh umat manusia.” (World Situation and the Tasks of the Fourth International, Resolution Adopted by the Second Congress of the Fourth International, Paris, April 1948)

Perspektif perang nuklir dan fasisme ini adalah perspektif yang tipikal dari Cannon, Pablo, Mandel dan Frank. Visi dari tahun 1938, tetapi bahkan lebih apokaliptik, harus dipertahankan dengan cara apa pun. Mereka menutup mata mereka pada pengalaman perang dunia dan hasil akhirnya.

Kekacauan besar lainnya yang dibuat oleh para ‘teoretikus’ besar ini adalah sehubungan dengan Eropa Timur dan proses-proses yang berlangsung di sana.

Menyusul kemenangan Tentara Merah, kaum Stalinis mendirikan rezim-rezim bersahabat di Eropa Timur, yang disebut ‘Demokrasi Rakyat (People’s Democracies)’, di negara-negara yang kemudian dikenal sebagai ‘negara-negara penyangga (buffer states)’. Mereka menempatkan boneka-boneka mereka untuk mengendalikan pemerintahan-pemerintahan ini. Sementara Internasional Keempat masih membela Uni Soviet sebagai negara buruh yang cacat, muncul pertanyaan: apa watak kelas dari negara-negara penyangga itu?

Sejak Maret 1945, Ted Grant menjelaskan bahwa di wilayah-wilayah ini, Stalin telah mempertahankan kapitalisme. Tetapi mengingat ketidakstabilan yang ada, varian lain dimungkinkan. Ia mengajukan perspektif bahwa seiring berjalannya waktu, bisa jadi dipertahankannya kapitalisme di Eropa Timur akan mengarah pada restorasi kapitalisme di Rusia, “atau birokrasi akan terpaksa, walaupun ini bertentangan dengan apa yang mereka inginkan dan dengan risiko memprovokasi sekutu-sekutu imperialisnya saat ini, untuk menasionalisasi industri di negara-negara yang diduduki secara permanen itu, bertindak dari atas dan, jika mungkin, tanpa partisipasi massa.”

Para pemimpin RCP telah mendiskusikan kembali masalah watak kelas Rusia pasca-perang. Mereka bahkan mempertimbangkan teori kolektivisme birokratis, yang sebelumnya diajukan oleh Shachtman; menurut teori ini, birokrasi telah berubah menjadi kelas penguasa yang baru. Akan tetapi, setelah pertimbangan yang cermat, teori ini ditolak. Uni Soviet masih merupakan negara buruh yang cacat.

Tentu saja, ‘kepemimpinan’ Internasional Keempat gagal memahami apa yang sedang terjadi di Eropa Timur. Pertama, mereka melabelinya sebagai negara kapitalis. Prognosis RCP bahwa negara-negara ini dapat menjadi negara buruh yang cacat ditertawakan oleh IS.

Cannon, selama bertahun-tahun kemudian, terus mendistorsi apa yang dikatakan oleh kamerad-kamerad RCP. Dalam sebuah surat kepada Farrel Dobbs pada awal 1953, Cannon menulis:

“Pada awal periode pascaperang, gerombolan Haston terpikat oleh ekspansi Stalinisme dan mengira mereka sedang menyaksikan ‘gelombang masa depan’ di dalamnya.”

“Mereka memberi gelar kehormatan ‘negara-negara buruh’ di setiap petak wilayah yang diduduki Tentara Merah, segera setelah okupasi itu terjadi.”

Deskripsi Cannon tentang posisi RCP, seperti biasa, adalah distorsi total. RCP tidak pernah berargumen bahwa masuknya Tentara Merah ke Eropa Timur mengubah negara-negara yang diokupasi itu menjadi negara buruh.

RCP, sebaliknya, berargumen bahwa negara-negara ‘Demokrasi Rakyat’ masih merupakan rezim kapitalis. Stalin pada awalnya tidak berniat mengekspropriasi kaum kapitalis. Ia memerintahkan Partai-partai Komunis di Eropa Timur untuk masuk ke dalam pemerintahan koalisi bersama dengan partai-partai borjuis. Tetapi pada kenyataannya, ini adalah koalisi bukan dengan kaum borjuasi, yang telah melarikan diri bersama dengan para penjajah Nazi. Itu adalah koalisi dengan “bayang-bayang kaum borjuis”. Kekuasaan sesungguhnya ada di tangan kaum Stalinis dan Tentara Merah. Aliansi yang labil ini tidak berlangsung lama.

Ketika kaum imperialis Amerika mulai memperkenalkan Bantuan Marshall untuk membantu memulihkan tatanan lama, dan untuk memberikan substansi pada “bayang-bayang kaum borjuis” itu, kaum Stalinis terpaksa bertindak. Ini berarti bersandar pada massa untuk mengekspropriasi kapitalisme, namun ekspropriasi ini dilakukan secara birokratis dan rezim didirikan seturut model Moskow.

Tetapi Internasional Keempat mengecilkan peristiwa ini. Sebaliknya, Mandel secara ironis bertanya kepada Shachtman, “Apakah [ia] benar-benar berpikir bahwa birokrasi Stalinis telah berhasil menggulingkan kapitalisme di separuh benua kita?” (Fourth International, Februari 1947)

Nada ironis pertanyaan itu mengandaikan jawaban yang telah diputuskan oleh Mandel dan para pemimpin Internasional Keempat lainnya: kesimpulan semacam itu sama sekali tidak mungkin. Draf tesis IS untuk Kongres Dunia Kedua pada April 1948 terus menggarisbawahi watak kapitalis ‘negara-negara penyangga’ tersebut:

“Watak kapitalis dari relasi produksi negara-negara ‘zona penyangga’ tersebut dan perbedaan-perbedaan fundamental antara ekonomi mereka dan ekonomi Rusia, bahkan pada masa NEP (New Economic Policy – Kebijakan Ekonomi Baru), terlihat dengan jelas.” (The Russian Question Today – Stalinism and the Fourth International – November-December 1947)

Tesis tersebut lalu semakin menempatkan Internasional Keempat di posisi yang keliru, dengan menyatakan bahwa watak kelas rejim-rejim ini tidak akan bisa berubah?:

“Menyangkal watak kapitalis dari negara-negara ini sama saja dengan menerima, dalam bentuk apa pun, teori revisionis Stalinis ini; itu berarti secara serius mempertimbangkan kemungkinan historis kehancuran kapitalisme oleh ‘teror dari atas’ tanpa intervensi revolusioner dari massa.”

Tesis itu melanjutkan:

“Fakta bahwa kapitalisme masihlah eksis di negara-negara ini berdampingan dengan eksploitasi oleh birokrasi Stalinis harus secara fundamental menentukan strategi kita. Watak kapitalis negara-negara ini membuat kita harus mengadopsi posisi revolutionary defeatism yang paling ketat pada masa perang.”

Vulgaritas posisi di atas dengan jelas menunjukkan kemandulan dari pendekatan skematis dan abstrak yang berusaha memaksakan prasangka pada kenyataan, tanpa merujuk sama sekali pada keadaan yang sebenarnya.

Ini sangat bertentangan dengan metode dialektis yang digunakan oleh Trotsky ketika ia menganalisis tindakan kaum Stalinis di Polandia dan menyimpulkan dengan benar bahwa memang mungkin bagi kaum Stalinis untuk memperkenalkan relasi kepemilikan baru, seturut ekonomi nasionalisasi Uni Soviet, tetapi tanpa partisipasi demokratis dari kelas pekerja.

Seperti biasa, dalam resolusi ini Mandel dan Pablo mencoba menyelamatkan muka mereka dengan menyatakan bahwa “Tidak menutup kemungkinan bahwa perimbangan kekuatan tertentu mungkin memerlukan asimilasi struktural yang nyata dari satu atau negara lain di ‘zona penyangga’”. Dengan demikian mereka berhasil menghadap ke arah yang berbeda pada saat yang bersamaan.

Tetapi lebih membingungkan lagi, resolusi itu menambahkan bahwa trennya, bagaimanapun, jelas tidak ke arah itu, dan bahwa sektor swasta tidak “berorientasi” ke arah sana, dan birokrasi Stalinis sedang memperkenalkan “rintangan-rintangan baru dan besar” terhadap kemungkinan semacam itu.

Sementara, kamerad-kamerad RCP menawarkan perspektif yang jelas dan konsisten secara politik, yang sangatlah kontras dengan posisi kepemimpinan Internasional Keempat yang membingungkan itu. Haston mempresentasikan amendemen-amendemen RCP ke Kongres Dunia 1948:

“ … ekonomi negara-negara ini [negara-negara penyangga] sedang diselaraskan dengan ekonomi Uni Soviet (a) Perombakan dasar relasi kepemilikan kapitalis telah, atau sedang dalam proses, diselesaikan (b) Kontrol kapitalis atas pemerintah dan aparatus negara telah, atau sedang dalam proses, dihancurkan (c) Proses asimilasi ini adalah produk yang niscaya dan tak terhindarkan dari watak kelas ekonomi Rusia, dan keunggulan negara Rusia adalah kekuatan militer yang dominan dalam hubungan yang ada…” (RCP Amendments to the Thesis on Russia and Eastern Europe, yang tidak pernah diterbitkan oleh SWP).

Seperti yang sudah diduga, ini ditolak oleh seluruh kepemimpinan Internasional Keempat.

Plenum Ketujuh IEC pada April 1949, dua belas bulan setelah kudeta Praha, dengan keras kepala menolak mengatakan bahwa kapitalisme telah dihapuskan di Eropa Timur, tetapi memandang ‘negara-negara penyangga’ sebagai negara-negara borjuis “tipe khusus”. Dengan kata-kata khas Pierre Frank, “semacam ‘negara-negara borjuis yang terdegenerasi’”.

Pendekatan petak umpet mereka terhadap watak kelas negara-negara penyangga terlihat dengan jelas dalam bagaimana mereka mendefinisikan ini: “sejenis masyarakat transisional hibrida yang unik dalam proses transformasi, dengan fitur-fitur yang masih sangat cair dan tidak pasti, sehingga sangat sulit untuk merangkum sifat fundamentalnya dalam sebuah formula yang ringkas.” (Resolusi untuk Plenum ke-7)

Max Stein, dalam laporannya kepada Komite Politik SWP pada Juli 1949 yang membahas resolusi IEC tentang Eropa Timur, setelah terpaksa mengakui nasionalisasi yang telah terjadi, masih menepis pandangan RCP, mengatakan bahwa ia “tidak sedang berurusan dengan posisi RCP Inggris yang tidak mewakili faktor baru dalam diskusi, karena sudut pandangnya sudah dipresentasikan di Kongres Dunia dan ditolak oleh mayoritas besar.”

Kesimpulannya menyingkap kebangkrutan teoretis kubu mayoritas:

“Daripada terburu-buru mengambil kesimpulan mengenai watak sosial negara-negara di Eropa Timur, jauh lebih baik menunggu perkembangan lebih lanjut.” (SWP, buletin internal, vol.xi, no.5, Oktober 1949)

Namun, titik baliknya datang dengan berita mengejutkan tentang perpecahan antara Tito dan Stalin. Seperti biasa, Mandel berusaha membangun posisinya sebagai “teoretikus” dengan menulis sebuah dokumen panjang tentang watak kelas Yugoslavia dan ‘negara-negara penyangga’. Dokumen ini diterbitkan pada Oktober 1949 dalam buletin internal Internasional Keempat.

Ia memulai dengan mengatakan bahwa kita harus melihat fakta-fakta, dan kemudian melanjutkan dengan mengabaikan semua fakta yang diketahui dan mengulangi posisi keliru bahwa ‘negara-negara penyangga’ adalah negara-negara kapitalis, tetapi dalam “transisi”. Pengecualian demi pengecualian yang tak ada habisnya ini adalah khas metode Mandel yang tidak jujur, yang terus melakukan pembukuan ganda.

Mandel secara tidak langsung menyerang RCP, dengan memutarbalikkan pernyataan mereka, dan tanpa menggunakan satu kutipan langsung pun. Pada 1948, RCP telah mencapai kesimpulan bahwa rezim-rezim ini adalah negara-negara buruh Stalinis yang cacat, di mana kapitalisme telah dilenyapkan, tetapi hanya untuk digantikan oleh kekuasaan elite birokratis.

Birokrasi Stalinis telah bersandar pada kaum buruh untuk mengekspropriasi kapitalisme, tetapi dengan cara birokratis mereka sendiri, sehingga dengan hati-hati menyingkirkan segala kemungkinan terbentuknya negara buruh demokratis seperti yang didirikan oleh kaum Bolshevik di Rusia pada 1917.

