Ahli sejarah Prancis, Alexis de Tocqueville, menulis bahwa momen yang paling berbahaya bagi sebuah pemerintahan yang buruk adalah ketika pemerintahan ini mencoba melakukan reformasi. Tetapi bahkan lebih berbahaya ketika pemerintahan ini menolak melakukan reformasi.
Sejarah telah mencatat banyak contoh rejim otokrat yang busuk, yang setelah periode kekuasaan yang lama runtuh karena proses pembusukan internal yang tidak dapat diubah. Di saat seperti ini, semua kontradiksi internal yang tersembunyi di bawah permukaan tiba-tiba meledak. Di Iran, ada dua tendensi utama: kaum garis-keras dan kaum reformis. Kaum reformis mengatakan: “Kita harus melakukan reformasi dari atas, kalau tidak kita akan ditumbangkan.” Kaum garis-keras mengatakan: “Kita harus menentang reformasi karena segera setelah kita mulai melakukan perubahan kita akan ditumbangkan.”. Dan kedua-duanya benar.
Apa yang benar di Prancis tahun 1789 juga benar di Iran tahun 2009. Setelah tiga dekade berkuasa, rejim mullah ini sangatlah tidak popular. Para analis oleh karena itu memprediksikan Mousavi, yang dikenal luas sebagai seorang “reformis”, untuk meraih suara yang besar di dalam pemilihan ini. Debat presidensial antara Mousavi dan Ahmadinejad merangsang negeri Iran, dan di hari-hari terakhir kampanye Mousavi meledak, yang memicu demonstrasi-demonstrasi besar di jalan-jalan Tehran. Apa yang ditunjukkan oleh demo-demo tersebut adalah keinginan yang membara untuk sebuah perubahan.
Mousavi diprediksikan untuk mengalahkan Ahmadinejad bila tingkat partisipasi pemilu tinggi – atau setidaknya mampu meraih cukup suara untuk memicu putaran kedua. Para pejabat pemerintahan mengumumkan bahwa jumlah pemilih yang tinggi seperti ini tidak pernah terlihat di dalam sejarah Iran, dan ini diprediksikan akan meningkatkan peluang Mousavi untuk menang. Pada hari Sabtu (13 Juni) dua pejabat mengatakan bahwa tingkat partisipasi pemilih melebihi 80 persen.
Goncangan ekonomi di Iran selama 4 tahun belakangan ini pasti sudah memotong dukungan terhadap Ahmadinejad, bahkan di daerah-daerah rural (pedesaan). Akan tetapi, pemerintah Iran mengumumkan bahwa Ahmadinejad bukan hanya memenangkan pemilihan ini tetapi juga menang telak dengan 62,63% suara, dibandingkan dengan 33,75% untuk Mir Hossein Mousavi. Menurut hasil ini, yang diumumkan dengan terburu-buru, Mousavi bahkan kalah di daerah Teheran yang merupakan basis utamanya. Kecurangan pemilu ini sungguh sangat menyolok mata bahkan ini mengejutkan rakyat Iran yang sudah terbiasa dengan kecurangan pemilu.
Kecurangan Pemilu
Cepatnya pengumuman hasil pemilu sudah merupakan bukti yang cukup bahwa ada kecurangan yang masif. Iran masih merupakan sebuah negara pedesaan dengan infrastruktur yang tidak memungkinkan penghitungan suara yang cepat. Di sebuah pemilu yang jujur, dibutuhkan beberapa hari untuk mengumpulkan semua hasil dari propinsi-propinsi, desa-desa, dan daerah-daerah pedalaman. Justru Ahmadinejad segera mengumumkan bahwa dia telah menang dengan suara mayoritas. “Rakyat Iran memberikan inspirasi bagi semua bangsa dan menciptakan sebuah sumber kebanggaan bangsa dan mengecewakan semua pengkritiknya,” kata Ahmadinejad di pidato TV nasional hari Sabtu malam (sehari setelah pemilu pada hari Jumat). “Pemilu ini diselenggarakan di waktu yang genting di sejarah.”
Bagi sebuah rejim despot yang memegang semua kekuasaan dengan erat di tangannya, bukanlah sebuah tugas yang sulit untuk mencurangi sebuah pemilu. Setelah tempat-tempat pemilihan suara (TPS) ditutup – menurut laporan dari Iran – Pasukan Tentara Revolusioner Iran yang bersenjata lengkap keluar ke jalan-jalan. Di satu area di Tehran utara, basis dari kaum oposisi dan reformis mantan Perdana Menteri Mousavi, jurnalis-jurnalis asing melaporkan melihat sebuah konvoi setidaknya 15 kendaraan militer yang dipenuhi oleh tentara-tentara bersenjata. Kantor Kementerian Dalam Negeri diblokade dan dijaga dengan ketat karena rejim ini takut kalau pendukung Mousavi akan berkumpul di sana untuk memprotes hasil pemilu.
