Yang sedang kita lihat terbuka di hadapan kita adalah tahap-tahap awal dari revolusi sosialis dunia. Proses umum yang sama akan bergulir, kendali dengan ritme berbeda, di seluruh muka bumi. Akan ada pasang naik dan turun, kekalahan-kekalahan dan juga kemenangan-kemenangan, kekecewaan-kekecewaan dan juga keberhasilan-keberhasilan. Kita harus siap menghadapi ini. Namun tendensi umumnya adalah percepatan perjuangan kelas yang lebih besar dalam skala dunia.
Gerakan massa yang hebat di Tunisia dan Mesir hanyalah permulaan. Perkembangan revolusioner ada di agenda dan tidak ada satu negeripun yang dapat menganggap dirinya kebal dari proses umum ini. Revolusi-revolusi di dunia Arab adalah sebuah manifestasi dari krisis kapitalisme di skala dunia. Peristiwa-peristiwa di Tunisia dan Mesir menunjukkan kepada negara-negara kapitalism maju masa depan mereka layaknya sebuah cermin.
Tunisia
Tunisia sebelumnya tampaknya adalah negara Arab yang paling stabil. Ekonominya maju pesat dan investor-investor asing meraih laba-laba gemuk. Presiden Zine al-Abidine Ben Ali berkuasa dengan tangan besi. Semua tampak baik di antara yang terbaik dari seluruh dunia kapitalis.
Para komentator borjuis melihat hanya di permukaan dan tidak melihat proses-proses yang sedang terjadi di kedalaman masyarakat. Oleh karenanya mereka buta akan proses-proses yang sedang berlangsung di Afrika Utara. Mereka menyangkal kemungkinan sebuah revolusi di Tunisia. Sekarang semua ahli strategi, ekonom, akademik, dan “ahli-ahli” borjuis mempertontonkan ke publik kebingungan mereka.
Negeri ini meledak setelah pembakaran-diri oleh seorang penganggur muda Mohamed Bouazizi. Hegel mengatakan bahwa keniscayaan mengekspresikan dirinya melalui kebetulan. Ini bukanlah satu-satunya kasus bunuh diri oleh penganggur muda yang putus asa di Tunisia. Tetapi kali ini bunuh diri ini menghasilkan efek yang tak terduga. Massa turun ke jalan dan memulai sebuah Revolusi.
Reaksi awal dari rejim ini adalah untuk menghancurkan pemberontakan ini dengan kekerasan. Ketika ini tidak berhasil, mereka memberikan konsensi-konsensi, yang hanya menyiram bensin ke api. Represi brutal oleh polisi tidak menghentikan masas. Rejim Tunisia tidak menggunakan tentara karena mereka tidak dapat menggunakannya. Satu benturan berdarah dan angkatan bersenjata dapat hancur berkeping-keping.
Kelas buruh Tunisia meluncurkan sebuah gelombang pemogokan-pemogokan regional, yang berakhir pada sebuah pemogokan nasional. Pada saat itulah Ben Ali harus lari ke Arab Saudi. Ini adalah kemenangan pertaman dari Revolusi Arab. Ini mengubah segalanya.
Ketika Ben Ali kabur, ada kekosongan kekuasaan yang harus diisi oleh komite-komite revolusioner. Mereka mengambil kekuasaan di level lokal dan di beberapa tempat di level regional. Di Redeyef, di daerah pertambangan phospate di Gafsa, tidak ada kekuasaan selain kekuasaan serikat-serikat buruh. Pos polisi dibakar, hakim kabur, dan gedung kota diambil alih oleh serikat buruh lokal yang membuatnya menjadi markas mereka. Pertemuan-pertemuan massa diselenggarakan di lapangan utama dan dipimpin oleh pemimpin-pemimpin serikat buruh secara reguler. Mereka telah membentuk komite-komite untuk menalangi masalah transport, ketertiban publik, pelayanan-pelayangan umum, dll.
Massa tidak puas atau menjadi tenang setelah meraih kemenangan awal mereka. Mereka telah turun ke jalan dalam jumlah besar melawan semua usaha untuk membentuk kembali orde lama di bawah nama lain. Semua partai-partai lama telah terdiskreditkan sepenuhnya. Ketika Gannouchi mencoba untuk menunjuk gubernur-gubernur baru di daerah-daerah, rakyat menolak mereka. Ratusan ribu berdemo dan mereka terpaksa disingkirkan.
Di Tunisia, lava revolusi belumlah mendingin. Kaum buruh masih menuntut penyitaan kekayaan keluarga Ben Ali. Karena mereka mengontrol sebagian besar ekonomi Tunisia, ini adalah tantangan langsung terhadap kekuasaan kelas kapitalis di Tunisia. Penyitaan properti klik Ben Ali adalah sebuah tuntutan sosialis.
Para buruh Tunisia telah menendang keluar bos-bos yang tidak popular. Sayap kiri dari gerakan 14 Januari telah menyerukan diselenggarakannya sebuah majelis nasional komite-komite revolusioner. Ini adalah satu tuntutan yang tepat, tetapi sampai sekarang belum ada langkah-langkah kongkrit untuk mengimplementasikannya. Kendati ketiadaan kepemimpinan, Revolusi ini terus maju dengan langkah-langkah besar, menjatuhkan Gannouchi dan membawa gerakan ini ke tingkat yang baru. Slogan kita haruslah: thawra hatta’l nasr! – Revolusi hingga kemenangan!
Revolusi Mesir
Tunisia membuka revolusi Araba, tetapi ia adalah sebuah negeri kecil di pinggiran Maghreb. Mesir, di pihak lain, adalah sebuah negara besar dengan 82 juta penduduk, dan ia berdiri di jantung dunia Arab. Kelas proletarnya yang berjumlah besar dan militan telah menunjukkan semangat revolusioner mereka berulang kali. Revolusi Mesir tak diragukan lagi merefleksikan pengaruh Tunisia, tetapi ia juga berdasarkan faktor-faktor lain: tingginya tingkat pengangguran, taraf hidup yang menurut, dan kebencian pada pemerintah korup dan represif.
Tunisia bertindak sebagai sebuah pemercik. Tetapi sebuah pemercik hanya dapat berfungsi ketika semua kondisi-kondisi yang dibutuhkan ada. Revolusi Tunisia menunjukkan apa yang mungkin. Tetapi akan sepenuhnya keliru untuk berasumsi bahwa ini adalah penyebab satu-satunya, atau bahkan penyebab utama. Kondisi-kondisi untuk sebuah ledakan revolusioner sudahlah matang di seluruh negara ini. Yang dibutuhkan hanyalah sebuah percikan untuk memercikan tong mesiu ini. Tunisia menyediakan percikan tersebut.
Gerakan di Mesir menunjukkan kepahlawanan yang mengagumkan dari massa rakyat. Pihak keamanan tidak dapat menggunakan peluru untuk menghadapi demo-demo di Lapangan Tahrir karena takut skenario Tunisia akan terulang. Rejim ini berpikir bahwa cukup, seperti di masa lalu, meremukkan beberapa kepala. Tetapi ini tidak cukup. Suasana hati rakyat telah berubah. Kuantitas telah berubah menjadi kualitas. Ketakutan yang lama telah menghilang. Kali ini bukan rakyat yang lari, tetapi justru polisi yang lari.
Ini langsung menyebabkan pendudukan Lapangan Tahrir. Rejim mengirim tentara, tetapi para tentara berfraternisasi dengan massa. Tentara Mesir terdiri dari wajib militer. Petinggi-petinggi militer, para jendral, adalah korup. Mereka adalah bagian dari rejim, tetapi anggota bawahan direkrut dari antara buruh dan petani miskin. Dan perwira rendah dan menengah adalah dari kelas menengah dan dapat terpengaruh oleh tekanan massa.
Partai-partai oposisi menuntut reforma-reforma, termasuk pembubaran parlemen yang terpilih pada bulan Desember setelah pemilu yang curang, penyelenggaraan pemilu yang baru, dan pernyataan dari Mubarak bahwa dia dan anaknya tidak akan iktu pemilihan presiden yang dijadwalkan bulan September. Tetapi pada kenyataannya, kepemimpinan ini tertinggal jauh di belakang massa. Gerakan ini telah jauh melewati tuntutan-tuntutan tersebut. Rakyat revolusioner tidak akan menerima apapun yang kurang dari penyingkiran Mubarak dengan segera dan pembubaran rejimnya dengan sepenuhnya.
Dimulai dari tuntutan-tuntutan dasar seperti pengakhiran hukum-hukum darurat, pemecatan menteri interiornya, dan upah minimum yang lebih tinggi, para demonstran yang menjadi lebih berani karena jumlah besar mereka kemudian menaikkan slogan mereka ke level yang lebih revolusioner: “Jatuhkan Mubarak!” “Rakyat menuntut jatuhnya rejim ini!’ atau sederhana saja “Pergi!” Dengan cara seperti ini, kesadaran revolusioner rakyat meningkat dengan loncatan-loncatan.
Negara dan revolusi
Sia-sia mencoba menjelaskan peristiwa-peristiwa di Mesir dan Tunisia tanpa peran utama rakyat, yang merupakan kekuatan penggerak peristiwa dari awal hingga akhir. Para”ahli” borjuis dan borjuis kecil sekarang mencoba meremehkan pentingnya aksi massa. Mereka hanya melihat apa yang terjadi di atas. Bagi mereka ini hanyalah masalah “kudeta”, masalah “militer mentransfer kekuasaan ke diri mereka sendiri”. Para sejarawan borjuis yang sama meyakinkan kita bahwa Revolusi Bolshevik pada tahun 1917 “hanyalah sebuah kudeta”. Mereka tidak mampu menatap langsung sejarah, tetapi justru terpesona oleh bokong sejarah.
Analisa “mendalam” mereka adalah dangkal secara harafiah. Bagi kaum filsuf borjuis secara umum, segalanya hanya eksis di dalam manifestasi permukaan saja. Ini seperti mencoba memahami gelombang laut tanpa memperdulikan belajar mengenai aliran laut bawah. Bahkan setelah massa telah turun ke jalan-jalan Kairo, Hillary Clinton bersikeras bahwa Mesir masih stabil. Kesimpulannya didasarkan pada kenyataan bahwa Negara dan aparatus penindasnya masih utuh. Tetapi hanya dalam waktu dua minggu semua ini luluh lantak.
Keberadaan sebuah aparatus represi Negara yang kuat bukanlah jaminan melawan revolusi, dan justru bisa menjadi kebalikannya. Di dalam sebuah demokrasi borjuis, kelas penguasa memiliki beberapa katup pengaman yang dapat memberikannya peringatan ketika situasi mulai tidak terkendali. Tetapi di dalam sebuih rejim diktatorial atau totaliter, tidak ada kesempatan bagi rakyat untuk menyuarakan perasaan mereka melalui sistem politik. Oleh karenanya pemberontakan dapat terjadi tiba-tiba, tanpa peringatan dan segera mengambil bentuk yang ekstrim.
Angkatan bersenjata merupakan basis utama dari rejim Mesir. Tetapi seperti angkatan bersenjata manapun, ia merefleksikan masyarakat dan di bawah tekanan massa. Di atas kertas, angkatan bersenjata adalah kekuatan yang ampuh. Tetapi angkatan bersenjata terdiri dari mannusia, dan ada di bawah tekanan yang sama seperti strata atau institusi sosial lainnya. Di momen penentuan, baik Mubarak maupun Ben Ali tidak dapat menggunakan tentare melawan rakyat.
Tentara-tentara di banyak negara-negara Arab tidaklah sama dengan tentara-tentara dunia kapitalis maju. Pada analisa terakhir, mereka juga tentara kapitalis, badan orang-orang bersenjata untuk mempertahankan kepemilikan pribadi, tetapi pada saat yang sama mereka juga adalah produk dari revolusi kolonial. Tentu saja para jendralnya adalah korup dan reaksioner/ Tetapi tentara-tentara bawahan wajib militer ditarik dari buruh dan tani. Kasta perwira rendah dan menengah merefleksikan tekanan massa, seperti yang ditunjukkan oleh kudeta Nasser pada tahun 1952.
Revolusi menyebabkan krisis di dalam Negara. Ketegangan-ketegangan tumbuh di antara tentara dan polisi, dan di antara polisi dan demonstran. Tentara jelas tergoncang oleh peristiwa-peristiwa dan menunjukkan tanda-tanda retak di bawah tekanan massa. Ada kasus-kasus dimana tentara meletakkan senjata mereka dan bergabung dengan para demonstran di Lapangan Tahrir. Di bawah situasi seperti ini tentara tidak dapat digunakan melawan rakyat revolusioner.
Peran Proletariat
Selama dua minggu pertama, kekuasaan ada di jalanan. Tetapi setelah memenangkan kekuasaan di jalanan, para pemimpin gerakan tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan kekuasaan ini. Gagasan bahwa yang hanya perlu dilakukan adalah mengumpulkan banyak orang di Lapangan Tahrir merupakan gagasan yang sangat keliru. Pertama, ini tidak mempertimbangkan masalah kekuasaan Negara. Namun inilah masalah utama yang menentukan semua masalah lainnya. Kedua, ini adalah strategi yang pasif, sedangkan yang dibutuhkan adalah sebuah strategi aktif dan ofensif.
Di Tunisia, demonstrasi-demonstrasi massa memaksa Ben Ali untuk eksil dan menumbangkan partai berkuasa. Ini meyakinkan banyak rakyat Mesir bahwa rejim mereka akan sama rapuhnya. Masalahnya Mubarak menolak untuk pergi. Kendali semua usaha dan keberanian besar dari para demonstran, demonstrasi-demonstrasi ini gagal menumbangkan Mubarak. Demonstrasi-demonstrasi massa adalah penting karena mereka adalah cara untuk membawa massa yang sebelumnya pasif untuk berdiri di atas kaki mereka sendiri, memberikan mereka perasaan kekuataan mereka sendiri. Tetapi gerakan ini tidak akan berhasil bila tidak dibawa ke level yang baru dan lebih tinggi. Ini hanya dapat dilakukan oleh kelas pekerja.
Kebangkitan proletariat diekspresikan oleh gelombang pemogokan dan protes di tahun-tahun belakangan. Ini adalah salah satu faktor utama yang mempersiapkan Revolusi. Ini juga adalah kunci dari keberhasilannya. Masuknya proletariat Mesir ke panggung sejarah menandai titik balik di dalam nasib Revolusi. Inilah yang menyelamatkan Revolusi dan mengakibatkan tumbangnya Mubarak. Dari satu kota ke kota lain buruh Mesir mengorganisir pemogokan-pemogokan dan okupasi-okupasi pabrik. Mereka menendang keluar manajer-manajer yang mereka benci dan para pemimpin serikat buruh yang korup/
Revolusi lalu bergerak ke level yang lebih tinggi. Revolusi ini berubah dari sebuah demonstrasi menjadi sebuah insureksi nasional. Apa kesimpulan yang harus diambil dari ini? Hanya ini: bahwa perjuangan untuk demokrasi bisa dimenangkan hanya bila ini dipimpin oleh kelas proletariat: jutaan buruh yang menghasilkan kekayaan masyarakat, yang tanpa ijinnya tidak akan ada satupun bolam lampu yang menyala, tidak akan ada telpon yang berdering, dan tidak akan ada roda yang berputar.
Bangkitnya Kembali Bangsa Mesir
Marxisme tidak punya kesamaan dengan determinisme ekonomi. Pengangguran massal dan kemiskinan adalah isu eksplosif. Tetapi ada hal yang lain di dalam persamaan revolusioner: sesuatu yang lebih sukar dilihat secara langsung, yang tidak dapat dihitung tetapi tidak kurang efektifnya dibandingkan dengan kemiskinan sebagai penyebab keresahan. Ini adalah perasaan malu di hati dan pikiran dari rakyat Mesir yang terhormat dan bersejarah yang didominasi oleh imperialisme selama bergenerasi.
Ada perasaan malu yang sama yang dirasakan oleh semua rakyat Arab, diperbudak dan ditindas oleh imperialisme selama lebih dari 100 tahun, tersubordinasi oleh dikte dari, pertama negara Eropa, lalu sekarang perusahaan-perusahaan besar multinasional. Perasaan ini dapat menemukan sebuah ekspresi buruk di bawah kedok islam fundamentalisme yang menolak semua yang berbau barat sebagai sesuatu yang jahat. Namun bangkitnya Islamisme tahun-tahun belakangan ini hanyalah ekspresi dari kegagalan Kiri untuk menawarkan alternatif sosialisme sejati pada masalah-masalah mendesak rakyat Arab.