Mandel dengan tergesa-gesa ingin menolak memberi kredensial progresif pada Stalinisme, dan dengan demikian dia bersikeras bahwa Stalinisme selalu dan senantiasa bersifat kontra-revolusioner, dan karena itu secara organik tidak mampu bergerak ke arah seperti itu:

“Jelas hipotesis tentang kehancuran kapitalisme, bukan di Estonia atau di Rumania atau bahkan Polandia, tetapi di seluruh Eropa dan sebagian besar Asia, akan mengubah sikap kita terhadap Stalinisme dari atas ke bawah…”

“Kamerad-kamerad yang berpegang pada teori bahwa negara-negara penyangga ini memiliki watak proletar sama sekali tidak bisa membayangkan hal ini sampai ke kesimpulan akhirnya, tetapi inilah kesimpulan logis dari jalan yang telah mereka tempuh dan akan mewajibkan kita untuk merevisi dari atas ke bawah penilaian historis kita tentang Stalinisme. Kita kemudian harus memeriksa alasan mengapa kaum proletar tidak mampu menghancurkan kapitalisme di wilayah-wilayah yang begitu luas ini di mana birokrasi telah berhasil mencapai tugas ini.”

“Kita juga harus menegaskan, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa kamerad dari RCP [?], bahwa misi historis kaum proletar bukanlah penghancuran kapitalisme melainkan pembangunan sosialisme, sebuah tugas yang tidak akan dapat diselesaikan oleh birokrasi. Kita kemudian harus menolak seluruh argumen Trotskis melawan Stalinisme sejak 1924, argumen yang didasarkan pada kehancuran Uni Soviet yang tak terhindarkan oleh imperialisme jika revolusi dunia tertunda untuk waktu yang sangat lama.” (International Information Bulletin, January 1950)

Kata pertama dalam kalimat – “jelas” – dimaksudkan untuk mengantisipasi kesimpulan terlebih dahulu. Jika sesuatu sudah jelas, tidak perlu memberikan pembenaran apa pun untuknya. Jika kita mendefinisikan Stalinisme sebagai kontra-revolusioner dalam esensinya, bagaimana mungkin ia mampu menggulingkan relasi kepemilikan kapitalis di Eropa Timur?

Trotsky menjelaskan berkali-kali bahwa bisa ada situasi unik di mana bahkan politisi reformis pun dapat dipaksa untuk melangkah lebih jauh dari apa yang mereka inginkan.

Meskipun Stalin pada awalnya mungkin tidak berniat melenyapkan kapitalisme di Eropa Timur, dia terpaksa mengambil langkah tersebut karena tindakan-tindakan agresif dari imperialisme AS, yang mencoba menggunakan Bantuan Marshall sebagai pengungkit untuk memperkuat elemen-elemen borjuis dalam pemerintahan koalisi di negara-negara seperti Polandia dan Cekoslowakia.

Stalin terpaksa bertindak untuk mencegah hal ini. Langkah Stalin ini tidak terlalu sulit. Seperti yang dikatakan Trotsky, untuk membunuh seekor harimau, diperlukan sepucuk senapan. Tetapi untuk membunuh seekor kutu, kuku jari saja sudah cukup.

Borjuasi Eropa Timur yang lemah dan bangkrut dengan mudah ditumbangkan dengan manuver sederhana, yang dilakukan dari atas, memang benar, tetapi dengan dukungan aktif kaum buruh, yang dimobilisasi untuk melawan partai-partai borjuis dan untuk mendukung ekspropriasi modal.

Tentu saja, metode-metode ini tidak ada kesamaannya dengan model klasik revolusi proletar yang dianjurkan oleh Marx, Lenin dan Trotsky.  Mereka mendasarkan revolusi proletar pada gerakan sadar dari kelas pekerja itu sendiri dari bawah.

Apa yang kita saksikan di Eropa Timur adalah karikatur Bonapartis revolusi proletar yang dengan sengaja mencegah kelas buruh untuk mengambil alih negara dan menjalankannya secara demokratik. Perkembangan semacam itu akan menjadi ancaman mematikan bagi Stalin dan birokrasi Moskow. Tetapi pendirian negara-negara buruh yang cacat, yang didirikan berdasarkan model Stalinisme Rusia, tidak mengancam sama sekali. Sebaliknya, mereka berfungsi untuk memperkuat Stalin dan birokrasi.

Rezim-rezim yang muncul ini tidak memiliki kesamaan apa pun dengan negara buruh demokratis yang didirikan oleh Lenin dan Trotsky di Rusia pada 1917. Walaupun demikian, pembentukan rezim-rezim ini mengarah pada penghapusan kapitalisme dan pembentukan ekonomi terencana yang dinasionalisasi. Dalam pengertian itu – dan hanya dalam pengertian itu – ini mewakili pelaksanaan salah satu tugas fundamental revolusi proletar.

Kendati distorsi dari Mandel, apa yang telah terjadi di Eropa Timur sepenuhnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode Marxis, seperti yang telah dilakukan oleh Ted Grant.

Mandel tidak dapat menghadapi fakta, karena fakta-fakta itu bertentangan sepenuhnya dengan prasangkanya. Baginya, mengakui bahwa kapitalisme telah digulingkan di Eropa Timur sama saja dengan mengakui kemungkinan bahwa kaum Stalinis dapat memainkan peran ‘revolusioner’.

Bagi kaum Marxis, sosialisme sejati hanya dapat dicapai melalui gerakan sadar kelas buruh, dan ini adalah proposisi yang fundamental. Tetapi revolusi-revolusi di Eropa Timur bukanlah revolusi proletar yang sejati, melainkan karikatur birokratis, yang diluncurkan dari atas oleh birokrasi Stalinis, meskipun dengan dukungan jutaan buruh yang dengan antusias menyambut ekspropriasi para kapitalis.

Metode semacam itu tidak akan pernah bisa mengarah pada negara buruh yang sehat, dan RCP tidak pernah mengklaim demikian. Yang muncul adalah karikatur birokratis yang mengerikan dari ‘sosialisme’ – dengan kata lain, negara buruh cacat seperti di Uni Soviet di bawah kepemimpinan Stalinis.

Mandel dan para ‘pemimpin’ Internasional Keempat lainnya tidak pernah memahami metode dialektis Trotsky. Bertolak dari serangkaian konsep abstrak, mereka tidak mampu memahami fenomena dan proses konkret yang nyata yang sedang bergulir di depan mata mereka.

Kebenaran, seperti yang dijelaskan Lenin berulang kali, bersifat konkret. Kita harus memulai dari fakta dan tidak berusaha memaksakan realitas agar sesuai dengan teori yang sudah terbentuk sebelumnya, seperti yang ditunjukkan oleh Trotsky:

“Akan tetapi, tidak ada yang lebih berbahaya daripada mengenyahkan dari realitas elemen-elemen yang hari ini melanggar skema kita dan barang kali esok hari akan sepenuhnya menjungkirbalikkan skema kita demi menjamin keutuhan logika.” (Revolusi yang Dikhianati, Bab 9, Hubungan Sosial di Uni Soviet)

Ini bukan masalah sekunder. Ini menyangkut problem yang paling fundamental dalam revolusi proletar dan teori Marxis, yakni watak kelas negara. Masalah ini adalah ujian penting.

Sangatlah instruktif untuk membandingkan posisi Internasional Keempat dengan posisi yang diadopsi oleh RCP pada 1948 di Kongres Dunia Kedua di bulan April.

Ted Grant menjelaskan bahwa sehubungan dengan Eropa Timur “kami tiba pada kesimpulan bahwa yang ada di sana adalah satu bentuk Bonapartisme proletarian”. Peristiwa-peristiwa di Cekoslowakia pada Februari 1948 telah mengkonfirmasi proses-proses yang sedang berlangsung. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan di edisi April Socialist Appeal, tentang ‘kudeta Praha’, Ted menjelaskan bahwa pemerintahan yang didominasi Stalinis ini, yang bersandar pada kelas buruh melalui ‘komite-komite aksi’, telah melaksanakan kebijakan nasionalisasi menyeluruh atas sektor-sektor kunci ekonomi dan bahwa “landasan ekonomi untuk sebuah negara buruh telah tercapai”.

Akan tetapi, Ted menjelaskan bahwa “agar negara dapat bertindak demi kepentingan kelas buruh, ekspropriasi kaum kapitalis saja tidaklah cukup. Kontrol demokratis atas aparatus negara adalah sebuah prasyarat esensial untuk melangkah menuju masyarakat komunis. Semua tokoh Marxis besar menekankan hal ini.” Ia kemudian melanjutkan dengan menguraikan empat poin yang diajukan Lenin untuk menjamin demokrasi buruh, yang mengambil contoh dari Komune Paris dan dicanangkan oleh Revolusi Rusia 1917.

Mengenai masalah ini, para ‘pemimpin’ Internasional Keempat bungkam, seperti biasa menolak untuk mengakui apa yang tengah berlangsung di depan hidung mereka. Bagi mereka, Cekoslowakia, dan seluruh Eropa Timur, tetaplah negara-negara kapitalis.

Max Shachtman, yang setidaknya jelas memiliki selera humor, berkomentar:

“Sementara seksi Inggris memuji kudeta (Praha) sebagai kemenangan bagi kelas buruh, pers Trotskis resmi lainnya memujinya sebagai kemenangan bagi kaum borjuasi yang, dengan begitu edannya, merayakan kemenangannya dengan melompat atau dilempar keluar dari jendela-jendela tinggi ke trotoar di bawah.”

Baru pada Juli 1951, tiga tahun penuh kemudian, Mandel dkk. dengan enggan mengakui bahwa Eropa Timur sudah bukan lagi rejim kapitalis.

Bentrokan Stalin-Tito

Satu contoh lain lagi yang bahkan lebih menakjubkan dari metode pemikiran para ‘pemimpin’ Internasional adalah posisi mereka yang begitu keliru sehubungan dengan perkembangan di Yugoslavia dan bentrokan Stalin-Tito pada Juni 1948.

Pada 28 Juni 1948, dunia dikejutkan dengan diterbitkannya sebuah komunike luar biasa dari “Biro Informasi Komunis” (Cominform) – organisasi yang dibentuk oleh Moskow untuk menggantikan Komunis Internasional, yang telah secara resmi dibubarkan pada 1943.

Komunike tersebut, yang dikeluarkan atas inisiatif Rusia, mengumumkan pemecatan Partai Komunis Yugoslavia. Peristiwa ini mengguncang seluruh gerakan Stalinis dunia.

Birokrasi Stalinis di Moskow segera menyerang Tito sebagai seorang “nasionalis” kontra-revolusioner, “antek imperialis” dan “Trotskis”. Pada kenyataannya, Tito bukanlah seorang “Trotskis” maupun “agen fasis”, seperti yang diklaim oleh kaum Stalinis. Ia muncul sebagai pemimpin Partai Komunis Yugoslavia pada 1930-an, setelah kepemimpinan lama dibunuh dalam pembersihan Stalin. Tito, pada kenyataannya, juga bertanggung jawab atas pemusnahan fisik kaum “Trotskis” di sana.

Sementara Tentara Merah menyapu seluruh Eropa, pasukan partisan tani Tito-lah yang mengalahkan okupasi Nazi di Yugoslavia. Fakta ini membuat mereka berkonflik dengan kesepakatan yang telah dibuat Stalin dengan Churchill pada Konferensi Moskow 1944, untuk membagi Yugoslavia secara merata di antara mereka.

Sebagai bagian dari kesepakatan tersebut, Stalin telah mendukung pembentukan pemerintahan royalis-borjuis di Yugoslavia, sebagai upaya untuk mengekang Tito. Ia bahkan menolak menyuplai senjata dan amunisi kepada pasukan partisan Tito. Tetapi dihadapkan dengan gerak maju yang pesat dari pasukan partisan Tito, kaum borjuasi, yang telah berkolaborasi dengan penjajah Nazi, melarikan diri dengan ketakutan bersama dengan tentara Jerman yang mundur. Setelah meraih kemenangan melalui pasukannya sendiri, Tito menolak untuk tunduk pada tekanan dari Stalin. Ia segera mengisi vakum yang ditinggalkan oleh larinya para tuan tanah dan kapitalis dan, dengan bersandar pada dukungan kaum buruh dan tani yang menjadi basis pasukan partisannya, dia melenyapkan kapitalisme dan mendirikan sebuah rezim yang mencontoh Rusia Stalinis.

Ini, pada dasarnya, adalah jiplakan persis dari proses yang terjadi sebelumnya di Polandia dan Cekoslowakia – tetapi dengan satu perbedaan yang menentukan. Yugoslavia tidak dibebaskan oleh Tentara Merah Soviet, tetapi oleh kaum Stalinis Yugoslavia yang memimpin pasukan partisan yang kuat.

Ini memberi Tito basis dukungan nasional yang kuat dan dengan basis demikian ia dapat menempuh kebijakan yang independen dari Moskow. Akan tetapi, kepentingan nasional yang sempit dari birokrasi Rusia dan birokrasi Yugoslavia segera berbenturan. Ini mencapai puncaknya ketika, pada awal 1948, pemerintah Yugoslavia dan Bulgaria mengusulkan pembentukan Federasi Balkan ‘Negara-Negara Demokrasi Rakyat’.

Stalin menolak keras usulan ini, tetapi sekarang mendapat perlawanan. Kaum Stalinis Rusia mengirim agen-agen GPU ke dalam Partai Komunis Yugoslavia untuk mengendalikannya. Tetapi mereka disingkirkan oleh Tito, yang memiliki cengkeraman kuat atas aparatus negara, dan basis massa yang menjadi sandarannya. Inilah dasar dari perpecahan Stalin-Tito.