Ibrahim Yazdi, figur oposisi Iran dan mantan menteri luar negeri Iran pada permulaan Republik Islam, mengatakan kepada jurnalis Amerika Robert Dreyfuss:
“Banyak dari kita yang percaya bahwa pemilu ini dicurangi. Bukan hanya Mousavi. Kita tidak meragukan ini. Dan menurut kami, pemilu ini tidak punya legitimasi. Banyak sekali kejanggalan-kejanggalan. Mereka tidak mengijinkan para kandidat untuk memonitor pemilu ini atau memonitor penghitungan suara di TPS-TPS. Menteri Dalam Negeri mengumumkan bahwa dia akan memonitor penghitungan suara akhir di kantor dia, di kantor kementrian, hanya dengan dua pembantu yang hadir.
“Di pemilu-pemilu sebelumnya, mereka mengumumkan hasil pemilu di setiap distrik, supaya rakyat bisa mengikutinya dan memutuskan validalitas dari hasil tersebut. Pada tahun 2005, banyak masalah: di satu distrik ada sekitar 100.000 pemilih, dan mereka mengumumkan total suara 150.000. Kali ini mereka bahkan tidak mengumumkan informasi dari setiap distrik.
“Secara keseluruhan, ada 45.000 TPS. Ada 14.000 TPS bergerak, yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Banyak dari kita yang memprotes ini. Sejatinya, TPS bergerak ini seharusnya digunakan di rumah sakit dan sebagainya. Sekarang, mereka digunakan di kantor-kantor polisi, barak-barak tentara, dan markas-markas tentara lainnya. Bila 500 suara dipalsukan di setiap 14 ribu kotak suara ini, totalnya adalah 7 juta suara
“Mousavi dan Karroubi [kandidat oposisi utama] sebelumnya telah membentuk sebuah komite bersama untuk melindungi suara rakyat. Banyak kaum muda yang menjadi sukarelawan untuk komite ini. Tetapi pihak otoritas tidak mengijinkan komite ini. Kemarin malam [yakni, malam pemilu] pihak keamanan menutup komite tersebut. Tidak ada cara, yang independen dari pemerintahan dan Majelis Wali (Guardian Council), untuk menverifikasi hasil pemilu ini.”
Dengan sebuah pemilu yang dicurangi di kantongnya, kesombongan Ahmadinejad sungguh tidak ada batasnya. Dia mengatakan bahwa pemilu ini adalah “model demokrasi” dan menuduh “penindas dari Barat” mengkritik proses pemilu tersebut. “Pada pemilu hari Jumat, rakyat Iran bangkit menang,” seru Ahmadinejad.
“Pemilu di Iran sangatlah penting. Pemilu berarti konsensus kebulatan tekad rakyat dan kristalisasi tuntutan dan kehendak mereka, dan ini adalah loncatan menuju puncak aspirasi dan progres. Pemilu di Iran adalah gerakan yang benar-benar popular yang dimiliki oleh rakyat yang melihat ke masa depan, bertujuan untuk membangun masa depan.”
Dia mengindikasikan progres melalui konsensus, mengatakan bahwa perubahan ekonomi dan infrastruktur dapat dicapai di Iran melalui sebuah proses kolektif. “Kita semua bisa bekerja sama”, kata dia, pada saat yang sama preman-preman bersenjata dia memukuli orang-orang di jalanan. Puluhan ribu pendukung Ahmadinejad yang mengibarkan bendera berkumpul di Taman Valiasr di Tehran untuk mendengarkan pidato kemenangan dia, dimana dia berusaha menunjukkan kekuatan dia guna merepresi protes kaum oposisi.
“Pemilu pada tanggal 12 Juni adalah sebuah ekspresi artistik dari bangsa ini, yang menciptakan sebuah perkembangan baru di dalam sejarah pemilu di negara ini,” kata Ayatollah Khamenei. “Tingkat partisipasi lebih dari 80% dan 24 juta surat suara untuk presiden yang terpilih adalah sebuah perayaan yang sesungguhnya, dari mana kekuatan Tuhan yang maha besar akan dapat menjamin perkembangan, progres, keamanan nasional, dan kebahagiaan dan gelora bangsa ini.”
Protes-Protes Spontan
Negara Iran sungguh-sungguh bergelora – tetapi bukan karena kebahagiaan. Kandidat reformis Mehdi Karrubi mengatakan bahwa hasil pemilu yang diumumkan adalah sebuah “lelucon” dan “mengejutkan”. Bahkan ketika Ahmadinejad memuji hasil pemilu dan tingkat partisipasi, Mousavi dan pendukungnya di jalan-jalan Tehran geram dan pertikaian di jalanan meledak. Pada hari Sabtu sore, jalan-jalan di ibukota Iran biasanya sepi. Tetapi hari Sabtu kemarin, demo-demo spontan meledak di jalan-jalan Tehran. Ini merefleksikan sebuah kemarahan, keputusasaan, dan kebencian besar yang terakumulasikan di dalam masyarakat Iran yang sekarang hamil dengan revolusi.
