Terbunuhnya George Floyd oleh brutalitas polisi telah memercikkan gerakan protes besar yang kini telah menyebar ke lebih dari 140 kota di AS dan juga banyak negara lainnya. Gerakan anti-rasisme ini kini telah mengambil dimensi revolusioner. Berikut adalah artikel yang mengupas episode penting dalam sejarah perjuangan anti-rasisme di AS, yakni pengalaman Black Panther Party, yang kami harap dapat memberi para pembaca pelajaran bagaimana melawan dan mengakhiri rasisme.
Gerakan #BlackLivesMatter secara jelas menunjukkan bahwa, kendati perjuangan hak sipil di masa lalu, ketidaksetaraan dan rasisme masih subur di Amerika. Banyak kaum muda yang tengah mencari jawaban dan cara untuk mengatasi problem-problem yang dihadapi masyarakat. Sebagai Marxis, kami berdiri di garis depan dalam perjuangan melawan diskriminasi dalam berbagai bentuknya. Kami percaya bahwa supaya bisa berhasil, perjuangan ini harus disatukan dengan perjuangan kelas buruh dalam melawan kapitalisme dan demi sosialisme. Kami mengambil kesempatan ini untuk melihat ke belakang dan belajar dari keberhasilan dan kegagalan dari salah satu pengalaman gerakan yang paling mengilhami.
Lima puluh tahun telah berlalu sejak dibunuhnya Malcolm X pada 21 Februari, 1965. Tiga tahun setelah pembunuhan Malcolm, pada 4 April, 1968, Martin Luther King Jr. juga dirobohkan oleh timah panas pembunuh. Sepak terjang politik dari kedua pemimpin besar ini telah dikaburkan oleh orang-orang yang berniat membuat mereka menjadi karikatur dan menumpulkan warisan perjuangan mereka. Perjuangan revolusioner pada tahun-tahun akhir mereka telah dikubur di bawah setumpukan distorsi dan puja-puji munafik. Seperti yang Lenin jelaskan di “Negara dan Revolusi” mengenai bagaimana gagasan-gagasan Marx diperlakukan oleh kaum reformis:
“Apa yang kini terjadi dengan ajaran Marx, dalam sejarah sudah berkali-kali terjadi pada ajaran-ajaran para pemikir dan pemimpin revolusioner kelas-kelas tertindas dalam perjuangan mereka untuk pembebasan. Sepanjang masa kehidupan tokoh-tokoh revolusioner besar, kelas-kelas penindas terus menerus menyerang mereka, menyambut teori-teori mereka dengan kedengkian yang paling ganas, kebencian yang paling dalam, kampanye-kampanye kebohongan dan fitnah yang keji. Setelah mereka meninggal dunia, dilakukan usaha-usaha untuk mengubah mereka menjadi ikon-ikon yang tak berbahaya, dalam kata lain, menobatkan mereka sebagai orang kudus, mengharumkan nama-nama mereka sebagai ‘pelipur’ bagi kelas-kelas tertindas dan untuk menipu mereka, bersamaan dengan itu mengebiri teori revolusioner dari esensinya, menumpulkan ketajaman revolusionernya, dan memvulgarkannya.”
Di antara kedua episode pembunuhan ini, pada Oktober 1966, Black Panther Party for Self-Defence didirikan. Tahun-tahun sebelum dan sesudahnya adalah periode yang penuh gejolak, dengan boom ekonomi pasca Perang Dunia II yang memuncak dan lalu mulai menurun, deindustrialisasi yang mulai bergulir, Perang Vietnam dan gerakan anti-perang, dan pembunuhan politik yang susul menyusul. Semua ini dengan latar belakang polarisasi sosial yang meluas. Di daerah-daerah kumuh kota (inner cities) yang diabaikan dan dibrutalisasi, kaum kulit hitam Amerika melemparkan diri mereka ke dalam badai perjuangan. Mereka mulai memahami rasisme institusional dalam sistem ini, dan dengan tegas menentang semua usaha untuk menundukkan mereka dan menginjak-injak harga diri mereka sebagai kaum yang paling tereksploitasi dan tertindas.
Perjuangan ini mengambil banyak bentuk: dari gerakan sit-in (duduk) yang pasifis sampai konfrontasi militan; dari demonstrasi massa sampai menyerang polisi; dari okupasi mahasiswa sampai ke pembunuhan perwira militer yang tidak kompeten dan reaksioner oleh serdadu bawahan di Vietnam; dari program membaca dan penyediaan sarapan sampai ke kampanye politik dan lobi. Aktivis serikat buruh, mahasiswa, purnawirawan, ibu-ibu rumah tangga, massa gereja Baptist, kaum Muslim Hitam, dan bahkan geng-geng preman semua turut bergabung dalam gerakan. Tuntutan-tuntutan dengan konten kelas diajukan, termasuk “Pekerjaan untuk Semua Sekarang Juga!”. Ada badai gagasan – dan tidak sedikit kebingungan – yang mempengaruhi dan menjangkiti benak orang: Stalinisme, Maoisme, Guevara-isme, Nasionalisme Hitam, anti-imperialisme, third-worldism (Dunia-Ketiga-isme), mahasiswa-isme, buruh-isme, New Age-isme, dan berbagai macam varian. Gejolak revolusioner juga terekspresikan dalam ledakan seni dan kebudayaan yang energetik dalam berbagai bentuknya, dari musik, teater, seni tari, dan puisi sampai ke sinema dan seni jalanan.
Tetapi energi besar yang tertuang ini gagal mengubah fondasi masyarakat. Kapitalisme, pada akhirnya, berhasil melalui gejolak ini. Walhasil, kebusukan rasisme masih menjadi borok yang bernanah dan menyakitkan dalam tubuh kolektif kelas buruh sampai hari ini. Tanpa kepemimpinan dan organisasi revolusioner, tanpa gagasan, metode, perspektif dan kejernihan politik Marxisme, energi yang meledak-ledak ini pada akhirnya pupus. Kapitalisme kembali stabil dan bebas untuk meraup profit gila-gilaan. Tahun 60-an berlalu memasuki 70-an, lalu 80-an, dan dengan ini dimulailah kemunduran gerakan buruh AS dan gerakan-gerakan sosial yang sebelumnya telah mengguncang kelas penguasa sampai ke fondasinya. Kaum buruh hitam adalah lapisan yang paling terpukul setelah boom paska-perang berakhir dan sejumlah besar industri dipreteli [outsourcing ke China].
Bagi mereka yang ingin menarik pelajaran dari epos ini, mungkin tidak ada pengalaman yang lebih berharga seperti pengalaman kebangkitan dan kejatuhan Black Panther Party (BPP). Dari segelintir kecil aktivis di Oakland, California, partai ini tumbuh menjadi terkemuka secara nasional dan internasional, dan menginspirasi jutaan orang di seluruh dunia. Kekuatan dan kelemahan program BPP telah kita kupas di artikel lain (On the Program of the Black Panther Party: Which Way Forward for Black Workers and Youth? oleh John Peterson). Dalam artikel ini, kita akan fokus ke kebangkitan pesat partai ini dan keruntuhannya, dan pelajaran-pelajaran yang bisa kita tarik dari ini.
Apa kondisi-kondisi ekonomi, sosial, dan politik yang melatar-belakangi kebangkitan Black Panther – dan juga kemundurannya? Mengapa gerakan buruh dan kiri secara luas tidak lalu mengisi vakum ini? Mengapa usaha Black Panther tidak cukup untuk menghapus kapitalisme dan imperialisme dari muka bumi? Apa taktik dan metode yang dapat membantu kita mencapai sosialisme?
Sebagai kaum Marxis revolusioner yang mengabdi pada perjuangan untuk sosialisme, tugas kita bukanlah mengagung-agungkan pengalaman historis kelas kita. Sebaliknya, kita harus berusaha meluruskan kekusutan dinamika dialektika dari setiap fenomena, memilah mana yang esensial dan mana yang tidak, memahami kekuatan-kekuatan pendorong internalnya, dan dengan demikian mencapai pemahaman yang lebih dalam, lebih seimbang, dan lebih bernuansa. Dengan semangat inilah kita akan mengkaji kehidupan dan kematian BPP dan para pemimpinnya.