Pada tahun 1950an dan 60an, mimpi Sosialisme Arab dan Pan-Arabisme dari Gamal Abdel Nasser membangunkan harapan massa Arab dimana-mana. Mesir menjadi sumber harapan bagi rakyat Arab yang tertindas. Tetapi Nasser tidak menjalankan programnya sampai ke kesimpulan logisnya dan di bawah Anwar Sadat program ini dibalikkan. Mesir menjadi pion di dalam politik Amerika. Dalam tiga dekade kekuasaan Mubarak, tendensi-tendensi ini berlipat ribuan kali. Mubarak adalah konco AS dan Israel yang tanpa malu mengkhianati perjuangan rakyat Palestina.
Dalam tiga atau empat dekade terakhir, psikologi Arab diwarnai oleh kekecewaan, kekalahan, dan penghinaan. Tetapi sekarang roda telah berputar 180 derajat dan semuanya sedang berubah. Gagasan revolusi sekarang memiliki sebuah arti yang konkrit di dunia Arab. Revolusi ini merasuki pikiran jutaan orang dan sekarang sedang menjadi sebuah kekuatan yang materiil. Gagasan-gagasan yang sebelumnya hanya dipahami oleh segelintir orang saja sekarang telah meyakinkan dan memobilisasi jutaan orang.
Revolusi adalah alat penguji yang hebat. Revolusi menguji semua tendensi. Dalam sekejap gagasan-gagasan terorisme individual atau Islam fundamentalisme telah tersapu oleh badai revolusi. Revolusi ini telah membangkitkan kembali gagasan-gagasan yang telah setengah terlupakan. Revolusi ini menjanjikan kembalinya tradisi sosialisme dan nasionalisme Pan-Arab yang lama, yang belum pernah sepenuhnya hilang dari kesadaran massa. Bukanlah sebuah kebetulan kalau lagu-lagu perjuangan dari jaman dulu sekarang dinyanyikan kembali. Foto-foto Nasser telah bermunculan di demo-demo.
Kita sedang menyaksikan kebangkitan kembali (renaissance) Arab yang baru. Sebuah kesadaran bari sedang ditempa di tungku panas perjuangan. Tuntutan-tuntutan demokratik adalah fundamental bagi rakyat di bawah situasi seperti ini. Rakyat yang telah lama diperbudak akhirnya menyingkirkan mentalitas pasif dan fatalistik lamanya dan berdiri tegak.
Kita bisa melihat proses yang sama di setiap pemogokan, karena sebuah pemogokan adalah seperti revolusi miniatur, dan sebuah Revolusi adalah seperti pemogokan dari seluruh masyarakat melawan penindasnya. Segera setelah mereka menjadi aktif, laki-laki dan perempuan semua menemukan kembali harga diri mereka. Mereka mulai mengambil nasib mereka ke tangan mereka sendiri dan menuntut hak-hak mereka: kami menuntut diperlakukan dengan rasa hormat. Ini adalah esensi dari setiap Revolusi sejati.
Revolusi ini sedang menaikkan kesadaran ke tingkat yang lebih tinggi. Revolusi ini menghancurkan pijakan kaum reaksioner yang telah membingungkan rakyat dengan asap beracun religi fundamentalisme. Kendati propaganda dusta dari kaum imperialis, kaum Islamis memainkan peran kecil atau sama sekali tidak di dalam Revolusi di Tunisia dan Mesir. Revolusi ini membenci sektarianisme. Revolusi ini menghancurkan semua tembok pemisah dan menyatukan laki-laki dan perempuan, yang muda dan yang muda, Muslim dan Kristen.
Gerakan revolusioner menghancurkan perbedaan agama. Ia menghancurkan perbedaan jenis kelamin. Revolusi membawa kaum perempuan Arab ke jalan-jalan untuk berjuang bersama kaum laki-laki. Revolusi menghancurkan semua perbedaan nasional, etnik, dan bahasa. Revolusi membela minoritas-minoritas yang tertindas. Revolusi ini manyatukan semua kekuatan-kekuatan hidup dari bangsa Arab dan menyatukan mereka dalam perjuangan bersama. Revolusi ini memungkinkan rakyat revolusioner untuk berdiri tegak, untuk mendapatkan kembali harga diri mereka dan untuk bersorak sorai dalam kebebasan mereka. Laki-laki dan perempuan bisa menegakkan kepala mereka dan mengatakan dengan bangga: “Kami bukan lagi budak”.
Batasan-batasan kespontanitasan.
Revolusi di Tunisia dan Mesir datang dari bawah. Revolusi ini tidak diorganisir oleh partai-partai politik atau pemimpin-pemimpin yang sudah ada. Mereka semua tertinggal jauh di belakang gerakan yang tidak mereka prediksikan dan oleh karenanya mereka sama sekali tidak siap. Bila ada satu pelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman Revolusi Mesir, ini adalah: kekuatanmu sendiri, solidaritasmu sendiri, keberanianmu sendiri, organisasimu sendiri.
Ketika kita melihat Mesir, perbandingan sejarah yang segera muncul di pikiran kita adalah Barcelona tahun 1936. Tanpa partai, tanpa kepemimpinan, tanpa program, tanpa rencana, kaum buruh berduyun-duyun ke barak-barak dengan keberanian besar dan menghancurkan kaum fasis. Mereka menyelamatkan situasi dan dapat merebut kekuasaan. Namun pertanyaannya adalah persis: mengapa mereka tidak merebut kekuasaan? Jawabannya adalah karena ketiadaan kepemimpinan. Lebih tepatnya, mereka dikecewakan oleh para pemimpin anarkis dari CNT (Konfederasi Serikat Buruh Nasional) yang mereka percaya. Siapapun yang punya ilusi mengenai anarkisme lebih baik belajar sejarah Revolusi Spanyol!
Sekilas pandang, gerakan di Tunisia dan Mesir tampak seperti sebuah revolusi spontan tanpa organisasi atau kepemimpinan. Tetapi definisi ini tidaklah tepat. Gerakan ini hanya setengah spontan. Gerakan ini dipimpin oleh sejumlah kelompok dan individu tertentu. Gerakan ini memiliki pemimpin-pemimpin yang mengambil inisiatif, mengedepankan slogan-slogan, menyerukan demo-demo dan pemogokan-pemogokan.
Banyak penekanan yang diberikan pada peran jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter di Tunisia, Mesir, dan sebelumnya di Iran. Tidak diragukan kalau teknologi baru memainkan peran dan sangatlah berguna untuk kaum revolusioner dan membuat negara-negara seperti Mesir mustahil untuk memegang monopoli informasi seperti dulu. Namun mereka yang membesar-besarkan hanya sisi teknologi sedang mendistorsikan esensi sejati dari Revolusi, yakni peran massa dan kelas buruh secara spesifik. Ini karena mereka ingin menggambarkan Revolusi ini hanya sebagai masalah kelas menengah, yang dipimpin secara eksklusif oleh kaum intelektual dan peminat Internet. Ini benar-benar keliru.
Pertama-tama, hanya sejumlah kecil populasi yang punya akses ke internet. Kedua, rejim memblokir Internet dan layanan telpon genggam. Ini tidak menghentikan gerakan barang satu menit pun. Tanpa Internet dan telpon genggam, massa mengorganisir demonstrasi-demonstrasi dengan menggunakan teknologi yang sangat tua, yakni lewat mulut manusia. Teknologi yang sama ini juga digunakan untuk mengobarkan Revolusi Prancis dan Revolusi Rusia, yang dulu tidak punya akses ke Facebook dan Twitter tetapi tetap bisa berhasil dengan sangat baik. Peran yang bahkan lebih besar daripada Facebook dimainkan oleh Al Jazeera. Jutaan orang dapat menyaksikan peristiwa-peristiwa secara langsung, setiap hari, setiap jam.
Seperti yang telah kita lihat, tidaklah benar mengatakan bahwa Revolusi Mesir tidak memiliki pemimpin-pemimpin. Ada semacam kepemimpinan semenjak awal. Ini terdiri dari koalisi lepas dari lebih dari selusin partai-partai kecil dan kelompok-kelompok aktivis. Merekalah yang mengisukan seruan Facebook untuk “hari kemarahan” bersamaan dengan Hari Polisi pada tanggal 25 Januari. Sekitar 80.000 pengakses internet Mesir menandatangani untuk ikut turun ke jalan menuntut perubahan.
Di Tunisia dan Mesir, awalnya demonstrasi-demonstrasi diserukan oleh sejumlah kelompok yang kebanyakan berisi anak-anak muda yang menyediakan kepemimpinan yang gagal diberikan oleh partai-partai oposisi “resmi”. Majalah Economist merujuk pada “munculnya kelompok-kelompok yang secara lepas berhubungan yang menuntut reformasi, yang dijalankan lewat internet oleh kaum muda dengan pemikiran sekular tetapi tanpa ideologi yang spesifik. Beberapa dari mereka mengangkat isu hak-hak buruh. Beberapa mendorong isu HAM atau kebebasan akademik.”
Aksi-aksi ini dilakukan oleh sekelompok minoritas dan oleh karenanya tidak sepenuhnya spontan. Tetapi ini hanyalah puncak kecil dari gunung es yang sangat besar. Simpati publik ada di pihak para demonstran. Demo nasional berubah menjadi sebuah insureksi umum melawan rejim Mubarak, dengan demo-demo massa yang terjadi bersamaan di seluruh Mesir. Jadi pada kenyataannya, ada semacam kepemimpinan, walaupun mereka tidak memiliki gagasan yang jelas. Namun, di Tunisia dan Mesir, respon dari massa mengejutkan para pengorganiser yang tidak memimpikan dukungan besar yang akan mereka dapatkan. Tak seorangpun dari mereka mengantisipasi rakyat dengan jumlah besar yang merespon seruan mereka, dan lebih sedikit lagi yang berpikir polisi huru-hara akan membiarkan mereka bergerak jauh.
Benar kalau karakter “spontan” dari Revolusi ini memberikan perlindungan tertentu dari negara, dan dalam pengertian ini maka spontanitas ini adalah positif. Tetapi kurangnya kepemimpinan yang mapan juga adalah sebuah kelemahan serius yang memiliki efek-efek negatif kemudian.
Kenyataan bahwa di kedua kasus rakyat berhasil menumbangkan Ben Ali dan Mubarak tanpa bantuan dari sebuah kepemimpinan yang sadar merupakan bukti nyata dari potensi revolusioner kelas pekerja di semua negeri. Tetapi pernyataan ini sama sekali tidak menjawab masalah yang sedang kita pertimbangkan. Kelemahan dari sebuah gerakan yang spontan dapat dilihat di Iran (gerakan menentang kecurangan pemilu pada tahun 2009), dimana kendati kepahlawanan besar dari massa, Revolusi tersebut berakhir dengan kekalahan – setidaknya untuk sekarang.
Argumen bahwa “kita tidak membutuhkan pemimpin” sangatlah ceroboh. Bahkan di sebuah pemogokan setengah jam saja di sebuah pabrik selalu ada kepemimpinan. Buruh akan memilih orang-orang dari barisan mereka untuk mewakili mereka dan mengorganisir pemogokan. Mereka yang terpilih bukanlah elemen-elemen yang sembarangan atau kebetulan, tetapi secara umum mereka adalah buruh yang paling berani, berpengalaman, dan pintar. Mereka terpilih berdasarkan basis tersebut.
Kepemimpinan adalah penting, dan partai adalah penting. Seorang anak berumur enam dapat memahami proposisi ini, yang merupakan ABC Marxisme. Tetapi setelah ABC masih ada huruf-huruf lain setelahnya. Ada beberapa orang yang menyebut diri mereka Marxis yang berpikir bahwa tidak akan ada revolusi kecuali kalau sebuah partai Marxis berdiri memimpin proletariat. Pemikiran kaku yang konyol seperti itu tidak ada hubungannya sama sekali dengan Marxisme. Revolusi tidak akan bergulir dengan cara yang teratur, dengan partai revolusioner yang menjadi konduktor massa dengan sebuah tongkat konduktor.
Pada 1917, Lenin mengatakan bahwa kelas buruh selalu jauh lebih revolusioner dibandingkan bahkan dengan partai yang paling revolusioner. Pengalaman Revolusi Rusia membuktikan bahwa dia benar. Mari kita ingatkan diri kita sendiri bahwa pada April 1917 Lenin harus memohon dukungan buruh untuk menekan Komite Pusat Bolshevik yang mengadopsi sikap konservatif terhadap masalah revolusi proletar di Rusia.
Mentalitas konservatif yang sama, ketidakpercayaan pada massa yang sama, dapat dilihat di banyak dari mereka yang menganggap diri mereka sebagai “kaum pelopor” kelas, tetapi pada prakteknya bertindak sebagai rem gerakan pada situasi yang menentukan. Kita cukup merujuk pada peran menyedihkan dari mereka yang disebut “kaum pelopor” di Iran, yang dari generasi Revolusi 1979, tetapi berdiri di luar gerakan ketika massa revolusioner turun ke jalan-jalan untuk melawan rejim pada tahun 2009.
Apakah kaum Marxis mengatakan bahwa revolusi mustahil kecuali kalau partai revolusioner dibangun dan berdiri memimpin kelas buruh? Tidak, kita tidak pernah mengatakan hal semacam itu. Revolusi bergerak menurut hukum-hukumnya sendiri, yang berkembang independen dari kehendak kaum revolusioner. Sebuah revolusi terjadi ketika semua kondisi-kondisi objektif terpenuhi. Massa tidak dapat menunggu sampai sebuah partai revolusioner terbentuk. Akan tetapi, ketika semua kondisi objektif telah terpenuhi, maka faktor kepemimpinan menjadi menentukan. Sering sekali ini menjadi perbedaan antara kemenangan dan kekalahan.
Revolusi adalah perjuangan dari kekuatan-kekuatan yang hidup. Kemenangan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan hasilnya. Pada kenyataannya, pada satu titik, Revolusi Mesir hampir saja kalah. Secara taktis, hanya berdemo di Lapangan Tahrir bukanlah taktik yang terbaik. Ini menunjukkan cara pandang terbatas dari para organiser. Mubarak hampir mematahkan gerakan, dengan menyuap lapisan-lapisan masyarakat tertentu dan memobilisasi preman-preman lumpenproletar untuk melakukan serangan brutal. Mubarak dapat saja berhasil. Hanya intervensi massa yang menentukan, dan terutama intervensi dari kelas buruh, yang mencegah kekalahan.
Masalah Kepemimpinan
Massa tidak pernah memiliki sebuah rencana komplit pada awal revolusi. Mereka belajar melalui perjuangan. Mereka mungkin tidak tahu dengan jelas apa yang mereka inginkan, tetapi mereka tahu dengan sangat baik apa yang tidak mereka inginkan. Dan ini cukup untuk mendorong maju gerakan.
Kepemimpinan adalah sebuah elemen yang sangat penting di dalam peperangan. Ini bukan berarti bahwa kepemimpinan adalah satu-satunya elemen. Bahkan para pemimpin yang paling brilian pun tidak dapat menjamin keberhasilan bila kondisi-kondisi objektif tidak mendukung. Dan kadang-kadang kita mungkin menang perang dengan jendral-jendral yang buruk. Di sebuah Revolusi, yang merupakan ekspresi tertinggi dari peperangan antara kelas-kelas, kelas buruh memiliki keunggulan jumlah dan kendalinya atas bagian-bagian kunci aparatus produksi masyarakat. Tetapi kelas penguasa memiliki banyak keunggulan lainnya.
Negara adalah sebuah aparatus untuk mempertahankan kediktaturan minoritas penindas di atas minoritas tertindas. Kelas penguasan memegang banyak tuas kuat lainnya di tangannya: pres, radio dan televisi, sekolah dan universitas, birokrasi negara dan juga birokrat-birokrat spiritual dan polisi-polisi spiritual di mesjid-mesjid dan gereja-gereja. Selain itu, mereka juga punya pasukan penasihat profesional, politisi-politisi, ekonom-ekonom, dan ahli-ahli lainnya yang mahir dalam seni manipulasi dan penipuan.
Untuk melawan aparatus represi ini, yang telah dibangun dan disempurnakan selama puluhan tahun, kelas buruh harus mengembangkan organisasi-organisasinya sendiri, yang dipimpin oleh kepemimpinan yang berpengalaman dan teguh, yang telah menyerap pelajaran-pelajaran sejarah dan siap untuk menghadapi setiap situasi. Berargumen bahwa kita dapat mengalahkan kelas penguasa dan negaranya tanpa organisasi dan kepemimpinan adalah seperti mengirim sebuah pasukan tentara ke medan perang tanpa latihan dan tanpa persiapan untuk menghadapi kekuatan profesional yang dipimpin oleh perwira-perwira profesional.
Di banyak kasus, konflik seperti ini akan berakhir dengan kekalahan. Tetapi bahkan bila Revolusi berhasil membuat musuh kelabakan pada serangan pertama, ini tidak akan cukup untuk menjamin kemenangan akhir. Musuh akan menghimpun dan mengorganisir kekuatan mereka kembali, memodifikasi taktik-taktiknya, dan menyiapkan konter-ofensif, yang akan lebih berbahaya karena massa telah dibuat percaya bahwa perang telah dimenangkan. Apa yang awalnya tampak seperti momen kemenangan dan suka cita ternyata adalah momen bahaya besar yang mengancam nasib Revolusi, dan ketiadaan kepemimpinan yang memadai di kasus seperti ini akan menjadi kelemahan yang fatal.