Khamenei menyerukan bahwa rakyat Iran harus mengambil napas panjang setelah pemilu. “Hari Sabtu setelah pemilu harus selalu menjadi hari penuh kasih sayang dan kesabaran,” kata Khamenei. “Para pendukung dari kandidat terpilih dan kandidat lainnya harus menahan diri dari provokasi dan sikap-sikap yang mencurigakan. Presiden yang terpilih adalah presiden dari seluruh rakyat Iran dan semua orang, termasuk para lawannya kemarin, harus melindungi dan menolong dia.” Kata-kata dari Pemimpin Tertinggi ini menunjukkan ketakutan rejim Iran terhadap kekacauan publik. Tidaklah salah bagi mereka untuk merasa ketakutan.
Para demonstran berteriak, “Presiden melakukan kejahatan dan Pemimpin Tertinggi mendukungnya”. Ini adalah sebuah kalimat yang provokatif di sebuah rejim dimana Pemimpin Tertinggi, Ali Khamenei, dianggap selalu benar. Toko-toko, kantor-kantor pemerintah dan bisnis tutup lebih awal karena situasi yang semakin tegang. Massa juga berkumpul di luar markas Mousavi tetapi tidak ada tanda-tanda kehadiran lawan politik utama Ahmadinejad. Para pendukung mengayunkan kepalan tangan mereka dan meneriakkan slogan-slogan anti-Ahmadinejad.
Para demonstran membakar tong-tong sampah dan ban, membuat asap-asap hitam yang membumbung tinggi di antara gedung-gedung apartemen dan perkantoran di Tehran. Sebuah bis yang kosong diamuk api di pinggiran jalan. Polisi melawan balik dengan pentungan mereka, termasuk polisi di sepeda motor yang mengayunkan pentungan mereka, dan para demonstran melempar batu-batu dan botol-botol ke polisi sambil berteriak “Ahmadinejad, kembalikan suara kami” dan “Pemilu ini penuh dengan kebohongan”.
Lebih dari 100 figur reformis, termasuk Mohammad Reza Khatami, saudara dari mantan presiden Mohammad Khatami, ditangkap, menurut pemimpin reformis Mohammad Ali Abtahi. Dia mengatakan kepada jurnalis Reuters bahwa mereka yang ditangkap adalah anggota partai reformis utama, Mosharekat. Pembicara dari jaksa agung menyangkal bahwa mereka telah ditangkap tetapi mengatakan bahwa mereka dipanggil dan “diperingati untuk tidak meningkatkan ketegangan” sebelum dilepas. Negara Iran memenjara dan menyiksa banyak aktivis buruh dan memukuli mahasiswa, tetapi para politisi borjuasi dilepas dengan hanya tamparan di tangan.
Rakyat melihat keluar dari jendela dan balkon untuk menyaksikan barisan demonstran di jalanan, kebanyakan dari mereka adalah pendukung Mousavi dan melakukan demo yang berisik tetapi damai. Malam harinya, massa yang geram dan marah berkumpul di Taman Moseni di Tehran, merusaki toko-toko, membakar barang-barang dan merusak tanda-tanda lalu lintas. Dua kelompok massa saling berhadapan di taman tersebut, saling melempar batu dan berteriak marah. Pengamat mengatakan bahwa kedua pihak tersebut mungkin adalah pendukung Ahmadinejad di satu pihak dan pendukung Mousavi di pihak lain.
Protes-protes ini, yang jelas-jelas spontan, tidak terbatas di Tehran. Mereka juga pecah di kota-kota lain, termasuk Tabriz, Orumieh, Hamedan, dan Rahst. Jelas kalau tidak ada yang mengorganisir demo-demo ini, apalagi para pemimpin reformis.Teknologi yang baru telah menjadi taktik kunci untuk secara politik memobilisasi kaum muda di Iran, tetapi SMS tidak berfungsi beberapa hari belakangan ini dan Facebook ditutup. Akan tetapi, metode lama dari-mulut-ke-mulut masih berfungsi dan para demonstran Iran masih hadir beramai-ramai di tempat-tempat pertemuan di seluruh Tehran pada hari Sabtu.
Pada hari Minggu, kerusuhan berlanjut. “Ada permainan kucing dan tikus antara para perusuh dan polisi”, lapor Samson Desta, seorang reporter CNN, yang dipukul dengan pentungan polisi. “Untuk sementara, tampaknya polisi telah mengontrol situasi. Tetapi kita berbicara dengan banyak mahasiswa dan mereka mengatakan ‘Ini tidak akan selesai begitu saja. Mereka bisa saja menghentikan kita sekarang tetapi kita akan kembali dan memastikan bahwa suara kita didengar’.”