Gerakan Hak Sipil
Kelahiran, perkembangan, dan sepak terjang Black Panther Party tidak bisa diabstraksi dari konteks sejarah yang luas dan kondisi-kondisi dimana ia muncul dan berkembang. Pada akhir 1960an dan awal 1970an, ada radikalisasi luas di antara kaum muda. Oposisi terhadap Perang Vietnam telah memuncak, dengan rally-rally di Washington dan okupasi-okupasi kampus. Dalam ranah internasional, revolusi tengah berkecamuk di Prancis, Cekoslowakia, dan Pakistan, dan ada gerakan mahasiswa di Meksiko (dan pembantaian mereka).
Revolusi kolonial tengah bergulir di Afrika dan Asia, dan perang-perang gerilya memorak-porandakan Amerika Latin. Organisasi-organisasi Stalinis dan Maois yang masif menyebarluaskan disorientasi politik dalam skala dunia. Students for a Democratic Society (SDS) lahir sebagai saluran kemarahan mahasiswa di kampus-kampus. New Left (Kiri Baru) menyebar kebingungan di atas kebingungan di tengah badai gagasan yang sudah menyesaki benak kaum muda. Polarisasi di AS disertai dengan serangkaian serangan brutal polisi terhadap demonstran dan apa-yang-disebut “kerusuhan-kerusuhan rasial” di kota-kota seantero negeri.
Kendati pergolakan ini, BPP dibentuk pada penghujung gerakan hak sipil, ketika energi besar massa rakyat pekerja hitam sudah habis. Perjuangan untuk memenangkan kesetaraan demokratik dasar adalah sebuah mobilisasi massa yang panjang, selama puluhan tahun. Akarnya bisa ditarik dari perjuangan tentara veteran pasca Perang Dunia Pertama, dan Brotherhood of Sleeping Car Porters (BSCP, serikat buruh angkut kereta api) yang merupakan organisasi buruh hitam pertama yang diterima masuk ke Federasi Buruh Amerika (AFL, American Federation of Labour). Sejak 1920an, para pemimpin BSCP, C.L. Dellums dan A. Philip Randolp, adalah perintis perjuangan menentang ketidaksetaraan rasial dan segregasi rasial yang mendominasi Amerika bagian Selatan.
Banyak organisasi dan gerakan yang dibentuk dan diuji pada awal abad ke-20. Para pemimpin dan intelektual seperti Booker T. Washington, Marcus Garvey, dan W.E.B. Dubois, menawarkan berbagai solusi, dari solusi self-help (menolong-diri-sendiri) dan tunduk hormat pada status quo, sampai ke separatisme rasial dan gerakan “Kembali ke Afrika”, pan-Afrikanisme, integrasi-isme militan, dan bahkan sosialisme. Benturan-benturan besar yang menandai lahirnya Congress of Industrial Organization (CIO, Kongres Organisasi Industri) mengguncang Selatan pada 1930an, terutama di sektor tekstil. Api sekam kekecewaan tumbuh bahkan lebih besar setelah Perang Dunia II, saat gelombang baru tentara veteran kulit hitam kembali, dan mereka berkeras tidak akan lagi menerima status “warga negara kelas dua,” dan menuntut pekerjaan untuk semua.
Selama PD II, dimulailah “Migrasi Besar” kedua kaum kulit hitam dari Selatan ke sentra-sentra industri di Utara, Barat-Tengah dan Barat. Jutaan orang mengalir keluar dari Selatan untuk mencari kehidupan yang lebih baik untuk diri mereka dan anak-anak mereka. Namun yang mereka temui justru permusuhan dan diskriminasi yang serupa di pemukiman-pemukiman baru mereka. Tentara Nasional dimobilisasi untuk menjaga segregasi hitam-putih di sekolah-sekolah negeri di Arkansas, boikot bus di Montgomery, penggunaan meriam air dan anjing terhadap demonstran kulit hitam di Birmingham; apa yang dimulai sebagai gerakan lokal di wilayah Selatan Dalam pada akhirnya menyebar ke seluruh Amerika. Setelah banyak pengorbanan, martir, dan trial-and-error, sejumlah hak demokratik yang penting – walaupun terbatas – berhasil dimenangkan dari kelas penguasa dan Jim Crow (beragam UU diskriminasi rasial) dipreteli, setidaknya di atas kertas. Banyak orang yang telah berpartisipasi dalam pertempuran-pertempuran penting ini kembali ke “kehidupan normal” dan gelombang besar perjuangan kelas mulai surut.
Selama gerakan hak-hak sipil, organisasi-organisasi seperti Student Non–violent Coordinating Committee (SNCC, Komite Koordinasi Mahasiswa Non-Kekerasan) lahir. SNCC adalah sayap muda dari organisasinya Martin Luther King Jr., Southern Christian Leadership Conference (SCLC, Konferensi Kepemimpinan Kristen Selatan). SNCC memainkan peran kunci dalam mengorganisir kampanye “Freedom Rides” dan kampanye registrasi pemilih di sejumlah wilayah Selatan yang paling sayap-kanan dan terbelakang. Ratusan kaum muda kulit hitam dan putih dari luar daerah, banyak dari mereka terafiliasi dengan Congress of Racial Equality (CORE; Kongres Persamaan Ras), menyambung nyawa mereka untuk berpartisipasi dalam kampanye-kampanye ini. Beberapa dari mereka kehilangan nyawa mereka saat menentang UU segregasi dan menolak tunduk pada teror Ku Klux Klan. SNCC juga memainkan peran besar dalam mengorganisir “March for Job and Freedom” MLK Jr. di Washington.
Black Power
Akan tetapi, banyak aktivis muda ini semakin tidak puas dengan pendekatan pasifis (moderat) dari para pemimpin seperti MLK Jr., sahabat-sahabat liberal gerakan hak sipil, dan Partai Demokrat. Dengan cara mereka sendiri, kaum muda ini mencapai pemahaman bahwa kaum tertindas dan kaum penindas tidak bisa hidup bersandingan, bahwa membuat kapitalisme lebih humanis dengan sejumlah reforma di sana di sini tidaklah cukup. Beberapa dari mereka kemudian membentuk Lowndes County Freedom Organization (LCFO). Para aktivis LCFO yang bersenjata meluncurkan kampanye elektoral partai-ketiga untuk melawan Partai Demokrat dan Partai Republiken, dan berhasil meraup 2500 suara kulit hitam di daerah yang paling didominasi KKK di Alabama. Walaupun kampanye elektoral mereka gagal, pendekatan militan mereka menemukan gaungnya di antara aktivis hitam muda di seluruh bangsa. Sebagai simbol, mereka memilih panther hitam.
Karena merasa frustrasi, tidak sabar dengan ketiadaan hasil yang segera, dan ingin mencari jalan pintas, SNCC membuat pergeseran strategi yang besar pada 1966, di bawah kepemimpinan Stokely Carmichael. SNCC mendeklarasikan bahwa jalan ke depan adalah “Black Power” (yakni, kekuatan dan kemandirian politik dari, oleh, dan untuk orang hitam saja). Dengan ini, SNCC memutuskan untuk memecat semua anggota kulit putih mereka. Anggota akar rumput SNCC menunjukkan insting menolak pemecahan persatuan ini, dan pada saat voting hasilnya: 19 mendukung, 18 menolak, dan 24 tidak memilih (abstensi). Tetapi kerusakan sudah terjadi.
Selama puluhan tahun, rakyat kulit hitam Amerika telah berjuang untuk integrasi ke dalam masyarakat luas Amerika, untuk kesetaraan hak, pekerjaan dan peluang bagi semua orang. Sekarang, nasionalisme dan separatisme hitam telah dihidupkan kembali dan disuntikkan ke dalam selapisan aktivis muda. Dari Alabama, konsep ini menyebar ke seluruh Amerika. Banyak aktivis kulit putih SNCC yang dipecat lalu kembali ke kampus mereka dan membentuk nukleus gerakan anti Perang Vietnam. Namun, gerakan untuk secara kolektif mengubah masyarakat telah sangat dilemahkan dengan keputusan ini.
Kelahiran Black Panther Party
Ketidaksabaran dan avonturisme selapisan aktivis muda mengekspresikan keputusasaan yang tumbuh di antara lapisan aktivis yang maju, yang dapat merasakan bagaimana gerakan massa selama dekade-dekade lalu sudah mulai surut tanpa mampu memenuhi tujuan-tujuannya. Di antara aktivis mahasiswa putih, terorisme individual dari kelompok Weather Underground (yang tumbuh dari SDS), adalah salah satu ekspresinya.
