Tahun 2018 ditutup dengan penuh kesuraman bagi kelas penguasa. Pada minggu-minggu akhir tahun lalu bursa-bursa saham dunia anjlok. S&P 500 anjlok 9% dan Dow anjlok 8.7% pada bulan Desember, yang merupakan bulan Desember paling parah sejak 1931. Indeks FTSE All-World, yang merekam ribuan saham di banyak pasar, terpangkas 12% tahun ini. Ini merupakan performa terburuk sejak krisis finansial global 10 tahun yang lalu.
Tiongkok, yang selama beberapa tahun terakhir adalah lokomotif utama perekonomian dunia, kian melambat pertumbuhannya. Bursa Shanghai Composite pada 2018 merosot 25%. Aktivitas pabrik menurun, yang diperparah oleh perang dagang dengan AS. Tidak hanya itu, kebijakan pemerintahan China untuk menahan ekspansi kredit yang telah kelewat batas juga memperlambat laju ekonomi negeri tirai bambu ini.
Para ahli ekonomi telah memperingatkan bahwa sebuah resesi besar sedang dipersiapkan. Siklus boom-and-bust akan terulang kembali, tetapi masalahnya kali ini tidak pernah ada boom setelah krisis 2008 yang sangat dalam.
Kesuraman ini tidak hanya terlihat dalam ranah ekonomi, tetapi juga politik. Kongres AS tidak bisa mencapai kesepakatan mengenai anggaran. Trump dan kaum Republiken meminta anggaran 5 miliar dolar AS untuk membangun Tembok Perbatasan, yang ditolak oleh Partai Demokrat. Kebuntuan ini berujung pada penutupan sebagian pemerintahan AS, yang telah berlangsung hampir 2 minggu. 800 ribu pegawai negeri kini menganggur dan tidak mendapat upah.
Di Inggris, proses Brexit (keluarnya Inggris dari Uni Eropa) berlangsung dengan sangat tegang. Partai yang berkuasa, Partai Konservatif, terpecah. Theresa May, sang perdana menteri, hampir saja ditumbangkan oleh kolega-kolega separtainya yang membangkang karena tidak sepakat dengan hasil negosiasi Brexit. Kekacauan Brexit ini membuat perekonomian Inggris ada di tepi jurang resesi, yang sudah mulai terlihat dengan merosotnya mata uang poundsterling. Yang akhirnya jadi korban adalah rakyat pekerja.
Di tengah kesuraman ini rakyat pekerja Prancis memberi kita semua sebuah harapan, sebuah cahaya di tengah kegelapan. Gerakan Rompi Kuning menjadi pengingat akan tradisi revolusioner rakyat Prancis. Ratusan ribu turun ke jalan berhadap-hadapan dengan polisi dan pentungan mereka tanpa rasa takut. Mereka memrotes naiknya biaya hidup yang semakin tidak terjangkau. Keberanian mereka berhasil memukul mundur rejim Macron dan memaksanya memberikan sejumlah konsesi. Gerakan Rompi Kuning mengingatkan kita akan pentingnya aksi massa yang militan kalau rakyat pekerja ingin dapat menang.
Tahun 2019 menyimpan lebih banyak lagi kejutan ekonomi dan politik, yang merupakan watak dari sistem kapitalisme yang sedang sakit-sakitan ini. Kaum buruh dan muda revolusioner, oleh karenanya, punya satu tugas mulia: tumbangkan sistem ini. Tidak ada jalan lain bagi rakyat pekerja seluruh dunia selain sosialisme. Selama kapitalisme masih berjaya, selama itu pula kehidupan rakyat jelata akan terombang-ambing oleh krisis dan semua konsekuensi yang datang darinya. Kita dihadapkan oleh pilihan sosialisme atau barbarisme. Dan sungguh bagi banyak rakyat pekerja barbarisme telah menjadi kenyataan yang terlalu riil.
Oleh karenanya, kami serukan kepada semua kaum muda dan buruh revolusioner, berhimpunlah di bawah panji sosialisme. Tidak ada masa depan bagi buruh, tani dan kaum miskin kota di bawah kapitalisme, dan bahkan tidak ada masa depan bagi kapitalisme sama sekali. Mereka-mereka yang ingin menapak masa depan hanya akan dapat melangkah maju dengan perspektif sosialisme.