Sejarah revolusi di berbagai negeri hampir selalu menggambarkan peran kaum muda yang militan dan progresif. Kaum muda adalah lapisan paling sensitif dalam masyarakat dan umumnya memainkan peran signifikan dalam perubahan sosial. Tidak terkecuali dalam sejarah revolusi Indonesia 1945. Kaum muda Indonesia kala itu adalah salah satu faktor menentukan dalam proses kemerdekaan. Mereka mempunyai tempat penting dalam sejarah bangsa ini. Tanggal 15 Agustus 1945 ketika Jepang kalah dalam Perang Dunia II dan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, ada kesempatan besar yang dilihat oleh kaum muda agar Hindia Belanda – sebutan Indonesia sebelum merdeka –segera merdeka dari Jepang.
Soekarno-Hatta yang saat itu dilihat massa luas sebagai pemimpin politik tidak segera mengambil peluang kekalahan Jepang. Mereka masih mengharapkan kemerdekaan Indonesia diberikan oleh Jepang. Mereka takut memproklamirkan kemerdekaan tanpa berkonsultasi terlebih dahulu kepada penjajah. Tapi kaum muda yang militan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini dan mendorong Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Mereka menculik golongan tua dan mendorong Soekarno-Hatta segera memproklamirkan kemerdekaan. Setelah melalui banyak negosiasi dan keraguan, akhirnya pada pagi hari tanggal 17 Agustus, Soekarno dan Hatta memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dan ini menandai dimulainya babak baru dalam sejarah Indonesia.
Setelah proklamasi bangsa ini masih harus menghadapi dua agresi militer Belanda yang ingin mencaplok kembali tanah jajahannya. Mereka menginginkan sumber-sumber kekayaan Indonesia untuk dikembalikan ke Belanda sebagai peninggalan yang harus kembali kepada tuannya. Situasi ini dengan segera menghasilkan dua tendensi politik yang saling bertentangan: kaum revolusioner dan kaum reformis.
Kaum revolusioner berjuang untuk kemerdekaan 100%, yakni menyita semua hak milik asing yang sebenarnya juga adalah hasil pencurian dari masa penjajahan. Menurut kaum revolusioner tidak akan ada kemerdekaan yang sesungguhnya selama Belanda masih mengendalikan perekonomian Indonesia. Sementara kaum reformis, yakni pemerintahan Soekarno-Hatta, ingin berkapitulasi pada Belanda dan mengembalikan semua perusahaan dan aset Belanda, yang berarti penundukan ekonomi Indonesia di bawah jempol Belanda. Kaum muda umumnya berada di kubu revolusioner. Mereka paham bahwa satu-satunya jaminan kemerdekaan yang sesungguhnya adalah revolusi yang menyeluruh, dengan merebut tuas-tuas ekonomi dari penjajah.
Pada Desember 1949 setelah melalui banyak pertempuran yang memakan puluhan ribu korban jiwa, Belanda terpaksa mengakui kedaulatan Indonesia. Namun para pemimpin nasional telah mengembalikan seluruh perusahaan, tanah perkebunan dan tambang-tambang Belanda dan membayar ganti rugi perang ke Belanda sekitar 4,3 miliar guilder, yang setara dengan 10 miliar dolar hari ini.
73 tahun setelah proklamasi kemerdekaan dibacakan, kemerdekaan Indonesia masihlah belum tercapai. Apakah rakyat pekerja sungguh merdeka ketika mereka selalu dihantui kemiskinan dan tidak punya kendali atas nasib mereka? Setiap kali rakyat mendiskusikan kemerdekaan Indonesia, kita selalu mendengar ekspresi kekecewaan.Setelah puluhan tahun merdeka dari cengkeraman penjajahan Belanda, rakyat Indonesia masih merasa bahwa mereka belumlah merdeka.
Selama penindasan, kemiskinan, dan segala kesulitan dalam kehidupan rakyat pekerja belum diselesaikan, selama itu pula kita akan saksikan kaum muda revolusioner lagi dan lagi maju ke depan untuk membela yang tertindas. Namun kaum muda sendiri saja tidak akan bisa memenangkan revolusi yang akan mengakhiri penindasan. Kaum muda harus bersatu dengan kaum buruh dan tani, terutama kaum buruh. Bersenjatakan gagasan revolusioner dan bersama-sama dengan rakyat pekerja, kaum muda dapat memainkan sekali lagi peran yang penting dalam sejarah Indonesia.