Sejumlah pencapaian legislatif untuk kesetaraan rasial telah tercapai. Namun, lapangan pekerjaan, pelayanan kesehatan, pendidikan, transportasi publik berkualitas, perumahan, dan infrastruktur tidak tersedia secara universal bagi warga kulit hitam, terutama bagi kaum muda hitam. Perjuangan untuk kesetaraan yang sejati jauh dari berakhir. Tetapi sayap kiri gerakan lemah, terpecah belah, dan secara ideologis kebingungan. Kepemimpinan sayap-kanan gerakan buruh berkomitmen pada kebijakan kolaborasi dengan kelas kapitalis. Walhasil, kekosongan kepemimpinan politik di wilayah-wilayah kumuh kota yang miskin dan mayoritas hitam akhirnya diisi oleh kelompok-kelompok seperti Black Panther Party.
Terinspirasi oleh seruan Malcolm X untuk berjuang “dengan cara apapun”, Huey Newton dan Bobby Seale, yang sama-sama belajar di Merritt College di Oakland, California, mendirikan Black Panther Party for Self-Defense pada 15 Oktober, 1966. Pemilihan nama dan simbol BPP adalah penghormatan pada kerja LCFO di Alabama. Mereka mengambil konsep “Black Power” dan mendorongnya melampaui politik elektoral. Mereka percaya mereka harus berjuang “dengan cara apapun”, termasuk mempersenjatai diri untuk melindungi nyawa orang hitam yang terancam oleh kebrutalan polisi. Bagi mereka, ini sudah bukan lagi “bisnis seperti biasanya”. BPP tidak akan membiarkan orang lain menghentikan mereka.
Senapan dan kacamata hitam
Program, citra, dan militansi BPP mendapati gaung di antara kaum muda hitam, dan mereka tumbuh dengan pesat. Berikut adalah wawancara persidangan dengan eks anggota BPP, yang memberi gambaran mengapa kaum muda tertarik dengan mereka ketika mereka pertama kali muncul:
“Jaksa: Mengapa kamu bergabung dengan BPP?
“Eks anggota BPP: Saya percaya kalau Black Panther Party sedang melakukan sesuatu yang perlu dilakukan. Mereka sedang melawan rasisme, dan saya percaya kalau rasisme adalah problem di Amerika Serikat, dan partai ini sedang melakukan sesuatu.”
“Jaksa: Mengapa kamu memilih Black Panther Party ketimbang organisasi-organisasi lain yang ada pada saat itu?”
“Eks anggota BPP: Organisasi-organisasi lain yang saya kenal sudah eksis cukup lama dan masalah rasisme masih ada. Black Panther Party adalah organisasi baru dan saya membayangkan kalau mungkin dibutuhkan pendekatan baru untuk menyelesaikan problem ini.”
“Jaksa: Apakah Black Panther Party memiliki pendekatan yang kamu lihat pada saat itu mungkin lebih baik?”
“Eks anggota BPP: Ya, mereka mengambil pendirian yang memang adalah milik kita, dan mereka membela hak untuk mempertahankan diri, alih-alih pendekatan non-kekerasan.”
Awalnya, fokus mereka adalah mengorganisir patroli warga di Oakland untuk mengekspos, mencegah, dan – bila diperlukan – melawan kebrutalan “pasukan polisi penjajah”. Pada 25 April, 1967, mereka menerbitkan edisi pertama koran The Black Panther. Pada 2 Mei tahun yang sama, mereka meningkatkan aktivitas mereka ke level selanjutnya. Dalam langkah publisitas yang direncanakan dengan seksama, mereka mengirim 26 anggota BPP yang bersenjata, dengan jaket kulit, topi beret, dan kaca mata hitam, ke ibukota California, Sacramento, untuk memprotes UU yang akan membatasi pembawaan senjata beramunisi bagi publik.
Menerobos polisi dan masuk ke ruang sidang parlemen, mereka dengan berani menyatakan bahwa mereka membutuhkan senjata untuk melindungi diri mereka dari kaum rasis. Dengan cepat, foto-foto anggota Black Panther yang “mengejutkan” ini terpampang di koran-koran dan TV-TV di seluruh dunia. Satu media menulis: “Dengan air muka serius, dan diam, sekelompok negro muda yang marah, dengan membawa senapan beramunisi, memasuki ibukota negara bagian di sini di Sacramento.”
Pendiri BPP Huey Newton dibesarkan di lingkungan keras Oakland. Dia sangatlah pintar, politis, punya pesona, dan memancarkan wibawa besar. Tetapi dia juga punya sisi gelap, dan selama masa hidupnya sering menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan problem. Dari perkelahian dengan anak-anak tetangga, sampai ke baku hantam dengan anggota-anggota geng dan polisi, dan akhirnya memuncak ke dakwaan membunuh, kekerasan selalu mengikuti seluruh kehidupan Huey Newton, sang “Menteri Pertahanan” BPP.
Pada Oktober 1967, dia ditangkap dan dituduh membunuh seorang polisi Oakland. Sebagai respons, anggota pendiri dan editor The Black Panther, Eldridge Cleaver, meluncurkan kampanye “Free Huey”, yang menyedot banyak energi organisasi untuk tahun-tahun mendatang. Selama menyebarkan kampanye ini, mereka mendirikan ranting-ranting baru di banyak kota dan membentuk aliansi dengan organisasi-organisasi radikal lainnya, seperti Brown Berets, American Indian Movement, Young Puerto Rican Brothers, dan Young Lords.
Setelah Newton dibebaskan dari penjara, benturan dengan polisi menjadi lebih sering terjadi. Pada saat yang sama, dia menjadi selebriti, dan dijamu makan dan minum oleh “kaum liberal yang kaya”. Donasi-donasi besar dari selebriti-selebriti di Hollywood dan New York membanjiri partai, dan ini menjadi sumber pendanaan aktivitas partai. Leonard Bernstein, Marlon Brando, Jane Fonda, Donald Sutherland, Harry Belafonte, Angie Dickinson, dan selebriti-selebriti simpatik lainnya, yang merasa bahwa harus ada perubahan dalam tatanan yang ada, memberikan dukungan mereka. Pada 1970, Jane Fonda menyebut BPP sebagai “Pelopor revolusioner kita – kita harus mendukung mereka dengan cinta, uang, propaganda dan risiko.”
Pada Februari 1968, mantan ketua SNCC, bergabung dengan BPP dan ditunjuk sebagai “Perdana Menteri” partai. Walhasil, selapisan besar partai terseret ke nasionalisme hitam. Yang lainnya merasa terkucil oleh garis politik baru ini dan meninggalkan partai. Di bawah pengaruh Carmichael, BPP mengadopsi slogan seperti “White Power untuk orang putih! Brown Power untuk orang coklat! Yellow Power untuk orang kuning! Black Power untuk orang hitam!” Walaupun di permukaan slogan ini mungkin saja tampak “beragam” dan “demokratik”, tetapi pada kenyataannya ini adalah ketertundukan tragis pada segregasi-isme dan tidak sesuai dengan sentimen integrasi di antara mayoritas kelas buruh hitam. Sebagai minoritas populasi, kaum kulit hitam di AS tidak akan bisa melawan kelas kapitalis sendirian.
Persatuan kelas buruh adalah kekuatannya yang paling penting, dan ini harus secara energetik dipertahankan dan dipelihara. Untuk secara sadar memecah belah kelas buruh seturut garis ras, etnik, agama, gender atau garis-garis lainnya berarti tersungkur ke dalam strategi “devide et impera” kelas penguasa. Bila perpecahan adalah strategi yang baik bagi kaum tertindas, mengapa Kekaisaran Roma dan Inggris Raya, dua contoh saja di sini, begitu fanatik dalam menjalankan kebijakan ini selama berabad-abad menjajah jutaan orang?
“Melayani Rakyat” dan geng-geng jalanan
Pada awal 1968, BPP menjual Buku Merah Kecil Mao ke mahasiswa untuk membeli senjata. Tidak lama kemudian, mereka mewajibkan anggota membaca buku ini dan mulai mengadopsi model aktivitas politik Maois, “Melayani Rakyat”. Pada 1969, program-program pelayanan sosial telah menjadi aktivitas utama dari banyak anggota BPP, termasuk Program Sarapan Gratis untuk Anak-Anak, distribusi sepatu dan baju, dan klinik kesehatan lingkungan.