Peristiwa-peristiwa ini membuat kepemimpinan Internasional Keempat kelimpungan. Kendati keputusan-keputusan Kongres Dunia, Pablo, sebagai kepala IS, memandang bentrokan itu sebagai kesempatan emas untuk memenangkan kaum Titois ke Trotskisme.

Dengan sekejap mereka mencampakkan gagasan mereka sebelumnya bahwa Yugoslavia adalah negara kapitalis, yang mereka anut hanya dua bulan sebelumnya, dan bergegas mendukung Tito.

Dua hari setelah pernyataan Cominform yang mengumumkan perpecahan itu, IS menulis surat kepada seksi-seksi nasional Internasional Keempat untuk mengarahkan perhatian mereka ke perpecahan Tito-Stalin sebagai isu yang “sangat penting”.

Keesokan harinya, IS menerbitkan sebuah ‘Surat Terbuka’ yang bukan main kepada Partai Komunis Yugoslavia. “Sekarang kalian ada dalam posisi untuk memahami, setelah kalian sendiri menjadi korban kampanye keji Stalinis, makna sebenarnya dari Pengadilan Moskow dan dari keseluruhan perjuangan Stalinis melawan Trotskisme”, jelas pernyataan itu. (Fakta bahwa para pemimpin Yugoslavia secara antusias berpartisipasi dalam kampanye keji ini tidak disebutkan.) “Kami lebih ingin mencatat janji perlawanan kalian – janji perlawanan yang gemilang oleh sebuah partai buruh revolusioner melawan mesin birokrasi paling mengerikan yang pernah ada dalam gerakan buruh, mesin Kremlin.”

Pernyataan itu kemudian melanjutkan dengan menyerukan kepada partai Yugoslavia untuk “mendirikan rezim demokrasi buruh sejati di dalam partai kalian dan di negara kalian!”, dan diakhiri dengan pekik: “Hidup Revolusi Sosialis Yugoslavia!”

Sekitar dua minggu kemudian, pada 13 Juli, IS mengeluarkan Surat Terbuka kedua, yang jauh lebih panjang, tetapi bahkan lebih menjilat, kepada “Kongres, Komite Pusat dan Anggota Partai Komunis Yugoslavia”.

Surat Terbuka ini mendesak partai Yugoslavia untuk memperkenalkan demokrasi buruh dan kembali ke Leninisme di dalam dan luar negeri. “Kami sama sekali tidak menyembunyikan bahwa kebijakan semacam itu akan menghadapi rintangan yang sangat besar di negara kalian dan bahkan di dalam barisan kalian sendiri. Pendidikan ulang yang lengkap bagi kader-kader kalian dalam semangat Leninisme sejati akan diperlukan”, kata Surat IS tersebut. “Kami sangat memahami tanggung jawab luar biasa yang ada di atas pundak kalian…”

Surat Terbuka itu diakhiri dengan sebuah permintaan agar delegasi dari “kepemimpinan kami dapat menghadiri Kongres Anda, untuk menjalin kontak dengan gerakan komunis Yugoslavia dan untuk membangun ikatan persaudaraan… Kaum Komunis Yugoslavia, Mari Kita Satukan Upaya Kita untuk sebuah Internasional Leninis yang Baru! Untuk kemenangan Komunisme sedunia!” (Penekanan dari kami)

Tentu saja, seruan yang menjilat ini bertentangan dengan semua pernyataan mereka tentang watak kelas Eropa Timur yang ‘kapitalis’. Mereka telah dengan tegas menolak amendemen-amendemen RCP pada bulan April tahun itu, yang menyatakan bahwa borjuasi di Eropa Timur telah atau sedang diekspropriasi. ‘Kepemimpinan’ Internasional mempertahankan gagasan bahwa Stalinisme yang kontra-revolusioner itu tidak dapat meluncurkan revolusi, meskipun Trotsky telah menjelaskan bahwa dalam keadaan luar biasa hal ini mungkin terjadi. Sekarang mereka berputar 180 derajat dan menyatakan Yugoslavia di bawah Tito sebagai negara buruh yang relatif sehat, sebuah negara tanpa deformasi birokratis seperti di Rusia!

Pada awalnya SWP di AS mengambil posisi menentang Uni Soviet dan Yugoslavia. Akan tetapi, ketika Surat-Surat Terbuka itu diterbitkan oleh IS, SWP tidak mengajukan keberatan apa pun. Mereka justru menerbitkannya di koran mereka tanpa keberatan atau kritik apa pun.

Respons RCP

Respons dari RCP Inggris terhadap krisis Yugoslavia sama sekali berbeda. Pertama, mereka menjunjung tinggi prinsip-prinsip fundamental Trotskisme, membela hak menentukan nasib sendiri bangsa Yugoslavia, yang ditolak oleh SWP.

“Jelas bahwa setiap kaum Leninis harus mendukung hak pembebasan nasional dan kemerdekaan bangsa kecil mana pun jika mereka menginginkannya”, tulis Ted Grant dan Jock Haston. Mereka melanjutkan:

“Semua kaum sosialis akan memberikan dukungan kritis kepada gerakan di Yugoslavia untuk berfederasi dengan Bulgaria dan untuk bebas dari dominasi langsung Moskow. Pada saat yang sama, kaum buruh di Yugoslavia dan di negara-negara ini akan berjuang untuk pembentukan demokrasi buruh yang sejati, kontrol atas administrasi negara dan industri seperti pada masa Lenin dan Trotsky di Rusia. Ini tidak mungkin terjadi di bawah rezim Tito saat ini.” (Socialist Appeal, Juli 1948)

Lagi, dalam pamflet mereka Behind the Stalin-Tito Clash, Ted dan Jock berargumen bahwa konflik tersebut “harus menjadi sarana untuk mendidik kelas buruh mengenai perbedaan-perbedaan fundamental dalam metode antara Stalinisme dan Leninisme”. Atas dasar ini, mereka menulis:

“Keretakan di front Stalinis internasional ini dapat menandai sebuah tahapan dalam perjuangan panjang Trotsky dan Internasional Keempat untuk membongkar Stalinisme […] Ini akan menandai sebuah tahapan dalam kemajuan menuju pembangunan sebuah Komunis Internasional yang sejati, Internasional Keempat, yang dapat mengarah pada pembentukan sebuah sistem dunia dari republik-republik Komunis yang berfederasi secara bebas.”

Tetapi ketika para pemimpin RCP membaca Surat-surat Terbuka dari IS kepada Partai Komunis Yugoslavia, mereka sangat terkejut. Tidak seperti SWP Amerika, RCP tidak bersedia menoleransi kapitulasi terhadap Stalinisme ini dan secara terbuka menentangnya. Atas nama Komite Pusat, Jock Haston menulis surat protes kepada Internasional, mengulangi kritik mereka dan menolak orientasi Surat-Surat Terbuka itu:

“Sengketa Yugoslavia-Cominform menawarkan peluang besar bagi Internasional Keempat untuk membongkar metode-metode birokratis Stalinisme di hadapan kaum Stalinis akar rumput. Akan tetapi, pendekatan kita terhadap peristiwa besar ini haruslah prinsipil. Kita tidak bisa menciptakan kesan apa pun, dengan membungkam aspek-aspek kebijakan dan rezim PKY [Partai Komunis Yugoslavia], bahwa Tito atau para pemimpin PKY adalah Trotskis, dan bahwa tidak ada rintangan besar yang memisahkan mereka dari Trotskisme. Cara kita membongkar metode birokratik yang digunakan oleh Stalin untuk memecat PKY dari Cominform tidak boleh berarti bahwa kita menjadi pengacara bagi kepemimpinan PKY, atau menciptakan ilusi sekecil apa pun bahwa mereka sudah bukan lagi Stalinis dalam metode dan pelatihan mereka, meskipun mereka telah pecah dengan Stalin.”

[…]

“Surat-surat Terbuka IS tampaknya didasarkan pada perspektif bahwa para pemimpin PKY dapat dimenangkan ke Internasional Keempat. Di bawah tekanan peristiwa, transformasi unik di level individu dapat terjadi; namun hampir mustahil bagi Tito dan para pemimpin PKY lainnya untuk dapat kembali menjadi Bolshevik-Leninis. Ada rintangan-rintangan yang luar biasa besar yang menghalangi kemungkinan itu: tradisi lama dan pelatihan mereka dalam Stalinisme, dan fakta bahwa mereka sendiri bersandar pada rezim birokratis Stalinis di Yugoslavia. Surat-surat itu gagal menjabarkan karakter rintangan-rintangan ini, gagal menggarisbawahi bahwa agar kepemimpinan PKY dapat menjadi komunis, mereka tidak hanya perlu pecah dengan Stalinisme, tetapi juga menolak masa lalu mereka sendiri, metode-metode Stalinis mereka saat ini, dan secara terbuka mengakui bahwa mereka sendiri memikul tanggung jawab atas pembangunan mesin yang sekarang digunakan untuk menghancurkan mereka. Di sini persoalannya bukanlah kaum komunis menghadapi ‘dilema besar’, dengan ‘tanggung jawab yang sangat besar’ membebani mereka, di mana kita lalu menawarkan nasihat secara santun: ini adalah persoalan birokrat Stalinis menjadi komunis.”

Surat RCP melanjutkan:

“Akan tetapi, sebagaimana Surat-surat itu ditulis, dengan kebungkaman mereka atas aspek-aspek fundamental rezim di Yugoslavia dan kebijakan PKY, Surat-surat itu bernada oportunis.”

[…]

“Surat-surat IS menganalisis konflik ini semata-mata dari sudut pandang ‘campur tangan’ para pemimpin PKUS, seolah-olah di sini hanya persoalan kepemimpinan PKUS yang berusaha memaksakan kehendaknya tanpa mempertimbangkan ‘tradisi, pengalaman dan perasaan’ para anggota [PKY]. Tetapi konflik ini bukanlah semata-mata perjuangan sebuah Partai Komunis untuk mandiri dari dekret-dekret Moskow. Ini adalah perjuangan sebuah sayap aparatus birokrasi untuk kemandirian semacam itu. Memang benar, sikap Tito di satu sisi mewakili tekanan massa yang menentang tekanan birokrasi Rusia, menentang ‘persatuan organik’ yang dituntut oleh Moskow, ketidakpuasan massa terhadap standar para spesialis Rusia, tekanan kaum tani yang menentang kolektivisasi yang terlalu cepat. Tetapi di sisi lain, ada keinginan dari para pemimpin Yugoslavia untuk mempertahankan kemandirian birokrasi mereka sendiri serta memajukan aspirasi-aspirasi mereka sendiri.”

[…]

“Bukan hanya sehubungan dengan Yugoslavia, tetapi juga sehubungan dengan negara-negara lain, Surat Terbuka itu memberikan kesan yang sepenuhnya keliru bahwa kepemimpinan Rusialah yang dengan sendirinya bertanggung jawab… [Ini] dapat menciptakan ilusi bahwa para pemimpin partai-partai Stalinis di negara-negara lain bisa menjadi kaum revolusioner yang baik, seandainya saja Moskow membiarkan mereka… Para pemimpin ini secara aktif berpartisipasi dalam persiapan kejahatan-kejahatan Stalinis. Begitu juga dengan Tito; dia bukan ‘dipaksa’ untuk melaksanakan keinginan Moskow di masa lalu.”

“Kami harus mengatakan bahwa surat kalian yang tidak kritis kepada Partai Komunis Yugoslavia justru memberikan bobot pada sudut pandang bahwa Tito adalah seorang ‘Trotskis yang tidak sadar’.”

Surat RCP lalu menyoroti perubahan posisi mengenai watak kelas Yugoslavia dan negara-negara ‘penyangga’ yang sebelumnya diadopsi oleh Kongres Dunia pada April 1948. Jelas bahwa posisi RCP, yang ditolak pada bulan April, kini terbukti benar hanya beberapa bulan kemudian.

“Mayoritas Kongres Dunia mengadopsi posisi bahwa negara-negara penyangga, termasuk Yugoslavia, adalah negara-negara kapitalis. Kongres menolak resolusi RCP bahwa ekonomi negara-negara ini sedang diselaraskan dengan ekonomi Uni Soviet dan tidak dapat dicirikan sebagai kapitalis. Amendemen dari Partai Inggris pada bagian ‘Uni Soviet dan Stalinisme’ ditolak. Tetapi terbukti dari surat-surat ini bahwa IS telah dipaksa oleh peristiwa untuk bertolak dari sudut pandang partai Inggris, bahwa relasi produksi dan politik di Yugoslavia pada dasarnya identik dengan yang ada di Uni Soviet.”

“Jika memang ada negara kapitalis di Yugoslavia, maka Surat-surat IS jelas-jelas oportunis. Karena IS tidak mengajukan tugas-tugas di Yugoslavia yang berdasarkan relasi borjuis sebagai bentuk dominan. Surat-surat itu didasarkan pada kesimpulan yang hanya dapat mengalir dari premis bahwa kapitalisme dan pertuantanahan telah digulingkan.” (Penekanan dalam teks asli)

Dalam Reply to David James (Musim Semi 1949), Ted melanjutkan dengan menyatakan:

“Satu-satunya perbedaan antara rezim Stalin dan Tito adalah rejim Tito masih dalam tahap-tahap awal. Ada kemiripan yang luar biasa antara gelombang antusiasme pertama di Rusia, ketika birokrasi memperkenalkan Rencana Lima Tahun Pertama, dan antusiasme di Yugoslavia saat ini.”