Ini adalah hari kedua protes di Tehran. Pada haru Sabtu, ribuan demonstran meneriakkan slogan “Hancurkan kediktaturan” dan “Kita ingin kebebasan”, dan membakar sepeda motor polisi, menimpuk batu ke jendela toko-toko, dan membakar tong-tong sampah.
Pada hari Minggu malam, jalan-jalan Tehran dipenuhi dengan ketenangan yang mencekam, tetapi reporter BBC Jon Leyne yang berada di kota melaporkan pertikaian terjadi dekat kantor Irna (media berita ofisial Iran), dan setidaknya di satu daerah sub-urban. Juga ada laporan penutupan media independen. Kantor stasiun TV Arab al-Arabiya yang didanai oleh Saudi ditutup “tanpa alasan jelas”, kata kantor berita tersebut. Pelayanan telpon seluler sudah dikembalikan tetapi masih ada laporan bahwa SMS tetap dibatasi dan akses ke situs-situs internet popular dihalangi, termasuk situs BBC. Tindakan-tindakan ini bukan menunjukkan kepercayaan diri tetapi kegelisahan yang ekstrim dari pihak rejim.
Kemunafikan Kaum Imperialis
Seluruh dunia merespon, dimana negara-negara seperti Amerika dan Kanada menyuarakan keprihatinan mereka mengenai klaim kejanggalan pemilu. Tetapi pemerintahan-pemerintahan negara Barat yang biasanya sangat vokal dalam mengkritik pelanggaran HAM di Iran sekarang sangat hati-hati dalam menanggapi kecurangan pemilu dan kekerasan di Iran.
Menurut sebuah laporan CNN, komandan militer Amerika di Timur Tengah dikirimi sebuah pesan untuk mengingatkan pasukan Amerika untuk menjaga disiplin dan hati-hati bila mereka berhadapan dengan pasukan militer Iran selama gejolak politik yang mungkin terjadi seputar pemilihan presiden di Iran. Kekhawatiran militer Amerika juga mempertimbangkan “sensitifitas Iran yang meninggi dan bahkan mungkin kekhawatiran akan ancaman keamanan internal dan eksternal yang mungkin terjadi,” kata salah seorang pejabat militer.
Kritik dari Washington tidak seperti biasa, kali ini sangat sepi. Hilary Clinton telah menutup mulut dia, dan membiarkan wapres AS, Joe Biden, untuk mengekspresikan “keraguan” mengenai “bagaimana mereka menindas massa, bagaimana mereka memperlakukan para demonstran”. Walaupun dengan bahasa yang lebih halus dia mengatakan bahwan AS harus menerima “untuk sementara” klaim dari pemerintah Iran bahwa Ahmadinejad memenangkan pemilu ini. Biden mengatakan, “Ada banyak masalah bagaimana pemilu ini diselenggarakan. Kita tidak memiliki bukti yang cukup untuk membuat penilaian yang pasti.”
Menteri luar negeri Prancis, Bernard Kouchner, mengatakan bahwa Prancis kawatir akan situasi di Iran dan mengkritik “reaksi yang sedikit brutal” oleh pihak otoritas dalam merespon demo-demo. Uni Eropa mengatakan di dalam sebuah pernyataan bahwa mereka “khawatir akan kejanggalan-kejanggalan yang dilaporkan” selama pemilu pada hari Jumat.
Respon yang ragu-ragu dan sopan dari negara-negara imperialis ini bukanlah sebuah kebetulan. Mereka takut akan meledaknya revolusi di Iran yang akan menjadi seperti sebuah gempa di seluruh Timur Tengah dan Asia. Terlebih lagi, Washington berharap untuk membina hubungan baik dengan pemerintah Tehran, yang bantuannya dibutuhkan untuk memastikan penarikan mundur pasukan dari Irak dan menyediakan rute suplai ke Afghanistan yang terjamin. AS juga membutuhkan dukungan Iran untuk “inisiatif perdamaian” untuk masalah Palestina baru-baru ini. Setidaknya AS memerlukan kepastian bahwa Iran tidak akan menyabotase usaha ini – walaupun Netanyahu telah melakukan tugas yang baik dengan menuntut bahwa negara Palestina yang terbentuk harus dilucuti dan tidak ada hak untuk kembali ke diaspora Palestina.
Faktor-faktor inilah yang menentukan kebijakan yang bersifat damai dari Obama terhadap Iran, yang sudah kita prediksikan sebelumnya [baca The invasion of Gaza: what does it mean?] Satu minggu setelah menjadi presiden, Obama menawarkan perdamaian kepada Tehran, meminta rejim ini untuk “melonggarkan kepalan tangan mereka”. Dua bulan kemudian, Obama menayangkan sebuah pesan untuk Iran, untuk pertama kalinya mengakui para Ayatollah (pemimpin agama Shiite) sebagai perwakilan rakyat Iran yang sah. Bulan lalu, Obama mengakui hak Republik Islam Iran untuk memperkaya Uranium dan di Kairo dia mengakui keterlibatan CIA dalam penumbangan pemerintah Mossadegh lebih dari setengah abad yang lalu.