Sepintas, membuat tugas partai revolusioner untuk “melayani rakyat” terdengar sangat radikal, dan memberi makan anak-anak yang lapar jelas adalah tujuan yang terpuji. Namun, tugas utama partai revolusioner bukanlah memberi amal dan pelayanan sosial, atau dalam kata lain, melakukan tugas yang seharusnya diisi oleh pemerintah borjuis. Satu tugas yang dapat dimainkan partai dalam aktivitasnya adalah mengorganisir kelas buruh dan lapisan rakyat luas untuk menuntut perbaikan pelayanan sosial dari pemerintah borjuis. Namun, sebuah partai revolusioner hanya dapat mengorganisir massa bila ia memiliki kader terlatih dalam jumlah yang memadai.
Ketika ada kesulitan yang menghantam kelas buruh, misalnya gempa bumi atau pemogokan panjang yang membuat keluarga-keluarga pemogok kelaparan, kaum revolusioner jelas dapat mengorganisir bantuan amal yang berbasiskan kelas. Tetapi ini adalah aktivitas sampingan atau suplemen dari prioritas utama membangun partai (faktor subjektif). Bila kita memusatkan aktivitas politik kita pada kerja amal, daftar panjang problem-problem kapitalisme tidak akan pernah berakhir, dan kita tidak akan pernah berhasil membangun organisasi yang dapat memimpin kelas buruh untuk mentransformasi masyarakat dan mengakhiri untuk selama-lamanya perlunya kerja amal. Bahkan bila signifikansi pendidikan politik diakui dalam kata-kata, dalam praktik ini menghasilkan aktivisme level-rendah dan keanggotaan yang keluar-masuk.
Pelajaran kunci dari Partai Bolshevik adalah ini: beberapa slogan sederhana, niat baik, dan kerja keras tidaklah cukup untuk memenangkan revolusi sosialis. Tugas utama partai revolusioner adalah membangun sebuah organisasi kader dengan akar di setiap tempat kerja, sekolah, dan lingkungan buruh, yang mampu memimpin kelas buruh ke kekuasaan negara dan ekonomi, dan dengan demikian memungkinkan umat manusia untuk secara kolektif mendayagunakan kekayaan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup setiap orang melalui perubahan struktural yang fundamental. Fungsi partai revolusioner yang unik dan tak tergantikan adalah menempa sebuah organisasi yang terdiri dari lapisan kelas buruh yang paling maju, dan melalui mereka, menghubungkan gagasan-gagasan revolusioner ke lapisan kelas buruh yang lebih luas – kelas buruh sebagai satu-satunya kekuatan penggerak revolusi yang sejati.
Tidak ada jalan pintas ke massa. Partai harus terlebih dahulu melalui proses yang panjang dan sulit dalam menghimpun nukleus kader-kader utama partai, yang tertempa secara teori. “Melayani rakyat” pada akhirnya adalah bentuk substitusionalisme, dimana kekuatan partai yang kecil berusaha menjadi substitusi ekspresi sadar dan terorganisir kelas buruh itu sendiri. Dengan ini, kebingungan politik, yang sudah ada dalam program pendirian partai, menjadi semakin parah, dan fokus BPP dalam kerja amal semacam ini tidak menghasilkan nukleus kader Marxis yang tertempa.
Represi Negara
FBI dan polisi setempat telah mengawasi BPP sejak awal. Setelah rally mereka di Sacramento dan ditangkapnya Huey Newton dengan tuduhan menembak polisi, mereka dengan cepat menjadi musuh publik nomor satu.
Kekerasan politik di AS tengah mencapai puncaknya. Setelah Martin Luther King Jr. dibunuh pada April 1968, kerusuhan pecah di Washington, D.C., Baltimore, Louisville, Kansas City, Chicago, Detroit, dan Wilmington, Delaware. Beberapa hari kemudian, Bobby Hutton yang berumur 17 tahun, yang menjabat sebagai sekretaris BPP dan salah satu rekrut pertama partai, dibunuh oleh polisi Oakland setelah baku tembak selama 90 menit. Dia ditembak 10 kali saat dia lari keluar dari rumahnya yang sengaja dibakar oleh polisi untuk memaksanya keluar, dan dia tidak bersenjata saat ditembak. Baku tembak ini dimulai setelah Hutton, Eldridge Cleaver, dan enam lainnya dituduh menyerang polisi untuk membebaskan Huey. Pada Juni bulan yang sama, Bobby Kennedy dibunuh. Kekerasan lalu tumpah ke Konvensi Nasional Demokrat di Chicago.
Di tengah chaos yang tak terkendali ini, Direktur FBI J. Edgar Hoover yang amat anti-komunis menggunakan peluang ini untuk menumpas kaum muda hitam militan yang bersenjata, yang mengilhami perlawanan di lingkungan-lingkungan miskin setiap kota besar di Amerika. Dia meluncurkan seluruh kekuatan negara untuk merepresi BPP dalam bentuk COINTELPRO, sebuah program yang dimulai pada 1956, yang tujuannya adalah “memperparah faksionalisme, menciptakan disrupsi dan pembelotan” di dalam Partai Komunis AS. Pendekatan yang serupa digunakan pada BPP, dengan kampanye fitnah dan kekerasan.
Setelah pilpres 1968, dimana Tuan “Hukum dan Ketertiban” Richard Nixon menang, FBI mengirim memo ke semua kantor lokalnya menyerukan “kebijakan konter-intelijen yang imajinatif dan keras, dengan tujuan melumpuhkan Black Panther Party.” Di memo lain, FBI meminta agen-agennya untuk “merancang teknik-teknik konter-intelijen yang khusus untuk mengganggu aktivitas jahat [BPP]”. “Aktivitas jahat” yang dimaksud adalah program sarapan BPP, yang ditakuti FBI dapat “mencuci otak” anak-anak dengan propaganda sosialis. Kebijakan resmi pemerintah untuk merepresi BPP secara sistematis telah dimulai.
Tujuan pemerintah adalah menteror para anggota Black Panther dan dengan demikian memadamkan aspirasi kaum buruh dan muda kulit hitam. Pernyataan J. Edgar Hoover pada September 1968 yang terkenal itu, bahwa “Black Panther Party, tanpa diragukan lagi, mewakili ancaman terbesar bagi keamanan dalam negeri bangsa ini,” adalah seruan ke semua pihak berwajib untuk memburu partai ini. Ini mengirim pesan ke polisi bahwa mereka tidak perlu memperhatikan hukum dan “prosedur operasi standar” – dan bahwa polisi yang membantu menghancurkan BPP akan memperoleh prospek karier yang sangat baik.
Pembunuhan Fred Hampton
Fred Hampton adalah salah satu “pemimpin organik” yang muncul dari Black Panther Party. Muda dan lembut tutur katanya, dia adalah orator ulung yang penuh semangat, dengan insting yang tajam dan kemampuan bersentuhan dengan massa. Hanya berumur 21 tahun, dia adalah ketua ranting Illinois dan ketua deputi nasional BPP.
Ranting BPP di Chicago membentuk aliansi dengan geng jalanan Blackstone Ranger, dengan harapan – yang bertujuan baik tetapi keliru – ingin menimba energi anak-anak jalanan. Setelah baku tembak di Chicago Selatan, Kepolisian Chicago mengumumkan pembasmian geng-geng jalanan – dan mengikutsertakan BPP dalam daftar target mereka. Infiltrasi ke dalam partai dilakukan dengan memeras penjahat-penjahat kelas teri, dengan memberi mereka tawaran: “Bergabungkan ke dalam BPP dan beri kami informasi, dan kita akan kurangi atau batalkan hukuman penjara kalian.” Fred Hampton dibunuh oleh polisi pada 4 Desember 1969, dan pada saat itu seorang informan FBI adalah kepala keamanan ranting BPP Chicago.