[…]

“Kita sudah saksikan pengadilan-pengadilan ‘sabotase’ pertama di mana Tito meletakkan tanggung jawab atas setiap kekurangan dalam rencana [Lima Tahun Pertama] tersebut di pundak lawan-lawannya. Demikian pula, kita saksikan pola pengadilan ‘pengakuan’ Rusia dalam skala yang lebih kecil. Garis-garis besar negara polisi Stalinis yang kita kenal sudah jelas terlihat. Perbedaannya superfisial, ciri-ciri fundamentalnya sama.”

Akan tetapi, kritik pedas semacam itu ditepis begitu saja oleh para ‘pemimpin’ Internasional Keempat. Mereka tidak melihat alasan untuk menjawab. Pada titik itu mereka telah secara kriminal memecah RCP dan kubu minoritas Healy dalam praktiknya diakui sebagai seksi resmi di Inggris.

Satu-satunya seksi lain yang mengajukan keberatan adalah seksi Prancis, tetapi kritiknya sangat lemah dan malu-malu: “Kami sama sekali tidak mengecam IS karena telah berseru kepada Partai Komunis Yugoslavia dan Komite Pusatnya. Langkah ini tepat mengingat hubungan antara massa dan Partai Komunis.” Akan tetapi, kepemimpinan Prancis tidak senang dengan nadanya: “Tetapi kami keberatan dengan surat-surat ini karena mengidealkan Tito dan Partai Komunis Yugoslavia”. Meskipun demikian, mereka dengan cepat patuh dan memperjelas bahwa mereka tunduk pada disiplin internasional.

Selama 1949 dan 1950, IS menjadi semakin tergila-gila dengan gagasan bahwa Yugoslavia-nya Tito adalah negara buruh yang ‘relatif sehat’. Sebuah resolusi IEC pada tahun itu bahkan sampai mengumumkan bahwa “dinamika revolusi Yugoslavia mengonfirmasi teori revolusi permanen dalam semua poin”, dan bahwa “di Yugoslavia … Stalinisme sudah tidak lagi ada hari ini sebagai faktor yang efektif dalam gerakan buruh.”

Mengenai negara-negara Eropa Timur lainnya, sambil mempertahankan bahwa mereka adalah rejim kapitalis, para ‘pemimpin’ ini mengembangkan sebuah teori yang tidak jujur dan membingungkan bahwa negara-negara ini “tengah menempuh jalur asimilasi struktural dengan Uni Soviet”. Tetapi menambahkan bahwa mereka “saat ini, memiliki pola masyarakat hibrida dan transitoris dalam transformasi penuh, dengan garis-garis besar yang masih belum jelas dan belum pasti, sehingga sangat sulit untuk merangkum watak fundamentalnya dalam satu formula yang ringkas”. Formulasi yang sangat kabur ini memungkinkan mereka untuk mengabaikan realitas, tetapi memberi mereka jalan keluar yang nyaman untuk mengubah posisi mereka nantinya.

Amendemen-amendemen RCP di Kongres Dunia Kedua tidak pernah diterbitkan oleh SWP, sementara posisi mereka diserang dan didistorsi.

Faktanya jelas, RCP-lah yang memiliki posisi yang jelas, yang memungkinkan Grant dan Haston untuk memprediksi bahwa “jauh dari menyerang kejahatan-kejahatan birokrasi Stalinis yang sesungguhnya, tampaknya Tito akan mencoba untuk mencapai suatu kompromi”. Inilah yang terjadi.

Brigade Kerja

Pada 1950, Internasional Keempat mengembangkan gagasan untuk mengorganisir brigade-brigade kerja untuk dikirim ke Yugoslavia. Seksi Prancis, Partai Komunis Internasional (PCI), yang, seperti yang telah kita lihat, pada awalnya keberatan dengan nada yang digunakan dalam Surat Terbuka IS, kini, di bawah kepemimpinan Bleibtreu-Lambert, telah menjadi klub penggemar terbesar bagi kaum Stalinis Yugoslavia.

Dengan dukungan antusias dari Lambert, PCI mengirim brigade pemuda dan serikat buruh untuk membantu ‘membangun sosialisme’ di Yugoslavia. Pada Januari 1950, laporan Kongres Keenam PCI menyatakan “bahwa keliru jika kita menyamakan kasta birokrat Yugoslavia dengan birokrasi Rusia” dan “keliru jika kita menerima gagasan bahwa PKY telah berkapitulasi atau sedang menempuh jalan kapitulasi kepada imperialisme” (La Verité, 246, Jan 1950, Report on the defence of Yugoslavia).

Resolusi Kongres menyatakan bahwa PKY mewakili “kembalinya ke Leninisme dalam serangkaian isu strategis yang penting”. Resolusi itu mendefinisikan PKY sebagai “sentrisme-kiri dalam proses evolusi”, dengan faktor-faktor “yang secara objektif mendorong PKY ke jalan program revolusioner” (Hands off the Yugoslav revolution, resolution of the VI congress of the PCI, La Verité No. 247, paruh pertama Februari, 1950).

PCI menyerukan kepada para pendukungnya untuk mendengarkan siaran Radio Beograd. Di bawah tajuk berita, The Magnificent Election Campaign of the YCP, Gerard Bloch menyatakan:

“PKY dan Internasional Keempat dibenci karena alasan yang sama: mereka mengekspresikan kekuatan terbesar zaman kita, kekuatan revolusi proletar, kekuatan rakyat pekerja yang tak terkalahkan di semua negara.” (La magnifique campagne électorale du PCY, La Verite No.251, first half of April 1950)

Pada Hari Buruh 1950, sekelompok delegasi Prancis mengunjungi Beograd, termasuk pemimpin PCI, Lambert, yang memancarkan kekaguman pada rezim Tito:

“Saya percaya bahwa apa yang saya saksikan di Yugoslavia adalah kediktatoran proletariat, yang dipimpin oleh sebuah partai yang dengan penuh semangat berupaya memerangi birokrasi dan menegakkan demokrasi buruh.”

Pada saat yang sama, ia dengan bangga melaporkan slogan-slogan yang diusung dalam demonstrasi: “Tito, Komite Sentral, Partai, Rakyat Yugoslavia”, dan “Tito Bersama Kami, Kami Bersama Tito”. (Pierre Lambert, ‘1er Mai a Belgrade’, La Verite No.254, paruh kedua Mei 1950)

Lambert, sebagai penanggung jawab komisi kerja serikat buruh PCI, menerbitkan sebuah buletin serikat buruh bernama L’Únité, bersama dengan para anggota serikat buruh yang menentang Partai Komunis Prancis, yang menerima dana dari kedutaan besar Yugoslavia.

Mereka mengorganisir brigade-brigade kerja yang disebut ‘Brigade Jean Jaurès’. Koran PCI, La Vérité, menerbitkan laporan salah satu delegasi dengan judul:

“Mereka yang Telah Melihat Kebenaran di Yugoslavia Mengatakannya: YA, Ini Adalah Negara di Mana Sosialisme Sedang Dibangun, Inilah Kediktatoran Proletariat.”

Menyangkal tuduhan-tuduhan Stalinis tentang Yugoslavia sebagai ‘negara polisi’, artikel itu menyatakan:

“Tidak seperti yang terjadi di Uni Soviet, kelas buruhlah yang menjalankan kekuasaan di Yugoslavia […] Negara ini adalah NEGARA BURUH, yang dengan teguh menapaki jalan DEMOKRASI SOSIALIS.” (‘Ceux qui ont vu la vérité en Yugoslavie la dissent: OUI c’est un état où se construit le socialisme, c’est la dictature du proletariat’, La Verite No.258, paruh pertama Oktober 1950)

Healy juga sibuk mendukung Tito, dengan mengorganisir “Brigade Kerja Pemuda John MacLean” dari Liga Pemuda Buruh untuk pergi ke Yugoslavia.

Tidak mau kalah, Cannon ikut memuji rezim tersebut. Ia mengirim sebuah telegram kepada Komite Sentral PKY yang memuji manifesto Hari Buruh mereka:

“Kaum buruh di mana pun akan memuji seruan kalian untuk membela Yugoslavia dan memulihkan gerakan revolusioner ke Leninisme sebagai lawan dari Stalinisme dan Sosial Demokrasi.” (Yugoslav May Day Manifesto Hailed by SWP Leader, The Militant, 8 May 1950)

Dua bulan kemudian, koran SWP, The Militant, mengagung-agungkan Tito dengan tajuk beritanya, “Tito Mengecam Birokrasi sebagai Musuh Sosialisme”, dan serangannya terhadap Stalin sebagai “sebuah tonggak sejarah besar dalam perkembangan gerakan kelas buruh dan sosialis internasional.” (Tito’s June 27 Speech, The Militant, 10 July 1950)

Dalam Plenum Kedelapan IEC pada April 1950, Mandel dengan berani menyatakan bahwa Yugoslavia sekarang adalah “sebuah negara buruh yang tidak terdegenerasi”.

Ketika rezim Tito secara terbuka berkapitulasi kepada imperialisme, pada Juli 1950, dengan abstain dalam intervensi militer PBB melawan Korea Utara dalam Perang Korea, koran PCI pada Desember 1950 mengungkapkan kekecewaan:

“Semua ini sangat menyakitkan bagi kawan-kawan revolusioner Yugoslavia yang telah berharap bahwa para pemimpinnya akan benar-benar menepati janji mereka untuk secara konsisten membela Marxisme-Leninisme melawan revisionisme Stalinis.” (‘La Yougoslavie sur la voie glissante’, La Vérité No. 263, paruh kedua Desember 1950)

Tetapi semua ‘pemimpin’ Internasional Keempat, tanpa kecuali, berkapitulasi pada Stalinisme-Tito: Cannon, Mandel, Pablo, Frank, Maitan, Healy, dll. Internasional mereka telah menjadi, dalam kata-kata Ted Grant, “agen turis untuk menjustifikasi Yugoslavia”.

Pada 1953, ketika Cannon, Healy dan Lambert menuduh Pablo sebagai pro-Stalinis, mereka mencoba menyembunyikan fakta bahwa mereka adalah penggemar berat Stalinisme pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuh volume buku sejarah Internasional Keempat yang ditulis oleh Healy hanya dimulai pada 1952-3. Periode sebelumnya disapu begitu saja ke bawah karpet.

Revolusi China

Kekacauan lebih lanjut dibuat sehubungan dengan China dan Revolusi China 1949.

Karena tidak mampu berpikir secara mandiri, IS berpegang teguh pada gagasan bahwa Mao pasti akan berkapitulasi kepada Chiang Kai-Shek. Akibatnya, kaum Trotskis China benar-benar bingung, ketika peristiwa-peristiwa yang terjadi ternyata berbeda.

Pasukan tani yang dipimpin kaum Stalinis (Mao) menghancurkan pasukan Chiang Kai-Shek dan menggulingkan kapitalisme. Terinspirasi oleh Rusia Stalinis, Partai Komunis China (PKC) membangun rezim bonapartis proletarian. Hanya Ted Grant yang memahami apa yang sedang terjadi dan memprediksi sebelumnya apa yang akan terjadi, bahkan sebelum Mao sendiri menyadarinya.

Penolakan IS untuk mengakui realitas telah menjadi begitu konyol. Pernah ada satu pertemuan internasional di mana Cannon dan yang lainnya, termasuk seorang kamerad China, berargumen bahwa pasukan Mao tidak akan pernah menyeberangi sungai Yangtze dan mengalahkan pasukan Chiang. Akan tetapi, pada akhir pertemuan, Tentara Merah pada kenyataannya telah menyeberangi Sungai Yangtze dan menghancurkan pasukan Chiang Kai-Shek. Shachtman membuat para pendukungnya tertawa terpingkal-pingkal ketika ia bercanda tentang perspektif Cannon mengenai China. “Ya, Mao ingin berkapitulasi kepada Chiang Kai-Shek”, kelakarnya. “Satu-satunya masalah adalah Mao tidak bisa mengejarnya!”

Pasukan Chiang Kai-Shek luluh lantak begitu saja di bawah dampak program agraria revolusioner Mao dan propaganda ‘tanah untuk penggarap’. Akan tetapi, ia dengan kejam menindas setiap gerakan independen dari kaum proletar di kota-kota.

Ted Grant menyatakan jauh-jauh hari bahwa perkembangan Revolusi China adalah “peristiwa terbesar dalam sejarah umat manusia”, setelah Revolusi Rusia.

Prediksi Ted

Ketika Mao berkuasa pada Oktober 1949, perspektifnya adalah bahwa akan diperlukan 100 tahun kapitalisme di China sebelum kemungkinan sosialisme dapat diajukan. Akan tetapi, analisis Ted begitu maju sehingga ia memprediksi apa yang akan terjadi bahkan sebelum Mao memikirkannya.

