Orang-orang terkaya adalah pendorong terbesar perubahan iklim. Itulah pesan yang disampaikan oleh Oxfam dalam laporannya yang berjudul “Miliarder Karbon: Emisi investasi orang-orang terkaya di dunia”. Laporan tersebut menjelaskan, emisi karbon dari 125 miliarder terkaya di dunia sejuta kali lebih tinggi daripada 90 persen populasi di planet ini. Orang-orang kaya ini mengeluarkan karbon 50-70% dari emisi yang dihasilkan dari investasi mereka dalam industri pencemar.
Laporan yang sama juga menyebutkan bahwa investasi para kapitalis migas ini menghasilkan keuntungan dua kali lipat dari tahun lalu karena Perang Ukraina. Dari 2021-2022 ExxonMobil mengantongi profit dari $23 miliar menjadi $59,1 miliar; Shell meningkat dari $19,3 miliar menjadi $39,3 miliar; Chevron meningkat dari $15,6 miliar menjadi $36,5 miliar; TotalEnergies meningkat dari $18,1 miliar menjadi $36,2 miliar; dan BP meningkat dari $12,8 miliar menjadi $27,27 miliar. Mereka masuk dalam kelompok Standard & Poor yang terdiri dari 500 perusahaan. Para miliarder ini memiliki saham di banyak perusahaan terbesar dan terkuat di dunia. Orang-orang super kaya ini memiliki saham kolektif senilai USD 2,4 triliun di 183 perusahaan. Mereka memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kebijakan dari perusahaan-perusahaan tersebut.
Laporan Oxfam lainnya di 2020 juga menilai konsumsi emisi dari berbagai kelompok pendapatan antara tahun 1990 dan 2015, dimana dalam kurun waktu selama 25 tahun tersebut umat manusia telah menggandakan jumlah karbon dioksida di atmosfer kita. Laporan itu juga menyebutkan 10 persen orang terkaya di dunia menyumbang lebih dari setengah (52%) emisi yang ditambahkan ke atmosfer antara tahun 1990-2015.
Orang-orang terkaya ini lah yang sebenarnya menghabiskan sepertiga dari anggaran karbon global kita. Merekalah yang memperburuk krisis iklim, namun mayoritas kelas pekerja dan kaum muda yang harus menanggung akibatnya. Mustahil berbicara mengakhiri perubahan iklim tanpa menghilangkan kelas kapitalis ini.
Selama bertahun-tahun kita diberitahu bahwa setiap individu bertanggungjawab terhadap krisis iklim. Media yang ada tidak kalah dalam mendengungkan narasi ini, seakan-akan solusi masalah iklim semuanya tergantung pada tindakan individu kita semua. Imbauan-imbauan seperti hindari plastik sekali pakai, jalan kaki, bersepeda, dsb. terdengar hampa ketika orang-orang kaya ini terus memperburuk krisis iklim.
Haruskah kita percaya bahwa pemanasan global dan perubahan iklim disebabkan oleh individu? Data-data menunjukkan dengan jelas perusahaan-perusahaan besar telah berkontribusi besar dalam perubahan iklim. Perusahaan-perusahaan minyak terbesar di dunia sembari membungkus dirinya peduli dengan perubahan iklim kenyataannya terus memblokir kebijakan iklim. Lima perusahaan minyak dan gas terbesar yang terdaftar di pasar saham menghabiskan hampir $200 juta setahun untuk menghalang-halangi kebijakan mengatasi perubahan iklim.
Tidak hanya itu saja, mereka juga mendanai politisi di dalam pemerintahan untuk mendorong agenda-agenda anti iklim mereka. Sebagai contoh pada pemilu sela AS pada 2022 kemarin, perusahaan-perusahaan migas terbesar ini mendanai anggota DPR. Dari 10 anggota DPR yang menerima sumbangan paling banyak, 8 di antaranya adalah dari Partai Republikan. Ketua DPR Kevin McCarthy dari Partai Republikan menerima sumbangan terbesar, dengan jumlah $616.563. Dukungan perusahaan minyak kepada anggota legislatif memiliki pengaruh nyata. Mereka memilih calon-calon mereka sendiri dan mengharapkan peraturan yang menguntungkan mereka. Tidak heran bila di wilayah Texas dan New Mexico perusahaan ini membeli banyak politisi karena di wilayah tersebut mereka sedang melakukan ekspansi bisnisnya.