Kepemimpinan dari gerakan protesi ini terdiri dari elemen-elemen berbedan dan tendensi-tendensi ideologi berbeda. Pada analisa terakhir, ini merefleksikan kepentingan kelas-kelas yang berbeda. Pada awalnya kenyataan ini tersamarkan oleh seruan umum untuk “persatuan”. Tetapi perkembangan Revolusi secara tak terelakkan akan menyebabkan proses diferensiasi internal. Elemen-elemen borjuasi dan “demokrat-demokrat” kelas menengah akan menerima remah-remah yang ditawarkan oleh rejim. Mereka akan berkompromi dan membuat perjanjian di belakang punggung massa. Pada satu tahapan tertentu mereka akan mencampakkan Revolusi dan menyebrang ke kubu reaksi. Ini sudah terjadi.
Pada akhirnya, elemen-elemen revolusioner yang paling teguh yang dapat menjamin kemenangan akhir Revolusi adalah mereka yang tidak bersedia berkompromi dan ingin bergerak hingga garis akhir. Ledakan-ledakan baru adalah implisit di dalam situasi ini. Pada akhirnya satu pihak harus menang. Situasi objektif matang untuk perebutan kekuasaan oleh kelas buruh. Hanya kekurangan faktor subjektif – partai dan kepemimpinan revolusioner – yang telah mencegah ini dari terjadi sampai sekarang. Menyelesaikan masalah kepemimpinan oleh karenanya adalah masalah utama dari Revolusi.
Intrik-intrik di atas
Insureksi nasional lah yang mendorong para jendral untuk percaya bahwa hanya kepergian Mubarak yang dapat menenangkan jalan-jalan Mesir dan mengembalikan “ketertiban”. Ini adalah tujuan mereka. Semua pembicaraan mengenai demokrasi hanyalah kedok untuk menyamarkan kenyataan ini. Para jendral adalah bagian dari rejim yang lama dan berpartisipasi di dalam semua kerja kotor korupsi dan represi. Mereka takut akan Revolusi ini dan hanya ingin kembali ke “normalitas” – yakni, kembali ke rejim lama di bawah nama yang berbeda.
Kelas penguasa punya banyak ahli strategi untuk mengalahkan Revolusi. Bila mereka tidak dapat melakukan ini dengan kekerasan, mereka akan menggunakan tipu daya. Ketika kelas penguasa dihadapi dengan prospek kehilangan segalanya, mereka akan selalu menawarkan konsesi-konsesi. Penumbangan Ben Ali dan Mubarak adalah kemenangan besar, tetapi ini hanyalah aksi pertama dari drama revolusioner.
Perwakilan-perwakilan rejim lama masih ada di posisi-posisi kekuasaan; aparatus-aparatus negara lama, angkatan bersenjata, polisi, dan birokrasi, masih utuh. Kaum imperialis sedang berintrik dengan petinggi-petinggi militer dan pemimpin-pemimpin lama untuk menipu massa dari semua yang telah mereka menangkan. Mereka menawarkan sebuah kompromi, tetapi ini adalah sebuah kompromi yang akan mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa mereka.
Dikalahkan di jalanan, rejim lama mencoba untuk berkompromi, yakni mencoba menipu para pemimpin oposisi, supaya mereka lalu bisa menipu massa. Gagasannya adalah ini: ketika inisiatif sudah ada di tangan para “negosiator”, massa lalu akan menjadi penonton pasif. Keputusan-keputusan yang sesungguhnya akan dibuat di tempat lain, di belakang pintu-pintu yang terkunci, di belakang punggung massa.
Orang-orang rejim lama perlahan-lahan mulai mendapatkan kembali keberanian mereka. Mereka mulai merasa lebih percaya diri dan melipatgandakan manuver-manuver dan intrik-intrik mereka, menggunakan seksi-seksi oposisi yang lebih moderat. Massa merasa resah. Mereka tidak ingin gerakan ini ditunggangi oleh politisi-politisi profesional dan para pengejar karir yang berkompromi dengan para jendral seperti pedagang di pasar. Tetapi pertanyaannya tetap adalah ini: bagaimana mendorong Revolusi maju ke depan? Apa yang perlu dilakukan?
Ketika gerakan menjadi lebih radikal, elemen-elemen tertentu yang memainkan peran memimpin di tahap-tahap awal akan tertinggal di belakang. Sebagian akan meninggalkan gerakan, yang lain akan menyebrang ke musuh. Ini berkorespon dengan kepentingan kelas-kelas yang berbeda. Rakyat miskin, kaum penganggur, kaum buruh, “orang-orang tak berpunya” tidak punya kepentingan untuk mempertahankan rejim lama. Mereka ingin menyapu bukan hanya Mubarak tetapi juga seluruh rejim penindas, eksploitasi, dan kesenjangan. Tetapi kaum Liberal borjuis melihat perjuangan untuk demokrasi sebagai jalan untuk karir nyaman di parlemen. Mereka tidak punya kepentingan untuk menyelesaikan Revolusi ini atau merusak relasi kepemilikan yang ada.
Bagi kaum Liberal borjuis, gerakan massa hanyalah sebuah alat tawar, sesuatu yang bisa mereka gunakan untuk mengancam pemerintah untuk memberikan mereka lebih banyak remah. Mereka akan selalu mengkhianati Revolusi. Kita tidak boleh mempercayai mereka sama sekali. El Baradei sekarang mengatakan bahwa dia menentang amandemen konstitusi, tetapi alih-alih menuntut penyelenggaraan majelis konstituante, dia mengatakan bahwa pemilu harus ditunda, bahwa kondisi belumlah matang, bahwa waktunya belum tepat, dan banyak lagi alasan lainnya. Bagi para tuan-tuan ini, waktu untuk demokrasi tidaklah pernah tepat. Bagi rakyat yang telah menumpahkan darah mereka untuk Revolusi, waktu untuk demokrasi adalah sekarang!
Kami menyerukan:
– Jangan percaya para jendral!
– Jangan percaya “para pemimpin” yang memilih diri mereka sendiri, yang menyerukan kembalinya “normalitas”!
– Lanjutkan gerakan massa!
– Organisasi dan perkuat komite-komite revolusioner!
– Bersihkan semua pendukung rejim lama!
– Jangan berkompromi dengan rejim lama!
– “Rejim interim” sekarang tidak punya legitimasi dan harus disingkirkan segera. Tuntut diselenggarakannya Majelis Konstituante sekarang!
Ikhwanul Muslimin
Beberapa pihak, termasuk Khamenei di Iran, mengatakan bahwa gerakan revolusioner yang sedang kita saksikan adalah mengenai agama, bahwa ini adalah “sebuah kebangkitan Islam”. Tetapi jelas itu adalah keliru. Bahkan para klerus utama di Mesir mengakui ini. Mereka takut tersapu ke samping bila mereka mencoba menggambarkan Revolusi ini sebagai sebuah gerakan religius. Gerakan ini adalah gerakan untuk semua agama dan oleh karenanya bukanlah gerakan religius. Tidak ada permusuhan terhadap Kristen di dalam demo-demo. Bahkan tidak ada setitik anti-Yahudi pun.
Sektarianisme agama adalah sebuah senjata yang digunakan oleh kaum reaksioner untuk membingungkan rakyat. Serangan Desember terhadap kaum Kristen Coptic jelas direncanakan oleh polisi rahasia guna menciptakan perpecahan sektarian dan mengalihkan perhatian dari masalah-masalah nyata yang dihadapi rakyat. Mereka sekarang menggunakan taktik yang sama untuk memecah belah massa secara sektarian, menciptakan konflik antara orang Muslim dan Kristen dalam usaha untuk memecah belah dan membingungkan rakyat dan melemahkan Revolusi.
Pemberontakan-Pemberontakan di Tunisia dan Mesir pada umumnya adalah sekuler dan demokratik, dan sering dengan sengaja tidak mengikutsertakan kaum Islamis. Gagasan bahwa Ikhwanul Muslimin adalah “satu-satunya oposisi sejati” adalah keliru total. Tuntutan-tuntutan dasar dari para demonstran Mesir adalah pekerjaan, makanan, dan hak-hak demokratis. Ini tidak ada hubungannya dengan kaum Islamis dan ini merupakan jembatan ke sosialisme, yang dulu punya akar dalam di tradisi-tradisi perjuangan Mesir dan negara-negara Arab lainnya.
Beberapa orang Kiri yang tersesat telah menggambarkan gerakan-gerakan di Mesir dan Tunisia sebagai revolusi “kelas menengah”. Orang-orang Kiri ini juga telah bermain mata dengan kelompok-kelompok reaksioner seperti Hezbollah, Hamas, dan Ikhwanul Muslimin. Mereka mencoba membenarkan pengkhianatan terhadap Marxisme ini dengan alasan bahwa para pemimpin kelompok-kelompok reaksioner tersebut memiliki garis anti-imperialis. Ini salah dari awal hingga akhir. Mereka yang disebut-sebut Islamis ini hanya anti-imperialis di mulut saja, tetapi pada prakteknya mewakilkan tren reaksioner. Pada kenyataannya mereka adalah roda kelima dari rejim lama.
Kaum imperialis telah mencoba menggunakan kaum Islamis sebagai alat penakut untuk membingungkan massa dan menutupi watak sesungguhnya dari Revolusi Arab ini. Mereka mengatakan: “Lihat! Bila Mubarak pergi, al-Qaeda akan mengambil tempatnya.” Mubarak sendiri mengatakan kepada rakyat Mesir bila dia turun maka Mesir akan “menjadi seperti Irak”. Ini semua adalah dusta. Peran kaum fundamentalis dan organisasi-organisasi seperti Ikhwanul Muslimin telah dibesar-besarkan. Organisasi-organisasi ini tidak mewakili sebuah kekuatan progresif. Mereka berpose sebagai kaum anti-imperialis tetapi mereka berdiri untuk kepentingan kaum tuan tanah dan kapitalis. Pada analisa terakhir, mereka akan selalu mengkhianati perjuangan buruh dan tani.
Sungguh adalah sebuah skandal bahwa beberapa kelompok kiri Eropa, dan bahkan beberapa yang menyebut diri mereka Marxis, telah mendukung kaum Islamis. Ini adalah pengkhianatan terhadap revolusi proletarian. Benar bahwa Ikhwanul Muslimin terpecah secara garis kelas. Kepemimpinannya ada di tangah elemen-elemen konservatif, kapitalis, dan pedagang-pedagang kaya. Sementara anggota-anggota bawahannya terdiri dari kaum muda militan dan mereka yang datang dari latar belakang miskin dan buruh. Akan tetapi, cara untuk memenangkan yang belakangan ini ke sisi revolusi bukanlah dengan membuat aliansi dengan para pemimpin kapitalis mereka, tetapi justru dengan mengkritik para pemimpin ini habis-habisan guna mengekspose klaim hampa mereka bahwa mereka adalah anti-imperialis dan pro-rakyat miskin.
Ini justru berkebalikan dengan apa yang kelompok-kelompok Kiri tersebut lakukan ketika mereka membuat sebuah aliansi dengan para pemimpin Ikhwanul Muslimin dalam mengorganisir konferensi anti-perang di Kairo. Pada dasarnya, organisasi-organisasi Kiri tersebut memberikan para pemimpin Ikhwanul Muslimin kedok kiri, mensahkan kredensial anti-imperialism mereka yang palsu dan oleh karenanya memperkuat cengkraman mereka pada anggota-anggota mereka.
Di masa lalu Ikhwanul Muslimin didukung oleh CIA untuk melemahkan nasionalisme kirinya Gamal Abdel Nasser. Islam fundamentalisme adalah ciptaan John Foster Dulles dan Departemen Luar Negeri AS, untuk menghancurkan kiri setelah Perang Suez 1956. Tetapi ketika Sadat dan Mubarak menjadi kaki tangan Amerika, pelayanan Ikhwanul Muslimin tidak lagi dibutuhkan. Hilary Clinton dan yang lainnya telah mengatakan bahwa Ikhwanul Muslimin bukanlah sebuah ancaman, dan bahwa mereka adalah orang-orang yang bisa diajak bekerja sama. Ini adalah indikasi jelas bahwa kaum imperialis akan sekali lagi mencoba menggunakan kaum Islamis untuk memenggal Revolusi.
Sama juga, Hamas dan Hezbollah awalnya dibentuk untuk melawan PFLP (Popular Front for the Liberation of Palestine, sebuah organisasi Marxis di dalam PLO) dan tendensi-tendensi kiri lainnya di Palestina. Kemudian, CIA menciptakan Osama bin Laden untuk melawan kekuatan Soviet di Afghanistan. Dan sekarang mereka kembali lagi berintrik dengan para pemimpin Ikhwanul Muslimin untuk memenggal Revolusi di Mesir dan menipu rakyat. Tetapi Ikhwanul Muslimin bukanlah sebuah gerakan yang homogen dan sekarang mereka terpecah belah ke dalam faksi-faksi berbeda sepanjang garis kelas.
Rakyat miskin yang mendukung IM adalah satu hal. Para pemimpin IM adalah satu hal lainnya yang berbeda. Pada tahun 1980an para pemimpin IM menerima keuntungan dari liberalisasi ekonomi – program intifah atau pembukaan – dimana Sadat dan kemudian Mubarak mempreteli sektor negara dan mendukung kapital swasta. Satu studi mengenai para pengusaha IM menunjukkan bahwa pada saat itu mereka menguasai 40 persen dari semua perusahaan ekonomi swasta. Mereka adalah bagian dari sistem kapitalis dan memiliki kepentingan untuk mempertahankannya. Tindakan mereka tidak didikte oleh AlQuran tetapi oleh kepentingan kelas. Kaum Islamis “garis keras” juga sama takutnya terhadap massa revolusioner. Ikhwanul Muslimin menyatakan bahwa mereka tidak akan bernegosiasi dengan pemerintah sampai Mubarak Turun. Namun seketika rejim ini memanggil mereka dengan jari kecilnya, mereka berubah pikiran. Salah satu pemimpin mereka pergi ke Lapangan Tahrir, dimana para demonstran sedang berdiri teguh dan mencegah tank-tank masuk ke Lapangan dengan badan-badan mereka, dan meminta para demonstran untuk tidak berbenturan dengan tentara.
Sikap kami kepada orang-orang seperti itu telah dipaparkan oleh Lenin dulu sekali, yang memperingatkan di Kongres Kedua Komunis Internasional:
“11) Berhubungan dengan negara-negara dan bangsa-bangsa yang lebih terbelakang, dimana relasi feodal atau patriakal atau patriakal-tani masih dominan, sangatlah penting untuk mengingat:
pertama, bahwa semua partai Komunis harus membantu gerakan pembebasan demokratik-borjuis di negara-negara ini, dan bahwa tugas memberikan bantuan paling aktif jatuh terutama di pundak kaum buruh dari negara yang mana negara terbelakang ini tergantung secara kolonial dan finansial;
kedua, perlunya perjuangan melawan kaum klerus dan elemen-elemen reaksioner dan medival yang berpengaruh di dalam negara-negara terbelakang;
ketiga, perlunya memerangi Pan-Islamisme dan tren-tren serupa, yang mencoba menggabungkan gerakan pembebasan melawan imperialisme Eropa dan Amerika dengan usaha untuk memperkuat posisi kaum khan (bangsawan), tuan tanah, mullah, dsb.” (Lenin, Draf thesis mengenai permasalahan nasional dan kolonial, 5 Juni 1929, penekanan dari kami)
Inilah posisi Marxisme yang sejati terhadap tren-tren relijius reaksioner. Inilah posisi yang dipertahankan oleh kami dengan teguh.
Kami menyerukan:
– Bela persatuan rakyat revolusioner!
– Lawan para penyebar isu dan kebencian SARA!
– Lawan semua diskriminasi berdasarkan agama!
– Tidak ada kompromi dengan tren-tren reaksioner dan non-progresif!
– Setiap laki-laki dan perempuan harus punya hak untuk memeluk agama apapun atau tidak memeluk agama!
– Pemisahan sepenuhnya agama dari Negara!
Tuntutan-Tuntutan Demokratik
Pada tempat pertama, tuntutan-tuntutan Revolusi Arab bersifat demokratik. Tentu saja! Setelah 30 tahun kediktatoran yang brutal, kaum muda mendambakan kebebasan. Secara wajar, hasrat mereka akan demokrasi dapat disalahgunakan oleh para politisi burjuis yang hanya tertarik pada karir masa depan mereka di dalam sebuah parlemen “yang demokratik”. Tapi kita berkewajiban untuk mengusung tuntutan-tuntutan demokratik tersebut dan memberinya isi revolusioner yang tajam. Tak pelak lagi ini akan bermuara pada tuntutan akan sebuah perubahan yang bahkan lebih fundamental di dalam masyarakat.