Peristiwa-peristiwa di China adalah teka-teki bagi para ‘pemimpin’ Internasional Keempat. Mereka mengambil pandangan tentatif Trotsky yang dibuatnya sebelum pecahnya perang dunia kedua dan menjadikannya sebuah dogma, bahwa jika tentara Maois menang melawan Chiang Kai-Shek, para petinggi Tentara Merah akan mengkhianati basis taninya. Dan di kota-kota, mengingat kepasifan kaum buruh, para petinggi Tentara Merah akan melebur dengan kaum borjuasi, yang mengarah pada jayanya kapitalisme. Ini tidak terjadi karena jalan menuju perkembangan kapitalisme di China terhalang. Kaum borjuasi di bawah rezim Chiang Kai-Shek menunjukkan kebangkrutan totalnya, tidak mampu menyelesaikan persoalan agraria atau membebaskan China dari dominasi imperialis.

Pada 1950, Ted menjelaskan proses-proses yang mengarah pada kebangkitan negara-negara buruh yang terdeformasi secara birokratis:

“Fakta bahwa revolusi di China dan Yugoslavia dapat berkembang dalam watak yang terdistorsi dan terdegradasi disebabkan oleh faktor-faktor dunia berupa:

(a) Krisis kapitalisme dunia.

(b) Adanya sebuah negara buruh yang kuat dan terdeformasi yang berdekatan dengan negara-negara ini dan secara kuat memengaruhi gerakan buruh.

(c) Kelemahan tendensi Marxis Internasional Keempat.

Faktor-faktor ini telah menghasilkan sebuah perkembangan yang tidak ada paralelnya, yang tidak dapat diramalkan oleh guru-guru Marxis mana pun: perluasan Stalinisme sebagai fenomena sosial di separuh Eropa, di anak benua China dan dengan kemungkinan menyebar ke seluruh Asia.

Ini mengedepankan problem-problem teoretis baru untuk dipecahkan oleh gerakan Marxis. Di bawah kondisi keterisolasian, dengan kekuatan yang sangat lemah, faktor-faktor historis yang baru mau tidak mau mengakibatkan krisis teoretis gerakan, yang menimbulkan problem eksistensi dan kelangsungan hidupnya.” (Grant, Open Letter to the BSFI, Sep-Oct 1950)

Problem “eksistensi dan kelangsungan hidup” Internasional Keempat dikedepankan dengan begitu tajamnya. Kesalahan demi kesalahan, dan ketidakmampuan para ‘pemimpin’ Internasional Keempat untuk belajar dari kesalahan-kesalahan mereka ini, telah sepenuhnya mendiskreditkan Internasional Keempat.

Bahkan hingga 1954, SWP masih berbicara tentang China sebagai negara kapitalis. Baru pada tahun berikutnya, pada 1955, mereka mencirikan China sebagai negara buruh yang cacat.

Ted menarik kesimpulan dari semua diskusi ini dalam dokumennya Stalinism in the Postwar World yang ditulis pada Juni 1951:

“Bagi Marxisme, baik pesimisme maupun optimisme palsu tidak dapat memainkan peran dalam menentukan analisis peristiwa. Keharusan pertama adalah untuk memahami makna dari konjungtur kekuatan-kekuatan historis yang mengarah pada situasi dunia saat ini.”

Ia juga memprediksi bahwa terbentuknya negara buruh yang cacat di China, seperti halnya dengan Tito, akan mengarah pada bentrokan serius dengan birokrasi Rusia. Dengan kata lain, ia mengantisipasi perpecahan Sino-Soviet di masa depan.

Semua ini sama sekali tidak dapat dipahami oleh Cannon, Mandel, Pablo, Frank, dkk. Menurut mereka, ada negara buruh yang relatif sehat di Yugoslavia, negara-negara kapitalis di seluruh Eropa, dan negara buruh yang terdeformasi di Rusia. Seperti yang Ted jelaskan, “Posisi ini tidak koheren bahkan dari sudut pandang logika formal, apalagi Marxisme”.

RCP dihancurkan

Para ‘pemimpin’ Internasional Keempat terus melakukan zig-zag dan membuat kesalahan demi kesalahan, dan ini tidak hanya menyebabkan kehancuran Internasional Keempat, tetapi juga berperan penting dalam menghancurkan RCP, seksi Internasional Keempat yang paling sukses.

Meskipun gerakan menghadapi kesulitan-kesulitan objektif, mengingat boom ekonomi dan menguatnya Stalinisme, dengan kebijakan dan perspektif yang tepat kita dapat mempertahankan kader-kader yang ada. Akan tetapi, manuver-manuver dan kebijakan-kebijakan keliru dari klik kepemimpinan membingungkan dan mendemoralisasi para kader.

Demoralisasi ini memengaruhi beberapa kamerad pemimpin RCP, khususnya Jock Haston. Para pemimpin Internasional Keempat mengusulkan untuk membubarkan RCP ke dalam Partai Buruh sebagai bagian dari kebijakan entrisme mereka. Dan meskipun ia tahu betul bahwa syarat-syarat untuk entrisme yang ditetapkan oleh Trotsky sama sekali tidak ada, Haston, yang sungguh-sungguh ingin tetap berada di dalam barisan Internasional Keempat, menyarankan agar usulan ini diterima.

Ted dan para pemimpin partai lainnya menentang hal ini, tetapi dalam upaya untuk menjaga keutuhan kepemimpinan, mereka akhirnya menyetujuinya. Tetapi ketika mereka mencoba untuk berdiskusi dengan kepemimpinan internasional, mereka dengan tiba-tiba diberitahu: jangan berbicara dengan kami – bicaralah dengan perwakilan kami di Inggris – Gerry Healy. Faktanya, mereka diinstruksikan untuk melebur dengan kelompok Healy, dan bila tidak mereka akan mendapati diri mereka berada di luar Internasional.

Syarat-syarat yang dipaksakan oleh Healy sungguh keterlaluan: tidak boleh ada diskusi mengenai perbedaan apa pun selama enam bulan, setelah itu akan ada sebuah konferensi. Ini konon untuk memfasilitasi penyatuan. Pada kenyataannya, itu adalah manuver sinis dari Healy.

Healy bertekad untuk memastikan dia mendapat mayoritas di konferensi. Hingga saat ini, ia belum pernah berhasil memenangkan mayoritas di RCP. Sekarang ia memiliki cara untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan memanfaatkan situasi dan menggunakan metode yang paling sewenang-wenang dan birokratis, Healy segera memecat elemen-elemen oposisi.

Dengan Healy sekarang memegang kendali penuh atas organisasi, tidak ada oposisi yang ditoleransi. Inilah balas dendam yang telah ia tunggu selama sepuluh tahun untuk dilampiaskan.

Ketika Haston melihat apa yang terjadi, dan saat itu sudah benar-benar demor, ia merasa muak dan mengundurkan diri. Tidak puas dengan ini, Healy menuntut agar ia dipecat secara formal.

Ia mengumumkan kepada Biro Politik pada awal Maret 1950 bahwa Haston harus dipecat karena “pembelotannya”, dengan alasan bahwa “Orang ini adalah seorang oportunis yang tidak bisa diperbaiki.”

Pengunduran diri Haston menempatkan Ted dalam posisi yang mustahil. Tetapi ia dapat melihat bahwa ini semua hanyalah lelucon yang menjijikkan, dan karena itu ia abstain. Healy kemudian melanjutkan dengan memecat Tony Cliff, pada kenyataannya karena gagasan-gagasannya dan untuk mencegah agar dokumennya tidak dibahas di konferensi. Ketika Ted menolak untuk mendukung pemecatan Cliff, ia juga dipecat.

Lewat manuver-manuver semacam itu, dan pembersihan sistematis, Healy mendapatkan ‘mayoritas’nya.

Metode-metode ini sama sekali asing bagi gerakan Trotskis. Metode-metode itu diambil langsung dari Zinovievisme, yang hanya satu langkah dari Stalinisme.

Ini tidak ada kesamaannya dengan tradisi Bolshevisme, tradisi demokrasi yang bersih, yang selalu dijunjung tinggi oleh RCP. Beginilah cara Trotsky menjelaskan bagaimana perselisihan internal seharusnya ditangani:

“Pertama-tama, penting untuk mematuhi dengan sangat ketat statuta organisasi – pertemuan rutin anggota akar rumput, diskusi sebelum konvensi, konvensi secara reguler, dan hak kaum minoritas untuk mengungkapkan pendapatnya (harus ada sikap bersahabat dan tidak boleh ada ancaman pemecatan). Ketahuilah bahwa pemecatan tidak pernah dilakukan di partai [Rusia] yang lama. Pemecatan seorang kamerad adalah sebuah peristiwa yang tragis, dan hanya dilakukan karena alasan-alasan moral dan bukan karena sikap kritis.” (Results of the Entry and Next Tasks, 6 Oktober 1937)

Ted dan Jock Haston sangat tidak setuju dengan teori revisionis Tony Cliff tentang kapitalisme negara, tetapi mereka menjawabnya secara politis, dengan cara yang akan meningkatkan level para kader. Tidak pernah terpikir oleh mereka untuk memecatnya karena pandangannya yang keliru.

Metode-metode Zinovievis yang busuk ini kini telah menjadi norma di dalam apa yang disebut Internasional Keempat, di mana para pemimpinnya berusaha menyelesaikan perbedaan-perbedaan politik dengan langkah-langkah administratif, tekanan dan perundungan.

Setelah pemecatan Ted dari organisasi Healy, ‘Klub’, begitu sebutannya, Ted kemudian secara formal dipecat dari Internasional Keempat pada Kongres Ketiga Agustus 1951 atas mosi yang diajukan oleh Mandel.

Menurut laporan dalam International Information Bulletin (Desember 1951):

“Pemecatan Haston, anggota reguler IEC dan Grant, anggota pengganti, keduanya mewakili bekas mayoritas RCP dan mengejawantahkan tendensi Trotskisme Inggris itu yang dengan keras kepala menolak untuk berintegrasi ke dalam Internasional dan mengasimilasi jalan baru Trotskisme.”

Laporan itu melanjutkan: “ini merupakan contoh khas dari degenerasi cepat dari tendensi mana pun yang mencari keselamatannya dalam partikularisme nasional di luar jalur-jalur luas perkembangan Internasional.”

Mereka menampilkan sinismenya dengan terang-terangan dan sampai mengatakan:

“Pemecatannya [Haston] dari IEC pada plenum kedelapan setelah ia telah meninggalkan organisasi dan melakukan tindakan-tindakan pengkhianatan terbuka mengakhiri sebuah perjuangan politik yang panjang di mana tidak ada yang dapat menyangkal sikap sabar dan fleksibel dari kepemimpinan Internasional, yang melakukan segalanya untuk benar-benar mengintegrasikan tendensi Haston ke dalam Internasional.”

Healy dan Cannon, bersama dengan yang lainnya, akhirnya mendapatkan apa yang mereka inginkan. Pada akhirnya, RCP, bersama dengan seluruh Internasional Keempat Trotsky, dihancurkan. Ini berarti Trotskisme sejati telah dikalahkan dan Zinovievisme berjaya di dalam organisasi.

Perpecahan yang tak berprinsip

Ted Grant menunjukkan berkali-kali bahwa satu-satunya otoritas yang dapat diklaim oleh kepemimpinan Leninis yang sejati adalah otoritas moral dan politik. Singkirkan itu, dan yang tersisa hanyalah rezim birokratis yang korup di mana para pemimpin mengklaim untuk diri mereka sendiri prestise palsu.

Para pemimpin yang diperlengkapi dengan persiapan ideologis yang diperlukan dan yang mendalami metode-metode materialisme dialektis tidak pernah takut untuk menjawab perbedaan atau kritik politik apa pun.

Tetapi para pemimpin yang tidak memiliki level yang cukup untuk menjawab para kritikus mereka dengan menggunakan fakta, statistik dan argumen akan selalu cenderung mengandalkan langkah-langkah administratif untuk menyelesaikan problem-problem internal yang tidak diinginkan. Metode semacam itu adalah jalan pasti menuju kehancuran organisasi.

Karena tidak memiliki otoritas politik dan moral yang diperlukan, para pemimpin Internasional Keempat menggunakan metode Zinovievis untuk memaksakan kebijakan mereka. Metode semacam itu niscaya hanya menghasilkan demoralisasi politik, krisis, dan perpecahan yang tidak berprinsip.

Ini – bersama dengan garis politik yang secara konsisten keliru – adalah apa yang menjamin kehancuran akhir dari Internasional Keempat.

RCP adalah satu-satunya rintangan serius di jalan menuju degenerasi total Internasional Keempat.

Dengan hancurnya RCP, jalan sekarang terbuka bagi Pablo, Mandel dan Frank untuk bertindak sewenang-wenang. Apa yang tidak mereka miliki adalah otoritas politik dan moral, yang secara akurat tercermin dalam perspektif dan kebijakan mereka yang secara konsisten keliru.

Pada 1951, di Kongres Dunia Ketiga, Pablo dan IS beralih dari posisi mereka sebelumnya, yakni Stalinisme yang melemah akibat perang, ke posisi di mana perspektifnya adalah perang nuklir yang akan segera diluncurkan oleh imperialisme terhadap Uni Soviet – yakni meletusnya Perang Dunia Ketiga yang akan mengarah pada revolusi.

