Selama epidemi Covid-19, kita membaca banyak berita bagaimana pemerintah dari berbagai bangsa melakukan nasionalisasi dalam usahanya memerangi wabah yang terus meluas dan merusak ini. Business Insider misalnya menerbitkan artikel berjudul: “Spanyol telah menasionalisasi semua rumah sakit swasta”.[1] Situs Common Dreams melaporkan: “Untuk kepentingan bersama, Irlandia menasionalisasi rumah sakit”.[2] Koran Telegraph dari Inggris menulis: “Rel kereta api telah dinasionalisasi – dan tidak ada lagi jalan kembali.”
Kolom-kolom opini dipenuhi pernyataan kalau “kita semua telah menjadi sosialis”. Tom Harris, mantan anggota parlemen dari Partai Buruh Inggris, menulis di koran Telegraph: “Tidak ada alternatif: kita semua adalah sosialis sekarang dalam memerangi coronavirus.”[4]
Tentunya kaum intelektual Indonesia tidak ketinggalan. Dalam sebuah artikel oleh filsuf muda kita, Martin Suryajaya, kita temui pernyataan bombastis ini: “Negara-negara akan menjadi Sosialis karena terpaksa … berkat korona, kita akan bersungguh-sungguh mewujudkan sosialisme Indonesia.”
Tetapi, alih-alih terpukau oleh berita “nasionalisasi” ini, kita harus memeriksa “nasionalisasi” macam apa ini sebelum bersorak-sorai menyambut datangnya sosialisme.
Hal pertama yang harus kita pahami adalah bahwa kebijakan nasionalisasi bukanlah kebijakan yang unik sosialis. Hanya karena sebuah rejim melakukan nasionalisasi, ini tidak lantas berarti rejim tersebut adalah sosialis atau tengah melangkah ke arah sosialisme. Dalam sejarahnya, kapitalisme telah berulang kali melakukan nasionalisasi, dan ini mereka lakukan untuk menyelamatkan kapitalisme secara keseluruhan.
Yang harus diperhatikan adalah kelas mana yang melakukan nasionalisasi ini. Kelas kapitalis, lewat negaranya, akan melakukan nasionalisasi untuk menjaga keutuhan sistem pasar bebas, bahkan bila ini mengorbankan kepentingan satu dua kapitalis. Negara kapitalis adalah komite eksekutif kelas kapitalis secara keseluruhan, dan terkadang Negara ini harus meluncurkan kebijakan yang tidak serta merta disetujui oleh seluruh kapitalis, dan bahkan bertentangan dengan kepentingan jangka pendek kapitalis ini atau itu. Tujuan utama Negara Kapitalis adalah melayani kepentingan jangka panjang kapitalis sebagai sebuah kelas.
Misalnya, pada 1917, presiden AS Woodrow Wilson menasionalisasi industri rel kereta api, karena kapitalis-kapitalis yang ada tidak mampu menjalankannya secara efektif untuk keperluan Perang Dunia I. Dibutuhkan kapasitas negara yang besar itu untuk bisa mengkoordinasi industri kereta api secara nasional dan membuatnya efisien. Usai perang, dan setelah pemerintah menghabiskan pajak rakyat untuk membuat industri ini lebih efektif, rel kereta api dikembalikan ke tangan swasta.
Selama peperangan besar, negara-negara kapitalis biasanya mengimplementasikan kebijakan ekonomi terencana dan menasionalisasi sejumlah industri penting untuk mengkoordinasi usaha perang mereka. Selama Perang Dunia I dan II, ribuan perusahaan dinasionalisasi. Ini yang disebut “ekonomi perang”. Tetapi ini tidak membuat negara tersebut lalu menjadi sosialis. Perusahaan-perusahaan yang “dinasionalisasi” ini biasanya diprivatisasi kembali setelah perang usai, atau kepemilikan pribadi atas sarana-sarana produksi ini sedari awal tidak pernah dilanggar. Hanya operasi industri tersebut yang diregulasi untuk keperluan perang, dengan laba yang terjamin bagi kapitalis.
Atau selama krisis finansial besar, negara melakukan kebijakan nasionalisasi untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan yang pailit. Misalnya selama krisis finansial 2008, pabrik mobil General Motors dan Chrysler mengalami kebangkrutan dan harus dibail-out. 60 persen sahamnya dibeli pemerintah, yang berarti secara efektif dinasionalisasi. 10 tahun kemudian, kedua pabrik mobil ini sudah kembali jadi milik kapitalis, sementara rakyat Amerika harus menanggung miliaran dolar yang digelontorkan untuk menyelamatkan GM dan Chrysler.
