Demonstrasi mahasiswa pecah. Setelah lebih dari dua dekade jatuhnya kediktatoran Orde Baru gerakan mahasiswa bangkit kembali. Kali ini gerakan memobilisasi dirinya untuk menentang paket perubahan undang-undang yang dianggap kontroversi. Di antaranya yang menyebabkan kemarahan adalah RUU pelemahan terhadap KPK dan beberapa RUU lain yang mencakup kriminalisasi pasangan pra-nikah, pemberangusan terhadap komunisme hingga membuat ilegal menghina presiden. Mereka tahu bahwa pengesahan RUU ini akan menjadi serangan bagi hak asasi manusia, kebebasan berekspresi dan demokrasi, yakni capaian-capaian yang telah dimenangkan oleh Gerakan Reformasi 1998.
Di Jakarta ribuan mahasiswa menduduki kantor DPR. 20 ribu polisi dan tentara dikerahkan. Dalam waktu dua hari kota-kota lain juga menempuh jalan yang sama. Ribuan mahasiswa mengorganisir dirinya keluar dari kampus-kampus untuk menduduki kantor-kantor pemerintahan. Aparat yang tidak cukup sigap sepertinya terkejut melihat besarnya gerakan ini. Bentrokan pecah di jalanan. Asap gas air mata menyelimuti para demonstran. Respons negara adalah represi langsung. 500 orang dikabarkan ditangkap dan ada 90 lainnya yang dikabarkan hilang . Di Kendari 2 mahasiswa tewas. Di Makassar kendaraan lapis baja menabrakkan dirinya di antara kerumunan demonstran, yang menyebabkan 2 orang luka-luka.
Taktik penguasa jelas: tenggelamkan gerakan dengan represi keras di satu sisi dan kampanye hitam di sisi lain. Mereka menuduh bahwa gerakan mahasiswa ini tidak murni dan ada yang menunggangi. Seluruh saluran media, mainstream maupun media sosial, dikerahkan untuk menggiring opini publik ke sana. Yang menjijikkan tuduhan ini diulang pula oleh beberapa pemimpin reformis serikat buruh besar seperti Said Iqbal dan Andi Gani. Kedua pimpinan ini telah menggantungkan harapan mereka pada rejim Jokowi dan oleh karenanya harus menyatakan kesetiaannya dengan mencoreng gerakan mahasiswa. Selain itu, para pemimpin reformis cenderung menyimpan rasa ketakutan pada radikalisasi dan spontanitas meledak-ledak kaum muda, karena mereka takut pada apapun yang ada di luar kendali mereka. Mereka takut kalau atmosfer gerakan mahasiswa ini akan menulari anggota-anggota buruh akar rumput mereka. Untuk alasan ini para pemimpin buruh reformis satu suara dengan kelas penguasa.
Meskipun kelas penguasa mempunyai pengalaman menangani Gerakan 98, mereka paham bahwa gerakan mahasiswa ini pula yang membawa kejatuhan bagi rezim Soeharto. Bila gerakan ini meluas dan mampu membatalkan RUU, maka gerakan mahasiswa dapat meraih kepercayaan diri dan mengilhami rakyat tertindas lainnya untuk mengambil jalan yang sama. Tapi bila pemerintah bersikukuh mempertahankan RUU ini, maka hanya akan mempertajam ketegangan yang sudah terjadi dan berpotensi mengancam rezim. Tentu saja ada perbedaan antara gerakan mahasiswa hari ini dengan gerakan mahasiswa 98, baik dalam eskalasi dan latar belakangnya. Tapi mencoba meremehkan gerakan ini adalah berbahaya. Inilah mengapa pemerintah mencoba memadamkan gerakan ini secepat mungkin.