Perang ini dianggap sebagai bagian dari perjuangan kelas internasional antara proletariat dan borjuasi, dengan Amerika Serikat di pucuk pimpinan kubu borjuis, dan Uni Soviet, dengan kepemimpinan Stalinisnya – betapapun enggan – memimpin kubu proletariat internasional. Perspektif ini, dalam benak orang-orang ini, dibuat lebih nyata oleh Perang Korea yang masih berlangsung. Menurut Pablo:

“Dua konsepsi tentang ‘Revolusi’ dan ‘Perang’, jauh dari bertentangan atau dipisahkan sebagai dua tahap perkembangan yang berbeda secara signifikan, sangat terkait erat sehingga hampir-hampir tidak dapat dibedakan… Sebagai gantinya adalah konsepsi ‘Revolusi-Perang’ atau ‘Perang-Revolusi’ yang sedang muncul, yang menjadi landasan bagi perspektif dan orientasi kaum Marxis revolusioner di zaman kita.” (Where Are We Going?, Michel Pablo, July 1951)

Berbicara mengenai kemenangan akhir, dia mengatakan bahwa “transformasi ini mungkin akan memakan waktu seluruh periode historis penuh selama beberapa abad dan sementara itu akan diisi dengan bentuk-bentuk dan rezim-rezim transisional antara kapitalisme dan sosialisme dan pastinya akan menyimpang dari bentuk-bentuk dan norma-norma yang ‘murni’.”

Dengan kata lain, perspektifnya adalah “berabad-abad negara buruh cacat”, dengan kaum Trotskis sebagai oposisi yang loyal di dalam negara-negara ini.

Mengingat skala waktu dan gejolak di dalam organisasi-organisasi massa yang dipicu oleh ‘Perang-Revolusi’ ini, kaum Trotskis, menurut Pablo, sekarang harus masuk ke dalam organisasi-organisasi massa, baik yang Stalinis maupun Sosial-Demokratis, agar mereka tidak terisolasi. Ini adalah kebijakan entrisme sui generis – entrisme “jenis khusus”. Ini akan menjadi kebijakan ‘entrisme dalam’ jangka panjang hingga “pertarungan dunia yang akan datang” telah diselesaikan dalam kemenangan negara-negara buruh yang cacat.

Pablo menyatakan bahwa Stalinisme dan nasionalisme borjuis-kecil dapat memainkan peran progresif dalam transisi dari kapitalisme ke sosialisme. Namun, ini justru apa yang dengan geram dituduhkan oleh para pemimpin Internasional Keempat sebagai argumen RCP – meskipun, pada kenyataannya, RCP tidak pernah memiliki posisi seperti itu.

Plenum Kesembilan IEC pada November 1950, Kongres Dunia Ketiga pada musim panas 1951, dan kemudian Plenum IEC pada Februari 1952, semuanya mendukung analisis Pablo, termasuk strategi entrisme baru yang muncul dari perang dunia yang katanya akan meletus.

Posisi ini menuntun POR – seksi Bolivia – untuk mendukung Gerakan Nasionalis Revolusioner (MNR), yang membawa kaum proletar pada kekalahan dalam Revolusi Bolivia 1952 (baca The 1952 Bolivian Revolution).

Resolusi tentang Bolivia untuk Plenum ke-12 IEC (Desember 1952) menyatakan bahwa POR telah bertindak dengan cara yang benar dan secara terbuka mendukung “dukungan kritis yang diberikan [POR] kepada MNR”. (International Information Bulletin, Jan 1953, hal. 24)

Mayoritas seksi Prancis menentang beberapa aspek dari garis baru Pablo dan Bleitbreu-Favre menulis sebuah dokumen oposisi berjudul Where is Pablo going?. Sementara Pablo telah mengadopsi garis adaptasi pada birokrasi Stalinis Moskow, Favre masih berpegang pada posisi sebelumnya yang berilusi pada kaum Stalinis di Yugoslavia dan Partai Komunis China. Argumennya demikian:

“Hal utama yang mendefinisikan sebuah partai buruh sebagai Stalinis – yang berbeda dengan partai revolusioner atau partai sosial-demokrat (yang terikat dengan borjuasi) atau partai sentris apa pun – bukanlah ideologi Stalinis (tidak ada itu ideologi Stalinis), maupun metode birokratis (yang ada di partai manapun), melainkan subordinasi total dan mekanisnya kepada Kremlin. Ketika karena satu dan lain alasan subordinasi ini tidak ada lagi, partai itu berhenti menjadi Stalinis dan mengekspresikan kepentingan yang berbeda dari kepentingan kasta birokratis di Uni Soviet. Inilah yang terjadi (karena aksi revolusioner massa) di Yugoslavia jauh sebelum putusnya hubungan antara Yugoslavia dan Uni Soviet; putusnya hubungan itu hanya membuatnya resmi. Inilah yang telah terjadi di China, dan pasti akan tercermin dalam putusnya hubungan antara China dan Uni Soviet, tidak peduli apa pun arah yang diambil oleh Revolusi China.”

Inilah landasan oposisi mayoritas PCI terhadap Pablo. Seperti yang sudah diduga, Pablo menggunakan cara-cara birokratis untuk mengatasi oposisi ini. Pertama, ia menolak untuk mengajukan dokumen mayoritas Prancis untuk divoting di Kongres Dunia 1951. Kemudian ia menekan kubu mayoritas Prancis untuk menyetujui dibentuknya sebuah komisi untuk memutuskan secara rinci taktik di Prancis. Ini adalah kompromi yang canggung.

Pada Januari 1952, IS menginstruksikan seksi Prancis untuk melakukan entri ke dalam Partai Komunis Prancis. Ini berarti meninggalkan kerja serikat buruh bersama yang telah dilakukan Lambert di L’Unité dengan elemen-elemen anti-komunis (sekarang menjadi bagian dari federasi serikat buruh Force Ouvrière), dan bergabung dengan CGT. Mayoritas Komite Pusat menentang. Pablo kemudian turun tangan dan secara birokratis menskors ke-16 anggota KP yang menentang! Keputusan ini dibatalkan oleh IEC sebulan kemudian.

Namun, pada pertengahan 1952, dengan konferensi nasional yang sudah di depan mata, minoritas pro-Pablo seksi Prancis menyerbu markas PCI dan mengambil barang-barang darinya. Mereka segera dipecat oleh mayoritas, yang menghasilkan dua organisasi dengan nama dan koran yang sama.

Pada rapat IEC November 1952, mayoritas seksi Prancis, yang dipimpin oleh Lambert dan Bleibtreu-Favre, dikalahkan dan akhirnya dipecat dari Internasional oleh IS pada Januari 1953. Keputusan pemecatan ini dan garis politik umum Pablo didukung oleh mayoritas besar, termasuk oleh SWP Amerika dan kelompok Healy, yang saat itu masih merupakan pendukung utama Pablo.

Sebelum ini, Daniel Renard, seorang anggota seksi Prancis, telah menulis surat kepada Cannon untuk meminta dukungan melawan garis pro-Stalinis Pablo. Pada Mei 1952, Cannon membalas Renard dengan menolak setiap anggapan tentang adanya tendensi pro-Stalinis di dalam Internasional:

“Kami tidak melihat tendensi semacam itu dalam kepemimpinan Internasional Keempat maupun tanda-tanda atau gejalanya.”

“Kami menilai kebijakan kepemimpinan internasional dari garis yang dijabarkannya dalam dokumen-dokumen resmi, selama periode terakhir melalui dokumen-dokumen Kongres Dunia Ketiga dan Plenum Kesepuluh. Kami tidak melihat adanya revisionisme di sana. Kami menganggap dokumen-dokumen ini sepenuhnya Trotskis…”

“Ini adalah pendapat bulat kepemimpinan SWP bahwa para penulis dokumen-dokumen ini telah memberikan jasa besar bagi gerakan sehingga mereka pantas mendapatkan apresiasi dan dukungan bersahabat, bukan ketidakpercayaan dan penghinaan.” (Letters exchanged between Daniel Renard and James P. Cannon, February 16 and May 9, 1952)

Dari pernyataan di atas, jelas mereka semua adalah ‘Pablois’ pada saat ini. Mereka semua secara politik menyanyikan lagu yang sama persis. Cukuplah untuk mengingat bahwa resolusi-resolusi Kongres Dunia Ketiga pada 1951 dirancang oleh IS Pablois dan disetujui di kongres itu.

Cannon mendukung Pablo tanpa syarat. “Resolusi itu, sejauh yang saya pahami, adalah sebuah upaya untuk mengakui dan menghadapi realitas baru di dunia dan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan yang diperlukan bagi strategi dan taktik kita. Saya setuju dengan kesimpulan-kesimpulan tersebut”, katanya. (Cannon, Speeches to the Party, hal.141)

Cannon, khususnya, melihat resolusi-resolusi ini sebagai dukungan terhadap ‘Tesis Amerikanya’. Ia menggarisbawahi ini dalam sebuah surat kepada Dan Roberts:

“Pada kenyataannya, peristiwa-peristiwa yang dianalisis dalam dokumen-dokumen Kongres Ketiga secara kuat memperkuat Tesis Amerika, dan membuatnya lebih aktual. Tren dunia menuju revolusi sekarang tidak dapat diubah, dan Amerika tidak akan luput dari tarikannya.” (Cannon, Speeches to the Party, p.271)

Ketika Cannon membaca pamflet Pablo, The Coming World Showdown, dengan perspektifnya tentang perang dunia yang berkembang menjadi perang-revolusi, ia menyatakan: “Saya mendapati diri saya sepenuhnya setuju dengan pamflet Pablo.”

Perpecahan 1952-3, ketika terjadi, oleh karena itu tidak ada hubungannya dengan perbedaan politik, karena tidak ada ketidaksepakatan. Ketika Pablo mempresentasikan sebuah draf kepada IS berjudul The Rise and Fall of Stalinism sebagai bahan diskusi utama Kongres Dunia Keempat yang akan datang, Healy setuju agar draf itu diedarkan ke semua seksi atas nama IS, hanya dengan beberapa kritik kecil.

Sementara itu, Healy telah menjadi sekutu dekat Pablo selama bertahun-tahun ini. “Selama beberapa tahun terakhir saya sangat dekat dengannya dan menjadi sangat menyukainya”, tulisnya kepada Cannon pada Mei 1953. “Ia telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dan saat ini ia membutuhkan bantuan kita.” (‘Letter from G. Healy to James P. Cannon, May 27 1953’, i, vol.1, pp.112 & 114)

Perpecahan itu justru disebabkan oleh retaknya hubungan antara Pablo dan para pemimpin SWP, yang kini saling memandang sebagai saingan. Meskipun Cannon mendukung politik Pablo, ia tidak pernah bisa menoleransi campur tangan Pablo di dalam SWP. Khususnya, ia menuduh Pablo mencampuri ‘urusan’ mereka, dengan munculnya sebuah faksi minoritas yang menentang kepemimpinan SWP, yang dipimpin oleh Bert Cochran, yang, menurut mereka, “dihasut oleh Paris [IS]”.

Akibatnya, Cannon melancarkan serangan terhadap ‘Paris’, yang dianggapnya sebagai badan asing yang berusaha mencampuri urusan partai Amerika dan mendorong para pembangkang internalnya. Cannon segera bekerja untuk menyingkirkan Pablo “dan antek-anteknya yang tidak bertulang punggung”. Dengan sikap agresifnya yang khas, ia menulis: “Tugas revolusioner bukanlah untuk ‘hidup bersama’ dengan tendensi ini… tetapi untuk menghancurkannya.”

Ia menambahkan:

“Sebagaimana saya membayangkan tahap selanjutnya strategi kita, ia harus bertolak dari tekad yang tanpa kompromi untuk memusnahkan Pabloisme secara politik dan organisasional.”

Jadi, begitulah ceritanya: Dari persetujuan total dan dukungan tanpa syarat kepada Pabloisme dalam segala manifestasinya, menjadi “tekad tanpa kompromi” untuk memusnahkannya dan mengusirnya dari organisasi! Dan salto 180° ini dilakukan dengan mudahnya, tanpa berkedip dan tanpa penjelasan apa pun, hanya dalam waktu beberapa bulan.

Ketika perpecahan itu terjadi, itu adalah musik di telinga Healy. Sekarang akan ada pembagian kerja baru, di mana Healy akan menjadi orangnya Cannon di Eropa, yang diizinkan untuk mengurus urusannya sendiri. Ia juga diikuti oleh PCI Prancis yang dipimpin oleh Bleibtreu-Favre dan Lambert, yang semuanya bersatu membentuk apa yang disebut ‘Komite Internasional’ Internasional Keempat.

Sementara itu, Healy menerapkan kebijakan entrisme dalam di Inggris, yang berpusat di sekitar koran Socialist Outlook, serta bekerja sama dengan sejumlah kaum reformis kiri. Pada 1954, Komite Eksekutif Nasional (NEC) Partai Buruh melarang koran mereka. Tanpa koran, kaum Healyite secara oportunis mulai menjual dan berkontribusi pada Tribune, sebuah jurnal reformis yang disunting oleh Michael Foot – ini adalah sebuah episode yang ingin mereka lupakan.