Pada masa sebuah pemogokan atau revolusi orang merasa seperti manusia dengan harkat-martabat dan hak-hak asasinya. Setelah hampir seumur hidup dipaksa bungkam, mereka mendapati bahwa mereka memiliki suara. Wawacara-wawancara dengan orang-orang di jalan-jalan adalah ekspresi yang indah tentang hal ini. Kaum miskin, orang-orang buta huruf berkata: kami akan bertarung, kami tidak akan meninggalkan jalan-jalan; kami menuntut hak-hak kami dan kami menuntut agar kami diperlakukan dengan hormat. Ini benar-benar suatu hal yang progresif. Inilah esensi sejati dari sebuah revolusi yang sejati.
Sudah jelas bahwa kaum Marxis selalu meletakkan tuntutan-tuntutan demokratik di bawah revolusi sosialis. Tapi praktiknya tuntutan-tuntutan revolusioner yang paling konsisten dan paling maju secara niscaya akan bermuara pada tampilnya kekuasaan buruh dan revolusi sosialis. Revolusi Rusia adalah contoh terbaiknya. Pada 1917 kaum Bolshevik merebut kekuasaan berdasarkan semboyan “Perdamaian, roti, dan tanah”, yang sama sekali tidak memiliki isi sosialis. Dalam teori, semua tuntutan ini dapat dicapai di bawah kapitalisme. Tapi praktiknya tuntutan-tuntutan itu hanya dapat dicapai dengan pemutusan dengan burjuasi dan dengan kekuasaan yang beralih ke tangan klas-pekerja.
Beberapa orang mengatakan bahwa ini tidak lain dari sebuah gerakan nasionalis burjuis, bukan revolusi yang sesungguhnya. Orang-orang ini hanya menyingkapkan ketidaktahuan mereka tentang pentingnya peran tuntutan-tuntutan demokratik dalam sebuah revolusi di bawah kondisi-kondisi ini. Pengalaman Revolusi Rusia sendiri memperlihatkan pentingnya pemanfaatan yang tepat (pemanfaatan yang revolusioner) dari tuntutan-tuntutan demokratik. Tuntutan untuk sebuah Majelis Konstituante memainkan suatu peran yang sangat penting dalam memobilisasi semua lapisan-lapisan populasi untuk berdiri belakang gerakan revolusioner.
Sementara berjuang demi tuntutan-tuntutan demokratik yang paling maju, kaum Marxis tidak memandang tuntutan-tuntutan ini sebagai tujuan pada dirinya sendiri, tetapi sebagai bagian dari perjuangan demi sebuah perubahan fundamental dalam masyarakat. Itulah yang membedakan cara-pandang Marxis dengan cara-pandang kaum demokrat burjuis-kecil yang vulgar.
Tugas jangka-pendek di Mesir adalah melakukan penggulingan atas Mubarak dan rezim buruknya. Tapi ini baru langkah pertama. Ini telah membuka bendungan-air dan memungkinkan rakyat revolusioner menerobos masuk. Dari hari ke hari mereka menemukan kekuatan mereka di jalan-jalan, pentingnya organisasi, dan mobilisasi massa. Itu sudah merupakan kemenangan yang menakjubkan. Setelah menjalani pengalaman tiga puluh tahun kediktatoran, mereka tidak akan mengizinkan imposisi kediktatoran baru, atau intrik apapun untuk menciptakan kembali rezim yang lama dengan nama yang baru. Tunisia adalah bukti yang memadai tentang hal ini.
Sekarang mereka telah mencicipi kekuatan mereka sendiri; massa-rakyat tidak akan puas dengan langkah-langkah yang tanggung. Mereka tahu bahwa yang telah mereka capai dimenangkan dengan tangan mereka sendiri. Perjuangan untuk demokrasi yang menyeluruh akan memungkinkan pembangunan serikat-serikat buruh dan partai-partai buruh yang sejati. Tapi ini juga akan mengedepankan pertanyaan tentang demokrasi ekonomik dan perjuangan melawan ketidaksetaraan.
Slogan-slogan dan taktik-taktik harus konkret. Mereka harus mencerminkan situasi yang riil dan keprihatinan-keprihatinan sejati massa-rakyat. Tugas-tugas obyektif dari Revolusi Rusia bersifat demokratik dan nasional: penggulingan tsar, demokrasi formal, kemerdekaan dari imperialisme, kebebasan pers, dsb. Kita menuntut demokrasi yang menyeluruh, penghapusan segera semua undang-undang yang reaksioner, dan pembentukan sebuah majelis konstituante.
Ya, kita harus menggulingkan rezim lama, bukan hanya Ben Ali dan Mubarak, tapi semua “Mubarak kecil” dan “Ben Ali kecil”. Harus terjadi pembersihan yang menyeluruh terhadap Negara. Dan tidak boleh ada satu sosok pun di dalam pemerintahan yang pernah memainkan peran dalam rezim yang lama. Mengapa rakyat yang revolusioner, yang telah berkorban segalanya dalam perjuangan, harus mengizinkan semua orang yang tidak berperan apa-apa dalam revolusi untuk duduk dalam kekuasaan, sekalipun dalam bentuk sebuah pemeritnahan sementara? Ambil sebuah sapu yang besar, dan sapu mereka semua! Itulah tuntutan pertama kita. Kita tidak bersedia menerima yang kurang dari hal ini.
Tapi ini pun tidak cukup. Selama beberapa dekade orang-orang ini telah merampok dan menjarah kekayaan masyarakat. Mereka hidup dalam kemewahan sementara rakyat semakin dimiskinkan. Sekararang kita harus mengambil kembali setiap sen yang telah mereka curi dari rakyat. Kita menuntut penyitaan segera atas kekayaan dan properti parasit-parasit ini, juga penyitaan properti kaum imperialis yang mendukung mereka.
Ini memperlihatkan bahwa tuntutan-tuntutan demokratik yang revolusioner harus secara langsung bermuara pada tuntutan-tuntutan sosialis. Siapapaun yang tidak sanggup mendayagunakan dengan tepat tuntutan-tuntutan demokratik dalam suatu cara yang revolusioner akan selama-lamanya terhukum sebagai pelaku peran sektarian yang impoten. Orang itu tidak akan pernah bisa menghubungkan diri dengan gerakan massa-rakyat sejati.
Namun, demokrasi mempunyai makna yang berbeda-beda bagi orang-orang yang berbeda. Kaum miskin Mesir tidak berjuang demi demokrasi demi menyediakan posisi-posisi kementerian bagi pengejar karir, tetapi sebagai sarana memecahkan persoalan-persoalan mereka yang paling mendesak: langkanya pekerjaan dan perumahan, biaya hidup yang tinggi. Persoalan-persoalan ekonomi dan sosial ini terlalu dalam untuk dipecahkan oleh pemerintahan burjuis manapun.
Demokrasi akan menjadi sebuah frase yang kosong bila menolak menyentuh kekayaan kotor para elit-penguasa. Sitalah properti klik-penguasa! Sitalah kaum imperialis yang menopang rezim yang lama dan mengeksploitasi rakyat Mesir! Pertarungan demi demokrasi, bila diteruskan sampai akhir, tak pelak lagi harus bermuara pada penyitaan para bankir dan kapitalis serta didirikannya sebuah pemerintahan buruh dan tani. Di bawah rezim Mubarak kaum kapitalis Mesir telah bermurah-hati kepada bisnis-bisnis asing dan membantu imperialisme dalam menjarah kekayaan negeri dan mengeksploitasi kaum buruh Mesir. Kita menuntut penyitaan properti kaum imperialis untuk kesejahteraan rakyat.
Kami mengatakan:
– Untuk penghapusan segera semua undang-undang reaksioner!
– Untuk kebebasan yang menyeluruh untuk berserikat dan hak berorganisasi dan melancarkan pemogokan!
– Untuk suatu majelis konstituante yang revolusioner!
– Untuk penyitaan semua uang yang dicuri oleh rezim yang lama!
– Untuk penyitaan properti kaum imperialis!
Slogan Majelis Konstituen
Bila ada sebuah partai di Mesir seperti Partai Bolshevik, pertanyaan tentang kekuasaan akan dikedepankan. Tapi dengan absennya suatu kepemimpinan yang memiliki rencana yang jelas, Revolusi mengalami segala macam perubahan. Saat ini gelombang revolusioner masih belum surut. Tapi massa-rakyat tidak bisa terus-menerus berada di dalam situasi bergejolak. Mereka harus bekerja dan memperoleh uang untuk makan. Suatu saat nanti lava revolusioner akan mendingin. Akhirnya revolusi akan terdorong menuju suatu bentuk demokrasi burjuis.
Dalam situasi ini tuntutan-tuntutan demokratik mempunyai nilai penting yang luar biasa. Dalam suatu situasi seperti Mesirnya Mubarak, tuntutan-tuntutan demokratik merupakan alat-pengungkit yang kuat untuk memobilisasi lapisan-lapisan terluas dari massa-rakyat untuk revolusi. Kita harus bertarung demi hak-hak demokratik yang maksimum – hak suara, hak untuk melakukan pemogokan, dsb – karena ini adalah kepentingan-kepentingan buruh untuk memiliki kesempatan yang sebebas mungkin untuk mengembangkan perjuangan klas. Bukanlah perkara sepele bagi seorang buruh untuk hidup di bawah sebuah rezim totaliter ketimbang memiliki hak-hak yang mendasar ini. Karena itu tuntutan-tuntutan demokratik harus menduduki suatu tempat kunci dalam program kita.
Beberapa orang dibingungkan oleh fakta bahwa sementara saat ini kita menganjurkan sebuah Majelis Konstituante bagi negeri-negeri ini, kita menentangnya dalam kasus-kasus Bolivia dan Argentina. Penjelasannya sebenarnya sangat sederhana. Slogan-slogan tidak eksis di luar waktu dan tempat. Slogan-slogan harus mencerminkan kondisi-kondisi konkret dari perjuangan klas pada suatu tahapan dari perkembangan suatu negeri.
Di Bolivia, semasa perlawanan-perlawanan revolusioner Oktober 2003 dan Mei-Juni 2005 slogan tentang sebuah majelis konstituante bersifat kontra-revolusioner. Mengapa? Pada waktu itu, kaum buruh Bolivia telah menggelar dua pemogokan umum dan dua pemberontakan. Mereka telah mendirikan badan-badan yang mirip dengan soviet (bahasa Rusia untuk dewan rakyat) dalam bentuk Dewan-dewan Komunitas (Neighbourhood Juntas), Majelis-majelis Rakyat (Popular Assemblies), dan cabildos abiertos (pertemuan-pertemuan massa).
Kaum buruh Bolivia seharusnya dapat merebut kekuasaan dengan mudah. Seharusnya memadai bagi para pemimpin COB (serikat-serikat buruh) untuk memproklamirkan diri mereka sebagai pemerintah. Dalam kondisi-kondisi konkret ini, memajukan slogan majelis konstituante adalah sebuah pengkhianatan. Ini mengalihkan perhatian kaum buruh dari tugas yang sentral – pengambilalihan kekuasaan, dan mengalihkannya ke saluran-saluran parlementer.
Watak kontra-revolusioner dari slogan ini dikukuhkan oleh fakta bahwa Bank Dunia dan AS mendanai Kantor untuk Prakarsa-prakarsa Transisi (Office for Transition Initiatives) yang mempromosikan gagasan tentang majelis konstituante. Kita dapat menambahkan rincian kecil bahwa pada saat ini Bolivia sudah merupakan sebuah demokrasi burjuis. Dalam kasus Argentina, slogannya dikibarkan oleh beberapa kelompok Kiri setelah perlawanan Argentinazo pada Desember 2001. Dalam konteks sebuah demokrasi burjuis yang sudah ada, slogan majelis konstituante adalah sama sekali salah dan ini sama dengan mengatakan: “Kami tidak menyukai parlemen burjuis yang kami miliki. Alih-alih kami menginginkan parlemen burjuis lainnya.”
Orang harus sama-sekali buta untuk tidak melihat bahwa kasus-kasus ini tidak ada kesamaannya sama sekali dengan situasi di Tunisia dan Mesir. Setelah dekade-dekade kediktatoran, tak pelak lagi akan ada ilusi-ilusi yang besar dalam demokrasi, bukan hanya di kalangan burjuis-kecil, tapi juga di kalangan massa-rakyat. Ini mengkondisikan sikap kita. Kita adalah untuk demokrasi, tapi harus demokrasi yang utuh, menyeluruh. Salah satu tuntutan demokratik adalah: “Kami memerlukan sebuah konstitusi (undang-undang dasar) yang baru, dan oleh karenanya kami butuh majelis konstituante, namun kami tidak mempercayai tentara Mesir untuk menyelanggarakan ini, dan karena itu perjuangan harus berlanjut di jalan-jalan.”
Tentu saja kaum Marxis tidak boleh memiliki sikap yang mekanis terhadap slogan-slogan demokratik, yang selalu subordinat terhadap kepentingan-kepentingan umum dari revolusi sosialis. Kita tidak memiliki sikap takhayul burjuis-kecil terhadap demokrasi-burjuis. Mendalamnya Revolusi akan menelanjangi keterbatasan-keterbatasan demokrasi burjuis. Melalui pengalaman kaum buruh akan tiba pada pemahaman tentang perlunya merebut kekuasaan ke dalam tangan mereka sendiri. Tapi guna memahami keterbatasan-keterbatasan demokrasi burjuis, kaum pekerja harus pertama-tama menempuh sekolah demokrasi. Ini mengandaikan sebuah pertarungan yang serius demi slogan-slogan demokratik yang paling maju.
Setelah dekade-dekade kekuasaan otoriter di Mesir, kita tidak bisa bersikap acuh tak acuh terhadap persoalan Konstitusi. Proposal yang baru-baru ini diajukan oleh Dewan Tentara adalah beberapa amandemen konstitusional, yang dikonsep oleh para pakar yang ditunjuk oleh Tentara, akan di-referendumkan. Ini sama sekali tidak demokratik. Konstitusi Mubarak tidak bisa diamendemen. Konstitusi itu harus dibuang dan sebuah Majelis Konstituante yang demokratik dan revolusioner harus berhimpun untuk mendiskusikan sebuah konstitusi atau undang-undang dasar yang sama sekali baru. Peran reaksioner para jenderal telah diperlihatkan dengan pembubaran kamp Tahrir Square yang dilakukan dengan kekerasan oleh tentara.
Setelah menggulingkan sebuah kediktatoran dengan perjuangan, rakyat revolusioner tidak bisa menyerahkan kekuasaan kepada jenderal-jenderal yang sama yang telah mendukung Mubarak sampai detik terakhir. Kaum buruh tidak dapat mempercayai pimpinan-pimpinan tentara atau dewan “pakar” apapun yang diangkat oleh mereka untuk menulis sebuah konstitusi yang benar-benar demokratik. Kita adalah untuk sebuah majelis konstituante: sebuah badan yang terpilih secara demokratik untuk mengerjakan konstitusi. Ini merupakan sebuah tuntutan demokratik yang elementer.
Tapi pertanyaannya masih sama: siapa yang akan menyelenggarakan Majelis Konstituante ini? Kita juga tidak bisa mempercayakan tugas ini kepada Angkatan Bersenjata Mesir. Karena itu, perjuangan harus berlanjut di jalan-jalan, di pabrik-pabrik, di kalangan kaum muda, di kalangan para pengangguran, sampai pertempuran untuk demokrasi dimenangkan sepenuhnya.
Situasi di Mesir serupa, bukan dengan Bolivia pada 2003 dan 2006 atau Argentina pada 2001, tapi dengan Rusia pada 1905 atau 1917. Kita harus mempergunakan slogan-slogan demokratik yang paling maju untuk mengedepankan pertanyaan sentral tentang kekuasaan kaum buruh. Kita berkata kepada kaum buruh dan kaum muda: “Saudara menginginkan demokrasi? Kami juga! Tapi jangan mempercayai Tentara atau El Baradei – mari kita bertempur untuk demokrasi yang sejati!” Di Mesir, Tunisia, dan Iran saat ini, slogan Majelis Konstituante benar-benar sangat relevan.