Radikalisasi Kaum Muda
Satu pemandangan yang mengejutkan adalah keikutsertaan pelajar sekolah dalam demonstrasi ini. Mereka datang menyatakan solidaritas mereka terhadap gerakan mahasiswa ini. Mereka berdiri menghalau mobil water cannon dan di baris depan terlibat bentrokan dengan polisi. Ketika ditanya alasan mengapa mereka berpartisipasi mereka menjawab:
“Kami ikut berpartisipasi karena tidak suka dengan anggota DPR,”
“ Saya ikut karena merasakan yang sama. Saya tidak mau negara ini banyak yang korupsi,”
Ini jauh dari cibiran media bahwa mereka tidak mengetahui apa yang mereka dukung. Mengomentari ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan kaget. “Saya juga kaget. Ada anak kelas 3 SMP, bapaknya penganggur, ibunya buruh cuci, tetapi pandangan politiknya sudah seperti mahasiswa,” ungkap Muhadjir. Terlibatnya kaum muda pelajar dalam demonstrasi ini bukan tanpa dasar dan sudah sedikit disinggung oleh bapak Menteri Pendidikan itu sendiri. Ya, kemiskinan dan pengangguran merupakan akar dari radikalisasi ini. Para pelajar muda ini mungkin tidak memahami dengan persis dan rinci apa yang mereka inginkan, tapi mereka paham dengan jelas apa yang tidak mereka inginkan, yakni korupsi dan ketimpangan yang semakin tajam. Mereka melewati sekolah ini lewat pengalaman sehari-hari tanpa harus menginjakkan kaki di bangku-bangku kuliah.
Namun fenomena radikalisasi kaum muda ini bukanlah sesuatu yang unik di Indonesia. Di seluruh dunia kita sedang menyaksikan proses serupa. Demonstrasi Global Strike 4 Climate mendorong banyak kaum muda dunia ke jalan-jalan. Mereka dengan berani mengutuk pemimpin dunia yang mengabaikan lingkungan demi bisnis dan profit. Di Hong Kong kaum muda menentang dominasi Beijing. Di jantung Revolusi Sudan ada wanita muda di garis depan pemberontakan. Di Inggris revolusi Corbyn membawa banyak kaum ke sisinya. Kaum muda di seluruh dunia telah menjadi korban krisis kapitalis. Semenjak krisis 2008 pengangguran kaum muda telah mencapai angka kritis. Upah mereka terus ditekan dan peluang mereka untuk mengenyam pendidikan runtuh. Seperti halnya kelas pekerja keseluruhan, kesejahteraan kaum muda terpukul, termasuk di negara-negara maju.
Apa yang membedakan generasi kaum muda saat ini adalah bahwa mereka sama sekali tidak menikmati periode boom kapitalis seperti orang tua mereka. Generasi sebelumnya menikmati kemakmuran relatif dibanding generasi sekarang. Tapi periode itu telah berakhir. Kaum muda sekarang dihadapkan dengan kebijakan pengetatan jangka panjang. Di sana-sini mereka melihat ketimpangan. Bila orang tua mereka saja jatuh miskin dan menjadi pengangguran, apalagi masa depan mereka. Mereka membenci status quo, skandal-skandal korupsi dan semua yang berbau kemunafikan dan elitisme. Radikal dan meledak-ledak adalah karakter mereka, yang merupakan gambaran dari periode krisis kapitalis yang sedang kita masuki hari ini.
Jalan ke Depan
Kapitalisme tengah terperosok ke dalam krisis yang tak berkesudahan. Kelas penguasa berusaha keluar dari krisis ini dengan meluncurkan serangkaian serangan terhadap kelas pekerja, secara ekonomi dan politik. Ini berarti badai konflik kelas yang besar sedang dipersiapkan. Angin konflik kelas tengah berhembus, dan kaum muda sering kali menjadi barometer angin perjuangan kelas. Kaum mahasiswa yang sekarang ini mulai bergerak mengantisipasi perkembangan yang lebih besar di periode berikutnya. Air telah mendidih. Bangkitnya kembali gerakan mahasiswa ini merupakan sinyal pertama dari katup uap telah dilepaskan.
Namun gerakan mahasiswa tidak bisa bergerak sendirian saja. Tugas gerakan mahasiswa sekarang adalah membawa hubungan efektif dan permanen dengan gerakan buruh, tani dan semua kelas tertindas yang lainnya. Bila ini tercapai, maka setengah kemenangan telah tercapai. Setengah kemenangannya lagi adalah memperjuangkan terciptanya partai kelas pekerja yang permanen dan militan, dengan akar kuat di antara organisasi-organisasi rakyat pekerja yang tanpa lelah akan berjuang untuk menggulingkan kapitalisme dan menggantikannya dengan sosialisme. Pengalaman Gerakan 98 mengajarkan kita bahwa tanpa partai revolusioner yang memiliki perspektif sosialis maka kemenangan yang tercapai hanya akan bersifat parsial dan temporer, yang setiap saat bisa “dikorupsi” seperti yang tengah terjadi hari ini. Inilah kesimpulan penting dari pengalaman Gerakan 98 yang harus diresapi oleh setiap insan muda yang tengah bergerak hari ini.