Kembali ke “nasionalisasi” selama epidemi korona ini. Kalau kita mau susah payah sedikit saja mencari informasi yang jelas, maka kita akan temui bahwa tidak ada nasionalisasi sama sekali. Semisal rumah sakit swasta di Spanyol dan Irlandia yang katanya “dinasionalisasi”, ini masih milik swasta, hanya saja penggunaan fasilitas mereka akan diregulasi untuk dikoordinasi dengan usaha pemerintah dalam memerangi epidemi. Rumah sakit swasta ini tetap akan dibayar untuk jasanya dan kepemilikan pribadi tidak akan disentuh. Inilah mengapa tidak ada kapitalis yang memprotes sama sekali.
Begitu juga dengan sektor transportasi dan rel kereta api Inggris, yang katanya akan dinasionalisasi. Menteri Transportasi Grant Shapps mengatakan bahwa kebijakan ini adalah untuk mencegah agar perusahaan-perusahaan transportasi ini tidak pailit selama epidemi Covid-19, dan kepemilikan publik ini hanya akan bersifat temporer.[5]
Semua celoteh dan mimpi kaum intelektual kalau “nasionalisasi” selama epidemi korona ini akan mengarah ke sosialisme ternyata tidak memiliki pijakan sama sekali dalam fakta. Begitu nafsunya mereka dengan sosialisme instan ini, yang siap saji dan tidak butuh kerja sama sekali, mereka mengabaikan fakta yang begitu jelas terpampang.
Tidak hanya itu saja. Mereka juga malas mempelajari sejarah, yang menunjukkan bagaimana kapitalis serta negaranya telah berulang kali melakukan nasionalisasi untuk kepentingan modal.
Untuk bisa membedakan mana nasionalisasi yang progresif dan mana yang reaksioner, kita harus melihat kelas mana yang melakukannya – kelas buruh atau kelas kapitalis. Kita juga harus mengetahui karakter kelas negara yang melakukannya: negara buruh atau negara kapitalis. Satu lagi faktor yang penting adalah pertarungan antar kekuatan-kekuatan kelas yang hidup. Jangan hanya karena mendengar kata “nasionalisasi” kita langsung kehilangan akal dan latah.
Nasionalisasi yang akan mengantarkan kita ke gerbang sosialisme adalah nasionalisasi yang merupakan hasil perjuangan kelas, yang melibatkan massa buruh dan rakyat pekerja yang secara aktif dan sadar merenggut hak milik pribadi dari kaum penindas. Sosialisme tidak akan diberikan oleh rezim-rezim yang sebelumnya menindas rakyat, yang menurut sang intelektual borjuis-kecil kita “akan menjadi Sosialis karena terpaksa”. Sosialisme hanya akan dimenangkan lewat aksi massa yang sadar kelas dan terorganisir, yang merebut secara paksa kekuatan ekonomi dan politik dari tangan kapitalis serta negaranya.
Percaya pada masa depan sosialisme itu adalah hal yang penting. Tetapi jangan sampai justru meninabobokan rakyat dengan ilusi bahwa “nasionalisasi” yang tengah dilakukan oleh banyak pemerintahan hari ini adalah jalan ke sosialisme.
Epidemi virus korona ini telah mengguncang kepercayaan rakyat pada tatanan kapitalis yang ada. Manusia pasca-Covid akan menjadi manusia baru yang berbeda. Untuk pertama kalinya, pilihan “sosialisme atau barbarisme” menjadi begitu nyata bagi orang banyak. Dari manusia-manusia baru inilah bahan mentah untuk perjuangan sosialis akan bisa kita temui. Tugas kita selanjutnya adalah mengolah bahan mentah ini, memberinya ekspresi politik yang terorganisir dan kepercayaan diri bahwa lewat tangan mereka sendirilah sistem kapitalisme ini bisa diakhiri dan dunia sosialis yang baru bisa dibangun.
———
[1] https://www.businessinsider.com/coronavirus-spain-nationalises-private-hospitals-emergency-covid-19-lockdown-2020-3
[2] https://www.commondreams.org/news/2020/03/26/ireland-nationalizes-hospitals-duration-coronavirus
[3] https://www.telegraph.co.uk/business/2020/03/23/railways-have-nationalised-no-turning-back/
[4] https://www.telegraph.co.uk/politics/2020/03/17/no-alternative-socialists-now-fight-against-coronavirus/
[5] Coronavirus: UK could nationalise airlines, railways and bus service during pandemic. https://www.independent.co.uk/news/uk/politics/coronavirus-airline-railways-bus-nationalised-uk-grant-shapps-covid-19-a9407276.html