Rakyat Iran memiliki memori yang panjang dan cukup mengenal imperialisme untuk membencinya dengan seluruh hati mereka. Ketika perdana menteri Mossadegh ditumbangkan pada kudeta 1953 yang diorganisir oleh CIA dan intelejen Inggris, “demokrasi” Barat menggantikan demokrasi Iran dengan kediktaturan Shah. Kekuasaannya yang penuh darah dan korupsi adalah berdasarkan teror massa dimana polisi rahasia Savak yang terkenal sangat buruk melakukan kampanye pembunuhan dan penyiksaan secara sistematis. “Demokrasi” Barat mendukung boneka despot imperialis ini dan tidak berkomentar apa-apa mengenai pelanggaran HAM di Iran pada saat itu. Inilah mengapa rakyat Iran tidak punya alasan untuk mempercayai kehendak baik dari imperialisme atau mendengarkan khotbah “demokrasi mereka hari ini!”
Perpecahan di dalam rejim
Setelah pemilu, Teheran dipenuhi dengan rumor kudeta. Tetapi pada kenyataannya kudeta ini tidak dibutuhkan. Ahmadinejad telah mengumpulkan begitu banyak kekuasaan di tangannya sehingga dia telah menegakkan kediktaturan, secara de facto walaupun bukan secara legal. Selain pasukan reguler, dia mengontrol Pasukan Revolusioner, yang dia gunakan untuk membabat demo-demo secara brutal pekan yang lalu. Ahmadinejad mengontrol kementrian dalam negeri, kementrian informasi, dan kementrian intelejen.
Setelah pemilu, pihak keamanan menduduki banyak kantor-kantor suratkabar, untuk memastikan bahwa laporan mengenai pemilu mereka sesuai dengan versi pemerintah. Mereka merubah berita utama di banyak koran-koran. Ini adalah cara yang baik untuk memastikan laporan pemilu yang bagus! Pasukan Revolusioner mengambil alih segalanya, termasuk institusi ekonomi. Kementrian Dalam Negeri memperketat kontrolnya di seluruh propinsi.
Ada juga rumor bahwa Ahmadinejad memikirkan berpikir untuk mengubah konstitusi untuk membolehkan presiden menjabat lebih dari dua periode, guna membuat kepresidenan dia lebih permanen. Dia sedang mengulangi kudeta Louis Bonaparte, yang mengkombinasikan pemilu yang curang dan intrik-intrik parlemen dengan sebuah kampanye teror yang dilakukan oleh Masyarakat 10 Desember, yang beranggotakan preman-preman, kriminal-kriminal, dan lumpenproletar. Basis sosial Ahmadinejad juga serupa: kaum tani terbelakang, yang dapat digunakan untuk melawan penduduk kota-kota yang lebih maju.
Secara teori situasinya tampak tidak ada harapan. Tetapi ini hanyalah di permukaan saja. Ahmadinejad dan pendukungnya telah menang pemilu, tetapi pemilu ini telah menyebabkan kemarahan dan kegeraman di ibukota Iran. Pemerintahan yang baru ini akan dihadapi dengan masalah-masalah serius di semua level, terutama ekonomi. Ilusi-ilusi terakhir dari kaum tani akan hancur oleh kesukaran yang disebabkan oleh krisis ekonomi.
Di periode yang terakhir, Ahmadinejad bisa tetap berkuasa sebagian karena menggunakan represi dan demagog anti-Amerika, tetapi terutama karena kekayaan minyak Iran untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang popular. Ini memastikan dia basis dukungan tertentu dari populasi, terutama di antara kaum tani. Tetapi sekarang dengan krisis ekonomi dan jatuhnya harga minyak, ini akan memotong ruang manuver Ahmadinejad. Di lain pihak, demagog “anti-imperialis” dia telah menjadi semakin lemah. Rakyat tidak bisa makan bom nuklir!
Sejarah rejim-rejim diktatur dan otokrat menunjukkan bahwa mustahil untuk mempertahankan rejim seperti itu hanya dengan basis represi saja. Segera setelah massa bergerak, tidak ada aparatus negara apapun, walaupun sangat kuat dan kejam, yang dapat menghentikan mereka. Ini adalah pelajaran dari Prancis tahun 1789, dari Tsar Rusia tahun 1917 dan Shah Iran tahun 1979. Louis Bonaparte merebut kekuasaan dengan kudeta dan berkuasa selama dua dekade. Tetapi pada akhirnya kekuasaan dia diakhiri oleh Komune Paris. Ahmadinejad tidak akan berkuasa selama itu karena alasan-alasan yang kita sudah kita paparkan, dan semakin lama dia bertengger berkuasa, semakin eksplosif situasinya dan semakin tajam kontradiksi internal di dalam rejim ini.
