Malaysia akan melaksanakan pemilu pada 9 Mei mendatang. Ini adalah pemilu ke-14 setelah negeri ini merdeka. Ada suasana ketidakpastian. Ada pula ketakutan dari kubu penguasa dalam pemilu kali ini. Najib Razak, Perdana Menteri Malaysia, melihat banyak musuh disekelilingnya. Setelah mengumumkan diselenggarakannya pemilu, Najib Razak akan menghadapi lawan-lawan politik yang cukup berat. Mahathir yang merupakan bekas Perdana Menteri otoriter dan pernah berkuasa 22 tahun jelas tidak bisa diremehkan oleh Najib. Meskipun Mahathir pernah ditendang Najib keluar dari UMNO (United Malays National Organisation), namun Mahathir masih mempunyai pengaruh yang tidak bisa diabaikan. Anwar Ibrahim,dari kubu oposisi borjuis lain yang cukup populer dan juga anak didik Mahathir, disatukan kembali oleh oposisi mereka terhadap Najib. Aliansi Mahathir dengan Anwar Ibrahim jelas merupakan ancaman bagi kekuasaan Najib.
Di tengah skandal korupsi 1MDB yang terus menggerus elektabilitas Najib, skandal ini bisa menjadi senjata ampuh bagi oposisi untuk menggulingkan Najib dari kekuasaannya. Namun pemerintahan Najib tidak akan tinggal diam menanggapi ini. Menjelang diadakan pemilu pemerintah Malaysia meloloskan undang-undang anti-berita palsu dengan ancaman penjara hingga 6 tahun. Salah satu yang dianggap berita palsu oleh undang-undang ini adalah skandal korupsi 1MDB. Selain itu, rejim Najib sekali lagi telah mengakali aturan pemilihan umum dengan mengubah peta elektoral dan ini telah menuai banyak protes. Peta elektoral diubah sedemikian rupa sehingga kubu penguasa akan meraup lebih banyak kursi dengan proporsi pemilih yang lebih sedikit. Perubahan peta elektoral ini memperdalam jurang rasial antara para pemilih karena sebagian besar didasarkan atas pertimbangan etnis, dimana umumnya UMNO menarik dukungan dari etnis Melayu, sementara umumnya etnis non-Melayu (Tionghoa dan India) memilih oposisi.
Saat ini kubu penguasa mencoba mempertahankan dukungan di antara pemilih etnis Melayu yang jumlahnya lebih dari separuh dari populasi dengan memperkuat kebijakan pro-etnis Melayu dan membangun koalisi dengan partai ekstrim kanan PAS (Malaysian Islamic Party). Partai-partai oposisi lain tidak lebih baik dari partai penguasa. Partai-partai oposisi ini hanya ingin merebut kue jarahan dari rejim yang berkuasa, yang saat ini sedang terpuruk. Mereka menggunakan demagog di antara penduduk miskin Malaysia untuk tidak memilih kubu penguasa karena mereka telah meminggirkan mereka, tapi mereka tidak secara terbuka berjuang untuk menghapuskan diskriminasi rasial yang sudah mengakar ini.
Kubu oposisi akan berusaha sekuat tenaga untuk memenangkan pemilu kali ini karena celah bagi untuk kemengan sudah terbuka. Dengan klik-klik dan demagog penuh racunnya, mereka akan gunakan kesempatan ini. Di sisi lain, kubu penguasa akan menggunakan pemilu ini untuk mempertahankan dirinya agar tetap berkuasa meskipun dengan cara-cara kotor dan penuh racun. Meskipun menggunakan taktik-taktik kotor seperti ini, sangat tidak mudah bagi kubu penguasa dan oposisi untuk menang. Ada ketidak-puasan umum yang sedang terjadi di bawah permukaan, terutama kaum muda yang merasakan bahwa tidak ada yang lebih baik dari kedua kubu tersebut. Biaya hidup telah melonjak 40 persen melebihi pendapatan mayoritas kaum miskin Malaysia; Pengangguran kaum muda melebihi 10 persen,dan ini sekitar tiga kali lipat dari pengangguran rata-rata; Nilai mata uang Ringgit terus jatuh dan ini menciptakan tekanan ekonomi terhadap rakyat dan menghantui partisipan pemilu kali ini. Seorang pemuda, Mohammad Nor (24), pemuda asal Kelantan yang merantau di Kuala Lumpur, terpaksa bekerja serabutan setelah lulus kuliah mengatakan:
“Dulu saya belajar bahasa Arab karena merencanakan sebagai guru atau bekerja di perusahaan yang membutuhkan kepandaian berbahasa Arab. Keadaan berubah, saya tidak menjadi apa yang sudah saya cita-citakan,” ujar Nor
Lain dengan Motallib, “Apa yang saya mendapat pekerjaan setelah pemilu? Tidak ada jaminan. Siapapun yang menang saya akan seperti ini.” Ujar Motallib yang karena ketiadaan pekerjaan membuat dia enggan memilih dalam pemilu kali ini.
Kaum muda Malaysia saat ini menjadi kelompok signifikan dalam memberikan suara dalam pemilu dan dapat mengurangi jumlah pemilih daripada pemilu-pemilu sebelumnya yang menurut data statistik Komisi Pemilu sampai dengan September 2017, ada 3,6 juta orang yang memenuhi syarat yang masih belum terdaftar untuk memilih. Ada beberapa protes di antara kaum muda yang berkembang sebagai respon terhadap apa yang mereka lihat sebagai pilihan buruk yang ditawarkan oleh kubu penguasa dan oposisi. Tagar #UndiRosak atau #SpoiltVote, telah menjadi virus yang menyebar untuk mendorong mereka yang tidak puas dengan pemilu untuk merusak surat suara pada pemilu kali ini. Gerakan ini menjadi kekwatiran dari bagi kedua kubu tersebut.
Kenyataannya baik partai yang berkuasa dan partai oposisi hanyalah dua sisi dari koin yang sama. Kepentingan mereka bukan menghapuskan masalah-masalah mendasar rakyat Malaysia. Kepentingan mereka adalah bagaimana menjarah kekayaan rakyat. Fakta-fakta ini telah diketahui dengan baik oleh rakyat Malaysia. Hafidz Baharom, salah satu juru bicara dari gerakan ini menulis: “Ada banyak pemilih yang berpikir bahwa mereka terjebak dalam situasi untuk memilih antara sang Iblis dan Laut biru yang dalam, tanpa tahu bahwa mereka dapat saja berdiam di dataran kering dan tidak perlu mengikuti arus. Para pemilih ini harus mengetahui bahwa di tengah-tengah dua pilihan buruk, Anda dapat memilih untuk tidak memilih jika Anda menginginkannya.”
Kubu penguasa yang diwakili Najib Razak jelas telah kehilangan daya pikat mereka akibat skandal-skandal korupsi. Sedangkan kubu oposisi yang diwakili oleh Mahathir dipandang sinis oleh kaum muda. Terlepas dari itu semua, kemenangan kubu oposisi sangat mungkin terjadi. Hal ini bisa diakibatkan bila suara kubu penguasa mengalir ke kubu oposisi atau tidak memilih sama sekali. Bila skema pertama ini terjadi, maka pemerintahan ini adalah pemerintahan yang goyah. Tapi bila skema pertama ini gagal, maka pemerintahan di bawah kubu penguasa adalah pemerintahan yang akan dengan cepat memperkuat polarisasi masyarakat Malaysia.Siapapun yang menang, kita akan saksikan rezim yang tidak stabil.