Kaum buruh Mesir telah menarik kesimpulan yang tepat. Secara mengejutkan ini terungkap dalam pernyataan kaum buruh besi dan baja di Helwan, yang, semasa perjuangan, memajukan tuntutan-tuntutan berikut:
1. Penurunan segera Mubarak dan semua figur rezim serta simbol-simbolnya;
2. Penyitaan kekayaan dan properti dari semua simbol rezim dan semua orang yang terbukti korup, demi kepentingan massa-rakyat;
3. Pengunduran diri semua buruh dengan segera dari serikat-serikat buruh yang dikontrol oleh atau berafiliasi dengan rezim dan mendeklarasikan serikat-serikat buruh independen mereka sendiri yang sekarang mempersiapkan konferensi umum mereka untuk memilih dan membentuk sindikat mereka;
4. Mengambil-kembali perusahaan-perusahaan sektor public yang telah dijual atau ditutup, serta deklarasi penasionalisasian perusahaan-perusahaan tersebut demi kepentingan rakyat dan pembentukan sebuah administrasi baru untuk menjalankannya, yang melibatkan kaum buruh dan para teknisi;
5. Pembentukan komite-komite untuk menyelia kaum buruh di semua tempat kerja dan memonitor produksi dan distribusi harga dan upah;
6. Seruan untuk membentuk sebuah majelis konstituante dari semua klas rakyat dan aliran untuk mengkonsep sebuah konstitusi baru dan pemilihan dewan-dewan rakyat tanpa menunggu negosiasi-negosiasi dengan rezim yang lama.”
Tuntutan-tuntutan ini benar-benar tepat. Mereka memperlihatkan suatu level kesadaran politik yang sangat tinggi dan sepenuhnya sesuai dengan program yang dimajukan oleh kaum Marxis. Program ini memasok Revolusi Mesir dengan segala yang dibutuhkannya untuk berhasil.
Serikat-serikat Buruh
Revolusi mengedepankan kebutuhan akan organisasi. Serikat-serikat buruh adalah bentuk organisasi yang paling mendasar bagi kaum buruh di semua negara pada segala waktu. Tanpa organisasi klas buruh akan selalu hanya menjadi bahan mentah yang dieksploitasi. Karena itu, tugas membangun dan memperkuat serikat-serikat buruh merupakan prioritas yang mendesak.
Di Mesir dan Tunisia serikat-serikat buruh secara erat terkait dengan rezim penindas lama. Pada dasarnya, mereka adalah bagian dari Negara. Lapisan-lapisan atas mereka korup dan dalam banyak kasus merupakan anggota-anggota dari partai penguasa. Peran utama mereka adalah mengawasi kaum buruh. Namun, di level anggota-biasa serikat-serikat buruh ini terdiri dari kaum buruh yang jujur dan militan.
Bahkan dalam demokrasi-demokrasi burjuis ada sebuah kecenderungan yang organik dari petinggi-petinggi serikat buruh untuk bercampur-baur dengan Negara. Tetapi sejarah memperlihatkan bahwa ketika klas buruh bergerak, bahkan serikat-serikat buruh yang paling korup dan terbirokratisasi bisa berada di bawah tekanan klas buruh dan mengalami transformasi dalam proses perjuangan. Entah para pemimpin lama akan berubah dan mulai mencerminkan tekanan kaum buruh, atau mereka akan disingkirkan dan digantikan oleh orang-orang yang siap menaruh diri mereka di pucuk pimpinan gerakan.
Di Tunisia para pemimpin UGTT (serikat buruh Tunisia) telah berkompromi dengan rezim Ben Ali. Para pemimpin lama telah siap berpartisipasi dalam pemerintahan sementara yang dibentuk oleh Gannouchi, tapi dipaksa mundur di bawah tekanan kaum buruh. Tapi pada level lokal dan regional, UGTT memainkan peran yang paling penting dalam Revolusi. Di beberapa daerah, seperti di Redeyef, UGTT benar-benar mengambilalih tatakelola masyarakat. Di daerah-daerah yang lain, serikat-serikat buruh lokal memainkan peran kunci dalam pengorganisasian gerakan revolusioner melalui komite-komite revolusioner. Ini memperlihatkan peran vital serikat-serikat buruh sebagai suatu kendaraan untuk revolusi.
Apa yang dibutuhkan adalah suatu pembersihan yang menyeluruh terhadap UGTT di semua level, dengan menyingkirkan semua birokrat yang bertali-temali dengan rezim yang lama, dimulai dari sekretaris jenderalnya Abdessalem Jerad, yang terang-terangan sedang memainkan peran yang mematahkan pemogokan. Struktur-struktur regional dan federasi-federasi nasional yang berada di bawah kepemimpinan para aktivis Kiri dan demokratik yang merepresentasikan suatu mayoritas keanggotaan UGTT harus segera menghimpun sebuah kongres nasional darurat. Suatu gerakan untuk mendemokratiskan serikat buruh dan membawanya sejalan dengan gerakan revolusioner akan mendapatkan dukungan yang massif di kalangan kaum buruh. Bila kaum buruh dan kaum muda mampu menyingkirkan Ben Ali dan kemudian Ghannouchi, seharusnya akan lebih mudah bagi mereka untuk menyingkirkan para pemimpin serikat buruh yang korup yang mendukung rejim ini.
Di Mesir para pemimpin serikat buruh yang korup tidak mampu mencegah gelombang pemogokan-pemogokan yang ternyata telah menjadi sebuah sekolah persiapan untuk Revolusi. Kaum buruh Mesir telah bergerak melawan para pemimpin yang korup dan sedang bertarung untuk menciptakan serikat-serikat buruh yang merupakan organisasi-organisasi klas yang benar-benar demokratik dan militan. Dalam melakukannya mereka telah memperlihatkan suatu naluri klas revolusioner yang tepat. Pertempuran demi demokrasi tidak terbatas pada arena politik. Pertarungan itu harus memasuki serikat-serikat buruh dan tempat-tempat kerja juga.
Perjuangan ini nampaknya bergerak dalam arah didirikannya sebuah Federasi Serikat-serikat Buruh Independen yang baru. Dalam kondisi-kondisi revolusioner seperti yang ada sekarang, federasi baru ini dapat menjadi organisasi utama dari kaum buruh Mesir. Namun, akan merupakan suatu kesalahan untuk meninggalkan sama sekali perjuangan di dalam serikat-serikat buruh resmi yang lama, yang masih mengklaim bahwa mereka merepresentasikan jutaan buruh. Dalam beberapa contoh, seluruh tempat-tempat kerja dan sektor-sektor akan diserikatburuhkan secara baru. Dalam beberapa kasus lain, serikat-serikat buruh yang demokratik dan militan akan muncul melalui kaum buruh yang mengambil kontrol atas struktur-struktur yang resmi.
Burjuasi dan kaum imperialis memahami nilai penting yang sentral dari serikat-serikat buruh. Mereka akan mengirim agen-agen bayaran mereka untuk merusak dan menyesatkan kaum buruh guna merintangi kaum buruh dari mencapai ide-ide revolusioner dan sosialis. CIA mempunyai hubungan dekat dengan para pemimpin AFL-CIO dan Sosdem (Sosial-Demokrasi) Eropa serta yang namanya badan-badan Serikat Buruh Internasional. Mereka akan berusaha membawa gerakan serikat buruh militan ke bawah kontrol mereka.
Kaum buruh harus hari-hati terhadap “teman-teman” yang datang untuk merusak mereka dan melemahkan Revolusi dari dalam. Mereka juga harus menyadari bahwa yang namanya LSM-LSM merupakan agen-agen samaran imperialisme. Peran LSM-LSM adalah untuk mengalihkan kaum buruh dari jalan revolusioner, menjerat mereka ke dalam ribuan tugas yang remeh-temeh, amal-amal, dsb; yang mengubah para eks revolusioner dan kaum buruh yang militan menjadi kacung bayaran, office boys, dan birokrat-birokrat. Ini adalah racun yang dapat merusak gerakan kaum buruh.
Tugas serikat-serikat buruh bukanlah untuk menopang kapitalisme, tetapi menggulingkannya. Tujuan pertama kita adalah berjuang demi perbaikan standar-standar hidup, upah-upah dan kondisi-kondisi kerja yang lebih baik. Kita harus berjuang untuk setiap perbaikan, betapapun kecilnya. Tapi kita harus mengerti bahwa mustahillah untuk memperoleh tuntutan-tuntutan utama kita sepanjang oligarki parasit masih menjadi pemilik tanah, bank-bank, dan industri-industri utama.
Dalam perjuangan melawan rezim yang lama, serikat-serikat buruh telah menghubungkan diri mereka dengan lapisan-lapisan masyarakat lainnya: para pengangguran, kaum perempuan, kaum muda, kaum tani, kaum intelektual. Klas buruh harus beraspirasi untuk menempatkan dirinya pada pucuk pimpinan Bangsa dan memimpin pertempuran melawan semua bentuk ketidakadilan dan penindasan.
Rakyat revolusioner sekarang sedang mendirikan komite-komite rakyat. Itu merupakan suatu langkah yang mutlak-perlu untuk memasok gerakan revolusioner dengan suatu bentuk yang terorganisir dan koheren. Namun, komite-komite yang luas itu tidak menggantikan serikat-serikat buruh, yang harus tetap merupakan bentuk organisasional gerakan kaum buruh.
Serikat-serikat buruh adalah sekolah revolusi yang akan memainkan suatu peran kunci dalam menggulingkan rezim lama dan mendirikan sebuah masyarakat baru, masyarakat sosialis, yang di dalamnya peran serikat-serikat buruh akan diperluas ribuan kali, dengan memainkan suatu peran utama dalam menjalankan industri-industri yang dinasionalisasikan, merencanakan produksi, dan mengelola masyarakat.
Kami menyatakan:
– Bangunlah serikat-serikat buruh dan ubah mereka menjadi organisasi-organisasi perjuangan yang sejati!
– Murnikan serikat-serikat buruh dari semua unsur yang korup dan kaum birokrat!
– Untuk serikat-serikat buruh demokratik: pemilihan-pemilihan di setiap level dan hak untuk me-recall semua pejabat!
– Lawan korupsi! Tidak boleh ada seorang pun pejabat serikat buruh yang menerima upah yang lebih tinggi daripada seorang buruh yang terampil!
– Tidak boleh ada kontrol negara atas serikat-serikat buruh! Serikat-serikat buruh harus ada di tangah kaum buruh!
– Untuk kontrol kaum buruh atas industri! Untuk penyitaan para bankir, tuan-tanah, dan kapitalis! Untuk sebuah rencana produksi sosialis dan demokratik!
Peran Kaum Muda
Karl Liebknecht, revolusioner besar Jerman dan seorang martir pernah berkata: “Kaum muda adalah lidah-api dari Revolusi Sosialis”. Kata-kata ini dapat dengan jelas ditampilkan dalam panji Revolusi Arab. Pada setiap tahap kaum muda telah memainkan peran kunci. Para demonstran yang tumpah ruah ke jalan-jalan di Tunisia dan Mesir terutama adalah kaum muda, yang menganggur dan tanpa masa depan apapun. Beberapa di antara mereka adalah para lulusan universitas, yang lainnya rakyat miskin dari kawasan-kawasan kumuh.
Di semua negeri di Timur Tengah dan Afrika Utara, mayoritas penduduk adalah kaum muda. Mereka sedang menderita dampak-dampak terburuk dari krisis kapitalisme. 70% dari kaum muda di bawah umur 25 di Tunisia adalah pengangguran. Jumlahnya 75% di Aljazair, dan 76% di Mesir. Situasi serupa juga terjadi di negeri-negeri lain.
Para lulusan universitas tidak mempunyai pekerjaan dan oleh karena itu tidak mempunyai prospek untuk menikah, tanpa rumah, dan tanpa masa depan. Fakta-fakta ini menunjukkan jalan buntu kapitalisme. Negeri-negeri ini butuh dokter, guru, insinyur, tapi tidak ada pekerjaan. Jutaan orang tak mampu mendapatkan pekerjaan, dan karena itu tidak bisa menikah dan membangun keluarga. Mereka dimotivasi oleh kepekaan yang mendalam terhadap ketidakadilan dan suatu kemarahan yang membara serta kebencian terhadap suatu sistem yang menyisihkan mereka dari suatu masa depan, serta suatu rezim yang korup yang telah memperkaya dirinya sendiri dengan mengorbankan rakyat.
Harapan satu-satunya yang dimiliki oleh kaum muda ini adalah bertarung demi suatu perubahan yang fundamental dalam masyarakat. Mereka telah mengesampingkan semua rasa takut dan bersiap untuk mengorbankan nyawa mereka dalam perjuangan demi kebebasan dan keadilan. Di Tunisia kaum muda revolusioner telah mengorganisir diri mereka dan menyerukan suatu penghimpunan massa di Tunis, yang berbaris di kantor perdana-menteri dan berkemah di depannya, di taman Kasbah. Gerakan-gerakan massa dari siswa-siswa sekolah mengedepankan tuntutan untuk sebuah majelis konstituante, dan mendemonstrasikan teriakan “turunkan pemerintah”. Mereka menjadi pemercik sebuah gerakan yang akhirnya menurunkan pemerintahan Ghannouchi pada akhir Februari. Di Mesir kita kembali melihat hal yang sama. Para demonstran yang menguasai jalanan terutama kaum muda Mesir, yang menganggur dan tanpa masa depan.
Sejarah sedang mengulangi dirinya sendiri. Pada 1917 kaum Menshevik menuduh kaum Bolshevik sebagai “segerombolan anak kecil” semata. Mereka tidak sepenuhnya salah. Usia rata-rata para aktivis Bolshevik sangatlah muda. Seksi pertama yang akan bergerak selalu kaum muda, yang bebas dari prasangka-prasangka, ketakutan, dan skeptisisme generasi yang lebih tua.
Kaum muda di setiap negeri terbuka terhadap ide-ide revolusioner. Kita harus pergi ke kaum muda! Bila kita pergi ke kaum muda dengan ide-ide Marxisme revolusioner dan internasionalisme proletarian, kita akan memperoleh tanggapan yang antusias.
Kami menyatakan:
– Pekerjaan bagi semua orang!
– Setiap orang muda harus beroleh jaminan atas kerja penuh-waktu atau pendidikan penuh-waktu yang gratis.
– Upah yang setara untuk pekerjaan dengan nilai yang setara!
– Akhiri penyiksaan yang dilakukan oleh polisi!
– Hak-hak demokratik sepenuhnya dan hak suara pada umur 16!
Peran Kaum Perempuan
Faktor yang menentukan adalah bahwa massa-rakyat telah memperoleh suatu rasa kekuatan kolektif mereka dan telah kehilangan rasa takut mereka. Dimulai dengan unsur-unsur yang paling muda, yang paling enerjik dan bertekad baja, semangat perlawanan telah menjalar ke lapisan-lapisan yang lebih tua, yang lebih berhati-hati dan lamban.
Salah satu aspek yang paling inspiratif dari Revolusi-revolusi di Tunisia dan Mesir adalah partisipasi aktif kaum perempuan. Sikap tunduk yang lama lenyap. Di Aleksandria para ibu rumah tangga setengah baya melemparkan belanga-belanga dan panci-panci ke polisi dari balkon-balkon rumah susun. Dalam demonstrasi-demonstrasi para mahasiswi bercelana jeans bertarung bersebelahan dengan kaum perempuan yang mengenakan hijab. Adalah kaum perempuan yang memainkan suatu peran kunci dalam pemogokan-pemogokan yang massif dari kaum buruh tekstil di Mahalla al Kubra beberapa tahun yang lalu, pemogokan-pemogokan yang mempersiapkan gejolak revolusioner saat ini.
Kaum perempuan telah tampil di garis depan di setiap revolusi dalam sejarah. Citra para perempuan Bahrain, yang berdemonstrasi tanpa kenal takut, beberapa dengan kerudung, beberapa yang lain tidak, adalah suatu gambaran yang inspiratif dari Revolusi yang sedang beraksi. Mereka sedang mengulangi pengalaman kaum perempuan Paris yang heroik pada Oktober 1789 dan di Petrograd pada Februari 1917.
Kebangkitan kaum perempuan adalah sebuah tanda yang pasti dari Revolusi. Masyarakat tidak bisa maju dan makmur selama kaum perempuan diperbudak. Bukanlah kebetulan bila kaum reaksioner di Mesir, yang menghasut-hasut terjadinya pembantaian berdasarkan agama, menyerang demonstrasi 8 Maret (Hari Perempuan Dunia) di Tahrir Square. Revolusi Arab akan merekrut pejuang-pejuangnya yang paling bertekad baja dan gagah berani dari kalangan perempuan, dan pembebasan sepenuhnya kaum perempuan adalah tugas pertama Revolusi. Tempat kaum perempuan bukanlah di dapur, melainkan di jalan-jalan, bertempur bersebelahan dengan para laki-laki. Mereka adalah unsur yang paling tidak kenal takut. Dan mereka memiliki hampir segalanya untuk diperjuangkan.
Kami menyatakan:
– Akhiri diskriminasi dan ketidaksetaraan!
– Pengakuan sepenuhnya terhadap kaum perempuan sebagai warganegara dan manusia yang setara!
– Kesetaraan sosial, politik, dan ekonomik sepenuhnya bagi kaum perempuan!
– Akhiri semua undang-undang yang diskriminatif!
– Organisir kaum buruh perempuan dalam serikat-serikat buruh yang bebas dan demokratik, yang independen terhadap negara!
– Upah yang setara untuk kerja dengan nilai yang setara!