Dari Ultra-kiriisme ke Oportunisme

Selama bertahun-tahun, Mandel, Pablo dan Cannon dengan keras kepala menolak mengakui realitas perubahan situasi setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua.

Kemudian, tanpa penjelasan apa pun, dan tanpa membuat kritik apa pun terhadap kesalahan-kesalahan masa lalu mereka itu, mereka melompat dari posisi ultra-kiri ke oportunisme. Alih-alih perspektif keruntuhan ekonomi segera, mereka mulai main mata dengan gagasan-gagasan revisionis, termasuk Keynesianisme, yang mereka pinjam dari gudang senjata reformisme yang sudah usang, termasuk ekonomi borjuis.

Mandel terpesona oleh intervensi negara, sementara Tony Cliff mengadopsi gagasan “ekonomi industri perang permanen” untuk menjelaskan kebangkitan ekonomi pascaperang. Hanya tendensi kita, dalam sosok Ted Grant, yang memahami apa yang sedang terjadi.

Dalam sebuah analisis brilian yang ditulis pada 1960, Will There be a Slump? Ted menjelaskan watak kebangkitan ekonomi yang sedang terjadi:

“Benar bahwa laju pertumbuhan pada periode 1870-1914 lebih tinggi daripada periode antarperang, tetapi itu mencerminkan fakta bahwa sifat kapitalisme yang relatif progresif telah berubah. Perang dunia 1914-18 menandai sebuah tahap definit dalam perkembangan kapitalisme. Ini tercermin dalam kebuntuan masyarakat akibat kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan negara-bangsa.”

“Kebangkitan ekonomi, setelah perang dunia kedua, disebabkan oleh serangkaian faktor. Tidak ada yang ‘unik’ dalam kebangkitan semacam itu. Kemungkinan pemulihan ekonomi masyarakat kapitalis seperti itu telah diramalkan oleh Trotsky dalam kritiknya terhadap konsepsi-konsepsi mekanis yang buta dari kaum Stalinis.”

Ia melanjutkan dengan menjelaskan faktor-faktor yang telah menyebabkan kebangkitan tersebut, termasuk ekspansi perdagangan dunia tanpa-preseden.

“Sejak Perang Dunia Kedua, kapitalisme, dengan cara yang tidak merata dan kontradiktif, telah mengalami periode ‘kelahiran kembali’ semacam itu. Benar bahwa ini adalah kebangkitan sementara dari ekonomi yang membusuk dan sakit-sakitan, yang mencerminkan masa uzur kapitalisme daripada masa mudanya yang tangguh, bahwa ia menunjukkan semua kelemahan dari sebuah sistem yang telah membusuk. Tetapi bahkan dalam kemunduran umum kapitalisme, periode-periode kebangkitan semacam itu tidak dapat dihindari selama kelas buruh, karena kekeliruan kepemimpinan mereka, gagal untuk mengakhiri sistem tersebut. Tidak ada yang namanya ‘krisis terakhir’, ‘kemerosotan ekonomi terakhir’ dari kapitalisme, ‘batas atas produksi’ atau gagasan-gagasan primitif lainnya yang diajukan oleh kaum Stalinis selama depresi besar 1929-1933. Meskipun demikian, melemahnya kapitalisme tercermin dalam peristiwa-peristiwa revolusioner setelah Perang Dunia Kedua.”

Pierre Lambert, pemimpin seksi Prancis yang dipecat dari Internasional Keempat pada 1952, juga mengkritik revisionisme para pemimpin Internasional lainnya, tetapi satu-satunya alternatif yang dia ajukan adalah dengan keras kepala berpegang pada posisi-posisi keliru yang diadopsi oleh Internasional Keempat selepas Perang Dunia Kedua.

Menentang fakta-fakta yang ada, ia terus menyangkal bahwa telah ada perkembangan kekuatan produktif sepanjang abad kedua puluh, hingga hari kematiannya pada 2008.

Pada kenyataannya, dalam dekade-dekade setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua, kapitalisme mengalami kebangkitan ekonomi terbesarnya sejak Revolusi Industri. Di bawah kondisi ini, Internasional Keempat menghadapi kesulitan yang serius.

Kebangkitan ekonomi ini memungkinkan kapitalisme untuk memberikan sejumlah reforma dan meningkatkan standar hidup rakyat. Di Inggris, pemerintahan Partai Buruh yang terpilih dalam kemenangan telak pada pemilu 1945 untuk pertama kalinya melaksanakan program reformanya, termasuk program nasionalisasi. Ini sangat memperkuat ilusi pada reformisme.

Pada saat yang sama, penggulingan rezim-rezim kapitalis di Eropa Timur, yang disusul oleh Revolusi China 1949, menciptakan ilusi-ilusi baru pada Stalinisme di antara selapisan besar kaum buruh dan pemuda.

Oleh karena itu, jalan Internasional Keempat terhalang oleh serangkaian rintangan objektif, yang membuat mustahil perkembangan pesatnya di sebagian besar negara.

Bahkan jika Marx, Lenin dan Trotsky semuanya masih hidup, situasi objektif secara fundamental akan tetap sangatlah sulit. Akan tetapi, seperti yang telah kami katakan, ketika pasukan terpaksa mundur dan dipimpin oleh jenderal-jenderal yang baik, ia dapat mundur dengan teratur, menjaga sebagian besar pasukannya untuk berkonsolidasi kembali dan mempersiapkan serangan baru ketika situasi berubah.

Tetapi jenderal-jenderal yang buruk akan selalu mengubah gerak mundur menjadi pelarian yang kocar-kacir. Itulah persisnya yang terjadi pada Internasional Keempat.

Ted, di sisi lain, mampu mengembangkan perspektif yang benar, mempersenjatai kembali kamerad-kameradnya dan mempersiapkan landasan untuk masa depan:

“Dari sudut pandang Marxisme, kebangkitan ekonomi kapitalisme ini bukan hanya sebuah fenomena negatif. Ia secara luar biasa memperkuat jumlah dan kohesi kelas buruh, dan posisi kelas buruh. Patahan berikutnya dalam konjungtur ekonomi akan mengedepankan problem yang bahkan lebih besar bagi kapitalisme dibandingkan masa lalu.”

Ted menyimpulkan bahwa perspektif kemerosotan yang tak terhindarkan sedang dipersiapkan:

“Kapan pun tanggal pastinya, sudah pasti bahwa boom ekonomi pascaperang yang tanpa-preseden ini mesti disusul oleh kemunduran yang dahsyat, yang mau tidak mau akan memiliki dampak mendalam pada kesadaran politik dari barisan gerakan buruh yang telah sangat menguat.”

Kemampuan untuk menganalisis situasi konkret sebagaimana adanya inilah, dan bukan seperti yang diinginkan oleh para sektarian yang rancu pikirannya, yang memungkinkan Ted untuk mempertahankan kekuatan kecil yang kita miliki saat itu. Dengan demikian ia dapat mempersiapkan mereka untuk kemunduran ekonomi yang niscaya datang pada tahap selanjutnya, dan bersamanya, perjuangan kelas yang bergejolak.

Melawan Arus!

Selama beberapa tahun setelah kehancuran RCP, Ted Grant dan sekelompok kecil pendukungnya terpaksa berjuang melawan arus, di bawah kondisi objektif yang sangat sulit.

Kemudian pada 1956, peristiwa-peristiwa dahsyat dengan cepat mengubah situasi. Pidato Khrushchev [yang mengekspos kejahatan Stalin] dan kemudian pemberontakan heroik buruh Hungaria yang ditindas secara brutal oleh tank-tank Rusia, mengguncang gerakan Stalinis dari atas ke bawah.

Di Inggris, Partai Komunis mengalami perpecahan serius, di mana partai ini kehilangan sejumlah besar kader penting mereka, termasuk para pemimpin serikat buruh kunci. Sayangnya, kekuatan kita terlalu kecil sehingga hampir mustahil bisa memenangkan elemen-elemen ini, yang beberapa di antaranya bergabung dengan organisasi Healy dan didorong oleh Healy ke arah ultra-kiri. Yang lainnya bergerak jauh ke kanan, dan menjadi agen kelas penguasa.

Internasional Keempat telah kehilangan basisnya di Inggris ketika pada 1953 Healy memisahkan diri untuk bergabung dengan apa yang disebut Komite Internasional. Dalam upaya untuk membangun kembali sebuah seksi dari nol, Internasional Keempat memasang iklan di koran The Tribune, menyerukan kepada semua kaum Trotskis yang tertarik pada Internasional Keempat untuk berpartisipasi dalam konferensi yang mereka gelar.

Meskipun Ted dan kamerad-kamerad lainnya sama sekali tidak memiliki ilusi terhadap organisasi ini, mereka menganggap bahwa mereka tidak akan rugi apapun dengan berpartisipasi di dalamnya, dan mereka pun melakukannya. Selanjutnya mereka setuju untuk bersatu dengan kelompok kecil lainnya untuk mendirikan kembali seksi Inggris. Perlu diperjelas bahwa langkah ini dilakukan tanpa membuat konsesi politik apa pun, dan tentu saja tanpa ilusi. Tetapi langkah ini dilihat sebagai satu cara yang mungkin bisa dilakukan untuk mengatasi keterisolasian kita dan untuk menjalin kontak dengan rekan-rekan sepemikiran di negara-negara lain.

Untuk sementara waktu, eksperimen itu memberikan sejumlah hasil positif. Tetapi tidak lama kemudian, perbedaan-perbedaan lama mencuat kembali – begitu pula dengan manuver-manuver dan intrik-intrik lama.

Ted menjadi anggota Komite Eksekutif Internasional, di mana ia bisa menyaksikan semua problem yang disebabkan oleh kesalahan Pablo. Sekali lagi, Pablo menabuh genderang perang, mendorong teori tentang perang nuklir yang akan segera terjadi, yang, entah bagaimana, dianggapnya akan mengarah pada revolusi sosialis.

Ted cukup terhibur melihat efek dari propaganda bodoh ini, bahkan pada kader-kader pimpinan. Ia mengingat sebuah pertemuan dengan seorang kamerad perempuan yang berlinang air mata saat berpamitan dengannya: “Selamat tinggal kamerad, ini mungkin terakhir kalinya kita bertemu.”

Yang dijawab oleh Ted: “Jangan khawatir. Pergilah tidur dan tidurlah yang nyenyak. Tidak akan ada perang apa pun dan kita akan bertemu lagi di sesi berikutnya.” Kita tidak tahu apakah kamerad perempuan itu yakin.

Ia juga memperhatikan ada sebuah blok solid kamerad-kamerad Argentina, yang dipimpin oleh Posadas, yang selalu 1000% loyal kepada Pablo. Dalam setiap pemungutan suara, mereka langsung mengangkat tangan mereka tanpa ragu-ragu.

Setelah salah satu pemungutan suara seperti itu, Ted menarik Pablo ke samping dan berkata padanya: “Berhati-hatilah dengan orang-orang itu. Hari ini mereka selalu mendukung kamu. Besok mereka akan selalu menentang kamu.” Prediksi ini terbukti benar.

Seksi terbesar Internasional Keempat ada di Sri Lanka – yang saat itu disebut Ceylon. Tetapi Ted memperhatikan bahwa dalam semua pertemuan IEC, para anggota pimpinan dari Sri Lanka menunjukkan sikap yang cukup menghina terhadap kepemimpinan internasional.

Pemimpin LSSP, NM Pereira, jelas menunjukkan tendensi oportunis. Ted berkata bahwa “NM tidak pernah menjadi seorang Trotskis.” Tetapi kepemimpinan internasional sama sekali tidak berusaha untuk mengoreksinya.

Ketika Trotsky masih hidup, bahkan sebagai individu, ia memiliki otoritas politik dan moral yang luar biasa, yang membuat semua kader pimpinan Internasional menaruh hormat padanya.

Tetapi para pemimpin ini tidak pernah bisa menikmati otoritas semacam itu. Kesalahan dan kecerobohan mereka yang tak terhitung jumlahnya menghancurkan otoritas mereka, terutama di mata kamerad-kamerad Sri Lanka, yang, bagaimanapun juga, memimpin sebuah organisasi massa.

Secara tak terhindarkan, semua ini berakhir dengan air mata. LSSP bergabung dengan pemerintahan Front Populer di Sri Lanka, yang membuat panik kepemimpinan internasional. Tetapi ini adalah hasil yang tak terhindarkan dari kegagalan selama bertahun-tahun untuk memberikan bimbingan yang tegas kepada kamerad-kamerad di Sri Lanka. Dalam kepanikan mereka, mereka lalu memecat seluruh LSSP, bahkan tanpa berusaha melakukan perjuangan politik untuk memenangkan mayoritas.

Perbedaan-perbedaan antara seksi Inggris dan kepemimpinan internasional menjadi sangat mencolok ketika Mandel, Pablo dkk., memulai diskusi pada awal 1960-an dengan SWP Amerika dengan tujuan untuk membangun kembali “persatuan semua kaum Trotskis.”

Meskipun demikian, Ted Grant memprediksi bahwa, berdasarkan pengalaman masa lalu, orang-orang ini hanya akan berhasil menyatukan dua Internasional menjadi sepuluh. Pernyataan ini terbukti sangat tepat.