Walaupun menunjukkan taring mereka, retakan-retakan internal yang sedang memecahkan rejim ini semakin mendalam. Ada suara di dalam rejim yang menentang Ahmadinejad. Dan tidaklah jelas bila dia dan Sepah (Pasukan Revolusioner) cukup kuat untuk melawan mereka. Pemimpin Tertinggi, Ayatollah Ali Khamenei, sedang memainkan peran Bonaparte, menyeimbangkan faksi-faksi yang ada. Akan ada pertentangan dan perpecahan antara faksi-faksi yang berbeda yang merefleksikan krisis yang mendalam di rejim itu sendiri.
Di wawancara yang sudah kita sebut, Ibrahim Yazdi merujuk pada perpecahan di dalam rejim:
“Setelah pemilu yang terakhir [2005], setelah Ahmadinejad pertama kali terpilih, banyak pertanyaan yang dilontarkan mengenai usaha Ahmadinejad untuk mengisolasi Pemimpin Tertinggi. Kita membicarakan ini secara terbuka. Kali ini, dalam persiapan pemilu, mereka semakin mengisolasi dia. Contohnya, dulu [mantan presiden] Ali Akbar Hashemi-Rafsanjani mempunyai pengaruh, bahkan lebih berpengaruh dibandingkan pemimpin. Sekarang, dengan slogan yang digunakan di demo Ahmadinejad, slogan seperti “Gantung Hashemi!”, mereka telah menciptakan jurang yang dalam. Khamenei juga telah kehilangan dukungan dari anggota-anggota majelis ulama tingkat tinggi.”
Kepengecutan Kaum Reformis
Kaum reformis liberal di Iran dan di luar negeri telah tenggelam jauh di dalam keputusasaan. Mousavi telah berjanji akan melawan hasil pemilu ini, dengan menggunakan kata-kata seperti “tirani” dan menambahkan “Saya tidak akan menyerah pada penipuan yang berbahaya ini.” Bahkan sebelum penghitungan suara selesai, Mousavi mengeluarkan sebuah surat yang keras yang menuntut dihentikannya penghitungan suara karena “pelanggaran-pelanggaran berat yang jelas” dan menuduh pemilu ini bukan proses yang jujur.
Pemimpin oposisi ini mengatakan bahwa hasil pemilu dari “pengawas yang tidak bisa dipercaya” merefleksikan “melemahnya pilar-pilar sistem yang suci” dari Iran dan “melemahnya kekuasaan otoriter dan tirani.” Pengawas pemilu independen dilarang di TPS-TPS. Mousavi mengatakan di pernyataannya, “Hasil yang diumumkan untuk pemilihan presiden ke 10 ini sangatlah mengejutkan. Rakyat yang berdiri di antrian yang panjang dan tahu siapa yang mereka pilih benar-benar tercengang oleh para pesulap yang bekerja di televisi dan radio.”
Korannya Mousavi, Kalemeh Sabz, atau Kata Hijau, tidak terbit hari ini. Seorang editor yang tidak ingin namanya disebut mengatakan bahwa pihak otoritas berang dengan pernyataan-pernyataan Mousavi. Website koran ini melaporkan bahwa ada lebih dari 10 juta suara di hari pemilihan (Jumat) yang tidak memiliki nomor identitas nasional, yang membuat suara-suara ini “tidak bisa ditelurusi”.
Pendukung Mousavi turun ke jalan-jalan ibukota untuk menghadapi pentungan dan gas air mata, dan Houssein Mousavi mengajukan tuntutan formal menentang hasil pemilu. Dia telah mengajukan tuntutan ini ke Dewan Majelis (Council of Guardians) untuk membatalkan hasil pemilu ini, dan meminta pendukungnya untuk tetap memprotes “dengan cara yang damai dan legal”. “Kita telah meminta pihak pemerintah untuk mengijinkan kita mengadakan demo nasional untuk membiarkan rakyat menunjukkan penolakan mereka terhadap proses pemilu dan hasilnya,” kata Mousavi. Dewan Majelis adalah institusi yang diberi mandat oleh konstitusi, yang beranggotakan enam ulama dan enam yuris (ahli hukum) yang berfungsi sebagai otoritas elektoral Iran dan memiliki kuasa lainnya. Tetapi Ayatollah Ali Khamenei adalah Pemimpin Tertinggi dan dia telah mengatakan bahwa pemilu ini telah diselenggarakan dengan jujur dan memerintah ketiga kandidat yang kalah dan pendukung mereka untuk menghindari sikap “provokatif”.
Demo massa yang direncanakan oleh oposisi untuk memprotes kecurangan pemilu telah dilarang. Oleh karena itu, jalan untuk memprotes melalui cara-cara legal dan konstitusional telah tertutup. Satu-satunya cara untuk memenangkan hak-hak demokratik di Iran adalah dengan mengambil jalan revolusioner. Iran, kata Mousavi, “adalah milik rakyat dan bukan milik para penipu.” Bahkan ada rumor bahwa dia akan menyerukan mogok umum. Tetapi pidato adalah murah, dan pemimpin reformis borjuis Iran akan lebih ketakutan menghadapi gerakan rakyat dibandingkan menghadapi Khamenei.