Revolusi Belumlah Selesai
Mengatakan bahwa sebuah revolusi telah dimulai bukan berarti bahwa revolusi tersebut telah selesai, apalagi mengatakan bahwa kemenangan terjamin. Ini adalah sebuah pertarungan kekuatan-kekuatan yang hidup. Revolusi bukanlah drama satu babak. Ia merupakan sebuah proses yang rumit dengan berbagai arus pasang surut. Penggulingan Mubarak, Ben Ali dan Gannouchi menandai berakhirnya babak pertama, tetapi Revolusi belum sepenuhnya berhasil menggulingkan rezim lama, sementara rejim lama ini belum berhasil mengambil kembali kontrol.
Di Rusia pada tahun 1917 Revolusi berlangsung selama sembilan bulan, dari bulan Februari sampai Oktober, ketika kaum buruh akhirnya mengambil alih kekuasaan di bawah kepemimpinan Partai Bolshevik. Namun, Revolusi Rusia bukanlah sebuah garis lurus dan berproses melalui segala macam perubahan-perubahan dan kontradiksi-kontradiksi. Terdapat periode reaksi terbuka di bulan Juli dan Agustus. Lenin harus mengungsi ke Finlandia dan Partai Bolshevik nyaris bubar. Tetapi ini hanya menyiapkan jalan bagi kemajuan baru dalam revolusi tersebut, yang berpuncak pada insureksi bulan Oktober.
Di Spanyol kita melihat sebuah proses yang serupa, dimulai dengan jatuhnya monarki pada tahun 1931, diikuti oleh kebangkitan besar dari perjuangan kelas. Tetapi kekalahan Komune Asturian pada bulan Oktober 1934 menyebabkan periode reaksi, Negro Biennio, atau dua tahun kegelapan pada tahun 1935-6. Tetapi ini terbukti hanya sebagai pendahuluan untuk sebuah gejolak baru Revolusi, dimulai dengan kemenangan Front Populer dalam pemilu tahun 1936, yang mendorong ke arah Perang Saudara dan berakhir dengan kekalahan dan fasisme.
Setelah jatuhnya Mubarak, Revolusi Mesir seperti sebuah karnival besar. Tetapi massa yang berjuang untuk hal-hal yang tidak dapat diberikan oleh pemerintahan borjuis. Seperti kaum pekerja Rusia pada bulan Februari 1917, kaum pekerja Mesir telah berhasil menumbangkan seorang tiran, tetapi mereka belum memenangkan tujuan utama mereka. Perjuangan yang sesungguhnya masih panjang. Apa yang telah diselesaikan dengan tumbangnya Mubarak? Apa yang dicapai dengan larinya Ben Ali ke Arab Saudi? Tidak ada sesuatu yang fundamental yang telah dipecahkan. Kaum pekerja berjuang untuk roti, pekerjaan dan rumah, bukan untuk berbagai macam sandiwara demokrasi borjuis formal di mana segala sesuatu berubah agar bisa tetap sama.
Melalui pengalaman yang menyakitkan massa sedang belajar beberapa pelajaran yang serius. Cepat atau lambat mereka akan menarik kesimpulan bahwa kelas pekerja harus mengambil kekuasaan. Akan terdapat proses pembelajaran yang panjang, proses diferensiasi internal. Ini sudah dimulai. Dalam komite-komite revolusioner, elemen-elemen yang lebih moderat yang memimpin gerakan pada awalnya, dan yang memiliki ilusi-ilusi pada angkatan bersenjata, sedang ditantang oleh lapisan baru dari kaum pekerja dan pemuda yang menentang kompromi. Mereka takut bahwa apa yang sudah mereka taklukkan dengan darah bisa diambil dari mereka dengan dalih. Kecurigaan ini cukup beralasan.
Dengan tumbangnya Mubarak Revolusi Mesir meraih kemenangan besarnya yang pertama. Tetapi tak satu pun masalah fundamental dari masyarakat Mesir telah dipecahkan. Harga terus meningkat, para gelandangan tidur di kuburan dan, menurut data statistik resmi, sekitar 10 persen dari angkatan kerja menganggur, meskipun angka yang sebenarnya jauh lebih tinggi.
Ada sebuah kemarahan membara terhadap ketimpangan dan korupsi yang merupakan ciri utama dari rezim lama. Miliaran dolar uang publik telah hilang. Jumlah yang dijarah oleh keluarga Mubarak saja diperkirakan mencapai antara $40 miliar dan $80 miliar. Hal ini telah menimbulkan kemarahan dan rasa jijik, di negara di mana 40 persen rakyatnya hidup di bawah garis kemiskinan.
Tidak mungkin untuk mengatakan dengan pasti apa yang akan terjadi. Namun, kita dapat mengatakan bahwa Revolusi akan berkepanjangan dan akan mengalami segala macam pasang surut. Pada saat ini, massa dimabukkan dengan ide demokrasi. Rasa euforia mempengaruhi bahkan elemen-elemen termaju dan revolusioner. Periode ilusi demokratis dan konstitusional ini merupakan fase tak terelakkan tetapi tidak akan berlangsung selamanya. Revolusi mengaduk-aduk masyarakat sampai ke bawah. Revolusi menyadarkan lapisan-lapisan baru, yang sebelumnya acuh dan “terbelakang” dalam kehidupan politik. Mereka menuntut hak-haknya. Ketika mereka mengatakan “thawra hatta’l nasr” (revolusi sampai menang), mereka serius.
Seluruh upaya untuk mengembalikan keseimbangan politik akan sia-sia karena krisis kapitalisme tidak mengijinkan solusi apapun untuk kebutuhan paling dasar dari penduduk. Akan ada serangkaian rejim-rejim borjuis yang tidak stabil. Kabinet-kabinet yang tidak stabil akan jatuh satu per satu. Ini menyajikan suatu bahaya. Ketika perjuangan kelas mencapai titik kebuntuan, Negara cenderung naik ke atas masyarakat dan memperoleh kemandirian yang relatif. Hasilnya adalah sebuah rezim militer yang tidak stabil, atau, untuk memberikan nama yang tepat, sebuah rezim Bonapartis. Kenyataan bahwa sekarang rejim seperti ini eksis adalah indikasi bahwa Revolusi yang dimulai pada tanggal 25 Januari belumlah selesai. Revolusi ini akan mengalami banyak tikungan-tikungan baru sebelum kesimpulan akhirnya dapat ditulis.
Kendati semua seruan untuk “persatuan nasional”, rakyat Mesir secara tajam sedang terpolarisasi. Revolusi masih memiliki cadangan dukungan cukup banyak dalam populasi. Mahasiswa sedang beragitasi di kampus. Kaum pekerja sedang melakukan pemogokan-pemogokan dan pendudukan pabrik-pabrik, mengusir para manajer yang dibenci dan para pemimpin serikat buruh yang korup. Pemogokan kaum pekerja minyak Mesir memenangkan semua tuntutan mereka, termasuk pengunduran diri menteri perminyakan, hanya dalam waktu tiga hari. Ini menunjukkan dimana letak kekuasaan yang sesungguhnya.
Rezim militer di Mesir tidak akan bisa mempertahankan dirinya dalam waktu yang lama. Segala upaya untuk memulihkan “ketertiban” (yaitu, tatatertib kaum kaya dan berkuasa) telah gagal. Militer telah berusaha untuk menghentikan pemogokan, tetapi pemogokan terus berlanjut. Jauh dari mereda, gerakan pekerja tengah meningkat. Apa yang bisa dilakukan para jenderal? Jika mereka tidak mampu menggunakan tank-tanknya untuk menghancurkan insureksi, apalagin menggunakannya untuk menghancurkan pemogokan di dalam apa yang seharusnya menjadi sebuah rezim demokratis.
Para jenderal akan harus menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan sipil (yakni, pemerintahan borjuis). Ini akan menjadi kontrarevolusi dengan kedok demokratis. Tetapi tidaklah mudah bagi kontrarevolusi untuk merestorasi stabilitas. Bagi kaum pekerja, demokrasi bukanlah kata kosong. Jika tidak membawa kepada perbaikan dalam standar hidup, pekerjaan dan rumah, apa gunanya bertarung?
Jika semua ini terjadi sepuluh tahun yang lalu, mereka mungkin akan mampu mengkonsolidasikan semacam bentuk rezim demokratik borjuis. Boom ekonomi kapitalis dunia akan memberikannya sejumlah ruang untuk bermanuver. Tapi sekarang sedang terjadi krisis besar pada skala dunia. Ini merupakan alasan terjadinya gejolak revolusioner dan mengapa hal ini tidak mudah diakhiri. Sistem kapitalis tidak mampu memberikan apa pun kepada massa. Ia bahkan tidak bisa memberikan pekerjaan dan standar kehidupan yang layak di Amerika Serikat dan Eropa. Bagaimana mereka berharap bisa melakukannya di Mesir?
Aksi-aksi mogok kaum pekerja, menduduki pabrik-pabrik dan menendang keluar para manajer merupakan sesuatu yang luar biasa. Mereka berarti bahwa Revolusi sedang memasuki pabrik-pabrik dan tempat-tempat kerja. Mereka memaknai bahwa kaum pekerja Mesir sedang berproses dari perjuangan demokrasi di dalam masyarakat ke perjuangan demokrasi ekonomi di tempat kerja. Ini berarti bahwa kelas pekerja Mesir mulai berpartisipasi dalam Revolusi di bawah benderanya sendiri, berjuang untuk kebutuhan kelasnya sendiri. Ini adalah faktor yang menentukan bagi masa depan Revolusi.
Para pekerja memprotes tindakan korupsi dan gaji yang rendah. Mereka memberontak terhadap para direksi yang ditunjuk negara dan mendirikan komite revolusioner untuk menjalankan pabrik-pabrik dan tempat-tempat kerja. Itu merupakan garis yang benar untuk diambil.
Para pengamat borjuis telah menekankan bahwa pemogokan-pemogokan ini bersifat ekonomik. Tentu! Kelas pekerja sedang mengajukan tuntutan-tuntutannya secara langsung. Artinya, mereka melihat Revolusi sebagai alat perjuangan yang bukan sekedar untuk demokrasi formal, tetapi untuk upah yang lebih baik, untuk kondisi kerja yang lebih baik – untuk kehidupan yang lebih baik. Mereka berjuang untuk tuntutan kelas mereka sendiri. Dan perjuangan ini tidak bisa berhenti hanya karena Husni Mubarak tidak lagi duduk di Istana Presiden.
Untuk demokrasi kaum pekerja!
Di Suez, sebuah negara lumpuh total selama empat atau lima hari. Seperti di Tunisia sebelumnya, komite-komite revolusioner dan pos-pos pemeriksaan bersenjata didirikan untuk menjaga rakyat. Fakta-fakta ini tentu saja menunjukkan soviet-soviet (yakni dewan-dewan pekerja) bukan dibentuk oleh kaum Marxis dengan sembarangan tetapi muncul secara spontan dalam setiap revolusi yang sejati.
Hal ini mengedepankan sebuah pertanyaan penting, yakni mengenai negara. Kekuasaan negara yang lama telah ditundukkan oleh Revolusi. Ini harus diganti dengan suatu kekuatan yang baru. Ada kekuatan di dalam masyarakat yang lebih kuat dibanding negara manapun. Kekuatan ini adalah rakyat revolusioner. Tetapi ini harus diorganisir. Di Mesir dan Tunisia terdapat elemen-elemen kekuasaan ganda dalam komite-komite revolusioner. Seluruh kota dan daerah diambil alih oleh komite-komite ini.
Di Tunisia, organisasi revolusioner rakyat bergerak lebih jauh daripada di Mesir. Badan-badan ini, dalam banyak kasus mengororganisir di sekitar struktur local dari serikat-serikat buruh UGTT, mengambil alih berjalannya seluruh aspek masyarakat di kota-kota besar dan kecil dan bahkan di seluruh daerah-daerah, setelah mengusir otoritas-otoritas lama dari rejim RCD. Mengenai semua desas-desus yang disebarkan oleh kelas penguasan mengenai “kekacauan” dan “tidak adanya keamanan”, faktanya adalah bahwa rakyat pekerja telah mengorganisir dirinya sendiri untuk menjamin ketertiban dan keamanan, tetapi ini adalah jenis ketertiban yang berbeda, suatu tatatertib revolusioner.
Di Mesir, setelah lumpuhnya kepolisian pada tanggal 28 Januari, rakyat bergerak untuk melindungi lingkungan mereka. Mereka mendirikan pos-pos pemeriksaan, dipersenjatai dengan pisau, pedang, parang dan tongkat untuk memeriksa mobil yang masuk dan keluar. Di beberapa daerah, komite-komite popular benar-benar mengambil alih jalannya kota, bahkan mengatur arus lalu lintas. Di sini kita memiliki embrio milisi rakyat – dari kekuatan negara alternatif.
Dan sebagaimana rakyat membentuk komite-komite untuk melindungi wilayahnya dari unsur-unsur kriminal ketika polisi menarik diri dari jalanan agar timbul kekacauan dan gangguan, sekarang guna mengorganisasi Revolusi dalam cara yang paling efektif, gagasan yang sama harus diambil dan digeneralisir. Dalam rangka mempertahankan dan memperluas revolusi, kita harus membentuk komite-komite pertahanan di mana-mana!
Komite-Komite Pertahanan Revolusi yang dipilih, yang telah ada di beberapa daerah, harus didirikan di setiap pabrik, jalan dan desa. Komite-komite revolusioner harus terhubung di tingkat lokal, regional dan nasional. Ini akan menjadi titik awal bagi pemerintahan demokratis buruh dan tani masa depan dan – sebuah alternatif nyata untuk rezim diktator busuk.
Kami menuntut:
– Pembersihan total dan demokratisasi tentara
– Membentuk komite-komite tentara dan komite-komite perwira rendah revolusioner
– Memecat para jenderal korup dan reaksioner
– Pembubaran segera seluruh badan represif
– Semua yang bersalah atas tindakan teror terhadap rakyat harus diadili dan dihukum
– Persenjatai rakyat umum
– Bentuk milisi rakyat
– Dirikan pemerintahan buruh dan tani!
Revolusi tidak mengenal batas
Karakter internasional dari revolusi ini telah jelas sejak dari awal. Negara-negara Arab lainnya menghadapi masalah yang serupa dengan Tunisia dan Mesir: naiknya harga makanan, kondisi ekonomi yang memburuk tajam, pengangguran dan korupsi pejabat yang merajalela. Jutaan rakyat berjuang untuk hidup. Dan dalam masyarakat sebagaimana pada umumnya, kondisi yang sama menghasilkan hasil yang sama pula. Apa yang terjadi di Tunisia dan Mesir bisa terjadi di banyak negara lain, dan tidak hanya di dunia Arab.
Kaum imperialis telah mencoba untuk menghibur diri dengan pikiran bahwa tidak ada efek domino. Tetapi domino-domino tersebut sudah mulai berjatuhan: Libya, Maroko, Sudan, Irak, Djibouti, Yaman, Bahrain dan Oman – semuanya sedang memasuki pusaran revolusioner. Seperti di Tunisia dan Mesir, orang-orang Aljazair, Yordania dan Yaman hidup dalam kemiskinan di bawah elit penguasa diktator yang hidup mewah dengan merampok bangsa.
Dalam kasus Irak, Revolusi terkait dengan perjuangan melawan imperialisme dan dominasi asing serta hak-hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Kurdi. Pada saat yang sama, salah satu karakteristik dari gerakan protes di Irak adalah bahwa hal tersebut telah memotong sektarianisme antara Syiah dan Sunni, antara Arab, Kurdi dan Turki, yang menjadi pijakan bagi dominasi dari para politisi reaksioner.
Di antara isu-isu utama yang diangkat oleh pengunjuk rasa adalah meningkatnya biaya hidup, yang sebagian disebabkan oleh ditariknya subsidi pemerintah untuk bensin dan gula – sebuah isu yang meledak di seluruh dunia Arab. Para pemimpin Yordania, Aljazair dan Libya mereduksi seluruh pajak untuk makanan impor atau menurunkan harga kebutuhan pokok dalam upaya untuk menghindari kerusuhan. Di Aljazair rezim telah membuat konsesi dalam upaya untuk mencegah ledakan yang akan lebih besar daripada pemberontakan di wilayah Berber pada tahun 2001.
Bahkan para monarki kaya-minyak Teluk khawatir. Kuwait telah mendistribusikan US$ 4600 kepada semua warga untuk menjaga ketenangan penduduk. Tapi langkah seperti itu paling-paling hanya bisa menunda pemberontakan revolusioner yang tak terelakkan.