9 polisi putih dan 5 polisi hitam menyerbu apartemen Hampton pada jam 4 pagi. Mark Clark, umur 17 tahun, sedang duduk di ruang tamu dan menjaga apartemen Hampton, dan dia yang pertama ditembak mati oleh hujan peluru polisi Chicago. Hampton ditembak saat tidur di ranjangnya, dan istrinya yang hamil 8 bulan juga kena tembak, tetapi selamat. Setelah istrinya melangkah keluar dari kamar dengan tangan terangkat, polisi menembak lagi di dalam kamar Hampton dimana dia sudah tergeletak berlumuran darah, dan lalu istri Hampton mendengar suara polisi mengatakan: “Dia sudah mati sekarang.”
Polisi dan pejabat pemerintah berbohong untuk menutupi eksekusi ini. Mereka awalnya mengklaim bahwa anggota Panther yang memulai menembak. Pada kenyataannya, dari 90 peluru yang ditembak, hanya satu yang ditembak oleh anggota Panther, yakni oleh Mark Clark, yang kemungkinan besar tidak sengaja menarik pelatuk ketika tubuhnya dihujani timah panas. Walaupun orang-orang yang selamat di apartemen tersebut menyerah dengan damai, mereka ditangkap dan didakwa dengan “usaha membunuh dan menyerang polisi.” Gugatan ini akhirnya dibatalkan, dan para tertuduh akhirnya memenangkan penyelesaian damai di luar jalur pengadilan sebesar 1,8 juta dolar atas pelanggaran hak sipil yang mereka alami. Tetapi, seperti yang diduga, tidak ada satupun polisi yang dipenjara atas tindakan pembunuhan mereka.
Di pemakamannya, massa berkabung spontan berteriak: “Saya adalah Fred Hampton!”. Dia telah disidang, didakwa, dan dieksekusi oleh negara, hanya karena dia bersalah telah mengilhami banyak orang untuk berjuang dengan bermartabat dan bangga hati untuk masa depan yang lebih baik.
Hampton adalah seorang tokoh yang sungguh menginspirasi, penuh semangat, dan karismatik. Banyak kutipan populer dari BPP datang dari bibirnya. Misalnya: “Kita harus menghadapi sejumlah fakta. Bahwa rakyat itu miskin, dan rakyat datang dari apa yang kau sebut kelas bawah, dan ketika saya berbicara mengenai rakyat, saya berbicara mengenai rakyat kulit putih, saya berbicara mengenai rakyat kulit hitam, dan rakyat kulit cokelat, dan rakyat kulit kuning, juga. Kita harus menghadapi fakta bahwa ada beberapa orang yang mengatakan bahwa api harus dilawan dengan api, tetapi kami mengatakan, kita padamkan api dengan air. Kami katakan, kita tidak melawan rasisme dengan rasisme. Kita akan melawan rasisme dengan solidaritas. Kami katakan, kita tidak melawan kapitalisme dengan kapitalisme hitam; kita lawan kapitalisme dengan sosialisme.”
Akan tetapi, seperti para pemimpin BPP lainnya, dia memiliki pendekatan eklektik terhadap teori. Hasilnya adalah campur-aduk nasionalisme hitam, anti-kapitalisme, dan sosialisme, yang kadang-kadang mengilhami tetapi juga kadang-kadang kontradiktif.
Awalnya, represi-represi ini mendatangkan lebih banyak pendukung untuk BPP. Tetapi karena kebingungan dan chaos yang mendominasi organisasi, relatif mudah bagi FBI dan polisi untuk menyusupinya, yang secara aktif menggunakan perang psikologis untuk memicu pembangkangan, kecemburuan, perasaan tidak puas, dan kebingungan ideologis guna memecah belah aktivis BPP. Disertai dengan pembunuhan terhadap pemimpin-pemimpin kunci, kooptasi, dan penangkapan, BPP semakin melemah setiap harinya. Represi negara mempercepat dan memperparah proses kehancuran yang memang telah mengakar dalam partai, dan membantu melepaskan dinamika yang lalu meledak tak terkendali.
Puncak dan degenerasi
Karena tidak memiliki kebijakan nasional yang koheren, ini memicu avonturisme dan inisiatif independen dari banyak ranting yang afiliasinya longgar. Kekerasan antar anggota menjadi semakin biasa terjadi. Pada Januari 1969, ada baku tembak antara anggota BPP di kampus UCLA yang berakhir dengan dua korban jiwa, yang disebabkan oleh percekcokan mengenai posisi kepemimpinan program studi kaum kulit hitam. Serangkaian penangkapan, kasus pengadilan, persidangan kasus pembunuhan, hukuman penjara, baku tembak, penyerangan terhadap polisi, dan pembunuhan menyusul selama bertahun-tahun. Eldridge Cleaver – yang sudah hampir dipastikan adalah pemerkosa beruntun dan yang juga diburu karena usaha pembunuhan polisi – mengasingkan diri dengan istrinya Kathleen, untuk “bersembunyi” dan menghindari persidangan. Pada musim semi 1970, ranting BPP Oakland kembali lagi melakukan penyerangan terhadap polisi dengan pistol dan bom fragmen. Dua polisi terluka.
Kendati demikian, partai terus tumbuh. Pada akhir 1969, BPP punya 5000 anggota, 45 ranting, dan korannya beroplah 100.000. Pada September 1970, pengaruh BPP ada di puncak-puncaknya, dengan 7000 orang menghadiri sesi “Konvensi Konstitusional Rakyat Revolusioner” di Philadelphia. Rencana selanjutnya adalah mengorganisir Konvensi Konstitusional yang penuh pada November 1970, dengan tujuan menyatukan berbagai gerakan dalam program bersama, termasuk gerakan pembebasan kaum kulit hitam, gerakan anti-perang, perjuangan kemerdekaan Puerto Rico, gerakan mahasiswa, gerakan perempuan, gerakan hak kaum gay, gerakan buruh, dan lainnya. Ribuan orang datang ke Washington, DC, tetapi pihak otoritas telah menekan Universitas Howard dan tempat-tempat lainnya untuk tidak memberi mereka tempat pertemuan.
Serangkaian pertemuan yang lebih kecil, yang berantakan, dilangsungkan di gereja-gereja dan lokasi-lokasi pertemuan yang lebih kecil. Tetapi konvensi yang direncanakan batal. Huey Newton mendeklarasikan niat BPP untuk meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggelar plebisit atau referendum, yang akan menentukan relasi apa yang diinginkan warga kulit hitam dengan pemerintah AS. Dia juga menjanjikan sebuah konvensi penuh untuk merampungkan konstitusi baru untuk gerakan dalam waktu dekat. Ini tidak pernah terjadi. Dengan kantor di 68 kota, sirkulasi koran 250.000, dan ribuan anggota yang afiliasinya kurang lebih longgar, BPP telah mencapai puncaknya. Tidak lama kemudian, kontradiksi-kontradiksi internalnya, represi negara, dan perubahan kondisi objektif mendorongnya ke kemerosotan yang pesat.
Represi FBI dan Perpecahan
FBI mulai mengirim surat-surat palsu ke sejumlah pemimpin BPP, dengan tujuan memperburuk relasi yang memang sudah tidak baik di antara pemimpin BPP. Partai akhirnya pecah pada Maret 1971, pada saat debat sengit yang disiarkan langsung di televisi antara Huey Newton dan Eldridge Cleaver, yang menelepon ke acara televisi tersebut dari pengasingannya di Algeria. Cleaver tengah bergeser ke ultra-kiri-isme, dengan mengajukan taktik gerilya urban yang gila. Sementara, Newton bergeser ke reformisme, dengan mengajukan agar partai tidak lagi menggunakan senjata api dan bekerja memperbaiki sistem dari dalam. Cleaver dipecat dari Komite Pusat dan lalu dari partai. Dia lalu membentuk kelompok paramiliternya sendiri, Black Liberation Army.
Karena kekacauan internal ini, dan juga karena konsesi-konsesi kecil yang diberikan oleh kelas penguasa atas sejumlah tuntutan gerakan, termasuk memulai menarik mundur pasukan AS dari perang Vietnam, dukungan publik terhadap BPP mulai anjlok. BPP semakin terkucil. Percekcokan internal dalam jajaran kepemimpinan menghasilkan pemecatan dan pembelotan lebih lanjut, yang menggerus habis keanggotaan partai. Ratusan anggota mengundurkan diri atau “memilih sisi” dalam percekcokan pribadi yang terus berlanjut. Untuk membiayai aktivitasnya, partai semakin mengandalkan dana dari penjualan narkoba, pungutan liar dari bisnis-bisnis kecil Oakland, dan perampokan klub-klub malam.