Peran Kelas Pekerja
Seperti Partai Kadet di Rusia (pada jaman Lenin dan Trotsky – Ed), kaum reformis liberal di Iran takut akan meledaknya revolusi. Ibrahim Yazdi mengatakan kepada jurnalis Amerika: “Tentu saja kita kawatir akan reaksi-reaksi spontan. Kaum muda Iran telah beraksi dan termobilisasi. Di seluruh pelosok negeri, sudah terjadi benturan-benturan yang melibatkan kekerasan. Kita tidak setuju dengan kekerasan, karena kekerasan hanya akan memberikan alasan bagi sayap Kanan untuk menindas kaum oposisi.” Dan lalu: “Kita tidak mengincar subversi. Kita tidak ingin mengganti Konstitusi. Kita ingin menciptakan sebuah kekuatan politik yang kuat yang mampu menggunakan pengaruhnya.” Kata-kata ini mengindikasikan psikologi yang sesungguhnya dari kaum reformis borjuis Iran. Mereka bisa saja mengkopi kata-kata ini dari koran-koran kaum Liberal Rusia pada bulan Februari 1917.
Akan tetapi, analogi sejarah yang sebenarnya bukan Rusia tahun 1917, tetapi tahun 1904 atau bahkan sebelum itu. Seperti Revolusi Rusia sebelum 1905, Revolusi Iran masihlah dalam tahapan embrio. Ia masih membutuhkan waktu yang panjang untuk tumbuh, dan ini bukanlah hal yang buruk dari sudut pandang kaum Marxis Iran yang membutuhkan waktu untuk membangun kekuatan mereka. Seperti kaum pekerja Rusia sebelum 1905, kelas pekerja Iran kebanyakan masih muda dan tidak berpengalaman. Generasi aktivis pekerja yang tua, yang kebanyakan dibentuk oleh sekolah Stalinisme, sebagian besar telah hilang, dihancurkan oleh represi atau kebingungan karena kebijakan keliru dari pemimpin mereka.
Dibutuhkan waktu dan pengalaman, kemenangan dan kekalahan, sebelum kelas pekerja Iran tiba pada kesimpulan akan perlunya perebutan kekuasaan. Mari kita ingat bahwa pada bulan Januari 1905 kaum proletar Rusia yang muda pertama kali muncul di lembaran sejarah dengan sebuah demonstrasi damai yang dipimpin oleh seorang pendeta, dengan tanda-tanda religius di tangan mereka, dan membawa petisi untuk Tsar. Tetapi satu pertikaian berdarah cukup untuk mendorong mereka ke jalan revolusi dalam waktu 24 jam. Kita dapat mengharapkan perubahan cepat dan tajam yang serupa di Iran.
Kampanye Mousavi telah membangkitkan harapan banyak orang, terutama kaum muda kelas menengah dan para perempuan (dia menjanjikan lebih banyak hak untuk perempuan). Sekarang harapan-harapan ini telah pupus. Polisi dan “Pasukan Revolusioner” telah memberikan sebuah pelajaran yang bagus kepada para pemuda mengenai nilai demokrasi Iran dengan pentungan, pukulan, dan tendangan. Situasi di Iran masih eksplosif. Tetapi dengan tidak adanya sebuah program, perspektif, dan kepemimpinan yang jelas, demo-demo jalanan tanpa tujuan dan kerusuhan tidak akan menghasilkan apa-apa. Oleh karena itu, kemungkinan gelombang protes akan menurun untuk sementara. Tetapi gelombang ini akan kembali dengan kekerasan yang lebih besar di kemudian hari.
Kaum reformis menangis dan meratap mengenai kekalahan pemilu mereka, tetapi sebenarnya pemilu ini tidak menyelesaikan masalah apapun bagi rakyat Iran, kelas pekerja Iran, atau rejim ini. Rejim tua ini seperti Old Man of the Sea (Orang Tua di Laut) yang naik ke pundak Sinbad dan menolak untuk turun. Pemilu ini hanyalah satu pelajaran dari sekolah kehidupan yang sukar, yang pada akhirnya akan meyakinkan kaum buruh dan kaum muda bahwa dibutuhkan kebijakan-kebijakan yang radikal untuk menurunkan Orang Tua ini dari punggung mereka.