Media Barat dengan tanpa rasa malu menggambarkan gerakan di Bahrain sebagai sebuah perjuangan sektarian agama antara mayoritas Syiah dan Sunni. Ini merupakan kebohongan. Rakyat Bahrain sedang berjuang melawan korupsi, untuk pemilihan umum yang bebas, melawan diskriminasi dan hak-hak untuk para imigran dan perempuan, untuk distribusi kekayaan yang adil dan berjuang melawan pengangguran. Di mana-mana kita melihat keberanian yang sama dari massa dalam menghadapi penembakan. Di Bahrain tentara terpaksa menarik diri dari Pearl Square. Sekali lagi, peran kelas pekerja sangat penting, karena ancaman pemogokan umum dari serikat-serikat buruh Bahrain memaksa rezim untuk membuat beberapa konsesi.
Di semua negara-negara Teluk terdapat eksploitasi buruh yang brutal, terutama terhadap buruh imigran. Di Arab Saudi saja terdapat 1,1 juta pekerja Pakistan. Situasi serupa berlaku di seluruh Teluk. Ada banyak pemogokan dan pemberontakan di masa lalu yang belum dilaporkan, seperti pemogokan 8.000 pekerja bangunan di Dubai.
Rezim Saudi sendiri, benteng reaksi di Timur Tengah, adalah seperti sebuah pressure-cooker (panci tekanan uap) tanpa katup pengaman. Dalam rezim seperti itu, ketika ledakan itu datang, maka tanpa peringatan akan terjadi dan dengan kekerasan yang ekstrim. Keluarga kerajaan Saudi sangat korup, bermoral rendah dan busuk. Kerajaan Saudi terpecah karena masalah suksesi takhta dan menumbuhkan kebencian serta ketidakpuasan dalam populasi. Ketika saat itu tiba, seluruh minyak yang ada di kerajaan tidak akan menyelamatkan mereka. Sangat signifikan bahwa sekarang ulama Wahabi berubah melawan mereka.
Revolusi Arab telah menghidupkan kembali gerakan revolusioner di Iran, di mana para perwira Revolutionary Guard mengatakan mereka tidak siap menembaki rakyat dan memperingatkan Basij untuk meninggalkan tongkat-tongkat mereka di rumah. Perpecahan dalam aparatus negara mengungkapkan krisis dalam rezim yang telah retak dari atas ke bawah.
Karena setiap kasus sedikit banyak berbeda, sulit untuk mengatakan apa jenis rezim yang akan muncul dalam setiap kasus. Tendensi-tendensi politik dan rezim-rezim macam apa yang akan muncul bergantung pada banyak faktor dan akan berbeda dari satu negara ke negara lain. Proses di Tunisia dan Mesir hampir identik. Tapi di Libya situasinya berbeda. Rezim Libya lebih memiliki basis, khususnya di sekitar Tripoli. Pemberontakan sebagian besar terbatas pada bagian timur dan Revolusi telah berubah menjadi perang sipil, hasilnya masih belum pasti.
Gaddafi tidak peduli jika seluruh negeri terkubur bersamanya. Setelah kehilangan kontrol di seluruh timur termasuk kota terbesar kedua, Benghazi, ia memutuskan untuk melawan sampai akhir, menceburkan Libya ke dalam konflik berdarah. Ada pembelotan yang meluas di dalam tentara Libya, bahkan pada jajaran atas. Tetapi ini tidak memiliki efek yang sama seperti di Mesir karena sifat dari tentara dan rezimnya berbeda.
Satu hal yang jelas: segala sesuatunya telah terlempar ke belanga peleburan. Tidak satupun dari rezim ini akan bertahan sampai akhir. Ada banyak kemungkinan yang berbeda, tergantung pada perimbangan kekuatan-kekuatan kelas dan serangkaian faktor-faktor internal dan eksternal yang tidak mungkin untuk diramalkan. Tetapi satu hal yang jelas: seperti apapun yang rejim yang muncul, ini tidak akan mampu memenuhi bahkan tuntutan paling minimal dari massa.
Impotensi imperialisme
Kaum imperialis khawatir ke mana semua ini akan menuju, dan seberapa jauh ini akan menyebar. Mereka tidak mengharapkan peristiwa ini dan tidak tahu bagaimana harus bereaksi. Obama tidak berani meminta Mubarak untuk mundur di depan umum karena ini akan berpengaruh ke negara-negara lain. Dia terpaksa berbicara dengan bahasa kode yang diperhitungkan dengan hati-hati. Kata “demokrasi” dan “hak asasi manusia” di mulut Obama dan teman-teman Eropanya berbau kemunafikan.
Sinisme dari pemerintah Barat terekspos dengan telanjang. Setelah puluhan tahun mendukung kediktatoran kejam di Tunisia, tiba-tiba mereka semua mendukung demokrasi dan hak asasi manusia. Sarkozy sebelumnya telah memuji Ben Ali sebagai sahabat demokrasi dan hak asasi manusia bahkan ketika ia sedang menyiksa lawan-lawannya di penjara. Dan Washington menutupi tindakan biadab dari semua diktator pro-Barat lainnya. Sekarang mereka sedang mendapatkan pahala yang setimpal.
Politik mempengaruhi ekonomi dan sebaliknya. Harga minyak naik di tengah ketakutan akan menyebarnya kerusuhan ke negara-negara Arab lainnya termasuk raja minyak Arab Saudi atau mengganggu pasokan minyak dari Laut Merah ke Mediterania melalui Terusan Suez. Minyak mentah Brent melampaui angka $120 per barel dan masih berada di atas angka $110. Ini mengancam pemulihan yang lemah dan rapuh dari ekonomi dunia.
Untuk alasan ekonomi, politik dan militer kaum imperialis membutuhkan kestabilan di Timur Tengah. Tapi bagaimana mereka mendapatkannya? Itulah pertanyaannya! Sejak awal AS tengah bersusah payah untuk menemukan respon yang koheren untuk peristiwa-peristiwa yang sedang berubah dari hari ke hari, bahkan jam ke jam. Dalam kenyataannya kekuatan terkuat di dunia telah direduksi menjadi peran seorang penonton yang tak berdaya. Sebuah artikel di The Independent oleh korespondennya di Washington, Rupert Cornwell, mengangkat judul yang menarik: Kata-kata keras Washington menandai impotensi AS. Itu mengekspresikan posisi yang sebenarnya.
Akan tetapi beberapa orang “pintar” berpikir bahwa Revolusi Arab adalah bagian dari konspirasi imperialis. Ini benar-benar keliru. Borjuasi benar-benar terkejut dengan semua ini. Revolusi ini benar-benar mengacaukan salah satu wilayah mereka yang paling penting. Ini sama sekali tidak disambut baik oleh mereka. Dan ini memiliki dampak yang jauh melampaui dunia Arab.
Timur Tengah merupakan kawasan kunci bagi kaum imperialis. Amerika telah menghabiskan waktu empat dekade untuk menancapkan posisinya di sana. Mesir adalah bagian kunci dalam hitungan mereka. Hari ini semuanya hanyut di depan mata mereka dalam beberapa minggu. Negara terkaya dan terkuat di bumi benar-benar lumpuh. Obama tidak bisa campur tangan, dan bahkan merasa sulit untuk berkata apa-apa karena takut menyinggung sekutunya di Saudi.
Delapan persen dari perdagangan dunia melewati Terusan Suez, dan Amerika takut akan ditutup, tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Satu-satunya yang bisa dikatakan oleh Obama adalah bahwa ini adalah pilihan rakyat Mesir. Amerika tidak mengatakan itu ketika datang ke Irak atau Afghanistan, di mana imperialisme AS tidak berpikir dua kali untuk menyerang.
Kapal perang AS sebenarnya dikirim ke Suez, tapi tidak melakukan apapun. Ini dimaksudkan untuk membuka tinju yang disembunyikan di dalam sarung tangan beludru “demokrasi” Obama. Namun dalam kenyataannya ini merupakan ancaman hampa. AS membakar jari-jarinya di Irak. Sebuah petualangan militer baru di Mesir akan menyulut badai di Amerika Serikat dan pada skala dunia. Tidak akan ada satupun Kedutaan Besar AS yang akan tersisa berdiri di Timur Tengah dan semua rezim Arab pro-AS lainnya akan dihadapkan dengan penggulingan.
Amerika Serikat memiliki kepentingan khusus di Bahrain karena posisi strategisnya yang bersebelahan dengan Arab Saudi dan Iran. Ini adalah pangkalan dari Armada Kelima, pangkalan angkatan laut Amerika Serikat yang paling penting di seluruh wilayah. Namun mereka tidak berdaya untuk mengintervensi gerakan revolusioner di Bahrain. Jika semua ini merupakan bagian dari rencana imperialis, tak ada seorangpun yang memberitahu Obama mengenai ini!
Dalam kasus Libya mereka tidak ragu-ragu untuk mengecam Gaddafi dan menyerukan penggulingannya – yang mana mereka terbukti gagal melakukannya dalam kasus Mubarak. Ini adalah contoh lain dari kepalsuan, sinisme dan standar ganda mereka. Tetapi meskipun mereka mengisyaratkan bahwa tindakan militer tidak dikesampingkan, mereka ragu-ragu untuk bertindak. Hilary Clinton mengatakan bahwa zona larangan terbang harus disetujui oleh PBB. Ini adalah kontras yang menyolok dengan tindakan Amerika Serikat di Irak ketika mereka melangkahi PBB.
Pada akhirnya, di bawah tekanan dari Prancis dan Inggris, AS setuju dengan zona larangan terbang. Sekarang kita menyaksikan sebuah agresi imperialis terbuka terhadap Libya. Ini tidak ada hubungannya dengan membela rakyat Libya, atau membela revolusi. Justru sebaliknya. Tujuan mereka adalah untuk mendapatkan pijakan di wilayah tersebut guna mencekik revolusi-revolusi yang telah dimulai.\
Kami menentang agresi imperialis ini. Tugas menumbangkan Gaddafi adalah tugas rakyat Libya. Kenyataannya adalah bahwa momentum revolusi yang awalnya dimulai di bagian timur Libya telah terbajak dan diambil alih oleh elemen-elemen konter-revolusioner yang duduk di Dewan Interim, yang sekarang telah menyerahkan nasib rakyat Libya ke tangan imperialisme Barat.
Kami mengatakan:
Tolak intervensi asing!
Akhiri pendudukan Irak dan Afghanistan!
Hentikan Pemboman Libya!
Ganyang imperialisme!
Hands off Revolusi Arab!
Israel dan Palestina
Tidak ada kepanikan yang timbul lebih besar karena Revolusi Arab daripada di Israel. Kekuatan militer terkuat di kawasan ini lumpuh dalam menghadapi peristiwa di Mesir. Klik penguasa Israel bahkan harus berhati-hati dengan apa yang mereka katakan mengenai situasi di Mesir. Binyamin Netanyahu memerintahkan para menteri untuk tidak membicarakan hal ini di depan umum. Israel meminta Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa untuk mengurangi kritiknya terhadap Presiden Hosni Mubarak. Yerusalem berusaha keras untuk meyakinkan sekutu-sekutunya bahwa kepentingan Barat adalah mengembalikan Mubarak demi mempertahankan stabilitas rezim Mesir. Hal ini bertentangan dengan upaya Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk menyingkirkannya sehingga mereka bisa menjamin suatu “transisi yang tertib” dan menghindari penggulingan revolusioner.
Marx pernah mengatakan bahwa tidak ada orang pernah bisa bebas jika ia memperbudak orang lain. Israel berkuasa atas populasi Palestina yang besar dan tidak puas, yang sedang belajar di televisi bagaimana cara untuk menggulingkan tirani. Di West Bank rakyat Palestina ditekan dengan bantuan polisi Otoritas Palestina. Tetapi ini membuka pertanyaan apakah unit polisi Palestina, atau pasukan keamanan Israel, akan mampu menghancurkan gerakan demokrasi massa, setelah tentara kuat Mesir menolak untuk menembaki rakyat.
Perdamaian sepihak yang ditandatangani oleh Israel dan Mesir pada tahun 1979 merupakan pengkhianatan bagi Palestina dan sangat tidak populer di sebagian besar dunia Arab. Dukungan dari Mesir telah menjadi unsur penting dalam membantu pendudukan Israel terus-menerus di wilayah Palestina yang ditaklukkan pada tahun 1967.
Perjanjian Oslo antara Israel dan Palestina pada tahun 1993 adalah pengkhianatan baru. Yang disebut teritori Palestina tidak lebih dari sebuah versi dari Bantustan Afrika Selatan (Bantustan adalah wilayah yang diberikan kepada penduduk hitam Afrika Selatan). Itu merupakan ejekan menyakitkan terhadap tanah air rakyat Palestina dan tak satupun tuntutan-tuntutan mendasar dari rakyat Palestina yang dipenuhi. Israel terus berkuasa. Sejak itu, situasi semakin memburuk.
Sekarang jatuhnya sekutu regional Israel yang paling kuat secara radikal telah mengubah seluruh persamaan. Ini mengguncang pemerintah Israel dan menyangsikan sebuah keyakinan mendalam bahwa pendudukan wilayah Palestina bisa bertahan selamanya. Dalam waktu semalam rencana-rencana imperialis yang telah disiapkan dengan teliti hancur berantakan.
Puluhan tahun perjuangan bersenjata dan negosiasi tidak menuju ke mana pun. Namun gerakan revolusioner yang kita saksikan sekarang mengubah semuanya. Klik penguasa di Israel sama sekali tidak khawatir dengan roket-roket Hamas dan pembom bunuh diri. Sebaliknya, setiap roket yang jatuh pada sebuah desa Israel justru mendorong opini publik Israel untuk berada di belakang pemerintah. Tapi sebuah Intifada Palestina (intifada berarti insureksi massa), bersamaan dengan Revolusi Arab di Mesir dan Yordania, adalah persoalan yang sama sekali berbeda.
Dalam hal kekuatan militer, Israel mungkin tak terkalahkan. Bila terjadi perang dengan Mesir, Israel mungkin akan menang lagi. Tapi bisakah Israel menang melawan massa pengunjuk rasa di alun-alun kota di West Bank, Gaza dan juga di Israel, yang menuntut hak-hak politik bagi warga Palestina? Ini adalah pertanyaan yang membuat para jenderal dan politisi Israel terjaga tiap malam.
Jatuhnya Mubarak berimplikasi sangat serius bagi Israel. Dalam kasus terbaik, anggaran pertahanan Israel harus naik lebih besar lagi karena para pemimpin Israel merenungkan ancaman perang di selatan. Hal ini akan menciptakan ketegangan lebih lanjut pada perekonomian yang sudah berada dalam krisis. Berbagai pemotongan dan serangan baru terhadap standar hidup akan terjadi, dan ini akan menyebabkan intensifikasi perjuangan kelas di Israel.
Netanyahu membayangkan bahwa negaranya merupakan sebuah pulau dengan stabilitas dan demokrasi yang tidak dapat dipengaruhi oleh revolusi. Tetapi pada dasarnya, Israel hanyalah salah satu dari sekian negara Timur Tengah yang terancam oleh gelombang revolusioner yang memancar dari Tunisia dan Mesir. Ada kontradiksi baru di Israel. Kenaikan bahan bakar dan air telah membuat Israel menjadi salah satu negara di dunia yang paling mahal biaya hidupnya. Kepemimpinan Histadrut (serikat pekerja Israel) sedang mendiskusikan ide mogok nasional.
Peristiwa di Tunisia dan Mesir akan memiliki konsekuensi besar bagi Palestina. Orang-orang Palestina yang telah dikhianati oleh semua orang yang mereka percayai, dimulai dengan rezim-rezim Arab mereka kira bersahabat dan pengkhianatan dari para pemimpin mereka sendiri. Bocoran-bocoran terakhir dari Wikileaks telah mengekspos skandal kolusi Abbas dengan Israel dan Amerika. Ini akan memiliki efek besar pada psikologi massa Palestina.
Selama empat puluh tahun, kepemimpinan PLO telah mengkhianati Palestina. PLO bisa saja mengambil alih kekuasaan di Yordania pada tahun 1970. Kemudian seluruh sejarah wilayah tersebut akan berbeda. Tetapi kepemimpinan nasionalis borjuis kecil ini menolak untuk menyerang “saudara-saudara Arab”nya. Sehingga raja Yordania memobilisasi orang-orang Badui yang (dengan bantuan Angkatan Darat Pakistan) menyembelih ribuan rakyat Palestina. Adalah sebuah kenyataan bahwa lebih banyak warga Palestina yang tewas di tangan “saudara-saudara” Arabnya selain Israel.
Orang-orang Badui yang dulu menyerang Palestina pada tahun 1970 sekarang sedang melakukan protes terhadap sang Raja. Para mantan perwira tentara sedang memperingatkan rejim Yordania bahwa jika ia tidak membuat beberapa konsesi ia akan menghadapi nasib yang sama seperti yang Ben Ali dan Mubarak. Hal ini menunjukkan bahwa monarki Hashemite dengan cepat kehilangan basisnya dan tergantung pada seutas benang. Gerakan ini telah menyebar dari daerah Badui ke Amman dan ke orang Palestina, yang merupakan mayoritas populasi Yordania.