Kemerosotan ini terus berlanjut selama 1970an. Pada 1972, mayoritas aktivitas Black Panther berpusat di kantor pusat dan sebuah sekolah di Oakland. Ranting California Selatan ditutup dan anggota-anggotanya pindah ke Oakland. Sisa-sisa bawah tanah ranting LA, yang awalnya dibentuk dari geng jalanan Slausons, akhirnya kembali lagi ke aktivitas geng mereka.
Pada 1973, BPP mulai melirik politik elektoral sebagai jalan keluar dari kebuntuan mereka. Bobby Seale mencalonkan diri dalam pemilihan wali kota Oakland dan kalah, walaupun dia menerima 40% suara, yang merupakan hasil yang luar biasa. Friksi dan chaos yang tak ada hentinya mendorong Huey Newton menjadi pecandu kokain dan heroin. Pada 1974, dia meluncurkan pembersihan partai besar-besaran, dengan memecat Bobby dan John Seale, David dan June Hilliard, Robert Bay, dan sejumlah pemimpin partai lainnya. Puluhan anggota Black Panther yang setia pada Seale mengundurkan diri dan meninggalkan gerakan.
Pada Agustus 1974, Newton dituduh membunuh Kathleen Smith, seorang PSK remaja, dan lalu melarikan diri ke Kuba. Elaine Brown mengambil alih kepemimpinan partai selama Newton mengasingkan diri dan menyeret partai ini bahkan lebih dalam ke rawa. Pada 1977, BPP mendukung kandidat Partai Demokrat Lionel Wilson untuk pemilihan wali kota Oakland. Dia menang dan menjadi wali kota hitam pertama di Oakland. Sebagai imbal atas dukungan BPP pada Wilson, dakwaan-dakwaan kriminal terhadap anggota partai Flores Forbes (pemimpin sayap paramiliter setempat BPP, yang dikenal dengan alias Buddha Samurai Cadre) dibatalkan.
Pada 1975, Eldridge Cleaver membuat kesepakatan dengan pemerintah dan hampir semua tuntutan terhadapnya dibatalkan. Dia kembali dari pengasingannya sebagai seorang Moonie (pengikut gereja Unifikasi dari Korea yang dipimpin oleh Sun Myung Moon, yang mengklaim sebagai Mesias dan Kedatangan Kedua Kristus), lalu setelah itu menjadi Kristen yang lahir kembali, dan lalu jadi pecandu berat kokain. Pada 1997, setahun sebelum dia meninggal, dia menarik kesimpulan ini, yang sangat jauh dari radikalisme ultra-kirinya pada masa muda: “Saya percaya bahwa sistem kapitalisme dapat memenuhi program lapangan pekerjaan untuk semua orang, tetapi masalahnya kita dirundung masalah spiritual dan moral di Amerika. Masalah kita bukanlah masalah ekonomi atau politik; masalahnya adalah kita tidak saling mengasihi satu sama lain.”
Pada 1980, anggota BPP hanya tinggal 27 saja. Pada 1982, sekolah Black Panther yang terakhir ditutup setelah terungkap Newton mengkorupsi dana sekolah tersebut untuk membiayai kecanduan obatnya. Walaupun ini menandai kematian resmi BPP, pada kenyataannya BPP telah mati sepuluh tahun yang lalu. Pada 22 Agustus, 1989, Huey Newton ditembak kepalanya tiga kali di Oakland oleh Tyrone Robinson, seorang anggota geng Black Guerilla Family. Sejumlah orang mengklaim ini karena cekcok transaksi narkoba, sementara yang lain percaya bahwa ada kontrak untuk membunuh Huey, sebagai balas dendam karena bertahun-tahun di-bully olehnya.
Eks-eks anggota BPP lainnya diburu dan dibunuh oleh polisi selama tahun-tahun selanjutnya. Beberapa melarikan diri ke pengasingan. Eldridge Cleaver berakhir menjadi seorang Mormon Republiken sayap-kanan. Yang lainnya, seperti Marion Barry dan Bobby Rush, bergabung ke Partai Demokrat dan memperoleh karier yang baik untuk diri mereka sendiri. Demikianlah akhir yang menyedihkan dari sebuah partai yang awalnya adalah inspirasi dan sumber harapan bagi jutaan orang di seluruh dunia, yang awalnya adalah “ancaman terbesar” bagi Amerika Serikat. Mengapa semua ini bisa berakhir seperti ini? Apa pelajaran yang bisa kita tarik dari pengalaman ini?
Perjuangan kelas dan kelas buruh
Tragedi yang dialami BPP sebagian besar adalah akibat dari kondisi objektif saat partai ini lahir, yakni ketika gerakan luas buruh hitam sudah mulai redup. Setelah gejolak pada 1950-an dan awal 1960-an, mayoritas buruh hitam yang berpartisipasi dalam gerakan hak sipil hanya ingin mendapat pekerjaan dan memperoleh kesejahteraan dari boom paska-perang seperti warga AS kulit putih lainnya. Walaupun sangat vokal dan militan, BPP hanya mewakili lapisan kecil populasi, terutama kaum muda hitam di wilayah-wilayah kumuh kota. Mereka memang mengguncang status quo, tetapi mereka tidak ada dalam posisi untuk menghentikan produksi, menduduki pabrik, atau mengorganisir demo massa – yakni metode-metode klasik perjuangan kelas buruh. Selain itu, ideologi BPP eklektik dan tidak konsisten. Tanpa DNA politik yang jelas dan sehat, bahkan organisasi atau individu yang paling berani berkorban dan berniat baik tidak akan dapat tumbuh menjadi kekuatan yang dapat menumbangkan kelas kapitalis dan negaranya.
Dalam batas-batas tertentu, kita bisa membandingkan BPP dengan Irish Republican Army (IRA), Palestinian Liberation Organization (PLO), kelompok nasionalis Basque ETA, dan organisasi-organisasi atau gerakan-gerakan semacam ini. Pendek kata, kendati keberhasilan awalnya, Black Panther Party terlalu kecil, dan secara ideologis dan organisasional tidak memiliki fokus, dan terutama di atas segalanya, mereka tidak memiliki basis dan akar dalam kelas buruh. BPP mewakili kegeraman yang tak terorganisir dari mereka yang menyaksikan pupusnya peluang historis untuk perubahan fundamental, tetapi mereka tidak yakin bagaimana melangkah ke depan.
Kita telah saksikan ini berulang kali dalam sejarah kelas buruh. Setelah usaha besar revolusioner, kekalahan, atau tersungkurnya gerakan ke dalam reformisme, akan ada periode demoralisasi, yang dapat terekspresikan dalam berbagai bentuk: nihilisme, pesimisme, takhayul, dan hilangnya kepercayaan pada kelas buruh dan perspektif revolusi.
Oleh karenanya, Black Panther Party adalah usaha heroik dari segelintir aktivis yang berjuang dengan sangat keras untuk secara artifisial mempertahankan momentum gerakan, dengan melawan arus dan kondisi-kondisi yang sulit. Pada akhirnya, usaha ini pecah menjadi avonturisme gerilya urban bawah tanah di satu sisi, dan kolaborasi kelas reformis di sisi lain. Pada akhirnya, para pemimpin ini kewalahan, dan BPP terisolasi dan rentan pada serangan aparatus represi negara dan kooptasi.
Kaum Marxis memandang sejarah dalam jangka panjang dan memahami bahwa perjuangan kelas niscaya melalui periode pasang naik dan surut. Bila kepemimpinan yang berwawasan dan percaya diri adalah hal yang esensial saat gerakan tengah bangkit, maka kepemimpinan macam ini bahkan lebih dibutuhkan ketika gerakan terpukul mundur. Tugas kaum revolusioner selama masa kemunduran adalah melatih dan mendidik anggota-anggotanya, untuk mempertahankan kekuatan yang tersisa dan mengembangkannya secara sabar, dan bukannya memaksakan peristiwa.