Perseteruan sengit pecah di antara para petinggi Internasional mengenai beberapa persoalan, terutama karakter perpecahan Sino-Soviet dan revolusi kolonial.

Pablo menyatakan dukungannya pada birokrasi Rusia dalam melawan China, sedangkan yang lainnya mendukung birokrasi China dalam melawan Moskow. Ted bersikeras bahwa ini adalah sengketa antara dua birokrasi yang bersaing, di mana Internasional Keempat tidak dapat mendukung satu pihak pun.

Mengenai masalah revolusi kolonial, para pemimpin Internasional mengadopsi posisi dukungan tanpa kritik terhadap perang gerilya, sementara SWP Amerika memiliki posisi dukungan tanpa kritik terhadap Kuba-nya Castro, yang mereka cirikan sebagai negara buruh yang kurang lebih sehat.

Ini hanya mengulang kesalahan sebelumnya sehubungan dengan Yugoslavia. Pada dasarnya, orang-orang ini mencari jalan pintas dalam wujud “Trotskis yang tidak sadar”. Setelah kapok dengan Tito, mereka sekarang melimpahkan pujian pada Castro.

Tak lama kemudian, mereka mengambil posisi yang serupa sehubungan dengan Mao Zedong, bahkan menggambarkan apa yang disebut “Revolusi Kebudayaan” di China sebagai Komune Paris versi baru! Semua ini sama saja dengan mencampakkan gagasan-gagasan Trotskisme yang paling fundamental, dan membawa Internasional Keempat ke likuidasi total, yang mana ada indikasi-indikasi yang sangat jelas bahwa inilah yang sedang terjadi.

Di Irlandia ada sebuah kelompok kecil yang mendukung Internasional Keempat, dan mereka menjalin kontak erat dengan kamerad-kamerad Inggris. Mereka dinasihati oleh Internasional Keempat untuk melebur dengan sebuah organisasi kecil Maois yang ultra-Stalinis yang dipimpin oleh seorang bernama Clifford.

Syarat yang dipaksakan oleh Clifford adalah tidak boleh ada diskusi tentang perbedaan antara Stalinisme dan Trotskisme untuk periode awal. Ini mereka terima dengan bodohnya. Tetapi segera setelah peleburan, Clifford melancarkan serangan ganas terhadap Trotskisme ‘kontra-revolusioner’. Tentu saja, kaum Trotskis Irlandia tidak mampu menjawab dokumen Clifford dan dengan segera meminta kepada Ted Grant untuk menuliskan sebuah jawaban bagi mereka. Ini dilakukan Ted dalam artikelnya A reply to comrade Clifford, tetapi itu tidak mencegah kehancuran total dari rencana persatuan tersebut.

Kasus yang paling parah terjadi di Italia, di mana sebelumnya tidak ada organisasi Maois yang signifikan – hingga organisasi itu diluncurkan, pada dasarnya, oleh Internasional Keempat!

Pemimpin seksi Italia, Livio Maitan, ingin memperoleh sejumlah besar Buku Merah Kecil Mao untuk didistribusi. Karena tidak ada kedutaan besar China di Italia, ia pergi ke Swiss dan memperoleh sejumlah besar buku tersebut. Berkat ketekunannya, Buku Merah Kecil itu didistribusikan ke seluruh Italia dan memiliki pengaruh yang besar. Sayangnya, Internasional Keempat tidak meraih apapun dari kerja ini. Tetapi mereka berhasil menyebarkan ilusi pada Maoisme di antara lapisan luas kaum muda yang teradikalisasi pada waktu itu, dengan menyajikan gagasan Mao sebagai jembatan dari Stalinisme ke Trotskisme. Ternyata itu menjadi jembatan ke arah sebaliknya, di mana bahkan sekelompok kamerad yang terpengaruh oleh Maoisme pecah dari organisasi Maitan dan membangun apa yang nantinya menjadi sebuah organisasi ultra-kiri yang cukup besar di Italia.

Intrik Baru

Selama ini, Ted dan kamerad-kamerad lainnya mempertahankan oposisi yang konsisten terhadap garis keliru Internasional Keempat. Kepemimpinan merespons, seperti yang sudah diduga, bukan dengan argumen, melainkan dengan manuver dan intrik.

Ada sebuah klik kecil, yang berbasis di Nottingham, yang terdiri dari individu-individu tak berprinsip yang bersekongkol dengan Paris untuk merongrong kepemimpinan seksi Inggris.

Pada waktu itu, organisasi kami lemah, kecil dan dengan sumber daya keuangan yang sangat sedikit. Kami tidak memiliki kantor maupun staf partai (full-timer). Ted Grant bekerja sebagai operator telepon dan mencurahkan seluruh waktu luangnya untuk organisasi.

Oleh karena itu, merupakan kabar baik bahwa Internasional telah memutuskan untuk membantu kami dengan mengirim seorang fulltimer – seorang kamerad dari Kanada, yang akan digaji oleh Internasional.

Tetapi sejak awal, jelas dia dikirim bukan untuk membangun seksi Inggris, melainkan mengorganisir dan berintrik melawan kepemimpinan seksi Inggris, dengan bekerja sama dengan kelompok di Nottingham.

Ketika intrik-intrik ini terungkap, terjadilah skandal, di mana ia pergi begitu saja dengan semua buku di toko buku tempat ia seharusnya bekerja. Itu adalah sabotase terang-terangan, yang menunjukkan orang-orang ini akan melakukan apapun demi tujuan mereka. Tetapi itu baru permulaan.

“Unified Secretariat”

Pada 1963, Internasional Keempat akhirnya bersatu dalam satu organisasi tunggal, yang dikenal sebagai Sekretariat Terpadu Internasional Keempat (Unified Secretariat of Fourth International, USFI), dan dengan segera, organisasi itu mulai terpecah-belah.

Pablo memisahkan diri, diikuti oleh Posadas, sementara Lambert dan Healy tetap berada di luar. Oleh karena itu, penyatuan ‘semua kaum Trotskis’ ini sedari awal jelas tidak akan pernah berhasil. Ini adalah konsekuensi yang niscaya mengalir dari kombinasi fatal antara kebijakan-kebijakan yang keliru dan rezim internal yang beracun.

Kamerad-kamerad Inggris sejak awal mempertahankan posisi yang berprinsip. Pada Kongres 1965, mereka memajukan sebuah dokumen (The Colonial Revolution and the Sino-Soviet Dispute) yang menguraikan perbedaan-perbedaan mereka. Dalam sengketa Sino-Soviet, mereka memajukan posisi bahwa kaum revolusioner harus mandiri sepenuhnya dari Moskow dan Beijing. Mereka menjelaskan bahwa bentrokan antara keduanya adalah cerminan dari kepentingan-kepentingan yang bertentangan antara dua birokrasi yang bersaing –dan kedua-duanya tidak mewakili kepentingan kelas buruh atau revolusi sosialis dunia.

Sehubungan dengan revolusi kolonial, sambil berdiri teguh mendukung perjuangan rakyat tertindas melawan imperialisme, Internasional Keempat harus setiap saat mempertahankan kebijakan kelas yang independen dan tidak hanya mengekor di belakang para pemimpin borjuis kecil.

Kami menolak kebijakan terorisme individual dan perang gerilya, yang memainkan peran yang begitu fatal di Amerika Latin pada waktu itu, sementara para pemimpin Internasional mengadopsi sikap dukungan tanpa kritik.

Dokumen yang ditulis oleh Ted Grant dan dipresentasikan oleh seksi Inggris ini mewakili satu-satunya dokumen yang berdiri teguh untuk kebijakan proletarian Trotskis. Karena kami tidak memiliki keyakinan bahwa USFI akan menerbitkannya, kami mengambil langkah untuk menerbitkannya sendiri, meskipun kami sangatlah kekurangan sumber daya.

Akan tetapi, ketika kamerad-kamerad kami tiba di Kongres, mereka menemukan bahwa dokumen kami belum didistribusikan, sehingga tidak ada yang sempat membacanya. Ted Grant kemudian berkomentar secara ironis:

“Lenin dengan nada menghina menyebut Internasional Kedua sebagai sebuah kantor pos dan bukan sebuah Internasional. Klik ini bahkan tidak bisa disebut sebagai kantor pos. Secara organisasional maupun secara politik, mereka benar-benar bangkrut.” (Grant, Programme of the International, Mei 1970)

Dalam debat di Kongres, Ted diberi waktu total lima belas menit (yaitu, tujuh menit, ditambah terjemahan) untuk mempresentasikan dokumen tersebut, yang tentu saja tidak mendapat dukungan. Kemudian, para pemimpin Internasional melanjutkan dengan mengumumkan apa yang sama saja dengan pemecatan tidak jujur terhadap seksi Inggris.

Dengan menggunakan argumen palsu bahwa kamerad-kamerad Inggris “tidak mampu membangun sebuah organisasi”, mereka mengusulkan untuk menurunkan status mereka dari seksi penuh menjadi seksi simpatisan, semenetara mereka memberikan status seksi penuh kepada sebuah klik kecil yang membela garis resmi Internasional.

Kami mengecam ini sebagai pemecatan yang tidak jujur. Kami memutuskan tidak akan pernah kembali. Perpecahan dengan apa yang disebut Internasional Keempat ini menjadi permanen dan tidak ada lagi jalan kembali. Pengalaman puluhan tahun meyakinkan kami bahwa Internasional Keempat yang didirikan oleh Leon Trotsky dengan harapan besar akhirnya berakhir dengan aborsi.

Kesimpulan

Hari ini, sebagai sebuah organisasi, Internasional Keempat sudah tidak ada lagi dalam bentuk program atau pun organisasi. Segudang sekte-sekte yang bertikai yang mengklaim nama yang pernah membanggakan itu justru semakin merusaknya.

Tidak ada satu pun dari sekte-sekte yang beraneka-ragam itu, yang muncul dari reruntuhan Internasional Keempat, yang memiliki kesamaan dengan gagasan-gagasan aslinya.

Meskipun mereka terus setiap hari menyebut nama Trotsky, mereka tidak pernah memahami metodenya. Mereka semua berkontribusi secara fatal pada kehancuran Internasional Keempat.

Tidak ada satu pun dari mereka yang memiliki kesamaan dengan Bolshevik-Leninisme yang sejati – yaitu, Trotskisme. Mereka semua menjajakan karikatur buruk yang telah mendiskreditkan nama Trotskisme di mata kaum buruh dan kaum muda yang maju. Itu adalah kejahatan yang tidak akan pernah bisa dimaafkan.

Oleh karenanya, kami seribu kali benar ketika puluhan tahun yang lalu kami menganggap mereka mandul sepenuhnya dan meninggalkan mereka untuk selamanya.

Hari ini panji Trotskisme diwakili oleh hanya organisasi kami, yang dapat dengan jujur mengklaim telah mempertahankannya dengan tekad yang keras kepala selama puluhan tahun.

Sebuah partai revolusioner, pada analisis terakhir, adalah program, gagasan, metode, dan tradisi.

Kami terus-menerus menekankan pentingnya teori revolusioner dalam membangun Internasional.

Lenin menulis: “tanpa teori revolusioner, tidak akan ada gerakan revolusioner.” Pernyataan itu 100 persen benar. Apa yang disebut ‘pemimpin’ Internasional Keempat tidak pernah memahami pernyataan tersebut.

Tetapi sementara Internasional Keempat dihancurkan, gagasan, program, tradisi dan metode yang dijabarkan oleh Leon Trotsky masih hidup dan mempertahankan vitalitas dan relevansi penuhnya.

Kita telah mewarisi seperangkat gagasan terbaik yang mengungguli semua kelompok politik mana pun dalam sejarah. Inilah legasi yang kita pertahankan. Ini adalah senjata kita yang paling ampuh dan ini memungkinkan kita untuk mengatakan bahwa belum pernah ada sebelumnya kaum pelopor revolusioner yang begitu siap secara teoretis untuk tugas-tugas di hari depan seperti sekarang.

Kita mendasarkan diri kita pada pencapaian-pencapaian terbesar Internasional Pertama, Kedua, Ketiga, dan kongres pendirian Internasional Keempat.

Ted Grant menyelamatkan gagasan-gagasan ini dan mengembangkan serta memperkayanya selama lebih dari setengah abad. Penerbitan karya-karya kumpulannya adalah sebuah tambahan yang paling penting bagi gudang senjata teoretis kita.

Perjuangan kita adalah perjuangan yang mulia, karena kita berdiri di atas pundak para raksasa. Tugas kita adalah untuk menyelesaikan pekerjaan monumental itu, dengan membangun kekuatan kita yang masih kecil ini sehingga bisa menuntaskan tugas-tugas besar yang diajukan oleh sejarah.

Ingin menghancurkan kapitalisme ?
Teorganisirlah sekarang !


    Dokumen Perspektif

    Perspektif Dunia 2025: Dunia Terjungkir Balik – Sistem Kapitalisme dalam Krisis
    Perspektif Politik 2025: Bersiap Untuk Revolusi
    srilanka
    Manifesto Sosialis Revolusioner
    myanmar protest
    Perspektif Revolusi Indonesia: Tugas-tugas kita ke depan
    ©2025 Sosialis Revolusioner | Design: Newspaperly WordPress Theme