Ini adalah waktunya untuk memikirkan kembali taktik dan strategi perjuangan Palestina. Wikileaks telah mengekspos para pemimpin Palestina sebagai kaki tangan Israel. Suasana hati rakyat Palestina sedang marah dan pahit. Ada sejumlah upaya untuk mengorganisir demo-demo baik terhadap Abbas di West Bank dan terhadap Hamas di Jalur Gaza, yang telah direspon dengan represi berat. Bahkan sejumlah demonstrasi dalam rangka solidaritas dengan revolusi Mesir dan Tunisia telah dilarang oleh Hamas dan Otoritas Palestina.
Sekarang sebuah gerakan persatuan untuk melawan kepemimpinan dalam gerakan Palestina saat ini, menentang pendudukan Israel dan menyatukan perjuangan rakyat Palestina telah dibentuk, menarik dukungan dari puluhan ribu pengguna Facebook dan menyerukan demonstrasi dan protes. Bagi rakyat Palestina, Intifada di Mesir adalah bagian dari mimpi mereka selama puluhan tahun. Sekarang ini sudah menjadi kenyataan. Penggulingan rezim-rezim reaksioner Arab oleh massa akan memberi pukulan serius terhadap imperialisme Israel dan Amerika Serikat dan mengubah seluruh situasi. Sekarang untuk pertama kalinya rakyat Palestina bisa melihat siapa sahabat sejati mereka: kaum buruh dan tani dari seluruh dunia Arab.
Ini merupakan titik balik yang fundamental. Rakyat Palestina telah melihat bahwa mereka dapat melawan kaum penindas, tidak dengan bom dan roket, tetapi dengan aksi massa revolusioner. Suasana secara keseluruhan akan berbeda sekarang. Akan ada gejolak baru di antara kaum muda; akan muncul gerakan-gerakan melawan Hamas di Gaza, dan melawan para pemimpin PLO di West Bank. Ada tekanan yang meningkat untuk sesuatu yang berbeda dari apa yang telah ada sampai sekarang. Gagasan tentang Intifada baru akan cepat memperoleh dukungan di antara rakyat Palestina. Hal ini akan mengubah segalanya.
Untuk sebuah Federasi Sosialis!
Setelah Perang Dunia Pertama negara-negara yang disebut bangsa Arab diciptakan secara artifisial oleh imperialisme. Divisi ini tidak didasarkan pada kriteria alam atau sejarah, tetapi murni untuk kepentingan imperialisme. Perjanjian Sykes-Picot membagi Irak, Lebanon, Suriah dan Yordania antara Inggris dan Perancis. Berdasarkan Deklarasi Balfour pada tahun 1918, Inggris memberikan izin untuk pembentukan sebuah tanah air Yahudi di Palestina.
Di Teluk, negara-negara kecil dengan cadangan minyak bumi yan besar didirikan sehingga mereka dengan mudah bisa dikendalikan oleh imperialisme, untuk mengakses sumber daya minyak tersebut. Monarki Saudi terdiri dari para bandit gurun, yang diangkat derajatnya oleh agen Inggris Wilson Cox. Imperialisme telah memecah belah Bangsa Besar Arab.
Revolusi Arab tidak pernah bisa berhasil hingga ia mengakhiri Balkanisasi memalukan atas dunia Arab. Satu-satunya cara untuk memutus rantai yang ditempa oleh imperialisme adalah dengan menempatkan pada panji kita sebuah slogan Federasi Sosialis dunia Arab. Ini akan menciptakan sebuah Persemakmuran Sosialis yang kuat, yang membentang dari Samudera Atlantik ke Efrat.
Di atas dasar ekonomi nasional yang terencana, pengangguran akan segera dihapus. Sebuah gudang besar tenaga kerja yang tak terpakai akan dimobilisasi untuk memecahkan masalah perumahan, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Dengan menyatukan sumber daya yang besar dari seluruh negara ini berdasarkan produksi terencana bersama, gurun pasir bisa ditanami bunga-bunga dan sebuah revolusi kebudayaan baru akan membuat pencapaian-pencapaian masa lalu tampak kecil.
Sebuah Federasi Sosialis, dengan otonomi penuh bagi seluruh bangsa, adalah satu-satunya cara untuk memecahkan perselisihan nasional dan agama yang telah meracuni kehidupan rakyat selama puluhan tahun, yang mengarah dari perang satu ke perang yang lain. Kaum Muslim dan Koptik, Sunni dan Syiah, Palestina dan Yahudi, Arab, Amazigh (Berber), Maronit, Kurdi, Turkmens, Armenia, Druzes – semuanya akan menemukan tempat dalam sebuah Federasi berdasarkan prinsip kesetaraan mutlak.
Kami mengatakan:
– Bela hak-hak rakyat Palestina dan semua negara yang tertindas untuk menentukan nasibnya sendiri!
– Hancurkan imperialis dan agresor Israel! Akhiri pendudukan Irak, Afghanistan dan Palestina!
– Usir kaum kolaborator! Untuk penggulingan revolusioner semua boneka-boneka imperialisme Arab!
– Ambil alih kepemilikan kaum imperialis dan antek-antek Arabnya! Kekayaan tanah Arab harus dikembalikan kepada rakyat!
– Untuk persatuan revolusioner semua rakyat Arab! Bentuk Federasi Sosialis Timur Tengah dan Afrika Utara, di atas dasar perserikatan yang bebas, setara dan bersaudara, dengan otonomi penuh untuk setiap negara!
Lompatan dalam kesadaran
Revolusi Mesir adalah jawaban akhir untuk semua orang yang skeptis dan sok intelektual yang terus-menerus mencemooh “rendahnya tingkat kesadaran” massa. Para “pakar” barat itu yang meremehkan rakyat Mesir sebagai orang “apatis” dan “pasif” dan “acuh tak acuh terhadap politik” terpaksa memakan kata-kata mereka sendiri.
Kaum Marxis memahami bahwa kesadaran manusia secara umum tidak progresif atau revolusioner, tetapi sangat konservatif. Resistensi terhadap perubahan berakar kuat dalam pikiran manusia sebagai bagian dari mekanisme bertahan hidup yang berasal dari masa lalu spesies kita sejak dulu. Oleh karenanya, sebagai kaidah umumnya, kesadaran biasanya terlambat di belakang perisitiwa-peristiwan. Kesadaran tidak berubah secara bertahap, hari ini lebih revolusioner dari kemarin dan hari esok lebih dari hari ini, seperti halnya air yang didinginkan dari 100 derajat ke 0 derajat tidak menjadi pasta, selanjutnya menjadi jelly dan akhirnya memadat jadi es.
Pandangan mengenai kesadaran seperti ini bersifat metafisis dan mekanis, tidak materialis dan dialektik. Dialektika mengajarkan kita bahwa sesuatu berubah di dalam keberlawanannya sendiri, dan bahwa sesuatu yang kecil, perubahan-perubahan yang nampaknya tidak signifikan pada titik tertentu, yang dalam ilmu fisika dikenal sebagai titik kritis, bisa menghasilkan transformasi dalam skala raksasa. Perubahan dalam kesadaran akan terjadi dengan tiba-tiba, ketika ini dipaksa oleh peristiwa-peristiwa besar untuk berubah. Ketika hal ini terjadi, kesadaran secara cepat menjadi sesuai dengan realitas. Lompatan kesadaran secara cepat inilah yang disebut revolusi.
Massa, baik di Mesir, Iran, Inggris atau Amerika Serikat, tidak belajar dari buku tapi dari pengalaman. Dalam revolusi, mereka belajar jauh lebih cepat daripada keadaan biasa. Kaum pekerja dan pemuda Mesir telah belajar banyak dalam beberapa hari perjuangan dibanding dengan tiga puluh tahun keberadaan “normal”. Di jalan-jalan massa meningkatkan rasa percaya dirinya. Mereka kehilangan rasa takut mati di hadapan polisi yang berseragam anti huru-hara dengan perlengkapan meriam air dan ribuan polisi berbaju preman, yang mereka pukul mundur dan dikalahkan.
Dalam revolusi proses pembelajaran menjadi sangatlah cepat. Kita melihat proses yang sama persis di Mesir dan Tunisia. Ini merupakan laboratorium yang sangat luas di mana tendensi-tendensi yang beraneka ragam, daftar tuntutan yang tumpangtindih yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi yang berbeda-beda teruji. Di jalan-jalan massa memilih mana slogan-slogan yang sesuai dan mana yang tidak. Kita akan melihat proses yang sama terulang dan terulang lagi, dan bukan hanya di Timur Tengah dan Afrika Utara, tetapi di mana-mana.
Dari Kairo ke Madison
Pada tahun 1917 butuh waktu sekitar seminggu bagi rakyat di India untuk belajar bahwa telah terjadi Revolusi di Rusia. Sekarang semua orang dapat melihat revolusi secara langsung pada layar televisi mereka. Situasi di Timur Tengah memiliki efek yang luar biasa di seluruh dunia. Di India, untuk pertama kalinya dalam 32 tahun, serikat pekerja dan partai-partai kiri baru-baru ini mengadakan pemogokan umum mengenai upah dan harga barang. Terjadi demonstrasi yang berjumlah 200.000 orang di jalanan New Delhi, menyoal kenaikan harga-harga makanan. Meskipun India tumbuh sembilan persen per tahun, ini meningkatkan kesenjangan dengan mengkonsentrasikan kekayaan di lapisan atas.
Di Tunisia dan Mesir, sistem kapitalis mulai putus di rantai yang paling lemah. Kaum Borjuis akan memberitahu kita bahwa hal-hal seperti itu tidak bisa terjadi di negara-negara kapitalis maju, bahwa situasi berbeda dan seterusnya dan sebagainya. Ya, situasi memang berbeda, tetapi hanya pada tingkatannya. Di mana-mana kelas buruh dan pemuda akan dihadapkan dengan alternatif yang sama: entah kita menerima penghancuran standar hidup dan hak-hak kita secara sistemik – atau kita akan melawan.
Argumen “itu tidak akan terjadi di sini” merupakan argumentasi tanpa dasar ilmiah atau rasional. Dalam beberapa bulan yang lalu hal yang sama telah dikatakan mengenai Tunisia, ketika negara tersebut dianggap paling stabil di Afrika Utara. Dan argumentasi yang sama diulang kembali dalam kaitannya dengan Mesir bahkan setelah Ben Ali digulingkan. Beberapa minggu saja sudah cukup untuk mengekspos hampanya kata-kata tersebut. Begitu cepatnya peristiwa-peristiwa terjadi di zaman kita. Cepat atau lambat pertanyaan yang sama akan diajukan di setiap negara di Eropa, Jepang, Kanada, dan juga Amerika Serikat.
Inflasi meningkat. Harga-harga makanan naik. Ini akan memiliki dampak yang paling serius di mana-mana, terutama di negara-negara miskin. Menurut Bank Dunia, 44 juta orang lagi akan terdorong masuk ke dalam kemiskinan yang ekstrim di masa mendatang, jumlahnya membengkak lebih dari satu milyar di seluruh dunia. Jutaan orang sedang berjuang untuk pangan, pekerjaan dan perumahan – yaitu, untuk kondisi paling dasar bagi kehidupan semi-beradab. Kondisi ini seharusnya secara gratis tersedia bagi setiap orang pada dekade pertama abad kedua puluh satu. Namun sistem bobrok kapitalis tidak lagi mampu menjamin hal-hal ini bahkan di Eropa dan Amerika Utara. Inilah mengapa ada kerusuhan dan pemberontakan. Ini masalah hidup dan mati.
Krisis yang terjadi saat ini bukanlah siklus normal krisis kapitalisme. Pemulihannya juga tidak normal. Kaum kapitalis sedang berusaha memeras kaum pekerja lebih dari sebelumnya dalam upaya untuk menegakkan kembali keseimbangan ekonomi: untuk melunasi utang mereka, mengurangi biaya tenaga kerja, dll. Tetapi dengan begitu, mereka mengacaukan seluruh situasi. Ini sebagian dapat menjelaskan kedua revolusi Arab tersebut dan munculnya perjuangan kelas di Eropa
Setiap negara di dunia telah terpengaruh. Bukan kebetulan bahwa Cina menambahkan suaranya pada paduan suara yang menyerukan pemulihan “ketertiban” di Mesir. Ini masalah kepentingan ekonomi. Rezim Cina tertarik pada stabilitas ekonomi global karena ingin terus menghasilkan banyak uang dari ekspor. Tetapi di atas semuanya, Beijing takut dengan segala sesuatu yang bisa mendorong pemogokan dan protes di Cina itu sendiri. Mereka telah merepresi semua protes dan memblokir setiap referensi mengenai Mesir di Internet.
Sebaliknya, setiap pekerja di dunia yang sadar kelas akan bersukacita atas gerakan luar biasa dari kaum buruh dan muda di Tunisia dan Mesir. Efek psikologis ini tidak dapat diremehkan. Bagi banyak orang, terutama di negara-negara kapitalis maju, gagasan revolusi muncul sebagai sesuatu yang abstrak dan jauh. Sekarang peristiwa yang terungkap di depan mata mereka di televisi mengatakan bahwa revolusi tidak hanya mungkin tapi perlu.
Di Eropa dan Amerika Serikat ada kebencian yang mendidih terhadap para bankir dan kucing-kucing gemuk yang memberikan bonus-bonus besar pada diri mereka sendiri sementara masyarakat menderita serangan yang terus menerus terhadap standar hidup mereka. Fakta mencolok ini tercermin dalam beberapa peristiwa dramatis di Wisconsin. Bukan kebetulan bahwa pekerja Madison, Wisconsin meneriakkan hal-hal seperti “berjuang seperti rakyat Mesir”. Ini adalah efek dari kebijakan kejam yang dibebankan pada kelas pekerja selama pemulihan ekonomi di AS.
Tiba-tiba dunia telah dibangunkan oleh fakta bahwa telah terjadi ledakan perjuangan kelas di Wisconsin, dengan 100.000 orang berada di jalanan. Kita melihat gambar-gambar para pekerja yang memegang plakat yang meneriaki gubernur Hosni Walker dan meneriakkan: “Diktator Wisconsin Harus Hengkang”. pekerja Mesir bahkan mengirim pesan solidaritas untuk para pekerja Wisconsin. Terjadi pemogokan-pemogokan mahasiswa, pendudukan dan unjukrasa spontan di negara bagian Capitol. Polisi yang dikirim untuk membubarkan para demonstran melebur dengan rakyat, bergabung dengan orang-orang yang mengenakan jaket pendudukan yang membawa slogan-slogan seperti “polisi untuk kaum pekerja”. Ini merupakan perkembangan yang sangat penting.
Di Eropa kita telah melihat gerakan besar kaum pekerja dan pemuda: delapan pemogokan umum di Yunani dalam dua belas bulan terakhir; gerakan pemogokan besar di Perancis yang membawa tiga setengah juta pekerja keluar ke jalan-jalan, pergerakan mahasiswa Inggris, sebuah pemogokan umum di Spanyol, di Italia gerakan buruh logam. Baru-baru ini ada pemogokan umum terbesar di Portugal sejak jatuhnya kediktatoran pada tahun 1974. Bahkan di Belanda ada sekitar 15.000 mahasiswa melakukan protes di Den Haag. Di Eropa Timur juga telah kita lihat gerakan besar di Albania dan Rumania. Di Bulgaria, bahkan polisi bergabung dalam pemogokan.
Dua puluh tahun yang lalu, borjuasi sangat gembira pada penggulingan “komunisme”. Tetapi kegembiraan mereka prematur. Dalam retrospeksi kejatuhan Stalinisme akan terlihat hanya sebagai awal untuk pembangunan yang jauh lebih dramatis: penggulingan revolusioner atas kapitalisme. Di mana-mana, termasuk Amerika Serikat, sistem ini berada dalam krisis. Di mana-mana kelas penguasa sedang mencoba untuk menempatkan beban berat dari krisis sistem di pundak lapisan masyarakat termiskin.
Gerakan-gerakan ini punya kesamaan dengan gerakan-gerakan massa yang mengarah pada penggulingan rezim di Eropa Timur. Di atas kertas pemerintahan ini memiliki aparat negara yang kuat, tentara yang besar, polisi, dan polisi rahasia. Tapi itu tidak menyelamatkan mereka. Pun seluruh uang, polisi dan tentara di dunia yang mengamankan para penguasa Eropa dan Amerika Serikat setelah kaum pekerja bergerak untuk mengubah masyarakat.
Lagi-lagi massa telah menunjukkan tekad dan kemauan untuk berjuang. Untuk mencapai kemenangan mereka perlu dipersenjatai dengan program dan kepemimpinan yang jelas. Ide-ide Marxisme adalah satu-satunya yang dapat memberikan itu. Masa depan adalah milik kita.
Hidup Revolusi Arab!
Buruh sedunia bersatulah!
Hidup sosialisme, satu-satunya harapan bagi masa depan umat manusia!
Thawra Nasr hatta’l!