Politisi, pemerintahan, dan negaranya tidaklah netral. Negara pada akhirnya milik kelas kapitalis. Dalam kata-kata Marx, “Badan eksekutif negara modern hanyalah merupakan sebuah komite untuk mengatur urusan-urusan bersama dari seluruh borjuasi”
Begitu pula dengan para bankir. Mereka memberikan pinjaman kepada perusahaan-perusahaan perusak lingkungan. Menurut Dataset Forests & Finance, bank dan investor mengucurkan kredit sebesar $ 37,7 miliar kepada perusahaan perusak lingkungan selama 2026-2021. Perusahaan-perusahaan besar dunia ini mengeksploitasi planet atas nama profit, mulai dari hutan Amazon hingga pencemaran air di Papua yang tentunya mempertajam konflik dengan masyarakat adat.
Apa kesimpulan dari laporan Oxfam ini? Mereka berkesimpulan bahwa pemerintah perlu menaikkan pajak bagi orang kaya, memperketat peraturan mengenai industri dan investasi, serta memberikan transparansi yang lebih besar melalui pelaporan emisi berbasis pendapatan.
Oxfam mempermasalahkan bahwa jumlah emisi dari orang terkaya mengungkapkan ketimpangan pendapatan. Jadi, menurut mereka, bila pemerintah menerapkan pajak bagi orang terkaya maka ini dapat mendistribusikan kekayaan dan pada akhirnya mengurangi emisi serta membendung bencana iklim.
Tapi masalahnya adalah kapitalisme itu sendiri. Kapitalisme menempatkan profit di atas segalanya. Bahan bakar fosil masih menjadi pilihan murah dan menguntungkan daripada berinvestasi pada bahan bakar yang ramah lingkungan. Walaupun sudah ada transisi ke energi hijau, tetapi transisi ini terlalu lambat untuk bisa menghentikan laju perubahan iklim. Mekanisme pasar kapitalis terlalu anarkis dan tidak efisien untuk bisa membawa perubahan fundamental dalam industri energi.
Untuk memastikan agar pertumbuhan ekonomi di negeri-negeri berkembang ada di jalur hijau, dibutuhkan investasi 2,8 triliun dolar setiap tahunnya untuk membiayai proyek-proyek hijau tersebut. Setidaknya 1 triliun investasi ini harus datang dari negeri-negeri maju karena negeri berkembang tidak memiliki sumber daya yang memadai. Tetapi pada pertemuan “climate finance” di Paris pada Juni kemarin, negeri-negeri kaya hanya memberikan janji investasi sebesar 100 miliar dolar, yakni hanya secuil dari yang dibutuhkan. Masyarakat kita sesungguhnya memiliki sumber daya yang lebih dari cukup untuk melawan perubahan iklim, tetapi ini ada di tangan kapitalis yang jelas enggan membuka dompet mereka. Memohon pada mereka adalah usaha yang sia-sia.
Sekarang, bumi sedang dan akan dihancurkan oleh kapitalisme. Alih fungsi lahan dan penggunaan bahan bakar fosil mengakibatkan kekeringan, gagal panen dan peningkatan cuaca ekstrem. Mustahil menyelesaikan masalah iklim dalam batas-batas kapitalisme. Semua politisi, pemerintahan dan negara jelas tidak dapat diandalkan dalam menyelesaikan masalah ini karena mereka adalah mesin administrasi kapitalisme.
Oleh karena itu kita tidak mungkin dapat memiliki kapitalisme yang hijau. Mencapai nol emisi jelas membutuhkan perubahan radikal dan berani. Itu hanya bisa dilakukan dengan menggulingkan kapitalisme dan menggantinya dengan ekonomi terencana sosialis. Di bawah sistem sosial yang berbeda, teknologi yang ada dapat digunakan secara rasional demi kebutuhan umat manusia, bukan untuk meraih keuntungan segelintir kapitalis. Seluruh sumber daya dunia dapat dikelola secara rasional, di mana semua bangsa akan bekerja sama untuk sungguh-sungguh melawan perubahan iklim. Hanya ekonomi terencana sosialis yang dapat mewujudkan peralihan radikal besar-besaran ke arah bumi sehat. Tanpanya yang ada hanya kehancuran bumi dan kiamat!