Skip to content
Sosialis Revolusioner
Menu
  • Berita
  • Analisa
    • Gerakan Buruh
    • Agraria & Tani
    • Gerakan Perempuan
    • Gerakan Mahasiswa
    • Ekonomi
    • Politik
    • Pemilu
    • Hukum & Demokrasi
    • Imperialisme & Kebangsaan
    • Krisis Iklim
    • Lain-lain
  • Teori
    • Sosialisme
    • Materialisme Historis
    • Materialisme Dialektika
    • Ekonomi
    • Pembebasan Perempuan
    • Organisasi Revolusioner
    • Iptek, Seni, dan Budaya
    • Lenin & Trotsky
    • Marxisme vs Anarkisme
    • Sejarah
      • Revolusi Oktober
      • Uni Soviet
      • Revolusi Indonesia
      • Lain-lain
  • Internasional
    • Asia
    • Afrika
    • Amerika Latin
    • Amerika Utara
    • Eropa
    • Timur Tengah
  • Perspektif Revolusi
  • Program
  • Pendidikan
  • Bergabung
Menu

Kegilaan Imperialisme AS-Israel dalam memprovokasi perang dengan Iran

Dipublikasi 23 June 2025 | Oleh : Moses Kabelen

Pada dini hari Jumat, 13 Juni, Israel melancarkan serangan besar-besaran terhadap Iran termasuk menghantam beberapa fasilitas nuklirnya. Serangan ini menewaskan pejabat tinggi angkatan bersenjata Iran, termasuk kepala staf angkatan bersenjatanya, Mohamad Bagheri. Setelah sebelumnya telah mencoba memprovokasi perang dengan Iran, Netanyahu kini bertindak lebih nekat lagi. AS pun akhirnya ikut terlibat, setelah awalnya enggan menyetujui serangan Israel. Tindakan sembrono imperialisme Israel dan AS ini mengancam menjerumuskan seluruh Timur Tengah ke dalam perang besar-besaran.

Beberapa rudal Iran telah menembus pertahanan Israel. Pertahanan yang selama ini diandalkan Israel terkoyak oleh rudal-rudal Iran. Kapasitas militer Iran jelas bukan seperti Hamas atau Hizbullah. Rudal-rudal Iran telah menembus beberapa wilayah Israel termasuk Tel Aviv, Haifa dan Carmel. Puluhan rakyat sipil telah tewas dan ratusan lainnya luka-luka. Namun Netanyahu tidak pernah peduli dengan korban dari rakyat pekerja Israel. Justru korban-korban sipil yang berjatuhan ini digunakan sebagai propaganda untuk semakin memprovokasi perang.

Netanyahu mengatakan dia menginginkan perubahan rezim di Iran. Ini adalah langkah ambisius yang bahkan AS sendiri tidak yakin Netanyahu bisa melakukannya. Justru serangan Israel dan AS ke Iran akan mendorong rakyat Iran ke pangkuan kelas penguasa mereka. Alih-alih memperlemah rezim Iran, perang ini akan memperkuatnya.

Langkah Netanyahu ini mengingatkan kita pada kegilaan Zelensky yang terus mempertaruhkan segalanya sebagai proksi Barat melawan Rusia. Pada saat itu, AS di bawah Biden bahkan bermimpi menginginkan perubahan rezim di Moskow. Tetapi seperti yang kita lihat, perang Ukraina masih berlarut-larut sampai sekarang. Alih-alih kemenangan atas Rusia, mimpi ambisius ini justru berakhir dengan semakin menguatnya rejim Putin. NATO dihadapkan dengan kekalahan yang memalukan.

Menolak mengakui kekalahan ini, Zelensky terus melobi sekutu Barat untuk menyuplai senjata dan sumber daya. Tidak ingin tampak kalah, dia terus menipu diri dan orang lain untuk terus menjerumuskan Barat ke dalam perang. Seperti pepatah Tiongkok, “semakin tinggi seekor monyet memanjat, semakin ia memperlihatkan ekornya”. Bila ini benar bagi Zelensky, itu juga benar bagi Netanyahu.

Mustahil AS tidak mengetahui rencana serangan Israel ke Iran, meskipun Netanyahu kerap menyajikan keputusannya sebagai fait accompli. Dari sudut pandang umum, AS ingin menghindari perang yang tidak menguntungkannya. Perang regional di Timur Tengah dapat berdampak buruk pada ekonomi dunia serta AS sendiri yang sudah terancam kemerosotan ekonomi. Selain itu, AS memiliki banyak kepentingan ekonomi dan komersial, serta pangkalan militer di banyak negara di Timur Tengah yang rentan terhadap serangan.

Bahkan Joe Biden dan kelompok penghasut perangnya sebelumnya memahami hal ini dengan baik. Itulah mengapa Biden pada saat itu berdalih dan menghindari memberi lampu hijau kepada Netanyahu untuk menyerang Iran. Biden lebih suka menyerahkan bola panas ini kepada pemerintahan baru Donald Trump.

Sementara itu, Trump awalnya tidak sepenuhnya mendukung perang dengan Iran. Ia dipilih karena berjanji membawa AS keluar dari perang di Timur Tengah dan menentang keterlibatan Amerika dalam perang-perang di luar negeri. Sebagai seorang individu, ia jelas-jelas menghindari risiko, lebih suka membatasi diri pada kesepakatan yang menurutnya memiliki peluang besar untuk dimenangkan. Tetapi apa yang diinginkannya sebagai individu tidak serta merta dapat terwujud, karena administrasinya telah terbelah antara yang pro-perang dan anti-perang. Faksi pro-perang tampaknya berhasil mendorong Trump untuk terlibat langsung dalam perang ini. Judi Netanyahu untuk menyeret AS ke perang melawan Iran berhasil. Ini telah menyebabkan kekecewaan di antara selapisan pendukung Trump.