Ketika batu besar sejarah sudah di tepi jurang, bahkan dorongan kecil dengan arah yang tepat bisa menjatuhkannya. Tetapi sebuah organisasi kecil tidak dapat menahan batu besar ini ketika batu ini menggelinding ke arah sebaliknya dan meraih momentum. Seorang jenderal yang hanya tahu perintah maju menyerang tidaklah banyak berguna. Jenderal yang baik juga harus tahu bagaimana mundur secara teratur, supaya kemunduran temporer tidak lalu berubah menjadi kekalahan total. Sayangnya, karena para pemimpin BPP tidak memiliki fondasi gagasan Marxisme yang sejati, mereka tidak siap untuk ini.
Deindustrialisasi skala besar di AS baru dimulai pada skala nasional selama dan setelah krisis ekonomi pada pertengahan 1970-an. Tetapi, bahkan sejak pertengahan sampai akhir 1960-an, banyak wilayah yang sudah memulai proses deindustrialisasi ini, dan kaum buruh hitam biasanya adalah yang pertama di-PHK. Setelah 1964, gerakan buruh AS memasuki periode kemunduran berkepanjangan, yang semakin dipercepat pada awal 1980-an. Tetapi walaupun gerakan hak sipil sudah meredup setelah berhasil memenangkan beberapa tuntutan dasar mereka, masih ada letupan-letupan perjuangan kelas yang dapat diintervensi oleh BPP secara terorganisasi.
Di bawah hanya beberapa perjuangan buruh yang penting selama periode ini:
- 1966 Pemogokan perawat San Franscisco, yang diorganisir oleh Asosiasi Perawat California
- 1967 Pemogokan mekanik kereta
- 1968 Pemogokan pekerja sanitasi Memphis
- 1968 Pemogokan liar buruh pabrik mobil Chrysler
- 1969 Pemogokan pekerja rumah sakit Charleston, South Carolina
- 1970 Pemogokan pekerja pos, pemogokan nasional pegawai negeri pertama
- 1970 Pemogokan buruh pabrik mobil General Motors
- 1971 Pemogokan buruh pelabuhan
- 1972 Pemogokan pabrik mobil, Lordstown, Ohio
- 1972 Pemogokan guru Philadelphia
- 1974 Pemogokan bus Washington
- 1974 Pemogokan guru, pekerja munisipal, dan polisi
Dengan kepemimpinan yang memiliki perspektif perjuangan kelas, perjuangan-perjuangan di atas, yang kebanyakan bersifat defensif, dapat disatukan, diperluas, dan diubah menjadi perjuangan ofensif untuk membentuk partai buruh massa dan menuju sosialisme. Juga selama periode ini, bersamaan dengan insureksi-insureksi di kota-kota seperti Detroit, kelompok-kelompok seperti Liga Buruh Hitam Revolusioner terbentuk di industri otomobil. Bila inisiatif semacam ini disebarkan ke seluruh industri dan dihubungkan dengan kelas buruh secara keseluruhan, perkembangan gerakan buruh selanjutnya sudah pasti akan berbeda. Setidaknya, sebuah organisasi kader yang kuat dapat dibangun dan dipelihara untuk pertempuran di masa depan.
Usaha BPP untuk menyatukan berbagai gerakan yang tengah berkembang selama periode tersebut menunjukkan insting yang sehat dan tepat. Tetapi prioritas nomor satu kaum revolusioner adalah membangun hubungan dengan kelas buruh dan serikat-serikat buruh mereka, bahkan bila serikat-serikat ini didominasi oleh pemimpin yang anti-komunis, rasis, sayap-kanan, dan kolaborator. Tugas kita adalah memecahkan buruh dari pengaruh pemimpin-pemimpin semacam ini. Ini bukanlah tugas yang mudah, dan bahkan lebih sulit ketika gerakan sedang mundur. Namun, tidak ada jalan pintas.
Kita harus menjelaskan secara sabar bahwa kelas buruh tidak boleh, dalam kondisi apapun, mempercayai atau bergantung pada partai-partai politik kelas kapitalis. Untuk secara efektif melawan kaum kapitalis dan partai-partai mereka, kita membutuhkan organisasi kelas kita sendiri yang mandiri, yang ada di bawah kontrol demokratik langsung anggotanya.
Warisan dan Pelajaran
Tak diragukan, pengalaman Black Panther Party memberi kita banyak contoh heroisme dan pengorbanan personal. Tetapi bila kita objektif dalam analisa kita, kita juga harus mengakui ada banyak contoh “apa yang tidak boleh dilakukan” dalam membangun partai revolusioner. Tanpa struktur demokratik internal yang jelas, kepemimpinan punya masukan yang tak proporsional dalam hal arah dan kebijakan organisasi. Kita bahkan bisa melihat semacam pengkultusan individu di antara beberapa pemimpinnya, terutama Huey Newton. Kesewenang-wenangan, kekurangan, dan bahkan aspek reaksioner dari kepribadian individu-individu ini mewujud menjadi kebijakan partai, resmi atau tidak resmi. Dan ini mengguncang kepercayaan anggota pada partai, dan juga orang-orang di sekeliling partai yang seharusnya dapat menjadi pendukung.
Ini membawa kita ke pertanyaan penting ini: bagaimana cara kita mengorganisir sebuah partai revolusioner? Bagaimana cara kita memastikan kohesi politik dan demokrasi internal? Apakah partai harus berdasarkan model hierarki dari atas, dengan politik klik atau perkoncoan, dan dengan bentuk federasi longgar dalam level nasional? Atau model sentralisme demokratik Bolshevik lebih efektif, dengan disiplin yang berdasarkan kepercayaan politik, kebebasan penuh untuk mendiskusikan semua cara pandang sebelum keputusan diambil dengan voting mayoritas, diikuti dengan kesatuan aksi, dipadukan dengan struktur nasional yang tersentralisir dan tersatukan? Apakah pemimpin baiknya dipilih, bertanggung jawab pada anggota dan bisa diganti setiap saat? Atau mereka ditunjuk dari atas? Bagaimana perselisihan pendapat dalam partai diselesaikan? Melalui struktur demokratiknya, diskusi, debat dan voting? Atau dengan perkoncoan, pemecatan, dan bahkan pembunuhan?
BPP tidak menggelar secara reguler kongres atau konferensi yang dihadiri delegasi terpilih, untuk mendiskusikan resolusi, amandemen, dan proposal yang dapat mempengaruhi kebijakan dan perspektif organisasi. Tanpa ini, BPP rentan menjadi lumpuh akibat permusuhan personal dan politik klik yang beracun, yang diperparah oleh penyusupan polisi. Misalnya, ketika Stokely Carmichael ditunjuk sebagai “Perdana Menteri”, ini disusul dengan perubahan besar dalam kebijakan partai, yang lalu mengucilkan banyak anggota dan menyuntik ke dalam partai sebuah ideologi yang sangatlah berbeda dari atas. Sebagai akibatnya, ada hibrida konsep-konsep yang disfungsional, yang menciptakan kebingungan di antara anggota.
Ada juga masalah perlakuan terhadap perempuan dalam organisasi. Bukti-bukti anekdot tampaknya mengindikasikan adanya perlakuan misoginis dalam partai, yang bahkan dipraktikkan oleh kepemimpinan. Misalnya, untuk perceraian harus ada persetujuan partai; selingkuh diperbolehkan, yang lalu memperburuk friksi-friksi personal. Dan terkadang, pasangan kekasih sengaja dipisah. Jelas tidak semua laki-laki atau pemimpin partai yang berperilaku seperti ini. Tetapi bagaimana mungkin sebuah organisasi revolusioner dapat menempa persatuan kelas antar semua buruh – dari beragam ras, etnik, dan gender – bila perilaku seperti ini tidak diatasi dengan tegas, kendati semua kata-kata manis mengenai menghormati “perempuan hitam yang kuat”, dan sebagainya?
Selain itu, alih-alih didanai oleh buruh dan kaum muda, dengan aparatus organisasi yang mencerminkan dukungan riil yang mereka terima dalam masyarakat, BPP mendapat donasi-donasi besar dari selebriti-selebriti kaya. Walhasil, ini mendistorsi seluruh aparatus organisasi, dan membuat mereka tidak bisa mengukur kemampuan sendiri dan menetapkan prioritas yang tepat. Ketika sumber dana dari selebriti ini mengering, mereka mengandalkan aktivitas-aktivitas kriminal untuk secara artifisial menopang organisasi.
