Setiap tahun Majelis Umum PBB memungut suara dan menentang blokade AS terhadap Kuba. Kali ini (pada 23 Juni 2021) 184 suara mendukung mosi tersebut, dua menentang (AS dan Israel), dan tiga abstain (Brasil, Kolombia dan Ukraina). Ini adalah kali ke-29 Majelis Umum PBB menentang blokade Kuba sejak mosi tersebut pertama kali diajukan ke pemungutan suara pada tahun 1992, dan sekali lagi, Amerika Serikat akan sepenuhnya mengabaikannya.
Blokade Kuba dimulai pada tahun 1962 di bawah pemerintahan Kennedy setelah Revolusi Kuba mengambil alih semua properti AS di pulau itu. Perusahaan-perusahaan imperialis Amerika telah memiliki bank-bank utama, kilang minyak, perusahaan telepon dan listrik, perkebunan dan pabrik tebu, dll. Perjuangan untuk pembebasan nasional tidak dapat dituntaskan tanpa mengambil alih mereka.
Kebijakan blokade telah semakin diperkuat selama beberapa tahun terakhir, dan pencabutan sebagian dari blokade ini oleh Obama telah dibatalkan ketika Trump berkuasa. Tidak hanya itu, Trump memperkenalkan lebih dari 240 langkah berbeda untuk memperketat jerat di leher Revolusi Kuba. Kendati pembicaraan tentang “foreign policy reset”, tidak satu pun dari kebijakan blokade ini yang telah dibatalkan oleh Biden. Tidak satu pun.
Blokade untuk mencekik revolusi
Blokade tidak hanya ilegal menurut hukum internasional, tetapi juga mempengaruhi negara-negara ketiga lainnya. Seturut blokade ini, bank Eropa atau perusahaan hotel Kanada yang beroperasi di Kuba dapat dibawa ke pengadilan di AS berdasarkan Undang-Undang Helms-Burton jika mereka ‘memperdagangkan’ atau telah ‘memperdagangkan’ properti yang disita dari warga negara AS oleh negara Kuba. Ini tidak sepenuhnya menghentikan investasi dan perdagangan antara Kuba dan negara-negara ketiga , tetapi membuatnya lebih sulit.
Ada sejumlah perdagangan antara AS dan Kuba yang diizinkan (terutama perniagaan pangan), tetapi blokade menempatkan kondisi yang berat di Kuba. Kargo harus dibayar penuh dan di muka bahkan sebelum dimuat di kapal di pelabuhan AS dan tidak dapat diasuransikan. Selain itu, di luar pengecualian yang sangat terbatas, setiap kapal dari negara mana pun yang berhenti di pelabuhan Kuba kemudian dilarang masuk ke pelabuhan AS mana pun selama 180 hari.
Kebijakan ini, selain ilegal menurut hukum internasional dan sangat keji, telah menyebabkan kerusakan ekonomi yang masif di Kuba. Dihitung, hanya dalam satu tahun terakhir, blokade telah menyebabkan kerugian senilai US$9 miliar.
Lebih jauh lagi, blokade tidak berhasil mencapai tujuannya: penggulingan Revolusi Kuba. Kuba adalah teladan yang berbahaya, di mana sebuah negeri kecil Amerika Latin telah membebaskan diri dari dominasi imperialis, mengambil alih properti AS dan menghapus kapitalisme. Enam puluh tahun kemudian, revolusi Kuba masih bertahan, meskipun dengan banyak kesulitan dan problem.
Ini dipahami oleh pemerintahan Obama, yang mengakuinya secara terbuka dan memutuskan untuk mengubah arah kebijakan mereka, meskipun tujuan mereka tidak berubah. Seperti yang dikatakan Obama sendiri, AS masih ingin menggulingkan Revolusi Kuba, tetapi berharap melakukannya dengan membuka hubungan perdagangan dan ekonomi. Caranya adalah dengan menggunakan bobot besar pasar kapitalis dunia untuk meremukkan ekonomi terencana Kuba yang lemah. Lapisan kelas kapitalis AS yang lebih berwawasan jauh lebih mendukung kebijakan ini. Kedatangan Trump ke tampuk kekuasaan mengakhiri upaya ini, dan Washington kembali ke metode lama yang telah gagal, yaitu blokade imperialis yang keji.
Lelucon ‘hukum internasional’
Pemungutan suara di Majelis Umum PBB mengungkapkan dua hal. Blokade AS di Kuba sangat ditentang oleh negeri-negeri di dunia (masing-masing karena alasan mereka sendiri). Tapi juga, Perserikatan Bangsa-Bangsa, paling banter, adalah tempat debat kusir yang impoten.
Majelis Umum dapat mengeluarkan sejumlah resolusi yang diinginkannya, di Kuba atau Israel misalnya, seperti yang telah dilakukan selama beberapa dekade. Kekuatan imperialis besar, yang benar-benar menguasai dunia (dan mengendalikan Dewan Keamanan) melakukan apa yang mereka inginkan, mengabaikan suara yang diambil oleh mayoritas negeri di dunia.
Jika kaum imperialis bisa mendapatkan dukungan dari PBB untuk tujuan imperialis mereka, mereka cukup senang menggunakannya sebagai kedok yang nyaman, seperti misalnya dengan Perang Teluk pertama dan invasi ke Irak pada tahun 1991, atau intervensi di Kongo di 1960-an, atau yang lebih anyar intervensi di Haiti.
Jika mereka tidak dapat memperoleh dukungan dari PBB, kaum imperialis puas untuk melanjutkan kebijakannya tanpa PBB.
Ini pada kenyataannya adalah cerminan setia dari bagaimana hubungan internasional yang sebenarnya berlaku. Mereka tidak didasarkan pada “hukum internasional”, tetapi lebih pada perimbangan kekuatan yang nyata (ekonomi dan akhirnya militer) antara negara-negara imperialis.
Lenin menggambarkan pendahulu PBB, Liga Bangsa-Bangsa, sebagai “sarang pencoleng”. Ketika Uni Soviet di bawah Stalin memutuskan untuk bergabung dengan Liga Bangsa-Bangsa, Trotsky menjelaskan: “Liga Bangsa-bangsa dalam membela status quo bukanlah organisasi ‘perdamaian’, tetapi organisasi kekerasan minoritas imperialis atas mayoritas umat manusia.”
Kami berdiri teguh menentang agresi imperialis AS terhadap Kuba dan menuntut pencabutan blokade secara sepihak, tanpa syarat dan sepenuhnya. Kami tidak memiliki ilusi dalam PBB. Satu-satunya sekutu sejati rakyat Kuba adalah kelas pekerja internasional dan rakyat tertindas seluruh dunia.