Mari kita ingat bahwa ia berjanji kepada para pendukungnya untuk mengakhiri keterlibatan Amerika di Ukraina dalam waktu 24 jam. Ia berjanji akan menarik AS keluar dari “perang abadi”. Tapi tujuan-tujuan ini belum tercapai dan justru sekarang AS terseret ke dalam perang dengan Iran.

Setelah terpaksa keluar dari Irak dan Afghanistan secara memalukan, AS tidak lagi memiliki pengaruh yang sama seperti sebelumnya. Kelemahan AS ini mendorong kekuatan sentrifugal di kawasan tersebut. Israel memahami kelemahan relatif imperialisme AS ini, dan merasa mereka tidak dapat sepenuhnya bersandar pada bahu AS. Itulah mengapa Israel bertindak lebih agresif mendorong kepentingannya sendiri di Timur Tengah, bahkan bila ini bertentangan dengan kepentingan langsung AS.

Selain itu, kredibilitas Netanyahu telah tergerus di mata publik oleh skandal-skandal korupsinya. Ada ketidakpercayaan terhadap rezimnya. Dia terancam mendekam di penjara bila dia turun dari jabatan. Jelas ini bukan prospek karier yang diinginkan Netanyahu. Untuk terus berkuasa Netanyahu membutuhkan musuh-musuh baru dan perang-perang baru.

Untuk meraih dukungan publik, Netanyahu terus menyebar demagogi kepada rakyatnya bahwa Iran merupakan ancaman eksternal serius terhadap keamanan Israel. Demagogi ini memiliki sebab yang jelas. Dengan begitu dia mengalihkan perhatian massa dari masalah kehidupan mereka sehari-hari ke musuh asing. Inilah alasan mengapa kelas penguasa selalu menebarkan racun nasionalisme dan sauvinisme kepada kelas pekerja untuk membenarkan perang.

Selapisan kecil rakyat Israel semakin memahami ambisi Netanyahu ini. Sebelum serangan terhadap Iran, di salah satu demonstrasi anti perang di Tel Aviv pada 10 Mei, sejumlah demonstran mulai mengatakan: “musuh sebenarnya Israel bukanlah Hamas, tetapi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.” Walaupun sentimen semacam ini masih terbatas, ini merupakan perkembangan kesadaran yang sangat positif. Pada akhirnya, hanya rakyat pekerja Israel yang dengan metode perjuangan kelas yang bisa menghantarkan pukulan fatal bagi imperialisme Israel. Kita masih jauh dari perspektif ini, terutama di tengah atmosfer perang dan nasionalisme yang mencengkeram rakyat dengan begitu kuatnya. Rakyat pekerja Israel harus memahami bahwa musuh mereka bukan rakyat pekerja bangsa lain, melainkan kelas penguasa mereka sendiri. Hanya dengan menggulingkan kelas penguasa mereka sendiri, maka mereka akan memperoleh perdamaian dan keamanan yang sejati.

Konflik ini akan membawa efek menghancurkan pada perekonomian dunia. Selat Hormus, jalur laut vital yang menghubungkan perdagangan minyak dan gas dunia, akan terancam. Harga energi telah melambung tinggi dan mencapai $80 per barel sehari setelah serangan bom AS ke Iran. Dan siapa yang akan membayar semua ini? Tentu saja bukan kelas penguasa yang berada di singgasana yang mengobarkan perang, melainkan kelas pekerja di seluruh dunia yang menjadi korban perang ini. Kelas pekerja akan membayar perang ini melalui tagihan biaya hidup yang membumbung makin tinggi.

Meskipun kami menolak serangan Israel ke Iran, bukan berarti kami mendukung rezim Iran yang reaksioner itu. Kami kaum revolusioner menolak perang imperialis dan menyerukan perang kelas. Meskipun Netanyahu kejam dan biadab, rejim Zionis tidak bisa diakhiri dengan memberikan dukungan kepada Iran. Tugas menggulingkan Netanyahu adalah tugas kelas pekerja Israel. Begitu pula tugas menggulingkan rezim di Iran bukan tugas Netanyahu, melainkan tugas kelas pekerja Iran itu sendiri. Pada akhirnya tugas mengakhiri perang terletak pada keberhasilan revolusi sosialis di kawasan Timur Tengah dan dunia. Hanya dengan federasi sosialis Timur Tengah dan dunia, maka kita dapat mengakhiri perang.

Sudah ada banyak bahan mudah terbakar untuk revolusi di banyak negara. Kelas penguasa AS dan Uni Eropa telah terdiskreditkan di mata banyak anak muda dan buruh karena dukungannya terhadap Israel dalam membantai rakyat Palestina. Demonstrasi demi demonstrasi telah kita saksikan di Uni Eropa dan AS setelah serangan Israel ke Palestina. Perang-perang ini menempatkan kelas penguasa di seluruh dunia pada situasi yang sangat riskan. Mereka sedang duduk di atas bom waktu ketidakpuasan massa. Perang dengan Iran akan semakin memperluas ketidakpuasan ini.

Kapitalisme dalam krisis hanya bisa menghasilkan perang demi perang. Satu-satunya cara untuk menghentikan perang adalah dengan membangun organisasi revolusioner yang dapat menumbangkan kapitalisme. Tidak ada jalan lain.

Ingin menghancurkan kapitalisme ?
Teorganisirlah sekarang !


    Dokumen Perspektif

    srilanka
    Manifesto Sosialis Revolusioner
    myanmar protest
    Perspektif Revolusi Indonesia: Tugas-tugas kita ke depan

    ©2025 Sosialis Revolusioner | Design: Newspaperly WordPress Theme