Tidak hanya Indonesia yang melangkah semakin dekat ke lembah kegelapan yang pekat. Kapitalisme di seluruh dunia pun tengah memasuki periode gelap. Krisis organik kapitalisme mengancam kehidupan rakyat pekerja di mana-mana. Tidak ada satu pun negara yang imun dari krisis ini.
Keruntuhan tatanan liberal di AS dengan terpilihnya kembali Trump. Perang dagang yang semakin menajam, yang menandai berakhirnya globalisasi. Krisis inflasi dan krisis biaya hidup yang semakin mencekik. Krisis utang. Perang di Gaza, Ukraina, dan Kongo. Ketegangan hubungan internasional, tidak hanya antara AS dan China, tetapi bahkan di antara sekutu-sekutu lama. Inilah gambaran dunia hari ini. Ketidakstabilan di atas ketidakstabilan.
Melandasi semua ini pada analisa terakhir adalah krisis overproduksi kapitalisme. Mengapa? “Karena terlalu banyak peradaban, terlalu banyak sarana penghidupan, terlalu banyak industri, terlalu banyak perdagangan,” begitu jelas Marx. Kapasitas produksi kapitalis tidak bisa diserap oleh pasar yang semakin sempit – dalam kata lain, daya beli rakyat pekerja yang semakin terbatas.
Dengan begitu, kapitalisme yang sudah uzur ini semakin kesulitan mempertahankan tingkat laba. Ekonomi stagnan, atau paling banter tumbuh dengan kecepatan siput, dan hanya bisa mengandalkan bantuan stimulus negara yang terus menumpuk utang. Siapa yang akan membayar utang ini? Tidak lain rakyat pekerja.
Pemangkasan anggaran oleh rejim Prabowo tidak lain adalah usaha untuk membebankan krisis kapitalisme ke rakyat. Rencananya anggaran akan dipangkas hingga Rp 750 triliun (US$ 44 miliar), dan hampir separuhnya, US$ 20 miliar, disalurkan ke Danantara untuk diinvestasikan demi kepentingan kapitalis.
Bila kapitalis yang ingin meraup laba, seharusnya mereka yang berinvestasi dengan uang mereka sendiri, bukannya menggunakan uang rakyat. Namun, masalahnya, kapitalisme yang sudah busuk ini tidak ingin lagi berinvestasi untuk produksi. Seperti parasit, mereka menghisap uang rakyat dari pemerintah, yang memang selalu sedia melayani kepentingan kapitalis.
Sementara, MBG dijadikan pencitraan untuk membuat pemangkasan ini bisa diterima publik. Tapi rakyat tidak bodoh. Kita bisa melihat bagaimana program-program sosial lainnya dipotong untuk membiayai MBG. UKT naik; kualitas pendidikan memburuk; pelayanan kesehatan memburuk, dst. Intinya, kita disuruh memilih mau lapar yang bagaimana.
Sebenarnya masyarakat kita memiliki cukup uang untuk membiayai semua program kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan serta makanan bergizi secara gratis untuk rakyat. Tetapi uang itu ada di 100 korporasi raksasa yang menguasai kekayaan Indonesia. Program kesejahteraan dapat mudah dicapai bila kita nasionalisasi perusahaan ini di bawah sosialisme yaitu ekonomi terencana di bawah kontrol buruh.
Dalam era krisis kapitalisme yang kita masuki sekarang, tidak ada jalan keluar bagi rakyat pekerja selain melawan untuk mengakhiri sistem yang sudah usang dan busuk ini. Kapitalisme sudah tidak bisa lagi diotak-atik untuk menjadi lebih baik. Indonesia gelap karena kapitalisme gelap. Singkirkan kegelapan ini! Mari berjuang demi Sosialisme, satu-satunya cahaya yang bisa membawa kita ke Indonesia Emas.
Tolak pemangkasan anggaran!
Biayai MBG, UKT gratis, dan kesehatan gratis untuk semua rakyat dengan menasionalisasi kekayaan 100 korporasi terbesar!
Bubarkan Danantara! Letakkan BUMN di bawah kontrol demokratik buruh!
Kapitalisme telah gagal! Hidup Sosialisme!