Kelemahan yang sesungguhnya dari gerakan demokrasi ini adalah bahwa kaum proletar Iran yang kuat belum bergerak seperti yang terjadi pada tahun 1979. Setelah bertahun-tahun penindasan dimana gerakan buruh secara efektif terpancung, kelas pekerja membutuhkan waktu untuk menemukan pijakannya. Seperti seorang atlit yang sudah lama tidak aktif, kelas pekerja Iran harus melenturkan otot-otot mereka dan mulai berlatih sebelum bergerak secara pasti. Sudah banyak pemogokan yang terjadi karena isu-isu ekonomi. Tekanan dari bawah sedang terkumpul. Tekanan ini menemukan refleksinya di Dewan Buruh (Labour House), sebuah organisasi yang dibentuk oleh rejim Iran untuk mengontrol pekerja. Belum lama yang lalu, bahkan koran ofisial dari Dewan Buruh ini mempublikasikan sebuah artikel oleh Lenin. Bagaimana waktu sudah berubah!
Iran adalah sebuah negara yang penduduknya kebanyakan masih muda. Umur median dari populasinya adalah 27. Kaum muda ini tidak bisa mengingat waktu dimana para ulama tidak berkuasa. Dulu, para ulama dianggap suci dan tidak bisa dikorupsi, kebalikan dari monarki pro-Barat (Shah) yang bangkrut. Tetapi ini dulu sekali. Setelah puluhan tahun berkuasa, para ulama telah terekspos korup dan rejim ini kehilangan otoritas yang dulu mereka miliki. Ahmadinejad harus mendatangkan pendukungnya dari desa-desa dengan bus-bus guna mengadakan rally massa. Basis dia yang sesungguhnya adalah Pasukan Revolusioner, tetapi bahkan mereka sudah tidak menyebabkan ketakutan seperti dulu. Hal yang paling signifikan mengenai kerusuhan pekan ini bukan bahwa mereka ditekan, tetapi bahwa banyak orang yang siap turun ke jalan untuk menentang pemerintah dan kekuatan represifnya. Ini berarti rejim ini semakin kehabisan waktu.
Pada akhirnya, ini akan menyebabkan sebuah krisis. Pemerintahan ini akan menjadi pemerintahan krisis, yang kemungkinan tidak akan bisa menjalani satu periode penuh. Perpecahan sosial dan politik di dalam Iran akan semakin membesar. Militansi pekerja akan menjadi semakin besar dan mengekspresikan dirinya pertama melalui mogok-mogok ekonomi untuk upah dan kondisi kerja yang lebih baik, seperti yang sudah kita saksikan beberapa tahun belakangan ini, dan kemudian akan menjadi mogok-mogok dan demo-demo politik. Yang paling mendesak sekarang adalah untuk mengorganisir buruh dan memberikan gerakan ini sebuah program, kebijakan, dan panji yang jelas. Ini hanya bisa dilakukan di bawah bendera sosialisme.
Cukup alami kalau mahasiswa sekarang memainkan sebuah peran kunci pada tahapan revolusi ini. Ini serupa dengn situasi di Rusia tahun 1901-03, atau di Spanyol 1930-1931, sebelum jatuhnya monarki. Trotsky menulis saat itu:
“Ketika kaum borjuis secara sadar dan keras kepala menolak memberikan solusi untuk tugas-tugas yang mengalir dari krisis di dalam masyarakat borjuasi; ketika kaum proletar tampak masih belum siap untuk memberikan solusi untuk tugas-tugas itu, maka sering sekali panggung ini diambil oleh mahasiswa … aktivitas revolusioner atau semi-revolusioner dari mahasiswa berarti bahwa masyarakat borjuasi sedang melewati sebuah krisis yang dalam …
“Kaum buruh Spanyol menunjukkan sebuah insting revolusioner yang sepenuhnya tepat ketika mereka memberikan dukungan kepada demo-demo mahasiswa. Ini harus dilakukan di bawah bendera mereka sendiri dan di bawah kepemimpinan organisasi proletar mereka sendiri. Ini harus dijamin oleh komunisme Spanyol, dan untuk itu sebuah kebijakan yang tepat dibutuhkan.
“Jalan ini mensyaratkan dari kaum komunis sebuah perjuangan yang pasti, berani, dan penuh energi untuk slogan-slogan demokratis. Bila ini tidak dimengerti, maka ini akan menjadi kesalahan sektarianisme yang terbesar … Bila krisis revolusioner ditransformasikan menjadi sebuah revolusi, secara tak terelakkan ini akan melewati batas-batas borjuasi, dan bila kemenangan teraih, ini akan memindahkan kekuasaan ke tangan proletar.” (Trotsky, Problems of the Spanish Revolution, Mei 1930)
Kekuatan Marxis Iran masihlah kecil tetapi setiap hari mereka bertambah besar. Dengan mengkombinasikan secara trampil tuntutan-tuntutan demokratis dengan tuntutan-tuntutan transisional, menghubungkan perjuangan sehari-hari dengan ide revolusi sosialis, mereka akan meraih telinga kaum buruh dan muda yang lebih luas yang sedang mencari sebuah perubahan fundamental di dalam masyarakat. Masa depan Iran terletak di atas jalan revolusi, dan revolusi Iran ditakdirkan untuk mengguncang dunia.
London, 15 Juni, 2009
Diterjemahkan oleh Ted S. 17 Juni 2009.