Dan walaupun ada usaha untuk memastikan pendidikan politik anggota, usaha ini kacau dan tidak konsisten. Sayangnya, anggota dididik dengan beragam gagasan yang saling berkontradiksi: dari nasionalisme hitam dan separatisme, sampai ke internasionalisme sosialis; dari Stalinisme dan Maoisme sampai ke setidaknya beberapa elemen Trotskisme. Seperti yang diindikasikan oleh pernyataan Fred Hampton: “Kita harus lebih banyak bertindak dan lebih sedikit menulis, karena orang belajar dari teladan atau partisipasi.” Teori jadi hal sekunder, alih-alih memahami hubungan dialektis antara teori dan praktik.
Kaum Marxis menekankan bahwa kekeliruan dalam teori niscaya mengantarkan kita ke kekeliruan dalam praktik. Alih-alih mendidik anggota dengan analisa ilmiah mengenai negara kapitalis, bagaimana kelas buruh dapat mengalahkannya dan menggantikannya dengan negara buruh demokratik, BPP justru langsung bentrok dengannya dan remuk karenanya.
Ketika Marxis berbicara mengenai pentingnya “massa rakyat bersenjata”, yang kunci adalah “massa rakyat” dan bukan “senjata”. Langkah pertama adalah secara sabar memenangkan massa. Dalam situasi revolusioner yang mengguncang masyarakat sampai ke akar-akarnya, senjata akan bisa diperoleh, dan orang-orang yang tahu bagaimana menggunakannya bisa dimenangkan secara politik ke sisi mayoritas rakyat. Terlebih lagi, bagi kaum Marxis, mempersenjatai rakyat adalah kebijakan defensif, yang tujuannya justru untuk menghindari kekerasan. Ini adalah masalah “bersiap-siap untuk yang terburuk”, dengan harapan tidak perlu menggunakan senjata sama sekali. Kaum Bolshevik berjuang keras melawan taktik terorisme individual, termasuk menentang taktik menyerang dan membunuh polisi, yang kontra-produktif dan hanya akan memperkuat negara secara keseluruhan dan mengucilkan kaum revolusioner dari massa.
Sayangnya, BPP menggunakan slogan-slogan provokatif yang hampa, seperti “satu-satunya babi yang baik adalah babi yang mampus!”. Slogan semacam ini hanya akan mengasingkan populasi luas, yang walaupun bukanlah pengagum besar polisi, tetapi cenderung selama “periode normal” melihat diri mereka sebagai “warga taat hukum” dan prihatin mengenai masalah kejahatan dan kriminalitas. Pada saat yang sama, BPP menuntut “kontrol atas polisi oleh komunitas”, sebuah tuntutan yang utopis dan membingungkan, yang seperti memohon pada singa untuk mencopot taring dan kukunya.
Kekuatan kelas buruh yang sesungguhnya, untuk melumpuhkan dan lalu menghancurkan aparatus negara lama, datang dari jumlahnya, persatuannya, dan kemampuannya untuk menghentikan produksi. Tanpa transportasi, komunikasi, makanan, dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya, negara tidak punya kekuatan untuk merepresi massa selamanya. Pemogokan umum politik puluhan juta buruh jauh lebih sulit disiapkan dibandingkan penyerangan terhadap polisi oleh segelintir aktivis, tetapi pemogokan umum jauh lebih efektif dalam mengantarkan perubahan fundamental dalam masyarakat.
Dalam artikel kami lainnya mengenai program BPP, kami mengkaji kekuatan dan kelemahan program BPP, jadi tidak akan kami ulang lagi di sini. Pendek kata, analisa Marxis atas pengalaman sejarah bukanlah mengisolasi kutipan ini atau itu, individu ini atau itu. Tujuan kita adalah menarik kesimpulan umum, dengan tujuan memahami bagaimana kelas buruh dapat mengakhiri kapitalisme dan membangun sosialisme di tahapan sejarah selanjutnya.
Pengalaman selama 160 tahun terakhir menunjukkan bahwa kelas buruh tidak dapat begitu saja membangun partai revolusioner pada menit-menit terakhir. Membangun partai adalah proses yang panjang dan sulit, untuk memilah, menguji, dan mengembangkan kader, program, metode dan tradisi. Kontradiksi yang kita hadapi adalah kita harus membangun sekarang, justru ketika urgensi untuk membangun organisasi tidaklah sebesar nantinya di masa depan ketika situasi menjadi revolusioner. Tetapi ketika urgensi tersebut telah tiba, kita tidak akan punya waktu untuk membangun organisasi ini. Inilah mengapa kaum Marxis harus membuat pengorbanan yang diperlukan sekarang, bila kita ingin siap sedia menghadapi masa depan.
Berjuang untuk sosialisme!
Tidak ada solusi dalam batas-batas sistem kapitalisme. Tuntutan-tuntutan yang dimajukan puluhan tahun yang lalu – pekerjaan untuk semuanya dan kesetaraan yang sejati – masih belum terpenuhi. Lahirnya gerakan #BlackLivesMatter, Occupy, Wisconsin, Fight for $15, dan juga gelombang revolusioner yang menyapu dunia, semua ini adalah indikasi bahwa kita tengah memasuki periode kebangkitan perjuangan jelas yang bergejolak. Di Ferguson, Baltimore, McKinney, dan tempat lain, insting kaum muda untuk persatuan kembali lagi maju ke depan.
Krisis kapitalisme yang dalam dan organik ini, yang sudah tidak mampu memenuhi janji “Impian Amerika” untuk mayoritas rakyat, tengah mempersiapkan panggung untuk ledakan perjuangan kelas yang besar. Arus-arus perjuangan sudah mulai berhimpun tanpa preseden. Gerakan-gerakan baru-baru ini sudah tidak lagi terbatas pada lapisan populasi ini atau itu, yang berjuang kurang lebih secara independen untuk memperbaiki posisi mereka dalam kerangka kapitalisme. Kondisi objektif yang berubah telah mendorong orang ke persatuan kolektif. Jutaan kaum muda terutama tidak akan lagi diam saja melihat kawannya, keluarga, rekan kerja, teman sekolah, dan orang-orang yang mereka kasihi dihina, direpresi, didiskriminasi, dan diperlakukan seperti warga kelas-dua karena identitas mereka. Dan ini hanya permulaan saja.
Oleh karenanya kami sepenuh hati setuju bahwa kaum tertindas harus berjuang “dengan cara apapun” untuk mengubah masyarakat. Tetapi pengalaman menunjukkan bahwa yang diperlukan adalah gagasan Marxis yang jernih, yang disatukan dengan metode kelas buruh. Di garis depan perjuangan ini, bergandengan tangan dengan saudara-saudari kelas mereka dari semua latar belakang ras dan etnik, adalah kaum buruh hitam dan kaum muda hitam.
Penghargaan terbaik bagi Malcolm X, Martin Luther King Jr. dan Fred Hampton, yakni martir-martir kelas buruh dunia yang menginspirasi ini, adalah dengan mengubur kapitalisme. Untuk mencapai ini, kita harus meresapi dalam-dalam apa yang dikatakan Bobby Seale pada 1968: “Kita lawan rasisme dengan solidaritas. Kita tidak bisa melawan kapitalisme yang eksploitatif dengan nasionalisme hitam. Kita lawan kapitalisme dengan sosialisme. Dan kita tidak bisa melawan imperialisme dengan lebih banyak lagi imperialisme. Kita lawan imperialisme dengan internasionalisme proletarian.”
Atau, seperti yang dijelaskan Malcolm X: “Saya percaya kalau pada akhirnya akan ada benturan antara yang tertindas dan yang menindas. Saya percaya akan ada benturan antara mereka yang menginginkan kebebasan, keadilan dan kesetaraan untuk semua orang dan mereka yang ingin melanjutkan sistem eksploitasi. Saya percaya akan ada benturan seperti ini, dan benturan ini tidak akan berdasarkan warna kulit.”
Karena kelemahan historis gerakan kiri dan kebijakan kolaborasi kelas yang pengecut dari kepemimpinan serikat buruh hari ini, proses revolusi akan berkepanjangan. Oleh karenanya, kita punya waktu untuk mengklarifikasi gagasan dan perspektif, menghimpun kader-kader yang kita perlukan, dan membangun struktur dan aparatus organisasi yang diperlukan. Tetapi kita tidak memiliki waktu untuk selama-lamanya. Dengan ini, kami undang para pembaca untuk bergabung dengan kami dan jalan perjuangan untuk dunia yang lebih baik!